Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KESEHATAN

DAN KESELAMATAN KERJA

Oleh:
D.III FISIOTERAPI TINGKAT 3

Dosen Pengampu :
Arpandjaman, SKM,S.ST.Ft,M.Adm.Kes

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR


JURUSAN FISIOTERAPI
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa yang
telah memberikan kesempatan, waktu, dan kelancaran kepada penyusun untuk
menyelesaikan makalah tentang “Kesehatan dan Keselamatan Kerja”
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dalam mencari ilmu
dan untuk para pembaca semua dalam menambah pengetahuan. Untuk itu,
diperlukan mengkritik yang disarankan dan saran yang sifatnya membangun guna
menyempurnakan makalah ini.
Kami ucapkan terima kasih banyak kepada pihak yang telah membantu
penulis dalam pembuatan makalah ini. Semoga amal baik semua pihak dibalas
oleh Allah SWT. dengan balasan yang berlipat ganda. Semoga makalah ini
bermanfaat khususnya bagi penulis dan para pembaca pada umumnya

Makassar, 21 Desember 2021


MATERI 1

(K3 PADA KASUS ASBESTOSIS)

OLEH: RAHMADANI
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini semakin disadari bahaya paparan debu asbes bagi
keselamatan dan kesehatan pekerja. Karena itu diperlukan kumpulan
peraturan tersendiri di bidang keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang
secara khusus mengatur pemakaian asbes.
Melalui petunjuk teknis upaya pencegahan, upaya pengendalian
dan upaya untuk memperkecil resiko terpapar debu asbes yang diberikan
dalam kumpulan peraturan bukan undang-undang yang mengatur aspek
K3 industri asbes ini (code of practice), Organisasi Ketenagakerjaan
Internasional (ILO) ikut mengupayakan perbaikan kondisi keselamatan
dan kesehatan kerja di tempat kerja yang mengandung asbes.
Bahayanya Asbestos bagi Kesehatan Pekerja tentunya perlu
disadari sejak dini. Masalah kesehatan yang satu ini telah mendapatkan
perhatian dari World Health Organization (WHO) selama bertahun- tahun
dan sudah pasti akan terus memberikan masalah yang signifikan bagi
banyak orang yang bekerja di lapangan. Mereka yang bekerja di lapangan
dan berhubungan dengan pekerjaan pembangunan akan memiliki potensi
besar untuk mengalami masalah yang satu ini. Menurut WHO sendiri ada
sekitar 107.000 orang meninggal setiap tahunnya karena masalah tersebut.
Banyak jenis penyakit yang terjadi disebabkan oleh beberapa
faktor, mulai dari kebiasaan, gaya hidup, sampai latar belakang pekerjaan.
Semuanya memberikan pengaruh terhadap kesehatan kita. Sebuah
penyakit yang berhubungan dengan para pekerja yang bekerja di
perusahaan Asbes atau pekerja bangunan dengan bahan bangunan tidak
dapat di hindari bisa saja para pekerja akan terpanjan partikel-partikel dari
bahan bangunan tersebut.
Asbestosis adalah suatu penyakit saluran pernapasan yang terjadi
akibat menghirup serat-serat asbes, dimana pada paru-paru terbentuk
jaringan parut yang luas. Asbestos terdiri dari serat silikat mineral dengan
komposisi kimiawi yang berbeda. Jika terhisap, serat asbes mengendap di
dalam dalam paru-paru, menyebabkan parut. Menghirup asbes juga dapat
menyebabkan penebalan pleura (selaput yang melapisi paru-paru).
Asbestosis yang dianggap sebagai salah satu bentuk
pneumokoniosis yang ditandai dengan keadaan fibrosis yang difus pada
jaringan interstisial paru. Keterpanjanan yang lama pada partikel-partikel
asbes yang terbawa oleh udaraakan menimbulkan plak serta tumor pada
pleura dan peritoneum. Asbestosis dapat terjadi 15 hingga 20 tahun
sesudah keterpajanan yang regular dengan asbes berakhir.
Asbes merupakan ko-karsinogen yang poten dan akan
meningkatkan risiko kanker paru ada para perokok. Pekerja pabrik asbes
yang memiliki kebiasaan merokok akan menghadapi risiko terkena kanker
paru 90 kali lipat dibanding perokok yang tidak pernah berhungan dengan
asbes. Serbuk asbes yang dihirup melalui hidung kita akan mengakibatkan
paru paru mengalami gangguan yang mengakibatkan penderitanya
mengalami sesak napas.

B. Rumusan masalah
Dari uraian latar belakang diatas, kami menarik rumusan masalah
untuk makalah ini sebagai berikut:
1. Apakah definisi dari asbestosis?
2. Apakah tanda dan gejala dari asbestosis?
3. Bagaimana etiologi dari asbestosis?
4. Bagaimana patofisiologi dari asbestosis?
5. Bagaimana komplikasi asbestosis?
6. Bagaimana metode pencegahan asbestosis?
7. Bagaimana penatalaksanaan asbestosis?
8. Bagaimana pemantauan debu asbes pada tempat kerja?
C. Tujuan & Manfaat
a. Tujuan umum
Pembuatan makalah ini adalah untuk membahas mengenai penyakit
asbestosis.
Tujuan Khusus
1) Menjelaskan definisi penyakit Asbestosis
2) Menjelaskan penyebab penyakit Asbestosis
3) Menjelaskan patofisiologi penyakit Asbestosis
4) Menjelaskan tanda dan gejala penyakit Asbestosis
5) Menjelaskan komplikasi penyakit Asbestosis
6) Menjelaskan penanganan penyakit Asbestosis
7) Menjelaskan pencegahan penyakit Asbestosis
8) Menjelaskan pemantauan debu asbes pada tempat kerja

b. Manfaat
Perbaikan dalam sistem K3 akan memberikan kontribusi dalam
peningkatan keselamatan penggunaan asbestos di Indonesia secara
umum dengan desain K3 yang bisa diterapkan penggunaan asbestos
di Indonesia dengan mempertimbangkan situasi lokal, permasalahan
saat ini dan faktor-faktor penentunya. Lebih jauh, desain yang ideal
tersebut berdasarkan studi kepustakaan dan praktik-praktik yang baik
di beberapa negara maju dianalisis untuk menunjukkan prinsip-
prinsip dan komponen-komponen utama yang diperlukan dalam
merancang sebuah sistem K3.
II. PEMBAHASAN
A. Definisi Asbestosis
Asbestosis adalah gangguan pernapasan disebabkan oleh
menghirup serat asbes dalam jangka waktu yang lama, ditandai dengan
pernafasan pendek yang diakibatkan oleh terbentuknya jaringan parut dan
terjadi kerusakan pada jaringan paru dan menurunkan fungsi paru.
Asbestosis disebabkan oleh debu asbes dengan masa latennya 10-
20 tahun. Jika terhisap, serat asbes mengendap di dalam dalam paru-
paru, mempengaruhi parenkim jaringan dari paru-paru, menjadi jaringan
parut. Menghirup asbes juga dapat menyebabkan penebalan pleura. Ini
terjadi setelah jangka panjang, paparan berat asbes, misalnya di
pertambangan. Asbestos terdiri dari serat silikat mineral dengan
komposisi kimiawi yang berbeda. Asbes adalah mineral yang dapat dijalin
seperti wol dan merupakan produk alam mineral yang diketahui tahan
terhadap panas dan korosi, tidak meneruskan arus listrik, tahan terhadap
asam kuat, serta merupakan serat yang kuat dan fleksibel, mudah dijalin
bersama-sama dan digunakan secara luas di dalam bangunan dan pabrik-
pabrik industri. Terdapat beberapa jenis kristal debu asbestosis :
1. Chrysotile
2. Crocidolite
3. Anthrophylite
4. Tremolite
5. Actinolite
Yang paling banyak digunakan adalah asbestos golongan chrysotile,
karena seratnya panjang dan paling kuat. Walaupun asbestos tidak lagi
dipakai sebagai penyekat, zat ini masih menjadi sorotan karena adanya
bahaya yang berasal dari bangunan yang sekatnya menggunakan asbestos.

B. Etiologi Asbestosis
Umumnya debu masuk kedalam paru-paru pada saat kita menarik
nafas. Hal ini tergantung pada ukuran debu yang terhirup. Semakin kecil
ukuran debu yang masuk melalui saluran pernapasan, maka semakin besar
pula resiko terjadinya penimbunan debu dalam paru-paru. Ukuran debu
sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit pada saluran pernapasan.
Debu dengan ukuran 5-10 mikron akan tertahan oleh saluran pernapasan
atas, 3-5 mikron akan tertahan oleh saluran pernapasan bagian tengah, 1-3
mikron akan sampai di permukaan alveoli, 0,5-1 mikron hinggap di
permukaan alveoli/selaput lendir sehingga menyebabkan fibrosis paru,
sedangkan 0,1-0,5 mikron melayang dipermukaan alveoli.
Asbestosis disebabkan oleh terhirupnya serat asbes (panjang 50
mikron atau lebih dan diameter 0,5 mikron atau kurang), oleh serat asbes,
dimana serat asbes sukar untuk dihancurkan, bahkan oleh makrofag.
Ketika makrofag mencoba untuk mencernakan serat asbes, sering
mengalami kegagalan sebab seratnya terlalu kuat dan ikatan rantainya
sangat kuat untuk diuraikan. Faktor resiko terjadinya asbestosis adalah:
1. Orang-orang yang bekerja di industri pengelolaan, pertambangan,
penenunan, pemintalan asbes dan reparasi tekstil dengan produk-
produk yang mengandung asbes.
2. Pemaparan pada keluarga pekerja asbes terjadi dari partikel yang
terbawa ke rumah di dalam pakaian pekerja
3. Perokok tembakau lebih cenderung menderita penyakit yang
berhubungan dengan asbes dibandingkan non-perokok Harapan
hidup perokok lebih pendek dibandingkan non-perokok. Asbestos
pekerja yang berhenti merokok, dalam 5-10 tahun dapat
mengurangi risiko kematian kanker paru-paru oleh sekitar satu
setengah sampai satu sepertiga dari rekan-rekan mereka yang terus
merokok.

C. Patofisiologi Asbestosis
Serat asbes yang terinhalasi akan terdeposisi di dinding bronkus (dari
cabang bronkus utama sampai bronkiolus respiratorius dan alveoli). Serat
asbestos akan menyebabkan cedera sel epitel dan sel makrofag alveolar
yang berusaha memfagosit serat. Beberapa serat akan masuk ke dalam
jaringan intersisium melalui penetrasi yang dibawa oleh makrofag atau
epitel. Makrofag yang telah rusak akan mengeluarkan reactive oxygen
species (ROS) yang dapat merusak jaringan dan beberapa sitokin,
termasuk tumor necrosis factor (TNF), interleukin 1, dan metabolit
asam arakidonat yang akan memulai inflamasi alveoli (alveolitis). Sel
epitel yang terganggu juga mengeluarkan sitokin. Gangguan asbestos
berskala kecil tidak akan menimbulkan gangguan setelah inflamasi
terjadi. Namun bila serat terinhalasi dalam kadar lebih tinggi, alveolitis
akan terjadi lebih intens, menyebabkan reaksi jaringan yang lebih hebat.
Reaksi jaringan ini menyebabkan fibrosis yang progresif, yaitu
pengeluaran sitokin profibrosis seperti fibronektin, fibroblast growth
factor, platelet-derived growth factor, dan insulin-like growth factor yang
akan menyebabkan sintesis kolagen.
Pada pemeriksaan roentgen dapat ditemukan beberapa gambaran
radioopak kecil linier iregular, lebih banyak di basal paru. Berdasarkan
klasifikasi ILO (International Labour Organization) 1980, “gambaran
opak kecil iregular” adalah bayangan linier irregular di parenkim paru
dan mengaburkan gambaran bronkovaskular paru. Ada tiga tingkatan
gambaran roentgen sesuai dengan perjalanan asbestosis:
1. Pada tahap awal, dapat diperoleh gambaran pola reticular pada basal
paru, ground-glass appearance, yang dapat menggambarkan proses
alveolitis dan fibrosis intersisial.
2. Tahap kedua ditandai dengan peningkatan bayangan opak kecil
iregular menjadi pola intersisial yang luas. Pada tahap ini gambaran
dapat mengaburkan batas jantung atau shaggy heart border

3. Pada tahap akhir, dapat menjadi pola intersisial kasar dan honey-comb
pada paru atas, namun gambaran ini jarang ditemukan, selain itu
sering ditemukan pula penebalan pleura berupa plak pleura disertai
fibrosis paru biasanya di lapangan paru bawah, terutama paru kiri di
sekitar parakardial yang menutupi batas jantung kiri.

D. Tanda dan Gejala Asbestosis


Gejala asbestosis biasanya akan timbul 20 tahun setelah pajanan awal,
muncul secara bertahap dan baru muncul hanya setelah terbentuknya
jaringan parut dalam jumlah banyak dan paru-paru kehilangan
elastisitasnya. Tanda dan gejala yang terjadi, meliputi:
 Dispnea d’effort (dipsnea atau sesak nafas ketika melakukan aktivitas
fisik).
 Dipnea pada saat istirahat pada fibrosis paru yang luas
 Batuk hebat yang non prooduktif pada pasien bukan perokok
 Batuk produktif pada pasien perokok
 Jari tangan tabuh (clubbed fingers) pada hipoksia kronis
 Nyeri dada (yang sering bersifat pleuritic) akibat iritasi pleura
 Infeksi saluran nafas yang kambuhan ketika mekanisme pertahanan
paru sudah mulai mengalami kegagalan
 Pleural friction rub akibat fibrosis
 Ronki basah atau crackles pada auskultasi, bunyi ini disebabkan oleh
gerakan udara nafas melewati sputum yang kental.
 Penurunan pengembangan (inflasi) paru akibat kekakuan jaringan
paru
 Efusi pleura rekuren akibat fibrosis
 Penuruan FEV (Forced Expiratory Volume) akibat penurunan alveoli
paru
 Penurunan kapasitas vital akibat perubahan fibrotik.
Meskipun jarang, asbes juga bisa menyebabkan tumor pada pleura
yang disebut mesotelioma atau pada selaput perut yang disebut
mesotelioma peritoneal.

E. Komplikasi Asbestosis
Komplikasi yang dapat terjadi pada pajanan penyakit asbestosis,
meliputi hal-hal sebagai berikut:
 Fibrosis paru akibat progesivitas asbestosis
 Gagal napas
 Hipertensi pulmoner
 Kor pulmoner

F. Penatalaksanaan Asbestosis
Penyakit ini tidak dapat diobati, pengobatan yang diberikan berupa
pengobatan simtomatik dan menghentikan paparan asbes lebih lanjut.
Maka dilakukan perawatan yang bertujuan untuk membantu pasien dapat
bernapas dengan mudah, mencegah infeksi pernapasan, dan mencegah
komplikasi lebih lanjut.
Yang perlu adalah pencegahan, yaitu menghentikan atau
menghindari Pajanan asbestos. Para pekerja yang berisiko tinggi terhadap
asbestosis, sangat dianjurkan agar melakukan pemindaian (screening)
kesehatan minimal satu kali dalam satu tahun
 Fisioterapi dada (batuk secara terkontrol dan drainase postural dengan
perkusi serta vibrasi dada) untuk membantu mengurangi tanda dan
gejala respirasi dan mengelola keadaan hipoksia serta kor pumonale.
 Terapi aerosol untuk mengencerkan lendir.
 Pemberian obat-obat mukolitik inhalasi untuk mengencerkan dan
mengalirkan secret.
 Peningkatan asupan cairan hingga 3L per hari.
 Pemberian antibiotic untuk mengatasi infeksi traktus respiratorius.
 Pemberian oksigen untuk mengurangi hipoksia.
 Kemungkinan pemberian deuretik untuk mengurangi edema,
pemebrian digoksin untuk meningkatakan curah jantung, dan
pembatasan asupan garam untuk mencegah retensi cairan pada pasien
kor pulmonale.

G. Pencegahan Asbestosis
Asbestosis dapat dicegah dengan mengurangi kadar serat dan
debu asbes di lingkungan kerja. Alat pelindung diri yang terbaik adalah
respirator. Respirator adalah suatu masker yang menggunakan filter
sehingga dapat membersihkan udara yang dihisap. Ada 2 macam
respirator, yaitu yang half-face respirator, di sini berfungsi hanya sebagai
penyaring udara, dan full-face respirator, yaitu sekaligus berfungsi
sebagai pelindung mata.
Untuk mengurangi risiko terjadinya kanker paru-paru, kepada para
pekerja yang berhubungan dengan asbes, dianjurkan untuk berhenti
merokok. Sementara itu guna menghindari sumber penyakit yang akan
tersebar pada pihak keluarga, disarankan setiap pekerja untuk mencuci
pakaian kerjanya di pabrik, dan menggantinya dengan pakaian bersih
untuk kembali ke rumah. Sehingga semua pakaian kerja tidak ada yang
dibawa pulang, dan pekerja membersihkan diri atau mandi sebelum
kembali kerumah masing-masing.

H. Pemantauan Debu Asbes di Tempat Kerja


- Secara Umum

 Konsentrasi debu asbes harus diukur di semua tempat kerja


yang beresiko terpapar debu asbes.
 1. Untuk mengidentifikasi sumber-sumber emisi debu asbes dan
untuk menentukanderajat paparan debu asbes, pemantauan
statis maupun pemantauan diri sendiri wajib dilakukan pada
saat asbes atau produk yang mengandung asbes diproduksi,
diolah atau digunakan dengan cara sedemikian rupa sehingga
asbes atau produk berasbes itu mengeluarkan/ menghasilkan
debu asbes.
2. Analisa bahan dalam jumlah besar wajib dilakukan apabila data
komposisi bahan tidak tersedia.
 Pembuat produk-produk yang mengandung asbes wajib
memberikan rincian hasil pemantauan paparan debu asbes
sebagai tolok ukur dari penggunaan (termasuk penyalahgunaan)
produk- produk tersebut; data hasil pemantauan tersebut wajib
diberitahukan kepada para pemakai produk sehingga, apabila
data tersebut dianggap memadai, mereka tidak perlu melakukan
pemantauan sendiri.

- Pemantauan Statis
1. Untuk mendapatkan indikasi mengenai distribusi ruang dan
waktu debu asbes [radius dan lama paparan] di lapisan udara di
tempat kerja, wajib diambil sampel udara:
(a) di dekat sumber emisi untuk mengevaluasi konsentrasi
debu atau untuk mengevaluasi standar kinerja tombol-tombol
pengatur kerja mesin/ perlengkapan yang ada.
(b) Di berbagai tempat di lingkungan daerah kerja
untuk mengukur penyebaran debu asbes; dan

- Dari daerah-daerah kerja yang biasanya memang terpapar debu


asbes.

- Pemantauan Diri Sendiri


1. Untuk mengetahui besar kecilnya resiko pekerja terkena debu
asbes, tiap-tiap pekerja diwajibkan mengumpulkan sendiri udara
yang dihembuskannya keluar ketika bernafas ke dalam kantong-
kantong sampel (sampler) yang disediakan untuk keperluan ini
pada saat pekerja yang bersangkutan sedang melakukan
pekerjaannya.
2. Meskipun konsentrasi debu asbes bervariasi dari satu jenis
kegiatan kerja atau tahapan kerja ke kegiatan atau tahapan kerja
lainnya, pengambilan sampel debu asbes melalui hembusan nafas
pekerja harus dilakukan dengan cara yang sedemikian rupa
sehingga tingkat rata-rata dan tingkat maksimum pekerja terpapar
debu asbes dapat ditentukan.
3. (a) Pengambilan sampel diri sendiri sebagaimana dimaksud dalam
1 dan 2 wajib dilakukan berkali-kali pada saat yang berbeda-beda
sepanjang pergantian waktu kerja (shift). Bilamana perlu,
pengambilan sampel jangka pendek dapat dilakukan sebagai
tambahan pada saat emisi debu asbes sedang mencapai puncaknya.
(b) Tingkat resiko terpapar debu asbes untuk jenis-jenis pekerjaan
tertentu atau untuk kategori pekerjaan tertentu harus disusun
berdasarkan data yang dikumpulkan dari sampel-sampel udara
yang diambil pada saat dilakukannya berbagai jenis kegiatan kerja
dan menurut lamanya pekerja terpapar debu asbes pada waktu
melakukan jenis-jenis kegiatan kerja tersebut.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Asbestosis adalah gangguan pernapasan disebabkan oleh
menghirup serat asbes mengakibatkan terbentuknya jaringan parut dan
terjadi kerusakan pada jaringan paru. Serat asbes yang terinhalasi akan
terdeposisi dari cabang bronkus utama sampai bronkiolus respiratorius
dan alveoli. Serat asbestos akan menyebabkan cedera sel epitel.
Gejala asbestosis biasanya akan timbul 20 tahun setelah
pajanan awal. Gejala yang ditemukan adalah munculnya dispnea saat
beraktivitas, batuk kering persisten, rasa sesak dan nyeri pada dada.
Penyakit ini tidak dapat diobati, pengobatan yang diberikan berupa
pengobatan simtomatik. Menghentikan paparan asbes lebih lanjut.
Asbestosis dapat dicegah dengan mengurangi kadar serat dan debu asbes
di lingkungan kerja.

Anda mungkin juga menyukai