Anda di halaman 1dari 21

DAFTAR ISI

Judul ..............................................................................................................i

Daftar isi.........................................................................................................1

BAB I : PENDAHULUAN............................................................................2

1.1 Latar belakang................................................................................2

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA..................................................................4

2.0 Patogenesis Pneumokoniosis............................................................4

2.1 Asbestosis.........................................................................................5

2.2 Silikosis............................................................................................7

2.3 Coal Workers' Pneumoconiosis, Black Lung...................................9

2.4 Berylliosis .....................................................................................11

2.6 Farmers' Lung Disease Dan Bagassosis ........................................14

2.7 Penyakit Antrakosis.......................................................................16

2.8 Pneumonitis Kimia.........................................................................17

2.9 Pneumonitis Hipersensitivitas .......................................................19

BAB III : PENUTUP...................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................21

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Penyakit paru lingkungan yang disebabkan oleh inhalasi kronis debu


inorganik ataupun bahan-bahan partikel yang berasal dari udara lingkungan atau
tempat kerja disebut pneumokoniasis. Yang menimbulkan pneumokoniosis
kebanyakan adalah debu: asbes, silika, batu bara, berilium, bauksit, besi/baja dan
lain-lain. Pesatnya perkembangan industri beserta produknya memiliki dampak
positif terhadap kehidupan manusia berupa makin luasnya lapangan kerja,
kemudahan dalam komunikasi dan transportasi dan akhirnya juga berdampak pada
peningkatan sosial ekonomi masyarakat. Disisi lain dampak negatif yang terjadi
adalah timbulnya penyakit akibat pajanan bahan-bahan selama proses industri atau
dari hasil produksi itu sendiri. Timbulnya penyakit akibat kerja telah mendapat
perhatian dari pemerintah Indonesia, berdasarkan Surat Keputusan Presiden
Nomor 22 tahun 1993 telah ditetapkan 31 macam penyakit yang timbul karena
kerja.

Berbagai macam penyakit yang timbul akibat kerja, organ paru dan
saluran nafas merupakan organ dan sistem tubuh yang paling banyak terkena oleh
pajanan bahan-bahan yang berbahaya di tempat kerja. Penyakit paru akibat kerja
merupakan penyakit atau kelainan paru yang terjadi akibat terhirupnya partikel,
kabut, uap atau gas yang berbahaya saat seseorang sedang bekerja. Tempat
tertimbunnya bahan-bahan tersebut pada saluran pernafasan atau paru dan jenis
penyakit paru yang terjadi tergantung pada ukuran dan jenis yang terhirup.
Beberapa jenis partikel yang di antaranya bisa menyebabkan penyakit paru yaitu
partikel organik dan anorganik. Selain itu gas dan bahan aerosol lain seperti gas
dari hidrokarbon, bahan kimiawi insektisida, serta gas dari pabrik plastik dan hasil
pembakaran plastik. Masa waktu untuk timbulnya penyakit ini cukup lama, waktu
yang terpendek adalah lima tahun. Partikel anorganik yang jika terhirup dalam

2
jumlah banyak dapat pula menimbulkan gangguan paru, hal ini banyak terjadi
pada pekerja di pabrik semen, asbes, keramik dan tambang.

Di Indonesia, penyakit atau gangguan paru akibat kerja yang disebabkan


oleh debu diperkirakan cukup banyak, meskipun data yang ada masih kurang.
Hasil pemeriksaan kapasitas paru yang dilakukan di Balai HIPERKES dan
Keselamatan Kerja Sulawesi Selatan pada tahun 1999 terhadap 200 tenaga kerja
di delapan perusahaan, diperoleh hasil sebesar 45% responden yang mengalami
restrictive (penyempitan paru), 1% responden yang mengalami obstructive
(penyumbatan paruparu), dan 1% responden mangalami combination (gabungan
antara restrictive dan obstructive). Debu yang terhirup oleh tenaga kerja dapat
menimbulkan kelainan fungsi atau kapasitas paru. Kelainan tersebut terjadi akibat
rusaknya jaringan paru-paru yang dapar berpengaruh terhadap produktivitas dan
kualitas kerja.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.0 Patogenesis Pneumokoniosis

Sesudah debu inorganik dan bahan pertikel terinhalasi akan melekat pada
permukaan mukosa saluran napas (bronkiolus respira-torius, duktus alveolaris dan
alveolus) karena tempat tersebut basah sehingga mudah ditempeli debu. Pada
awalnya paru memberikan respons berupa inflamasi dan fagositosi s terhadap
debu tadi oleh makrofag alveolus. Makrofrag memfagositosis debu dan membawa
partikel debu ke bronkiolus terminalis. Di situ dengan gerak mukosiliar debu
diusahakan keluar dari paru. Sebagian partikel debu diangkut ke pembulub limfe
sampai limfonodi regional di hilus paru. Bila paparan debu banyak, di mana gerak
mukosiliar sudah tidak mampu bekerja, maka debu/partikel akan tertumpuk di
permukaan mukosa saluran napas, akibatnya partikel debu akan tersusun
membentuk anyaman kolagen dan fibrin dan akibatnya paru (saluran napas)
menjadi kaku sehingga compliance paru menurun.

Penyakit paru akibat tertimbunnya debu/partikel di paru atau saluran napas


disebut pneumokoniosis. Sesudah terjadi pneumokoniosis, misalnya paparan debu
sudah berhenti, maka fibrosis paru yang telah terjadi tidak dapat hilang. Debu
silika mempunyai sifat yang lain. Debu silika yang terhirup udara napas sampai di
mukosa saluran napas yang terfagositosis oleh makrofag dapat memberikan efek
toksis pada makrofag yang memfagositosis debu silika tadi. Makrofag tadi
mengalami desintegrasi dan mengeluarkan bahan-bahan kimia yang dapat
mengaktifkan makrofag yang lain. Bila makrofag baru (aktif) dan memfagositosis
partikel debu silika, dia akan mengalami proses serupa dan seterusnya. Karena
makrofag banyak rusak, menyebabkan daya tahan individu berkurang, dan
mungkin inilah yang menyebabkan pasien silikosis mudah terinfeksi kuman
tuberkulosis dan terbentuk siliko-tuberkulosis. Beberapa partikel debu (asbes,
silika, batu bara) mempunyai kemampuan menembus interstitium. Dengan
lanjutnya penyakit, alveolus dan kapiler paru yang berdekatan menjadi rusak dan
diganti fibrosis atau struktur seperti kista. Beberapa kista yang terbentuk, masing-

4
masing berdiameter 1 cm, membentuk bangunan seperti sarang lebah.
Pada kasus berat dan umumnya yang terjadi pada asbestosis terjadi
penebalan fibrotik dan kalsifikasi pleura membentuk fibrocalcific pleural plaques.
Kelainan patologis ini sering juga mengenai diafragma. Beberapa bahan iritan
dalam lingkungan ada pula yang bersifat karsinogenik. Secara umum dapat
dikatakan bahwa pneumokoniosis menimbulkan penyakit paru restriktif Oleh
karena debu inorganik dan baban-bahan partikel dapat tertumpuk di saluran napas
kecil, yang dapat menimbulkan inflamasi kronis, atau pembengkakan di situ,
maka dapat terjadi obstruksi bronkus atau timbul penyakit paru obstruktif. Dapat
pula pada suatu kasus pneumokoniosis terdapat kombinasi kelainan obstruktif dan
restriktif. Beberapa penyakit paru akibat paparan debu. inorganik, meliputi:
asbestosis, silikosis, coal workers' pneumokoniosis, beryl-liosis, bauxite
pneumokoniosis, siderosis dan lain-lain.

2.1 Asbestosis

Penyakit ini timbul merupakan respons paru (berupa fibrosis/pneumonitis


interstitialis) sebagai akibat inhalasi debu (serabut) asbestos, Umumnya asbestosis
berupa fibrosis interstitialis paru. Manifestasi paru lainnya : fibrosis dan efusi
pleura, pleural plaques, mesotelioma pleura/ peritoneum, karsinoma paru, karsi-
noma laring, karsinoma saluran cerna dan sebagainya. Paparan debu asbestos
sering terjadi pada pekerja pabrik yang menggunakan bahan baku atau peralatan
yang mengandung asbestos. Sesudah seorang (pekerja) terpapar debu asbestos,
ada periode laten (bervariasi satu sampai beberapa tahun), baru timbul perubahan
pada saluran napas atau paru. Individu yang bisa terkena paparan debu asbestos
iaIah pekerja atau orang di sekitar pabrik tersebut atau isteri di rumah yang
mencuci baju suami yang terpapar debu asbestos di tempat kerja. Nilai ambang
batas debu asbestos di udara adalah 2 serabut/ cm/berat badan/jam. Menentukan
nilsi umbang batas ini sangat sulit. Sesudah debu asbestos terhirup oleh seseorang
akan terdeposisi di dinding bronkus (dari cabang bronkus utama sampai
bronkiolus respiratorius dan alveoli). Makrofag akan memfagositosis debu
asbestos, tetapi bila pembersihannya tidak sempurna, timbul reaksi berupa
pembentukan fibrosis di dinding bronkus. Tingkatan timbulnya fibrosis

5
tergantung pada banyaknya debu yang terpapar. Bila timbunan debu asbestos
sedikit, reaksi jaringan terbatas dan penyakit yang timbul (asbestosis) dapat ringan
atau tidak progresip. Bila banyak debu tertimbun, maka reaksi jaringan amat
hebat, sehingga timbul penyakit paru kronis progresif. Kelihatannya terdapat
hubungan antara dosis paparan debu dengan respons paru yang timbul. Prevalensi
timbulnya asbestosis parenkimal paru meningkat sebanding dengan lama dan
intensitas paparan debu asbestos. Kelainan paru yang sering terjadi adalah pada
lobus bawah paru. Mekanisme selular timbulnya fibrosis atau karsinoma paru
tidak jelas. Reaksi pleura dapat berupa : reaksi eksudatif difus, pleural plaques
pada pleura parietalis atau mesotelioma maligna.

a. Penyebab

Menghirup serat asbes bisa menyebabkan terbentuknya jaringan parut


jaringan paru-paru yang membentuk fibrosis tidak dapat mengembang dan
mengempis sebagaimana mestinya. Beratnya penyakit tergantung kepada lamanya
pemaparan dan jumlah serat yang terhirup. Pemaparan asbes bisa ditemukan di
industri pertambangan dan penggilingan, konstruksi dan industri lainnya.
Pemaparan pada keluarga pekerja asbes juga bisa terjadi dari partikel yang
terbawa ke rumah di dalam pakaian pekerja. Penyakit-penyakit yang disebabkan
oleh asbes diantaranya: - Plak pleura - Mesotelioma maligna - Efusi pleura.

b. Gejala Klinis

Gejala asbestosis muncul secara bertahap dan baru muncul hanya setelah
terbentuknya jaringan parut dalam jumlah banyak dan paru-paru kehilangan
elastisitasnya. Gejala pertama adalah sesak napas ringan dan berkurangnya
kemampuan untuk melakukan gerak badan. Sekitar 15% penderita, akan
mengalami sesak napas yang berat dan mengalami kegagalan pernapasan.
Mesotelioma yang disebabkan oleh asbes bersifat ganas dan tidak dapat
disembuhkan. Mesotelioma umumnya muncul setelah terpapar krokidolit, satu
dari 4 jenis asbes. Amosit, jenis yang lainnya, juga menyebabkan mesotelioma.
Krisotil mungkin tidak menyebabkan mesotelioma tetapi kadang tercemar oleh

6
tremolit yang dapat menyebabkan mesotelioma. Mesotelioma biasanya terjadi
setelah pemaparan selama 30-40 tahun.

c. Diagnosa

Pada pemeriksaan fisik dengan menggunakan stetoskop, akan terdengar


suara ronki. Untuk memperkuat diagnosis, biasanya dilakukan pemeriksaan
rontgen dada, tes fungsi paru-paru dan CT scan paru.

d. Pengobatan

Pengobatan suportif untuk mengatasi gejala yang timbul adalah


membuang lendir/dahak dari paru-paru melalui prosedur postural drainase,
perkusi dada dan vibrasi. Diberikan obat semprot untuk mengencerkan lendir.
Mungkin perlu diberikan oksigen. Kadang dilakukan pencangkokan paru-paru.
Mesotelioma berakibat fatal, kemoterapi tidak banyak bermanfaat dan
pengangkatan tumor tidak menyembuhkan kanker.

2.2 Silikosis

Silikosis merupakan suatu penyakit parenkim paru berupa fibrosis paru


difus akibat inhalasi, retensi dan reaksi parenkim paru terhadap debu atau kristal
silika (SiO^). Debu silika yang bisa terhirup udara napas mempunyai ukuran
partikel debu 0,5-5 um, berasal dari berbagai aktivitas, misalnya pemotongon
batu, pabrik keramik, tambang batu kapur, dan Iain-Iain. Bentuk debu silika
misalnya : 1). quartz (silika bebas, paling banyak di alam), dan 2). crystalline
(crystobalite dan tridymite), sangat jarang di alam, tetapi sering terbentuk karena
pekerjaan pabrik. Dikenal ada tiga macam bentuk silikosis, 1). Silikosis kronis,
biasanya paparan debu silika terjadi lebih dari 15 tahun sebelum timbul gejala
atau perubahan radiologis, 2). Silikosis cepat, perubahan terjadi dalam waktu 5-15
dan 3). Silikosis akut, perubahannya terjadi dalam waktu 5 tahun atau kurang.
Pada silikosis kronis terdapat kelainan patologis berupa nodul (khas untuk
silikosis), terdiri : jaringan hialin tersusun konsentris, dikelilingi kapsul selular
(makrofag, sel plasma, dan fibroblas), isi nodul adalah silika. Lokasi nodul iaIah
jaringan interstitial sekitar bronkiolus terminalis, dengan ukuran 2-6 mm. Nodul

7
dapat bersatu, membentuk massive conglomerate lesion, jaraug membentuk
kavitas (kecuali bila ada infeksi tuberculosis bersama).
Nodul merupakan bentuk akhir respons paru (pertahanan makrofag
alveolus terhadap paparan debu silika di jaringan paru. Pada silikosis cepat,
perkembangan penyakit sama dengan pada silikosis kronis tetapi jalannya lebib
cepat. Sering terjadi infeksi tuberkulosis, dan juga sering terjadi autoimun disease
(skleroderma). Pada silikosis akut terjadi gambaran klinik kurang dari 5 tahun
sesudah paparan masif debu silika. Gejala predominan pada paru bagian bawah.
Histopatologis mirip dengan pulmonary alveolar proteinosis. Kelainan
ekstrapulmonal dapat mengenai ginjal dan hati. Penyakit dapat mengalami
progresivitas dan timbul gagal napas dan berakhir kematian.

a. Manifestesi Klinik

silikosis ada dua bentuk, yaitu 1). Silikosis simpel (simple silicosis) dan
2). Silikosis kumpleks. Silikosis simpel, biasanya asimtomatik, bila ada
sputum/batuk mungkin karena pengaruh rokok atau debu lain. Kelainannya pada
basal paru. Gejalanya dapat progresif adanya batuk, sesak napas, serta kelainan
faal paru tipe restriktif Pasien mempunyai risiko tinggi terjadi infeksi (terutama
infeksi tuberkulosis). Mekanisme timbulnya infeksi tuberkulosis belum jelas. Bila
penyakitnya memberat dapat timbul sesak napas saat aktivitas. Nodul silikosis
terjadi terutama di lobus atas paru dan dapat mengalami kalsifikasi. Silikosis
kompleks merupakan lanjutan dari silikosis simpel, bila penyakit mengalami
progresivitas atau menderita infeksi tuberkulosis atau jamur paru. Pada keadaan
ini noduls silikosis yang sebelumnaya terpisah dapat bergabung menjadi satu
(membentuk massa fibrosis yang besar), dapat menyebabkan distorsi paru.
Silikosis kompleks dapat menjadi fibrosis masif progresif, sering menimbulkan
kelainan faal paru tipe campuran (restriktif dan obstruktif). Reaksi pleura dapat
timbul dekat nodul yang besar tadi. Kelenjar limfe hilus dapat membesardan
kalsifikasi.

8
b. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan atas dasar: 1). Adanya riwayat inhalasi debu silika,
2). Adanya gambaran radiologis abnormal, dan 3). Adanya kelainan faal paru
(restriktif, obstruktif atau campuran). Problem diagnostik adalah bila timbul
komplikasi (timbulnya infeksi pyogenik, jamur atau tuberkulosis) dan pada
keadaan lanjut dapat timbul penyakit kolagen (skleroderna, rematoid artritis).

c. Pengobatan

Pengobatan definitif tephadap silikosis tidak ada. Bila terdapat infeksi sekunder
berikan terapi yang sesuai. Infeksi piogenik berikan antibiotik yang sesuai secara
empirik, infeksi jamur paru berikan obat anti jamur, dan terhadap tuberkulosis
paru berikan obat antituberkulosis dosis dan lamanya disesuaikan dengan
kategorinya. Prognosisnya jelek, lebih-lebih kalau ada infeksi tuberkulosis
(diagnosis sukar dan tentunya berakibat pengobatan tidak tuntas). Usaha
pencegahan penyakit dilakukan dengan menghindari paparan debu silika dan para
pekerja sulit bekerja memakai masker basah.

2.3. Coal Workers' Pneumoconiosis, Black Lung

Penyakit ini merupakan penyakit paru akibat deposisi (penimbunan) debu


batu bara dalam paru atau respons paru terhadap debu batu bara yang tertimbun
dan menetap dalam paru. Karena debu batu bara berwarna hitam, maka paru yang
tertimbun debu tadi berwarna hitam. Debu batu bara tidak sepenuhnya mineral,
tetapi tercampur dengan sejenis karbon dan bila dibakar keluar energi (panas).
Respons paru kurang menimbulkan fibrosis paru dibanding silika, tetapi bersama
dengan silika yang ada dalam debu secara radiologis memberikan bayangan
(opasitas) bervariasi. Berdasarkan bentuk dan ukuran opasitas radiologis tadi
dikenal dua jenis coal workers' pneumoconiosis, yaitu simple dan complicated
coal workers' pneumokonionis {simple CWP dan complicated CWP). Pada simple
CWP opasitas kecil, bulat dan ukuran kurang dari satu cm dan pada complicated
CWP opasitas satu atau multipel, ukuran lebih dari 1 cm. Pada simple CWP
terdapat lesi paru berupa coal macula, dengan ciri makroskopis suatu nodul
diskret, kecil, hitam, tersebar rata di lobus atas paru. Sedangkan mikroskopis

9
nodul terdiri atas makrofag yang memuat debu, fibroblas ekstraselular, sisa sel,
serabut retikulin dan sedikit kolagen, coal macula dapat terletak di sekitar bronkus
atau bronkiolus dan sering berhubungan dengan timbulnya emfisema. Pada
complicated CWF juga terdapat coal mocula besar, warna hitam dan ukuran lebih
dari satu cm. Letak coal macula di segmen posterior lobus atas dan segmen
superior lobus bawah. Bila ukuran coal macula lebih dari 3 cm disebut lesi masif
atau progressive masive fibrosis (PMF), dengan inti terdiri dari debu, jaringan
kolagen dan protein dan tepinya ada lapisan kapsul.

a. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis coal workers' pneumokoniosis ada 3 jenis, yaitu simple


CWP, complicated CWP dan sindrom Caplan. Pada simple CWP biasanya
asimtomatis, progresivitas pelan-pelan dan diagnosis didasarkan pada opasitas
radiologis dan faal paru masih normal. Pada complicated CWP biasanya sudah
terdapat sesak napas saat aktivitas dan dapat berlanjut menjadi insufisiens paru,
kor pulmonal kronik, hipertensi pulmonal atau payah jantung kanan. Sindrom
Caplan terdapat pada pekerja tambang batu bara disertai rematoid artritis dengan
nodul paru (opasitas radiologis) besar, bulat, di daerah tepi paru. Ada nodul sering
ditemukan kavitas dan nodul timbul sebelum ada gejala sendi.

b. Diagnosis

Diagnosis coal workers' pneumokoniosis ditegakkan atas dasar adanya


riwayat paparan debu batu bara dan adanya abnormalitas gambaran radiologis.
Pada pasien dengan kavitas paru dan ada dugaan terdapat infeksi tuberkulosis,
maka diagnosis tuberkulosis harus dilakukan secara intensif Insidens karsinoma
paru pada pada simple maupun complicated CWP adalah kecil.

c. Pengobatan

Pengobatan spesifik tidak ada. Bila ada infeksi tuberkulosis harus diobati
secara tuntas. Pencegahan perlu dilakukan dengan menganjurkan pekerja saat
bekerja memakai masker basah.

10
2.4. Berylliosis

Suatu kelainan paru akibat paparan debu berilium. Debu berilium


merupakan debu paling halus dari sejenis metal. Debu timbul pada tiap pekerjaan
membuat campuran berilium dengan logam (alumunium, nikel, tembaga), pada
industri lampu fluoresens, industri nuklir (reaktor) dan senjata militer. Efek debu
berilium pada paru ada dua macam, efek akut dan efek kronis. Efek akut berupa
bercak infiltrat paru, bronkopneumoni. Efek kronis bisa timbul beberapa
kerusakan paru (granulom pada septum alveoli dan timbul nodul halus, fibrosis,
kerusakan jaringan elastis dan timbul emfisema paru, adenopati hilus tidak
dijumpai).

a. Gejala klinis

Gejala awal biasanya asimtomatik. Kemudian timbul gejala berupa sesak


napas saat aktivitas, batuk-batuk. Bila penyakit tambah berat timbul gejala
penyakit paru interstitital meliputi batuk nonproduktifa, nyeri dada dan sesak
napas saat aktivitas. Pada pemeriksaan fisis ditemukan ronki kering pada kedua
paru bagian bawah. Bila penyakit bertambah paru interstitital meliputi batuk
nonproduktifa, nyeri dada dan sesak napas saat aktivitas. Pada pemeriksaan fisis
ditemukan ronki kering pada kedua paru bagian bawah. Bila penyakit bertambah
progresif timbul gejala kelemahan, cepat lelah, sesak napas saat istirahat,
anoreksia dan berat badan turun. Pemeriksaan fisis dapat ditemui akrosianosis, jari
tabuh dan kor pulmonal kronik. Gambaran radiologis bentuk akut mula-mula paru
bersih kemudian timbul bercak infiltrat. Pada bentuk kronis tampak nodul-nodul
kecil, bila penyakit lanjut tampak nodul-nodul besar, gambaran retikular difus dan
tidak tampak adenopati hilus.

b. Diagnosis

Diagnosis beriliosis kronis ditegakkan bila ditemukan reaksi


granulomatosa pada paru dan hipersensitivitas terhadap berilium. Untuk itu perlu
biopsi paru dan diperiksa histopatologis. Hipersensitivitas terhadrap berilium
diketahui dengan memeriksa cairan lavase bronko-alveolar dan ditemukannya
jumlah sel makrofag yang bertambah. Juga tes respons proliferatif limfosit darah

11
tepi terhadap berilium bila hasilnya positif dapat. membantu diagnosis beriliosis
kronis.

c. Pengobatan

Pada bentuk akut pengobatan yang diberikan adalah menyingkirkan pasien


dari paparan berilium, istirahat, terapi oksigen, bantuan ventilasi mekanik (bila
perlu) dan kortikosteroid. Pada bentuk kronis pengobatannya belum ada yang;
spesifik.

2.5. Byssinosis

Byssinosis adalah penyakit paru berupa bronkitis kronis sebagai akibat


terpaparnya individu oleh debu kapas, rami, sisal atau nenas. Umumnya
byssinosis diderita oleh pekerja-pekerja pabrik tekstil yang selama bekerja
menghirup (inhalasi) debu kapas. Oleh karena penyakit ini manifes saat pekerja
berada di tempat kerjanya dan terpapar oleh debu kapas tadi, maka byssinosis ini
juga termasuk penyakit paru kerja.

a. Epidemiologi

Pekerja-pekerja yang bekerja di lingkungan pabrik tekstil, yang mengolah


kapas sejak penguraian kapas, pembersihan, pemintalan dan penenunan,
semuanya termasuk mempunya i risiko timbulny a byssinosis. Diketahui bahwa di
masing-masing bagian tersebut kadar/ konsentrasi debu kapas tidak sama, maka
besarnya risiko juga berbeda-beda. Studi klinis sebelumnya melaporkan bahwa
angka kejadian bronkitis kronis pada para pekerja pabrik tekstil sekitar 4,5-26%.
Pekerja yang bekerja pada bagian pembersihan kapas untuk dipintal, pembersihan
mesin-mesin tersebut mempunyai risiko paling tinggi terjadinya byssinosis.

b. Patogenesis

Kelainan paru pada pasien byssinosis berupa bronkitis kronis, yang


kadang- kadang disertai wheezing, diduga erat hubungannya dengan adanya
endotoksin (suatu lipopolisakarida) yang dikeluarkan oleh bakteri yang
mengkontaminasi partikel debu kapas. Endotoksin inilah yang diduga sebagai

12
penyebab timbulnya kelainan paru tadi. Para ahli telah yakin bahwa endotoksin ini
adalah sebagai penyebabnya dikuatkan oleh percobaanpercobaan simulasi yang
telah dikerjakan pada pekerja atau hewan coba di laboratorium.

c. Gambaran Klinis

Ciri gambaran klinis penyakit ini adalah para pekerja pabrik tekstil yang
sensitif akan merasakan sesak napas (napas pendek) setiap kembali ke tempat
kerja sesudah beberapa hari tidak bekerja atau tiap hari Senin sesudah satu hari
sebelumnya (Minggu) libur. Biasanya timbul demam selain sesak napas, dan
kadang-kadang gejala menetap untuk hari-hari berikutnya. Telah diketahui bahwa
pada para pekerja yang terdapat lebih banyak gejala (paru) yang dialami akan
mempercepat penurunan fungsi parunya. Selain itu lama kerja dan tingkat kadar
debu kapas yang memberikan paparan terdapat korelasi dengan timbulnya
byssinosis. Paparan asap rokok diketahui mempunyai efek sinergis terhadap
timbulnya byssinosis apabila terjadi bersama pada para pekerja yang sedang
mendapat paparan debu kapas. Efek asap rokok terhadap timbulnya gangguan
fungsi paru telah lama diketahui, tetapi bagaimana penjelasannya belum diketahui
bahwa pada 7% pekerja pabrik yang terpapar debu kapas menderita obstruksi
saluran napas yang ireversibel. Pada byss/nosts terdapat penurunan nilai KVP
maupun VEP^, dan ciri ini jelas terlihat apabila pemeriksaan dilakukan pada hari
Senin saat kembali bekerja di lingkungan pabrik tekstil sesudah libur hari Minggu.
Mekanisme dari kejadian ini belum jelas. Gambaran histopatologis yang
ditemukan pada byssinosis mirip dengan pengaruh asap rokok yang menginduks i
terjadinya bronkitis , yaitu terjadinya hiperplasia kelenjar mukus dan infiltrasi sel
polimorfonuklear neutrofil di dinding bronkus.

d. Pengobatan

Pengobatan terpenting bagi pasien byssinosis adalah menyingkirkannya


dari lingkungan kerja yang potensial risiko tinggi. Dalam pelaksanaannya
biasanya para pekerja dilakukan putar kerja. Uji faal paru serial perlu dilakukan
untuk mengetahui perubahan faal paru masing- masing pekerja pada akhir waktu

13
tertentu. Tidak ada obat spesifik untuk byssinosis dan bila ada tanda-tanda
obstruksi bronkus dapat diberikan bronkodilator.

2.6. Farmers' Lung Disease Dan Bagassosis

Definisi Farmers' lung disease iaIah penyakit paru pada para petani padi
dan gandum, akibat paparan debu jerami. Yang berperan pada penyakit ini adalah
jamur Thermophilic actinomycetes vulgaris terdapat pada jerami yang sedang
membusuk. Penyakit ini banyak timbul apabila pengolahan jerami pasca panen
kurang baik dan jamur tadi berkembang biak dalam jumlah banyak. Bagassosis
iaIah penyakit paru pada para petani/ pekerja pabrik tebu atau pabrik kertas yang
mendapat paparan sisa/debu batang tebu (bagasse). Yang berperanan terhadap
timbulnya penyakit ini adalah Thermophilic actinomycetes sacchariyang hidup
subur pada alas batang tebu. Kedua penyakit tersebut termasuk pneumonitis
hipersensitif akibat inhalasi debu organis (jerami padi dan gandum dan sisa batang
tebu) yang menimbulkan reaksi sensitisasi pada tubuh terpapar.

a. Gambaran Klinik

Gejala klinik yang khas pada farmers' lung atau bagassosis terjadi akibat
paparan intermiten debu organik pada jerami gandum atau padi dan sisa batang
tebu yang telah diperas gulanya. Gejala muncul 4-8 jam sesudah paparan pada
individu yang sensitif, yaitu timbul gejala seperti infeksi paru akut: batuk, sesak
napas tanpa mengi, demam, menggigil, diaforesis (berkeringat), malaise, mual dan
sakit kepala. Pada pemeriksaan fisis ditemukan takikardia, takipnea, sianosis,
ronki basah di basal kedua paru. Gejala tersebut umumnya menetap selama 12-18
jam dan menghilang secara spontan bila paparan terhenti. Serangan berulang
dapat disertai dengan anoreksia, berat badan menurun. Pada waktu demam dapat
disertai kenaikan hemoglobin, leukositosis dan kenaikan teter antibodi terhadap
antigen. Pada penyakit yang ringan gambaran foto toraks masih normal. Pada
penyakit yang berat, bisa ditemukan dua bentuk gambaran radiologis. Bentuk
pertama : tampak gambaran nodul-nodul kecil terpencar di kedua lapangan paru
dan agak kurang pada bagian apek dan basal. Nodul nodul kecil tadi ukurannya
bervariasi dari satu sampai beberapa milimeter, dengan batas tidak tegas. Bentuk

14
kedua : tampak bayangan berawan di intersitial kedua paru. Bila paparan debu
jerami telah terhenti, kelainan foto toraks dapat kembali normal dalam beberapa
minggu. Pada pasien periode akut yang tanpa gejala, baik pada farmers'lung
maupun bagassosis biasanya mempunyai faal paru normal. Umumnya sesudah
terjadi paparan debu bagi pasien yang sensitif, akan terjadi perubahan faal paru
pada 8-12 jam kemudian. Perubahan parameter faal paru yang terjadi adalah : nilai
KVP dan VEP, menurun (meskipun nilai VEP/KVP hanya menurun sedikit), arus
puncak ekspirasi (APE) dan komplaiens paru menurun, rasio ventilasi/perfusi
terganggu, kapasitas difusi menurun dan hipoksemia. Pada beberapa pasien
farmers' lung maupun bagassosis dapat menjadi kronis menyerupai bronkitis
kronis dan bila paparan debu terus berlangsung akan mendatangkan kondisi
penyakit menjadi irreversibel (fibrosis paru).

b. Pengobatan

Pengobatan umumnya bersifat suportif. Selama serangan akut pemberian


kortikosteroid mempercepat resolusi dan pada periode kronis dapat mengurangi
atau menghilangkan gejala. Tindakan yang paling efektif untuk tidak terkena
penyakit adalah menghindari paparan debu. Bila tidak mungkin menghilangkan
debu (bahan yang berbahaya) pasien dipindahkan kerjanya di tempat yang tidak
ada paparan debu.

c. Prognosis

Prognosis penyakit akut adalah baik karena gejala dan kelainan dapat
kembali normal (sesudah pengobatan). Penyakit yang kronis prognosisnya kurang
baik.

2.7. Penyakit Antrakosis

Penyakit Antrakosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan


oleh debu batubara. Penyakit ini biasanya dijumpai pada pekerja-pekerja tambang
batubara atau pada pekerja-pekerja yang banyak melibatkan penggunaan batubara,
seperti pengumpa batubara pada tanur besi, lokomotif (stoker) dan juga pada
kapal laut bertenaga batubara, serta pekerja boiler pada pusat Listrik Tenaga Uap

15
berbahan bakar batubara. Masa inkubasi penyakit ini antara 2 – 4 tahun. Seperti
halnya penyakit silicosis dan juga penyakit-penyakit pneumokonisosi lainnya,
penyakit antrakosis juga ditandai dengan adanya rasa sesak napas. Penyakit ini
memerlukan waktu yang cukup lama untuk menjadi berat, dan relatif tidak begitu
berbahaya. Sebenarnya antara antrakosis murni dan silikoantraksosi sulit
dibedakan, kecuali dari sumber penyebabnya. sedangkan paenyakit
tuberkolosilikoantrakosis lebih mudah dibedakan dengan kedua penyakit
antrakosis lainnya. Perbedaan ini mudah dilihat dari fototorak yang menunjukkan
kelainan pada paru-paru akibat adanya debu batubara dan debu silikat, serta juga
adanya baksil tuberculosis yang menyerang paru-paru.

a. Penyebab

Paru-paru hitam merupakan akibat dari terhirupnya serbuk batubara dalam


jangka waktu yang lama. Merokok tidak menyebabkan meningkatnya angka
kejadian paru-paru hitam, tetapi bisa memberikan efek tambahan yang berbahaya
bagi paruparu. Resiko menderita paru-paru hitam berhubungan dengan lamanya
dan luasnya pemaparan terhadap debu batubara. Kebanyakan pekerja yang terkena
berusia lebih dari 50 tahun.

b. Gejala

Paru-paru hitam simplek biasanya tidak menimbulkan gejala. Tetapi


banyak penderita yang mengalami batuk menahun dan mudah sesak nafas karena
mereka juga menderita emfisema (karena merokok) atau bronkitis (karena
merokok atau terpapar polutan industri toksik lainnya). Fibrosis masif progresif
yang berat juga menyebabkan batuk dan sesak nafas.

c. Diagnosa

Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan rontgen dada dan tes


fungsi paru-paru.

16
d. Pengobatan

Tidak ada pengobatan khusus untuk penyakit ini, selain untuk mengobati
komplikasinya (gagal jantung kanan atau tuberkulosis paru). Jika terjadi gangguan
pernafasan, maka diberikan bronkodilator dan ekspektoran. Dianjurkan untuk
menghindari pemaparan lebih lanjut.

2.8. Pneumonitis Kimia

Pneumonitis Kimia adalah peradangan paru-paru yang terjadi akibat


menghirup gas dan bahan kimia. Pneumonitis kimia akut menyebabkan edema
(pembengkakan jaringan paru) serta berkurangnya kemampuan paru dalam
menyerap oksigen dan membuang karbondioksida. Pada kasus yang berat, bisa
terjadi kematian karena jaringan paru mengalami kekurangan oksigen (hipoksia).
Pneumonitis kimia kronis bisa terjadi setelah pemaparan sejumlah kecil bahan
yang mengiritasi paru, tetapi berlangsung dalam waktu yang lama. Hal tersebut
menyebabkan peradangan dan bisa menyebabkan terbentuknya jaringan parut
(fibrosis), yang ditandai dengan menurunnya pertukaran oksigen serta kekakuan
jaringan paru. Jika tidak terkendali, pada akhirnya keadaan ini bisa menyebabkan
kegagalan pernafasan dan kematian. Penyakit silo filler terjadi akibat menghirup
udara yang mengandung nitrogen dioksida yang dihasilkan dari makanan ternak
basah. Pada penyakit ini, penimbunan cairan mungkin tidak akan terjadi dalam
waktu 12 jam setelah pemaparan. Penyakit silo filler mungkin akan membaik dan
muncul dalam waktu 10-14 hari kemudian. Bila berulang, cenderung mengenai
saluran pernafasan kecil.

a. Penyebab

Berbagai bahan kimia di dalam lingkungan rumah tangga dan industri bisa
menyebabkan peradangan pada paru-paru, baik yang sifatnya akut maupun kronis.
Gas seperti klorin dan amonia mudah larut dan dengan segera akan mengiritasi
hidung, mulut dan tenggorokan. Jika gas terhirup dalam, maka bisa sampai di
bagian bawah paru-paru. Klorin merupakan gas yang sangat iritatif. Pemaparan
klorin pada konsentrasi yang berbahaya bisa terjadi di rumah (klorin terdapat

17
dalam bahan pemutih pakaian), pada kecelakaan di pabrik atau di dekat kolam
renang.

b. Gejala

Gejala dari pneumonitis kimia akut: - Rasa aneh di dada (seperti terbakar)
- Gangguan pernafasan - Batuk - Suara pernfasan abnormal. Gejala pada
pneumonitis kronis: - Sesak nafas ketika melakukan kegiatan ringan - Takipneu
(pernafasan cepat) - Dengan/tanpa batuk.

c. Diagnosa

Untuk mengetahui beratnya kerusakan paru, dilakukan pemeriksaan


berikut: Rontgen dad, analisa gas darah, tes fungsi paru.

d. Pengobatan

Pengobatan yang utama adalah pemberian oksigen. Jika kerusakan paru –


parunya bersifat berat, mungkin perlu dilakukan pemasangan alat pernafasan
mekanis. Diberikan obat-obatan yang membuka saluran pernafasan, cairan
intravena dan antibiotik. Untuk mengurangi peradangan paru, sering diberikan
corticosteroid (misalnya prednisone).

2.9. Pneumonitis Hipersensitivitas

Pneumonitis Hipersensitivitas (Alveolitis Alergika Ekstrinsik, Pneumonitis


Interstisial Alergika, Pneumokoniosis Debu Organik) adalah suatu peradangan
paru yang terjadi akibat reaksi alergi terhadap alergen (bahan asing) yang terhirup.
Alergen bisa berupa debu organik atau bahan kimia (lebih jarang). Debu organik
bisa berasal dari hewan, jamur atau tumbuhan.

a. Penyebab

Pneumonitis hipersensitivitas biasanya merupakan penyakit akibat


pekerjaan, dimana terjadi pemaparan terhadap debu organik ataupun jamur, yang
menyebabkan penyakit paru akut maupun kronik. Pemaparan juga bisa terjadi di
rumah, yaitu dari jamur yang tumbuh dalam alat pelembab udara, sistem pemanas

18
maupun AC. Penyakit akut bisa terjadi dalam waktu 4-6 jam setelah pemaparan,
yaitu pada saat penderita keluar dari daerah tempat ditemukannya alergen.
Penyakit kronik bisa menyebabkan terjadinya fibrosis paru (pembentukan jaringan
parut pada paru). Contoh dari pneumonitis hipersensitivitas yang paling terkenal
adalah paru-paru petani (farmer's lung), yang terjadi sebagai akibat menghirup
bakteri termofilik di gudang tempat penyimpanan jerami secara berulang. Secara
umum, untuk terjadinya sensitivitas dan penyakit ini, pemaparan terhadap alergen
harus terjadi secara terus menerus dan sering.

b. Gejala

Gejala dari pneumonitis hipersensitivitas akut berupa batuk, demam,


menggigil, sesak nafas dan merasa tidak enak badan. Gejala pneumonitis
hipersensitivitas yang kronis dapat berupa sesak nafas, terutama ketika melakukan
kegiatan, batuk kering, nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan.

c. Diagnosa

Pada pemeriksaan dengan stetoskop, terdengar suara pernafasan ronki.


Pemeriksaan oenunjang yang biasa dilakukan adalah rontgen dada, tes fungsi
paru, hitung jenis darah, pemeriksaan antibodi, presipitan aspergillus, CAT scan
dada resolusi tinggi dan dapat juga dilakukan bronkoskopi disertai pencucian atau
biopsi transtrakeal.

d. Pengobatan

Pneumonitis hipersensitvitas episode akut, biasanya akan sembuh jika


kontak yang lebih jauh dengan alergen dihindari. Bila terjadi penyakit yang lebih
berat, untuk mengurangi gejala dan membantu mengurangi peradangan yang lebih
berat, bisa diberikan korticosteroid (misalnya prednisone). Episode berkelanjutan
atau berulang bisa mengarah ke terjadinya penyakit yang menetap. Fungsi paru-
paru bisa semakin memburuk sehingga perlu diberikan terapi oksigen tambahan.

19
BAB III

PENUTUP

Penyakit paru akibat tertimbunnya debu/partikel di paru atau saluran napas


disebut pneumokoniosis. Sesudah terjadi pneumokoniosis, misalnya paparan debu
sudah berhenti, maka fibrosis paru yang telah terjadi tidak dapat hilang. Beberapa
penyakit paru akibat lingkungan adalah asbestosis, silikosis, coal workers'
pneumoconiosis, black lung, berylliosis, farmers' lung disease dan bagassosis ,
penyakit antrakosis, pneumonitis kimia, pneumonitis hipersensitivitas, dan masih
banyak lagi. Tindakan pencegahan merupakan tindakan yang paling penting pada
penatalaksanaan penyakit sistem respirasi akibat kerja. Berbagai tindakan
pencegahan perlu dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit atau mengurangi
laju penyakit. Five level prevention atau lima tingkat pencegahan umum dari
Leavell and Clark yang dapat dilakukan adalah : Health Promotion (Promosi
Kesehatan) Langkah pencegahan awal untuk menghindari adanya penyakit paru
akibat kerja, yaitu : Pengenalan lingkungan kerja kepada tenaga kerja agar tenaga
kerja dapat mengetahui bahaya – bahaya apa saja yang dapat terjadi di lingkungan
kerjanya dan tenaga kerja dapat mencegahnya. specific protection (pemberian
perlindungan khusus). Menciptakan kondisi tempat kerja yang baik dan
sanitasinya baik, early diagnosis and promt treatmen (diagnosa dini dan terapi
segera), dissability lmitation (pembatasan ketidakmampuan/kecacatan), dan
Rehabilitasi.

20
DAFTAR PUSTAKA

Setiawati Siti, Idruz, Aru, dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam jilid II
Edisi V. Jakarta: Internal Publishing

Darmawan,Armaidi. Penyakit sistem respirasi akibat kerja. JMJ, Volume I. No 1.


Mei2013. Hal: 68-83.

21

Anda mungkin juga menyukai