Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PERTUKARAN GAS PADA PASIEN


DENGAN DIAGNOSA MEDIS TB PARU

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Manajemen Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis
CI : Ns. Krismiati, S. Kep.
Dosen Pembimbing : Ns. Yuni Dwi Hastuti, S.Kep., M.Kep.

Oleh:
Dyah Sukma Indriastutik (22020115120045)
A.15.1

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2018
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Diagnosa Keperawatan Utama


Gangguan pertukaran gas b. d. infeksi alveoli.

B. Pengertian
Kelebihan atau defisit oksigenasi dan/atau eliminasi karbondioksida pada membrane
alveolar-kapiler (Nanda, 2018).
Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia gangguan pertukaran gas adalah
kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/atau eliminasi karbondioksida pada membran
alveolus-kapiler.or

C. Batasan Karakteristik
1. Gas darah arteri abnormal
Gas darah arteri memungkinkan untuk pengukuran pH (dan juga keseimbangan asam
basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi oksigen, dan
kelebihan atau kekurangan basa. Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas
digunakan sebagai pegangan dalam pentalaksanaan penyakit berat yang akut dan
menahun. Pemeriksaan gas darah juga menggambarkan hasil berbagai tindakan
penunjang yang dilakukan, tetapi pemeriksaan gas darah harus dilakukan dengan
pemeriksaan lainnya, seperti riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-data
laboratorium lainnya.
2. pH arteri abnormal
pH arteri dikatakan abnormal, apabila:
a. pH tidak normal (asidosis atau alkalosis)
b. paCO2 diatas atau dibawah batas normal (35-45 mmHg)
c. paO2 diatas atau dibawah batas normal (80-100 mmHg)
d. HCO3 diatas atau dibawah batas normal (20-26 mEq/l)
e. Total CO2 diatas atau dibawah batas normal (21-27 mEq/l)
f. BE diatas atau dibawah batas normal (-2,5- +2,5 mEq/l)
g. SPO2 diatas atau dibawah batas normal (95-98 %)
3. Suara napas tambahan
Suara ronchi
Adalah bunyi gaduh yang dalam. Dan terdengar selama ekspirasi karena adanya
gerakan. udara melewati jalan napas yang menyempit akibat obstruksi napas. Obstruksi
berupa sumbatan akibat sekresi, odema, atau tumor. Sepertinya, suara ngorok. Dan suara
ronchi akan terdengar pada saat pemeriksaan paru Auskultasi dengan cara meletakan
stetoskop di lapang paru dan mendengarkan bunyi suara. Suara ronci itu sendiri ada dua
jenis, yaitu :
a. Ronchi kering
Suatu bunyi tambahan yang terdengar kontinyu terutama waktu ekspirasi disertai
adanya mucus atau secret di bronkus. Ada yang high pitch (menciut) seperti itu
ditemukan pada pasien asma dan low pitch di karenakan secret yang meningkat pada
bronkus yang besar yang dapat juga terdengar waktu inspirasi.
b. Ronchi basah (krepitasi)
Bunyi tambahan yang terdengar tidak kontinyu pada waktu inspirasi seperti bunyi
ranting kering yang terbakar, disebabkan oleh secret di dalam alveoli atau bronkiolus.
Ronki basah dapat halus, sedang, dan kasar. Ronki halus dan sedang dapat disebabkan
cairan di alveoli misalnya pada pneumonia dan edema paru, sedangkan ronki kasar
misalnya pada bronkiekstatis.
Kondisi yang berhubungan dengan terjadinya ronchi yaitu:
1) Pneumonia
2) Asthma
3) Bronchitis
4) Bronkopasme

4. Perubahan frekuensi napas


Frekuensi pernapasan dapat di perhatikan ketika saat inspirasi dan ekspirasi penuh.
Frekuensi pernafasan bervariasi sesuai dengan usia dan kisaran frekuensi normal akan
menurun sesuai pada massa hidup. Faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi
pernapasan yaitu fisik, psikologis, sosiokultural dan lingkungan fisik yang menentukan
adanya perubahan pada bentuk dada, penyakit pernafasan yang sudah menahun serta
gangguan pada fungsi dan struktur penafasan (Annisa, et. al., 2018).

5. Dispnea
Gangguan pernafasan biasanya dapat menyebabkan disfungsi ventilasi yang
menyebabkan gagalnya proses pertukaran oksigen terhadap karbondioksida di dalam
paru. Salah satu penyebab gangguan pernapafasan adalah sesak nafas. Sesak nafas
(dyspnea) adalah perasaan sulit bernafas dimana sering dikeluhkan nafasnya menjadi
pendek atau merasa tercekik ((Price & Wilson, 2006) dalam Annisa, et. al., 2018). Sesak
napas terjadi karena adanya peningkatan kerja pernapasan karena resistensi elastic paru-
paru, faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan kerja pernapasan karena menurunnya
kemampuan mengembang dinding torak atau paru-paru maka kinerja otot pernapasan
akan bertambah dan dapat memberikan perubahan dan jika paru-paru tidak dapat
memenuhi kebutuhan oksigen akhirnya menimbulkan sesak napas (Wibowo, 2016).

6. Sputum dalam jumlah yang berlebihan


Sputum terjadi karena adanya peradangan atau infeksi pada saluran pernapasan.
Sekret mengandung bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri mycobacterium
tuberculosis menyebabkan infeksi droplet yang masuk melewati jalan napas kemudian
melekat pada paru sehingga terjadi proses peradangan yang menyebar ke organ lain (paru
lain, saluran pencernaan, tulang) melalui media (brchogen percontinuitum, hematogen,
limfogen) yang menyerang pertahanan primer yang tidak adekuat sehingga membentuk
tuberkel yang menyebabkan kerusakan membran alveolar dan membuat sputum yang
berlebihan yang menyebabkan kondisi ketidakefektifan bersihan jalan napas ((Nurarif &
Kusuma, 2013) dalam Wibowo, 2016).

D. Etiologi
1. Sekresi yang tertahan
Penyebab dari bersihan jalan napas tidak efektif yang sering terjadi pada pasien Tb paru
adalah proses infeksi, hipersekresi mukus jalan napas dan sekresi yang tertahan. Materi
yang menjadi penyebab terjadinya sumbatan pada jalan napas yaitu darah dan sputum.
Adanya darah atau sputum di saluran pernapasan bagian atas, yang tidak dapat ditelan
atau dibatukkan oleh pasien dapat mengakibatkan fungsi jalan napas menjadi terganggu
sehingga bersihan jalan napas menjadi tidak efektif yang sangat menganggu pemenuhan
kebutuhan oksigenasi ((Smeltzer & Bare, 2013).

2. Perokok
Rokok mengandung zat kimia, seperti nikotin, karbon monoksida, ammonia,
formaldehida, tar dan lain-lain. Bahan aktif utamanya adalah nikotin (efek akut) dan tar
(efek kronis). Efek nikotin pada sistem kardiovaskuler adalah efek simpatomimetik
seperti menyebabkan takikardi, kontraksi ventrikuler di luar sistol, meningkatkan
noradrenalin dalam plasma, tekanan darah, cardiac output, dan konsumsi oksigen
sehingga menyebabkan penyempitan aterosklerotik, penempelan platelet, dan
menurunkan HDL. LDL menjadi lebih mudah memasuki dinding arteri yang berperan
dalam patogenesis penyakit jantung koroner.
Nikotin menganggu sistem saraf simpatis dengan akibat meningkatnya kebutuhan
oksigen miokard. Selain menyebabkan ketagihan merokok, nikotin juga merangsang
pelepasan adrenalin, meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah, kebutuhan
oksigen jantung, serta menyebabkan gangguan irama jantung. Nikotin juga menganggu
kerja saraf, otak dan banyak bagian tubuh lainnya. Nikotin, CO, dan bahan-bahan lain
dalam asap rokok terbukti merusak endotel (dinding dalam pembuluh darah), dan
mempermudah timbulnya penggumpulan darah. Nikotin mengaktifkan trombosit dengan
akibat timbulnya adhesi trombosit (penggumpalan) ke dinding pembuluh darah.
3. Kerusakan membrane alveolus kapiler
Difusi gas pernapasan terjadi di mebran kapiler alveolar dan kecepatan difusi
dipengaruhi oleh ketebalan membran. Peningkatan ketebalan membrane merntangi proses
kecepatan difusi karena hal tersebut membuat gas memerlukan waktu yang lebih lama
untuk melewati membrane tersebut.
E. Patofisiologi (pathway)
Orang Terinfeksi aktif TBC

Droplet

Basil Tuberculosis memasuki saluran pernapasan


(Mycobacterium Tuberculosis)

Menembus mekanisme pertahanan system pernapasan


Ketidakefektifan
Berkolonisasi di saluran napas bawah
Bersihan Jalan
Nafas Mengaktifasi system imun
Peningkatan sekret di
Inflamasi
saluran pernapasan
Sel T dan jaringan fibrosa
membungkus mikrofag dan basil Tuberculosis
(Ingesti)
Memicu pembentukan Fibrosis
serotonin
Timbul jaringan parut
Merangsang melanortin
di hypotalamus
Alveolus tidak kembali saat ekspirasi

Gas tidak dapat berdifusi dengan baik


Anoreksia
Gangguan pertukaran gas

Asupan nutrisi
kurang

Ketidakseimbangan
Nutrisi Kurang Dari
Kebutuhan Tubuh
F. Dampak Lanjut
1. Bronkopneumonia
2. Gagal Napas
3. Gagal Jantung

G. Pengakajian (Anamnesis: Keluhan Utama, Riwayat, dan Fungsional, Pemeriksaan


Fisik, dan Pemeriksaan Penunjang)
Pengkajian Emergency
1. Primery Survey
a. Circulation
- Nadilemah/tidakteratur.
- Takikardi.
- TD meningkat/menurun.
- Edema.
- Gelisah.
- Akral dingin.
- Kulit pucat atau sianosis.
- Output urine menurun.
b. Airway
- Sumbatan atau penumpukan secret.
- Gurgling, snoring, crowing.
c. Breathing
- Sesak dengan aktivitas ringan atau istirahat.
- RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
- Ronki, krekels.
- Ekspansi dada tidak maksimal/penuh
- Penggunaan obat bantu nafas
d. Disability
- Penurunan kesadaran.
- Penurunan refleks.
e. Eksposure
- Nyeri dada spontan dan menjalar.
2. Secondary Survey.
a. TTV
- Tekanan darah bisa normal/naik/turun (perubahan postural di catat dari
tidur sampai duduk/berdiri.
- Nadi dapat normal/penuh atau tidak kuat atau lemah/kuat kualitasnya
dengan pengisian kapile rlambat, tidak teratur (disritmia).
- RR lebih dari 20 x/menit.
- Suhu hipotermi/normal.
b. Pemeriksaan Fisik
- Pemakaian otot pernafasan tambahan.
- Nyeri dada.
- Peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak, bunyi nafas (bersih,
krekels, mengi), sputum.
- Pelebaran batas jantung.
- Bunyi jantung
- Odem ekstremitas.
- Keluhan nyeri dada.
- Obat-obat anti hipertensi.
- Makan-makanan tinggi natrium.
- Penyakit penyerta DM, Hipertensi
- Riwayat alergi
3. Tersier
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi merupakan cara praktis unutk menentukan adanya lesi
tuberculosis. Lokasi lesi tuberculosis umumnya didaerah apeks paru (segmen
apical lobus bawah) tetapi dapat pula mengenai lobus bawah (bagian inferior)
atau didaerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberculosis
endobronkial). Gambaran radiologi yang sering menyertai tuberculosis paru
adalah penebalan pleura (peluritis), masa cairan di bagian bawah paru(efusi
pleura), bayangan hitam radio-lusen dipinggir paru atau pleura (pneumothoraks).
b. Pemeriksaan Laboratorium
c. Tes Tuberkulin

H. Diagnosa keperawatan terkait


1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas b. d. Sekresi Yang Tertahan
2. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh b. d.
I. Intervensi Keperawatan (NOC dan NIC)

No Tanggal/J Dx Tujuan & Kriteria Intervensi Keperawatan


am Keperawatan Hasil
1. 1 Oktober Gangguan Setelah dilakukan Manajemen Asam Basa
2018/ pertukaran gas b. tindakan 3x24 jam 1. Pertahankan kepatenan jalan
12.00 d. kerusakan diharapkan Status nafas
WIB membran Pernapasan: Gangguan 2. Posisikan pasien untuk
alveoli kapiler Pertukaran Gas mendapatkan ventilasi yang
dengan kriteria hasil : adekuat
1. Saturasi oksigen 3. Monitor pola pernafasan
pasien berada 4. Monitor pemakaian ventilasi
dalam batas mekanik
normal 5. Berikan terapi oksigen dengan
2. Keseimbangan tepat
ventilasi dan 6. Monitor kecenderungan pH
perfusi arteri, PaCo2, dan HCO3
3. Pasien tidak 7. Monitor intake dan output
mengalami 8. Monitor status hemodinamik
gangguan 9. Berikan pengobatan sesuai yang
kesadaran. diresepkan
2. 1 Oktober Ketidakefektifan NOC Manajemen jalan napas (1K-3140)
2018/ bersihan jalan Setelah dilakukan a. Buang sekret dengan memotivasi
12.00 nafas tindakan 3x24 jam klien untuk dilakukan
WIB diharapkan kebersihan pennyedotan lendir (1K-3140.06)
jalan nafas klien efektif b. Lakukan penyedotan melalui
dengan kriteria hasil : endotracheal (1K-3140.12)
1. Tidak ada suara c. Monitor status pernapasan dan
tambahan oksigenasi (1K-3140.21)
(ronkhi)
2. Akumulasi Manajemen Jalan Napas Buatan
sputum dalam (1K-3180)
saluran nafas a. Selalu mencuci tangan (1K-
dapat teratasi 3180.01)
3. Frekuensi nafas b. Lakukan universal precautions
normal 12- (1K-3180.02)
24x/menit c. Menggunakan alat pelindung
diri (1K-3180.01)
d. Monitor suara ronki dan
crakles pada pasien (1K-
3180.09)
e. Pertahankan teknik steril
ketika melakukan penyedotan
dan melakukan perawatan
endotracheal (1K-3180.29)
J. Kepustakaan
1. Bulechek, G. M., Butcher, H.K., Dochterman, J. M., Wagner, C. M. (2013). Nursing
interventions classification (edisi keenam). United States of America : Elsevier.
2. Herdman, T. Heather. (2018). Nanda internationalinc. Nursung diagnoses: definitions
& classification (edisi kesepuluh). Jakarta : EGC.
3. Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., Swanson, E. (2013). Nursing outcomes
classification (edisi kelima). United States of America : Elsevier.
4. Smeltzer & Bare. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8. Jakarta: EGC.
5. Annisa, R., Utomo, W., & Utami, S. (2018). Perubahan Posisi Terhadap Pola Nafas
pada Pasien Gangguan Pernapasan. Diakses pada tanggal 1 Oktober 2018, dari:
https://jom.unri.ac.id/index.php/JOMPSIK/article/download/19175/18534
6. Wibowo, Arif. (2016). Upaya Penanganan Gangguan Bersihan Jalan Nafas pada Pasien
Tuberculosis di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro. Diakses pada tanggal 1 Oktober 2018,
dari: eprints.ums.ac.id/44553/6/NASKAH%20WIWIB%20FIXS.pdf

Anda mungkin juga menyukai