1. DEFINISI
Asbestosis merupakan penyakit paru kronik akibat menghirup serat asbestos.
Serat asbestos yang terhirup ke dalam paru akan menyebabkan cedera sel epitel
saluran napas dan sel makrofag yang akan memfagosit serat asbes. Inhalasi serat
asbestos terus-menerus akan menyebabkan alveolitis dan reaksi jaringan yang lebih
hebat. Efek paparan serat asbestos akan muncul setelah paparan selama 20-30 tahun
(jurnal fakultas kedokteran universitas lampung : potesnsi biomarka high mobility
group box 1 (hmgb1) sebagai kriteria diagnosis asbestosis )
2. ETIOLOGI
disebabkan oleh paparan debu atau serat asbes yang mencemari udara dalam
jangka waktu lama. Asbes merupakan campuran silikat berserat halus dengan struktur
kristal yang umumnya digunakan sebagai material pada konstruksi dan industri.
(jurnal fakultas kedokteran universitas lampung : potesnsi biomarka high mobility
group box 1 (hmgb1) sebagai kriteria diagnosis asbestosis )
3. EPIDEMIOLOGI
World Health Organization (WHO) pada tahun 2004 memperkirakan terdapat
125 juta orang yang terpapar asbes secara terus-menerus akibat pekerjaannya,
mengakibatkan 107,000 kematian dan 1,5 juta kecacatan setiap tahunnya.2 Pada tahun
2003 penggunaan asbes di Indonesia menduduki peringkat ke delapan di dunia
dengan tingkat penggunaan asbes mencapai 32.284 ton
(jurnal fakultas kedokteran universitas lampung : potesnsi biomarka high mobility
group box 1 (hmgb1) sebagai kriteria diagnosis asbestosis )
4. PATOFISIOLOGI
Inhalasi serat asbestos akan menyebabkan cedera sel epitel saluran napas dan
sel makrofag yang akan memfagosit serat asbes. Beberapa serat akan masuk ke
dalamjaringan interstisium terbawa oleh sel makrofag dan sel epitel. Kerusakan pada
sel makrofag akan memicu pengeluaran reactive oxygen species (ROS) dan beberapa
sitokin, seperti interleukin-1 (IL-1), tumor necrosis factor (TNF) dan metabolit asam
arakidonat yang berefek pada munculnya inflamasi alveoli (alveolitis). Pengeluaran
ROS berdampak pada kerusakan jaringan. Inhalasi yang terjadi terus menerus dengan
kadar yang tinggi akan menyebabkan alveolitis yang lebih intens dan reaksi jaringan
yang lebih hebat sehingga pada akhirnya akan terjadi fibrosis yang progresif pada
parenkim paru
(jurnal fakultas kedokteran universitas lampung : potesnsi biomarka high mobility
group box 1 (hmgb1) sebagai kriteria diagnosis asbestosis )
5. HISTOPATOLOGI
Pada gambaran histopatologi dapat diperoleh gambaran parenkim paru yang
kasar dan hingga addanya gambaran sarang lebah (honey-comb), gambaran ini
didapatkan bilateral, sering di lobus inferior. Secara mikroskopis didapati peningkatan
kolagen intertisial sehingga membuat fibrosis radiologia.
6. FAKTOR RESIKO
Faktor risiko yang menyebabkan meningkatnya insiden asbestosis adalah
pekerjaan yang berhubungan secara langsung dengan paparan asbes seperti
penambang asbes, penggiling asbes, pekerja konstruksi bangunan, ahli elektronik,
teknisi dan pengawas bangunan.
(jurnal fakultas kedokteran universitas lampung : potesnsi biomarka high mobility
group box 1 (hmgb1) sebagai kriteria diagnosis asbestosis )
8. KLASIFIKASI ASBESTOSIS
Berdasarkan hasil pemeriksaan foto toraks, maka klasifikasi tingkatan
asbestosis dilihat dari ciri gambaran rontgen, (menurut ILO international laaboour
organization)
Tahap awal : diperoleh gambaran pola retikularpda basal paru, ground glass
appereance, yg dapat menggambarkan proses alveolitis dan fibrosis intertisial.
Tahap kedua : ditandai dgn peningkatan bayangan opak kecil ilegular menjadi
pola intertisial yang luas, pd tahap ini gambaran mengaburkan batas jantung atau
shaggy heart border.
Tahap akhir : daoat menjadi pola intertisisal kasar dan honey comb pada paru
atas, namun gambaran ini jarang ditemukan.
9. PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan dapat ditemukan rhonki basal paru bilateral (pada
60%pasien) yang terdengar pada akhir fase inspirasi. Sering ditemukan pula jari
tabuh(digital clubbing) pada 30-40% pasien dan pada asbestosis lanjut. Gangguan
lainyang perlu diperhatikan adalah adanya cor pulmonale, keganasan yang
terkaitasbestosis, seperti kanker paru, kanker laring, bahkan kanker gaster dan
pankreas
Tes fungsi paru-paru Pada pemeriksaan fungsi paru akan didapatkan pola
restriktif denganpenurunan kapasitas vital, kapasitas total paru, dan kapasitas difusi,
denganhipoksemia arterial. Kapasitas vital paksa (Forced Vital Capacity, FVC)
akanmenurun <75%. Dapat juga didapatkan pola obstruktif disebabkan fibrosis
danpenyempitan bronkioli
(digital repository fakultas kedokteran universitas jember : asbestosis dengan segala
permasalahannya )
10.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk membantu diagnosis
asbestosis, yaitu tes pencitraan dan tes spirometri. Tes pencitraan berupa foto rontgen
thoraks yang terdapat corakan radioopak pada jaringan paru dan gambaran honey
coomb pada kasus yang berat, sedangkan dengan high resolution CT scan (HRCT)
asbestosis dapat terdeteksi sejak awal dengan gambaran penembalan septum
interlobular dan tampilan radioopak. Pada tes spirometri didapatkan penurunan fungsi
paru.
Pemeriksaan HMBG1 direkomendasikan sebagai salah satu biomarka pada
pemeriksaan penunjang dalam diagnosis asbestosis
11.DIAGNOSA KLINIS
Diangnosis asbestosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang seperti
penggunaan x-ray atau CT-scan dan spirometri.Pada beberapa penelitian yang
dilakukan didapatkan peningkatan signifikan kadar serum HMGB1 pada asbestosis.
Hal ini menunjukkan bahwa serum HMGB1 dapat menjadi biomarka asbestosis yang
potensial untuk diagnosis dan pemeriksaan berkala.
(jurnal fakultas kedokteran universitas lampung : potesnsi biomarka high mobility
group box 1 (hmgb1) sebagai kriteria diagnosis asbestosis )
12.PENATALAKSANAAN
belum tersedia obat untuk asbestosis, maka menghentikan paparan lebih lanjut
perlu untuk dilakukan. Maka dilakukan perawatan yang bertujuan untuk membantu
pasien dapat bernafas dengan mudah, mencegah infeksi pernafasan, dan mencegah
komplikasi lebih lanjut. Penggunaan antibiotik dimaksudkan untuk menyerang
infeksi. Bronchodilator oral atau inhalasi dan melebarkan saluran nafas. Dapat
diberikan obat semrot untuk mengencerkan lendir. Pengobatan suportif untuk
mengatas gejala yang timbul adalah membuang lendir atau dahak dari paru paru
melalui prosedur postural drainase. Bila asbestosis sudah memasuki stadium
mesothelioma maka belum ada terapi yang berhasil meningkatkan kesembuhan.
(jurnal fakultas kedokteran universitas lampung : potesnsi biomarka high mobility
group box 1 (hmgb1) sebagai kriteria diagnosis asbestosis )
15.PROGNOSIS
16.PENCEGAHAN
Pencegahan primer yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko asbestosis
antara lain dengan menjamin pekerja terlindungi dengan undang-undang yang
mengatur kesehatan dan keselamatan kerja, substitusi bahan, modifikasi dan
penggunaan alat pelindung diri.5,6
Pencegahan sekunder yang dapat dilakukan yaitu dengan melakukan deteksi
dini penyakit dan pemeriksaan berkala zat pajanan pada pekerja berisiko tinggi
Pencegahan tersier berguna untuk mencegah penyakit bertambah buruk dan
penyakit menjadi menetap. Bila diduga telah terjadi penyakit atau diagnosis telah
ditegakan, perlu secepat mungkin dihindarkan diri dari pajanan lebih lanjut. Pajanan
dari tempat kerja dan lingkungan yang diduga atau diketahui mempunyai efek sinergi
terhadap terjadinya kanker paru seperti merokok harus dihentikan.