Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan utama di Indonesia,


termasuk infeksi jamur atau mikosis.Mikosis paru adalah gangguan paru (termasuk saluran
napas) yang disebabkan oleh kolonisasi jamur atau reaksi hipersensitif terhadap jamur. 1
Kasus-kasus infeksi jamur makin banyak ditemukan, karena teknik pemeriksaan yang
semakin maju.Selain itu, frekuensi mikosis paru juga semakin meningkat seiring dengan
peningkatan penyakit Sindrom Imunodefisiensi Akut (SIDA) dan keganasan. Faktor
predisposisi lainnya yaitu pemakaian obat-obat kortikosteroid, imunosupresif,
sitostatistika.2
Mikosis paru terjadi pada dua keadaan, yaitu terdapat kelainan paru kronik dan
keadaan imunokompromis. Penyakit paru yang berisiko tinggi menimbulkan mikosis paru
adalah keganasan, tuberculosis (TB) paru dengan kerusakan paru luas misalnya kavitas,
asma, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), bronkiektasis, dan keadaan
imunokompromis pascakemoterapi atau penggunaan kortikosteroid jangka panjang. SIDA
merupakan salah satu faktor pemicu timbulnya mikosis paru.1
Penyakit paru karena jamur (mikosis paru) termasuk mikosis sistemik. Mikosis
paru yang paling sering terjadi adalah aspergilosis, kandidosis, kriptokokosis, pneumonia
pneumositis (PCP), dan histoplasmosis.1,2 Secara klinis, gejala mikosis paru sangat
bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai gejala berat yang dapat menimbulkan kematian.
Gejala utama yang sering dijumpai berupa batuk, batuk kronik dengan dahak, kadang-
kadang sesak napas, batuk darah, sakit dada, dan demam.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1
A. Definisi
Mikosis paru adalah gangguan paru yang disebabkan oleh infeksi/kolonisasi jamur
atau reaksi hipersensitif terhadap jamur.1

B. Klasifikasi
Berdasarkan jamur penyebab, Riddell menglasifikasikan mikosis paru menjadi2:
1. Aktinomisetes (aktinomikosis, nokardiomikosis).
2. Ragi dan jamur menyerupai ragi (kriptokokosis, kandidosis).
3. Jamur berfilamen (aspergillosis, mukormikosis).
4. Jamur dimorfik (histoplasmosis, koksidiodomikosis, blastomikosis).
Sementara, berdasarkan keberadaan jamur dalam tubuh, mikosis paru dibagi menjadi2:
1. Mikosis paru yang disebabkan jamur pathogen, bisa bersifat:
- Endemic yaitu histoplasmosis, blastomikosis, koksidiodomikosis dan
parakoksidiodomikosis.
- Nonendemik yaitu kriptokokosis
2. Mikosis paru disebabkan jamur oportunis, yaitu aspergillosis, kandidosis,
nokardiosis, mukormikosis

Berikut ini merupakan penjelasan dari beberapa mikosis paru yang sering terjadi, yaitu:
1. Histoplasmosis
Histoplasmosis merupakan penyakit yang disebabkan jamur Histoplasma
capsulatum.H. capsulatum bersifat dimorfik, hidup dalam tanah yang mengandung
kotoran burung, ayam, kelelawar. Histoplasmosis hidup dan tumbuh sangat baik pada
suhu 22-29C dengan kelembaban udara berkisar 67%-87%.1,3
Manusia biasanya terinfeksi dengan cara terhirup spora H. capsulatum, tidak
ditularkan dari manusia ke manusia lainnya maupun dari hewan ke manusia atau
sebaliknya.2 Saat terinhalasi spora H capsulatum, beberapa spora berhasil menghindari
pertahanan nonspesifik paru hingga mencapai alveolus. Spora kemudian berubah
menjadi fase ragi dan bermultiplikasi dengan pembelahan biner. Sistem pertahanan
tubuh yang pertama berespon kemudian adalah neutrofil, lalu diikuti dengan makrofag
yang memfagosis ragi. Ragi yang difagosit tidak berhasil dibunuh, justru
bermultiplikasi dalam tubuh makrofag, menyebar ke hilus lalu ke seluruh tubuh.3

2
Dua minggu setelah inhalasi, respon imun yang dimediasi limfosit mulai
berkembang. Terjadi peningkatan limfosit dan makrofag untuk mengendalikan infeksi
jamur histoplasosis. Berbagai sitokin proinflamasi dikeluarkan, seperti interleukin-12
(IL-12), interferon- (IFN-), tumor necrosis factor- (TNF-), yang bersifat protektif
terhadap jamur. Pembentukan granuloma bergantung interaksi antara limfosit dan
makrofag, semakin meningkat intensitas inflamasi akan memunculkan nekrosis
kaseosa yang sulit dibedakan dengan TB.3
Penyembuhan lesi ini disertai fibrosis periferal. Area tengah berupa nekrosis yang
terkapsulasi, seringkali disertai kalsifikasi. Fokus kalsifikasi dapat terlihat sebagai
nodul tunggal atau multipel pada foto rontgen atau sebagai kompleks Gohn yang
disertai kalsifikasi hilar dan periferal.3
Manifestasi penyakit ini dapat tidak bergejala, positif dengan uji kulit histoplasmin
sampai penyakit paru yang fatal. Masa inkubasi sekitar 14 hari dengan gambaran klinis
kadang menyerupai tuberculosis. Gambaran klinis histoplasmosis paru dibagi atas2,3:
a) Histoplasmosis asimtomatik, dapat dijumpai sekitar 90% penduduk terinfeksi
H. capsulatum pada daerah endemik, tidak ada gejala, tes histoplasmin positif.
b) Histoplasmosis paru akut, seringkali terjadi pada orang yang berkunjung ke
daerah endemic. Gejala klinis tidak khas, bila spora yang terhirup cuku banyak,
dapat menimbulkan sesak napas, sianosis, sakit dada, ruam, eritema
multiforme, dan sakit pleura. Stadium akut ini berakhir dalam 3 minggu dengan
penyembuhan sempurna.
c) Histoplasmosis paru kronik, dijumpai pada orang dewasa dengan riwayat
penyakit paru kronik, misalnya TB paru, dapat juga pada penderita diabetes
mellitus. Foto toraks menunjukkan gambaran kaverne pada kedua lobus atas
paru, sering disangka TB paru.
d) Histoplasmosis diseminata, timbul pada pasien yang disertai dengan gangguan
imun. Secara klinis sering didapati demam tinggi yang tidak spesifik,
hepatosplenomegali, limfadenopati, pansitopenia dan lesi di mukosa dapat
terjadi berupa lesi ulseratif di mulut, lidah, dan orofaring. Pada foto toraks,
gambaran dapat normal atau didapati infiltrat difus.2

2. Kriptokokosis
Penyakit ini disebabkan oleh ragi berkapsul, Cryptococcus neoformans.Infeksi
jamur ini terjadi melalui alat pernapasan.2 Saat mencapai alveolus, ragi tumbuh dan
3
berkapsul. Makrofag alveolus merupakan pertahanan pertama terhadap C. neoformans.
Jamur ini memiliki protein antifagositik (Appl) yang menghambat jalur termediasi
komplemen untuk perlekatan dan ingesti ragi.Selain itu, jamur ini juga memiliki kapsul
polisakarida yang membuatnya tahan saat difagosit neutrofil. Kapsulnya juga dapat
mengganggu maturasi sel dendritik sehingga tidak bisa mengeluarkan IFN-.3
Infeksi primer di paru jarang menimbulkan gejala klinis. Gejala yang timbul
menyerupai infeksi paru subakut dengan batuk. Kebanyakan akan menimbulkan
meningitis, terutama akibat disfungsi sel T dan sel natural killer (NK).3
Pada individu normal, infeksi kriptokokus dapat diatasi secepatnya oleh reaksi
granulomatosa. Pasien dengan gangguan imunitas berat tidak akan membentuk
granuloma sehingga kriptokokus dapat tumbuh subur. Jamur ini memiliki tropisme ke
sistem saraf pusat, sehingga meningitis kriptokokus merupakan bentuk ekstraparu yang
sering pada penyakit ini.3
Foto toraks menunjukkan gambaran yang bervariasi dan tidak spesifik, bisa berupa
infiltrat, konsolidasi lobus, abses, nodul, bentuk milier, adenopati hilus atau efusi
pleura. Diagnosis ditegakkan bila menemukan Cryptococcus pada pemeriksaan
histopatologi atau isolasi Cryptococcus dari dahak, cairan bilasan bronkus, atau
jaringan paru.2
3. Aspergilosis
Penyakit ini disebabkan oleh jamur Aspergillus, terutama spesies A. fumigatus.
Jamur ini banyak berhamburan di udara sehingga gampang dihirup melalui saluran
napas.Spora jamur yang terhirup, kemudian mengadakan kolonisasi di permukaan
mukosa.Jamur dapat menembus jaringan hanya bila ada gangguan sistem imun, baik
lokal atau sistemik.Bergantung kepada status imunologis dan genetic, A. fumigatus
dapat menimbulkan berbagai manifestasi, yaitu:2,3
a) Allergic Bronchopulmonary Aspergillosis (ABPA)
ABPA merupakan manifestasi aspergillosis yang sering muncul. Penyakit ini
timbul akibat respons berlebihan imunoglobulin E (IgE) dan IgG terhadap
pertumbuhan intrabronkial jamur. IgE spesifik Aspergillus dapat ditemukan pada
pasien ABPA, biasanya dilepaskan ke darah tepi saat eksaserbasi. IgE spesifik
tersebut menyebabkan degranulasi sel mast, pelepasan mediator inflamasi, dan
reaksi inflamasi lokal. Secara histopatologi, plug bronkial dapat terlihat pada
ABPA, yang terdiri dari campuran eosinophil dan benang-benang hifa jamur.

4
Bronkus proksimal berdilatasi menggambarkan bronkiektasis sakular, tapi bronkus
distal normal.3,4
Manifestasi klinis ABPA sangat bervariasi, berupa badan tidak enak, demam,
sesak, sakit dada, wheezing, dahak purulent dan batuk darah. Berdasarkan
pemeriksaan klinis, laboratorium, dan serologis, sudah dikenal 5 macam staging
ABPA seperti tercantum pada tabel 1.2,4
Tabel 1. Sistem staging ABPA4

b) Aspergiloma
Aspergiloma biasanya terjadi pada pasien yang sudah mempunyai kelainan
anatomis paru, misal ada kavitas karena TB paru, bronkiektasis, abses paru, tumor
paru. Jamur tidak menembus sampai ke parenkim paru. Secara klinis, hemoptysis
(batuk darah) merupakan gejala utama yang dapat massif sehingga mengancam
jiwa. Selain batuk darah, dapat dijumpai gejala penyakit dasarnya. Secara
radiologis, tampak kelompok hifa dan spora jamur memberikan bayangan
radioopak, sedangkan rongga kavitas radiolusen, sering disebut fungus ball.2,4
c) Aspergillosis Invasif
Aspergillosis pneumonia merupakan penyakit infeksi jamur paru yang banyak
dijumpai pada pasien yang mempunyai kelainan sel neutrofil. Jamur menimbulkan
nekrosis dan infark multipel, jamur juga menyerbu pembuluh darah yang dapat

5
menimbulkan abses di otak, hati, kulit, dll. Karena yang diserang pembuluh darah,
bisa menyebabkan hemoptisis ringan atau perdarahan paru yang fatal. Pemeriksaan
radiologi berupa high resolution CT scan memberikan gambaran nodul kecil di
dasar pleura dengan halo sign yaitu area yang atenuasinya lemah mengelilingi
lesi noduler tersebut. Temuan lainnya berupa rongga dari lesi noduler tersebut
berupa radiolusen seperti bulan sabit yang menggambarkan jaringan paru yang
infark.2,4
d) Aspergillosis Kronik Nekrotizing
Penyakit ini merupakan bentuk antara aspergiloma dan aspergillosis invasif.
Jamur tumbuh dan berkembang dalam rongga udara yang tidak normal pada paru
yang juga tidak normal. Infeksi menyebar secara perlahan, menembus dan
menghancurkan daerah paru yang berdekatan, dijumpai lesi berongga pada lobus
atas paru menyerupai gambaran tuberculosis yang berlanjut membentuk
aspergiloma, atau awalnya aspergiloma kemudian menjadi invasive secara lokal.
Gejala yang timbul berupa sesak napas, batuk kronik, berdahak, berat badan
menurun, keringat malam, demam, dan batuk darah intermitten.2
4. Kandidosis
Penyakit ini disebabkan oleh jamur spesies Candida, terutama C. albicans. Kandida
dapat hidup sebagai organisme komensal di mulut, saluran cerna dan vagina, tapi pada
keadaan tertentu dapat menjadi pathogen dan menyebabkan kandidosis. Infeksi jamur
ini banyak terjadi secara endogen dari traktus gastrointestinal atau kulit yang menyebar
melalui pembuluh darah, walaupun infeksi eksogen dapat juga terjadi melalui inhalasi
spora tapi tidak lazim. Pasien dengan kandidosis biasanya juga memiliki gangguan
sistem kekebalan tubuh. Sistem imun yang terutama berperan adalah sel
polimorfonuklear (PMN).2,3
Manifestasi klinis kandidosis paru bisa berupa:2
Jamur hidup sebagai saprofit di saluran napas, misalnya pada penyakit paru
kronik
Kandidosis primer, timbul karena aspirasi jamur dari rongga mulut. Manifestasi
berupa pneumonia atau dapat menyebar ke berbagai organ.
Infeksi sistemik yang melibatkan berbagai organ
Kadang berupa misetoma
Kandidosis bronkopulmoner alergi

6
Secara radiologis bisa dijumpai bercak-bercak segmental atau ada juga berupa
gambaran abses. Diagnosis dapat dipastikan dengan biopsi paru atau ditemukan
candida dalam jumlah banyak di dalam dahak dan sekret bronkus.2

C. Diagnosis
Prosedur diagnosis mikosis paru masih menjadi tantangan sampai saat ini.
Anamnesis dan pemeriksaan fisis yang cermat merupakan langkah penting dalam prosedur
diagnosis mikosis paru. Langkah tersebut harus diikuti pemeriksaan penunjang yang tepat,
meliputi: pemeriksaan laboratorium rutin, radiologi dan mikologi. Meningkatnya
kewaspadaan klinisi terhadap kemungkinan infeksi jamur paru dan pemilihan modalitas
diagnosis yang tepat akan membuat penatalaksanaan lebih baik. 1
Keluhan pasien mikosis paru mirip dengan keluhan penyakit paru, pada umumnya,
tidak ada kelugan patognomonik. Keluhan demam, batuk, sesak, dll perli diwaspadai
sebagai gejala mikosis paru pada pasien dengan keadaan sebagai berikut 1:
1. Pasien yang memiliki kondisi imunosupresi (neutropenia berat, keganasan darah,
transplantasi organ atau kemoterapi)
2. Penggunaan jangka panjang alat-alat kesehatan invasif
3. Pasien dengan kondisi imunokompromis akibat penggunaan jangka panjang
antibiotika berspektrum luas, kortikosteroid dan obat imunosupresi
4. Penyakit kronik seperti keganasan rongga toraks, PPOK, bronkiektasis, luluh paru,
sirosis hati, insufisiensi renal, diabetes
5. Gambaran infiltrat di paru dengan demam yang tidak membaik setelah pemberian
antibiotika adekuat dengan atau tanpa adenopati
6. Pasien dengan manifestasi mikosis kulit berupa lesi eritema nodosum pada
ekstremitas bawah terutama di daerah endemik jamur tertentu
7. Pasien terpajan atau setelah bepergian ke daerah endemik jamur tertentu.
Pada pemeriksaan fisis, mikosis paru sulit dibedakan dengan penyakit paru lainnya,
tergantung pada kelainan anatomi yang terjadi pada paru. Pemeriksaan penunjang untuk
mendiagnosis mikosis paru antara lain pemeriksaan radiologi, pemeriksaan laboratorium
klinik tertentu, serta pemeriksaan mikologi. Gambaran foto toraks pada sebagian besar
mikosis paru tidak menunjukkan ciri khas, dapat ditemukan infiltrat interstisial,
konsolidasi, nodul multipel, kavitas, efusi pleura. Gambaran yang khas dapat terlihat pada
aspergiloma, yaitu fungus ball di dalam kavitas pada pemeriksaan foto toraks. Hasil

7
laboratorium rutin yang mungkin berkaitan dengan mikosis paru adalah peningkatan
jumlah sel eosinofil. 1

Gambar 1. Fungus ball

Pemeriksaan laboratorium mikologi merupakan prosedur diagnosis mikosis paru


yang sangat penting. Kualitas pemeriksaan ini ditentukan oleh pemilihan, pengumpulan
serta cara pengiriman bahan klinik (spesimen) yang baik. Penanganan spesimen yang tidak
memadai dapat mengakibatkan ketidaktepatan diagnosis. Sepsimen dapat diambil dari
sputum, bilasan bronkus, kurasan bronkoalveolar (BAL), jaringan biopsi, darah, cairan
pelura, pus, dll. Pengiriman spesimen harus disertai keterangan klinis yang cukup dan
permintaan yang jelas. Hal itu akan mempermudah staf laboratorium mengarahkan
pemeriksaan yang diperlukan dan menghindari kesalahan interpretasi hasil pemeriksaan.
Spesimen harus diletakkan dalam wadah steril yang tertutup rapat, tanpa bahan pengawet
dan dilabeli dengan baik. Selanjutnya spesimen dikirim ke laboratorium dalam waktu
paling lama dua jam setelah prosedur pengambilan. Bila tidak memungkinkan segera
diproses dalam dua jam, spesimen dapat disimpan dalam suhu 4 o C. Bila spesimen
disimpan terlalu lama, keberhasilan pemeriksaan dapat menurun.1
Sputum sebaiknya diambil pagi hari sebelum makan, dilakukan tiga hari berturut-
turut. Pasien harus berkumur dengan air matang sebanyak 2-3 kali, selanjutnya berusaha
mengeluarkan sputum dengan membatukkannya. Induksi sputum lebih dianjurkan karena
lebih mempresentasikan spesimen saluran napas bawah. Jumlah sputum yang diperlukan
sekitar 10-15 mL. 1

8
Jaringan hasil biopsi memiliki arti klinik paling tinggi karena penemuan jamur
dalam jaringan dapat memastikan diagnosis mikosis. Spesimen biopsi sebaiknya diambil
dari tengah dan tepi lesi, selanjutnya diletakkan di antara kasa steril yang sedikit dibasahi
dengan larutan garam faal sekedar untuk mencegah kekeringan. Jangan diberi bahan
pengawet karena akan mematikan jamur dalam jaringan sehingga tidak dapat dilakukan
proses pembiakan serta uji kepekaan jamur terhadap obat antijamur. 1
Metode laboratorium untuk mendiagnosis mikosis paru dilakukan melalui tiga
pendekatan penting, yaitu: pemeriksaan mikroskopik, isolasi dan identifikasi jamur pada
biakan serta deteksi respons serologis terhadap jamur atau penandanya. Prosedur
diagnostik berdasarkan deteksi deoxyribonucleic acid (DNA) jamur saat ini sedang
dikembangkan. Biakan spesimen maupun hasil biopsi jaringan masih menjadi baku emas
diagnosis mikosis paru. Pemeriksaan uji kepekaan jamur terhadap obat perlu dilakukan
hanya untuk menentukan pemilihan obat antijamur yang tepat atau evaluasi terapi. 1
1. Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik spesimen klinik secara langsung maupun dengan
pewarnaan harus selalu dilakukan karena dapat mendiagnosis kemungkinan
terdapatnya infeksi jamur secara cepat, mudah dan murah, meskipun nilai
diagnostiknya sangat bervariasi bergantung pada spesies jamur yang ditemukan.
Pemeriksaan mikroskopik langsung dilakukan dengan menambahkan laritan garam
fisiologis, KOH 10% atau tinta India. Teknik pewarnaan dapat dilakukan dengan
Giemsa, gomori methenamin silver (GMS), calcofluor, maupun deteksi antibodi
monoklonal dengan pewarnaan imunofluoresens.
2. Biakan
Pemeriksaan biakan jamur yang berasal dari berbagai spesimen respirasi memiliki
nilai diagnostik bervariasi, tergantung pada spesies jamur, asal spesimen serta derajat
penyakit yang dialami pasien. Pemeriksaan diagnostik memiliki nilai diagnostik tinggi
bahkan menjadi baku emas diagnosis infeksi jamur tertentu. Pemeriksaan biakan
membutuhkan waktu beberapa hari sampai minggu, tetapi penting dilakukan untuk
identifikasi spesies secara konvensional maupun uji kepekaan jamur terhadap obat-
obat antijamur.
3. Serologi
Uji serologi secara tradisional digunakan untuk mendeteksi reaktivitas antibodi
pejamu terhadap elemen-elemen jamur. Nilai diagnostiknya sangat terbatas, sehingga

9
perlu berhati-hati dalam menentukan interpretasi hasil. Dewasa ini telah
dikembangkan deteksi antigen yang memiliki nilai diagnostik lebiih tinggi. Uji ini
didasarkan atas deteksi komponen dinding jamur yang dilepaskan ke aliran darah atau
cairan tubuh lain pada saat jamur berproliferasi.
4. Polymerase chain reaction (PCR)
Pemeriksaan PCR maupun real-time PCR juga sedang dikembangkan teatpi masih
digunakan secara terbatas karena belum terdapatnya standarisasi dan validasi.
Diagnosis dini sangat penting untuk memperoleh luaran klinis optimal. Keterlambatan
diagnosis akan mengakibatkan keterlambatan penatalaksanaan yang dapat
meningkatkan mortalitas dan morbiditas. Dalam penegakan mikosis sistemik dikenal
beberapa istilah yang menentukan derajat diagnostik, yaitu: proven, probable,
possible.1
1. Kriteria diagnosis proven
Ditemukan faktor pejamu dan gambaran klinis dan
Hasil pemeriksaan mikologi positif sebagai berikut:
Pemeriksaan histologi atau sitokimia menunjukkan elemen jamur positif
dari hasil biopsi atau aspirasi disertai bukti kerusakan jaringan (secara
mikroskopik atau radiologi) atau
Biakan positif dari spesimen yang berasal dari tempat steril serta secara
klinis dan radiologi meunjukkan kelainan/lesi yang sesuai dengan infeksi
atau
Pemeriksaan mikroskopik/antigen Cryptococcus dan likuor serebrospinal
(LSS).
2. Kriteria diagnosis probable
Paling sedikit terdapat satu kriteria faktor pejamu dan
Satu kriteria klinis mayor atau dua kriteria klinis minor pada lokasi lesi
abnormal yang sesuai dengan kondisi infeksi secara klinis atau radiologi dan
Satu kriteria mikologi.
3. Kriteria diagnosis possible
Paling sedikit terdapat satu kriteria faktor pejamu dan
Satu kriteria klinis mayor atau dua kriteria klinis minor dan lokasi lesi
abnormal yang sesuai dengan kondisi infeksi secara klinis atau radiologi.
tanpa kriteria mikologi atau hasil pemeriksaan mikologi negatif.
10
Tabel 1. Kriteria faktor pejamu, gambaran klinis dan hasil pemeriksaan mikologi 1
Kriteria Deskripsi
Faktor pejamu Neutropenia (neutrofil <500/mm3 selama >10 hari)
Menerima transplantasi sumsum tulang alogenik
Menerima terapi kortikosteroid jangka panjang dengan rerata
dosis minimal setara prednison 0,3 mg/kg/hari selama >3
minggu
Menerima terapi imunosupresan sel-T misalnya siklosporin,
penyekat TNF-alfa, antibodi monoklonal spesifik (misalnya
alemtuzumab), atau analog nukleosida dalam 90 hari terakhir.
Mengalami imunodefisiensi primer berat (misalnya penyakit
granulomatosa kronik atau imunodefisiensi berat lainnya)
Gambaran klinis Mayor
Terdapat salah satu dari tiga kondisi berikut pada CT-scan: lesi
padat dengan atau tanpa halo sign, air-crescent sign atau kavitas.
Minor
Gejala infeksi saluran napas bawah (misalnya batuk, nyeri
dada, sesak napas, hemoptisis)
Pemeriksaan fisis terdapat pleural rub
Gambaran infiltrat baru yang tidak sesuai kriteria mayor
Hasil mikologi Pemeriksaan langsung
Ditemukan elemen jamur kapang dari spesimen sputum
BAL, bilasan bronkus, aspirat sinus
Pertumbuhan jamur kapang dalam medium biakan
Pemeriksaan tidak langsung
Aspergilosis: antigen galaktomanan terdeteksi dalam
plasma, serum, BAL atau LSS
Penyakit jamur invasif selain kriptokokus dan
zigomikosis: beta-glucan terdeteksi dalam serum

D. Penatalaksanaan1
Penatalaksanaan mikosis paru berkaitan erat dengan jenis jamur, status imun
pejamu, lokasi infeksi, kepekaan jamur terhadap obat, terapi antijamur sebelumnya,

11
penanganan sumber infeksi dan faktor risiko. Penatalaksanaan ini terdiri atas
medikamentosa dan bedah. Terapi medikamentosa dilakukan dengan memberikan obat anti
jamur (OAJ), yang terdiri atas beberapa golongan obat: polien, flusitosin, azol dan
ekinokandin. 1
1. Golongan polien
Golongan polien termasuk amfoterisin-B (AmB), nistatin dan natamisin. Cara
kerjanya adalah merusak membran sel jamur dengan cara berikatan dengan ergosterol
(komponen penting dinding sel), sehinga permeabilitas selular meningkat dan terjadi
kebocoran isi sel yang berakibat kematian jamur (efek fungisidal). Saat ini golongan
polien yang tersedia di Indonesia adalah amfoterisin-B deoksikolat (fungizone) dan
nistatin.
2. Flusitosin
Turunan pirimidin ini aktif terhadap infeksi Candida, Cryptococcus. Cara kerjanya
dengan mengganggu sintesis asam nukleat. Mudah mengalami resistensi. Absorpsi oral
baik, disekresi dalam urin. Obat ini terdistribusi baik dalam SSP dan dapat
dikombinasikan dengan amfoterisin-B untuk infeksi jamur sistemik. Efek samping
meliputi neutropenia, trombositopenia. Perlu dilakukan pengawasan terhadap
kemungkiman terjadinya gangguan fungsi ginjal. Obat ini tidak tersedia di Indonesia.
3. Golongan azol
Selama lebih dari dua dekade, antijamur golongan azol telah digunakan dalam
praktek klinis. Golongan azol diklasifikasikan menjadi dua kelas berbeda:
a. imidazol (misalnya klotrimazol, mikonazol dan ketokonazol)
b. triazol (flukonazol, itrakonazol, vorikonazol dan posakonazol)
Cara kerja obat golongan azol adalah dengan mengganggu sintesis ergosterol, suatu
komponen penting dalam membran sel jamur. Efek ini terjadi melalui penghambatan
enzim lanosterol 14-alfa demetilase yang berperan mengubah lanosterol menjadi
ergosterol, sehingga terjadi gangguan struktur dan fungsi normal membran sel.
Selanjutnya pertumbuhan jamur akan terhambat (efek fungistatik), meskipun beberapa
penelitian in vitro melaporkan efek fungisidal beberapa obat golongan azon pada dosis
standar.
Obat golongan azol pada umumnya ditoleransi baik oleh tubuh. Efek samping yang
pernah dilaporkan adalah gangguan gastrointestinal (mual, muntah, diare),
hepatotoksisitas. Obat golongan azol tidak boleh diberikan pada perempuan hamil.
Obat ini dimetabolisme melalui sistem enzim sitokrom P-450, sekaligus merupakan
inhibitor poten sitokrom P-450 yang memungkinkan terjadinya interaksi dengan
berbagai obat, misalnya rifampisin, barbiturat, karbamazepin, statin.
12
4. Golongan ekinokandin
Ekinokandin merupakan antijamur golongan baru, cara kerjanya melalui
penghambatan sintesis enzim 1,2-beta-D dan 1,6-beta-D-glucan synthase. Enzim itu
penting dalam produksi glukan (komponen penting dinding sel jamur) yang
mengakibatkan ketidakstabilan osmotik sehingga sel jamur tidak dapat
mempertahankan bentuknya dan berujung pada kematian jamur. Glukan tidak
ditemukan pada dinding sel mamalia sehingga efek samping ekinokandin terhadap sel
manusia sangat sedikit. Semua golongan ekinokandin memiliki keterbatasan
bioavailabilitas oral dan hanya tersedia dalam sediaan intravena.

Obat anti jamur dapat diberikan sebagai: terapi profilaksis, empiris, pre-emptive
(targeted prophylaxis), dan definitif. 1
1. Terapi profilaksis
Pemberian OAJ kepada pasien dengan faktor risiko, tanpa tanda infeksi, dengan
tujuan mencegah timbulnya infeksi jamur. Terapi profilaksis biasanya diberikan pada
awal periode risiko tinggi terkena infeksi.
2. Terapi empirik
Pemberian OAJ kepada pasien dengan faktor risiko, disertai tanda infeksi
(misalnya persisiten dengan neutropenia biasanya selama 4-7 hari) yang etiologinya
belum diketahui dan tidak membaik setelah tearpi antibiotika adekuat selama 3-7 hari.
Terapi empirik diberikan kepada pasien dengan diagnosis possible.
3. Terapi pre-emptive (targeted prophylaxis)
Pemberian OAJ kepada pasien dengan faktor risiko, disertai gejala klinis, dan hasil
pemeriksaan radiologi dan atau laboratorium yang mencurigakan infeksi jamur. Terapi
pre-emptive diberikan kepada pasien dengan diagnosis probable.
4. Terapi definitif
Pemberian OAJ kepada pasien yang terbukti (proven) mengalami infeksi jamur
sistemik.
Pembedahan merupakan terapi definitif aspergiloma. Pada pasien dengan
hemoptisis ringan dianjurkan bed rest, postural drainage atau terapi simtomatik lain. Pada
pasien dengan hemoptisis berulang atau hemoptisis masif, pembedahan dilakukan dengan
mempertimbangkan risiko/toleransi operasi. Jika toleransi operasi tidak memungkinkan,
dipertimbangkan embolisasi, atau pemberian OAJ transtorakal-intrakavitas.
Lama terapi OAJ bersifat individual, tergantung kepada jenis penyakit/infeksi
jamur yang diderita pasien, berat-ringannya penyakit, perkembangan penyakit selama
terapi, serta jenis OAS yang diberikan. Evaluasi pengobatan harus dilakukan untuk melihat

13
respons terapo dan toksisitas yang ditimbulkan OAJ. Evaluasi radiologi dilakukan setelah
pemberian OAJ 2 minggu. Evaluasi toksisitas obat dilakukan dengan melihat gejala klinis
(mual, muntah, ikterus, dll) dan pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi.

Tabel 2. Respons terapi OAJ 1


Luaran klinis, respons Kriteria
Sukses
Respons komplit Membaik selama periode pengamatan, resolusi semua
gejala klinis dan kelainan radiologi, serta bukti mikologi
Respons parsial (eradikasi jamur).
Membaik selama periode pengamatan, perbaikan gejala
klinis dan kelainan radiologi, serta bukti biakan jamur steril
atau penurunan beban/jumlah jamur yang ditentukan secara
kuantitatif dengan petanda laboratorium.
Gagal
Respons menetap (stable) Membaik selama periode pengamatan, perbaikan minor
atau tanpa perbaikan dalam penyakit jamur, tetapi tidak ada
bukti progresif berdasarkan kriteria klinis, radiologis dan
Progresif laboratoris.
Bukti progresivitas
Gejala, faktor risiko penyakit berdasarkan kriteria klonis,
Kematian radiologis dan laboratoris.
Fungus ball Kematian
FOTO dalam
TORAKSperiode pengamatan oleh sebab Lesi
apapun.
lain

E. Algoritma Penatalaksanaaan Mikosis Paru1


Operasi (bila CT-scan, induksi sputum, bronkoskopi (BAL), biopsi, TTNA,
CT-Scan, pemeriksaan mungkin) +OAJ pemeriksaan mikologi
lain termasuk
pemeriksaan mikologi
(konfirmasi jamur). Bila operasi tidak FR (+) Possible Probable Proven
mungkin Infeksi (-)

in
Profilaksi Terapi Terapi pre- Terapi
Infeksi (-)
s empirik emptive definitif
Evaluasi respons OAJ

Usahakan
(+) (-) OAJ sesuai jenis jamur
tatalaksana
invasif minimal
(kevemostomi,
Terapi OAJ kavemoplasti)
Evaluasi toksisitas dan respons terapi

14
OAJ sampai faktor risiko teratasi >> 3- OAJ dilanjutkan 2 minggu setelah
4 minggu perbaikan klinis, radiologi dan
mikologi
BAB III

KESIMPULAN

Mikosis paru adalah gangguan paru (termasuk saluran napas) yang disebabkan oleh
kolonisasi jamur atau reaksi hipersensitif terhadap jamur. 1 Kasus-kasus infeksi jamur
makin banyak ditemukan, karena teknik pemeriksaan yang semakin maju.Selain itu,
frekuensi mikosis paru juga semakin meningkat seiring dengan peningkatan penyakit
Sindrom Imunodefisiensi Akut (SIDA) dan keganasan. Faktor predisposisi lainnya yaitu
pemakaian obat-obat kortikosteroid, imunosupresif, sitostatistika.2
Mikosis paru terjadi pada dua keadaan, yaitu terdapat kelainan paru kronik dan
keadaan imunokompromis. Penyakit paru yang berisiko tinggi menimbulkan mikosis paru
adalah keganasan, tuberculosis (TB) paru dengan kerusakan paru luas misalnya kavitas,
asma, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), bronkiektasis, dan keadaan
imunokompromis pascakemoterapi atau penggunaan kortikosteroid jangka panjang. SIDA
merupakan salah satu faktor pemicu timbulnya mikosis paru.1
Penyakit paru karena jamur (mikosis paru) termasuk mikosis sistemik. Mikosis
paru yang paling sering terjadi adalah aspergilosis, kandidosis, kriptokokosis, pneumonia
pneumositis (PCP), dan histoplasmosis.1,2 Secara klinis, gejala mikosis paru sangat
bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai gejala berat yang dapat menimbulkan kematian.
Gejala utama yang sering dijumpai berupa batuk, batuk kronik dengan dahak, kadang-
kadang sesak napas, batuk darah, sakit dada, dan demam.2
Prosedur diagnosis mikosis paru masih menjadi tantangan sampai saat ini.
Anamnesis dan pemeriksaan fisis yang cermat merupakan langkah penting dalam prosedur
diagnosis mikosis paru. Langkah tersebut harus diikuti pemeriksaan penunjang yang tepat,
meliputi: pemeriksaan laboratorium rutin, radiologi dan mikologi. Dan Penatalaksanaan
mikosis paru berkaitan erat dengan jenis jamur, status imun pejamu, lokasi infeksi,
kepekaan jamur terhadap obat, terapi antijamur sebelumnya, penanganan sumber infeksi
dan faktor risiko. Penatalaksanaan ini terdiri atas medikamentosa dan bedah

15
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Rozaliyani A, Jusuf A, Hudoyo A, Nawas A, Syahruddin E, Burhan E, et al. Mikosis


Paru. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011.
2. Tanjung A, Keliat EN. Penyakit Paru Karena Jamur. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.
Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing, 2009. h. 2267-73.
3. Davies SF, Knox KS, Sarosi GA. Fungal Infection. Dalam: Mason RJ, Murray JF,
Broaddus VC, Nadel JA (editor). Murray and Nadels Textbook of Respiratory
Medicine. 4th ed (e-book). Philadelphia: ElSevier Saunders. 2005.
4. Fishman AP, Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Senior RM, Pack AI. Aspergillus,
Candida, and Other Opportunistic Mold Infections of the Lung. Dalam: Fishmans
Pulmonary Diseases and Disorders, 4th edition (e-book). New York: The McGraw-Hill
Companies, Inc. 2008: h. 2291-2321.

16

Anda mungkin juga menyukai