SILIKOSIS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan dalam bidang industri sampai sekarang telah menghasilkan sekitar 70.000 jenis bahan berupa
logam, kimia, pelarut, plastik, karet, pestisida, gas, dan sebagainya yang digunakan secara umum dalam
kehidupan sehari-hari dan memberikan kenyaman dan kemudahan bagi penduduk di seluruh dunia.
Namun di lain pihak, bahan-bahan tersebut menimbulkan berbagai dampak seperti cedera dan penyakit.
Cedera akibat kerja dapat bersifat ergonomik, ortopedik, fisik, mengenai mata, telinga dan lainnya.
Penyakit-penyakit akibat pajanan di lingkungan kerja dapat berupa toksik, infeksi, kanker, gangguan hati,
saraf, alat reproduksi, kardiovaskular, kulit dan saluran napas.
Ratusan juta tenaga kerja di seluruh dunia saat ini bekerja pada kondisi yang tidak aman dan dapat
menyebabkan gangguan kesehatan. Menurut International Labor Organization(ILO), setiap hari terjadi
1.1 juta kematian yang disebakan oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan. Dari
data ILO tahun 1999, penyebab kematian yang berhubungan dengan pekerjaan paling banyak
disebabkan oleh kanker 34%. Sisanya terdapat kecelakaan sebanyak 25 %, penyakit saluran
pernapasaan 21%, dan penyakit kardiovaskuler 15%. Dari data-data tersebut dapat diketahui bahwa
penyakit saluran pernapasaan menempati peringkat ketiga.
Sebagai tenaga kesehatan, termasuk perawat harus melakukan pengkajian terhadap pasien dan apakah
ada hubungan antara penyakit yang diderita pasien dengan pekerjaan mereka. Sehingga dapat
ditentukan perencanaan serta intervensi yang tepat untuk pasien agar hasil yang diperoleh dapat
maksimal dan benar-benar bermanfaat untuk pasien.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Silikosis
2.1.1 Definisi
Pada saat orang menarik nafas, udara yang mengandung partikel akan terhirup ke dalam paru-paru.
Ukuran partikel (debu) yang masuk ke dalam paru-paru akan menentukan letak penempelan atau
pengendapan partikel tersebut.
- Partikel yang berukuran kurang dari 5 mikron akan tertahan di saluran nafas bagian atas,
- Partikel berukuran 3 sampai 5 mikron akan tertahan pada saluran pernapasan bagian tengah.
- Partikel yang berukuran lebih kecil yaitu 1 sampai 3 mikron, akan masuk ke dalam kantung udara
paru-paru kemudian menempel pada alveoli.
- Partikel yang lebih kecil lagi yaitu kurang dari 1 mikron, akan ikut keluar saat nafas dihembuskan.
Silikosis adalah suatu penyakit saluran pernafasan akibat menghirup debu silika, yang menyebabkan
peradangan dan pembentukan jaringan parut pada paru-paru. Debu silika yang masuk ke dalam paru-
paru akan mengalami masa inkubasi sekitar 2 sampai 4 tahun. Masa inkubasi ini akan lebih pendek, atau
gejala penyakit silikosis akan segera tampak, apabila konsentrasi silika di udara cukup tinggi dan terhisap
ke paru-paru dalam jumlah banyak. (RS Persahabatan,2002)
Terdapat 3 jenis silikosis menurut RS Persahabatan, 2002 :
1. Silikosis kronis simplek, terjadi akibat pemaparan sejumlah kecil debu silika dalam jangka panjang
(lebih dari 20 tahun). Nodul-nodul peradangan kronis dan jaringan parut akibat silika terbentuk di paru-
paru dan kelenjar getah bening dada.
3. Silikosis akselerata, terjadi setelah terpapar oleh sejumlah silika yang lebih banyak selama waktu
yang lebih pendek (4-8 tahun). Peradangan, pembentukan jaringan parut dan gejala-gejalanya terjadi
lebih cepat.
4. Silikosis akut, terjadi akibat pemaparan silikosis dalam jumlah yang sangat besar, dalam waktu
yang lebih pendek. Paru-paru sangat meradang dan terisi oleh cairan, sehingga timbul sesak nafas yang
hebat dan kadar oksigen darah yang rendah.
Pada silikosis simplek dan akselerata bisa terjadi fibrosif masif progresif. Fibrosis ini terjadi akibat
pembentukan jaringan parut dan menyebabkan kerusakan pada struktur paru yang normal.
2.1.6 Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan khusus untuk silikosis. Untuk mencegah semakin memburuknya penyakit, sangat
penting untuk menghilangkan sumber pemaparan. Terapi suportif terdiri dari obat penekan batuk,
bronkodilator dan oksigen. Jika terjadi infeksi, bisa diberikan antibiotik. Tindakan preventif lebih penting
dan berarti dibandingkan dengan tindakan pengobatannya. Penyakit silikosis akan lebih buruk kalau
penderita sebelumnya juga sudah menderita penyakit TBC paru-paru, bronchitis, astma broonchiale dan
penyakit saluran pernapasan lainnya. Pengawasan dan pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi
pekerja akan sangat membantu pencegahan dan penanggulangan penyakit-penyakit akibat kerja. Data
kesehatan pekerja sebelum masuk kerja, selama bekerja dan sesudah bekerja perlu dicatat untuk
pemantauan riwayat penyakit pekerja kalau sewaktu – waktu diperlukan.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah:
1. Membatasi pemaparan terhadap silika
2. Berhenti merokok
3. Menjalani tes kulit untuk TBC secara rutin.
Penderita silikosis memiliki resiko tinggi menderita tuberkulosis (TBC), sehingga dianjurkan untuk
menjalani tes kulit secara rutin setiap tahun. . Silika diduga mempengaruhi sistem kekebalan tubuh
terhadap bakteri penyebab TBC. Jika hasilnya positif, diberikan obat anti TBC.
2.1.7 Pencegahan
Pengawasan terhadap di lingkungan kerja dapat membantu mencegah terjadinya silikosis. Penekanan
debu dengan pengendalian teknis( pembasahan sebelumnya,pengeboran basah) perlu dilaksanakan
dengan ketat dan debu residu hendaknya dikontrol dengan ventilasi yang sesuai. Kadar debu dan
kandungan silika dalam debu yang masuk pernapasan hendaknya dipantau secara teratur. Jika
menggunakan bahan peledak,para pekerja seharusnya dicegah masuk ke daerah berdebu sampai debu
dibersihkan melalui ventilasi. Debu hendaknya disaring dari dari udara yang dikeluarkan .
Pekerja harus memakai masker dan tutup kepala bertekanan. Selama kerusakan alat-alat pengendalian
debu teknis atau pada keadaan darurat. Kabin dengan pengatur udara (ber-AC) hendaknya disediakan
untuk para pengemudi truk dan operator alat berat pada operasi terbuka di cuaca panas di mana
penyemprotan dengan air tidak dimungkinkan.
Pekerja yang terpapar silika, harus menjalani foto rontgen dada secara rutin. Untuk pekerja peledak pasir
setiap 6 bulan dan untuk pekerja lainnya setiap 2-5 tahun, sehingga penyakit ini dapat diketahui secara
dini.
Jika foto rontgen menunjukkan silikosis, dianjurkan untuk menghindari pemaparan terhadap silika.
2.2 Asbestosis
2.2.1 Definisi
Asbestosis merupakan penyakit kronis progesif, Penyakit ini disebabkan oleh udara yang mengandung
debu asbes. Umumnya debu masuk kedalam paru-paru pada saat kita menarik nafas. Hal ini tergantung
pada ukuran debu yang terhirup. Semakin kecil ukuran debu yang masuk melalui saluran pernapasan,
maka semakin besar pula resiko terjadinya penimbunan debu dalam paru-paru. Debu dikelompokan
menjadi tiga yaitu debu organik seperti debu kapas, debu daun-daunan, tembakau dll, debu mineral yaitu
debu yang merupakan senyawa komplek seperti SiO2, SiO3, dan arangbatu, dan debu metal yaitu debu
yang mengandung unsur logam. Ukuran debu sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit pada
saluran pernapasan. Debu dengan ukuran 5-10 mikron akan tertahan oleh saluran pernapasan atas, 3-5
mikron akan tertahan oleh saluran pernapasan bagian tengah, 1-3 mikron akan sampai di permukaan
alveoli, 0,5-1 mikron hinggap di permukaan alveoli/selaput lender sehingga menyebabkan fibrosis paru,
sedangkan 0,1-0,5 mikron melayang dipermukaan alveoli.(RS Harapan, 2002)
Asbestosis disebabkan oleh debu asbes dengan masa latennya 10-20 tahun. Asbes adalah campuran
berbagai silikat yang terpenting adalah campuran magnesium. Jika terhisap, serat asbes mengendap di
dalam dalam paru-paru, mempengaruhi parenkim jaringan dari paru-paru, menjadi jaringan parut.
Menghirup asbes juga dapat menyebabkan penebalan pleura. It occurs after long-term, heavy exposure
to asbestos , eg in mining , and is therefore regarded as an occupational lung disease . Ini terjadi setelah
jangka panjang, paparan berat asbes, misalnya di pertambangan. Asbestos terdiri dari serat silikat
mineral dengan komposisi kimiawi yang berbeda. Asbestos is a mineral that can be woven like wool.
Asbes adalah mineral yang dapat dijalin seperti wol dan merupakan produk alam mineral yang diketahui
tahan terhadap panas dan korosi, tidak meneruskan arus listrik, tahan terhadap asam kuat, serta
merupakan serat yang kuat dan fleksibel, mudah dijalin bersama-sama dan digunakan secara luas di
dalam bangunan dan pabrik-pabrik industri. Some of its more common uses were in pipe and duct
insulation, fire-retardant materials, brake and clutch linings, cement, and some vinyl floor tiles.
Terdapat beberapa jenis kristal debu asbestosis :
1. Chrysotile
2. Crocidolite
3. Anthrophylite
4. Tremolite
5. Actinolite
Yang paling banyak digunakan adalah asbestos golongan chrysotile, karena seratnya panjang dan paling
kuat. Pada kelompok amphibole serat lebih pendek namun lebih stabil secara kimiawi dan lebih tahan
terhadap asam. Bersifat fibrogenik terhadap paru lebih kuat dibanding silika, karsinogenik.
Di dalam paru banyak terdapat “asbestos bodies” yaitu serat asbestos yang dilapisi bahan protein. Sering
serat asbestos harus dipisahkan dengan tangan, sehingga terjadi papel kecil-kecil pada jari-jari tangan
seperti duri, disebut duri asbestos. Terjadi juga fibrosis interstisialis, penebalan dan perlekatan pleura,
fibrosis peritoneal. Paru menjadi kaku karena terdapat klasifikasi pada pleura dan dapat pula dijumpai
keganasan Ca bronkogenik dan mesothelioma. Mesothelioma adalah tipe kanker pleura yang jarang.
Peningkatan insidensi mesotelioma dihubungkan dengan inhalasi serat asbestos di lingkungan kerja.
Walaupun gejala awalnya sedikit, mesotelioma dapat disembuhkan jika berhasil terdiagnosis. Waktu
antara paparan asbestos pertama dan kemunculan tanda-tanda tumor beragam mulai dari 20 sampai 50
tahun, khusus mesotelioma. Kenaikan angka insidensi mesotelioma juga tampak pada penduduk yang
walaupun tidak terpapar secara okupasional, tinggalnya serumah dengan pekerja asbestos atau tinggal di
sekitar sumber emisi asbestos. Walaupun asbestos tidak lagi dipakai sebagai penyekat, zat ini masih
menjadi sorotan karena adanya bahaya yang berasal dari bangunan yang sekatnya menggunakan
asbestos
2.2.2 Etiologi
Asbestosis disebabkan oleh terhirupnya serat asbes (panjang 50 mikron atau lebih dan diameter 0,5
mikron atau kurang), oleh serat asbes, dimana serat asbes sukar untuk dihancurkan, bahkan oleh
makrofag. Ketika makrofag mencoba untuk mencernakan serat asbes, sering mengalami kegagalan sebab
seratnya terlalu kuat dan ikatan rantainya sangat kuat untuk diuraikan.
Faktor resiko terjadinya asbestosis adalah:
2. Pemaparan pada keluarga pekerja asbes terjadi dari partikel yang terbawa ke rumah di dalam
pakaian pekerja
3. Perokok tembakau lebih cenderung menderita penyakit yang berhubungan dengan asbes
dibandingkan non-perokok. Life expectancy is also shorter among smokers than non-smokers.
Asbestos workers who stop smoking, can within 5-10 years reduce their risk of dying with lung
cancer by about one half to one third that of their colleagues who continue to smoke. Harapan
hidup perokok lebih pendek dibandingkan non-perokok. Asbestos pekerja yang berhenti merokok,
dalam 5-10 tahun dapat mengurangi risiko kematian kanker paru-paru oleh sekitar satu setengah
sampai satu sepertiga dari rekan-rekan mereka yang terus merokok.
1. Oximetry
Evaluasi oksigenasi penting sebab hypoxemia yang belum dikoreksi akan menyebabkan hipertensi yang
berkenaan dengan paru-paru dan dapat mendorong kearah kor pulmonal . terutama oximetry dilakukan
pada saat istirahat dan selama latihan (misalnya, 6-menit tes berjalan).
1. Spirometri
Gambaran spirometri yang khas adalah penurunan kavasitas vital dan kapasitas paru total,volume residu
biasanya normal atau sedikit menurun serta penurunan kapasitas difusi.Dalam mendeteksi kelainan ini
secara dini maka kita harus mengamati adanya penurunan kapasitas vital dan kapasitas difusi
1. Bilas Bronkoalveolar
Merupakan indikator aktivitas penyakit (alveolitis). Cairan bilas bronkoalveolar normal mengandung 90%
macrophage,10% limfosit dan sesekali neutrofil.
1. Pemeriksaan darah
Gas darah arteri (ABG) digunakan untuk mendeteksi penurunan oksigen dalam darah yang berhubungan
dengan perubahan pernapasan yang terkait dengan penyakit yang berhubungan dengan asbes. Nilai
normal BGA (Blood Gas Analysa) adalah PCO2 :35-45mmHg, PO2 : 80 – 100 mmHg, pH : 7,35 – 7,45.
Pada klien dengan asbestosis analisis gas darah arteri menunjukkan ❑ Partial pressure of arterial oxygen
— decrtekanan parsial oksigen arteri menurun dan ❑ Partial pressure of arterial carbon dioxide — low
due to hyperventilationtekanan parsial karbon dioksida arteri rendah karena hiperventilasi.
2.2.6 Penatalaksanaan
Tidak ada obat yang tersedia. Menghentikan paparan asbes lebih lanjut ditunjukkan. Maka dilakukan
perawatan yang bertujuan untuk membantu pasien dapat bernapas dengan mudah, mencegah infeksi
pernapasan, dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Pengguanaan antibiotik dimaksudkan untuk
menyerang infeksi. Aspirin atau Acetominophen (Tylenol) dapat membebaskan ketidaknyaman dan
bronchodilators oral atau inhalasi dan melebarkan saluran napas.Dapat diberikan obat semprot untuk
mengencerkan lendir. Pengobatan suportif untuk mengatasi gejala yang timbul adalah membuang lendir
atau dahak dari paru-paru melalui prosedur postural drainase. Bila asbestosis sudah memasuki stadium
mesotelioma maka belum ada terapi yang berhasil meningkatkan kesembuhan.
2.2.7 Pencegahan
Asbestosis dapat dicegah dengan mengurangi kadar serat dan debu asbes dilingkungan kerja.
Penggunaan kontrol debu dapat mengurangi penderita asbestosis, tetapi mesotelioma masih terjadi pada
orang yang pernah terpapar 40 tahun yang lalu, ventilasi udara yang cukup di ruang kerja, penggunaan
masker bagi pekerja yang beresiko tinggi dapat mengurangi pemaparan, Untuk mengurangi resiko
terjadinya kanker paru-paru dianjurkan pekerja pabrik untuk berhenti merokok. Perawatan medis untuk
infeksi saluran pernapasan, dengan sering menggunakan antibiotik ketika diperlukan. Mereka juga harus
berpartisipasi dalam terapi pernapasan seperti bronkial drainase atau penggunaan humidifier kabut
ultrasonik yang membantu dalam pembersihan lendir dari paru-paru. Pasien harus menghindari situasi
yang mungkin mengekspos mereka untuk infeksi saluran pernapasan seperti banyak orang
2.2.8 Komplikasi
Komplikasi lanjutan pada asbestosis antara lain:
1. Efusi pleura
2. Mesothelioma, meskipun jarang, asbes juga bisa menyebabkan tumor pada pleura yang disebut
mesotelioma atau pada selaput perut yang disebut mesotelioma peritoneal. Mesotelioma yang
disebabkan oleh asbes bersifat ganas dan tidak dapat disembuhkan. Mesotelioma umumnya
muncul setelah terpapar krokidolit, satu dari 4 jenis asbes. Amosit, jenis yang lainnya, juga
menyebabkan mesotelioma. Krisotil mungkin tidak menyebabkan mesotelioma tetapi kadang
tercemar oleh tremolit yang dapat menyebabkan mesotelioma. Mesotelioma biasanya terjadi
setelah pemaparan selama 30-40 tahun.
3. Cor pulmonale
5. Pneumoconeosis
6. Kanker bronkus
Asbestosis
3.1 Pengkajian
Meliputi:
1. Identitas pasien
Klien sesak saat bernafas, batuk disertai dahak, mengeluh nyeri dada, peningkatan frekuensi nadi,
lemas, nyeri kepala.
1. Keluhan utama
Pauda mumnya klien dengan silikosis tidak memiliki penyakit keluarga yang berhubungan dengan
penyakit ini.
1. Riwayat Psikososial
Perawat mengkaji tentang perasaan, status emosional, dan perilaku klien. Misalnya, klien sering merasa
cemas akibat nyeri yang kronis dan mengisolasi diri karena penyakit yang diderita.
1. Pemeriksaan Fisik:
1. B1 (Breath) : sesak, nyeri saat bernafas akibat adanya jaringan parut di alveoli, RR
menurun, adanya penggunaan otot bantu pernafasan saat inspirasi, hipoksia
4. B4 (Bladder) : -
6. B6 (Bone): malaise
7. Pemeriksaan penunjang
1. Riwayat ekspose.
2. Bukti fibrosis dari radiografi (misalnya, HRCT), dan ditemukannya gangguan fungsi paru-paru
dengan atau tanpa bukti histologi (serat asbes di dalam bronchoalveolar, cairan atau fibrosis
pada biopsi jaringan paru-paru).
2. Hipertermi b.d peningkatan laju metabolisme sekunder dari reaksi sistemis silika
Intervensi Rasional
Observasi
Awasi tanda vital dan irama perubahan tekanan darah tidak ada; PaO2, PaCO2,
Pantau tanda vital tiap tiga jam atau lebih Perubahan frekuensi jantung atau tekanan
sering darah menunjukkan bahwa pasien
mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain
untuk perubahan tanda vital telah terlihat
Health Edukasi
Dengan membatasi
rangsangan dapat
Batasi rangsangan lingkungan mengurangi tingkat
distress klien yang
membutuhkan tenaga
meningkatkan asupan
makanan yang tinggi
energi
Rujuk pada ahli gizi untuk
merencanakan makanan
mencegah kelelahan
Health Edukasi
Pastikan pola diet biasa pasien, yang Untuk mendukung peningkatan nafsu
disukai atau tidak disukai. makan pasien
Dukung anggota keluarga untuk membawa Pasien merasa nyaman dengan makanan
yang dibawa dari rumah dan dapat
makanan kesukaan pasien dari rumah. meningkatkan nafsu makan pasien.
Silikosis
3.1 Pengkajian
Meliputi:
1. Identitas pasien
Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan. Silikosis lebih sering diderita oleh
kalangan pekerja bangunan atau yang sering berhubungan dengan asbes yang sebagian besar dilakukan
oleh pria sehingga lebih sering menyerang pria dibanding wanita.
1. Keluhan utama
Perlu ditanyakan apakah klien pernah mengalami infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dengan gejala
luka tenggorok, bersin demam ringan.
Umumnya klien dengan silikosis tidak memiliki penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit ini
1. Riwayat Psikososial
Perawat perlu memperoleh persepsi yang jelas mengenai perasaan, status emosi, dan perilaku klien.
klien sering merasa cemas akibat nyeri yang kronis dan mengisolasi diri karena penyaklit yang diderita.
1. Pemeriksaan Fisik:
1. B1 (Breath) : sesak napas, Nyeri saat bernafas akibat adanya jaringan parut di alveoli,
RR menurun, adanya penggunaan otot bantu pernafasan inspirasi, hipoksia
4. B4 (Bladder) : -
6. B6 (Bone): malaise
7. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium, biasanya didapatkan leukosit 15.000-40.000/mm³,
biakan sputum, darah, bila perlu cairan efusi pleura.
1. Riwayat ekspose.
2. Bukti fibrosis dari radiografi (misalnya, HRCT), dan ditemukannya gangguan fungsi paru-paru
dengan atau tanpa bukti histologi (serat asbes di dalam bronchoalveolar, cairan atau fibrosis
pada biopsi jaringan paru-paru).
2. Hipertermi b.d peningkatan laju metabolisme sekunder dari reaksi sistemis silika
3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik dan peningkatan metabolisme umum sekunder dari
kerusakan pertukaran gas
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan kurang dari kebutuhan
Monitor bunyi paru; frekuensi napas, Berguna dalam evaluasi derajat distress
kedalaman, dan usaha dan produksi pernafasan atau kronisnya proses
sputum sesuai dengan indikator dari penyakit.
penggunaan alat penunjang yang
efektif.
Mandiri
Kolaborasi
Dapat memperbaiki atau mencegah
Konsultasikan dengan dokter tentang memburuknya hipoksia.
kebutuhan akan pemeriksaan gas darah
arteri (GDA) dan penggunaan alat bantu
yang dianjurkan.
Siapkan klien untuk ventilasi atau Terjadinya atau kegagalan nafas yang
Health edukasi
Pantau tanda vital tiap tiga jam atau lebih Perubahan frekuensi jantung atau tekanan
sering darah menunjukkan bahwa pasien
mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain
untuk perubahan tanda vital telah terlihat.
Health Edukasi
1. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik dan peningkatan metabolisme umum sekunder dari
kerusakan pertukaran gas
Monitor respon emosi, sosial, dan spiritual Menetapkan kemampuan, kebutuhan dan
terhadap aktivitas memudahkan pilihan intervensi pasien
Rujuk pada pelayanan kesehatan rumah tirah baring dipertahankan selama fase
akut untuk menurunkan kebutuhan
metabolik, menghemat energi untuk
penyembuhan. Pembatasan aktivitas
ditentukan dengan respon individual pasien
terhadap aktivitas dan perbaikan kegagalan
Rujuk pada ahli gizi untuk merencanakan pernafasan
makanan
Health Edukasi
Pastikan pola diet biasa pasien, yang Untuk mendukung peningkatan nafsu
disukai atau tidak disukai. makan pasien
Dukung anggota keluarga untuk membawa Pasien merasa nyaman dengan makanan
makanan kesukaan pasien dari rumah. yang dibawa dari rumah dan dapat
meningkatkan nafsu makan pasien.
Kolaborasi
Tinggi karbohidrat, protein, dan kalori
Patikan diet memenuhi kebutuhan diperlukan atau dibutuhkan selama
pernafasan sesuai indikasi. perawatan.