Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH MIKOLOGI

“Jamur Penyebab Mikosis Superfisialis”

OLEH :

Adolfina Paerunan
PO713203191003

PROGRAM STUDI D.III TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
sehingga makalah dengan judul “Jamur Penyebab Mikosis Superfisialis“ dapat di selesaikan
tepat waktu.
Pada penulisan makalah ini, kami telah berusaha semaksimal mungkin namun
mengingat kodrat manusia sebagai manusia biasa tidak menutup kemungkinan adanya
kekurangan-kekurangan yang membutuhkan koreksi dan penyempurnaan dari berbagai pihak.
Saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Saran dan kritik
sangat kami harapkan demi perbaikan dalam pembuatan makalah, baik yang sekarang maupun
yang akan datang.

Makassar,18 April 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul..................................................................................................................... 1
Kata Pengantar.................................................................................................................... 2
Daftar Isi............................................................................................................................... 3
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah................................................................................................... 5
C. Tujuan...................................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Mikosis Superfisialis................................................................................................. 6
B. Dermatofitosis......................................................................................................... 6
1. Tinea Kapitis....................................................................................................... 11
2. Tinea Favosa...................................................................................................... 13
3. Tinea Korporis.................................................................................................... 15
4. Tinea Kruris........................................................................................................ 17
5. Tinea Pedis dan Manuum.................................................................................. 19
6. Tinea Unguium................................................................................................... 21
7. Tinea Barbae...................................................................................................... 23
8. Tinea Imbrikata.................................................................................................. 24
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................................................. 26
B. Saran........................................................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus
diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang.
Kebersihan kulit merupakan mekanisme utama untuk mengurangi kontak dan transmisi
terjadinya infeksi, salah satunya infeksi jamur (Larson E, 2001).
Infeksi jamur kulit cukup banyak ditemukan di Indonesia, yang merupakan negara tropis
beriklim panas dan lembab, apalagi bila higiene juga kurang sempurna (Madani A, 2000).
Mikosis adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur. Penyakit jamur atau mikosis yang
mempunyai insidensi cukup tinggi ialah mikosis superfisialis. Penyakit yang termasuk
mikosis superfisialis adalah dermatofitosis dan nondermatofitosis, yang terdiri atas
berbagai penyakit diantaranya Pityriasis versicolor (PV), yang lebih dikenal sebagai
penyakit panu (Budimulja, 2002). Dermatofit berkembang pada suhu 25-28"C,dan
timbulnya infeksi pada kulit manusia didukung oleh kondisi yang panas dan lembab.
Dermatofit tersebar di seluruh dunia dan menjadi masalah terutama di Negara
berkembang. Mikosis superfisial mengenai lebih dari 20% hingga 25% populasi sehingga
menjadi bentuk infeksi yang tersering.Di berbagai negara saat ini terjadi peningkatan
bermakna dermatofitosis. Tinea kruris, Tinea pedis dan tinea yang terbanyak ditemukan.
Di Indonesia, dermatofitosis merupakan 52% dari seluruh dermatomikosis dan tinea
kruris dan tinea korporis merupakan dermatomikosis terbanyak.
Infeksi non-dermatofitosis pada kulit biasanya terjadi pada kulit yang paling luar. Hal ini
disebabkan jenis jamur ini tidak dapat mengeluarkan zat yang dapat mencerna keratin kulit
dan tetap hanya menyerang lapisan kulit yang paling luar.

4
Penyakit ini dikenal untuk pertama kali sebagai penyakit jamur pada tahun 1846 oleh
Eichsted. Robin pada tahun 1853 memberi jamur penyebab penyakit ini dengan nama
Microsporum furfurdan kemudian pada tahun 1889 oleh Baillon diberi nama Malassezia
furfur.(Partogi, 2008)

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Mikosis Superfisialis ?
2. Apa yang dimaksud dengan Dermatofitosis ?
3. Bagaimana pembagian infeksi Dematofitosis ?
4. Bagaimana gejala klinis, diagnosis dan pengobatan infeksi Dermatofitosis ?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian tentang Mikosis Superfisialis
2. Mengetahui pengertian tentang Dermatofitosis
3. Mengetahui bagaimana pembagian infeksi Dermatofitosis
4. Mengetahui gejala klinis, diagnosis dan pengobatan infeksi Dermatofitosis
Hematology (ICSH) menganjurkan pemeriksaan hemoganmethehemoglobin. Cara
ini mudah dilakuka

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Mikosis Superfisialis
Mikosis Superfisialis adalah infeksi jamur superfisial yang disebabkan oleh kolonisasi
jamur atau ragi. Penyakit yang termasuk mikosis superfisialis adalah dermatofitosis,
pitiriasis versikolor, dan kandidiasis superfisialis. Mikosis superfisialis cukup banyak diderita
penduduk negara tropis. Suhu dan kelembaban tinggi merupakan suasana yang baik bagi
pertumbuhan jamur, sehingga jamur dapat ditemukan hampir di semua tempat. Penyebab
infeksi mikosis superfisialis dibedakan menjadi 2, yaitu non-dermatofita dan dermatofita.

B. Dermatofitosis
Dermatofitosis ialah mikosis superfisialis atau penyakit jamur pada jaringan yang
mengandung zat tanduk (keratin) ,yakni kuku, rambut dan stratum korneum pada kulit
yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofita.
Dermatofitosis telah dikenal sejak jaman yunani kuno. Orang yunani menamakannya
“herpes” oleh karena bentuk kelainan merupakan lingkaran yang makin lama makin
besar(ring).Orang romawi menghubungkan kelainan ini dengan larva cacing, dan
menamakannya “tinea”. Perpaduan antara herpes dengan tinea dalam bahasa inggris
melahirkan istilah ring worm.
❖ Etiologi
Dermatofitosis merupakan kelompok jamur yang memiliki kemampuan untuk
melekat pada keratin dan menggunakannya sebagai sumber nutrisi yang
memungkinkan jamur tersebut untuk berkoloni pada jaringan yang mengandung
keratin, seperti stratum komeum epidermis, rambut dan kuku. Dermatofitosis
disebabkan jamur golongan dermatofita yang terdiri dari tiga genus yaitu genus:
Mikrosporon, Trikofiton dan Epidermofiton. Enam spesies penyebab utama
dermatofitosis di Indonesia ialah Trichophyton rubrum, Trichophytton mentagrophytes,

6
Microsporum canis, Microsporum gypseum,Trichophyton concentricum,
Epidermophyton floccosum.
Dermatofita berdasarkan habitatnya:
1) Zoofilik merupakan kelompok spesies dermatofita yang menular ke manusia melalui
hewan. Kucing, anjing, kelinci, babi, unggas, kuda, binatang ternak, dan binatang
lainnya merupakan sumber infeksi pada umumnya. Penularan dapat terjadi melalui
kontak langsung dengan hewan tersebut atau secara tidak langsung melalui rambut
hewan terinfeksi. Area terbuka seperti kulit kepala, janggut, wajah, dan lengan
menjadi tempat infeksi tersering.. Misalnya : Microsporum canis dan Trikofiton
verukosum.
2) Geofilik merupakan fungi yang menyebabkan infeksi saat manusia kontak langsung
dengan tanah misalnya Mikrosporon gypseum.
3) Antropofilik merupakan kelompok spesies dermatofita yang hanya berkembang
pada host manusia dan transmisi secara kontak langsung. Kulit yang terinfeksi atau
rambut pada pakaian, topi, sisir, kaus kaki, dan handuk juga dapat menjadi sumber
reservoir. misalnya Mikrosporon audoinii dan Trikofiton rubrum.
❖ Taksonomi
Phylum : Ascomycota
Class : Eurotiomycetes
Order : Onygenales
Family : Arthrodermataceae
Genus : Trichophyton
Species :Trichophytonrubrum,Trichophyton
mentagrophytes,Trichophyton

Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Class : Eurotiomycetes
Ordo : Onygenales

7
Family : Arthrodermataceae
Genus : Microsporum
Spesies : Microsporum gypseum,Microsporum canis

Kingdom :Fungi
Phylum :Ascomycota
Class :Euascomycetes
Order :Onygenales
Family :Arthrodermataceae 
Genus :Epidermophyton
Spesies : Epidermophyton floocosum

❖ Morfologi
1) E.Flocossum :
Mempunyai makrokonidia berbentuk tongkat/gada, berdiniding tebal dan terdiri
atas 2-4 sel dan tersusun pada satu konidiofora.beberapa makrokonidia ini tersusun
pada satu konidiofor mempunyai bentuk hifa yang lebarnya biasanya mikrokonidia
tidak ditemukan. Pada gambaran mikroskopis bentuk hifa lebar,dan tersusun pada
satu konidiofora. Memiliki dinding halus sekitar 1-1,5 mikrometer dengan kurang
dari 10 dinding bagian dalam macroconidia tersebut.
2) Trichophyton :
Pada umumnya genus trikopiton membentuk makrokonidia berbentuk panjang
menyerupai pensil dan semua dermatofita dapat membentuk hifa spiral. Hifa T.
rubrum halus. Jamur ini membentuk banyak mikrokonidia. Mikrokonidia
kecil,berdinding tipis dan berbentuk lonjong. Mikrokonidia ini terletak pada
konidiosfor yang pendek, dan tersusun secara satu per satu pada sisi hifa(en tyrse)
atau berkelompok (en grappe). Makrokonidia berbentuk pensil dan terdiri dari
beberapa sel. Mikrokonidia T.megantrophytes berbentuk bulat dan membentuk
banyak hifa spiral. Makrokonidia T.megantrophytes ini juga seperti pensil.
3) M.canis

8
Mempunyai makrokonidia berbentuk lonjong dan tidak khas. Berbentuk
kumparan yang berujung runcing dan terdiri atas 6 sel atau lebih. Makrokonidia ini
berdinding tebal. Makrokonidia M.gypseum juga berbentuk kumparan terdiri atas 4-
6 sel,dan dindingnya lebih tipis. Makrokonidia M.gypseum berbentuk lonjong dan
tidak khas.

❖ Pembagian / Lokasi Jamur


Secara etiologis dermatofitosis disebabkan oleh tiga genus dan penyakit yang
ditimbulkan sesuai dengan penyebabnya. Diagnosis etiologi ini sangat sukar oleh karena
harus menunggu hasil biakan jamur dan ini memerlukan waktu yang agak lama dan
tidak praktis. Disamping itu sering satu gambaran klinik dapat disebabkan oleh beberapa
jenis spesies jamur, dan kadang-kadang satu gambaran klinis dapat disebabkan oleh
beberapa spesies dematofita sesuai dengan lokalisasi tubuh yang diserang.
Istilah Tinea dipakai untuk semua infeksi oleh dermatofita dengan dibubuhi tempat
bagian tubuh yang terkena infeksi, sehingga diperoleh pembagian dermatofitosis
sebagai berikut :
1) Tinea kapitis: bila menyerang kulit kepala clan rambut
2) Tinea korporis: bila menyerang kulit tubuh yang berambut (globrous skin).
3) Tinea kruris: bila menyerang kulit lipat paha, perineum, sekitar anus dapat meluas
sampai ke daerah gluteus, perot bagian bawah dan ketiak atau aksila
4) Tinea manus dan tinea pedis :Bila menyerang daerah kaki dan tangan, terutama
telapak tangan dan kaki serta sela-selajari.
5) Tinea Unguium : bila menyerang kuku
6) Tinea Barbae : bila menyerang daerah dagu, jenggot, jambang dan kumis.
7) Tinea Imbrikata: bila menyerang seluruh tubuh dengan memberi gambaran klinik
yang khas.
❖ Cara Penularan Dermatofita

9
Cara penularan jamur dapat secara langsung dan secara tidak langsung. Penularan
langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut-rambut yang mengandung jamur baik dari
manusia, binatang atau dari tanah. Penularan tak langsung dapat melalui tanaman, kayu
yang dihinggapi jamur, barang-barang atau pakaian, debu atau air. Disamping cara
penularan tersebut diatas, untuk timbulnya kelainan-kelainan di kulit tergantung dari
beberapa faktor :
1) Faktor virulensi dari dermatofita
Virulensi ini tergantung pada afinitas jamur itu, apakah jamur Antropofilik,
Zoofilik atau Geofilik. Selain afinitas ini masing-masing jenis jamur ini berbeda pula
satu dengan yang lain dalam afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian dari
tubuh Misalnya : Trikofiton rubrum jarang menyerang rambut, Epidermatofiton
flokosum paling sering menyerang lipat pada bagian dalam.
2) Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil, lebih susah untuk terserang jamur.
3) Faktor-suhu dan kelembaban
Kedua faktor ini sangat jelas berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada
lokalisasi atau lokal, di mana banyak keringat seperti lipat paha dan sela-sela jari
paling sering terserang penyakit jamur ini.
4) Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur di mana terlihat
insiden penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah,
penyakit ini lebih sering ditemukan dibanding golongan sosial dan ekonomi yang
lebih baik.
5) Faktor umur dan jenis kelamin
Penyakit Tinea kapitis lebih sering ditemukan pada anak-anak dibandingkan
orang dewasa, dan pada wanita lebih sering ditemukan infeksi jamur di sela-sela jari
dibanding pria dan hal ini banyak berhubungan dengan pekerjaan. Di samping
faktor-faktor tadi masih ada faktor-faktor lain seperti faktor perlindungan tubuh

10
(topi, sepatu dan sebagainya) , faktor transpirasi serta pemakaian pakaian yang
serba nilan, dapat mempermudah penyakit jamur ini.
❖ Gejala -Gejala Klinik Umum
Umumnya dermatofitosis pada kulit memberikan morfologi yang khas yaitu
bercak-bercak yang berbatas tegas disertai efloresensi-efloresensi yang lain, sehingga
memberikan kelainan-kelainan yang polimorf, dengan bagian tepi yang aktif serta
berbatas tegas sedang bagian tengah tampak tenang. Gejala objektif ini selalu disertai
dengan perasaan gatal, bila kulit yang gatal ini digaruk maka papel-papel atau vesikel-
vesikel akan pecah sehingga menimbulkan daerah yang erosit dan bila mengering jadi
krusta dan skuama. Kadang-kadang bentuknya menyerupai dermatitis (ekzema
marginatum), tetapi kadang-kadang hanya berupa makula yang berpigmentasi saja
(Tinea korporis)dan bila ada infeksi sekunder menyerupai gejala-gejala pioderma
(impetigenisasi).
1. Tinea Kapitis (Scalp ring worm ; Tinea Tonsurans)
Tinea kapitis adalah infeksi dermatofita pada kulit kepala,alis mata, bulu mata.
Biasanya penyakit ini banyak menyerang anak-anak dan sering ditularkan melalui
binatang- binatang peliharaan seperti kucing, anjing dan sebagainya.
a. Distribusi geografik
Penyakit terdapat baik di daerah tropic maupun didaerah subtropik,juga
ditemukan di Indonesia.
b. Penyebab
Penyebab utamanya ialah spesies dari genus Microsporum dan Trichophyton.
Penyakit terdapat baik didaerah tropis maupun subtropics,juga ditemukan
diindonesia.

11
Gambar 1.1 Tinea kapitis pada kepala.

c. Patologi dan gejala klinis


Kelainan ini mengenai kulit dan rambut dan lebih banyak terdapat pada anak.
Kelainan yang terjadi mungkin berat atau ringan tergantung penyebab.
Berdasarkan bentuk yang khas Tinea Kapitis dibagi dalam 3 bentuk :
1) Gray pacth ring worm

Penyakit ini dimulai dengan papel merah kecil yang melebar ke sekitarnya dan
membentuk bercak yang berwarna pucat dan bersisik. Warna rambut jadi abu-
abu dan tidak mengkilat lagi, serta mudah patah dan terlepas dari akarnya,
sehingga menimbulkan alopesia setempat. Dengan pemeriksaan sinar wood
tampak flourisensi kekuning-kuningan pada rambut yang sakit melalui batas
"Grey pacth" tersebut. Jenis ini biasanya disebabkan spesies mikrosporon dan
trikofiton.
2) Black dot ring worm

12
Terutama disebabkan oleh Trikofiton Tonsurans, T. violaseum, mentagrofites.
infeksi jamur terjadi di dalam rambut (endotrik) atau luar rambut (ektotrik) yang
menyebabkan rambut putus tepat pada permukaan kulit kepala. Ujung rambut
tampak sebagai titik-titik hitam diatas permukaan kulit, yang berwarna kelabu
sehingga tarnpak sebagai gambaran ” back dot". Biasanya bentuk ini terdapat
pada orang dewasa dan lebih sering pada wanita. Rambut sekitar lesi juga jadi
tidak bercahaya lagi disebabkan kemungkinan sudah terkena infeksi penyebab
utama adalah Tricophyiton tonsusurans dan T.violaseum.
3) Kerion

Bentuk ini adalah yang serius, karena disertai dengan radang yang hebat yang
bersifat lokal, sehingga pada kulit kepala tampak bisul-bisul kecil yang
berkelompok dan kadang-kadang ditutupi sisik-sisik tebal. Rambut di daerah ini
putus-putus dan mudah dicabut. Bila kerion ini pecah akan meninggalkan suatu
daerah yang botak permanen oleh karena terjadi sikatrik. Bentuk ini terutama
disebabkan oleh Mikosporon kanis, M.gipseum , T.tonsurans dan T. Violaseum.
d. Diagnosis

13
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis pemeriksaan dengan lampu
wood dan pemeriksaan mikroskopik rambut langsung dengan KOH Pada
pemeriksaan mikroskopik akan terlihat spora di luar rambut atau di dalam rambut.
e. Diagnose laboratorium
Infeksi pada rambut di tandai dengan kerusakan yang ditemukan pada
pemeriksaan. Lesi dapat dilepaskan pada forcep tanpa disertai dengan trauma atau
dikumpulkan dengan potongan-potongan halus dengan ayakan halus atau sikat gigi.
Sampel rambut terpilih di kultur atau di lembutkan dengan KOK 10-20 % sebelum
pemeriksaan di bawah mikroskop. Pemeriksaan dengan preparat KOH selalu
menghasilkan diagnose yang tepat adanya infeksi tinea.
Pada pemeriksaan lampu wood didapatkan infeksi rambut oleh M.canis,
M.ferugineum akan memberikan fluoresensi cahaya hijau terang hingga kuning
kehijauan. Infeksi rambut oleh T.schoeiileinii akan terlihat warna hijau pudar atau
biru keputihan dan hifa didapatkan di dalam batang rambut.
f. Pengobatan
Pada masa sekarang dermatofitosis pada umunya dapat diatasi dengan
pemberian griseofulfin yang bersifat fungistatik. Namun pengobatan harus
berlangsung cukup lama karena waktu yang dibutuhkan griseofulfin untuk
menghasilkan lapisan kreatinin yang resisten sekitar 4-6 minggu.
Beberapa antimikotik terbaru termasuk itraconazole terbinafine dan fluconazole
telah dilaporkan sebagai obat yang efektif dan aman . pengobata yang efektif dan
aman untuk tinea kapitis dengan infeksi endotriks digunakan itraconazole,
terbinafine, tablet fluconazole.
g. Pencegahan
Rajin mencuci rambut dengan shampoo untuk menjaga kebersihan kulit kepala.
Apabila mempunyai binatang peliharaan jagalah kebersihan nya dengan
memandikan nya secara teratur.

2. Tinea Favosa

14
Tinea favosa adalah infeksi jamur kronis terutama oleh Trichophyton dan Microsporum.
a. Distribusi geografik
Penyakit terdapat terutama di Polandia, Rusia, Mesir, Balkan dan negeri-negeri
sekitar laut tengah. Jarang ditemukan di Indonesia.

Gambar 1.2 Tinea favosa pada kepala.

b. Gejala klinik
Penyakit ini mirip tinea kapitis ditandai kelainan di kepala dimulai dengan bintik-
bintik kecil di bawah kulit yang berwarna merah kekuningan dan berkembang
menjadi krusta yang berbentuk cawan (skutula), serta memberi bau busuk seperti
bau tikus "moussy odor". Rambut di atas skutula putus-putus dan mudah lepas dan
tidak mengkilat lagi. Bila menyembuh akan meninggalkan jaringan parut dan
alopesia yang permanen.
c. Penyebab utamanya adalah Trikofiton schoenleini, T. violasum dan T. gipsum.
d. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis pemeriksaan dengan lampu
wood dan pemeriksaan mikroskopik rambut langsung dengan KOH Pada
pemeriksaan mikroskopik akan terlihat spora di luar rambut atau di dalam rambut.
e. Diagnose laboratorium

15
Infeksi pada rambut di tandai dengan kerusakan yang ditemukan pada
pemeriksaan. Lesi dapat dilepaskan pada forcep tanpa disertai dengan trauma atau
dikumpulkan dengan potongan-potongan halus dengan ayakan halus atau sikat gigi.
Sampel rambut terpilih di kultur atau di lembutkan dengan KOK 10-20 % sebelum
pemeriksaan di bawah mikroskop. Pemeriksaan dengan preparat KOH selalu
menghasilkan diagnose yang tepat adanya infeksi tinea.
Pada pemeriksaan lampu wood didapatkan infeksi rambut oleh M.canis,
M.ferugineum akan memberikan fluoresensi cahaya hijau terang hingga kuning
kehijauan. Infeksi rambut oleh T.schoeiileinii akan terlihat warna hijau pudar atau
biru keputihan dan hifa didapatkan di dalam batang rambut.
f. Pengobatan
Pada masa sekarang dermatofitosis pada umunya dapat diatasi dengan
pemberian griseofulfin yang bersifat fungistatik. Namun pengobatan harus
berlangsung cukup lama karena waktu yang dibutuhkan griseofulfin untuk
menghasilkan lapisan kreatinin yang resisten sekitar 4-6 minggu.
Beberapa antimikotik terbaru termasuk itraconazole terbinafine dan fluconazole
telah dilaporkan sebagai obat yang efektif dan aman . pengobata yang efektif dan
aman untuk tinea kapitis dengan infeksi endotriks digunakan itraconazole,
terbinafine, tablet fluconazole.
g. Pencegahan
Rajin mencuci rambut dengan shampoo untuk menjaga kebersihan kulit kepala.
Apabila mempunyai binatang peliharaan jagalah kebersihan nya dengan
memandikan nya secara teratur.

3. Tinea Korporis (Tinea circinata = Tinea glabrosa)


Tinea Korporis adalah suatu penyakit kulit menular yang disebabkan oleh jamur
golongan dermatofita. Penyakit kulit ini mempunyai banyak sekali nama lain, yaitu tinea
sirsinata, tinea glabrosa, scherende flechte, kurap, herpes sircine trichophytique, atau
ringworm of the body.

16
a. Distribusi geografik
Penyakit terdapat terutama di daerah tropic, banyak terdapat di Indonesia.

Gambar 1.3 Penderita Tinea korporis

b. Gejala klinik
Penyakit ini banyak diderita oleh orang-orang yang kurang mengerti kebersihan
dan banyak bekerja ditempat panas, yang banyak berkeringat serta kelembaban
kulit yang lebih tinggi. Predileksi biasanya terdapat dimuka, anggota gerak atas,
dada, punggung dan anggota gerak bawah. Bentuk yang klasik dimulai dengan lesi-
lesi yang bulat atau lonjong dengan tepi yang aktif. Dengan perkembangan ke arah
luar maka bercak-bercak bisa melebar dan akhirnya dapat memberi gambaran yang
polisiklis, arsiner, atau sinsiner. Pada bagian tepi tampak aktif dengan tanda-tanda
eritema, adanya papel-papel dan vesikel, sedangkan pada bagian tengah lesi relatif
lebih tenang. Bila tinea korporis ini menahun tanda-tanda aktif jadi menghilang
selanjutnya hanya meningggalkan daerah-daerah yang hiperpigmentasi saja.
Kelainan-kelainan ini dapat terjadi bersama-sama dengan Tinea kruris.

17
c. Penyebab utamanya adalah : T.violaseum, T.rubrum, T.metagrofites. Mikrosporon
gipseum, M.kanis, M.audolini. penyakit ini sering menyerupai :
● Pitiriasis rosea
● Psoriasis vulgaris
● Morbus hansen tipe tuberkuloid
● Lues stadium II bentuk makulo-papular.
d. Diagnosis laboratorium
Diagnosis relative mudah dibuat dengan menemukan jamur dibawah mikroskop
pada kerokan kulit.kerokan kulit dapat dikultur dengan media yang cocok.
Pertumbuhan dari jamur pada media kultur paling sering muncul dalam 1 atau 2
minggu.
e. Pemeriksaan mikroskop
Sampel untuk diagnostic diperoleh dari kerokan dan usapan lesi kulit. Bagian
yang terinfeksi dibersihkan dengan alcohol 70%. Hasil kerokan kemudian diletakkan
pada objek glass steril selanjutnya ditambahkan 1-2 tetes KOH 10%. Sediaan
dibiarkan pada suhu kamar selama 2-5 menit, dilayangkan beberapa kali diatas api
kecil dan dilihat dibawah mikroskop. Adanya hifa atau konidia menunjukkan infeksi
disebabkan oleh jamur.
f. Pengobatan
Pengobatan sistemik berupa griseofulvin 500 mg sehari selama 3-4
minggu,itrakazol 100 mg sehari selama 2 minggu, obat topical salep witfield.
g. Pencegahan
Mengurangi kelembapan dari tubuh pasien dengan menghindari pakaian yang
panas,memperbaiki ventilasi rumah dan menghindari keringat berlebih.
Menghindari sumber penularan yaitu binatang kuda,kucing,anjing, atau kontak
pasien lain. Menghilangkan fokal infeksi ditempat lain.
4. Tinea Kruris (Eczema marginatum."Dhobi itch", "Jockey itch")
Tinea kruris adalah penyakit jamur dermatofita didaerah lipatan paha, genitalia
dan sekitar anus yang dapat menyebar kebagian bokong danperut bagian bawah.

18
a. Distribusi geografik
Penyakit terdapat baik didaerah tropic maupun didaerah dingin. Banyak
ditemukan diindonesia.

Gambar 1.4 Tinea kruris.

b. Gejala klinik
Penyakit ini memberikan keluhan perasaan gatal yang menahun, bertambah
hebat bila disertai dengan keluarnya keringat. Kelainan yang timbul dapat bersifat
akut atau menahun. Kelainan yang akut memberikan gambaran yang berupa makula
yang eritematous dengan erosi dan kadang-kadang terjadi ekskoriasis. Pinggir
kelainan kulit tampak tegas dan aktif.
Apabila kelainan menjadi menahun maka floresensi yang nampak hanya makula
yang hiperpigmentasi disertai skuamasi dan likenifikasi. Gambaran yang khas adalah
lokalisasi kelainan, yakni daerah lipat paha sebelah dalam, daerah perineum dan
sekitar anus. Kadang-kadang dapat meluas sampai ke gluteus, perot bagian bawah
dan bahkan dapat sampai ke aksila.
c. Penyebab utama adalah Epidermophyton floccosum, Tricophyton rubrum dan
T.mentografites.

d. Pengobatan
Tinea cruris lebih baik diobati secara topikal dengan menggunakan antijamur 
allylamine (naftifine dan terbinafine) atau antijamur azole (clotrimazole, econazole,

19
miconazole, ketokonazole, oxiconazole, dan sulconazole). Allylamine memiliki durasi
terapi yang lebih pendek, tingkat kekambuhan yang lebih rendah dan bekerja 
independen pada sistem sitokrom P450. Allylamine tersedia dalam bentuk emulsi-
gel, krim, dan semprot.  Anti jamur ini diberikan satu kali sehari selama satu minggu
(Nadalo dan Montoya, 2006).
Menurut Bahroelim Bahri dan R. Setyabudi (2005), golongan imidazol yang
efektif dalam pengobatan tinea cruris yaitu pada clotrimazol. Mekanisme kerjanya
yaitu dengan menghambat sintesis ergosterol yang mengakibatkan permeabilitas
membran sel jamur meningkat dan menyebabkan terjadinya gangguan sintesis asam
nukleat atau penimbunan peroksida dalam sel jamur yang akan menimbulkan
kerusakan sehingga obat dapat menembus ke dalam lapisan tanduk kulit dan akan
menetap di sana selama empat hari. Clotrimazol tersedia dalam bentuk krim dan
larutan dengan kadar 1% untuk dioleskan selama satu hari sekali. Pada pemakaina 
topikal dapat terjadi rasa terbakar, eritema, edema, gatal, dan urtikaria.
e. Pencegahan
1) Perkembangan infeksi jamur diperberat oleh panas, basah dan maserasi. Jika
faktor-faktor lingkungan ini tidak diobati, kemungkinan penyembuhan akan 
lambat. Daerah intertrigo atau daerah antara jari-jari dan lipatan sesudah mandi
harus  dikeringkan dan diberi bedak pengering atau bedak anti jamur.
2) Pasien dengan hiperhidrosis dianjurkan agar memakai pakaian dari bahan katun
yang menyerap keringat dan jangan memakai pakaian yang ketat.
3) Pakaian dan handuk agar sering diganti dan dicuci bersih-bersih dengan air
panas.

5. Tinea Manus et Pedis

20
Tinea pedis merupakan golongan penyakit jamur dipermukaan yang disebabkan
oleh jamur dermatofita.
a. Distribusi geografik
Penyakit terdapat di daerah tropic maupun daerah lainnya. Banyak terdapat
diindonesia.

Gambar 1.5 Tinea manus et pedis pada jari kaki.

b. Gejala klinik
Tinea pedis disebut juga Athlete's foot = "Ring worm of the foot". Penyakit ini
sering menyerang orang-orang dewasa yang banyak bekerja di tempat basah seperti
tukang cuci, pekerja-pekerja di sawah atau orang-orang yang setiap hari harus
memakai sepatu yang tertutup seperti anggota tentara. Keluhan subjektif bervariasi
mulai dari tanpa keluhan sampai rasa gatal yang hebat dan nyeri bila ada infeksi
sekunder, infeksi tinea manuum, umumnya hanya satu tangan yang terkena, diikuti
dengan infeksi pada kaki dan kuku kaki yang biasa disebut sindroma “two feet-one
hand”. Tampilan klasik dari manus menunjukkan infeksi sekunder pada tangan
dikarenakan ekskoriasi dan menyentuh kaki serta kuku kaki yang 20 sudah terinfeksi
terlebih dahulu. Tinea manuum tetap harus dicurigai pada individu dengan angka
kelembapan yang rendah, karena dermatofita penyebab tinea manuum seringkali
tersembunyi pada lipatan tangan. Tinea manuum memiliki penyebaran melalui
kontak langsung dengan manusia atau hewan yang terinfeksi, tanah, atau

21
autoinokulasi.Umumnya hanya satu tangan yang terkena, diikuti dengan infeksi pada
kaki dan kuku kaki yang biasa disebut sindroma “two feet-one hand”. Tampilan
klasik dari manus menunjukkan infeksi sekunder pada tangan dikarenakan ekskoriasi
dan menyentuh kaki serta kuku kaki yang 20 sudah terinfeksi terlebih dahulu. Tinea
manuum tetap harus dicurigai pada individu dengan angka kelembapan yang
rendah, karena dermatofita penyebab tinea manuum seringkali tersembunyi pada
lipatan tangan. Tinea manuum memiliki penyebaran melalui kontak langsung
dengan manusia atau hewan yang terinfeksi, tanah, atau autoinokulasi.
Ada 3 bentuk Tinea pedis
1) Bentuk intertriginosa
keluhan yang tampak berupa maserasi, skuamasi serta erosi, di celah-
celah jari terutama jari IV dan jari V. Hal ini terjadi disebabkan kelembaban di
celah-ceIah jari tersebut membuat jamur-jamur hidup lebih subur. Bila menahun
dapat terjadi fisura yang nyeri bila kena sentuh. Bila terjadi infeksi dapat
menimbulkan selulitis atau erisipelas disertai gejala-gejala umum.
2) Bentuk hiperkeratosis
Disini lebih jelas tampak ialah terjadi penebalan kulit disertai sisik
terutama ditelapak kaki, tepi kaki dan punggung kaki. Bila hiperkeratosisnya
hebat dapat terjadi fisura-fisura yang dalam pada bagian lateral telapak kaki.
3) Bentuk vesikuler subakut
Kelainan-kelainan yang timbul di mulai pada daerah sekitar antar jari,
kemudian meluas ke punggung kaki atau telapak kaki. Tampak ada vesikel dan
bula yang terletak agak dalam di bawah kulit, diserta perasaan gatal yang hebat.
Bila vesikel-vesikel ini memecah akan meninggalkan skuama melingkar yang
disebut Collorette.
Bila terjadi infeksi akan memperhebat dan memperberat keadaan
sehingga dapat terjadi erisipelas. Semua bentuk yang terdapat pada Tinea pedis,
dapat terjadi pada Tinea manus, yaitu dermatofitosis yang menyerang tangan.

22
Penyebab utamanya ialah : T .rubrum, T .mentagrofites, dan Epidermophyton
floccosum.
Tinea manus dan Tinea pedis harus dibedakan dengan :
● Dermatitis kontak akut alergis
● Skabiasis
● Psoriasispustulosa

c. Diagnosis laboratorium
Diagnosa ditegakkan berdasar gambaran klinis dan pemeriksaan kerokan kulit
dengan KOH 10-20% yang menunjukan eleman jamur.
d. Pengobatan
Pengobatan cukup dengan pengobatan topical saja dengan obat-obat anti jamur
untuk interdigital dan vesikuler selama 4-6 minggu. Oleskan krim/bedak anti jamur
yang tepat
e. Pencegahan
Dimulai dari mencuci kaki setiap hari. Kaki yang telah dicuci dikeringkan dengan
baik,khususnya sela-sela kaki. Jika menggunakan kaus kaki,gunakan kaus kaki yang
bersih. Jangan menggunakan kaus kaki yang basah dan lembap. Usahakan memakai
kaus kaki yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat.

6. Tinea Unguium (Onikomikosis = ring worm of the nails)


Onikomikosis ini merupakan penyakit jamur yang kronik sekali, penderita minta
pertolongan dokter setelah menderita penyakit ini setelah beberapa lama, karena
penyakit ini tidak memberikan keluhan subjektif, tidak gatal, dan tidak sakit.
a. Distribusi geografik
Penyakit ini terdapat diseluruh dunia ,juga di Indonesia.

23
Gambar 1.6 Tinea unguium pada kuku kaki

b. Gejala klinik
Penyakit ini dapat dibedakan dalam 3 bentuk tergantung jamur penyebab dan
permulaan dari dekstruksi kuku. Subinguinal proksimal bila dimulai dari pangkal
kuku, Subinguinal distal bila di mulai dari tepi ujung dan Leukonikia trikofita bila di
mulai dari bawah kuku. Permukaan kuku tampak suram tidak mengkilat lagi, rapuh
dan disertai oleh subungual hiperkeratosis. Dibawah kuku tampak adanya detritus
yang banyak mengandung elemen jamur. Kadang-kadang penderita baru datang
berobat setelah seluruh kukunya sudah terkena penyakit.
c. Penyebab utama adalah : T.rubrum, T.metagrofites
Diagnosis banding:
1) Kandidiasis kuku
2) Psoriasis yang menyerang kuku
3) Akrodermatitis persisten
d. Diagnosis laboratorium
Diagnosis ditegakkan berdasar gejala klinis pada pemeriksaan kerokan kuku
dengan KOH 10-20%.Biakan dengan menemukan elemen jamur.Histopatologi
dengan pewarnaan periodic acid. Pemeriksaan ini paling sensitive,adanya periodic

24
acid menyebabkan gugus hidroksil pada polisakarida kompleksdinding sel jamur
mengalami oksidasi menjadi aldehid dan bereaksi dengan reagen Schiff sehingga
jamur berwarna merah dan berbeda dari sekitarnya.Kultur jamur dengan media
saboround dextrose agar.
e. Pengobatan
Pengobatan infeksi jamur pada kuku, jarang atau sukar untuk mencapai
kesembuhan total. Kuku yang menebal dapat ditipiskan secara mekanis misalnya
dengan kertas amplas, untuk mengurangi keluhan-keluhan kosmetika. Pemakaian
haloprogin lokal atau larutan derivat asol bisa menolong. Pencabutan kuku jari kaki
dengan operasi, bersamaan dengan terapi griseofulvin sistemik, merupakan satu-
satunya pengobatan yang bisa diandalkan terhadap onikomikosis jari kaki.
f. Pencegahan
Dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan tubuh dan lingkungan sekitar.
Hindari terlalu sering kontak langsung dengan air kotor. Bersihkan tangan dengan
sabun setelah beraktivitas.

7. Tinea Barbae
Tinea barbae adalah penyakit jamur yang mengenai janggut, jambang dan kumis
a. Distribusi geografik
Penyakit ini belum pernah ditemukan di Indonesia.

Gambar 1.7 Tinea barbae pada wajah.

25
b. Gejala klinik
Penderita Tinea barbae ini biasanya mengeluh rasa gatal di daerah jenggot,
jambang dan kumis, disertai rambut-rambut di daerah itu menjadi
putus.Penyebabnya adalah T. verrucosum (originating from cattle) dan T.
mentagrophytes var. equinum (originating from horses)
Ada 2 bentuk yaitu superfisialis dan kerion
1) Superfisialis
Kelainan-kelainan berupa gejala eritem, papel dan skuama yang mula-
mula kecil selanjutnya meluas ke arab luar dan memberi gambaran polisiklik,
dengan bagian tepi yang aktif. Biasanya gambaran seperti ini menyerupai tinea
korporis.
2) Kerion
Bentuk ini membentuk lesi-lesi yang eritematous dengan ditutupi krusta atau
abses kecil dengan permukaan membasah oleh karena erosi.
Tinea barbae ini didiagnosa banding dengan :
● Sikosis barbae (folikulitis oleh karena piokokus)
● Karbunkel
● Mikosis dalam

c. Diagnosis laboratorium
Diagnosis tinea barbae dikonfirmasi dengan mikroskop dari kerokan kulit dan
rambut kulit ditarik keluar sampai ke akar.
d. Pengobatan
Obat anti jamur topikal mungkin cukup untuk kasus-kasus ringan tinea barbae,
tetapi biasanya diobati dengan obat anti jamur oral termasuk terbinafine dan
itrakonazol.
e. Pencegahan

26
Menghilangkan sumber infeksi tinea barbae sangat penting. Jika pekerja
pertanian terinfeksi, dapat dilakukan pemeriksaan kepada semua hewan yang
terdapat lesi kulit jamur. Pengobatan infeksi jamur kulit lainnya, seperti tinea pedis
atau onikomikosis, dapat mencegah penyebaran infeksi oleh autoinokulasi.

8. Tinea Imbrikata
Tinea imbrikata adalah penyakit yang disebabkan jamur dermatofita yang
memberikan gambaran yang khas berupa makula yang eritematous dengan skuama
yang melingkar.
a. Distribusi geografik
Penyakit ini banyak terdapat didaerah tropic dan endemis di beberapa daerah di
Indonesia (jawa,Kalimantan,irian jaya,dan lain-lain).

Gambar 1.8 Tinea imbrikata pada area perut

b. Gejala klinik
Penyakit ini adalah bentuk yang khas dari Tinea korporis yang disebabkan oleh
Trikofiton konsentrikum. Gambaran klinik berupa makula yang eritematous dengan
skuama yang melingkar. Apabila diraba terasa jelas skuamanya menghadap ke
dalam. Pada umumnya pada bagian tengah dari lesi tidak menunjukkan daerah yang
lebih tenang, tetapi seluruh makula ditutupi oleh skuama yang melingkar. Penyakit
ini sering menyerang seluruh permukaan tubuh sehingga menyerupai :

27
1) Eritrodemia
2) Pempigus foliaseus
3) Iktiosis yang sudah menahun
c. Diagnosis laboratorium
1) Kerokan kulit dengan KOH 10%, dipanasi sebentar tidak sampai mendidih. Dapat
ditemukan hifa, miselium, dan spora.
2) Biakan skuama pada media Sabouraud, menghasilkan koloni ragi.
Gambaran klinik yang khas ini, tidak ditemukan pada penyakit lain sehingga
memudahkan diagnosis pasti.
d. Pengobatan
Pengobatan sistemik pada umumnya mempergunakan griseofulvin 500 mg per
hari selama 4 minggu,sering kambuh setelah pengobatan memerlukan pengobatan
ulang yang lebih lama,ketokonazol 200 mg sehari,obat topical tidak begitu efektif
karena daerah yang terserang luas.
e. Pencegahan
Dilakukan dengan menjaga kebersihan badan serta lingkungan. Keadaan lembab
dan panas dapat mempengaruhi penyebaran ini. Hindari pemakaian baju yang tidak
meyerap keringat,selain itu mandilah dengan teratur menggunakan sabun
antiseptic.

❖ Prognosis dermatofita
Perkembangan penyakit dermatofitosis dipengaruhi oleh bentuk klinik dan
penyebab penyakitnya disamping faktor-faktor yang memperberat atau memperingan
penyakit. Apabila faktor-faktor yang memperberat penyakit dapat dihilangkan,
umumnya penyakit ini dapat hilang sempurna.
BAB III
PENUTUP
.

28
A. Kesimpulan
Mikosis superficial adalah penyakit jamur yang menginfeksi lapisan permukaan
kulit,yaitu stratum korneum,rambut dan kuku. Ada dua golongan jamur yang
menyebabkan mikosis superfisialis yaitu Dermatofita dan Non Dermatofita.
Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya
stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku yang disebabkan jamur golongan
dermatofita. Dermatofitosis dibagi berdasarkan lokasi bagian tubuh manusia yang diserang.
Yang termasuk dari dermatofitosis adalah tinea kapitis, tinea favosa, tinea korporis, tinea
kruris, tinea manus et pedis, tinea unguium, tinea barbae, dan tinea imbrikata.

B. Saran
Dengan melihat kenyataan yang ada di kalangan masyarakat yang sering terkena
penyakit ini, yaitu masyarakat yang pekerjaannya berkontak langsung dari matahari
(panas). Kami menyampaikan beberapa saran yang mungkin dapat membantu mencegah
atau mengobati penyakit ini :
1. Pada masyarakat yang sudah terkena segeralah berobat dan jangan menularkan
penyakit sekalipun dengan sengaja
2. Apabila masyarakat sudah merasakan gejala, seperti gatal-gatal di area tertentu segera
mungkin berikan obat anti gatal atau langsung periksakan ke dokter jika gejala
bertambah parah.

DAFTAR PUSTAKA

29
Arnold, Odum, James.Andrew's :Desease of the skin, .8th ed ,London. WBSounders Co., 1989 :
347-349. http://library.usu.ac.id/download/fkg/fkg-trelia1.pdf Tanggal diakses: 24
mei 2015
Balus, L: Grigoriu D : Pityriasis versicolor. CILAG-LTD 1982.
http://library.usu.ac.id/download/fkg/fkg-trelia1.pdf Tanggal diakses: 24 mei 2015
Boel, Trelia. Mikosis Superfisial. Dalam : USU digital library. Fakultas Kedokteran Gigi Sumatera
Utara. 2003.
Budimulja, Unandar. Mikosis, Dalam Djuanda A, Hamzah M, Ausah S, editir. ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. FKUI. Jakarta, 2007, edisi ke-5 : 89-105
Farida. Mikosis. Dalam : Bahan Kuliah Sistem Kedokteran Tropis. FK. UNHAS. Makassar. 2007.
Gandahusada,srisasi.dkk.1998.parasitologi kedokteran.jakarta:balai penerbit FKUI.
Jawetz, Melnick & Adelberg : Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20, EGC Jakarta 1996.
http://library.usu.ac.id/download/fkg/fkg-trelia1.pdf Tanggal diakses: 24 mei 2015
Kenneth J. Ryan: Sherris Medical Micribiology.Pretice Hall International Inc , 1994.
http://library.usu.ac.id/download/fkg/fkg-trelia1.pdf Tanggal diakses: 24 mei 2015
Kuswadji : Dermatimikosis. Budimulja U, Sunoto, Tjokronegoro A . Penyakit Jamur, Jakarta FKUI.
1983 http://library.usu.ac.id/download/fkg/fkg-trelia1.pdf Tanggal diakses: 24 mei
2015
Rippon.J : Superfisialis Infections.in Medical Mycology, second ed Tokyo, WB saunders Co. 1988
http://library.usu.ac.id/download/fkg/fkg-trelia1.pdf Tanggal diakses: 24 mei 2015
Siregar.S: Penyakit Jamur Kulit. EGC Jakarta.1982

30

Anda mungkin juga menyukai