Disusun Oleh:
101511133216
PENDAHULUAN
Sumber daya manusia sebagai tenaga kerja dalam perusahaan tidak terlepas
dari terjadinya masalah yang berhubungan dengan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3). Masalah K3 di perusahaan dapat mengakibatkan kejadian penyakit
akibat kerja (PAK) dan kecelakaan akibat kerja (KAK). Penyakit Akibat Kerja
merupakan penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja. Faktor
risiko PAK antara lain meliputi golongan fisik, kimiawi, biologis atau psikososial
di tempat kerja. Faktor risiko PAK di dalam lingkungan kerja merupakan penyebab
yang pokok dan menentukan terjadinya penyakit akibat kerja. Faktor lain seperti
kerentanan individual juga dapat mempengaruhi perkembangan penyakit di antara
pekerja yang terpajan. Kejadian penyakit akibat kerja telah mendapat perhatian
pemerintah Indonesia dengan adanya Surat Keputusan Presiden Nomor 22 tahun
1993 yang telah menetapkan 31 macam penyakit yang timbul karena kerja. Organ
paru-paru dan saluran nafas adalah organ dan sistem tubuh yang paling terpajan
oleh bahan-bahan berbahaya di tempat kerja. Data dari World Health Organization
(WHO) menyebutkan bahwa penyakit pernafasan akut hingga kronis telah
menyerang 400-500 juta orang di negara berkembang dan pada tahun 2007 diantara
semua penyakit akibat kerja 30% sampai 50% adalah penyakit pneumoconiosis.
ILO (International Labour Organization) mendeteksi bahwa terdapat 40.000 kasus
baru pneumoconiosis atau penyakit saluran pernafasan yang disebabkan oleh
paparan debu di tempat kerja yang terjadi diseluruh dunia tiap tahunnya.
1.4 Manfaat
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan
lingkungan kerja. Faktor risiko PAK antara lain golongan fisik, kimiawi, biologis
atau psikososial di tempat kerja. Faktor tersebut di dalam lingkungan kerja
merupakan penyebab yang pokok dan menentukan terjadinya penyakit akibat kerja.
Faktor lain seperti kerentanan individual juga berperan dalam perkembangan
penyakit di antara pekerja yang terpajan. Faktor risiko terjadinya PAK adalah
sebagai berikut:
1. Golongan fisik
a. Kebisingan dapat mengakibatkan gangguan pada pendengaran sampai
dengan Non-induced hearing loss
b. Radiasi (sinar radio aktif) dapat mengakibatkan kelainan darah dan kulit
c. Suhu udara yang tinggi dapat mengakibatkan heat stroke, heat cramps, atau
hyperpyrexia. Sedangkan suhu udara yang rendah dapat mengakibatkan
frostbite, trenchfoot atau hypothermia.
d. Tekanan udara yang tinggi dapat mengakibatkan caison disease.
e. Pencahayaan yang tidak cukup dapat mengakibatkan kelahan mata.
Pencahayaan yang tinggi dapat mengakibatkan timbulnya kecelakaan.
2. Golongan kimia
a. Debu dapat mengakibatkan pneumokoniosis
b. Uap dapat mengakibatkan metal fume fever, dermatitis dan keracunan
c. Gas dapat mengakibatkan keracunan CO dan H2S d. Larutan dapat
mengakibatkan dermatitis
d. Insektisida dapat mengakibatkan keracunan
3. Golongan infeksi
a. Anthrax
b. Brucell
c. HIV/AIDS
4. Golongan fisiologis
Dapat disebabkan oleh kesalahan kontruksi, mesin, sikap badan yang kurang
baik, salah cara melakukan suatu pekerjaan yang dapat mengakibatkan
kelelahan fisik bahkan lambat laun dapat menyebabkan perubahan fisik pada
tubuh pekerja
5. Golongan mental
Dapat disebabkan oleh hubungan kerja yang tidak baik atau keadaan pekerjaan
yang monoton yang menyebabkan kebosanan.
2.2 Asbes
Asbes ditambang secara komersial di Amerika Serikat sejak akhir abad ke-
18, dan pemakaiannya meningkat drastis sejak Perang Dunia II. Sejak saat itu, asbes
mulai dipakai sebagai bahan baku industri. Chrysotile merupakan kelompok
serpentine yang menempati sekitar 95 % persediaan asbes dunia. Serat chrysotile
biasanya berwarna putih, menyerupai sutera, lentur dan cukup kuat. Chrysotile
terdiri dari serat-serat yang panjang cukup mudah dipintal untuk dijadikan benang-
benang tekstil. Penggunaan serat chrysotile bergantung pada ukuran panjang rata-
rata dan kekuatannya. Pemanfaatan utamanya adalah untuk pembuatan tekstil dan
kain-kain jenis lainnya. Di samping itu, serat chrysotile juga dipakai untuk produk-
produk lantai, pipa semen-asbes, kertas dan produk pelapis lainnya, produk untuk
atap, papan semenasbes, serta bahan-bahan untuk pelapisan dan plester. Jumlah
yang cukup signifikan juga digunakan dalam produksi plastik, tekstil dan bahan
pembalut. Sedang dalam jumlah yang terbatas digunakan dalam produk-produk
lainnya. Di seluruh dunia, industri konstruksi menggunakan sekitar 2/3 dari total
konsumsi bahan asbes. Pemanfaatan serat asbes terutama dikaitkan dengan sifatnya
yang khas, yaitu sangat kuat, tahan terhadap bahan kimia serta kemampuannya
bertahan pada temperatur tinggi. Asbes diketahui ada dalam kira-kira 3.000 produk
buatan pabrik. Secara umum, asbes merupakan jenis bahan yang cukup ringan,
tahan api serta kedap air.
2.4 Asbestosis
PEMBAHASAN
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah mengurangi faktor risiko sebelum terserang
penyakit. Hal tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:
a) Peraturan perundang-undangan
Terdapat Undang-Undang atau Peraturan yang mengatur tentang
masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia terdapat UU
No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan UU No. 14/1969
tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja.
b) Substitusi
Subsitusi yaitu mengganti bahan yang berbahaya dengan bahan yang
tidak berbahaya atau kurang berbahaya. Sebagai contoh adalah serat
asbes yang dapat menimbulkan asbestosis, kanker paru dan
mesotelioma, digantikan oleh serat buatan manusia seperti alumina.
c) Modifikasi proses produksi untuk mengurangi pajanan sampai tingkat
yang aman
d) Metode basah
Melakukan proses produksi dengan cara membasahi tempat produksi,
sehingga tidak menghasilkan debu dengan kadar yang tinggi.
e) Mengisolasi proses produksi
Bila bahan yang berbahaya tidak dapat dihilangkan, pajanan terhadap
pekerja dapat dihindari dengan mengisolasi proses produksi.
f) Ventilasi keluar
Bila proses isolasi produksi tidak bisa dilakukan, maka masih ada
kemungkinan untuk mengurangi bahan pajanan dengan ventilasi keluar
(exhaust ventilation). Metode ventilasi keluar telah berhasil digunakan
untuk mengurangi kadar debu di industri batubara dan asbes.
g) Alat Pelimdung Diri (APD)
Alat pelindung diri di sini bukan hanya sekedar masker, namun yang
terbaik adalah respirator. Respirator adalah suatu masker yang
menggunakan filter sehingga dapat membersihkan udara yang dihisap.
Ada 2 macam respirator, yaitu half-face respirator yang berfungsi
sebagai penyaring udara, dan full-face respirator yang berfungsi
sebagai penyaring udara dan pelindung mata.
2. Pencegahan Sekuder
Pencegahan sekunder adalah melakukan deteksi dini penyakit dan deteksi
dini pajanan zat yang dapat menimbulkan penyakit. Dilakukan pemeriksaan
berkala pada pekerja yang terpajan zat yang berisiko tinggi terjadinya
gangguan kesehatan. Pemeriksaan berkala dilakukan sejak tahun pertama
bekerja dan seterusnya.13 Surveilan medik adalah kegiatan yang sangat
mendasar, bertujuan untuk mendeteksi efek pajanan yang tidak diinginkan
sebelum menimbulkan gangguan fungsi pernapasan pekerja dan selanjutnya
dilakukan usaha-usaha untuk mencegah perburukan.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier berguna untuk mencegah penyakit bertambah buruk dan
mencegah penyakit menjadi menetap. Bila diduga telah terjadi penyakit atau
diagnosis telah ditegakkan, perlu secepat mungkin menghindarkan diri dari
pajanan lebih lanjut.
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Asbes (asbestos) adalah mineral-mineral berbentuk serat halus yang
termasuk bahan berbahaya. Terdapat berbagai ancaman paparan debu asbes
yang memberikan gambaran tentang resiko kerja yang dihadapi pekerja
yang terpapar asbes. Penyakit Asbestosis adalah penyakit akibat kerja yang
disebabkan oleh debu atau serat asbes yang mencemari udara. Debu asbes
banyak dijumpai pada pabrik dan industri yang menggunakan asbes, pabrik
pemintalan serat asbes, pabrik beratap asbes dan lain sebagainya.
Pemakaian asbes untuk berbagai macam keperluan kiranya perlu diikuti
dengan kesadaran akan keselamatan dan kesehatan lingkungan agar jangan
sampai mengakibatkan asbestosis. Sebaiknya perlindungan tenaga kerja
dapat dipenuhi, paling tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh
pemerintah. Program (K3) Keselamatan dan Kesehatan Kerja sangat
penting untuk dilaksanakan di perusahaan mengingat karakteristik bahan
asbes yang bersifat destruktif dan sangat berbahaya bagi kesehatan pekerja.
DAFTAR PUSTAKA
Akhadi, M. T. (2004). Dampak Radiologis Pelepasan Serat Asbes. Iptek Ilmiah
Populer, 67 – 76 .
Darmawan, A. (2013). Penyakit Sistem Respirasi Akibat Kerja . JMJ, 68-83.
Farioli, A. (2018). Temporal Patterns of Exposure to Asbestos and Risk of
Asbestosis AN ANalysis of a Cohort of Asbestosis Textile Workers.
JOEM, 536-541.
M.N, N. (2016). The relationship between work productivity and acute responses
at different levels of production standard times. International Journal of
Industrial Ergonomics, 59-68.
Perdana, A. (Jurnal MKMI). FAKTOR RISIKO PAPARAN DEBU PADA FAAL
PARU PEKERJA BAGIAN PRODUKSI PT. SEMEN TONASA
PANGKEP 2009 . Jurnal MKMI, 160-167.
Salawati, L. (2015). PENYAKIT AKIBAT KERJA DAN PENCEGAHAN .
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA .
Salawati, L. (2015). PENYAKIT AKIBAT KERJA OLEH KARENA PAJANAN
SERAT ASBES. JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA .
Samara, D. (2002). Asbes sebagai faktor risiko mesotelioma pada pekerja yang
terpajan asbes. Jurnal Kedokteran Trisakti.