Anda di halaman 1dari 17

6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jamur
Jamur adalah mikroorganisme yang termasuk golongan eukariotik dan
tidak termasuk golongan tumbuhan. Jamur berbentuk sel atau benang
bercabang dan mempunyai dinding sel yang sebagian besar terdiri atas kitin
dan glukan, dan sebagian kecil dari selulosa atau kitosan (Sutanto, dkk. 2008).
Jamur bersifat heterotropik yaitu organisme yang tidak mempunyai
klorofil sehingga tidak dapat membuat makanan sendiri melalui proses
fotosintesis seperti tanaman. Untuk hidupnya jamur memerlukan zat organik
yang berasal dari hewan, tumbuh-tumbuhan, serangga dan lain-lain,
kemudian dengan menggunakan enzim zat organik tersebut diubah dan
dicerna menjadi zat organik yang kemudian diserap oleh jamur sebagai
makanannya. Pada umumnya, jamur jamur tumbuh dengan baik ditempat
yang lembab. Jamur juga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya,
sehingga jamur dapat ditemukan di semua tempat di seluruh dunia termasuk
di gurun pasir yang panas.

2.2. Jamur Oportunis


Jamur oportunis adalah tidak menyebabkan penyakit pada inang sehat
tetapi menyebabkan mikosis (infeksi oleh jamur) pada inang terkompromi,

yaitu orang-orang yang sudah menjadi lemah karena penyakit (Michael, dkk.
2005).
Jamur oportunis ialah jamur yang jarang menyebabkan penyakit pada
orang-orang yang memiliki imunokompetensi (immunocompetent) namun
dapa menyebabkan penyakit atau infeksi yang serius pada orang yang tidak
memiliki imunokompetensi (immunocompromised). Istilah oportunis sendiri
merujuk kepada kemampuan dari satu organisme untuk mengambil
kesempatan yang diberikan oleh penurunan sistem pertahanan inang untuk
menimbulkan penyakit.
Jamur oportunis yang menginfeksi pada manusia yaitu Aspergillosis,
Candidiasis, Cryptococcosis, dan Mucormikosis.
2.3. Aspergillus. sp
Aspergillus. sp merupakan jamur yang menyebabkan penyakit
Aspergillosis, jamur ini terdapat dialam bebas sehingga sporanya sering
diisolasi dari udara (Sutanto, dkk. 2008).
Species yang sering dianggap penyebab penyakit adalah A. Fumigatus,
A. niger, A. flavus, dan A. terrus.

Taksonomi
Kingdom

: Fungi

Division

: Ascomycota

Class

: Eurotiomycetes

Ordo

: Eurotiales

Family

: Trichocomaceae

Genus

: Aspergillus

Spesies

: A. fumigatus, A. niger, A. flavus dan A. terrus.

2.3.1. Morfologi
A. Makroskopis Aspergillus. sp
Pada media Saboraud Dextrosa Agar Aspergillus. sp dapat
tumbuh cepat pada suhu ruang membentuk koloni yang granular,
berserabut dengan beberapa warna sebagai salah satu ciri
identifikasi.

Gambar. 1 Koloni Aspergillus. Sp

B.

Gambaran Mikroskopis
Aspergillus. sp mempunyai hifa bersekat dan bercabang
pada bagian hifa terutama pada bagian ujungnya membulat
menjadi fasikel. Pada fasikel terdapat batang pendek yang disebut
sterigmata atau fialida berwarna atau tidak berwarna dan tumbuh
konidia yang membentuk rantai yang berwarna hijau, coklat, atau
hitam.

Gambar. 2 Mikroskopis Aspergillus. Sp


2.3.2. Patologi dan Gejala Klinis
Aspergillus. sp adalah jamur saprofit yang sehari-hari
konidianya sangat mudah terhirup ke dalam saluran napas tanpa
menyebabkan kelainan. Konidia yang masuk akan dikeluarkan oleh
pergerakan silia epitel torak atau dihancurkan oleh imunitas tubuh.
Diperlukan faktor resiko yang mengubah pertahanan tubuh dan
memungkinkan jamur untuk menyebabkan infeksi. Tempat predileksi
utama aspergillosis adalah paru akibat inhalasi konidia. Kelainan yang
diakibatkan oleh jamur Aspergillus antara lain :
a. Aspergilloma
Aspergilloma atau fungus ball merupakan aspergillus dalam
rongga yang sudah ada sebelumnya akibat penyakit lain misalnya
TBC, histoplasmosis, fibrosis sistik dan lain-lain. Aspergilloma
umumnya terjadi di paru, namun juga dapat terjadi di daerah sinus
dan rahang atas. Kelainan ini biasanya tanpa gejala namun bila
telah terjadi hemoptysis dapat berakibat fatal. Gambaran radiologi
biasanya khas dengan masa jamur ditengah kavitas, di Indonesia
aspergilloma banyak berhubungan dengan kavitas yang disebabkan
oleh TBC.

10

b. Allergic Broncho Pulmonary Aspergillosis (ABPA)


Aspergillus dapat besifat sebagai allergen dan menimbulkan
reaksi alergi yang bersifat kronis yang disebut Allergic Broncho
Pulmonary Aspergillosis (ABPA). Kelainan ini hampir disebabkan
oleh Aspergillus fumigatus. Pada ABPA ditemukan hiperreaktivitas
saluran napas, hiperreaksi mukus dan fibrosis. Gejala klinik yang
ditemukan adalah serangan asma bronkial, sesak napas, dan batuk.
Pasien biasanya memproduksi sputum yang kental seperti karet dan
berbercak coklat. Kelainan tersebut banyak ditemukan pada
penderita fibrosis sistik.

c. Aspergillosis Invastif (AI)


Aspergillosis invasif terjadi setelah konidia yang terinhalasi
tidak dapat dieradikasi karena kegagalan sistem monosit atau
neutrofil. Faktor resiko AI yang menghilangan aktivitas sistem
tersebut adalah penggunaan obat sitostatik dan imunosupresan pada
keganasan hematologi dan transplantasi organ. Akibat penggunaan
obat tersebut dapat terjadi neutropenia yang berlangsung cukup
lama untuk memungkinkan terjadinya AI. Dari paru, aspergillosis
dapat menyebar ke alat dalam lain melalui peredaran darah
(Sutanto, dkk. 2008).
2.3.3. Tes Laboratorium Diagnosis
Sebagaimana halnya penyakit

jamur

lain

pemeriksaan

laboratorium terhadap aspergillosis dilakukan dengan pemeriksaan


langsung dengan menggunakan KOH 10-20%, biakan (kultur),

11

pemeriksaan serologi untuk mendeteksi antibodi terhadap Aspergillus


dan deteksi antigen galaktomannan. Hasil pemeriksaan laboratorium
biasanya digabungkan dengan hasil pemeriksaan radiologi dan gejala
klinik yang ditemukan.
2.3.4. Pengobatan
Derivate azol oral diberikan pada pengobatan kelainan kulit
primer dan bila diperlukan dilakukan eksisi untuk kuku pengobatan
diberikan intrakonazol oral atau disertai pemberian topikal misalnya
dengan kuteks siklopiroks 8% atau larutan anti fungal.
2.4. Candida. sp
Candida. sp adalah jamur yang menyebabkan penyakit kandidosis,
penyakit tersebut adalah penyakit jamur yang bersifat akut atau subakut yang
disebabkan oleh spesies Candida, Candida yang paling patogen adalah
Candida albicans dan paling sering ditemukan (Sunarto, dkk. 1989).
Genus ini hidup sebagai saprofit dan merupakan flora normal kulit dan
selaput mukosa, saluran pencernaan, vagina, dialam ditemukan pada udara,
air dan tanah.
Taksonomi
Kingdom

: Fungi

Phylum

: Ascomycota

Subphylum

: Saccharomycotina

Class
: Saccharomycetes
Ordo
: Saccharomycetales
Family
: Saccharomycetaceae
Genus
: Candida
Spesies
: Candida albicans
2.4.1. Morfologi
A. Makroskopis Candida. sp
Morfologi koloni Candida albicans pada Sabouraud
Dekstrosa Agar, umumnya berbentuk bulat dengan permukaan

12

sedikit cembung, halus, licin dan kadang-kadang sedikit berlipatlipat terutama pada koloni yang telah tua. Umur biakan
mempengaruhi besar kecil koloni. Warna koloni putih kekuningan
dan berbau asam seperti aroma tape.

B.

Gambar. 3 Koloni Candida. sp


Gambaran Mikroskopis
Candida dikenal sebagai jamur dimorfik karena mampu
membentuk sel ragi dan hifa semu. Sel ragi atau blastospora/
blastokonidia merupakan sel bulat atau oval dengan atau tanpa
tunas. Hifa semu berbentuk dengan cara elongasi sel ragi yang
membentuk rantai yang rapuh.

Gambar. 4 Mikroskopis Candida. sp

2.4.2. Patologi dan Gejala Klinis

13

Pada manusia, Candida. sp. Sering ditemukan dalam rongga


mulut orang sehat, saluran cerna, saluran napas bagian atas, mukosa
vagina, dan dibawah kuku sebagai saprofit atau komensal tanpa
menyebabkan penyakit. Bila terjadi perubahan fisiologis maka
Candida. sp yang saprofit akan mampu menyebabkan penyakit. Faktor
yang berperan dalam perubahan komensal menjadi pathoghen dikenal
sebagai faktor risiko. Salah satu diatas menyebabkan kolonisasi yang
dapat berlanjut menjadi infeksi.
Faktor risiko tersebuta adalah:
1) Fisiologik
: Kehamilan, umur (usia sangat muda / sangat tua),
siklus menstruasi.
2) Non Fisiologik : Trauma (kerusakan kulit karena

pekerjaan,

maserasi kulit pada tukang cuci dan kerusakan


mukosa mulut (karena terkena gigi palsu),
malnutrisi (defisiensi riboflavia), kelainan endon
(diabetes

mellitus),

keganasan

(karsinoma),

keganasan nematologik (Sutanto, dkk. 2008).


A. Kandidosis Superfisialis
a) Kandidosis Kulit
Kelainan terutama ditemukan pada daerah yang lembab
dan hangat. Disintegrasi, jaringan pada tempat tersebut
menyebabkan turunya imunitas lokal yang akan meyebabkan
kandidosis kulit. Kandidosis kulit sering terjadi disela jari kaki
atau tangan, bawah payu darah dan ketiak. Kandidosis pada sela
jari kaki atau tangan dikenal sebagai penyakit kutu air atau
rangen. Kandidosis akut dimulai dengan gambaran lesi

14

vesikopustular yang dapat meluas. Biasanya terjadi maserasi dan


eritem, dengan dasar merah dan membran berwarna putih dan
sering ditemukan lesi satelit disekitarnya. Gejala utama ialah
rasa gatal dan rasa sakit bila terjadi maserasi atau infeksi
sekunder oleh kuman.
b) Kandidosis Kuku
Candidosis kuku biasanya terjadi pada orang dengan
kelainan kongenital seperti candidiasis mukokutaneus kronik,
orang yang sering berhubungan dengan air dan pasien diabetes
mellitus.

Kelainan

yang

terjadi

adalah

paronikia

yang

menimbulkan rasa sakit dan gejala yang penting adalah


kemerahan didaerah sekitar kuku dan bawah kuku yang disertai
rasa nyeri. Paronikia yang disebabkan candida. sp cenderung
kronik. Kuku yang terkena dapat berubah warna menajdi seperti
susu, rapuh dan menebal. Kadang-kadang permukaan kuku
menimbul dan tidak rata yang dapat disertai leoas atau hilangnya
kuku. Kelainan ini dapat mengenai satu, beberapa atau seluruh
kuku tangan dan kaki.

c) Kandidosis Selaput Lendir


Kandidosis mukosa dapat mengenai mukosa vagina,
arofarings, esophagus dan kadang-kadang mukosa intestinal.
Pada bayi sering ditemukan sebagai bercak putih seperti sisa
susu di bibir, lidah atau selaput lendir mulut. Keadaan tersebut

15

dapat juga ditemukan pada orang dewasa. Pada perempuan,


Candida sering menimbulkan vaginitis dengan gejala utama
fluor albus atau keputihan yang sering disertai rasa gatal pada
vulva. Fluor yang dihasilkan bervariasi mulai dari encer sampai
kental. Gejala lain yang ditemukan ialah nyeri dan rasa panas.
Biasanya vaginitis akibat Candida tidak berbau, kalaupun ada
baunya

sangat

minimal.

Gejalanya

biasanya

bertambah

seminggu sebelum datang haid dan berkurang setelah haid.


Terjadinya kandidosis vagina dimungkinkan karena perubahan
pada lingkungan mikro dan imunitas lokal vagina (Sutanto, dkk.
2008).
B. Kandidosis Sistemik
Kandidosis sistemik atau kandidosis pada alat dalam biasanya
menyerang individu dengan faktor resiko berat, misalnya
keganasan, pembedahan digesti, perawatan di ruang rawat intensif,
luka bakar luas, pemberian antibiotik spektrum luas, sitostatik, dan
pemakaian peralatan medik seperti kateter intravena. Alat dalam
yang diserang adalah susunan syaraf pusat, paru, jantung,
endokard, endovascular, mata (biasanya diseminasi dari tempat
lain), hati dan ginjal, dll. Gejala kandidosis sistemik tidak khas,
tergantung organ yang terkena. Sumber infeksi biasanya Candida
yang semula hidup sebagai saprofit di saluran cerna, saluran napas
bagian atas atau masuk bersama pemakaian selang infus.
2.4.3. Tes Laboratorium Diagnosis

16

Diagnosis candidosis ditegakkan dengan menemukan elemen


jamur atau isolasi jamur dari bahan klinik. Secara umum pemeriksaan
laboratorium kandidosis dilakukan dengan dua cara yaitu pemeriksaan
langsung, dengan gram faal atau KOH 10% yang bertujuan untuk
menemukan elemen jamur dalam bahan klinik yang diduga terinfeksi.
Cara kedua ialah dengan isolasi jamur menggunakan media khusus
seperti Saboraud Dextrosa Agar. Kedua cara tersebut digunakan baik
untuk diagnosis kandidosis superfisialis maupun sistemik. Untuk
kandidosis sistemik dapat ditambahkan pemeriksaan histopatologi
jaringan.
2.4.4. Pengobatan
Tindakan pencegahan yang paling penting adalah menghindari
gangguan terhadap keseimbangan mikroba flora normal dan keutuhan
pertahanan tubuh. Candidosis tidak menular, karena semua orang
memiliki organisme ini.
Pengobatan candidiasis terbagi menjadi dua yaitu pengobatan
topikal dengan larutan, salep dan krim serta pengobatan sistemik yang
diberikan secara oral atau intra vena. Pengobatan topikal dilakukan
dengan pemberian : 1) larutan gentian violet 1% pada kulit dan selaput
lendir, 2) derivat azol : klotrimazol, mikonazol, ekonazol, bifonazol,
isokonazol, tiokonazol, 3) Polien : nistatin dan amfoterisin-B.
2.5. Cryptococcus. Sp
Genus Cryptococcus jamur yang dapat menyebabkan penyakit
kriptokokosis. Kriptokokosis ialah mikosis sistemik yang disebabkan oleh
Cryptococcus neoformans dan Cryptococcus gattii. Keduanya merupakan

17

golongan khamir bersimpai yang termasuk dalam spesies Cryptococcus


neoformans. Kompleks spesies Cryptococcus neoformans, semula terdiri atas
Cryptococcus

neoformans

varietas

neoformans

dan

Cryptococcus

neoformans varietas gattii. Saat ini keduanya menjadi dua spesies yang
berbeda yaitu Cryptococcus neoformans dan Cryptococcus gattii.
Taksonomi
Kingdom

: Fungi

Phylum

: Basidiomycota

Subphylum

: Basidiomycotina

Class

: Urediniomycetes

Order

: Sporidiales

Family

: Sporidiobolaceae

Genus

: Filobasidiella (Cryptococcus)

Species

: Cryptococcus neoformans dan Cryptococcus gattii.

2.5.1. Morfologi
A.
Makroskopis Cryptococcus. Sp
Dalam media Saboraud

Dextrosa

Agar

spesies

Cryptococcus. sp tumbuh sebagai koloni ragi berwarna kuning


dengan konsistensi lunak dan terlihat seperti berlendir karena
pembentukkan kapsul, dalam bahan klinik khamir tersebut
membentuk kapsul yang tebal, sedangkan di alam khamir
berukuran lebih kecil dengan berkapsul tipis (Maria, 2008).

18

B.

Gambar. 5 Koloni Cryptococcus. sp


Gambaran Mikroskopis
Morfologi Ukuran diameter yeast 4-6 m dengan kapsul
berukuran 1-30 m.

Gambar. 6 Mikroskopis Cryptococcus. sp


2.5.2. Patologi dan Gejala Klinis
Infeksi terjadi secara inhalasi spora yang diduga berasal dari
bentuk seksual maupun bentuk aseksual. Didalam paru, jamur
menimbulkan kelainan paru primer pada kelenjar limfe yang
seringkali tidak member gejala. Infeksi paru primer bisa asimtomatik
atau bisa menyerupai infeksi pernapasan yang mirip influenza,
seringkali sembuh spontan. Pada pasien yang lemah, ragi ini bias
berkembangbiak dan menyebar ke bagian tubuh lain tetapi ia lebih
menyukai

syaraf

pusat

dan

menyebabkan

mingoensefalitis

19

cryptococcal. Tempat penyebaran lain yang sering, meliputi kulit,


mata, dan kelenjar prostat (Maria, 2008).
2.5.3. Tes Laboratorium Diagnosis
Gejala klinis cryptokokkosis sangat bervariasi, sehingga sulit
menegakkan diagnosis hanya berdasarkan gejala klinis saja.
Diperlukan pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis.
diagnosis pasti ditegakkan bila ditemukan jamur penyebab dalam
jaringan atau terisolasi dalam bahan klinik. Selanjutnya bahan klinik
diperiksa secara langsung dengan membuat sediaan tinta india. Pada
sediaan tersebut jamur tampak sebagai sel ragi (dengan atau tanpa
tunas) bersimpai. Selain pemeriksaan lansung bahan klinik juga
ditanam pada medium yang sesuai agar jamur tersebut dapat diisolasi,
bahan klinik dibiakkan pada Saboraud Dextrosa Agar (Sutanto, dkk,
2008).
2.5.4. Pengobatan
Pada kelompok non HIV/AIDS dengan kelainan pulmoner dan
kelainan lain diluar SPP, bila gejala klinik tidak terlalu berat dapat
diberikan flukonazol 200-400 mg selama 6-12 bulan tergantung pada
perbaikan gejala klinik dan pertanda lain misalnya pemeriksaan
radiologi (Anonim, 2008).
2.6. Zigomikosis
Penyebab zigomikosis atau mikormikosis ialah jamur yang termasuk
dalam ordo MUCORALES. Genus Rhizopus dan Rhizomucor merupakan
penyebab yang paling sering ditemukan. Keduanya adalah jamur kontaminan
yang terdapat di alam bebas (Sutanto, dkk. 2008).
2.6.1. Morfologi
A. Makroskopis

20

Genus Mucor dan Rhizopus termasuk jamur yang


pertumbuhannya cepat, pada Saboraud Dextrosa Agar membentuk
koloni filament seperti kapas.

Gambar. 7 Koloni Mucor. Sp

Gambar. 8 Koloni Rhizopus. Sp


B. Mikroskopis
Sedangkan Genus Mucor dan Rhizopus dalam sediaan
langsung dari koloni, tampak hifa yang lebar senositik dan
sporangium dalam berbagai stadium, ada yang berisi cairan,
granula atau spora sesuai umur sporongiumnya.

Gambar. 9 Mikroskopis Mucor. sp

21

Gambar. 10 Mikroskopis Rhizopus. sp


2.6.2. Patologi dan Gejala Klinis
Cara transmisi terpenting adalah inhalasi spora jamur ke paru,
dan menyebabkan kelainan di paru. Spora yang terhirup juga dapat
menyebabkan zigomikosis rinoserebal yang merupakan bentuk klins
yang paling banyak ditemukan. Spora yang dapat tertelan masuk
kealat pencernaan dan menyebabkan zigomikosis saluran cerna. Selain
itu juga dapat terjadi zigomikosis kulit akibat trauma yang disebabkan
jarum suntik. Penggunaan narkotika intra vena biasanya mengandung
zigomikosis katup jantung dan otak (Sutanto, dkk. 2008).
2.6.3. Tes Laboratorium Diagnosis
Diagnosis zigomikosis hampir selalu melibatkan biopsi jaringan.
Sulit untuk menemukan elemen jamur dalam bahan klinis berupa
sputum, cairan abses atau dari sinus. Pada pemeriksaan histopatologik,
jamur dalam jaringan tampak sebagai hifa lebar. Sinositik dan
bercabang, dan kadang-kadang terlihat invasi jamur kedalam
pembuluh darah.
2.6.4. Pengobatan
Ampoterisin B merupakan obat anti fungal, obat ini pertama
untuk

sebagia

besar

zigomikosis

terutama

yang

disebabkan

Mucorales. Ampoterisin B tidak hanya membunuh jamur dengan

22

menyebabkan kebocoran dinding sel namun juga merangsang sistem


kekebabalan melalui stimulasi makrofag (Sutanto, dkk. 2008).

Anda mungkin juga menyukai