PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi dan industri berdampak pula pada kesehatan.
Industri menimbulkan polusi udara baik di dalam maupun di luar lingkungan kerja
sehingga mempengaruhi sistem respirasi. Berbagai kelainan saluran napas dan
paru pada pekerja dapat terjadi akibat pengaruh debu, gas ataupun asap yang
timbul dari proses industri.1
Silikosis merupakan penyakit fibrotik paru yang fatal, ireversibel, dimana
debu silika dapat terus-menerus terhirup oleh saluran pernafasan.2 Silikosis
termasuk salah satu contoh dari penyakit akibat kerja. Penyakit akibat kerja adalah
penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun
lingkungan kerja. Dengan demikian penyakit akibat kerja merupakan penyakit
yang artificial atau man mad disease.1-3
Faktor penyebab penyakit akibat kerja sangat banyak, tergantung pada
bahan yang digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja.
Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan antara
lain:
1.
2.
3.
4.
5.
Khusus
Indonesia,
penyakit-penyakit
infeksi
paru
masih
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Definisi
Silikosis dikenal juga dengan istilah miner's phthisis, grinder's asthma,
potter's rot, merupakan bentuk penyakit paru akibat pekerjaan yang disebabkan
karena menghirup debu silika secara kronik dan ditandai dengan adanya inflamasi
dan pembentukan jaringan parut dari lesi nodular pada lobus paru bagian atas.
Silikosis merupakan salah satu jenis dari pneumokoniosis.5
Hipokrates menguraikan kondisi breathlessness pada buruh tambang,
dan pada tahun 1690, Lohneiss menyebutkan tentang the dust and stones fall
upon the lungs, the men have lung disease, breathe with difficulty. Bernardo
Ramazzini mengistilahkan dengan miners phthisis. Penyakit paru akibat debu
ini telah dikenali dengan berbagai nama, seperti miners phthisis, dust
consumption, masons disease, grinders asthma, potters rot, dan
stonecutters disease. Secara keseluruhan diistilahkan dengan silikosis.6
Peacock dan Greenhow melaporkan tentang adanya debu silika pada paru
buruh tambang pada tahun 1860, dan 10 tahun kemudian, Visconti menggunakan
istilah silikosis untuk menjelaskan penyakit yang disebabkan oleh pemaparan
inhalasi terhadap silex. Pengenalan masalah pernafasan akibat debu terjadi pada
orang Yunani dan Romawi kuno. Agricola, pada pertengahan abad ke-16,
menuliskan tentang masalah paru dari inhalasi debu pada buruh tambang. Pada
tahun 1713, Bernardino Ramazzini menyebutkan tentang gejala-gejala asmatik
dan adanya substansi seperti pasar pada paru dari pekerja stone cutters. Seiring
dengan era industrialisasi, terjadi peningkatan produksi debu. Pneumatic hammer
drill diperkenalkan pada tahun 1897 sandblasting diperkenalkan pada tahun 1904,
keduanya berperan pada peningkatan prevalensi silikosis.7
2.2
Komponen Kimiawi
Silikon dioksida (silika, SiO2) merupakan senyawa yang umum ditemui
dalam kehidupan sehari-hari dan banyak digunakan sebagai bahan baku industri
elektronik. Silikon dioksida kristalin dapat ditemukan dalam berbagai bentuk
yaitu sebagai quartz, tridymite, dan cristobalit.2 Sejak tahun 2000, debu quartz
diketahui bersifat karsinogen bagi manusia yang ditetapkan oleh International
Agency for Research on Cancer (IARC).4 Silika memiliki dua bentuk spesifik dan
jelas: amorphous and crystalline (seperti dijelaskan pada Tabel 2.1 dan Tabel
2.2).2
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Penyebab
Silikosis biasanya disebabkan oleh pemaparan partikel debu yang
2.4
Riwayat Penyakit
Sifat fisik
Beberapa sifat fisik agen atau bahan yang terinhalasi sangat
mempengaruhi respons jaringan paru. Keadaan fisik seperti bentuk partikel
uap atau gas, ukuran dan densitas partikel, bentuk dan kemampuan penetrasi
mempengaruhi sifat migrasi dan reaksi tubuh. Sifat kelarutan partikel juga
berpengaruh, contohnya partikel tidak larut seperti asbestos dan silika
menyebabkan reaksi lokal sedangkan zat yang larut seperti mangan dan
berrylium mempunyai efek sistemik. Gas dan uap yang relatif tidak larut
seperti nitrogen oksida terinhalasi sampai saluran napas kecil sedangkan yang
larut seperti amonia dan sulfur dioksida seringkali mengendap di hidung dan
nasofaring. Sifat higroskopis partikel meningkatkan ukurannya bila melalui
saluran napas bawah. Sifat elektriksitas partikel juga menentukan letak
deposisi di saluran napas.1
2.
Sifat Kimia
Beberapa sifat kimia yang penting adalah sifat asam atau basa,
interaksi atau ikatan dengan substansi lain, sifat fibrogenisitas dan sifat
antigenisitas. Sifat asam atau basa suatu bahan berhubungan dengan efek
toksik pada silia, sel-sel dan enzim. Beberapa bahan mempunyai
kecenderungan berinteraksi dengan substansi dalam paru dan jaringan.
Karbonmonoksida dan asam sianida mempunyai efek sistemik sedangkan
komponen fluorin mungkin mempunyai efek lokal dan sistemik. Sifat
fibrogenisitas merupakan sifat suatu bahan menimbulkan fibrosis jaringan.
Debu fibrogenik adalah debu yang dapat menimbulkan reaksi jaringan paru
(fibrosis) seperti batubara, silika bebas dan asbes. Contoh debu nonfibrogenik
adalah debu besi, kapur, karbon dan timah. Sifat antigenisitas merupakan sifat
bahan untuk dapat merangsang antibodi, contohnya spora jamur bila
terinhalasi dapat merangsang respons imunologi.1
3.
Impaksi
Mekanisme impaksi adalah kecenderungan partikel tidak dapat
berubah arah pada percabangan saluran napas. Akibat hal tersebut banyak
partikel tertahan di mukosa hidung, faring ataupun percabangan saluran napas
besar. Sebagian besar partikel berukuran lebih besar dari 5 mm tertahan di
nasofaring. Mekanisme impaksi juga terjadi bila partikel tertahan di
percabangan bronkus karena tidak bisa berubah arah.
2.
Sedimentasi
Difusi
Difusi adalah gerakan acak partikel akibat kecepatan aliran udara.
Terjadi hanya pada partikel dengan ukuran kecil. Debu dengan ukuran 0,1
mm sampai 0,5 mm keluar masuk alveoli, membentur alveoli sehingga akan
tertimbun di dinding alveoli (gerak Brown).
dan batuk.
Garis pertahanan ke-2 yaitu cairan yang melapisi saluran napas dan alveoli
serta mekanisme bersihan silia (bersihan mukosiliar). Cairan tersebut
berfungsi sebagai pertahanan fisik dan kimia berisi bahan yang mempunyai
2.5
Patogenesis
Faktor utama yang berperan pada patogenesis silikosis adalah partikel
debu dan respons tubuh khususnya saluran napas terhadap partikel debu tersebut.
Komposisi kimia, sifat fisis, dosis dan lama pajanan menentukan dapat atau
mudah tidaknya terjadi silikosis. Sitotoksisitas partikel debu terhadap makrofag
alveolar memegang peranan penting dalam patogenesis pneumokoniosis. Debu
berbentuk quartz lebih sitotoksik dibandingkan yang sulit larut. Sifat kimiawi
permukaan partikel debu yaitu aktivitas radikal bebas dan kandungan besi juga
merupakan hal yang terpenting pada patogenesis silikosis.12
Patogenesis silikosis dimulai dari respons makrofag alveolar terhadap
debu yang masuk ke unit respirasi paru. Terjadi fagositosis debu oleh makrofag
dan proses selanjutnya sangat tergantung pada sifat toksisitas partikel debu.
Reaksi jaringan terhadap debu bervariasi menurut aktivitas biologi debu. Jika
pajanan terhadap debu anorganik cukup lama maka timbul reaksi inflamasi awal.
Gambaran utama inflamasi ini adalah pengumpulan sel di saluran napas bawah.
Alveolitis dapat melibatkan bronkiolus bahkan saluran napas besar karena dapat
menimbulkan luka dan fibrosis pada unit alveolar yang secara klinis tidak
diketahui. Sebagian debu seperti debu batubara tampak relatif inert dan
menumpuk dalam jumlah relatif banyak di paru dengan reaksi jaringan yang
minimal. Debu inert akan tetap berada di makrofag sampai terjadi kematian oleh
makrofag karena umurnya, selanjutnya debu akan keluar dan difagositosis lagi
oleh makrofag lainnya, makrofag dengan debu di dalamnya dapat bermigrasi ke
jaringan limfoid atau ke bronkiolus dan dikeluarkan melalui saluran napas. Pada
debu yang bersifat sitoktoksik, partikel debu yang difagositosis makrofag akan
10
campuran dan tidak beraturan terjadi pada pajanan debu campuran. Empat
gambaran respons patologi terlihat pada silikosis yaitu fibrosis interstisial, fibrosis
nodular, fibrosis nodular dan interstisial serta emfisema fokal dan pembentukan
makula.
2.6
Jenis
Terdapat tiga jenis silikosis, yaitu14:
1.
Silikosis kronis
Silikosis kronis merupakan bentuk silikosis yang paling umum
terjadi. Silikosis kronis terjadi akibat pemaparan sejumlah kecil debu silika
dalam jangka panjang (lebih dari 10 tahun). Nodul-nodul peradangan kronis
dan jaringan parut akibat silika terbentuk di paru-paru dan kelenjar getah
bening dada.2,4
2.
Silikosis akselerata
Silikosis akselerata terjadi setelah terpapar oleh sejumlah silika yang
lebih banyak selama waktu yang lebih pendek (5-15 tahun). Peradangan,
pembentukan jaringan parut dan gejala-gejalanya terjadi lebih cepat. Silikosis
akselerata berhubungan dengan berbagai macam gangguan autoimun.4
3.
Silikosis akut
Silikosis akut jarang terjadi tetapi bersifat sangat fatal yang terjadi
akibat pemaparan silikosis dalam jumlah yang sangat besar, dalam waktu
yang lebih pendek terutama partikel debu yang mengandung konsisteni tinggi
quartz. Paru-paru sangat meradang dan terisi oleh cairan, sehingga timbul
sesak nafas yang hebat dan kadar oksigen darah yang rendah.2,4
Pada silikosis simplek dan akselerata bisa terjadi fibrosif masif progresif.
Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang dapat terjadi pada silikosis akut meliputi dispnea,
mudah lelah, penurunan berat badan, demam, dan nyeri pleuritik. Perubahan
patologik pada silikosis akut meliputi pengisian rongga alveolar dengan materi
12
Demam.
2.
Batuk.
3.
4.
kronik
biasanya
tidak
berhubungan
dengan
infeksi
13
Diagnosis
Diagnosis silikosis ditegakkan adanya riwayat pemaparan silika yang
14
Pemeriksaan
Biasanya akan ditanyakan secara terperinci mengenai jenis pekerjaan,
hobi dan aktivitas lainnya yang kemungkinan besar merupakan sumber pemaparan
silika. Pemeriksaan yang dapat dilakukan, antara lain14:
1.
15
radiografi dada sesuai dengan sifat dan ukuran dan kekeruhan melihat sejauh
mana keterlibatan parenkim tersebut. Secara umum, kekeruhan linier terlihat
di asbestosis.
2.
3.
2.
Pemeriksaan Radiologis
Pada foto toraks tampak fibrosis interstisial difus, fibrosis kemudian
berlanjut dan terdapat pada lobus tengah dan bawah membentuk diffuse
ground glass appearance mirip edema paru.
Pemeriksaan Radiologis
Pada silikosis kronik yang sederhana, foto toraks menunjukkan
nodul terutama di lobus atas dan mungkin disertai klasifikasi. Pada bentuk
lanjut terthpat masa yang besar yang tampak seperti sayap malaikat (angels
wing). Sering terjadi reaksi pleura pada lesi besar yang padat. Kelenjar hilus
biasanya membesar dan membentuk bayangan egg shell calcification.
2.
16
2,4
silikosis bila diagnosis telah ditegakkan penyakit dapat terus berlanjut menjadi
fibrosis masif meskipun paparan dihilangkan. Bila faal paru telah menunjukkan
kelainan obstruksi pada bronkitis industri, berarti kelainan telah menjadi
ireversibel. Pengobatan umumnya bersifat simptomatis, yaitu mengurangi gejala.
Obat lain yang diberikan bersifat suportif. Untuk mencegah semakin
memburuknya penyakit, sangat penting untuk menghilangkan sumber pemaparan.
Terapi suportif terdiri dari obat penekan batuk, bronkodilator dan oksigen. Jika
terjadi infeksi, bisa diberikan antibiotik.10 Hal lain yang perlu dipertimbangkan
adalah:
1.
2.
Berhenti merokok.
3.
sehingga dianjurkan untuk menjalani tes secara rutin setiap tahun. Silika diduga
mempengaruhi sistem kekebalan tubuh terhadap bakteri penyebab TBC. Jika
hasilnya positif, diberikan obat anti TBC.
17
dapat dikontrol (seperti halnya dalam industri peledakan), maka pekerja harus
memakai peralatan yang memberikan udara bersih atau sungkup.
Pekerja yang terpapar silika, harus menjalani foto rontgen dada secara
rutin. Untuk pekerja peledak pasir setiap 6 bulan dan untuk pekerja lainnya setiap
2-5 tahun, sehingga penyakit ini dapat diketahui secara dini. Jika foto rontgen
menunjukkan silikosis, dianjurkan untuk menghindari pemaparan terhadap silika.
Jika seorang pekerja memiliki alergi terhadap debu, gunakanlah masker
agar terhindar dari kontak langsung dengan debu dan bawalah selalu obat alergi
debu, dan upayakan, kita selalu hidup bersih dan sehat.
2.12 Pencegahan
Tindakan pencegahan merupakan tindakan yang paling penting pada
penatalaksanaan penyakit paru akibat debu industri. Berbagai tindakan
pencegahan perlu dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit atau mengurangi
laju penyakit. Perlu diketahui apakah pada suatu industri atau tempat kerja ada
zat-zat yang dapat menimbulkan kelainan pada paru.13
Kadar debu pada tempat kerja diturunkan serendah mungkin dengan
memperbaiki teknik pengolahan bahan, misalnya pemakaian air untuk mengurangi
debu yang berterbangan. Bila kadar debu tetap tinggi pekerja diharuskan memakai
alat pelindung. Pengawasan terhadap di lingkungan kerja dapat membantu
mencegah terjadinya silikosis.
Jika debu tidak dapat dikontrol (seperti halnya dalam industri peledakan),
maka pekerja harus memakai peralatan yang memberikan udara bersih atau
sungkup. Pekerja yang terpapar silika, harus menjalani foto rontgen dada secara
rutin. Untuk pekerja peledak pasir setiap 6 bulan dan untuk pekerja lainnya setiap
2-5 tahun, sehingga penyakit ini dapat diketahui secara dini. Jika foto rontgen
menunjukkan silikosis, dianjurkan untuk menghindari pemaparan terhadap silika.
18
merawat rumah dan menjaga lingkungan sekitar supaya bersih dari kotoran
maupun debu.
Untuk penderita yang alergi terhadap debu dan penderita sedang
menjalani terapi pengobatan, peran keluarga disini adalah sebagai pengawas obatobatan dari si penderita. Keluarga juga berperan dalam upaya peningkatan asupan
gizi si paenderita, dengan memberikan makanan yang bergizi dan sehat.
19
BAB III
KESIMPULAN
Silikosis merupakan penyakit fibrotik paru yang fatal, ireversibel, dimana
debu silika dapat terus-menerus terhirup oleh saluran pernafasan. Silikosis
termasuk salah satu contoh dari penyakit akibat kerja. Penyakit akibat kerja adalah
penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun
lingkungan kerja.
Penyakit silikosis disebabkan oleh pencemaran debu silika bebas, berupa
SiO2, yang terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengendap. Silika
adalah unsur utama dari pasir, sehingga pemaparan biasanya terjadi pada buruh
tambang logam, pekerja pemotong batu dan granit, pekerja pengecoran logam,
pembuat tembikar. Penderita silikosis noduler simpel mengalami iritasi
(bronkitis). Penyakit ini memiliki periode latensi yang panjang dan secara klinis
dapat bermanifestasi sebagai penyakit akut, akselerasi, atau kronik.
Pemeriksaan yang dilakukan dengan rontgen dada (terlihat gambaran
pola nodul dan jaringan parut), tes fungsi paru, dan tes PPD (untuk TBC).
Pengobatan umumnya bersifat simptomatis, yaitu mengurangi gejala. Terapi
suportif terdiri dari obat penekan batuk, bronkodilator dan oksigen. Jika terjadi
infeksi, bisa diberikan antibiotik. Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan
cara kadar debu pada tempat kerja diturunkan serendah mungkin dengan
memperbaiki teknik pengolahan bahan, misalnya pemakaian air untuk mengurangi
debu yang berterbangan. Bila kadar debu tetap tinggi pekerja diharuskan memakai
alat pelindung. Pengawasan terhadap di lingkungan kerja dapat membantu
mencegah terjadinya silikosis.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Susanto, A. D. Pneumokoniosis. J Indon Med Assoc. 2011;61:503-510
2. Greenberg, M. I. Javier W., John C. Silicosis: A Review. Dis Mon
2007;53:394-416.
3. Rosenman, K. D., et al. Silicosis among Foundry Workers. Am J Epidemiol
1996; 144(9).
4. Thomas, C. R., Timothy R. K. A Brief Review of Silicosis in the United
States. Environmental Health Insights 2010;(4): 2126.
5. Djojodibroto, Darmanto. Kesehatan Kerja di Perusahaan. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 1999
6. Valiante, D.J., Schill D.P., Rosenman, K.D., et al. Highway Repair : A New
Silicosis Threat. American Journal of Public Health 2004; 94(5).
7. Kreiss K., Zhen, B. Risk of Silicosis in a Colorado Mining Community.
American Journal of Industrial Medicine, 1996; (30): 529-36.
8. Lahiri, S., Levenstein, C., Nelson, D.I., et al. The cost effectiveness of
occupational health intervensions: prevention of silicosis. American Journal
of Industrial Medicine, 2005; (23): 329-43.
9. U.S. Department of Labor Occupational Safety & Health Administration.
Silicosis. Supl 26: 3, 2005. http://www.cdc.gov/niosh/topics/silica [Diakses
10 Desember 2014]
10. Thomas, C.R., Kelley, T.R., A brief review of silicosis in the United States.
Environmental Health Insights, 2010; (4): 21-6.
11. James E.M., Clifton, R.L.,. What dental technicians need to know about
silicosis.
http://www.state.nj.us/health/eoh/survweb.html
[Diakses
10
September 2014]
12. Retnowulan, Winariani. Silikosis pada pekerja keramik, Majalah Kedokteran
Respirasi 2010, 1(1): 26-32.
13. Brown, T. Silica exposure, smoking, silicosis, and lung cancer-complex
interactions. Occupational Medicine 2009, (59): 89-95.
14. Vargas, M.M., Revueltaz, F.B. Silicosis and industrial bronchitis by exposure
to silica powders and cement. Rev Med Inst Mex Seguro Soc. 2013; 51(4):
384-9.
21