DEFINISI
PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran
napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons
inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD, 2009).
o PPOK/COPD (CRONIC OBSTRUCTION PULMONARY DISEASE) merupakan istilah yang
sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Price,
Sylvia Anderson : 2005)
o PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru
yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai
gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal
dengan COPDadalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale (S Meltzer,
2001)
o P P O K adalah merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan
penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru (Bruner & Suddarth, 2002).
PPOK merupakan obstruksi saluran pernafasan yang progresif dan ireversibel, terjadi bersamaan
bronkitis kronik, emfisema atau kedua-duanya (Snider, 2003).
B. KLASIFIKASI
1.
a.
b.
1)
2)
3)
c.
1)
2)
3)
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah sebagai berikut:
Bronchitis Kronis
Definisi
Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan mucus yang
berlebihan dalam bronkus dan termanifestasikan dalam bentuk batuk kronis dan pembentuk
sputum selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2 tahun berturut turut (Bruner &
Suddarth, 2002).
Etiologi
Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis yaitu:
Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus influenzae.
Alergi
Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll
Manifestasi klinis
Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang
mana akanmeningkatkan produksi mukus.
Mukus lebih kental
Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme pembersihan mukus. Oleh karena
itu, "mucocilliary defence" dari paru mengalami kerusakan dan meningkatkan kecenderungan
untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan
hiperplasia sehingga produksi mukus akan meningkat.
4)
Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali ketebalan normal) dan
mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersama-sama dengan produksi mukus yang
banyakakan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar.
Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya pada bronchus besar, tetapi biasanya seluruh
saluran nafas akan terkena.
5)
Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas, terutama selama
ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara terperangkap pada bagian distal dari paruparu. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolar, hypoxia dan asidosis.
6)
Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi abnormal timbul,
dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga meningkatkan nilai PaCO2.
7)
Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi polisitemia
(overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat, diproduksi sejumlah sputum yang hitam,
biasanya karena infeksi pulmonary.
8)
Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV dan FRC.
Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang akhirnya menuju
penyakit cor pulmonal dan CHF
2. Emfisema
a. Definisi
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus alveolaris
dan destruksi dinding alveolar (Bruner & Suddarth, 2002).
b. Etiologi
1)
Faktor tidak diketahui
2)
Predisposisi genetic
3)
Merokok
4)
Polusi udara
c. Manifestasi klinis
1)
Dispnea
2) Takipnea
3)
Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
4)
Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
5) Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
6)
Hipoksemia
7)
Hiperkapnia
8) Anoreksia
9)
Penurunan BB
10) Kelemahan
3. Asthma Bronchiale
a. Definisi
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari trachea dan bronkus
terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernafas yang
disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari saluran nafas (Bruner & Suddarth, 2002).
b. Etiologi
1) Alergen (debu, bulu binatang, kulit, dll)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
c.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
C.
1.
a.
b.
2.
a.
b.
3.
a.
D.
menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi
terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan
sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan (GOLD, 2009).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada
paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di
paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi
berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat
pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak
terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps
(GOLD, 2009).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil,
komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi oleh
neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic
Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan
jaringan (Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas dengan
adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan adanya
inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan perfusi
berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).
E.
MANIFESTASI KLINIS
Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien PPOK. Batuk bersifat
produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu kemudian berlangsung lama dan sepanjang
hari. Batuk disertai dengan produksi sputum yang pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian
berubah menjadi banyak dan purulen seiring dengan semakin bertambahnya parahnya batuk
penderita.
Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama, sepanjang hari, tidak
hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama sekali, hal ini menunjukkan adanya
obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak inilah yang biasanya membawa penderita
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
F.
1.
a.
1)
2)
b.
1)
2)
3)
2.
3.
4.
5.
G.
PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan memberat saat melakukan aktifitas dan pada saat
mengalami eksaserbasi akut.
Gejala-gejala PPOK eksaserbasi akut meliputi:
Batuk bertambah berat
Produksi sputum bertambah
Sputum berubah warna
Sesak nafas bertambah berat
Bertambahnya keterbatasan aktifitas
Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis
Penurunan kesadaran
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
Pemeriksaan radiologi
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar dari hilus
menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.
Corak paru yang bertambah
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula. Keadaan ini
lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.
Corakan paru yang bertambah.
Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP
yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum
ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR,
sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang
pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema
kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi
vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang
pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun
polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu
penyebab payah jantung kanan.
Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal
terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS
rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB
inkomplet.
Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
Laboratorium darah lengkap
KOMPLIKASI
1.
2.
3.
4.
5.
6.
H.
1.
2.
3.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
1.
Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai
saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan
konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.
Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO 2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain : nyeri
kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan rangsangan
otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas
dan timbulnya dyspnea.
Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi terutama
pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis
kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.
Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini sangat
berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa
diberikan.Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.
PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi juga
fase kronik.
Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok, menghindari
polusi udara.
Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak perlu
diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu
sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan kortikosteroid untuk
mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih kontroversial.
Pengobatan simtomatik.
Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat 1 2 liter/menit.
Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
2.
3.
4.
1.
2.
a.
b.
c.
d.
3.
a.
b.
c.
4.
5.
6.
Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang paling
efektif.
Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran jasmani.
Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali
mengerjakan pekerjaan semula
Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)
Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara
Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi Infeksi ini umumnya disebabkan
oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau
eritromisin 40.56/hari Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika kuman
penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis yang memproduksi B. Laktamase
Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang
mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat
kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat
infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat.
Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena hiperkapnia dan
berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik.
Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya golongan
adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau
ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 - 0,56 IV
secara perlahan.
Terapi jangka panjang di lakukan :
Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 40,25-0,5/hari dapat
menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap pasien maka
sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.
Fisioterapi
Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
Mukolitik dan ekspektoran
Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II dengan PaO2
(7,3Pa (55 MMHg)
Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi, untuk
itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
1.
PENGKAJIAN
Dispnea pasa saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan
Tanda :
Keletihan
Gelisah, insomnia
4.
Makanan/ cairan
Gejala :
Mual/muntah
penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan menunjukkan edema
(bronchitis)
Tanda :
Edema dependen
Berkeringat
5. Hyegene
Gejala :
Penurunan
kemampuan/peningkatan
kebutuhan
bantuan
melakukan
aktivitassehari-hari
Tanda :
Nafas pendek (timbul tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol pada emfisema)
khususnya pada kerja; cuaca atau episode berulangnyasulit nafas (asma); rasa dada
tertekan,m ketidakmampuan untuk bernafas(asma)
Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama
minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2tahun. Produksi sputum (hijau, puith, atau
kuning) dapat banyak sekali(bronchitis kronis)
Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produksi pada tahap dinimeskipun dapat menjadi
produktif (emfisema)
Bunyi nafas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema);menyebar, lembut atau
krekels lembab kasar (bronchitis); ronki, mengisepanjang area paru pada ekspirasi dan
kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tidak adanya bunyi nafas (asma)
Perkusi : Hiperesonan pada area paru (mis. Jebakan udara denganemfisema); bunyi pekak
pada area paru (mis. Konsolidasi, cairan, mukosa)
Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku; abbu-abukeseluruhan; warna merah
(bronchitis kronis, biru mengembung). Pasiendengan emfisema sedang sering disebut pink
puffer karena warna kulitnormal meskipun pertukaran gas tak normal dan frekuensi
pernafasancepat.
Adanya/berulang infeksi
Kemerahan/berkeringat (asma)
8. Seksualitas
Gejala :
penurunan libido
9. Interaksi Sosial
Gejala :
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan produksi
sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus, bronkokontriksi dan iritan
jalan napas.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
DIAGNOSA
NOC
KEPERAWATAN
Bersihan jalan
NOC :
1.
v Respiratory status :
napas tidak
Ventilation
efektif b.d
v
Respiratory
status : Airway
bronkokontriksi,
2.
patency
peningkatan produksi
v Aspiration Control
sputum, batuk tidak
Kriteria Hasil :
efektif,
kelelahan/berkurangnya v Mendemonstrasikan batuk
efektif dan suara nafas yang
tenaga dan infeksi
3.
bersih, tidak ada sianosis
bronkopulmonal.
dan
dyspneu
(mampu
mengeluarkan
sputum,
mampu bernafas dengan
4.
mudah, tidak ada pursed
lips)
v Menunjukkan jalan nafas
yang paten (klien tidak
5.
merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi pernafasan
dalam rentang normal, tidak
ada suara nafas abnormal)
v Mampu mengidentifikasikan
6.
dan mencegah factor yang
dapat menghambat jalan
nafas
NIC
Beri pasien 6 sampai 8
gelas cairan/hari kecuali
terdapat kor pulmonal.
Ajarkan dan berikan
dorongan penggunaan teknik
pernapasan diafragmatik dan
batuk.
Bantu dalam pemberian
tindakan nebuliser, inhaler
dosis terukur
Lakukan drainage postural
dengan perkusi dan vibrasi
pada pagi hari dan malam hari
sesuai yang diharuskan.
Instruksikan pasien untuk
menghindari iritan seperti
asap rokok, aerosol, suhu
yang ekstrim, dan asap.
Ajarkan tentang tanda-tanda
dini infeksi yang harus
dilaporkan pada dokter
dengan segera: peningkatan
sputum, perubahan warna
sputum, kekentalan sputum,
peningkatan napas pendek,
rasa sesak didada, keletihan.
7.
8.
dan streptococcus
pneumoniae.
2.
3.
Deteksi bronkospasme
saatauskultasi .
Pantau klien terhadap
dispnea dan hipoksia.
Berikan obat-obatan
bronkodialtor dan
kortikosteroid dengan tepat
dan waspada kemungkinan
efek sampingnya.
Berikan terapi aerosol
sebelum waktu makan, untuk
membantu mengencerkan
sekresi sehingga ventilasi
paru mengalami perbaikan.
4.
5.
Intoleransi
NOC :
1.
aktivitasberhubungan v Energy conservation
v Self Care : ADLs
dengan
Kriteria Hasil :
ketidakseimbangan
2.
v Berpartisipasi dalam aktivitas
antara suplai dengan
fisik tanpa disertai
kebutuhan oksigen
peningkatan tekanan darah,
nadi dan RR
v Mampu melakukan aktivitas
sehari hari (ADLs) secara
3.
mandiri
4.
5.
6.
Sediakan oksigen
sebagaiman diperlukan
sebelum dan selama
menjalankan aktivitas untuk
berjaga-jaga.
7.
8.
Tingkatkan toleransi
terhadap aktivitas dengan
mendorong klien melakukan
aktivitas lebih lambat, atau
waktu yang lebih singkat,
5.
6.
Perubahan nutrisi
v
kurang dari
kebutuhan
tubuhberhubungan
v
dengan dispnea,
kelamahan, efek samping
obat, produksi sputum v
dan anoreksia, mual
v
muntah.
NOC :
1.
Nutritional Status : food and
Fluid Intake
Kriteria Hasil :
Adanya peningkatan berat
badan sesuai dengan tujuan
2.
Berat badan ideal sesuai
dengan tinggi badan
3.
Mampu mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
v Tidak ada tanda tanda
4.
malnutrisi
Tidak terjadi penurunan
berat badan yang berarti
5.
6.
7.
Kurang perawatan
NOC :
1.
diriberhubungan denganv Self care : Activity of Daily
keletihan sekunder akibat Living (ADLs)
Kriteria Hasil :
peningkatan upaya
v Klien terbebas dari bau badan
pernapasan dan
insufisiensi ventilasi danv Menyatakan kenyamanan
terhadap kemampuan untuk
oksigenasi
2.
melakukan ADLs
v Dapat melakukan ADLS
dengan bantuan
Ajarkan mengkoordinasikan
pernapasan diafragmatik
dengan aktivitas seperti
berjalan, mandi,
membungkuk, atau menaiki
tangga
Dorong klien untuk mandi,
berpakaian, dan berjalan
dalam jarak dekat, istirahat
sesuai kebutuhan untuk
menghindari keletihan dan
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 2. Jakarta, EGC.
Carpenito Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA Intervention
Project, Mosby.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi
Price, Sylvia. 2003. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC.
Smeltzer C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and Suddarths, Ed 8 Vol
1. Jakarta: EGC.
DEFINISI
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh
hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel
parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya (Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia, 2003). Bronkitis kronik merupakan kelainan saluran napas yang ditandai
oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun
berturut turut, tidak disebabkan penyakit lainnya. Sedangkan emfisema adalah suatu kelainan
anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai
kerusakan dinding alveoli
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang dikarakteristikkan oleh
adanya hambatan aliran udara secara kronis dan perubahan-perubahan patologi pada paru,
dimana hambatan aliran udara saluran nafas bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversibel
dan berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal dari paruparu terhadap gas atau
partikel yang berbahaya. (Hariman, 2010)
EPIDEMIOLOGI
Pada studi populasi selama 40 tahun, didapati bahwa hipersekresi mukus merupakan suatu gejala
yang paling sering terjadi pada PPOK, penelitian ini menunjukkan bahwa batuk kronis, sebagai
mekanisme pertahanan akan hipersekresi mukus di dapati sebanyak 15-53% pada pria paruh
umur, dengan prevalensi yang lebih rendah pada wanita sebanyak 8-22%.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK
akan meningkat sehingga sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya meningkat dari ke12 menjadi ke-5 dan sebagai penyebab kematian tersering peringkatnya juga meningkat dari ke-6
menjadi ke-3. Pada 12 negara Asia Pasifik, WHO menyatakan angka prevalensi PPOK sedangberat pada usia 30 tahun keatas, dengan rerata sebesar 6,3%, dimana Hongkong dan Singapura
dengan angka prevalensi terkecil yaitu 3,5% dan Vietnam sebesar 6,7%.
Indonesia sendiri belumlah memiliki data pasti mengenai PPOK ini sendiri, hanya Survei
Kesehatan Rumah Tangga DepKes RI 1992 menyebutkan bahwa PPOK bersamasama dengan
asma bronkhial menduduki peringkat ke-6 dari penyebab kematian terbanyak di
Indonesia.Tingkat morbiditas dan mortalitas PPOK sendiri cukup tinggi di seluruh dunia. Hal ini
di buktikan dengan besarnya kejadian rawat inap, seperti di Amerika Serikat pada tahun 2000
terdapat 8 juta penderita PPOK rawat jalan dan sebesar 1,5 juta kunjungan pada Unit Gawat
Darurat dan 673.000 kejadian rawat inap. Angka kematian sendiri juga semakin meningkat sejak
tahun 1970, dimana pada tahun 2000, kematian karena PPOK sebesar 59.936 pada
priaberbanding dengan 59.118 pada wanita.
Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut :
Pertambahan penduduk
Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an menjadi 63
tahun pada tahun 1990-an
Industrialisasi
ETIOLOGI
Ada tiga faktor yang mempengaruhi timbulnya COPD yaitu rokok, infeksi dan polusi, selain itu
pula berhubungan dengan faktor keturunan, alergi, umur serta predisposisi genetik, tetapi belum
diketahui dengan jelas apakah faktor-faktor tersebut berperan atau tidak.
1. Rokok >> Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking control, rokok
adalah penyebab utama timbulnya COPD. Secara fisiologis rokok berhubungan langsung
dengan hiperflasia kelenjar mukosa bronkusdanmetaplasia skuamulus epitel saluran
pernapasan. Juga dapat menyebabkanbronkokonstriksi akut. Menurut Crofton &
Doouglas merokok menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofage
alveolar dan surfaktan.
2. Infeksi >> Infeksi saluran pernapasan bagian atas pada seorang penderita
bronchitiskoronis hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah,
sertamenyebabkan kerusakan paru bertambah. Ekserbasi bronchitis kronisdiperkirakan
paling sering diawali dengan infeksi virus, yang kemudianmenyebabkan infeksi sekunder
oleh bakteri
3. Polusi >> Polusi zat-zat kimia yang dapat juga menyebabkan brokhitis adalahzat
pereduksi seperti CO2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hydrocarbon,aldehid dan ozon.
(Ilmu penyakit dalam, 1996:755).
Ventilasi yang tidak memadai di alveoli karena adanya kelainan yang menambah kerja ventilasi
yaitu dengan penambahan tahanan jalan udara. Mekanisme terjadinya obstruksi. a. Intraluminer
Akibat infeksi dan iritasi yan menahun pada lumen bronkus, sebagian bronkus tertutup oleh
secret yang berlebihan.
Intramular
Ekstramular.
Kelainan terjadi di luar saluran pernapasan. Destruksi dari jaringan paru mengakibatkan
hilangnya kontraksi radial dinding bronkus ditambahdengan hiperinflamasi jeringan paru
menyebabkan penyempitan salurannapas. (Kapita Selekta,1982:218)
MANIFESTASI KLINIS
tanda gejala yang umum muncul pada pasien dengan COPD atau PPOK adalah sebagai berikut:
Batuk produktif, pada awalnya intermiten, dan kemudian terjadi hampir tiap hari seiring
waktu
sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukupurulent sesak
sampai menggunakan otot-otot pernafasan tambahan untuk bernafas Batuk dan
ekspektorasi,dimana cenderung meningkat dan maksimal pada pagi hari
Sesak nafas setelah beraktivitas berat terjadi seiring dengan berkembangnya penyakit
pada keadaan yang berat, sesak nafas bahkan terjadi dengan aktivitas minimal dan
bahkan pada saat istirahat akibat semakin memburuknya abnormalitas pertukaran udara.
Pada penyakit yang moderat hingga berat, pemeriksaan fisik dapat memperlihatkan
penurunan suara nafas, ekspirasi yang memanjang, ronchi, dan hiperresonansi pada
perkusi
Anoreksia
Takikardia, berkeringat
Hipoksia
Semua penyakit pernapasan dikaraktaristikan oleh obstruksi koronis pada aliran udara. Penyebab
utama obstruksi bermacam-macam, misalnya:
Pelengketan mukosa
Takipnea
KLASIFIKASI
Klasifikasi PPOK dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
1. Asma bronkial: suatu penyakit yang ditandai dengan tanggapan reaksi yang meningkat
dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa
kesukaran bernafas yang disebabkan penyempitan menyeluruh dari saluran pernafasan.
2. Bronkitis kronik: gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan mukus yang
berlebihan dalam bronkus dan dimanifestasikan dalam bentuk batuk kronis serta
membentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun, minimal 2 tahun berturut-turut.
3. Emfisema: perubahan anatomi parenkim paru ditandai dengan pelebaran dinding
alveolus, duktus alveolar, dan destruksi dinding alveolar (Muttaqin, 2008).
PATOFISIOLOGI
Inhalasi asap rokok atau gas berbahaya lainnya mengaktifkan makrofag dan sel epitel untuk
melepaskan faktor kemotoktik yang merekrut lebih banyak makrofag dan neutrofil. Kemudian,
makrofag dan neutrofil ini melepaskan protease yang merusak ekemen struktur pada paru-paru.
Protease sebenarnya dapat diatasi dengan antiprotease endogen namun tidak berimbangnya
antiprotease terhadap dominasi aktivitas protease yang pada akhirnya akan menjadi predisposisi
terhadap perkembangan PPOK. Pembentukan spesies oksigen yang sangat reaktif seperti
superoxide, radikal bebas hydroxyl hydrogen peroxide telah diidentifikasi sebagai faktor yang
berkontribusi terhadap patogenesis karena substansi ini dapat meningkatkan penghancuran
antiprotease.
Inflamasi kronik mengakibatkan metaplasia pada dinding epitel bronkial, hipersekresi mukosa,
peningkatan masa otot halus, dan fibrosis. Terdapat pula disfungsi silier pada epitel,
menyebabkan terganggunya klirens produksi mukus yang berlebihan . Secara klinis, proses inilah
yang bermanifestasi sebagai bronkitis kronis, ditandai oleh batuk produktif kronis. Pada
parenkim paru, penghancuran elemen struktural yang dimediasi protease menyebabkan
emfisema. Kerusakan sekat alveolar menyebabkan berkurangnya elastisitas recoil pada paru dan
kegagalan dinamika saluran udara akibat rusaknya sokongan pada saluran udara kecil nonkartilago. Keseluruhan proses ini mengakibatkan obstruksi paten pada saluran nafas dan
timbulnya gejala patofisiologis lainnya yang karakteristik untuk PPOK
Obstruksi saluran udara menghasilkan alveoli yang tidak terventilasi aatu kurang terventilasi;
perfusi berkelanjutan pada alveoli ini akan menyebabkan hypoksemia (PaO2 rendah) oleh
ketidakcocokan antara ventilasi dan aliran darah (VQ tidak sesuai ). Ventilasi dari alveoli yang
tidak berperfusi atau kurang berpefusi meningkatkan ruang buntu (Vd), menyebabkan
pembuangan CO2 yang tidak efisien. Hiperventilasi biasanya akan terjadi untuk
mengkompensasi keadaan in, yang kemudian akan meningkatkan kerja yang dibutuhkan untuk
mengatasi resistensi saluran nafas yang telah meningkat, pada akhirnya proses ini gagal, dan
terjadilah retensi CO2 (hiperkapnia) pada beberapa pasien dengan PPOK berat.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan rutin
1) Faal paru
Uji bronkodilator
o Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 20 menit
kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE
<20% nilai awal dan < 200 ml. Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
Radiologi >> Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain.
Pada emfisema terlihat gambaran : Hiperinflasi, Hiperlusen, Ruang retrosternal melebar,
Diafragma mendatar, Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop
appearance). Pada bronkitis kronik : Normal, corakan bronkovaskuler bertambah pada 21
% kasus
Pemeriksaan khusus (tidak rutin)
1) Faal paru
Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT),
VR/KRF, VR/KPT meningkat
Sgaw meningkat
Jentera (treadmill)
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat
hipereaktiviti bronkus derajat ringan
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau
metilprednisolon) sebanyak 30 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan
VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak
terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid
Terutama untuk menilai: Gagal napas kronik stabil, Gagal napas akut pada gagal napas
kronik
6) Radiologi
o Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula
yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan
dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi,
nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat
diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang (
longacting ). Macam macam bronkodilator :
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena,
berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau
prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji
kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat >
20% dan minimal 250 mg.
Antibiotika
Antioksidan
Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan
eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi
eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
Antitusif
3) Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel
dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ
organ lainnya.
Indikasi
Pao2 diantara 55 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan P
pullmonal, Ht >55% dan tanda tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru
lain
Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi oksigen di rumah
diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal napas kronik. Sedangkan di
rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut di unit gawat daruraat, ruang rawat
ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk penderita PPOK yang dirawat di rumah dibedakan :
Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil terutama bila tidur
atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian oksigen dengan nasal kanul 1
2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang sering terjadi
bila penderita tidur. Terapi oksigen pada waktu aktiviti bertujuan menghilangkan sesak napas dan
meningkatkan kemampuan aktiviti. Sebagai parameter digunakan analisis gas darah atau pulse
oksimetri. Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%. Pemilihan alat bantu
ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi analisis gas darah pada waktu tersebut.
5) Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan energy
akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni
menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK
karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah.
Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :
Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak akan mengatasi masalah,
karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat
metabolisme karbohidrat. Diperlukan keseimbangan antara kalori yang masuk denagn kalori
yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings)
dengan pipa nasogaster. Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah
karbohidrat. Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi
semenit oxygen comsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi
pada PPOK dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan.
6) Rehabilitasi
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki kualiti hidup
penderita PPOK. Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim
multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog. Program
rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan pernapasan.
Penatalaksanaan PPOK Stabil
Tujuan penatalaksanaan pada keadaan stabil adalah untuk mempertahankan fungsi paru,
meningkatkan kualiti hidup, mencegah eksaserbas. Penatalaksanaan PPOK stabil dilaksanakan di
poliklinik sebagai evaluasi berkala atau dirumah untuk mempertahankan PPOK yang stabil dan
mencegah eksaserbasi. Penatalaksanaan di rumah ditujukan untuk mempertahankan PPOK yang
stabil. Beberapa hal yang harus diperhatikan selama di rumah, baik oleh pasien sendiri maupun
oleh keluarganya Penatalaksanaan di rumah meliputi :
Terapi oksigen
Rehabilitasi
Evaluasi / monitor terutama ditujukan pada tanda eksaserbasi, efek samping obat.
Menambahkan mukolitik
Menambahkan ekspektoran
Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan penderita harus segera ke dokter. Penatalaksanaan
eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan secara rawat inap. Penanganan di ruang
rawat untuk eksaserbasi sedang dan berat (belum memerlukan ventilasi mekanik)
Terapi pembedahan
Operasi paru yang dapat dilakukan yaitu :
Bulektomi
Bedah reduksi volume paru (BRVP) / lung volume reduction surgey (LVRS) 3)
Transplantasi paru
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK
(CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE)
BAB I
KONSEP DASAR
A. Definisi
Penyakit paru-paru obstrutif kronis/PPOK (COPD) merupakan suatu istilah yang
sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan
ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi utamanya (Irman, 2008).
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan
dengan kondisi sebelumnya. Definisi eksaserbasi akut pada PPOK adalah kejadian akut
dalam perjalanan alami penyakit dengan karakteristik adanya perubahan basal sesak
napas, batuk, dan/ atau sputum yang diluar batas normal dalam variasi hari ke hari
(GOLD, 2009).
Penyakit Paru Obstruksi Kronik merupakan sejumlah gangguan yang mempengaruhi
pergerakan udara dari dan keluar paru. Gangguan yang penting adalah bronkhitis
obstruktif,
emfisema,
dan
asma
bronkhial
b.
Faktor keturunan.
e.
D. Patofisiologi
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan
elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih
lanjut, kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen
yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen
sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paruparu juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi
paru.
Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus
dan juga menimbulkan kerusakan apda dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari
kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami
penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada
saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah
penumpukan udara (air trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak
napas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan
menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi.
Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan
mengalami gangguan.
E. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:
1. Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis (blue bloater).
2.
1. Kelemahan badan
2.
Batuk
3.
Sesak napas
7.
F.
Pathways
Atelektasis
Pneumothorax.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan secara rawat jalan
atau rawat inap dan dilakukan di poliklinik rawat jalan, ruang rawat inap, unit gawat
darurat, atau ruang ICU (PDPI, 2009).
1. Bronkodilator: Albuaterol ( proventil, ventolin ), isoetarin ( bronkosol, bronkometer
2.
3.
Antibiotik
7.
I.
3.
4. PO2 menurun dan PCO2 normal atau meningkat (bronkhitis kronis dan emfisema.
5. Chest X-ray: dapat menunjukkan hiperinflasi paru-paru, diafragma mendatar
6.
EKG: deviasi aksis kanan; gelombang P tinggi (pada pasien asma berat dan atrial
disritmia/bronkhitis); gel.P pada Leads II, III, AVF panjang dan tinggi (brinkhitis dan
emfisema); dan aksis QRS vertikal (emfisema
2.
Nutrition (Nutrisi)
Digestion (Pencernaan)
c. Absorption (Penyerapan)
d.
Metabolism (Metabolisme)
e.
Hydration (Minum)
3.
Elimination (Pembuangan):
Keluarnya produk-produk kotoran dari tubuh
b.
Attention (Perhatian)
c. Orientation (Tujuan) :
d.
e.
Cognition (Kesadaran)
6.
c. Body Image (Citra Tubuh) : Citra mental akan tubuh diri sendiri
7.
a.
b.
c.
8. Sexuality /Seksualitas
Identitas seksual, fungsi seksual dan reproduksi
a. Sexual Identity (Identitas Seksual)
b.
c. Reproduction (Reproduksi)
9.
a.
Post-Trauma Responses (Respon paska trauma) Reaksi- reaksi yang terjadi setelah
trauma fisik atau psikologis
b.
c.
b.
Beliefs: (Kepercayaan) : Pendapat, harapan atau penilaian atas tindakan, adapt istiadat,
atau lembaga yang dianggap benar atau memiliki pekerjaan instrinsik
c.
c.
d.
e.
Defensive
Processes:
proses
mempertahankan
diri
proses
seseorang
Thermoregulation: proses fisiologis untuk mengatur panas dan energi di dalam tubuh
untuk tujuan melindingi organisms.
12. Comfort
Rasa kesehatan mental, fisik, atau social, atau ketentraman
a. Physical Comfort : merasakan tentram dan nyaman
b.
Social Comfort : merasakan tentram dan nyaman dari situasi social seseorang
Bertambahnya usia yang sesuai dengan demensi fisik, system organ dan atau
tonggak perkembangan yang dicapai
a. Growth: kenaikan demensi fisik atau kedewasaan system organ
b.
Ketidakefektifan Bersihan jalan napas b.d kelemahan, upaya batuk yang buruk, sekresi
yang kental atau berlebihan.
a. Definisi:
Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran
pernafasan untuk mempertahankan kebersihan jalan napas.
b.
Batasan Karakteristik :
1)
2)
3)
4)
Sianosis
5)
6)
7)
Dispnea
8)
9)
10) Orthopnea
11) Gelisah
12) Mata terbuka lebar
2.
a. Definisi:
Ketidakcukupan energy psikologis atau fisiologis untuk melanjutkan menyelesaikan
aktivitas kehidupan sehari hari yang harus atau yang ingin dilakukan
b.
Batasan Karakteristik
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
3.
Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan b.d kelelahan, batuk yang sering,
adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia.
a. Definisi:
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik
b.
Batasan Karakteristik
1)
Kram abdomen
2)
Nyeri abdomen
3)
Menghindari makan
4)
5)
Kerapuhan kapiler
6)
Diare
7)
8)
9)
Kurang makanan
10)
Kurang informasi
11)
12)
13)
Kesalahan konsepsi
14)
Kesalahan informasi
15)
16)
17)
18)
19)
20)
21)
22)
Steatorea
23)
24)
L.
Kolaborasi
Bersihan Jalan NafasNOC:
tidak efektif
Faktor
a.
Hasil
Respiratory
NIC:
status
yang Ventilation
berhubungan dengan: b.
a.
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Respiratory
: Airway Suction
a.
status
: tracheal suctioning.
b.
sekresi
jalan
Berikan O2 l/mnt,
metode
dikeluarkan
kateter
dari
banyaknya
adanya
mukus,
jalan
nafas
Criteria Hasil :
nasotrakheal
eksudat
Mendemonstrasikan batuk
Airway Managemen
sianosis
dan
dyspneu
b.
paru obstruktif kronik, mudah, tidak ada pursed batuk atau suction
hiperplasi
dinding lips)
bronchial,
infeksi,
b.
d.
adanya
suara
tercekik,
nafas,
irama
e.
Berikan
Monitor
status
g.
Mampu Kassa
mengidentifikasikan
mencegah
faktor
basah
NaCl
dan Lembab
yang
h.
penyebab.
keseimbangan.
i.
j.
tentang
peralatan :
2.
Intoleransi aktivitas
Faktor
NIC :
yang
a. Self Care : ADL
berhubungan :
a.
NOC :
Tirah
a.
b. Toleransi aktivitas
Baring
atau
c. Konservasi eneergi
melakukan aktivitas
c.
b.
Kelemahan menyeluruh
suplei
oksigen Pasien
dengan kebutuhan
d.
Gaya
hidup
yang
Kriteria Hasil :
Berpartisipasi
aktivitas
disertai
fisik
yang
dalam dan
kelelahan
emosi
fisik
secara
tanpa berlebihan
peningkatan
e.
respon
terhadap
aktivitas
Mampu
melakukan disritmia,
sehari
(takikardi,
sesak
hari diaporesis,
nafas,
pucat,
perubahan hemodinamik)
Keseimbangan aktivitas
f.
dan istirahat
d.
dan
Monitor
aktivitas
c.
energi
adanya
RR
b.
nutrisi
adekuat
d.
a.
Monitor
bertoleransi sumber
dipertahankan.
adanya
imobilisasi
b.
Observasi
tidur/istirahat
g.
Kolaborasikan dengan
e. Level kelemahan
Tenaga
Rehabilitasi
f.
Medik
dalam
g.
Energy psikomotor
h.
i.
progran
respirasi
gas
ventilasi adekuat
h.
Bantu
klien
untuk
: mengidentifikasi aktivitas
dan yang mampu dilakukan
i.
dengan
kemampuan
fisik,
Bantu
untuk
mengidentifikasi
dan
mendapatkan
yang
sumber
diperlukan
untuk
bantuan
aktivitas
Bantu
untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
m.
Bantu
klien
untuk
mengidentifikasi
kekurangan
dalam
beraktivitas
o.
Sediakan
penguatan
Bantu
pasien
untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
q.
3.
Ketidakseimbangan NOC:
nutrisi
kurang
dari
a.
kebutuhan tubuh
NIC :
Nutritional
Adequacy of nutrient
Kaji
adanya
alergi
a.
Nutritional
b.
Status
psikologis
atau
ekonomi.
c.
teratasi
e.
Kriteria hasil :
a.
f.
g.
Ajarkan
sudah
dengan
pengecapan
menelan
pasien
membuat
Menunjukkan penigkatan
h.
fungsi
f.
untuk
malnutrisi
e.
serat
dikonsultasikan
kebutuhan nutrisi
d.
mengandung
c.
yang
b.
tinggi
diet
Berikan
informasi
j.
Nutrition Monitoring:
a.
b.
Monitor
adanya
penurunan BB
c.
Monitor
lingkungan
selama makan
d.
yang
biasa
dilakukan
e.
f.
Jadwalkan pengobatan
dan tindakan tidak selama
jam makan
g.
h.
kekeringan,
kusam,
total
Monitor
mual
dan
muntah
j.
Monitor
pucat,
kemerahan,
dan
kekeringan
jaringan
konjungtiva
k.
l.
hipertonik
DAFTAR PUSTAKA