Anda di halaman 1dari 52

Pneumoconiosis dan

Pencegahannya

dr. Regina Satya W, MSc


Pneumokonioses
 Adalah penyakit interstitial paru yang disebabkan oleh
penimbunan debu– debu kimia dalam paru–paru dan reaksi
jaringan paru terhadap debu tersebut.

 Nama penyakit berlainan tergantung dari jenis debu yang


ditimbun, yaitu:
 Silicosis disebabkan oleh SiO2 bebas.
 Asbestosis disebabkan oleh debu asbes.
 Berryliosis disebabkan oleh debu Be.
 Siderosis disebabkan oleh debu mengandung Fe2 O3.
 Stannosis disebabkan oleh debu bijih timah putih (SnO2).
 Byssinosis disebabkan oleh debu kapas.
Pneumokonioses
 Umumnya timbul dalam jangka waktu lama.
 Bisa menyebabkan kerusakan paru, disabilitas, dan
kematian.
 Merupakan penyakit yang disebabkan oleh manusia 
dapat dicegah dengan mengontrol kontaminasi dari
debu-debu kimia.
 Bisa juga disebabkan oleh aluminum, antimony, barium,
graphite, iron, kaolin, mica, talc, among other dusts. Ada
juga pneumokoniosis yang disebabkan oleh beberapa
jenis debu kimia (mixed-dust pneumoconiosis)
 Paling banyak: silikosis, asbestosis dan batu bara.
 Umumnya terjadi di tempat kerja.
PROSES PENIMBUNAN DEBU DALAM PARU–PARU

 Masuk melalui inhalasi (tarikan nafas)


 Debu yang masuk tergantung pada besarnya ukuran
debu.
 5–10 mikron  ditahan di saluran nafas atas
 3–5 mikron  ditahan di saluran nafas tengah
 1-3 mikron  langsung ke permukaan alveoli paru–
paru.
 0,1–1 mikron  tidak hinggap di permukaan
alveoli karena debu–debu ukuran demikian tidak
mengendap.
 < 0,1 mikron  massa terlalu kecil  tidak hinggap
dipermukaan alveoli atau selaput lendir.
Patogenesis
 Sitotoksisitas partikel debu terhadap makrofag
alveolar  nekrosis  mediator inflamasi
 Mediator inflamasi:
 Tumor Necrosis Factor (TNF)-a
 Interleukin-(IL)-6 dan IL-8
 Platelet derived growth factor
 Transforming growth factor (TGF)-b.

 Fibrosis.
 Faktor utama:
 karakteristik partikel debu, jumlah, lama pajanan
 respons saluran napas terhadap partikel debu.
Diagnosa Pneumokoniosis
 Tiga kriteria mayor:
 Pajanan yang signifikan dengan debu mineral
yang dicurigai dapat menyebabkan
pneumokoniosis
 disertai dengan periode laten
 gambaran spesifik penyakit terutama pada
kelainan radiologi
 dan tidak dapat diidentifikasi penyakit lain
sebagai penyebab
DIAGNOSA PNEUMOKONIOSiS

 Gejala klinis berbeda–beda tergantung dari derajat


banyaknya debu yang ditimbun dalam paru–paru
 Makin besar bagian paru–paru yang terkena, makin
hebat gejala–gejalanya.
 Gejala:
 batuk–batuk kering
 sesak nafas
 kelelahan umum
 susut berat badan
 banyak dahak
 Gambaran Rontgen Paru: noduler, gambaran sarang
tawon atau bentuk lainnya
TERAPI DAN PENCEGAHAN PADA PNEUMOKONIOSES

 Terapi khusus yang kausal pada pneumokonioses ini tidak


ada.
 Obat–obatan hanya simptomatis

 Yang paling dapat dilakukan:

 memindahkan penderita ke pekerjaan yang kurang atau


tidak mengandung debu–debu berbahaya.
 Harus memperhatikan: umur penderita, jenis kelamin,
dan beratnya penyakit.
 Pemeriksaan tempat kerja: adanya debu yang diduga
menjadi sebab penyakit pneumoconiosis itu.
 Pemeriksaan biopsi paru
SILICOSIS
 Adalah penyakit yang paling penting dari golongan
pneumoconioses.
 Penyebab: silica bebas atau silico dioksida (SiO2); silica
bebas berlainan dengan garam–garam silicat yang tidak
menyebabkan silicosis.
 Cara masuk: inhalasi
 Biasanya terdapat pada:
 Pekerja batu–batu untuk bangunan
 Perusahaan granit
 Perusahaan keramik
 Tambang timah putih
 Tambang batu bara
 Gurinda besi
 Pabrik besi dan baja
 Maka inkubasi: 2–4 tahun.
 Masa inkubasi ini tergantung dari:
 banyaknya debu
 kadar silica bebas didalam debu tersebut.
 Makin banyak silica bebas yang dihirup ke dalam
paru–paru, makin pendek masa inkubasi penyakit
silicosis  bahkan bisa bersifat akut
 Silicosis biasanya digolong–golongkan menurut
tingkat sakit penyakit:
 Tingkat pertama (ringan)
 Tingkat kedua (sedang)
 Tingkat ketiga (berat)
Tingkat Pertama:

 disebut silicosis sederhana


 Gejala:
 Gejala klinis paru sangat sedikit.
 Khas: sesak nafas (dyspnoea) ketika bekerja, mula–
mula ringan, kemudian bertambah berat.
 Batuk minimal, biasanya tidak berdahak.
 Suara pernafasan dalam batas normal.
 Lansia: hyperresonansi, oleh karena emphysema.
 Keadaan umum penderita masih baik.
 Pada silicosis tingkat ringan, biasanya gangguan
kemampuan bekerja sedikit sekali atau tidak ada.
 Gambaran Rontgen pada Tingkat Pertama

 Bayangan noduli terpisah, bundar dan paling besar


diameternya 2 mm.
 Noduli mungkin terlihat pada sebagian lapangan
paru–paru atau pada seluruhnya
 Kadang–kadang noduli tertutup oleh bayangan gelap
yang mengesankan adanya emphysema.
Tingkat Kedua:

 Sesak dan batuk lebih terlihat


 Tanda–tanda kelainan paru–paru pada pemeriksaan klinis
juga nampak.
 Dada kurang berkembang
 Suara nafas terdengar bronchial
 Ronchi terutama di basis paru–paru.
 Selalu ada gangguan kemampuan untuk bekerja.
 Gambaran Rontgen:
 Seluruh lapangan paru–paru terlihat noduli
 Terdapat penyatuan dari beberapa noduli membentuk
bayangan yang lebih besar.
.
Tingkat Ketiga:

 sesak mengakibatkan keadaan cacat total


 Gagal nafas
 Hipertrofi jantung kanan
 Tanda–tanda kegagalan jantung kanan
 Gambaran paru–paru:
 Daerah–daerah dengan konsolidasi masif karena
adanya fibrosis paru.
 “Egg shell calcification” pada hillar lymph nodes
Perhatian:

 TBC banyak di Indonesia  jangan mendiagnosa silicosis


berdasarkan foto Rontgen saja, tetapi juga dengan
anamnesa pekerjaan dan biopsi (nodul yang terdiri dari
silica yang terbungkus oleh serat kolagen dan hialin )

 TBC mungkin sekunder terhadap silicosis, seperti halnya


terjadi pada tuberculosilicosis.

 Silicosis dapat juga terjadi pada pekerja–pekerja yang


sedang menderita TBC paru–paru  silicotuberculosis.

 Tidak satupun obat khusus untuk penyakit silicosis 


pencegahan menjadi sangat penting
Mekanisme
 Belum jelas mekanisme, ada 4 teori:
 Teori mekanisme permukaan runcing debu-debu
merangsang terjadinya penyakit
 Teori electromagnetic  gelombang electromagnetic
menyebabkan fibrosis paru.
 Teori silikat  SiO2 bereaksi dengan air dan jaringan
paru membentuk silikat yang mengakibatkan kelainan
paru
 Teori immunologis tubuh mengadakan zat anti dari
debu yang bereaksi di paru-paru
Pencegahan
Sumber Debu:

 subsitusi penurunan kadar debu di udara tempat


kerja
 Misalnya:
 zirconium sebagai pengganti tepung silica
dalam pabrik penuangan besi atau baja
 untuk gurinda digunakan carborundum, emery,
atau alumina, bukan lagi dari bahan silica.
 "sandblasting", yaitu proses meratakan
permukaan logam dengan debu pasir yang
disemprotkan dengan tekanan tinggi, pasir
diganti dengan bubuk alumina.
Sebaran:
 Mengurangi debu di udara, misalnya pengeboran basah (wet
drilling). Juga setelah peledakan diadakan dalam tambang,
haruslah ditunggu beberapa saat, agar dihindarkan
penghirupan debu terlalu banyak.
 Ventilasi umum: mengalirkan udara ke ruang kerja melalui
pintu dan jendela
 Ventilasi lokal/pompa ke luar setempat

Pekerja:
 Tutup hidung, kain kassa paling sederhana.
 pemeriksaan kesehatan sebelum kerja dan berkala.
ANTHRACOSIS

 Adalah pneumoconiosis karena debu arang batu


 Biasanya terdapat pada:
 Pekerja–pekerja di tambang arang batu
 Masa inkubasi penyakit ini adalah 2–4 tahun.
 Ada tiga gambaran klini:
 anthracosis murni
 Silicoanthracosis
 Tuberculosilicoanthracosis
Anthracosis murni

 biasanya lambat menjadi berat dan tidak begitu


berbahaya, kecuali jika terjadi emphysema yang
mungkin menyebabkan kematian
 Bila terjadi emphysema, anthracosis murni lebih
berbahaya dari pada silicoanthracosis

Silicoanthracosis

 jarang terjadi emphysema.


 hampir tak dapat dicari perbedaan dengan
anthracosis
Tuberculosilicoanthracosis

 kelainan paru karena debu silica dan arang batu, juga basil–
basil tuberculosa menyerang paru–paru.
 gambaran klinis tidak begitu berbeda dengan silicosis murni
 Basil TBC jarang ditemukan dalam ludah, oleh karena
terkurung oleh jaringan fibrosa.

Perbedaan klinis antara anthracosis dan silicosis

 Pada anthracosis dipakai istilah asma pekerja tambang


(miner's asma) karena dominan sesaknya dan kegagalan
jantung kanan
 Pada silicotuberculosis selain sesak juga hebat sakitnya, dari
itu dipakai istilah phthisis pekerja tambang (miner's phthisis).
 Riwayat penyakit antracosis biasanya bertahun–tahun.
 Kadang tidak ada gejala walaupun gambaran Ro paru–paru
menunjukkan kelainan
 Gejala biasanya berupa sesak nafas atau batuk dahak
kehitaman (melanoptysis)
 Dada menjadi bundar dan ujung–ujung jarinya membesar
("clubbing of the fingers").
 Perkusi hiper resonansi terdapat di dasar paru–paru.
 Auskultasi: krepitasi
 Pemeriksaan laju endapan darah: hasil meninggi.
 Gambaran klinis berakhir dengan kegagalan jantung kanan
atau silicotuberculosis yang menyebabkan kematian.
Pencegahan
Sumber Debu
 Pemotongan arang batu dilakukan secara basah dengan jalan
menyemprotkan air kepada rantai alat pemotongan serta pada tempat–
tempat rantai bersentuhan dengan permukaan.
 Pengeboran basah dengan aliran air bertekanan tinggi kepada tempat–
tempat mengebor
 pengeboran kering harus dilarang.
 Membasahi permukaan arang batu dengan air.
 Memercikan air kepada arang batu yang akan diangkat, dimuat, dan
diangkut.
Sebaran
 Ventilasi penting untuk mengurangi kadar debu di udara.
 Pengukuran kadar debu arang batu di udara tempat kerja.
Pekerja
 Masker debu untuk dipakai pada waktu memasuki tambang sesudah
peledakan. Perlu diingatkan, bahwa umumnya masker–masker ini
terbatas umurnya sesuai dengan effisiensi masker demikian.
 Pemeriksaan paru–paru berkala untuk diagnosa sedini–dininya.
ASBESTOSIS
 Adalah pneumoconiosis yang penyebabnya
adalah debu asbes.
 Asbes adalah campuran berbagai silikat, tapi
terpenting magnesium silikat.
 Terdapat pada pekerjaan:
 pengolahan asbes
 penenunan dan pemintalan asbes
 reparasi tekstil yang terbuat dari asbes
 penggunaan asbes untuk keperluan pembangunan.
Gejala
 sesak nafas terutama saat mengeluarkan nafas
 batuk dengan banyak dahak.
 Sianosis
 pelebaran ujung–ujung jari
 krepitasi halus didasar paru
 Air ludah mengandung badan–badan asbestos.

Kelainan radiologis:
 lambat terlihat (gejala–gejala tampak lebih dahulu)
 Stadium awal: "ground glass appearance“ (titik–titik opak halus di bagian
tengah dan basal paru–paru, sedangkan batas–batas jantung dan
diaphragma tidaklah jelas).
 Kelainan paru tidak berbentuk noduli yang terpisah-pisah, melainkan
kelainan fibrous yang difus disertai penebalan pleura (pleural plaque) dan
emfisema.
 Debu asbes  paru–paru perubahan menjadi "badan–badan asbestos"
(pengendapan fibrin disekitar serat–serat asbes; badan-badan ini pada
pemeriksaan mikroskopis berupa batang dengan panjang sampai 200
mikron).
 Dapat menyebabkan kanker
Pencegahan:
Sumber
 Isolasi (penutupan proses kerja yang menjadi sumber asbes)
Sebaran
 Di perindustrian tekstil: ventilasi / pompa keluar setempat.
 Pembersihan mesin karding dilakukan dengan penghisapan hampa
udara
 pengeboran harus secara basah

Pekerja
 Alat pelindung (dengan/tanpa oksigen)
 Menghentikan merokok (cegah penurunan fungsi paru dan resiko
kanker)
 Pendidikan tentang kesehatan dan penerangan tentang bahaya
penyakit kepada pekerja adalah hal–hal yang sangat membantu
usaha pencegahan.
BYSSINOSIS
 Adalah pneumoconiosis yang disebabkan
terutama oleh debu kapas kepada pekerja–
pekerja dalam industri tekstil.
 Masa inkubasi terpendek adalah 5 tahun
 Mekanisme belum jelas, diduga karena:
 Efek mekanis debu kapas
 Akibat endotoksin bakteri pada alat pernafasan.
 Merupakan gambaran reaksi alergi .
 Reaksi psikis dari para pekerja.
Penggolongan

 Tingkat O : tidak ada gejala–gejala.


 Tingkat ½ : kadang-kadang dada berat dan
sesak nafas pada hari beberapa hari Senin.
 Tingkat 1: Berat dada atau sesak nafas pada
hampir setiap hari Senin
 Tingkat 2: Berat dada dan sesak nafas pada
hari–hari Senin dan hari–hari lainnya.
 Tingkat 3: Byssinosis dengan cacat paru–paru.
 Diagnosa dini ditegakkan melalui tanya–jawab dengan para pekerja
untuk mendapatkan perasaan hari Senin tersebut, sedangkan
pemeriksaan–pemeriksaan klinis, laboratorium dan Ro belum
menunjukkan kelainan–kelainan, kecuali uji–uji faali seperti "timed
vital capacity" atau "airway resistance".

 Pada byssinosis lanjut atau berat biasanya didapati bronchitis


chronika dan emphysema yang keduanya tidak khas untuk
byssinosis; dalam hal inipun harus ditemukan pula adanya perasaan
dari Senin dimasa yang lalu waktu penyakit masih dalam tingkat
dini.

 Demikian pula pada byssinosis dengan cacat paru–paru, perasaan


hari Senin harus pernah dialami oleh penderita dimasa lalu. Perlu
diperhatikan bahwa pekerja–pekerja dengan byssinosis tingkat cacat
paru–paru umumnya tidak dapat bekerja lagi seperti pekerja–
pekerja yang normal, bahkan mungkin mereka sudah tak mampu
bekerja lagi
Pencegahan
Sumber
 Pembersihan mesin karding sebaiknya dengan pompa hampa udara, jadi
tidak secara mekanis. Bila mungkin, kapas diperciki minyak segera sesudah
dibuka dari bal–balnya.
 Pemeliharaan rumah tangga yangbaik di perusahaan tekstil, sehingga debu
kapas sangat sedikit diudara.
 Membersihkan lantai dengan sapu tidak baik.

Sebaran
 Ventilasi umum untuk menghisap debu kapas

Pekerja
 Pemeriksaan kesehatan pekerja sebelum kerja, terutama menolak para
calon dengan sakit paru–paru antara lain TBC paru dan asthma bronchiale.
 Pemeriksaan kesehatan secara berkala dengan :
 Wawancara; dan
 Uji faali untuk menemukan tanda penyakit pada keadaan sakit
dini.
 Pekerja–pekerja yang telah ternyata dipengaruhi debu kapas harus segera
dipindahkan pekerjaannya ke tempat yang kurang atau tidak berbahaya.

 .
BERRYLIOSIS
 Adalah pneumokoniosis karena debu yang mengandung berrylium berupa logam,
oksida, sulfat, chlorida, dan fluorida
 Menyebabkan bronchitis dan pneumonitis, nasoparyngitis dan tracheobronhitis
 Terdapat pada pekerja perusahaan pembuatan tabung–tabung radio, pada
pembuatan tabung–tabung fluirescent, pada penggunaannya sebagai sumber tenaga
atom, dan lain–lainnya.
 Jarang terjadi. Masa inkubasi 10-15 tahun.

 Gejala:
 Bronchitis  demam sedikit, batuk kering, dan sesak nafas.
 Pneumonitis  sedikit demam, batuk, sakit dada, sesak, dan banyak dahak. Nadi sangat
cepat, ronchi terdengar di kedua paru–paru, krepitasi basal paru dan kapasitas vital paru–
paru sangat menurun.
 Berryliosis chronica  pneumonitis terjadi lambat/lama setelah pemaparan.
 Bisa disertai limfadenopati perifer, lesi kulit, hepatosplenomegali, clubbing.
 Terutama apabila yang dihirup adalah debu silikat dari seng, berrylium, dan mangan, pada
banyak peristiwa terjadi pneumonitis terlambat
 Misalnya 5 tahun sesudah berhenti menghirup debu, penderita pergi ke dokter karena
menurunnya berat badan dan keluhan lelah. Menghilangnya berat badan sangat cepat dan
disertai keluhan sesak nafas. Batuk dan banyak dahak tidaklah merupakan gejala terpenting
pada riwayat perjalanan penyakit. Sesak yang hebat akhirnya dirasakan juga pada waktu–
waktu istirahat.
 Pemeriksaan klinis biasanya tidak menunjukkan kelainan–kelainan yang luar biasa, tetapi
mungkin terdengar suara–suara tambahan pada auskultasi.
 Rontgen: pada keadaan sakit dini gambaran Ro memperlihatkan bayangan
kabur, tapi kemudian retikuler, dan akhirnya noduli yang terpisah–pisah
serta tersebar; bilateral limfadenopati

Pencegahan
 Usaha–usaha preventif dimaksudkan untuk menurunkan kadar debu di
udara dengan cara–cara tehnik. Kadar tersebut harus kurang dari 2
mikrogram per meter kubik udara.
 Pekerja–pekerja diberi alat–alat perlindungan, antara lain pakaian untuk
bekerja.
 Harus dibiasakan, agar pekerja mandi sebelum pulang dan mencuci tangan
sebelum makan di kantin perusahaan.
 Selain itu untuk menjaga masyarakat sekitar suatu perusahaan, tidak boleh
debu dari perusahaan mengotori lingkungan sekitarnya.
 Para pekerja yang menghadapi bahaya debu tersebut harus diperiksa
secara berkala oleh dokter perusahaan dan dicari gejala–gejala yang
mungkin timbul. Pencatatan hasil pemeriksaan harus baik. Pekerja–pekerja
ditimbang berat badannya sekali sebulan dan diambil gambar paru–parunya
sekali setahun. Penderita–penderita dengan berryliosis chronica, walaupun
berat badannya menurun dan sesak nafas, biasanya masih dapat bekerja,
biarpun hanya sebagai part–timer.
STANNOSIS
 Yaitu pneumokoniosis karena debu timah putih.
 Terdapat pada pekerjaan yang berhubungan dengan
pengolahan bijih timah atau industri–industri yang
menggunakan timah putih.
 Biasanya tidak terdapat fibrosis yang massif, tidak ada
tanda–tanda cacat paru–paru, dan jarang terjadi
komplikasi.
 Pada keadaan sakit tingkat permulaan, gambaran Ro
paru–paru menunjukkan penambahan corakan dan
pelebaran hilus. Kemudian menampak noduli di daerah
antar iga ketiga, mula–mula di paru kanan, lalu di paru
kiri. Lebih lanjut, penambahan corakan hilang,
sedangkan noduli semakin jelas dan opak.
SIDEROSIS
 Debu yang mengandung persenyawaan besi
menyebabkan siderosis.
 Penyakit ini tidak begitu berbahaya dan tidak progresif.
 Siderosis terdapat pada pekerja–pekerja yang menghirup
debu dari pengolahan bijih besi.
 Biasanya pada siderosis murni tidak terjadi fibrosis atau
emphysema, sehingga tidak ada pula cacat paru–paru.
 Namun demikian, bila juga disertai silicosis, penyakit
tersebut susah dibedakan dari silicosis murni.
 Siderosis murni biasanya tidak merupakan predisposisi
untuk TBC.
TALKOSIS
 Talkosis adalah penumoconiosis oleh
karena debu talk yang masuk ke dalam
paru–paru.
 Biasanya talk merupakan campuran
mineral–mineral, jadi bukan hanya Mg–
silikat saja.
 Gambaran Ro paru–paru menunjukkan
bulla emphysema dan fibrosis. Talcosis
dapat menghinggapi lain–lainnya.
 Gejalanya:
 Sakit kepala dan demam
 Menggigil
 Mual, muntah
 Sakit otot
 Lemah
 Edema paru

 Pengobatan:
 Penderita dipindahkan ke tempat yang aman
 Atasi edema paru
 Istirahat di tempat tidur
 Untuk demam beri acetosal
 Pada umumnya sembuh dalam waktu 24-48 jam
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT AKIBAT KERJA

Host

Penyakit

Agen Lingkungan
PERANAN DAN AKTIVITAS HIPERKES DALAM
PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT
AKIBAT KERJA
Langkah-langkah:

 Identifikasi : memprediksi dan menetapkan kemungkinan bahaya


yang timbul/ada dalam lingkungan kerja.
 Pengukuran : pengukuran bahaya di tempat kerja.
 Penilaian Tingkat Bahaya (assestment): membandingkan dengan
NAB baik dilapangan maupun di laboratorium.
 Pengendalian (control design): sumber bahaya, media/lingkungan
kerja dan pada pekerja itu sendiri, melalui pengendalian teknis,
administratif dan alat pelindung bagi tenaga kerja.
 Penilaian Efektifitas Pengendalian (evaluation).
 Pemantauan (monitoring and feedback).
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Tranmigrasi
No. 3 tahun 1982

Pemeriksaan kesehatan yang harus dilaksanakan adalah :

 Pemeriksaan kesehatan awal: sebelum tenaga kerja mulai bekerja,


sebagai bagian dari penyeleksian tenaga kerja. Pada pemeriksaan ini
dilakukan pemeriksaan kesehatan fisik, darah dan urine rutin, gambaran
radiologis (bila memungkinkan). Pemeriksaan ini diperlukan sebagai data
dasar tentang kesehatan awal para tenaga kerja.

 Pemeriksaan kesehatan berkala: setelah bekerja dalam kurun waktu


tertentu. Umumnya diambil pedoman 1 tahun. Untuk memantau secara dini
adanya gangguan kesehatan dan pengaruh pemaparan bahaya terhadap
tenaga kerja, sehingga dapat diambil tindakan secara dini. Pemeriksaan
yang dilakukan adalah seperti pemeriksaan kesehatan awal ditambah
dengan pemeriksaan khusus sesuai dengan potensi bahaya yang ada.

 Pemeriksaan kesehatan khusus, yaitu pemeriksaan kesehatan yang


dilakukan pada tenaga kerja untuk hal–hal yang khusus.
APA YANG HARUS DILAKUKAN DOKTER HIPERKES
BILA MENDAPATKAN KASUS YANG DIDUGA ADALAH
KASUS P[ENYAKIT AKIBAT KERJA ?

Secara umum, langkah–langkah yang


harus dilakukan adalah :

 Menetapkan Diagnosa.
 Pengobatan dan Rehabilitasi.
 Pencegahan dan Pengendalian.
MENETAPKAN DIAGNOSA
 Anamnesa
 Riwayat penyakit seperti permulaan timbul gejala, jenis gejala, kapan
saja kambuhnya, ada tidak hubungannya dengan pekerjaan.
 Riwayat pekerjaan, misalnya saat ini bekerja sudah berapa lama dan
tugasnya apa, pekerjaan sebelumnya dan masing–masing sudah berapa
lama kerjanya dan tugasnya apa, apakah dalam proses produksi
menggunakan bahan–bahan berbahaya. Hal ini penting sekali karena
tenaga kerja di Indonesia sering berganti pekerjaan.

 Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menemukan tanda dan gejala yang
seringkali khas untuk suatu penyakit akibat kerja. Misalnya pada
keracunan timah hitam timbul gejala seperti anemia, garis hitam pada
gusi, wrist drop.
 Pemeriksaan fisik dilakukan secara berurutan dan menyeluruh, yaitu
dari evaluasi keadaan umum, tanda–tanda vital, pemeriksaan kepala,
dada, perut, dan ekstremitas, baik secara palpasi, perkusi maupun
auskultasi.
 Pemeriksaan Laboratorium
 Untuk menunjang diagnosa, misalnya ditemukan timah hitam
di dalam darah (kualitatif) dan kadarnya (kuantitatif).
Pemeriksaan urine dan tinja juga dapat menunjang untuk
kasus–kasus tertentu.
 Pemeriksaan Radiologis
 Misalnya ditemukan kelainan paru akibat pneumoconiosis
(penimbunan debu di paru–paru).
 Pemeriksaan Penunjang Lain
 Pemeriksaan tempat/lingkungan kerja
 Misalnya untuk memastikan sumber bahaya dan melakukan
pengukuran–pengukuran dan analisa bahaya baik secara
kualitatif, maupun kuantitatif.
 Menganalisa ada tidaknya perbedaan timbulnya
penyakit antara kerja dan tidak kerja.
 Pada umumnya gejala penyakit akan berkurang bila tidak
bekerja dan kambuh lagi saat kerja.
PENGOBATAN DAN REHABILITASI

 Pengobatan penyakit akibat kerja :


 kausal(terhadap penyebab)
 simpotomatis (terhadap gejala).

 Bilatidak ada pengobatan kausal (silikosis) 


pengobatan simptomatik dan rehabilitasi.
 Oleh karena itulah tindakan pencegahan
sangat perlu dilakukan.
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN

 Sumber.
 Media perantara.
 Penerima.
3 Metoda Pengendalian
 Engineering control (pengendalian teknis) seperti
subsitusi, ganti proses, isolasi, pemasangan
exhaust/ventilasi umum maupun setempat, training
teknis kerja.

 Administrative control (pengendalian secara


administratif).

 Personal protective equipment (pemakaian alat


pelindung bagi pekerja) seperti masker, kaca mata
pelindung, dsb. Peralatan keselamatan kerja harus
digunakan sebagai perioritas yang terakhir.
Engineering control
 Substitusi : material berbahaya  material tidak berbahaya
 Isolasi sumber bahaya  contoh: peredam getaran mesin atau
menaruh mesin yang menghasilkan bising di ruang bawah
tanah/kedap suara.
 Merubah proses produksi  sistem basah untuk pengeboran
 Ventilasi umum: pengaliran udara ke seluruh ruang kerja
sehingga kadar bahan–bahan berbahaya menjadi lebih rendah.
Ventilasi umum digunakan pada situasi:
 Kontaminan yang release keruang kerja jumlahnya relatif kecil.
 Jarak yang cukup memadai antara sumber pencemaran dengan
tenaga kerja.
 Jika kontaminan tersebut rendah daya racunnya.
 Bila kontaminan tidak menimbulkan karatan atau kerusakan.
 Ventilasi khusus: penghisapan udara dari tempar/lokasi di mana
proses produksi dengan bahaya tinggi dilaksanakan, misalnya
memasang exhaust di atas bak berisi bahan kimia yang mudah
menguap.
Administrative Control
 Pengaturan waktu kerja: mengurangi waktu kerja, membuat
jadwal kerja, mengatur kerja shift, rotasi jabatan.

 Good Housekeeping: pembersihan debu, pembuangan


sampah, pengaturan material, penyimpanan bahan kimia
disimpan, ditangani dan digunakan.

 Pelatihan dan Penyuluhan: dilakukan sebelum dan setelah


bekerja. Kursus, menggalakkan komunikasi bahaya, pemahaman
SOP.

 Personal hygiene dan Sanitasi: kewajiban untuk


membersihkan dirinya, mandi/ganti pakaian sebelum pulang,
pekerja membersihkan tangan setelah memegang bahan kimia
berbahaya, fasilitas membersihkan diri, emergency showers, eye
wash fountain, poster dan label, larangan menyimpan makanan
atau minum didaerah kerja.
Personal protective equipment
 Contoh: Masker, kaca mata pelindung, dsb.
 Peralatan keselamatan kerja harus digunakan sebagai
perioritas yang terakhir.
 Harus mempertimbangkan beberapa hal sebagai
berikut:
 Menyeleksi peralatan agar benar–benar dapat melindungi
pemakai.
 Yakin dapat dipakai secara benar.
 Yakin akan dapat dipelihara secara teratur.
 Mudah melatih karyawan untuk dapat menggunakan peralatan
secara baik dan benar.
 Terjadwalnya pengawasan dan pencatatan pemakaian dan
pemeliharaannya.
Substitusi dengan bahan Housekeeping (pembersihan Traning dan edukasi
yang kurang berbahaya rutin dan segera)
misalnya pelarut
organik
Ubah prosesnya misalnya Ventilasi umum Rotasi kerja
dengan spray yang
tidak mengkontaminasi
udara
Tutup prosesnya misalnya Dilusi udara dengan Tutup/Isolasi pekerja
dengan menutup kotak memasukkan udara ke
pencelupannya dalam ruangan
Metoda basah (hydro blast) Berikan jarak antara sumber Alat monitoring personal
dan penerima; proses
dilakukan dengan remote
control
Ventilasi lokal di dekat Monitoring secara berkala Alat perlindungan
kotak pencelupan dan kontinu
Program pemeliharaan Program pemeliharaan Program pemeliharaan
Tampak adanya ventilasi lokal, ventilasi umum dan ventilasi untuk
memasukkan udara ke dalam ruangan (dilusi)
Tugas
 Carilah publikasi berbentuk kasus, policy,
ataupun review mengenai:

 Teori pneumokoniosis (2 kelompok)


 Diagnosa pneumokoniosis (2 kelompok)
 Terapi pneumokosis (3 kelompok)
 Pencegahan Pneumokoniosis (4 kelompok)
 Studi kasus mengenai pneumokoniosis (4
kelompok)
SEKIAN

Anda mungkin juga menyukai