D. PATOFISIOLOGI/PATHWAY
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan oksigen untuk
keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme. Proses
ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan
keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan
pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan
ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta gangguan
obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran napas. Parameter yang sering dipakai untuk
melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi
digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi
paksa detik pertama terhadap kapasitas vital paksa (VEP1/KVP) (Sherwood, 2001).
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponenkomponen asap rokok
merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi
bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada
sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan
penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus
berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen.
Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi
terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat
mukus yang kental dan adanya peradangan (GOLD, 2009). Komponen-komponen asap rokok juga
merangsang terjadinya peradangan kronik pada paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif
merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan
kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena
ekspirasi normal terjadi akibatpengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan
demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran
udara kolaps (GOLD, 2009).
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar dari
hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.
b. Corak paru yang bertambah.
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada, yaitu :
a. Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula. Keadaan ini
lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.
b. Corakan paru yang bertambah.
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan penatalaksanaan PPOK, yaitu :
1. Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi juga
fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut :
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghenti-kan merokok,
menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak perlu
diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai
hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggu-naan kortikosteroid untuk
mengatasi proses inflamasi (bronko spas-me) masih controversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberi-kan dengan aliran lambat 1-2
liter/menit.
8. Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
a. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengelu-aran secret bronkus.
b. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa me-lakukan pernapasan yang
paling efektif.
c. Latihan dengan beban olahraga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran
jasmani.
d. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali
mengerjakan pekerjaan semula.
e. Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesu-aian diri penderita dengan
penyakit yang dideritanya.
g. Pemeriksaan fisik
1) Gambaran umum
Biasanya kesadaran pasien composmentis
2) Secara sistemik dari kepala sampai ujung kaki
a) Kepala
Biasanya rambut tidak bersih karena pasien dengan PPOK mengalami penurunan toleransi
terhadap aktifitas termasuk perawatan diri.
b) Mata
Biasanya mata simetris, sklera tidak ikterik
c) Telinga
Biasanya telinga cukup bersih,bentuk simetris dan fungsi pendengaran normal
d) Hidung
Biasanya hidung simetris, hidung bersih
e) Leher
Biasanya tidak ditemukan benjolan.
f) Paru
(1) Inspeksi
biasanya terlihat klien mempunya bentuk dada barrel chest penggunaan otot bantu pernafasan
(2) Palpasi
biasanya premitus kanan dan kiri melemah
(3) Perkusi
bisanya hipersonor
4) Auskultasi
biasanya terdapat ronkhi dan wheezing sesuai tingkat keparahan obstruktif
g) jantung
(1) inspeksi
bisanya ictus cordis tidak terlihat
(2) palpasi
biasanya ictus cordis teraba
(3) auskultasi
biasanya irama jantung teratur
h) abdomen
(1) inspeksi
biasanya tidak ada asites
(2) palpasi
biasanya hepar tidak teraba
(3) perkusi
biasanya timphany
(4) auskultasi
biasanya bising usus normal
i) ekstremitas
biasanya didapatkan adanya jari tabuh (clubbing finger) sebagai dampak dari hipoksemia yang
berkepanjangan ( Muttaqin, 2012).
h) Pemeriksaan diagnostik
1) Pengukuran fungsi paru
a) Kapasitas inspirasi menurun dengan nilai normal 3500 ml
b) Volume residu meningkat dengan nilai normal 1200 ml
c) FEV1 (forced expired volume in one second) selalu menurun : untuk menentukan
derajat PPOK dengan nilai normal 3,2 L d) FVC (forced vital capacity) awalnya
normal kemudian menurun dengan nilai normal 4 L
e) TLC (Kapasitas Paru Total) normal sampai meningkat sedang dengan nilai normal
6000 ml
2) Analisa gas darah
PaO2 menurun dengan nilai normal 75-100 mmHg, PCO2 meningkat dengan nilai normal
35-45 mmHg dan nilai pH normal dengan nilai normal 7,35-7,45
3) Pemeriksaan Laboratorium
a) Hemoglobin (Hb) meningkat dengan nilai normal pada wanita
12-14 gr/dl dan laki-laki 14-18 gr/dl , hematocrit (Ht) meningkat dengan nilai normal pada
wanita 37-43 % dan pada laki-laki 40-48 %
b) Jumlah darah merah meningkat dengan nilai normal pada wanita 4,2-5,4 jt/mm3
dan pada laki-laki 4,6-6,2 jt/mm3
c) Eosonofil meningkat dengan nilai normal 1-4 % dan total IgE serum meningkat
dengan nilai normal < 100 IU/ml
d) Pulse oksimetri , SaO2 oksigenasi meningkat dengan nilai normal > 95 %.
e) Elektrolit menurun
4) Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan gram kuman / kultur adanya infeksi campuran .
kuman pathogen yang biasa ditemukan adalah streptococcus pneumonia, hemophylus
influenzae.
5) Pemeriksaan radiologi Thoraks foto (AP dan lateral)
Menunjukkan adanya hiperinflasi paru, pembesaran jantung dan bendungan area paru
(Muttaqin, 2012)
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang biasa ditemukan pada pasien dengan PPOK menurut
SDKI (2017) adalah sebagai berikut :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. sekresi yang tertahan
2. Gangguan pertukaran gas b.d. perubahan membran alveoulus-kapiler
3. Pola Nafas tidak efektif b.d. hambatan upaya napas
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Intervensi Utama Intervensi Pendukung
Bersihan jalan napas tidak efektif Latihan Batuk Efektif - Dukungan kepatuhan program
Tujuan: Observasi:
pengobatan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan - Identifikasi kemampuan batuk
- Monitor adanya retensi sputum - Edukasi fisioterapi dada
diharapkan pasien menunjukkan jalan napas
- Moniyor tanda dan gejala - Edukasi pengukuran respirasi
yang bersih ditandai dengan kriteria hasil - Fisioterapi dada
infeksisaluran napas
- Konsultasi via telepon
sebagai berikut :
- Monitor input dan output cairan - Manajemen asma
1) Batuk efektif meningkat - Manajemen alergi
(misaljumlah dan karakteristik)
2) Produksi sputum menurun - Manajemen anafiklasis
3) Wheezing menurun Terapeuntik: - Manajemen isolasi
4) Mekonium (pada neonatus) menurun - Atur posisi semi-fowler atau - Manajemen ventilasi mekanik
5) Dispnea menurun - Manajemen jalan napas buatan
fowler
6) Ortopnea menurun - Pemberian obat inhalasi
7) Sulit bicara menurun - Pasang perlak dan bengkok - Pemberian obat interpleura
8) Sianosis menurun - Buang sekret pada tempat - Pemberian obat intradermal
9) Gelisah menurun - Pemberian obat nasal
sputum Edukasi:
10) Frekuensi napas membaik - Pencegahan aspirasi
11) Pola napas membaik - Jelasjan tujuan dan prosedur - Pengaturan posisi
- Penghisapan jalan napas
batuk efektif
- Penyapihan ventilasi mekanik
- Anjurkan tarik napas dalam
melalui hidung selama 4 detik, dan
ditahan selama 2 detik, kemudian
keluarkan dari mulut dengan bibir
mencucu (dibulatkan) selama 8 - Perawatan trakeostomi
- Skrining tuberkulosis
detik
- Stabilisasi jalan napas
- Anjurkan mengulangi tarik - Terapi oksigen
napas dalam hingga 3 kali
- Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarik napas dalam
yang ke-3
Kolaborasi:
- Kolaborassi pemberian
mukolitik atau ekspetoran, jika perlu
Pemantauan Respirasi
Observasi:
- Monitor frekuensi, irama,
kedalaman, dan upaya napas
- Monitor pola napas (seperti
bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, chyne-stokes, biot,
ataksik)
- Monitor kemampuan batuk
efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan
napas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
Terapeutik:
- Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan,
jika
perlu.
Terapi Oksigen
Observasi:
- Monitor kecepatan aliran oksigen
- Monitor posisi alat terapi oksigen
- Monitor aliran oksigen secara
periodik dan pastikan fraksi yang
diberikan cukup
- Monitor efektifitasterapi oksigen
(misal oksimetri, analisa gas darah),
jika perlu
- Monitor kemampuan
melepaskan oksigen saat makan
- Monitor tanda tanda hipoventilasi
- Monitor tanda dan gejala toksikasi
oksigen dan atelektasis
- Monitor tingkat kecemasan akibat
terapi oksigen
- Monitor integritas mukosa hidung
akibat pemasangan oksigen
Terapeutik:
- Bersihkan sekret pada mulut,
hidung dan trakea, jika perlu
- Pertahankan kepatenan jalan
Napas
- Siapkan dan atur peralatan
pemberian oksigen
- Berikan oksigen tambahan, jika
perlu
- Tetap berikan oksigen saat pasien
di transportasi
- Gunakan perangkat oksigen
yang sesuai dengan tingkat mobilitas
pasien
Edukasi:
- Ajarkan pasien dan keluarga cara
Pemantauan Respirasi
Observasi
- Monitor frekuensi,
irama, kedalaman,dan upaya
napas
- Monitor pola napas (seperti
bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, chyne-stokes, biot,
ataksik)
- Monitor kemampuan batuk
efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan
napas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
Terapeutik
- Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil
pemantauan Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Karakteristik Dan Kualitas Hidup Pasien Penyakit Paru Obstruksi Konik (PPOK) | Asyrofy
| NURSCOPE: Jurnal Penelitian Dan Pemikiran Ilmiah Keperawatan. (N.D.).
Retrieved November 7, 2022, From
Http://Jurnal.Unissula.Ac.Id/Index.Php/Jnm/Article/View/15889/5548
Putri, S. T. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Tn. M Dengan Diagnosa Medis
Bronkopneumonia Di Ruang Kenanga 1 Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin
Bandung. 1–155.
Rachmawati, A. D., & Sulistiyaningsih, S. (2020). Review Artikel : Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (Ppok). Farmaka, 18(2), 37–41.
Https://Doi.Org/10.24198/FARMAKA.V18I2.26057.G14696
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi
1. Jakarta Selatan : DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi dan kriteria Hasil Edisi 1.
Jakarta : DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan Tindakan Edisi 1.
Jakarta Selatan : DPP PPNI