Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

ASBESTOSIS

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Asbes adalah sekelompok silikat hidrat kristal dengan geometri fibrosa.

Berdasarkan studi epidemiologi, pajanan asbes di tempat kerja dilaporkan

menyebabkan fibrosis interstitium parenkim (asbestosis), karsinoma bronkhogenik,

efusi pleura, plak fibrosa lokal atau fibrosis pleura, walaupun jarang, mesothelioma

peritoneum dan pleura maligna serta mungkin karsinoma laring. Peningkatan

insidensi kanker akibat asbes pada anggota keluarga pekerja asbes telah

menyadarkan masyarakat akan kemungkinan bahaya yang ditimbulkan asbes di

lingkungan.1,6

Produksi dan penggunaan asbes sangat meningkat antara tahun 1877 dan

1967. Pada tahun 1930-an dan 1940-an, para ilmuwan mengakui hubungan sebab

akibat antara paparan asbes dan asbestosis. Pada tahun 1950 dan 1960-an, para

peneliti menetapkan asbes sebagai faktor predisposisi untuk karsinoma

bronkogenik dan mesothelioma ganas.2

Asbestosis adalah suatu penyakit saluran pernapasan yang terjadi akibat

menghirup serat-serat asbes, dimana pada paru-paru terbentuk jaringan parut yang

1
luas. Jaringan paru-paru yang membentuk fibrosis tidak dapat mengembang dan

mengempis sebagaimana mestinya. Beratnya penyakit tergantung kepada lamanya

pemaparan dan jumlah serat yang terhirup. Pemaparan asbes bisa ditemukan di

industri pertambangan dan penggilingan, konstruksi dan industri lainnya.

Pemaparan pada keluarga pekerja asbes juga bisa terjadi dari partikel yang terbawa

ke rumah di dalam pakaian pekerja.3

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa penyakit akibat kerja karena pajanan serat asbes ?

2. Bagaimana pencemaran serat asbes di tempat kerja ?

3. Bagaimana pencegahan penyakit asbestosis ?

C. TUJUAN

1. Mengetahui pengertian dari asbestosis, etiologi, gejala klinis, patofisiologi dan

penatalaksanaan dari penyakit asbestosis.

2. Mengetahui bagaimana pencemaran serat asbes di tempat kerja.

3. Mengetahui pencegahan dari penyakit asbestosis

D. MANFAAT PENULISAN

Mendapatkan pengetahuan tentang penyakit asbestosis pada pekerja di

lingkungan pekerja atau di rumah sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan

dengan langkah-langkah yang tepat serta mengenali gejala-gejala awal akibat serat

berbahaya tersebut, sehingga tindakan kuratif yang lebih dini dapat diusahakan.

2
BAB II

KAJIAN TEORI

A. ANATOMI DAN HISTOLOGI

Paru-paru terletak di dalam rongga dada, di bagian samping dibatasi oleh otot

dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-

paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan, yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru

kiri, yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis,

disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut

pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang

bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis). Antara

selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura yang berfungsi

sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah yang masuk

secara eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat

lain.4

Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh

darah. Paru-paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan daerah permukaan

dalam yang sangat lebar untuk pertukaran gas. Di dalam paru-paru, bronkiolus

bercabang-cabang halus dengan diameter kurang lebih 1 mm, dindingnya makin

menipis jika dibanding dengan bronkus. Bronkiolus tidak mempunyi tulang rawan,

tetapi rongganya masih mempunyai silia dan di bagian ujung mempunyai epitelium

berbentuk kubus bersilia. Pada bagian distal kemungkinan tidak bersilia.

Bronkiolus berakhir pada gugus kantung udara (alveolus).4

3
Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong kecil yang

salah satu sisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip sarang tawon. Oleh

karena alveolus berselaput tipis dan di situ banyak bermuara kapiler darah maka

memungkinkan terjadinya difusi gas pernapasan.4

Histologi bronkhus intrapulmonal mirip dengan histologi trakea dan

bronkhus ekstrapulmonal, kecuali di bronkhus intrapulmonal, cincin tulang rawan

trakea bentuk-C diganti dengan lempeng tulang rawan. Semua tulang rawan di

trakea dan paru adalah tulang rawan hialin.5

Dinding bronkhus intrapulmonal diidentifikasi oleh adanya lempeng tulang

rawan hialin. Bronkhus dilapisi oleh epitel pseudostratified bersilia dengan sel

goblet. Dinding bronkhus intrapulmonal terdiri dari lamina propia yang tipis,

lapisan tipis otot polos, submukosa dengan kelenjar bronkhialis, lempeng tulang

rawan hialin dan adventitia. Ketika bronkus intrapulmonalis bercabang menjadi

bronkhus yang lebih kecil dan bronkhiolus, ketinggian epitel dan tulang rawan

disekitar bronkhus berkurang, sampai kadangkala hanya ditemukan potongan kecil

tulang rawan. Bronkhus dengan diameter kurang dari 1 mm tidak memiliki tulang

rawan.5

Bronkhiolus, bronkhiolus terminalis, lumen dilapisi oleh epitel

pseudostratified bersilia dengan adanya sel goblet. Lumen memiliki lipatan mukosa

akibat kontraksi lapisan otot polos. Kelenjar bronkhialis dan lempeng tulang rawan

sudah tidak ada, dan bronkhiolus dikelilingi oleh adventitia, disertai nodulus

limfoid dan vena. Bronkhiolus respiratorius dengan kantung-kantung alveoli

berhubungan langsung dengan duktus alveolaris dan alveoli, dilapisi oleh epitel

4
kubiod dan mungkin bersilia dibagian proksimal saluran. Lapisan jaringan ikat tipis

menyokong otot polos, serat elastik dilamina propia, dan pembuluh darah yang

menyertai. Alveoli di dinding bronkhiolus respiratorius tampak berupa kantung-

kantung atau evaginasi kecil.5

Setiap bronkhiolus respiratorius bercabang menjadi beberapa duktus

alveolaris. Dinding duktus alveolaris dilapisi oleh alveoli yang langsung bermuara

ke dalam duktus alveolaris. Kelompok alveoli yang mengelilingi dan bermuara ke

dalam duktus alveolaris disebut sakus alveolaris. Aveoli dilapisi oleh selapis tipis

sel alveolus gepeng atau sel pneumosit tipe I. Selain itu mengandung makrofag

alveolaris dan sel alveolus besar atau sel pneumosit tipe II.5

Serosa atau pleura visceralis yang mengelilingi paru, terdiri dari lapisan tipis

jaringan ikat pleura dan epitel selapis gepeng mesthelium pleura.5

B. PENGERTIAN ASBETOSIS

Asbestosis adalah suatu penyakit saluran pernapasan yang terjadi akibat

menghirup serat-serat asbes, dimana pada paru-paru terbentuk jaringan parut yang

luas. Penyakit Asbestosis adalah penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh debu

atau serat asbes yang mencemari udara. Asbes adalah campuran dari berbagai

macam silikat, namun yang paling utama adalah Magnesium silikat. Debu asbes

banyak dijumpai pada pabrik dan industri yang menggunakan asbes, pabrik

pemintalan serat asbes, pabrik beratap asbes dan lain sebagainya

Asbestos terdiri dari serat silikat mineral dengan komposisi kimiawi yang

berbeda. Jika terhisap, serat asbes mengendap di dalam dalam paru-paru,

5
menyebabkan parut. Menghirup asbes juga dapat menyebabkan

penebalan pleura (selaput yang melapisi paru-paru).

C. EPIDEMIOLOGI

Asbestosis adalah suatu kondisi yang relatif jarang terjadi, karena dibutuhkan

waktu dan paparan yang cukup untuk menyebabkan itu, serta adanya peraturan

yang membatasi paparan. Namun, pada tahun 2011 terdapat 178 kematian yang

secara langsung disebabkan oleh asbestosis dan 429 kematian secara tidak langsung

berhubungan dengan asbestosis. 980 kasus baru yang dinilai terhadap cacat industri

selama 2012.6

D. PATOGENESIS

Asbes merupakan famili silika fibrosa yang meliputi serpentina yang

bergelung serta fleksibel (misalnya, chrysotile) dan amfibola yang lurus serta rapuh

(misalnya, crocidolite). Serat amfibola dapat mencapai bagian paru yang lebih

dalam jika dibandingkan serat serpentina sehingga patogenesitasnya lebih besar.

Serat yang terhirup dan mencapai alveoli paru akan difagositosis oleh sel-sel

makrofag alveolar dengan menstimulasi pelepasan komplemen C5a dan

kemotraktan lainnya. Sebagian besar serat asbes yang terhirup akan dibersihkan

oleh sel-sel makrofag dan sisanya akan mencapai jaringan interstitial dan sistem

limfatik. Sebagian serat yang difagositosis akan terbungkus oleh hemosiderin dan

glikoprotein untuk membentuk benda-benda asbes (asbestos bodies) berbentuk

dumbel dan terangkai seperti tasbih yang khas.1

6
E. PATOLOGI

1. Makroskopis

Gambaran makroskopik asbestosis, fibrosis yang sebagian besar di lobus

bawah, plak pleura fibrosis, kalsifikasi, dan honeycomb.8

Gambar 1.
Gambaran x-ray

Gambar 2.
Gambaran gross, tampak plak pleural fibrosis

7
2. Mikroskopis

Pada stadium awal manifestasi pneumonia interstitial didominasi dengan

'mural' atau gambaran deskuamasi. Sel alveolar hiperplastik, dapat mengandung

eosinofilik yang menyerupai hialin Mallory (gambaran yang tidak khas). Pada

stadium lanjut, fibrosis interstitial menjadi lebih menyebar atau difus dengan

peradangan kronis dan menghasilkan “honeycomb” pada paru, lebih terlihat di

segmen basal. Hiperplasia sel pneumosit tipe 2. Berbeda dengan pneumoconiosis

lain, perubahan pada asbestosis lebih sering fibroelastik daripada fibrotik.

Diagnosis asbestosis secara mikroskopik ditemukan “asbes bodies” pada lesi,

dengan karakteristik panjang, tipis, simetris, struktur manik-manik dengan ujung

bulat, biasanya lurus, tetapi dapat membungkuk atau bercabang. Intinya translusen

dengan mantel berwarna coklat karena kandungan besi.1,7,8

Gambar 3.
Gambaran mikroskopis tampak plak pleural fibrosis terdiri dari lapisan kolagen yang
padat.

8
Gambar 4.
Serat asbes dilapisi dengan zat besi dan kalsium "ferruginous body”. Serat ini memicu
makrofag mengeluarkan respons fibrogenik melalui pelepasan faktor pertumbuhan yang
mendorong deposisi kolagen oleh fibroblas.

Gambar 5.
Serat asbes yang panjang dan tipis

F. GEJALA KLINIS

Asbestosis biasanya terjadi 15 – 20 setelah paparan.8 Gejala asbestosis

muncul secara bertahap dan baru muncul hanya setelah terbentuknya jaringan parut

dalam jumlah banyak dan paru-paru kehilangan elastisitasnya. Gejala pertama

adalah sesak napas ringan dan berkurangnya kemampuan untuk melakukan gerak

badan. Sekitar 15% penderita, akan mengalami sesak napas yang berat dan

mengalami gagal nafas.

9
Perokok berat dengan bronkitis kronis dan asbestosis, akan menderita batuk-

batuk dan bengek. Menghirup serat asbes kadang-kadang dapat menyebabkan

terkumpulnya cairan pada ruang antara kedua selaput yang melapisi paru-paru.

Meskipun jarang, asbes juga bisa menyebabkan tumor pada pleura yang disebut

mesotelioma atau pada selaput perut yang disebut mesotelioma peritoneal.

Mesotelioma yang disebabkan oleh asbes bersifat ganas dan tidak dapat

disembuhkan. Mesotelioma umumnya muncul setelah terpapar krokidolit, satu dari

4 jenis asbes. Amosit, jenis yang lainnya, juga menyebabkan mesotelioma.Krisotil

mungkin tidak menyebabkan mesotelioma tetapi kadang tercemar oleh tremolit

yang dapat menyebabkan mesotelioma. Mesotelioma biasanya terjadi setelah

pemaparan selama 30-40 tahun.

Kanker paru-paru akan terjadi pada penderita asbestosis yang juga merokok,

terutama mereka yang merokok lebih dari satu bungkus sehari.

Gejala lainnya yang dapat ditemukan yaitu batuk, rasa sesak di dada,

wheezing, nyeri dada dan kelainan kuku atau clubbing of fingers (bentuk jari-jari

tangan yang menyerupai tabuh genderang).3,6

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu Rontgen dada, Tes fungsi

paru-paru dan CT scan paru.3

10
H. DIAGNOSIS

Diagnosis Asbestosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan

histopatologi.

I. DIAGNOSIS BANDING

Asbestosis di diagnosis banding dengan usual interstitial pneumonia (UIP).8

J. TERAPI

Pengobatan asbestosis membutuhkan terapi antimikroba yang tepat untuk

infeksi pernapasan, serta imunisasi terhadap influenza dan pneumonia

pneumokokus. Menilai status oksigenasi pasien saat istirahat dan saat olahraga, jika

terjadi hipoksemia, maka memerlukan oksigen tambahan. Perawatan paliatif untuk

menghilangkan gejala pada stadium lanjut. Obat tidak efektif dalam pengobatan

asbestosis. Kortikosteroid dan obat imunosupresif tidak mengubah perjalanan

penyakit.2

Pengobatan suportif untuk mengatasi gejala yang timbul adalah membuang

lendir/dahak dari paru-paru melalui prosedur postural drainase, perkusi dada dan

vibrasi. Diberikan obat semprot untuk mengencerkan lendir. Mungkin perlu

diberikan oksigen, baik melalui sungkup muka (masker) maupun melalui selang

plastik yang dipasang di lubang hidung. Kadang dilakukan pencangkokan paru-

paru. Mesotelioma berakibat fatal, kemoterapi tidak banyak bermanfaat dan

pengangkatan tumor tidak menyembuhkan kanker.3

11
K. PROGNOSIS

Perkiraan potensi kehilangan kehidupan sebelum usia 65 tahun yang

disebabkan asbestosis mencapai 7267 pada tahun 2001 – 2005. Salah satu studi di

Amerika telah menunjukkan bahwa kematian akibat asbestosis diperkirakan tidak

akan menurun selama beberapa tahun, dengan prediksi 29.667 kematian pada tahun

2005 – 2027.2

12
BAB III

PEMBAHASAN

Asbestosis adalah penyakit paru-paru kronis yang ditandai oleh fibrosis dari

jaringan paru-paru, yang menyebabkan komplikasi pernafasan jangka panjang. Hal

ini disebabkan oleh paparan asbes yang tidak terdiagnosis sampai beberapa tahun

setelah paparan terjadi. Asbestosis terjadi terutama pada orang yang bekerja di

pertambangan, manufaktur, dan produksi yang mengandung asbes, dan karena itu

dianggap sebagai penyakit paru-paru akibat kerja.3

Asbestosis selain beresiko bagi pekerja, juga beresiko bagi keluarga yang

tinggal bersama. Karena debu dari asbes ini dapat terbawa dalam pakaian pekerja

tersebut. Oleh karena itu, sebaiknya pekerja yang berhubungan dengan asbes,

sebaiknya mandi dan berganti pakaian nya sebelun meninggalkan tempat kerja.

Ada dua jenis serat asbes, yaitu amfibola (tipis dan lurus) dan serpentin

(melengkung). Amfibola terutama bertanggung jawab untuk penyakit manusia

karena mampu menembus ke dalam paru-paru. Ketika serat tersebut mencapai

alveoli (kantung udara) di paru-paru, di mana oksigen ditransfer ke dalam darah,

benda asing (serat asbes) menyebabkan aktivasi sistem imun lokal dari paru-paru

dan memicu reaksi peradangan. Reaksi inflamasi yang terjadi adalah peradangan

kronis, dengan perkembangan yang berlangsung lambat dari sistem kekebalan

tubuh dalam upaya untuk menghilangkan serat asing. Makrofag menfagositosis

serat dan merangsang fibroblast untuk deposit jaringan ikat. Karena resistensi alami

dari serat asbes terhadap pencernaan, makrofag, melepaskan sitokin dan menarik

13
makrofag paru lebih lanjut dan sel fibroelastik untuk meletakkan jaringan fibrosa,

yang akhirnya membentuk massa berserat. Massa ini dapat dilihat secara

mikroskopis, dengan serat asbes berlapis (tubuh mengandung besi) yang

mengandung besi bahan protein. Hasilnya adalah fibrosis interstitial. Jaringan parut

fibrotik menyebabkan dinding alveolar menebal, yang mengurangi elastisitas dan

gas difusi, mengurangi perpindahan oksigen ke darah serta penghapusan karbon

dioksida.3

Usual interstitial peumonia merupakan bentuk histologi dari penyakit paru-

paru yang terjadi. Bila tidak ada penyakit yang mendasarinya dibuat diagnosis

klinis idiopatik fibrosis paru. Usual interstitial pneumonia merupakan jenis yang

sering terjadi dari pneumonia interstitial idiopatik, yaitu sekitar 47% - 62%. Secara

klinis berhubungan dengan asbestosis, pneumonia hipersensitivitas kronik,

toksisitas obat, penyakit vaskular kolagen. Histopatologi, fibrosis yang merata

dengan distribusi pada subpleural dan paraseptal. Area fibrosis berdekatan dengan

parenkhim paru normal. Fokus fibroblastik terdiri dari fibroblast dan jaringan ikat,

sel pneumosit tipe II hiperplastis.8

Semua jenis asbes dapat mengganggu kesehatan, terhirup serat asbes

merupakan risiko kesehatan serius yang dapat menyebabkan timbulnya

mesotelioma, kanker paru dan asbestosis. Mesotelioma merupakan salah satu jenis

kanker ganas dimana ditemukan pada lapisan dada atau perut. Insidensinya

meningkat sepanjang berkembangnya dunia industri sebagai akibat dari paparan

yang berkepanjangan terhadap asbes. Kanker paru terbentuk pada jaringan paru,

biasanya pada lapisan sel saluran nafas. Asbestosis berisiko untuk terjadinya kanker

14
paru dan keganasan mesotelioma. Terdapat rentang waktu beberapa tahun di antara

paparan pertama serat asbes dan timbulnya gejala penyakit asbestosis, periode laten

mesotelioma umumnya terjadi antara 35-40 tahun. Masyarakat umumnya tidak

sadar terhadap perubahan seketika pada kesehatan saat terpapar. Penyakit tersebut

sering berakibat fatal sehingga terapi tidak lagi efektif.

Umumnya debu masuk kedalam paru-paru pada saat kita menarik nafas. Hal

ini tergantung pada ukuran debu yang terhirup. Semakin kecil ukuran debu yang

masuk melalui saluran pernapasan, maka semakin besar pula resiko terjadinya

penimbunan debu dalam paru-paru. Ukuran debu sangat berpengaruh terhadap

terjadinya penyakit pada saluran pernapasan. Debu dengan ukuran 5-10 mikron

akan tertahan oleh saluran pernapasan atas, 3-5 mikron akan tertahan oleh saluran

pernapasan bagian tengah, 1-3 mikron akan sampai di permukaan alveoli, 0,5-1

mikron hinggap di permukaan alveoli/selaput lendir sehingga menyebabkan

fibrosis paru, sedangkan 0,1-0,5 mikron melayang dipermukaan alveoli.

Asbestosis disebabkan oleh terhirupnya serat asbes (panjang 50 mikron atau

lebih dan diameter 0,5 mikron atau kurang), oleh serat asbes, dimana serat asbes

sukar untuk dihancurkan, bahkan oleh makrofag. Ketika makrofag mencoba untuk

mencernakan serat asbes, sering mengalami kegagalan sebab seratnya

terlalu kuat dan ikatan rantainya sangat kuat untuk diuraikan.

Faktor resiko terjadinya asbestosis adalah:

1. Orang-orang yang bekerja di industri pengelolaan, pertambangan,

penenunan, pemintalan asbes dan reparasi tekstil dengan produk-produk yang

mengandung asbes.

15
2. Pemaparan pada keluarga pekerja asbes terjadi dari partikel yang terbawa ke

rumah di dalam pakaian pekerja.

3. Perokok tembakau lebih cenderung menderita penyakit yang berhubungan

dengan asbes dibandingkan non-perokok Harapan hidup perokok lebih pendek

dibandingkan non-perokok. Asbestos pekerja yang berhenti merokok, dalam 5-

10 tahun dapat mengurangi risiko kematian kanker paru-paru oleh sekitar satu

setengah sampai satu sepertiga dari rekan-rekan mereka yang terus merokok.

Pencegahan yang dapat dilakukan adalah:

A. Pencegahan Primer

Pencegahan primer artinya mengurangi faktor risiko sebelum terserang penyakit.

Hal tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:

1. Terdapat Undang-Undang atau Peraturan yang mengatur tentang masalah

Keselamatan dan Kesehatan Kerja yaitu:

a. UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

Undang-undang ini adalah sebagai undang-undang pokok yang memuat

aturan-aturan dasar atau ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan

kerja di semua tempat kerja baik di darat, dalam tanah, di permukaan air

maupun di udara yang berada di wilayah kekuasaan hukum Republik

Indonesia.

Undang-undang ini memuat tentang syarat-syarat keselamatan kerja. Pada

pasal 8 disebutkan kewajiban untuk:

16
1) Memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik

tenaga kerja yang akan diterima maupun yang akan dipindahkan, sesuai

dengan sifat pekerjaan yang akan diberikan kepada pekerja.

2) Memeriksakan kesehatan semua tenaga kerja yang berada di bawah

pimpinannya secara berkala (periodik) pada dokter yang ditunjuk oleh

pengusaha dan dibenarkan (disahkan) oleh Direktur.

b. UU No. 14/1969 tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja

Pada Bab IV Pasal 9 dan 10 Undang-undang tersebut disebutkan: Setiap

tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan,

kesusilaan, pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan

martabat dan moral agama. Pemerintah membina perlindungan kerja yang

mencakup :

1) Norma Keselamatan Kerja

2) Norma Kesehatan Kerja

3) Norma Kerja

4) Pemberian ganti rugi, perawatan dan rehabilitasi dalam hal kecelakaan

kerja.

Pasal ini sebenarnya dapat dipakai untuk mempertahankan hak tenaga kerja

yang terkena penyakit. Pemberi kerja (pemerintah atau pengusaha) wajib memberi

perlindungan bagi tenaga kerja, tidak boleh memberhentikan begitu saja dan juga

wajib memberi pengobatan serta upah yang menjadi hak mereka.

2. Substitusi, yaitu mengganti bahan yang berbahaya dengan bahan yang tidak

berbahaya atau kurang berbahaya. Sebagai contoh adalah serat asbes yang dapat

17
menimbulkan asbestosis, kanker paru dan mesotelioma, digantikan oleh serat

buatan manusia seperti alumina.

3. Modifikasi proses produksi untuk mengurangi pajanan sampai tingkat yang

aman.

4. Metode basah. Melakukan proses produksi dengan cara membasahi tempat

produksi, sehingga tidak menghasilkan debu dengan kadar yang tinggi.

5. Mengisolasi proses produksi. Bila bahan yang berbahaya tidak dapat

dihilangkan, pajanan terhadap pekerja dapat dihindari dengan mengisolasi

proses produksi.

6. Ventilasi keluar. Bila proses isolasi produksi tidak bisa dilakukan, maka masih

ada kemungkinan untuk mengurangi bahan pajanan dengan ventilasi keluar

(exhaust ventilation). Metode ventilasi keluar telah berhasil digunakan untuk

mengurangi kadar debu di industri batubara dan asbes.

7. Alat Pelindung Diri (APD). Alat pelindung diri di sini bukan hanya sekedar

masker, namun yang terbaik adalah respirator. Respirator adalah suatu masker

yang menggunakan filter sehingga dapat membersihkan udara yang dihisap. Ada

2 macam respirator, yaitu half-face respirator yang berfungsi sebagai penyaring

udara, dan full-face respirator yang berfungsi sebagai penyaring udara dan

pelindung mata.

B. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah melakukan deteksi dini penyakit dan deteksi

dini pajanan zat yang dapat menimbulkan penyakit. Dilakukan pemeriksaan berkala

pada pekerja yang terpajan zat yang berisiko tinggi terjadinya gangguan kesehatan.

18
Pemeriksaan berkala dilakukan sejak tahun pertama bekerja dan seterusnya.

Surveilan medik adalah kegiatan yang sangat mendasar, bertujuan untuk

mendeteksi efek pajanan yang tidak diinginkan sebelum menimbulkan gangguan

fungsi pernapasan pekerja dan selanjutnya dilakukan usaha-usaha untuk mencegah

perburukan.10

C. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier berguna untuk mencegah penyakit bertambah buruk dan

mencegah penyakit menjadi menetap. Bila diduga telah terjadi penyakit atau

diagnosis telah ditegakkan, perlu secepat mungkin menghindarkan diri dari pajanan

lebih lanjut. Pajanan dari tempat kerja dan lingkungan yang diduga atau diketahui

mempunyai efek sinergis terhadap terjadinya kanker paru seperti merokok harus

dihentikan. Contoh lain pencegahan tersier adalah pencegahan terhadap penyakit

TB pada pekerja yang terpajan debu silikat.

19
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Asbestosis merupakan suatu penyakit saluran pernafasan yang terjadi akibat

menghirup serat asbes, dimana pada paru-paru terbentuk fibrosis yang luas. Asbes

terdiri dari serat silikat mineral dengan komposisi berbeda. Jika terisap akan

mengendap didalam paru-paru, dan menyebabkan parut. Gejala klinis timbul

setelah 15 – 20 tahun terpapar.

B. SARAN-SARAN

Asbestosis dapat dicegah dengan mengurangi kadar serat dan debu asbes di

lingkungan kerja. Karena industri yang menggunakan asbes sudah melakukan

kontrol debu, sekarang ini lebih sedikit yang menderita asbestosis, tetapi

mesotelioma masih terjadi pada orang yang pernah terpapar 40 tahun lalu.

Untuk mengurangi risiko terjadinya kanker paru-paru, kepada para pekerja

yang berhubungan dengan asbes, dianjurkan untuk berhenti merokok. Sementara

itu guna menghindari sumber penyakit yang akan tersebar pada pihak keluarga,

disarankan setiap pekerja untuk mencuci pakaian kerjanya di pabrik, dan

menggantinya dengan pakaian bersih untuk kembali ke rumah. Sehingga semua

pakaian kerja tidak ada yang dibawa pulang, dan pekerja membersihkan diri atau

mandi sebelum kembali kerumah masing-masing.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Robbins SL, Cotran R.S, Kumar V, Collins.T. Lung. Dalam : Basic

Pathology. 9th ed. Philadelphia. W.B saunders Company; 2013. h. 477 – 478.

2. Asbestosis. Tersedia pada http://emedicine.medscape.com/article/295966-

overview#aw2aab6b2b2

3. Asbestosis. Tersedia pada http://id.wikipedia.org/wiki/Asbestosis

4. Struktur paru-paru. Tersedia pada http://paru-paru.com/struktur-paru-paru/

5. V.P eroschenko. Sistem Pernafasan. Dalam : Atlas Histologi di Fiore dengan

Korelasi Fungsional. Edisi 9. Jakarta; EGC; 2003. h. 356 – 365.

6. Asbestosis. Tersedia pada

http://www.nhs.uk/conditions/Asbestosis/Pages/Introduction.aspx

7. Rosai J. Ackermans. Respiratory Tract. Dalam : Surgical Pathology. 9th ed.

St. Louis Missouri. Mosby-Year Book Inc; 2011. h. 362 – 363.

8. Gattuso, Reddy, David, Spitz, Haber. Differential Diagnosis In Surgical

Pathology. 2nd ed. Philadelphia. W.B saunders Company; 2010. h. 239 – 240.

9. http://web.archive.org/web/20030702144404/www.euro.who.int/document/

aiq/6_2_asbestos.pdf

10. Work Safe Victoria. A Handbook for Workplaces: Asbestos. Victoria: Work

Safe Victoria. 2008. Diakses pada tanggal 7 Mei 2013 di

Http:www.worksafe.vic.gov.au.

11. 7. Mayo Clinic Staff. Asbestosis. 2011. Diakses pada tanggal 7 Mei 2013 di

Http: www.Mayoclinic.com.

21
12. 8. The Mesothelioma Center. Asbestos Exposure. 2013. Diakses pada tanggal

7 Mei 2013 di Http:www.asbestos.com.

13. 9. Jamsostek. Kumpulan Peraturan Perundangan Pemerintah Mengenai

Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Jakarta. 2000.

14. 10. Blanc PD. Environmental and Lung Disorders: General Principles and

Diagnostic Approach. In: Murray JF, Nadel JA. Textbook of Respiratory

Medicine. 3rd Ed. Philadelphia: WB.Saunders Co; 1803-9.

15. 11. Seaton A. Prevention of Occupational Lung Diseases. In:Morgan WKC,

Seaton A. Occupational Lung Diseases. 3rd Ed. Philadelphia: WB. Sauders

Co. 1995; 9-17.

16. 13. Chan J, Harrison R. Wood Dust and Occupational Asthma. Occupational

Health Branch, California Department of Health Services. Center for

Occupational and Environmental Health, School of Public Health. Berkeley:

University of California. 2005

22

Anda mungkin juga menyukai