Anda di halaman 1dari 6

5.

3 Fungal Infection

5.3.1 Aspergilosis

1. Pengertian
Aspergillosis adalah infeksi yang disebabkan oleh moulds saprophyte dari
jamur Aspergillus sp, terutama Aspergillus fumigatus, yang dapat ditemukan
di tanah, air, dan tumbuhan yang mengalami pembusukan, dengan
menyebabkan radang granulomatosis pada selaput lendir, mata, bronchus,
telinga, terkadang pada kulit dan subkutan pada tulang, paru-paru, dan
meningen.1-3
Infeksi sistemik ini umumnya dapat memperparah kondisi manusia yang
terinfeksi apabila dalam kondisi kekebalan tubuh rendah, sehingga
Aspergillus fumigatus tergolong jamur patogen oportunistik.1
Konidia jamur ini akan tumbuh dengan baik pada salah satu bagian tubuh
atau organ yang ditempelinya, umumnya dalam paru-paru, sebab aspergillus
memiliki suhu optimum untuk tumbuh dan berkembang pada rentang ± 30o
C, hampir sama dengan suhu tubuh normal manusia yaitu 36,5-37,2o C
(Pasanen, 1991).

2. Epidemiologi
Masuknya spora jamur Aspergillus pada manusia umumnya melalui
inhalasi dan masa inkubasinya tidak diketahui.2,4
Aspergillosis dapat mengenai semua ras dan kedua jenis kelamin
dengan perbandingan yang sama dan dapat mengenai semua usia.2
Insiden invasive aspergillosis pada pasien immunokompromais yang
berisiko tinggi :
1. Pasien neutropenia : 7%
2. Pasien leukemia akut : 5-20%
3. Penerima transplantasi sumsum tulang belakang : 10-20%
4. Penerima transplantasi organ: 5-15%
5. Pasien AIDS : 1-9%

3. Manifestasi Klinis
1. Bentuk alergi
- Aspergilosis bronkopulmonal alergik, khas : reaksi asmatik,
infiltrate paru rekuren, eosinophilia, dan hipersensitivitas kulit
tipe I (segera)dan tipe III (Arthus) terhadap antigen Aspergilus
dan presipitin serum
- Alveolitis alergik ekstrinsik : sulit bernapas dan membentuk
jaringan parut permanen, terpajan konidia dalam jumlah banyak
2. Aspergiloma dan kolonisasi ekstrapulmonal
- Risiko pada : tuberculosis, sarkoidosis, emfisema
- Asimtomatis
- Batuk, dyspnea, penurunan BB, kelelahan, hemoptysis, dapat
menyerang sinus hidung, saluran telinga, kornea, kuku.
3. Aspergilosis invasive
- Proses pneumonia akut dengan atau tanpa penyebaran.
- Risiko : leukemia limfositik, mielogenosa, limfoma, penerima
transplan sel punca, penderita pengguna kortikosteroid.
- Demam, batuk, dyspnea, hemoptysis.
- Menyerang lumen dan dinding pembuluh darah  thrombosis,
infark, nekrosis.
- Dari paru, menyebar ke saluran cerna, ginjal, hati, otak, atau
organ lain, memunculkan abses dan lesi nekrotik.

4. Gambaran Radiologi5,6
5. Differensial Diagnosis7
Acute Respiratory Distress Syndrome
Allergic and Environmental Asthma
Bacterial Pneumonia
Bronchiectasis
Eosinophilic Pneumonia
Fungal Pneumonia
Granulomatosis with Polyangiitis (Wegener Granulomatosis)
Hypersensitivity Pneumonitis
Lung Abscess
Mucormycosis (Zygomycosis)
Mycetoma
Hospital-Acquired Pneumonia (Nosocomial Pneumonia) and Ventilator-
Associated Pneumonia
Pulmonary Embolism
Pulmonary Eosinophilia
Sarcoidosis
Tuberculosis (TB)
Viral Pneumonia
Zygomycosis

6. Pengobatan dan Prognosis

- Amfoterisin B
Amfoterisin B merupakan obat golongan polien yang paling banyak
digunakan sebagai obat pilihan pertama yang efektif pada infeksi jamur
berat dan beberapa mikosis sistemik (Reiss et al., 2011). Obat ini mampu
mengikat ergosterol membran sel jamur sehingga membran sel tidak
terbentuk, selain itu juga dapat mengikat flusitosin dan analog pirimidin
yang tidak memungkinkan membran sel dapat terbentuk dengan
sempurna (Jawetz and Adelberg, 2007).
Amfoterisin B (AMB) termasuk dalam golongan mayor polien dengan
spektrum terapi luas. Polien makrolida konvensional ini memiliki 7 ikatan
rangkap, termasuk ester di dalamnya, karboksil bebas, dan glikosida pada
rantai sampingnya dengan kelompok amina primer (Walsh et al., 2008).
Mekanisme kerja AMB utamanya dengan mengikat ergosterol yang akan
dibentuk menjadi dinding sel jamur. Amfoterisin B juga mengikat
kolesterol dalam membran sel jamur, walaupun kemampuannya tidak
sebesar dalam mengikat ergosterolnya. Hal ini menyebabkan disfungsi
organ dalam sel jamur akibat pemutusan ikatannya oleh AMB, sehingga
membran sel jamur tidak terbentuk yang menyebabkan kematian pada
sel (Herbrecht et al., 2007). Penggunaan AMB secara luas selama
beberapa tahun terakhir sebagai fungistatik dan fungisidal menyebabkan
meluasnya tingkat resistensi Aspergillus fumigatus terhadap obat ini. Hal
ini dibuktikan dengan lama terapi obat ini terhadap infeksi invasif
aspergillosis yang semakin lama dengan dosis toleransi semakin tinggi
(Ellis et al., 2006) dengan resiko nefrotoksisitas dan hipokalemia akibat
penggunaan AMB (Jawetz and Adelberg, 2007). Umumnya hal ini
disebabkan karena lamanya terapi penyembuhan aspergillosis hingga
mampu mematikan jamur penyebab penyakit (Karthaus, 2011).
- Vorikonazol
Vorikonazol (VOR) (Gambar 3) masuk dalam generasi kedua azol yang
terbukti secara in vitro dan in vivo aktif melawan spektrum jamur yang
luas, termasuk Aspergillus fumigatus (Manavathu et al., 2003). Dari
beberapa kasus aspergillosis, VOR memiliki aktivitas fungisidal juga
fungistatik yang baik (Johnson et al., 1998). Azol memiliki target aksi pada
pengikatan ergosterol jamur (Ghannoum and Rice, 1999). Obat ini
dilaporkan memiliki toksisitas rendah terhadap renal dengan
bioavailabilitas baik di dalam tubuh (Linares et al., 2005).
- Kaspofungin
Kaspofungin (CAS) (Gambar 4) merupakan golongan baru antijamur. Obat
golongan echinocandin ini terbukti efektif menekan pertumbuhan
Aspergillus fumigatus pada konsentrasi rendah disertai efek fungisidal
walaupun sedikit. Kaspofungin merupakan derivat dari pneumocandin Bo
(Manavathu et al., 2003). Toksisitas obat ini dalam rentang terapi infeksi
aspergillosis minimal (Maertens et al., 2004).

Daftar Pustaka

1. Brooks, G.F., Janet, S.B., Stephen A.M. 2017. Jawetz, Melnick and Adelbergs,
Mikrobiologi Kedokteran Edisi 27, Alih Bahasa oleh Mudihardi, E., Kuntaman, Wasito,
E.B., Mertaniasih, N.M., Harsono, S., dan Alimsardjono, L. Jakarta : Penerbit Salemba
Medika
2. Patterson TF. ASpergillosis. In: Dismuskes WE, Pappas PG, Sobel JD editor. Clinical
Mycology. Oxford University Press, INC, 2003 : 221-35
3. Kwon-Chung KJ, Bennet JE. Aspergillosis. AlEA & Febiger, Philadelphia, 1992 : 201-41
4. Fitzpatrick’s. Aspergillosis. In : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K editor. Dermatology In
General Medicine. Sixth edition, volume 1, McGraw-Hill, 2003 : 1154
5. Johan Maertens, Kieren A. Marr. 2007. Diagnosis of Fungal Infections. New York :
Informa Healthcare USA, Inc.
6. http://vle.medschl.cam.ac.uk/mod/page/view.php?id=1163
7. http://emedicine.staging.medscape.com/article/296052-differential

Anda mungkin juga menyukai