A. DEFINISI
C. ETIOLOGI
Secara keseluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari jumlah partikel
gas yang dihirup oleh seorang individu selama hidupnya. Partikel gas
ini termasuk :
1. Asap rokok
a. Perokok aktif
b. Perokok pasif
2. Polusi udara
a. Polusi di dalam ruangan (asap rokok, asap kompor)
b. Polusi di luar ruangan (gas buang kendaraan bermotor, debu jalanan)
3. Polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
4. Infeksi saluran nafas bawah berulang
D. PATOFISIOLOGI
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan
oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air
sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi,
difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari
dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan
pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah
teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu
gangguan pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan
aliran udara di saluran napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat
gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV), sedangkan untuk gangguan
obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1),
dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas vital paksa
(VEP1/KVP) (Sherwood, 2001).
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-
komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus
bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau
disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil
mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit
dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian
mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul
peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi terutama
ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang
memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya
peradangan (Gold, 2009).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan
kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak
struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara
dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps
terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan
(recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak
terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran
udara kolaps (Gold, 2009).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa
eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK
predominan dimediasi oleh neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag
untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic Factors dan elastase, yang tidak
diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan jaringan
(Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas
dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi
berhubungan dengan adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi,
dan hipersekresi mukus.Kelainan perfusi berhubungan dengan konstriksi
hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).
Pathway:
E. MANIFESTASI KLINIS
Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien
PPOK. Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu
kemudian berlangsung lama dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan
produksi sputum yang pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian berubah
menjadi banyak dan purulen seiring dengan semakin bertambahnya parahnya
batuk penderita.
Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama,
sepanjang hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama
sekali, hal ini menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang
menetap. Keluhan sesak inilah yang biasanya membawa penderita PPOK
berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan memberat saat melakukan aktifitas
dan pada saat mengalami eksaserbasi akut.
Gejala-gejala PPOK eksaserbasi akut meliputi:
1) Batuk bertambah berat
2) Produksi sputum bertambah
3) Sputum berubah warna
4) Sesak nafas bertambah berat
5) Bertambahnya keterbatasan aktifitas
6) Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis
7) Penurunan kesadaran
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologi
a. Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
1) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang
parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah
bayangan bronkus yang menebal.
2) Corak paru yang bertambah
b. Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
1) Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia
dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular
dan pink puffer.
2) Corakan paru yang bertambah.
3) Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR
yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat
penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arus ekspirasi
maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF
dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih
jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya
pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas
difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
G. KOMPLIKASI
1. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg,
dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami
perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul
cyanosis.
2. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang
muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
3. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus,
peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya
aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
4. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering
kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat
juga dapat mengalami masalah ini.
5. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respiratory.
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma
bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan
seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa diberikan.Penggunaan
otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.
H. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase
akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi
lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
1. Meniadakan faktor etiologi/ presipitasi, misalnya segera menghentikan
merokok, menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai
dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau
pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
kontroversial.
5. Pengobatan simptomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan
dengan aliran lambat 1-2 liter/menit.
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktivitas dan Istirahat
Gejala :
· Keletihan, kelelahan, malaise, ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas
· Ketidakmampian untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi
· Dispnea pasa saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan
Tanda :
· Keletihan
· Gelisah, insomnia
· Kelemahan umum/kehilangan massa otot
2. Sirkulasi
Gejala :Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda :
· Peningkatan tekanan darah
· Peningkatan frekuensi jantung
· Distensi vena leher
· Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung
· Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameter
AP dada)
· Warna kulit/membrane mukosa : normal/abu-abu/sianosis; kuku tabuh
dan sianosis perifer
· Pucat dapat menunjukkan anemia.
3. Integritas Ego
Gejala :
· Peningkatan faktor resiko
· Perubahan pola hidup
Tanda :
· Ansietas, ketakutan, peka rangsang
4. Makanan/ cairan
Gejala :
· Mual/muntah
· Nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema)
· Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan
· Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan
menunjukkan edema (bronchitis)
Tanda :
· Turgor kulit buruk
· Edema dependen
· Berkeringat
5. Hygiene
Gejala :
· Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktivitassehari-hari
Tanda :
· Kebersihan buruk, bau badan
6. Pernafasan
Gejala :
· Nafas pendek (timbul tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala
menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja; cuaca atau episode
berulangnyasulit nafas (asma); rasa dada tertekan,m ketidakmampuan
untuk bernafas(asma)
· Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada
saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun
sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, puith, atau kuning) dapat
banyak sekali (bronchitis kronis)
· Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produksi pada tahap dini
meskipun dapat menjadi produktif (emfisema)
· Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan
pernafasandalam jangka panjang (mis. rokok sigaret) atau debu/asap
(mis.asbes, debu batubara, rami katun, serbuk gergaji)
· Penggunaan oksigen pada malam hari secara terus-menerus.
Tanda :
· Pernafasan : biasanya cepat,dapat lambat; fase ekspresi memanjang
dengan mendengkur, nafas bibir (emfisema)
· Penggunaaan otot bantu pernafasan, mis. meninggikan bahu,
melebarkan hidung.
· Dada: gerakan diafragma minimal.
· Bunyi nafas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi
(emfisema);menyebar, lembut atau krekels lembab kasar (bronchitis);
ronki, mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan
selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tidak adanya bunyi
nafas (asma)
· Perkusi : Hiperesonan pada area paru (mis. jebakan udara dengan
emfisema); bunyi pekak pada area paru (mis. konsolidasi, cairan,
mukosa)
· Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus.
· Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku; abu-abu
keseluruhan; warna merah (bronchitis kronis, “biru
mengembung”). Pasien dengan emfisema sedang sering disebut “pink
puffer” karena warna kulit normal meskipun pertukaran gas tak
normal dan frekuensi pernafasan cepat.
· Tabuh pada jari-jari (emfisema)
7. Keamanan
Gejala :
· Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat/ faktor lingkungan
· Adanya/ berulang infeksi
· Kemerahan/ berkeringat (asma)
8. Seksualitas
Gejala :
· Penurunan libido
9. Interaksi Sosial
Gejala :
· Hubungan ketergantungan kurang sistem penndukung
· Kegagalan dukungan dari/ terhadap pasangan/ orang dekat
· Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik
Tanda :
· Ketidakmampuan untuk membuat/ mempertahankan suara karena
distress pernafasan
· Keterbatasan mobilitas fisik
· Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain
2. Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas
b. Bersihan jalan napas tidak efektif
c. Pola napas tidak efektif
d. Defisit nutrisi
2. Terapi Oksigen
Tindakan :
Observasi
Monitor kecepatan aliran
oksigen
Monitor posisi alat terapi
oksigen
Monitor aliran oksigen secara
periodik
Monitor efektifitas terapi
oksigen
Monitor kemampuan
melepaskan oksigen saat
makan
Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
Monitor tanda dan gejala
toksikasi oksigen dan
atelektasis
Monitor tingkat kecemasan
akibat terapi oksigen
Terapeutik
Bersihkan secret pada mulut,
hidung dan trakea
Pertahankan kepatenan jalan
nafas
Siapkan dan atur peralatan
pemberian oksigen
Berikan oksigen tambahan
Tetap berikan oksigen saat
pasien di transportasi
Edukasi
Ajarkan pasien dan keluarga
cara menggunakan oksigen
dirumah
Kolaborasi
Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas dan tidur
Bersihan Jalan Nafas Tidak Intervensi Utama
Efektif (D.0149) 1. Latihan batuk efektif
Penyebab : Tindakan
1. Spasme jalan nafas Observasi
2. Hipersekresi jalan nafas Identifikasi kemampuan
3. Disfungsi neuromuskular batuk
4. Benda asing dalam jalan nafas Monitor adanya retensi
5. Adanya jalan nafas buatan sputum
6. Sekresi yang tertahan Monitor tanda dan gejala
7. Hiperplasia dinding jalan nafas infeksi saluran nafas
8. Prosesi infeksi Monitor input dan output
9. Respon alergi cairan (mis, jumlah dan
10. Efek agen farmakologis (mis, karakteristik)
anastesi) Terapeutik
Tanda Mayor Atur posisi semi –
Subjektif : - fowler / fowler
Objektif : Pasang perlak dan
1. Batuk tidak efektif bengkok di pangkuan
2. Tidak mampu batuk pasien
3. Sputum berlebih Buang sekret pada tempat
4. Mengi, wheezing atau ronkhi sputum
kering Edukasi
Tanda Minor Jelaskan tujuan dan
Subjektif : prosedur batuk efektif
1. Dispnea Anjurkan tarik nafas
2. Sulit bicara dalam melalui hidung
3. Ortopnea selama 4 detik, di tahan
Objektif : selama 2 detik, kemudian
1. Gelisah keluarkan dari mulut
2. Sianosis dengan bibir mencucu
3. Bunyi nafas menurun (dibulatkan) selama 8
4. Frekuensi nafas berubah detik
5. Pola nafas berubah Anjurkan mengulangi
tarik nafas dalam hingga
3 kali
Anjurkan batuk dengan
kuat langsung setelah
tarik nafas yang ke 3
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
mukolitik / ekspektoran,
jika perlu
2. Pemantauan Respirasi
Tindakan
a. Observasi
Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya
nafas
Monitor pola nafas
Monitor kemampuan
batuk efektif
Monitor adanya produksi
sputum
Monitor adanya sumbatan
jalan nafas
Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
Auskultasi bunyi nafas
Monitor saturasi oksigen
Monitor nilai AGD
Monitor Hasil x-ray
thoraks
b. Terapeutik
Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
Dokumentasikan hasil
pemantauan
c. Edukasi
Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
Informasikan hasil
pemantauan
Defisit nutrisi (D.0019) Intervensi Utama :
Penyebab Manajemen nutrisi
1. Ketidakmampuan menelan
Tindakan :
makanan
1) Observasi
2. Ketidakmampuan mencerna
a) Identifikasi status nutrisi
makanan
b) Identifikasi alergi dan
3. Ketidakmampuan mengabsorbsi
intoleransi makanan
nutrient
c) Identifikasi makanan
4. Peningkatan kebutuhan
yang disukai
metabolisme
d) Identifikasi kebutuhan
5. Faktor ekonomi (mis, financial
kalori dan jenis nutrient
tidak mencukupi)
e) Identifikasi perlunya
6. Faktor psikologis (mis.stress,
penggunaan selang
keengganan untuk makan)
nasogastrik
Tanda Mayor f) Monitor asupan
Subjektif : - makanan
Objektif : g) Monitor berat badan
1. Berat badan menurun minimal h) Monitor hasil
10% dibawah rentang ideal pemeriksaan
Tanda Minor laboratorium
Subjektif : 2) Terapeutik
1. Bising usus hiperaktif a) Lakukan oral hygiene
2. Otot pengunyah lemah sebelum makan, jika
3. Otot menelan lemah perlu
4. Membran mukosa pucat b) Fasilitasi menentukan
5. Sariawan pedoman diet (mis.
6. Serum albumin turun Piramida makanan)
7. Rambut rontok berlebihan c) Sajikan makanan secara
8. Diare menarik dan suhu yang
sesuai
d) Berikan makan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
e) Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
f) Berikan suplemen
makanan, jika perlu
g) Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasigastrik jika asupan
oral dapat ditoleransi
3) Edukasi
a) Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
b) Ajarkan diet yang
diprogramkan
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
b) Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff, Hood, dkk. (2005). Dasar-dasar ilmu penyakit paru cetakan ketiga.
Surabaya: Airlangga University Press.
Doengoes, M.E. (2000). Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3. Jakarta :
EGC.
GOLD.Inc. Pocket Guide to CPOD Diagnosis Management, and Prevention.
Diakses dari: http://www.goldsopd.com.Guideineitem.asp