Anda di halaman 1dari 20

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Aspergillosis merupakan infeksi yang disebabkan moulds saprofit dari

genus aspergilus. Aspergilus Sp. Adalah saprofit yang terdapat di tanah, air dan

tumbuhan yang mengalami pembusukan dan aspergilosis terdapat diseluruh dunia.

Lebih dari 200 spesies Aspergilus telah di identifikasi dan A. fumigatus adalah

pathogen manusia tersering dimana > 90% menyebabkan invasif dan non-invasif

aspergilosis. Namun, spesies lainnya termasuk A.flavus, A. niger, dan A. terreus,

juga dapat menyebabkan penyakit. Kapang ini menghasilkan banyak konidia kecil

yang mudah di aerosol. Setelah menghirup konidia tersebut, orang yang atopik

sering mengalami reaksi alergi hebat terhadadap antigen konidia. Pada pasien

imunokompromais terutama penderita leukemia, transplantasi sumsum tulang, dan

orang yang mendapat kortikosteroid, konidia dapat bergerminasi untuk

menghasilkan hifa yang dapat menginvasi paru dan jaringan lain. (Dumasari,

2008, Mitchell 2007).

3.2 Morfologi dan identifikasi

Aspergillus adalah jamur yang distribusinya tersebar luas di atmosfir dan

memegang peranan dalam mendaur ulang karbon dan nitrogen. Jamur ini

memiliki siklus biologikal yang sederhana dengan karakteristik sporulasi yang

tinggi, yaitu dapat menghasilkan konidia dengan konsentrasi yang tinggi (1 – 100

konidia / m3) di udara. Diameter konidia Aspergillus cukup kecil (2-3µm) untuk

mencapai alveoli paru. (Chamilos dan Kontoyiannis, 2008).

16
17

Aspergilus Sp. Tumbuh secara cepat, menghasilkan hifa aerial dengan ciri

struktur konidia yang khas: konidiofora panjang dengan vesikel terminal yang

fialidnya menghasilkan rantai konidia yang bertumbuh secara basipetal. Spesies

diidentifikasi berdasarkan perbedaan morfologi struktur, termasuk ukuran, bentuk,

tekstur, dan warna konidia. (Mitchell, 2007).

Terdapat 19 spesies aspergillus yang dapat menyebabkan penyakit, yaitu

Aspergillus fumigatus, Aspergillus flavus, Aspergillus amstelodami, Aspergillus

avenaceus, Aspergillus candidus, Aspergillus carneus, Aspergillus caesiellus,

Aspergillus clavatus, Aspergillus glaucus, Aspergillus granulosus, Aspergillus

nidulans, Aspergillus niger, Aspergillus oryzae, Aspergillus quadrilineatus,

Aspergillus restrictus, Aspergillus sydowi, Aspergillus terreus, Aspergillus ustus,

and Aspergillus versicolor. Yang paling sering menyebabkan penyakit adalah

Aspergillus fumigatus.(Stevens et al, 2000, Thompson dan Patterson, 2008).

Gambar 3.1 Gambaran mikroskopis Aspergillus fumigatus. (Tomas et al, 2001).

3.3 Patogenesis
18

Kecil kemungkinan untuk menderita penyakit invasif kecuali jika jumlah

fagosit pada tubuh berkurang. Pada paru, makrofag alveolar mampu menelan dan

menghancurkan konidia. Makrofag dapat memfagosit dan menghancurkan conidia

aspergilus sedangkan polymorphonuclear (PMN) leukosit dan monosit (MNC)

dapat merusak hypha aspergillus melalui mekanisme oxidative dan non-oxidatif.

Makrofag dan neutrofil merupakan pertahanan tetap pada paru dalam melawan

spesies Aspergillus. Keratin dan barrier epidermal kulit bertindak sebagai

tambahan pertahanan pertama secara mekanik. Konidia spesies Aspergillus yang

lebih kecil, 3-5 µm lebih mudah mencapai alveolar, dimana tidak terdapat

pertahanan mekanis. (Chander, 2002).

Makrofag dari hewan yang diobati kortikosteroid atau pasien

imunokompromais mengalami penurunan kemampuan untuk mengandung

inokulum. Dalam paru, konidia membesar dan bergerminasi menghasilkan hifa

yang cenderung menginvasi kavitas yang sudah ada (aspergiloma atau bola fungi)

atau pembuluh darah. (Dumasari, 2008, Mitchell,2007).

Faktor resiko terjadinya infeksi aspergillosis termasuk hingga menjadi

invasiv aspergillosis antara lain adalah keganasan hematologi, penggunaan

steroid, agranulocytosis (intensitas dan durasi), penyakit CMV, penyakit paru

(termasuk PPOK, penyakit paru interstitial, dan riwayat operasi thoraks) dan

tergantung status imun selama pengobatan dengan corticosteroid, alkoholisme,

penyakit vascular kolagen atau Chronic granulomatous disease, dan penyakit

yang menimbulkan kavitas. Pasien yang mengalami BMT atau transplantasi

organ, neutropenia setelah kemoterapi pada keganasan hematologi atau limfoma,


19

pasien dengan HIV stadium terakhir. Resiko timbulnya invasif aspergillosis juga

berhubungan dengan derajat terpapar spora aspergillus. (Garbino, 2004).

3.4 Mikotoksin

Aspergillus fumigatus menghasilkan metabolit sekunder yang disebut

dengan mikotoksin. Metabolit sekunder yang paling sering ditemukan antara lain

adalah Fumagillin, fumitoxin, fumigaclavines, fumigatin, fumitremorgins,

gliotoxin, monotrypacidin, tryptoquivaline, helvolic acid, dan dua metabolit

chromophore families uncharacterized chemically (FUA dan FUB). (Latge, 1999)

Spesies Aspergillus pada umumnya memproduksi toksin / mikotoksin yang dapat

berperan pada manifestasi klinis. (Dumasari, 2008) Mikotoksin yang dihasilkan

dapat menimbulkan berbagai gejala dan tanda, tergantung pada organ yang

terkena, dosis dan jenis mikotoksin yang dihasilkan. Gejalanya dapat berupa

kematian akut, immunosupressi, lesi kulit dan tanda-tanda hepatotoxic,

nephrotoxic, neurotoxic, atau genotoxic. (Soyler, 2004).

Gliotoxins merupakan mikotoksin yang paling sering dipelajari karena

senyawa ini secara akut bersifat toxic. (Latge, 1999) Gliotoxin dapat menurunkan

fungsi makrofag dan neutrophil. (Dumasari, 2008) Gliotoxins memiliki aktivitas

biologi sebagai antibakteri dan antivirus. Gliotoxins juga merangsang apoptosis sel

mati pada beberapa jenis sel dan toxin ini diduga memiliki peranan penting terhadap

pathogenesis terjadinya invasif aspergillosis. (Soyler, 2004) Selain itu toxin ini

juga dapat menghambat aktivasi sel B dan sel T dan menghambat generasi

sel cytotoxic.(Latge, 1999) Produksi catalase, superoxide dismutase dan mannitol

oleh Aspergillus dapat melindungi jamur tersebut dari kerusakan oxidative yang di
20

induksi oleh sel fagositik. Selain itu, pigmen melanin dan membran protein kakunya

terdiri dari vesikel rodlet di permukaan konidia Aspergillus yang juga dapat

membuat pertahanan diri dari fagositosis. (Chamilos, 2008).

3.5 Gambaran klinis

Sejak diketahui bahwa inhalasi merupakan cara masuknya spora aspergilus

ke dalam saluran pernafasan manusia, maka istilah aspergilosis sescara umum

meliputi kelompok penyakit yang gambaran klinisnya melibatkan paru-paru.

1. Non-invasif aspergilosis

a. Bentuk alergi (allergic bronchopulmonary aspergillosis / ABPA)

Pada beberapa individu yang atopic, pembentukan antibody IgE terhadap

antigen permukaan konidia aspergilus menghasilkan reaksi asmatik segera pada

pajanan berikutnya. Pada individu lain, konidia bergerminasi dan hifa

mengolonisasi pohon bronkus tanpa menginvasi parenkim paru. Fenomena

tersebut merupakan cirri khas aspergilosis bronkopulmonal alergi, yang secara

klinis ditandai dengan asma, infiltrate dada rekuren, eosinifilia, dan

hipersensitivitas uji kulit tipe I (cepat) dan tipe III (Arthus) terhadap antigen

aspergillus. Banyak pasien menghasilkan sputum akibat aspergilus dan presipitin

serum. Mereka mengalami kesulitan bernapas dan timbul parut yang permanen di

paru. Pejamu normal yang terpajan konidia dalam jumlah yang sangat banyak dapat

mengalami alveolitis alergi ekstrinsik. (Mitchell, 2007).

Allergic bronchopulmonary aspergillosis dilaporkan dijumpai pada asma

yang tergantung dengan steroid sekitar 14% dan pada pasien dengan kolonisasi

aspergilus seperti cystic fibrosis dijumpai sebanyak 7%. Gambaran klinis yang
21

sering dijumpai yaitu demam, asma dengan perbaikan klinis yang lambat, batuk

yang produktif, malaise dan berat badan menurun. (Dumasari, 2008) Kriteria

minimal untuk menegakkan diagnosa ABPA adalah 1) asthma; 2) immediate

cutaneous reactivity terhadap A. fumigatus; 3) total serum immunoglobulin (Ig) E

1,000 ng/ml; 4) peningkatan specific IgE-Af/IgG-Af; dan 5) central bronchiectasis

tanpa disertai distal bronchiectasis. (Shah, 2010) Selain itu criteria lainnya adalah

dijumpai adanya A. fumigatus pada biakan sputum, batuk dengan dahak berwarna

coklat atau flek, dan reaksi arthus terhadap antigen Aspergillus. (Chamilos, 2008).

b. Aspergiloma dan kolonisasi ekstrapulmonal

Aspergiloma (fungus ball) adalah berupa massa yang padat tidak

berbentuk dari mycelium jamur. Aspergiloma terjadi ketika konidia yang terhirup

masuk ke dalam kavitas yang sudah terbentuk, bergerminasi, dan menghasilkan

banyak hifa dalam ruang paru abnormal. Pasien yang menderita penyakit kavitas

sebelumnya (misal tuberculosis, sarkoidosis, emfisema) berisiko terkena penyakit

ini. Fungus ball sering dijumpai pada lokasi bagian atas lobus paru. Terjadinya lisis

yang spontan pernah dilaporkan sekitar 10% dari kasus. (Dumasari, 2008, Mitchell,

2007, Thompson dan Patterson, 2008).

Beberapa pasien asimtomatik, yang lain mengalami batuk, dispnea,

penurunan berat badan, lelah, dan hemoptisis. Haemoptisis merupakan gejala

klinis yang sering dijumpai sekitar 50 – 80% dari kasus dan jarang bersifat fatal.

Kasus aspergiloma jarang bersifat invasive. Infeksi local noninvasive (kolonisasi)

oleh spesies aspergilus dapat mengenai sinus nasalis, saluran telinga, kornea, atau

kuku. (Mitchell, 2007, Thompson, 2008).


22

Gambar 3.2 Gambaran Aspergilloma pada paru (A.D.A.M, 2010).

2. Aspergilosis invasive

Setelah terhirup dan terjadi germinasi konidia, penyakit invasif

berkembang menjadi proses pneumonia akut dengan atau tanpa penyebaran.

Pasien yang beresiko adalah mereka yang menderita leukemia mielogenosa atau

limfositik dan limfoma, penerima transplantasi sumsum tulang, dan terutama

mereka yang minum kortikosteroid. Gejala antara lain demam, batuk, dispnea, dan

hemoptisis. Hifa menginvasi lumen dan dinding pembuluh darah, menyebabkan

thrombosis, infark, dan nekrosis. Dari paru penyakit ini dapat menyebar ke

saluran cerna, ginjal, hati, otak dan organ lain, menimbulkan abses dan lesi nekrotik.

Tanpa pengobatan yang cepat, prognosis untuk pasien yang menderita aspergilosis

invasive sangat buruk. Individu dengan penyakit dasar yang tidak terlalu

mengganggu dapat mengalami aspergilosis pulmonal nekrotikans kronik, yang

merupkan penyakit yang lebih ringan. (Mitchell, 2007).

Faktor resiko terjadinya Aspergillosis paru invasive adalah pada pasien

immunocompromised yang disebabkan terutama oleh keadaan neutropenia,


23

haematopoietic stem-cell dan transplantasi organ padat, penggunaan obat

kortikosteroid yang lama dan dengan dosis tinggi, keganasan haematologi, terapi

cytotoxic, AIDS, dan chronic granulomatous disease (CGD).(Zmeili dan Soubani,

2007).

3. Semi-Invasive/Chronic Necrotising Aspergillosis (CNA)

Spektrum penyakit ini diantara kolonisasi saprofit pada aspergilloma dan

invasive aspergillosis. (Panda, 2004) Penyakit ini merupakan indolent, kavitas, dan

merupakan sekunder infeksi parenkim paru terhadap invasi local jamur aspergillus.

Berbeda dengan IPA, CNA memiliki progresivitas yang lambat lebih dari beberapa

minggu hingga bulan dan invasi vascular atau disseminasi organ lain tidak terjadi.

Sindroma penyakit ini jarang terjadi. (Zmeili dan Soubani, 2007).

Gambar 3.3 Spektrum klinis yang dihasilkan akibat terhirupnya spora aspergillus. ICH,
immunocompromised host; IPA, invasive pulmonary aspergillosis; ABPA, allergic
bronchopulmonary aspergillosis.
(Zmeili dan Soubani, 2007).

3.6 Uji diagnostic laboratorium

a. Spesimen
24

Sputum, spesimen saluran pernapasan lain, dan biopsy jaringan paru

merupakan specimen yang baik. Sampel darah jarang positif. (Mitchell, 2007).

Kontaminasi material dapat terjadi pada semua level, sehingga kontaminasi harus

dihindari sebisa mungkin. Kontaminasi oleh konidia yang berada di udara dapat

terjadi pada sampel. Resiko ini rendah pada sampel darah, meningkat pada sampel

saluran pernafasan, sputum, dan sekresi endotracheal, begitu juga dengan sampel

yang berasal dari BAL, namun resikonya lebih rendah. (Bolehovska et al, 2006).

b. Pemeriksaan Mikroskopik

Bahan yang dapat digunakan yaitu sputum, bilasan bronchial, aspirasi

tracheal dari pasien dengan penyakit paru dan biopsy jaringan dari pasien

disseminated. Sebelum pemeriksaan sputum, bronchial washing dan aspirasi

tracheal dilakukan, specimen tersebut diberi KOH 10% dan tinta parker kemudian

selanjutnya diberi pewarnaan gram, sedangkan specimen yang berasal dari biopsy

jaringan diberi pewarnaan khusus untuk jamur yaitu Gomori methenamine silver

atau Periodic acid-Schiff (Dumasari, 2008). Dari Hasil pemeriksaan dijumpai

adanya cabang dichotomous and hypa bersepta yang mempunyai lebar yang sama

(sekitar 4 µm). (Mitchell, 2007).

c. Biakan

Aspergilus Sp. Tumbuh dalam beberapa hari pada sebagian besar medium

pada suhu ruangan. Spesies diidentifikasi berdasarkan morfologi struktur konidia.

(Mitchell, 2007).

d. Pemeriksaan Kultur
25

Specimen kultur berasal dari sputum, bilasan bronchial dan aspirasi

tracheal di inokulasi pada agar Sabouroud dextrose dengan antibiotic dan tanpa

cycloheximide pada temperature 25⁰C dan 37⁰C. Subkultur isolate dapat

dilakukan pada agar czapk Dox dan agar 2% ekstrak malt dengan inkubasi pada

25⁰C. agar Potato dextrose sangat berguna untuk menginduksi sporulasi sehingga

identifikassi isolate menjadi lebih mudah.(Chander, 2002).

Pertumbuhan koloni cepat dan dapat berwarna putih, kuning, kuning

kecoklatan, coklat kehitaman atau hijau. Hasil yang positif dari pemeriksaan

kultur tersebut hanya dijumpai 10% - 30%. Hal ini dapat dijumpainya kontaminan

lain pada kultur sehingga menimbulkan kesulitan melakuka n isolasi dan akibatnya

organism yang di isolasi jumlahnya relatif sedikit. Kesulitan yang lain yaitu

spesies Aspergillus sering merupakan kontaminan laboratorium. Hasil pemeriksaan

kultur darah biasanya negatif tetapi apabila hasilnya positif dapat membantu untuk

menegakkan diagnosis.(Dumasari, 2008).

e. Tes Kulit

Tes kulit dengan menggunakan antigen aspergillus hanya berhasil untuk

mendiagnosis allergic aspergillosis. Penderita dengan asma tanpa komplikasi yang

disebabkan aspergillus menimbulkan reaksi immediate tipe I. Pada pasien allergic

bronchopulmonary aspergillosis menimbulkan reaksi immediate tipe I dan juga

70% memberikan reaksi delayed tipe III.(Dumasari, 2008).

f. Serologi

Pemeriksaan antibody Aspergillus sering membantu untuk mendiagnosis

bentuk lain dari aspergillosis yang dijumpai pada penderita non-compromise.


26

Pemeriksaan serologis yang dapat dilakukan yaitu immunodiffusion (ID), indirect

haemagglutination dan enzyme-linked immunosorbeny assay (ELISA).

Pemeriksaan immunodiffusioan mudah dilaksanakan dan pengendapaan dapat

dideteksi lebih dari 70% penderita dengan allergic bronchopulmonary

aspergillosis dan lebih dari 90% pada penderita pulmonary aspergilloma atau

kronik necrotizing pulmonary aspergillosis. Pemeriksaan immunodiffusion juga

berguna untuk mendeteksi infeksi Aspergillus bentuk invasive.

Pemeriksaan untuk mendeteksi antigen Aspergillus di dalam darah dan

cairan tubuh yang lain dapat lebih cepat untuk mendiagnosis aspergillosis pada

penderita immunocompromise. Pada pasien invasive aspergillosis, ditemukan titer

yang tinggi dari antigen galactomannan (galactomannan merupakan komponen

utama dari dinding sel Aspergillus). Ada dua jenis pemeriksaan untuk mendeteksi

Aspergillus galactomannan yaituLatex particle agglutination tetapi pemeriksaan ini

kurang sensitive dan Sandwich ELISA (Enzyme-linked immunosorbent Assay)

dimana sensitivitinya 90-93% dan spesivitinya 94-98%. (Dumasari, 2008).

Uji ID untuk presipitin terhadap A. fumigates positif pada lebih dari 80%

penderita aspergiloma atau aspergilosis bentuk alergi, tetapi uji antibody tidak

membantu dalam diagnosis aspergilosis invasive. Namun, uji serologi untuk

galaktomanan dinding sel yang bersirkulasi bersifat diagnostic. (Mitchell, 2007)

g. Diagnostik Molekuler

Metode pemeriksaan PCR telah mengalami perkembangan, digunakan

untuk mendeteksi DNA Aspergillus di dalam darah, serum dan cairan

bronchoalveolar lavage. Metode pemeriksaan Nucleic acid sequence-based


27

amplification assay (NASBA) juga telah mengalami perkembangan, digunakan

untuk mendeteksi dan mengidentifikasi genus Aspergillus dengan RNA sequences

yang spesifik dari specimen darah. (Dumasari, 2008).

Penelitian mengenai deteksi asam nukleat Aspergillus dengan PCR telah

banyak dilaporkan untuk memperbaiki diagnosis dari invasive aspergillosis, baik

yang berasal dari cairan BAL, serum darah, dan sputum. (Bansod et al., 2008)

Penggunaan PCR menjadi standard dan valid dalam pemeriksaan laboratorium

untuk menegakkan diagnosa invasive aspergillosis secara cepat. (WHO, 2009)

Metode PCR terbukti lebih sensitiv daripada deteksi antigen jamur Aspergillus.

(Stevens et al., 2000) PCR dengan menggunakan cairan BAL memiliki sensitivity

67 – 100% dan specificity 55 – 95% untuk invasiv pulmonary Aspergillosis. Dan

pada sampel serum memiliki sensitivity 100% dan specificity 65 – 92%. (Zmeili

dan Soubani, 2007, Raad et al, 2002) DNA target yang biasa digunakan adalah 18S

rRNA atau 28S rRNA. (Jun et al, 2001).

3.7 Pemeriksaan Radiologi

Aspergilosis paru-paru biasanya adalah suatu secondary disease

(superinfection) pada penderita dengan kelainan menahun seperti tuberkulosis,

abses paru-paru, bronkiectasis, tumor paru dan kelainan bronkus.

Aspergilosis fumigatus terbukti menghasilkan endotoksin yang mampu

menghemolisa eritrosit manusia dan hewan. Jamur A fumigatus ternyata memang

merupakan yang paling sering menimbulkan aspergilosis pada manusia. Jamur

Aspergillus lain yang menyebabkan Aspergillosis pada manusia ialah Aspergillus

niger, Aspergillus flavus dan Aspergillus nidulans. Temyata jamur Aspergillus


28

clavatus bisa pula menyebabkan Alveolitis alergika. Aspergilosis fumigatus adalah

yang paling sering ditemukan dari adanya kasus aspergilus invasive. Spesies

selanjutnya yang sering ditemukan adalah aspergilus flavus, niger dan terreus.

Beberapa center melaporkan yang paling sering ditemukan pada kasus aspergilus.

Gambar 3. Aspergilosis bronkopulmoner alergi dan plug mukoid pada seorang pria 19 tahun
dengan disertai asma dan demam intermiten selama 4 tahun, batuk, dan mengi. Sampel darah
dan sputum menunjukkan adanya eosinofil, dan aspergilus yang terdapat pada spesimen sputum.
Radiografi dada menunjukkan opasitas tebal finger in glove (panah) pada lobus atas kiri

Tampak gambaran pasien dengan ABPA finger-in-glove appearance

Karena terdapat mucus, hyfa dan debris pada bronchi (anak panah). Biasanya

dengan berjalannya waktu akan terjadi bronkiektasis bilateral, setelah itu muncul

fibrosis yang hebat dan akan terjadi destruksi.


29

Gambar 4. Aspergilosis bronkopulmoner alergi dan plug mukus pada wanita 26 tahun dengan
riwayat asma dan pneumonia rekuren.
A. Radiografi dada menunjukkan adanya konsolidasi pada paru medial kanan
B. Radiografi berikutnya menunjukkan adanya opasitas pada sebelah kanan dan suatu opasitas yang
baru pada sebelah kiri
C. CT Scan resolusi tinggi pada thoraks menunjukkan adanya pneumonia. Dua massa
tubuler yang melingkar pada lobus bawah kiri merupakan bronki yang terisi dengan mukus dan
debris
D. Follow up CT Scan setelah pengobatan dengan steroid dan antibiotik menunjukkan adanya
plug mukus dan bronkiektasis varikose bilateral ( Shivananda PG, Kumar A, Mohanti LK,
1988).

Ada empat jenis Aspergllosis Bronkhopulmonal

1. Allergic Bronkhopulnlonary Aspergillosis (ABPA)

Penyakit ini umumnya ditemukan pada penyandang asma bronkhial dan

asma pada penderita ini kambuh pada eksaserbasi demam. Aspergillosis proliferasi

pada mukus yang pekat dan biasanya intiltrat terlihat pada rota rontgen "Mucous

plug" diekspektorasikan dan eosinofili pada darah verner sering dijumpai.


30

Eksaserbasi berulang Aspergillosis alergik secara bertahap akan merusak mukosa

bronkhus clan menyebabkan terjadinya bronkiekatasis sekunder.

2. Bola jamur (fungus ball) atau Aspergiloma.

Aspergillus dapat tumbuh pada kavitas yang berhubungan dengan saluran

nafas. Kavitas ini umumnya merupakan lesi residu sekunder terhadap tuberkulosis,

penyakif jamur, karsinoma atau bronkiektasis. Reaksi inflamasi terjadi disekitar

kavitas, tapi jamur tidak menginvasinya, Gejala klinis umumnya adalah batuk

darah.

3. Aspergilosis Nekrotikans.

Bentuk ini adalah bentuk antara Aspergiloma dan Aspergillosis invasif.

Infeksi umumnya terjadi pada penderita usia menengah atau perokok lama yang

mengalami kerusakan jaringan paru akibat rokok. Jamur tumbuh pada rongga udara

yang abnormal dan perlahan-perlahan menginvasi dan merusak paru menyebabkan

terjadinya kavitas fibrotik yang biasanya terdapat pada lobus atas.

4. Aspergilosis lnvasif.

Aspergilosis dengan bentuk invasif ini sering dijumpai pada penderita

dengan gangguan immun dan netropeni merupakan faktor predisposisi yang

penting. Spora terinhalasi menyebabkan pneumonia jamur yang dapat menyebar

ketempat-tempat yang jauh. Gambaran rontgen dapat berubah secara cepat dari

normal menjadi abnormal. lnfiltrat biasanya bilaterlal, berbentuk bulat dan

noduler. Area infiltrat ini dengan cepat mengalami kavitasi khususnya jika

sumsum tulang pulih dan proses sitotoksit dan hitung lekosit darah tepi meningkat.

Batuk darah dapat terjadi pada saat ini. Aspergilosis invasif merupakan penyakit
31

progresif dan kematian akan terjadi dalam waktu 1-3 minggu. Reagresivitas

tergantung dari beratnya supresi sistem immun dan mungkin saat dimulainya terapi

antifungal. Aspergilosis invasif tidak sering terjadi pada penderita sakit paru yang

menggunakan kortikosteroid, tapi harus dipikirkan bila terjadi pneumonia atau

kavitas dengan infiltrate.

Gambar 5

A. CT Scan menunjukkan suatu nodul cavitas dengan disertai gambaran air crescent (Panah)

B. CT Scan dengan pasien dalam posisi tengkurap menunjukkan adanya gambaran air crescent
(panah) bermigrasi sebagai fungus ball yang berpindah ke bagian tersendiri dari kavitas tersebut

5. Misetoma

Misetoma adalah perkembangan saprofit dari koloni aspergilus pada

kavitas yang terdapat di paru. Dan biasanya pada lobus atas. Kavitas, kista, dan

ruang udara lainnya merupakan faktor predisposisi superinfeksi ini (kavitas dari

infeksi tuberculosis sebelumnya merupakan ruangan yang tersering terinfeksi).

Kasus lainnya yang frekuensinya lebih sedikit adalah kista dan kavitas dari

sarcoidosis, infeksi jamur kronis, bronkiektasis, bula, bekast tempat pembedahan

sebelumnya seperti lobektomi dan pneumektomi, abses paru, dan kista bronchial.
32

Pasien menderita batuk produktif kronis dan hemoptosis, yang dapat

mengancam jiwa. Penebalan pleura kemungkinan menjadi tanda awal pada

radiografi dada sebelum perubahan yang tampak lainnya pada suatu kavitas maupun

kista. Pada dasarnya, suatu kavitas berisi massa melingkar yang mobile atau

seperti bola jamur(gambar 5), namun temuan lain dari superinfeksi

aspergilosis meliputi penebalan dinding kavitas atau kista, opasifikasi (gambar 6),

atau formasi air fluid level dalam kista. Massa ini kemungkinan ada selama

bertahun-tahun dan mengalami perkapuran ataumengeras. Patoligisnya,

dindingnya terdiri dari jaringan fibrosa, sel-sel inflamasi dan pembuluh darah

berlebihan yang kemungkinan menjadi sumber perdarahan.

Anti jamur sistemik dan steroid telah terbukti dapat menghambat

perkembangan misetoma. Terapi yang lain termasuk penanaman agen-agen anti

jamur intrakavitas, embolisasi arteri bronchial untuk terjadinya perdarahan,

dan reseksi bedah untuk kasus hemoptisis rekuren. Kurang lebih

10% dari kasus misetoma dapat sembuh spontan dengan sendirinya.


33

Gambar 6 Misetoma mobile dalam suatu nodul reumatoid pulmoner kavitasi pada pria 76
tahun dengan disertai artritis reumatoid dan batuk produktif. Sputum menunjukkan hasil positif
adanya aspergilus

A. CT Scan menunjukkkan adanya nodul kavitasi dengan gambaran air crescent (Panah)

B. CT Scan dengan pasien pada posisi tengkurap menunjukkan air crescent (panah) bermigrasi
sebagai fungus ball berpindah ke bagian tersendiri dari kavitas tersebut

Gambar 7 Misetoma pada wanita 26 tahun dengan hemoptisis

A. CT Scan menunjukkan fibrosis apikal bilateral dan massa fokal pada lobus atas kanan. Pada regio
tengah bawah merupakan suatu misetoma dalam suatu kavitas yang dikonfirmasikan dengan
tindakan reseksi

B. Bagian spesimen paru dari kasus yang sama menunjukkan suatu misetoma yang sebagian
menggantung pada dinding kavitas abses

Gambar 8 Empyema aspergilus pada pria 50 tahun dengan AIDS dan meningitis cryptococcal.
CT Scan menunjukkan efusi pleura kanan dengan penebalan pleura yang berhubungan dengan
pneumonia nekrotik (konsolidasi dengan atenuasi rendah tengah). Kultur cairan didapat dari
tindakan torakosintesis
34

Gambar 9 Pencitraan CT axial (a,b) menunjukkan nodul kavitas bilateral dengan gambaran air
crescent pada pasien neutropenia 33 tahun dengan leukimia limfoblastik akut. Aspergilosis invasif
terdiagnosa pada basis positivitas galactomannan

Gambar 10 Pencitraan CT axial menunjukkan nodul kecil pada lobus bawah dan tengah kanan
pada pasien neutropenia dengan leukimia limfoblastik akut. Kultur darahnya menunjukkan
adanya candida albican Gambar 11 Pencitraan CT axial menunjukkan densitas ground glass
bilateral pada lobus atas pada pasien neutropenia perempuan 51 tahun dengan penumonia
pneumocystis jiro

3.8 Pengobatan

Aspergiloma diobati dengan itrakonazol atau amfoterisin B dan

pembedahan. Aspergilosis invasive memerlukan pemberian cepat formula alami

atau lipid amfoterisin B atau voriconazol, sering ditambahkan imunoterapi sitokin.

Penyakit paru nekrotikan kronik yang lebih ringan dapat diobati dengan

vorikonazol atau itrakonazol. (Mitchell, 2007) Aspergilosis bentuk alergi diobati

dengan kortikosteroid dan itraconazole. (Garbino, 2004).


35

Prognosis pasien dengan invasive aspergillosis mengalami perbaikan

dengan penggunaan klinis terapi anti jamur golongan azole, terutama

voriconazole. Meskipun demikian, pertahanan hidup pasien dapat terancam

dengan adanya keadaan resistensi aspergillus terhadap golongan azole. Resistensi

ini biasanya disebabkan oleh point mutasi pada gen cyp51A, yang merupakan

target terapi golongan azole. (Jan et al, 2010)

Tabel 2.1 Spektrum Aspergillosis pada saluran pernapasan bawah (Thompson dan

Patterson, 2008)

Anda mungkin juga menyukai