Anda di halaman 1dari 9

BAB III

HIERARKI PENGENDALIAN RESIKO


BAHAYA ZAT KIMIA PADA PEKERJA BENSIN

Pengendalian bahaya di tempat kerja adalah proses yang dilakukan oleh


instansi atau perusahaan dalam mencapai tujuan agar para pekerja di instansi atau
perusahaan dapat menghindari resiko aktivitas yang dapat berpotensi menimbulkan
cedera dan penyakit akibat kerja sebagai tujuan awal dari suatu perusahaan. Sehingga
suatu perusahaan minyak dan gas harus mengenal dari potensi bahaya kimia di tempat
kerja yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan.(1)
Potensi bahaya kimia, yaitu potensi bahaya yang berasal dari bahan-bahan
kimia yang digunakan dalam proses produksi. Potensi bahaya ini dapat memasuki
atau mempengaruhi tubuh tenga kerja melalui: inhalation (melalui
pernafasan), ingestion (melalui mulut ke saluran pencernaan), skin contact (melalui
kulit). Terjadinya pengaruh potensi kimia terhadap tubuh tenaga kerja sangat
tergantung dari jenis bahan kimia atau kontaminan, bentuk potensi bahaya debu, gas,
uap. asap; daya acun bahan (toksisitas); cara masuk ke dalam tubuh. Jalan masuk
bahan kimia ke dalam tubuh dapat melalui: pernapasan (inhalation), kulit (skin
absorption) dan tertelan (ingestion). Racun dapat menyebabkan efek yang bersifat
akut, kronis atau kedua-duanya. Adapun potensi bahaya yang bisa ditimbulkan oleh
bahan kimia adalah:(2)
a) Korosi; bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada
permukaan tempat dimana terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem
pencernaan adalah bagain tubuh yang paling umum terkena, contoh;
konsentrat asam dan basa, fosfor.
b) Iritasi; iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat
kontak. Iritasi kulit bisa menyebabkan reaksi seperti eksim atau
dermatitis. Iritasi pada alat-alat pernapasan yang hebat dapat
menyebabkan sesak napas, peradangan dan oedema (bengkak), contoh;
Kulit : asam, basa,pelarut, minyak. Pernapasan : aldehydes, alkaline dusts,
amonia, nitrogen dioxide, phosgene, chlorine ,bromine, ozone.
c) Reaksi alergi; bahan kimia alergen atau sensitizers dapat menyebabkan
reaksi alergi pada kulit atau organ pernapasan, contoh; kulit yaitu
colophony (rosin), formaldehyde, logam seperti chromium atau nickel,
epoxy hardeners, turpentine. Pernapasan : isocyanates, fibre-reactive dyes,
formaldehyde, nickel.
d) Asfiksiasi; asfiksian yang sederhana adalah inert gas yang mengencerkan
atmosfer yang ada, misalnya pada kapal, silo, atau tambang bawah tanah.
Konsentrasi oksigen pada udara normal tidak boleh kurang dari 19,5%
volume udara. Asfiksian kimia mencegah transport oksigen dan
oksigenasi normal pada darah atau mencegah oksigenasi normal pada
kulit, contoh: asfiksian sederhana; methane, ethane, hydrogen, helium.
Asfiksian kimia; carbon monoxide, benzene, nitrobenzene, toluene,
methyl tertiary butyl ether (MTBE), hydrogen cyanide, hidrogen sulphide.
e) Kanker; karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas
telah terbukti pada manusia. Kemungkinan karsinogen pada manusia
adalah bahan kimia yang secara jelas sudah terbukti menyebabkan kanker
pada hewan, contoh: terbukti karsinogen pada manusia: benzene
(leukaemia), vinylchloride (liver angiosarcoma), 2-naphthylamine,
benzidine (kanker kandung kemih), asbestos (kanker paru-paru,
mesothelioma). Kemungkinan karsinogen pada manusia: formaldehyde,
carbon tetrachloride, dichromates, beryllium.
f) Efek Reproduksi; bahan-bahan beracun mempengaruhi fungsi
reproduksi dan seksual dari seorang manusia. Perkembangan bahan-bahan
racun adalah faktor yang dapat memberikan pengaruh negatif pada
keturunan orang yang terpapar, sebagai contoh :aborsi spontan, contoh:
manganese, carbondisulphide, monomethyl dan ethyl ethers dari ethylene
glycol, mercury. Organic mercury compounds, carbonmonoxide, lead,
thalidomide, pelarut.
g) Racun Sistemik; racun sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan
luka pada organ atau sistem tubuh, contoh : Otak : pelarut, lead, mercury,
manganese. Sistem syaraf peripheral : n-hexane, lead, arsenic, carbon
disulphide. Sistem pembentukan darah : benzene, ethylene glycol ethers.
Ginjal : cadmium, lead, mercury, chlorinated hydrocarbons. Paru-paru :
silica, asbestos, debu batubara ( pneumoconiosis ).
HIRARC (Hazard identification, Risk Assessment, and Risk Control)
merupakan elemen pokok dalam sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
yang berkaitan langsung dengan upaya pencegahan dan pengendalian bahaya.
Resiko/bahaya yang sudah diidentifikasi dan dilakukan penilaian memerlukan
langkah pengendalian untuk menurunkan tingkat resiko/bahaya-nya menuju ke titik
yang aman. Hierarki pengendalian tersebut antara lain ialah eliminasi, substitusi,
perancangan, administrasi dan alat pelindung diri (APD).(3)

1. Eliminasi

Hirarki teratas yaitu eliminasi/menghilangkan bahaya dilakukan pada saat


desain, tujuannya adalah untuk menghilangkan kemungkinan kesalahan manusia
dalam menjalankan suatu sistem karena adanya kekurangan pada desain.
Penghilangan bahaya merupakan metode yang paling efektif sehingga tidak hanya
mengandalkan prilaku pekerja dalam menghindari resiko, namun demikian,
penghapusan benar-benar terhadap bahaya tidak selalu praktis dan ekonomis. Contoh-
contoh eliminasi bahaya yang dapat dilakukan misalnya: bahaya jatuh, bahaya
ergonomi, bahaya ruang terbatas, bahaya bising, bahaya kimia (benzene, toluene,
methyl tertiary butyl ether).

2. Substitusi

Metode pengendalian ini bertujuan untuk mengganti bahan, proses, operasi


ataupun peralatan dari yang berbahaya menjadi lebih tidak berbahaya. Dengan
pengendalian ini menurunkan bahaya dan resiko minimal melalui disain sistem
ataupun desain ulang. Beberapa contoh aplikasi substitusi misalnya: Sistem
otomatisasi pada mesin untuk mengurangi interaksi mesin-mesin berbahaya dengan
operator, menggunakan bahan pembersih kimia yang kurang berbahaya, mengurangi
kecepatan, kekuatan serta arus listrik, mengganti bahan baku padat yang
menimbulkan debu menjadi bahan yang cair atau basah.
3. Pengendalian Teknis

Pengendalian secara teknis yakni pengendalian yang ditunjukan terhadap


sumber bahaya atau lingkungan, seperti:

a) Subtitusi, yaitu menggantikan bahan-bahan yang berbahaya dengan bahan-


bahan yang kurang atau tidak berbahaya sama sekali.
b) Isolasi, yaitu memisahkan suatu sumber bahaya dengan pekerja, misalnya
pengadaan ruang panel, larangan memasuki tempat kerja bagi yang tidak
berkepentingan,menutup unit operasi yang berbahaya.
c) Cara basah, dimaksudkan untuk menekan jumlah partikel yang mengotori
udara karena partikel debu mengalami berat.
d) Merubah proses, misalnya pada proses kering dirubah menjadi proses basah
untuk menghindari debu.
e) Ventilasi keluar setempat (lokal exhaust ventilation), yaitu suatu cara
yang dapat menghisap bahan-bahan berbahaya sebelum bahan berbahaya
tersebut masuk keudara ruang kerja.

Pengendalian ini dilakukan bertujuan untuk memisahkan bahaya dengan


pekerja serta untuk mencegah terjadinya kesalahan manusia. Pengendalian ini
terpasang dalam suatu unit sistem mesin atau peralatan. Contoh-contoh implementasi
metode ini misal adalah adanya penutup mesin/machine guard, circuit breaker,
interlock system, start-up alarm, ventilation system, sensor, sound enclosure.

4. Adminitrasi
A. Zat Benzene
 Tanda-tanda Bahaya
Efek pajanan akur benzene berupa sakit kepala, kelelahan, dan
kelemahan. Sedangkan tanda-tanda klinis toksisitas dari benzene termasuk
depresi sistem saraf pusat (SSP), aritmia jantung, dan akhirnya sesak napda
dan juga kegagalan pernapsan jika pajanan berada tingkat yang mematikan.
Efek pajanan kronis benzene berupa efek kesehatan yang paling
signifikan dari pajanan dalam jangka pendek dan jangka panjang adalah
hemotoksisitas, immunotoksisitas, neurotoksisitas dan karsinogenisitas. Selain
itu tiga jenis efek terhadap sumsum tulang karena pajanan benzene yaitu
depresi sumsum tulang yang mengarah terjadinya anemia aplastic, perubahan
kromosom dan karsinogenisitas.

 Prosedur Keselamatan
Di Indonesia memiliki bebrapa standart yang telah ditetapkan untuk
penetapan Nilai Ambang Batas (NAB) terhadap beberapa factor-faktor fisika
dan kimia di tempat kerja. Standart Nasional Indonesia tahun 2005 (SNI
2005) yang mengacu pada Surat Ederan Menteri Tenaga Kerja Nomor SE
01/Men/1997 yang memuat tentang Nilai Ambang Batas (NAB) rata-rata
tertimbang waktu (TWA/Time Weighted Average) zat kimia di tempat kerja
dengan jumlah jam kerja 8 jam per hari atau 40 jam per minggu menyatakan
habwa benzene yang diklasifikasikan dalam kelompok 2A (zat kimia yang
diperkirakan karsinogen untuk manusia) memiliki NAB sebesar 10 ppm atau
32 mg/m3 benzene di udara.
Kemudian Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor PER.13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas (NAB)
faktor fisika dan kimia di tempat kerja menyatakan bahan benzene
diklasifikasikan dalam kelompok A1 (zat kimia yang terbukti karsinogen
untuk manusia) memiliki NAB sebesar 0,5 ppm dan memiliki PSD (Paparan
singkat yang diperkenankan) sebesar 2,5 ppm.
Occupational Safety and Health Administration (OSHA)
mengeluarkan nilai batas mbang pajanan benzene (PEL/Permissible Exposure
Limit) yang diperbolehkan adalah 1 ppm untuk pajanan selama 8 jam kerja
dan 5 ppm untuk pajanan dalam jangka waktu pendek (STEL/Short Term
Exposure Limit) kurang dari 15 menit. The national Institute for Occupational
Safet atau Short Term Exposure Limit (STEL) sebesar 1 ppm. NIOSH juga
mengklasifikasikan benzene sebagai karsinogen.
American Conference of Governmental Industrial Hygienists (ACGIH)
Threshold Limit Value (TLV) atau disingkat TLV-ACGIH menetapkan batas
pajanan benzene untuk TWA/ Time Weighted Average adalah 0,5 ppm (1,6
mg/m3) dan untuk nilai ambang batas pajanan singkat atau Short Term
Exposure Limit (STEL) sebesar 2,5 ppm (8 mg/m3), ACGIH juga
mengklasifikasikan benzene karsinogen bagi manusia (A1) (TLV-ACGIH,
2011).
 Pengukuran dan monitoring Benzene di Lingkungan
Terdapat beberapa metode pengukuran benzene termasuk benzene
yang terdapat di udara, lingkungan maupun benzene ang masuk ke dalam
tubuh. OSH merekomendasikan pengukuran pajanan benzene di udara tempat
kerja dengan menggunakan tabung sorbent arang teraktivasi, dilakukan
desorpsi dengan karbon disulfide (CS2), kemudian dianalisa dengan gas
kromatografi menggunakan detector ionisasi sinar, Flame Ionization Detector
(FID), sedangkan NIOSH merekomendasikan pengumpulan melalui kantung
udara, kemudian dianalisis dengan kromatografi gas portable menggunakan
detector fotoionisasi. Untuk metode penentuan benzene diudara didapat dari
metode NIOSH 1501.

 Durasi kerja

B. Zat Toluene
 Tanda-tanda Bahaya
 Prosedur Keselamatan
 Durasi kerja

C. Zat Methyl-Tertiary Butyl Ether (MBTE)


 Tanda-tanda Bahaya
 Prosedur Keselamatan
 Durasi kerja

5. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)


Alat pelindung diri (APD) atau sering disebut juga dengan Personal Protective
equipment (PPE) adalah peralatan yang digunakan untuk melindungi pengguna
terhadap risiko kesehatan ataupun keselamatan yang belum dapat dikendalikan di
tempat kerja. Alat pelindung diri sebisa mungkin harus nyaman saat digunakan dan
memberikan perlindungan efektif terhadap bahaya serta tidak mengganggu proses
pekerjaan.
Alat pelindung yang digunakan oleh pekerja untuk mengurangi pajanan
benzene, toluene, methyl-tertiary butyl ether (MBTE) dlingkungan kerja seperti
masker dan sarung tangan. Menggunakan masker pada pajanan benzene, toluene,
methyl-tertiary butyl ether (MBTE) dari lingkungan kerja yang masuk melalui saluran
pernapasan akan berkurang. Masker akan menyaring udara yang dihirup dan zat
benzene, toluene, methyl-tertiary butyl ether (MBTE) dalam udara akan tersaring
meskipun tidak seluruhnya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI
No.PER.08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri, bermacam-macam antara lain
alat pelindung pernapasan, alat pelindung tangan, alat pelindung kaki, alat pelindung
mata dan alat pelindung muka. Sementara alat pelindung diri (APD) yang cocok
untuk pekerja operator SPBU adalah menggunakan kacamata (Safety googles),
menggunakan masker jenis Air-purifyng respiratory, menggunakan sepatu yang
berbahan PVC, sarung tangan jenis Chemical resistant, menggunakan peralatan
pelindung pakaian yang sesuai.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No.109 tahun 2012 tentang alat
pelindung diri yang biasanya digunakan di area SPBU adalah :
A. Alat pelindung pernapasan
Alat pelindung pernapasan berguna untuk melindungi sistem pernapasan dari
pengaruh gas, debu, uap ataupun udara yang terkontaminasi di tempat kerja. Alat
pelindung pernapasan antara lain :
1. Air-purifyng repirators
Respirator ini berfungsi untuk melindungi pemakainya dari pparan
(inhalasi) debu, uap, mist, fumes, asap dan fog. Alat ini dipakai terutama
apabila toksisitas zat kimia yang terpapar dan kadar dalam udara tempat
kerja rendah. Respirator tipe ini membersihkan udara yang terkontaminasi
dengan cara filtrasi, adsorsi dan absorbsi. Macam-macam Air-purifyng
repirators :
a. Chemical respirator (catridge respirator dan canister as mask)
Berupa full face mask, half mask atau mouthpiece respirator. Alat ini
mampu membersihkan kontaminan zat kimia di udara dengan cara
adsorsi dan absorbsi.
b. Canister gas mask (canister repirator)
Cara kerjanya sama seperti chemical respirator tetapi tidak boleh
digunakan di tempat kerja dengan kadar toksik yang tinggi (immedietly
dangerous to life). Alat ini dapat melindungi dari paparan partikel-
partikel karena dilengkapi filter.
c. Mechanical filter respirator
Digunakan untuk melindungi dari paparan aerosol zat padat (debu.
Asap, fume) dan aerosol cair (mist, fog) melalui berbagai proses filtrasi.
Efisiensi alat ini ditentukan oleh ukuran aerosol dan jenis filter.
Semakin kecil diameter paru-paru filternya semakin besar tahanan
(resistence) terhadap aliran udara. Filter dapat dibedakan menurut
fungsinya menjadi 3 macam yaitu :
 Dust and mist filters
 Fume filter
 High efficienct filter

2. Air-supplied repirators/breathing apparatus


Alat ini tidak dilengkapi dengan filter dan absorbent. Alat ini melindungi
pemakainya dari paparan zat-zat kimia yang sangat toksik dana tau
berbahaya dari kekurangan oksigen (oxygen deficiency).

B. Alat pelindung tangan (sarung tangan)


Alat pelindung tangan atau sarung tangan berfungsi untuk melindungi kulit
tangan dari paparan bahan berbahaya, untuk memilih sarung tangan yang tepat
perlu dipertimbangkan factor-faktor dibawah ini :
a. Bentuk bahan berbahaya, apakah berbentuk bahan kimia korosif, benda
panas/dingin, dan tajam/kasar.
b.Daya tahan terhadap bahn-bahan kimia.
c. Kepekaan yang diperlukan dalam melakukan suatu pekerjaan
d.Bagian tangan yang dilindungi.

Menurut bentuknya sarung tangan dapat dibedakan menjadi :


a. Gloves, adalah sarung tangan biasa
b. Gauntlets, adalah sarung tangan yang dilapisi plat logam
c. Mitts, adalah sarung tangan dimana keempat jari pemakai dibungkus
menjadi satu kecuali ibu jari (seperti sarung tangan tinju)

C. Alat pelindung kaki


Alat-alat yang digunakan untuk melindungi kaki dari benda-benda jatuh, dan benda
ceceran minyak pelumas agar tidak menempel dikulit kaki.
D. Alat pelindung mata dan muka
Alat pelindung mata dan muka digunakan untuk melindungi mata ataupun muka dari gas
uap.

DAFPUS :
1. Budiono, Sugeng A.M. Management Resiko dalam Hiperkes dan
Keselamatan Kerja Bunga Rampai Hiperkes dan KK Edisi kedua.
Semarang: Universitas Diponegoro. 2011.
2. Suardi, Rudi. Sistem Menegemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Jakarta: PPM. 2013.
3. Ramli, Soehatman. Pedoman Praktis Manajemen Risiko Dalam
Perspektif K3 OHS Risk Management. Jakarta: Dian Rakyat. 2010.
4. Winandar, Aris, Indiraswari. 2016. Hubungan Pengetahuan Dan
Sikap Pekerja SPBU Dengan Penggunaan APD Masker Terhadap
Paparan Zat Benzene Di Kota Langsa 2014. Serambi Saintia Vol IV.
2016.
5. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.2011.Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER13/MEN/X/2011
tentang Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja.
Jakarta. http://www.djpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2011/bn684-
2011.pdf.
6.

Anda mungkin juga menyukai