Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK ( PPOK )

Dosen Pengampu Ari Pebru Nurlaily S.Kep.,Ns.,M.Kep.

Disusun Oleh :

Tria Nurul Hidayati / P18226 / P18D

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA


LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi

PPOK sebagai penyakit yang dapat diobati dan dicegah dengan


beberapa efek ektrapulmonal yang memberi kontribusi keparahan penyakit.
Komponen paru ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak reversibel
sempurna. Hambatan aliran udara biasanya progresif dan ada hubungan
dengan respons inflamasi paru terhadap berbagai partikel noksa dan gas.

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit paru yang


dapat dicegah dan diobati, yang ditandai dengan adanya hambatan aliran
udara pada saluran pernapasan yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan
yang bersifat progresif ini terjadi karena adanya respon inflamasi paru
akibat pajanan partikel atau gas beracun yang disertai efek ekstraparu yang
berkontribusi terhadap derajat penyakit.

Penyakit paru obstruksi kronik adalah klasifikasi luas dari gangguan


yang mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma, yang
merupaka kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas
dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang ditandai


dengan hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya
reversibel.Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan
dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun atau
berbahaya. Bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK
karena bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis sedangkan emfisema
merupakan diagnosis patologi.

Dalam menilai gambaran klinis pada PPOK harus memperhatikan


hal-hal sebagai berikut:
a. Onset (awal terjadinya penyakit) biasanya pada usia
pertengahan.
b. Perkembangan gejala bersifat progresif lambat.
c. Riwayat pajanan, seperti merokok, polusi udara (di dalam
ruangan, luar ruangan dan tempat kerja).
d. Sesak pada saat melakukan aktivitas.
e. Hambatan aliran udara umumnya ireversibel (tidak bisa
kembali normal).
2. Etiologi

Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit Paru Obstruksi


Kronik (PPOK) adalah:

a. Kebiasaan merokok
b. Polusi udara
c. Paparan debu,asap,dan gas-gas kimiawi akibat kerja.
d. Riwayat infeksi saluran nafas
e. Bersifat genetik yaitu difisiensi α-1 antitripsin merupakan predisposisi
untuk berkembangnya Penyakit Paru Obstruksi Kronik dini. (mansjoer,
2001).
3. Klasifikasi

Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik


adalah sebagai berikut:

a. Bronchitis Kronis
1) Definisi

Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan


pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan
termanifestasikan dalam bentuk batuk kronis dan pembentuk sputum
selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2 tahun berturut – turut
(Bruner & Suddarth, 2010).
2) Etiologi

Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis yaitu:

a) Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus


influenzae.
b) Alergi
c) Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll
3) Manifestasi klinis
a) Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar,
yang mana akan meningkatkan produksi mukus.
b) Mukus lebih kental.
c) Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme
pembersihan mukus. Oleh karena itu, "mucocilliary defence" dari paru
mengalami kerusakan dan meningkatkan kecenderungan untuk
terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mucus akan menjadi
hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi mukus akan meningkat.
d) Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali
ketebalan (normal) dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini
bersama-sama dengan produksi mukus yang banyakakan menghambat
beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar.
Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya pada bronchus besar,
tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena.
e) Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan
nafas, terutama selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan
udara terperangkap
pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan
penurunan ventilasi alveolar, hypoxia dan asidosis.
f) Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi
abnormal timbul,dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi
dapat juga meningkatkan nilai PaCO2.
g) Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka
terjadi polisitemia (overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit
memberat, diproduksi sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena
infeksi pulmonary.
h) Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan
pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi,
hypoxemia akan timbul yang akhirnya menuju penyakit cor pulmonal
dan CHF.
b. Emfisema
1) Definisi
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding
alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Smeltzer,
2012).
2) Etiologi
a) Faktor tidak diketahui
b) Predisposisi genetic
c) Merokok
d) Polusi udara
3) Manifestasi klinis
a) Dispnea
b) Takipnea
c) Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
d) Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang
paru
e) Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
f) Hipoksemia
g) Hiperkapnia
h) Anoreksia
i) Penurunan BB
j) Kelemahan
c. Asthma Bronchiale
1) Definisi
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat
dari trachea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan
manifestasi berupa kesukaran bernafas yang disebabkan oleh
peyempitan yang menyeluruh dari saluran nafas (Smeltzer, 2012).
2) Etiologi
a) Alergen (debu, bulu binatang, kulit, dll)
b) Infeksi saluran nafas
c) Stress
d) Olahraga (kegiatan jasmani berat)
e) Obat-obatan
f) Polusi udara
g) Lingkungan kerja
h) Lain-lain (iklim, bahan pengawet)
3) Manifestasi Klinis
a) Dispnea
b) Permulaan serangan terdapat sensasi kontriksi dada (dada terasa
berat),
c) Wheezing
d) Batuk non produktif
e) Takikardi
f) Takipnea

5. Patofisiologi dan Pathway


Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu
pengambilan oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran
karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga
tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan
keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas
antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi
darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan
restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta gangguan obstruksi
berupa perlambatan aliran udara disaluran napas. Parameter yang sering
dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV),
sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume
ekspirasi paksa detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa
detik pertama terhadap kapasitas vital paksa (VEP1/ KVP) (Sherwood,
2009).
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-
komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus
bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan
atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel
penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris
dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit
dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian
mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul
peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi terutama
ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang
memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya
peradangan (GOLD, 2011).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya
peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara
progresif merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya
elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang.
Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal
terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi.
Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan
terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps (GOLD, 2011).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa
eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK
predominan dimediasi oleh neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag
untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic.

Faktors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease,


sehingga terjadi kerusakan jaringan (Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi
akut, terjadi perburukan pertukaran gas dengan adanya ketidakseimbangan
ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan adanya inflamasi
jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan
perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski,
2010).
Pathway

Pencetus
( Asthma, Bronkhitis kronis, Emfisema ) Rokok dan polusi

PPOK Inflamasi

Perubahan anatomis perenkim Paru Sputum meningkat

Pembesaran alveoli Batuk

Hiperatropi kelenjar mukos Bersihan Jalan Nafas Efektif

Penyempitan saluran udara secara periodik

Ekspansi paru menurun

Suplay oksigen tidak adekuat keseluruh tubuh


Timbul reflek batuk
Hipoksia
Tidur tidak efektif
Sesak napas
Gangguan Pola Tidur
Intoleransi Aktivitas
6. Manifestasi klinis
Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada
pasien PPOK. Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul
lalu kemudian berlangsung lama dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan
produksi sputum yang pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian berubah
menjadi banyak dan purulen seiring dengan semakin bertambahnya
parahnya batuk penderita. Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak
yang berlangsung lama, sepanjang hari, tidak hanya pada malam hari, dan
tidak pernah hilang sama sekali, hal ini menunjukkan adanya obstruksi jalan
nafas yang menetap. Keluhan sesak inilah yang biasanya membawa
penderita PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan memberat saat
melakukan aktifitas dan pada saat mengalami eksaserbasi akut.

Gejala-gejala PPOK eksaserbasi akut meliputi:

a. Batuk bertambah berat


b. Produksi sputum bertambah
c. Sputum berubah warna
d. Sesak nafas bertambah berat
e. Bertambahnya keterbatasan aktifitas
f. Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis
g. Penurunan kesadaran
6. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:

a. Pemeriksaan radiologi
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
1) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis
yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan
tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.
2) Corak paru yang bertambah
b. Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
1) Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary
oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada
emfisema panlobular dan pink puffer.
2) Corakan paru yang bertambah.
3) Pemeriksaan faal paru

Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR


yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat
penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal)
atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR,
sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada
stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran
napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun
karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.

c. Analisis gas darah


Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul
sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan
eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan
eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-
60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih
berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
d. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah
terdapat cor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal
pada hantaran II, III, dan aVF.
e. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
f. Laboratorium darah lengkap
6. Komplikasi
a. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55
mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan
mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada
tahap lanjut timbul cyanosis.
b. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang
muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
c. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus,
peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa.
Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya
dyspnea.
d. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru),
harus diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat.
Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi
klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
e. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau
asidosis respiratory.
f. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma
bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan
dan seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa
diberikan.Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher
seringkali terlihat.
8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis

Penatalaksanaan medis dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:


1) Berhenti merokok harus menjadi prioritas.
2) Bronkodilator (β-agonis atau antikolinergik) bermanfaat pada 20-
40% kasus.
3) Pemberian terapi oksigen jangka panjang selama >16 jam
memperpanjang usia pasien dengan gagal nafas kronis (yaitu pasien
dengan PaO2 sebesar 7,3 kPa dan FEV 1 sebesar 1,5 L).
4) Rehabilitasi paru (khususnya latihan olahraga) memberikan
manfaat simtomatik yang signifikan pada pasien dengan pnyakit
sedang-berat.
5) Operasi penurunan volume paru juga bisa memberikan perbaikan
dengan meningkatkan elastic recoil sehingga mempertahankan
patensi jalan nafas. (Davey, 2009)
b. Penatalaksanaan keperawatan

Penatalaksanaan keperawatan dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:

1) Mempertahankan patensi jalan nafas


2) Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas
3) Meningkatkan masukan nutrisi
4) Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi
5) Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan
program pengobatan (Doenges, 2009)

Penatalaksanaan PPOK dibedakan atas tatalaksana kronik dan


tatalaksana eksaserbasi, masing masing sesuai dengan klasifikasi
(derajat) beratnya.

Secara umum tata laksana pemberian obat obatan pada

PPOK adalah sebagai berikut:

a) Bronkodilator
Dianjurkan penggunaan dalam bentuk inhalasi kecuali pada
eksaserbasi digunakan oral atau sistemik.
b) Anti inflamasi

Pilihan utama bentuk metilprednisolon atau prednison. Untuk


penggunaan jangka panjang pada PPOK stabil hanya bila uji
steroid positif. Pada eksaserbasi dapat digunakan dalam bentuk
oral atau sistemik.

c) Antibiotik
Tidak dianjurkan penggunaan jangka panjang untuk pencegahan
eksaserbasi. Pilihan antibiotik pada eksaserbasi disesuaikan
dengan pola kuman setempat.
d) Mukolitik

Tidak diberikan secara rutin. Hanya digunakan sebagai


pengobatan simtomatik bila tedapat dahak yang lengket dan
kental.

e) Antitusif

Diberikan hanya bila terdapat batuk yang sangat mengganggu.


Penggunaan secara rutin kontraindikasi merupakan

9. Pengobatan penunjang
a. Rehabilitasi
b. Edukasi
c. Berhenti merokok
d. Latihan fisik dan respirasi
e. Nutrisi
f. Terapi oksigen

Harus berdasarkan analisa gas darah baik pada penggunaan jangka panjang
atau pada eksaserbasi. Pemberian yang tidak berhati hati dapat
menyebabkan hiperkapnia dan memperburuk keadaan. Penggunaan jangka
panjang pada PPOK stabil derajat berat dapat memperbaiki kualitas hidup.

g. Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik invasif digunakan di ICU pada eksaserbasi berat.
Ventilasi mekanik noninvasif digunakan di ruang rawat atau di rumah
sebagai perawatanlanjutan setelah eksaserbasi pada PPOK berat.

h. Operasi paru

Dilakukan bulektomi bila terdapat bulla yang besar atau transplantasi paru
(masih dalam proses penelitian di negara maju)

i. Vaksinasi influenza

Untuk mengurangi timbulnya eksaserbasi pada PPOK stabil. Vaksinasi


influenza diberikan pada:

1) Usia di atas 60 tahun


2) PPOK sedang dan berat

A. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktivitas dan Istirahat
Gejala :
1) Keletihan, kelelahan, malaise
2) Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena
sulit bernafas.
3) Ketidakmampian untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi
4) Dispnea pasa saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau
latihan

Tanda :

1) Keletihan
2) Gelisah, insomnia
3) Kelemahan umum/ kehilangan massa otot
b. Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda :
1) Peningkatan tekanan darah
2) Peningkatan frekuensi jantung
3) Distensi vena leher
4) Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung
5) Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan
diameter AP dada)
6) Warna kulit/membrane mukosa : normal/ abu-abu/ sianosis; kuku
tabuh dansianosi perifer.
7) Pucat dapat menunjukkan anemia.
c. Integritas Ego

Gejala :

1) Peningkatan faktor resiko


2) Perubahan pola hidup

Tanda :

1) Ansietas, ketakutan, peka rangsang


d. Makanan/ cairan

Gejala :

1) Mual/ muntah
2) Nafsu makan buruk/ anoreksia (emfisema)
3) Ketidakmampuan untuk makankarena distress pernafasan
4) Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat
badan menunjukkan edema (bronchitis)

Tanda :

1) Turgor kulit buruk


2) Edema dependen
3) Berkeringat
e. Hygiene

Gejala : Penurunan kemampuan/ peningkatan kebutuhan bantuan

melakukan aktivitassehari-hari

Tanda : Kebersihan buruk, bau badan

f. Pernafasan

Gejala :

1) Nafas pendek (timbul tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala


menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja; cuaca atau episode
berulangnyasulit nafas (asma); rasa dada tertekan,m
ketidakmampuan untuk bernafas (asma)
2) Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada
saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun
sedikitnya 2tahun. Produksi sputum (hijau, puith, atau kuning)
dapat banyak sekali(bronchitis kronis)
3) Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produksi pada tahap
dinimeskipun dapat menjadi produktif (emfisema)
4) Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan
pernafasandalam jangka panjang (mis. Rokok sigaret) atau debu/
asap (mis.asbes, debu batubara, rami katun, serbuk gergaji)
5) Penggunaan oksigen pada malam hari secara terus-menerus.

Tanda :

1) Pernafasan : biasanya cepat,dapat lambat; fase ekspresi


memanjang dengan mendengkur, nafas bibir (emfisema)
2) Penggunaaan otot bantu pernafasan, mis. Meninggikan bahu,
melebarkan hidung.
3) Dada: gerakan diafragma minimal.
4) Bunyi nafas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi
(emfisema);menyebar, lembut atau krekels lembab kasar
(bronchitis); ronki, mengisepanjang area paru pada ekspirasi dan
kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau
tidak adanya bunyi nafas (asma)
5) Perkusi : Hiperesonan pada area paru (mis. Jebakan udara dengan
emfisema); bunyi pekak pada area paru (mis. Konsolidasi, cairan,
mukosa)
6) Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus.
7) Warna : Pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku, abu-abu
keseluruhan, warna merah (bronchitis kronis,“biru
mengembung”). Pasien dengan emfisema sedang sering disebut
“pink puffer” karena warna kulit normal meskipun pertukaran gas
tak normal dan frekuensi pernafasan cepat.
8) Tabuh pada jari-jari (emfisema)

g. Keamanan

Gejala :

1) Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat/ faktor lingkungan


2) Adanya/ berulang infeksi
3) Kemerahan/ berkeringat (asma)
h. Seksualitas

Gejala : Penurunan libido

i. Interaksi Sosial

Gejala :

1) Hubungan ketergantungan kurangnya sistem pendukung


2) Kegagalan dukungan dari/ terhadap pasangan/ orang dekat
3) Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik
Tanda :

1) Ketidakmampuan untuk membuat/ mempertahankan suara karena


distress pernafasan
2) Keterbatasan mobilitas fisik
3) Kelalaian hubungan dengan anggota kelurga lain
2. Diagnosa keperawatan
a. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan ditandai dengan terdapat bunyi ronkhi.
b. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan dibuktikan
dengan pasien merasa lemah.
c. Gangguan Pola Tidur ditandai dengan kurang kontrol tidur
berhubungan dengan terganggunya istirahat tidur.
3. Perencanaan Keperawatan
No Tujuan dan Intervensi Rasional
Dx Kriteria Hasil
1 Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas (
tindakan I.01011 ) :
keperawatan 3 x 24 Observasi
1. Untuk
jam masalah - Monitor bunyi nafas
mengetahui
keperawatan tambahan ( mis.
Bunyi nafas
bersihan jalan nafas Gurgling, mengi,
tambahan
meningkat dengan wheezing, ronkhi
2. Untuk
kriteria hasil : kering)
mengurangi
1. Dispnea dari Terapeutik
sesak nafas
meningkat 1 - Posisikan semi fowler
3. Untuk
ke menurun 5 atau fowler
mengencerka
2. Pola nafas - Lakukan fisioterapi
n dahak/sekret
dari dada, jika perlu
4. Untuk
memburuk 1 Edukasi
mengeluarkan
ke cukup - Ajarkan teknik batuk
dahak/ sekret
membaik 4 efektif, jika perlu
5. Untuk
3. Frekuensi Kolaborasi
mengatasi
nafas dari - Kolaborasi pemberian
bersihan jalan
memburuk 1 bronkodilator,
nafas.
ke meningkat ekspektoran,
5 mukolitik, jika perlu
4. Gelisah dari
meningkat 1
ke menurun 5
2 Setelah dilakukan Manajemen Energi
tindakan ( I.05178 ) :
keperawatan 3 x 24 Observasi 1. Untuk
jam masalah - Identifikasi mengetahui
keperawatan gangguan fungsi penyebab
Toleransi aktivitas tubuh yang kelelahan
meningkat ( mengakibatkan 2. Untuk
L.05047 ) dengan kelelahan melatih
kriteria hasil : Terapeutik gerak
1. Frekuensi - Lakukan latihan 3. Untuk
nadi rentang gerak pasif mendukung
meningkat atau aktif aktivitas
2. Kemudahan - Fasilitasi duduk di 4. Untuk
dalam sisi tempat tidur, mengatasi
melakukan jika tidak dapat toleransi
aktivitas berpindah atau aktivitas
sehari – hari berjalan.
meningkat Edukasi
3. Keluhan lelah - Anjurkan
menurun melakukan
4. Dispnea saat aktivitas secara
aktivitas bertahap
menurun Kolaborasi
- Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang
cara meningkatkan
asupan makanan.
3 Setelah dilakukan Dukungan tidur
tindakan ( I.05174) :
keperawatan 3 x 24 Observasi
jam masalah - Identifikasi faktor 1. Untuk
keperawatan pola pengganggu tidur mengetahui
tidur membaik (fisik, dan/atau faktor
( L.05045 ) dengan psikologis) pengganggu
kriteria hasil ; Terapeutik tidur
1. Keluhan sulit - Lakukan prosedur 2. Untuk
tidur meningkat untuk meningkatkan
1 ke menurun 5 meningkatkan kenyamanan
2. Keluhan tidak kenyamanan (mis. 3. Untuk
puas tidur dari Pijat, pengaturan mengatasi
cukup posisi, terapi gangguan
meningkat 2 ke akupresur) tidur
menurun 4 Edukasi
3. Keluhan - Ajarkan relaksasi
istirahat tidak otot autogenik atau
cukup cara
meningkat 1 ke nonfarmakologi
menurun 5 lainnya.
3. Evaluasi
a. Tidak terdengar bunyi tambahan ronkhi pada pasien
b. Tidak ada sekresi/ dahak yang tertahan
c. Pasien dapat berkativitas dengan baik
d. Pola istirahat tidur klien membaik

Anda mungkin juga menyukai