Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jamur
(eukaryotic),

adalah

biasanya

organisme
berbentuk

yang
benang,

sel-selnya

berinti

sejati

bercabang-cabang,

tidak

berklorofil, dinding selnya mengandung kitin, selulosa, atau keduanya. Jamur


adalah organisme heterotrof, absortif, dan membentuk beberapa macam
spora. Dalam klasifikasi yang baru semua jamur dikelompokkan dalam dunia
jamur (fungi) atau Mycetae.
Jamur (fungi) banyak kita temukan di lingkungan sekitar kita.
Jamur tumbuh subur terutama di musim hujan karena jamur menyukai habitat
yang lembab. Akan tetapi, jamur juga dapat ditemukan hampir di semua
tempat dimana ada materi organik. Jika lingkungan disekitarnya mongering,
jamur akan menjalani tahapan istirahat atau menghasilakn spora. Cabang ilmu
biologi yang mempelajri tentang jamur disebut mikologi.
Perbedaan jamur dengan tumbuhan tinggi (kingdom Plantae)
antara lain tubuh jamur berupa talus (tunuh sederhana yang tidak mempunyai
akar, akar, batang, dan daun) sedangkan tumbuhan sudah mempunyai akar,
batang, dan daun. Selain itu, jamur tidak berklorofil sehingga tidak
membutuhkan cahaya matahari untuk menghasilkan makanan. Jamur bersifat
heterotrof saprofit atau heterotrof parasit. Sedangkan tumbuhan memiliki
klorofil sehingga bersifat fotoautotro, yaitu mampu membuat makanannya
sendiri dengan bantuan cahaya matahari.
Diantara sekitar 100 ribu jenis jamur, sebagian besar melulu hidup
sebagai saproba yang berjasa karena melakukan dekomposisi bahan-bahan
organik mati. Lebih kurang 50 jenis menyebabkan penyakit pada manusia,
dan sekitar 50 jenis menyebabkan penyakit pada hewan, kebanyakan

menimbulkan penyakit kulit. Diperkirakan bahwa lebih dari 8 ribu jenis


jamur dapat menyebabkan penyakit pada tumbuhan.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa saja jamur penyebab penyakit ?
2. Apa saja jamur penyebab kerusakan bahan pangan ?
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui jamur-jamur penyebab penyakit.
2. Untuk mengetahui jamur-jamur penyebab kerusakan bahan pangan.

BAB II
2

PEMBAHASAN

2.1 Jamur Penyebab Penyakit


1. ACTINOMYCETACEAE
Ini merupakan bagian dari bakteri yang dapat menjadi flora
normal. Patogen utamanya adalah Actinomyces israelii yang bersifat
Gram positif, tidak tahan asam dan anaerob atau mikroaerofilik. Ia
mengakibatkan abses pada rahang, dada, atau rongga perut dan juga
dikaitkan dengan infeksi pada pemakaian kontrasepsi dalam rahim yang
terbuat dari plastik. Diagnosis ditegakkan dengan apusan Gram dapi
pus, yang mungkin berisi granula sulfur dan biakan pada medium cair
atau padat. Pada medium padat, ia membentuk koloni putih keabuabuan dengan permukaan yang tidak rata seperti permukaan gigi.
Pengobatan yang efektif dengan mengeringkan abses dan dengan
pemberian penisilin.

Actinomyces israelii
2. NOCARDIACEAE
Jenis ini juga berbentuk seperti filamen-filamen dan Gram posistif,
tetapi hanya sebagaian yang bersifat bakteri tahan asam, berlainan
dengan A. Israelii, berbentuk basiler dan kokus. Nocardia asteroides
ditemukan di seluruh dunia dan menyebabkan abses yang dalam. N.
brasiliensis dan N. asteroides membentuk koloni dengan permukaan

yang tidak teratur. Pengobatan memerlukan tindakan bedah untuk


mengeringkan luka dan pemberian sulfonamid atau kotrimoksazol
dalam jangka panjang.

Apusan gram positif dari Nocardia asteroides


3. MIKOSIS SUPERFISIAL
Dermatofita adalah kelompok jamur yang dapat mempergunakan
keratin sebagai sumber makanan. Dalam jaringan mereka tampil
sebagai hifa atau dapat membagi diri menjadi artrospora. Pada medium
pembiakan padat (misalnya agar dekstrosa Sabouraud) mereka
membentuk koloni yang ringan berbulu atau berserbuk dan bentuk
khasnya adalah makro- atau mikrokonidia yang berdinding kasar
berbentuk piriformis, Mikrosporum sp. Mempunyai makrokonidia
berdinding halus berbentuk silinder. Pembentukan Makrokonidia oleh
Trichophyton sp. sangat sedikit bilamana dibiakkan pada agar maltosa
Sabouraud. Gambaran diagnostik T. mentagrophytes, secara khusus
adalah bahwa ia menghasilkan hifa berbentuk spiral. Infeksi berupa
kurap atau tinea yang diikuti oleh nama tempat ia berada. Jadi tinea
kapitis adalah kurap kulit kepala; tinea korporis adalah kurap ditubuh;
tinea kruris adalah kurap lipat paha; tinea pedis, kurap telapak kaki;
tinea manum, kurap telapak tangan; tinea barbae, kurap dirambut
wajah; dan tinea ungunium, kurap di kuku. Dermatofita dapat juga
menyerang rambut. Bila menyerang permukaan luar, keadaan ini

dinamai ektrotriks dan apabila menyerang bagian dalam, dinamakan


endotriks. Dermatofita zoofilik cenderung menimbulkan reaksi yang
berwarna lebih kemerahan dan dapat menimbulkan kerion.

Tinea ungunium
4. MIKOSIS SUBKUTAN
Infeksi ini disebabkan oleh sejumlah jamur (dan seringkali juga
bakteri) tetapi cenderung terdapat pada daerah tropis atau subtropis.
Seringkali jamur terdapat pada tanah dan masuk ke jaringan
subepidermal melalui trauma.
a. Misetoma
Infeksi ini tampak sebagai lesi yang mendestruksi secara setempat,
paling sering di kaki atau tangan, dengan sinus-sinus yang terbuka.
Aktinomisetoma disebabkan oleh bakteri seperti Actinomadura
muderae dan Nocardia asteroides. Eumisetoma disebabkan oleh spesies
jamur seperti Madurella mycetomatis, Acremonium, Aspergillus, dan
Fusarium. Pengobatan meliputi pembedahan dan pemberian anti jamur
atau antibakteri yang tepat.

Misetoma pada kaki yang disebabkan oleh Fusarium spp.


b. Kromomikosis
Penyakit ini timbul di Afrika dan Amerika Latin dan ditandai
dengan adanya nodul-nodul seperti kutil. Yang termasuk patogen disini
adalah adalah Phialophora (Fonsecaea) pedrosi, P. verrucosa dan
Cladosporium carrionii.
c. Sporotrikosis
Ini adalah satu-satunya mikosis subkutan yang dapat timbul di
negara-negara dengan cuaca yang sedang. Penyebabnya adalah
Sporothrix schenckii, suatu jamur dimorfik. Pada jaringan tubuh
manusia ia berentuk ragi. Penyakit ini dimulai dengan adanya lesi
berbentuk nodul yang dapat menjadi ulserasi. Nodul sekunder timbul
sepanjang pembuluh limfatik yang mengenai lesi primer.

Sporotrikosis
5. MIKOSIS SISTEMATIK
Kebanyakan infeksi ini adalah sebagai akibat dari menghirup spora
jamur, walaupun Candida albicans bisa didapat melalui saluran
pencernaan atau melalui jalur intravaskular. Beberapa diantaranya,
seperti histoplasmosis dan parakoksidiomikosis, terbatas pada wilayah
geografis tertentu dimana keadaan cuaca optimal bagi pertumbuhan
mereka. Beberapa menginfeksi orang-orang yang sehat tetapi banyak
juga yang merupakan patogen oportunistik.
a. Aspergilosis
Aspergillus fumigatus, A. flava, dan A. niger adalah patogen
utamanya. Sifatnya patogen oportunistik. Mereka dapat membentuk
koloni pada lubang-lubang di paru-paru yang sebelumnya telah
terbentuk dan menyebabkan aspergiloma atau dapat menyerang
janringan paru dan lainnya apabila daya kekebalan pasien rendah.

Gambaran radiologis dada yang memperlihatkan lubang di paru yang berisi


aspergiloma

Biakan Aspergilus fumigatus


b. Blastomikosis
Infeksi ini disebabkan oleh Blastomyces dermatitidis. Blastomyces
dermatitidis adalah jamur dimorfik, dengan sumber yang tidak
diketahui. Lesi primer timbul di paru tetapi penderita biasanya datang
dengan lesi di kulit.
c. Kandidosis
Patogen utamanya adalah Candida albicans tetapi C. Parapsilosis
dan C. Tropicalis juga dapat menyebabkan penyakit. Candida albicans
dapat menyebabkan infeksi superfisial seperti juga infeksi sistematik,

tetapi yang terakhir ini hanya timbul pada orang-orang yang daya
kekebalannya rendah.

Candida albicans pada mukosa mulut

Apusan Candida albicans (kiri) dibandingkan dengan Staphylococus aureus


(kanan)

d. Koksidiomikosis
Infeksi ini disebabkan oleh jamur Coccidiodes immitis. Jamur ini
bersifat endemik pada daerah gurun yang kering di barat daya Amerika
Serikat, Meksiko, dan Amarika tengah dan terdapat di tanah. Infeksi ini
terjadi terutama di paru-paru tetapi dapat juga menyebar.
e. Kriptokookosis

Cryptococus neoformans adalah ragi dimorfik, yang biasanya


dihubungkan dengan infeksi oportunistik tetapi juga dapat menjadi
patogen utama. Pada suhu ruangan ia dapat membentuk hifa, tetapi pada
suhu tubuh ia berbentuk sel ragi. Ia langsung masuk ke paru-paru, tetapi
secara cepat tersebar ke sistem saraf pusat dan menimbulkan meningitis
kriptokokus. Dapat tumbuh baik pada agar Sabouraud atau agar darah
dan membentuk koloni berlendir. Lendir ini diselubungi oleh kapsul
tebal dari polisakarida yang dapat dilihat menggunakan pewarnaan tinta
india baik diambil langsung dari cairan serebrospinal, maupun dari
koloni.

Mikograf elektron Cryptococus neoformans


f. Histoplasmosis
Histoplasma capsulatum menyebabkan infeksi paru akut atau
kronis yang jarang menyebar. Ia ditemukan pada tanah yang
mengandung kotoran burung dan merupakan penyebab utama infeksi di
Mississippi dan sekitar negara-negara bagian di Amerika Serikat.
g. Parakoksidiomikosis
Paracoccodiodes brasiliensis menyebabkan infeksi mulut dan paru
(granuloma). Wilayahnya terbatas pada Amerika Selatan dan Tengah.
h. Zigomikosis (Fikomikosis/Mukormikosis)
Ini adalah infeksi yang cepat berkembang pada penderita yang
daya kekebalannya rendah. Infeksi paru merupakan tanda utama dari
10

turunnya daya tahan karena pengobatan dengan obat-obatan sitotoksik,


gangguan lambung karena malnutrisi, dan infeksi rinosereberal karena
diabete melitus. Patogennya meliputi Mucor pusillus, Absidia
corymbifera dan Fusarium sp. Untuk mukormikosis, amfoterisin B
merupakan

satu-satunya

zat

anti

jamur

yang

memperlihatkan

manfaatnya secara in vitro.

Biakan Mucor pusilus


i. Pneumocystis Carinii
Terdapat kontroversi mengenai asal-usul patogen ini. Semula
berdasarkan morfologi dan kesesuaiannya dengan antimikroba, ia
digolongkan sebagai protozoa. Tetapi, pemerikasaan dewasa ini
mengenai urutan gen pada ribosom RNA 16S, maka ia dikatakan lebih
menyerupai jamur seperti Candida dan Saccharomyces. Pneumocystis
Carinii ini adalah penyebab penyakit kista.

11

Pewarnaan impregnasi perak pada paru memperlihatkan kista Pneumocystis


carinii

2.2 Jamur Penyebab Kerusakan Bahan Pangan


1. Jamur Plasmodiophora brassicae
Plasmodiophora brassicae adalah patogen yang berasal dari
kingdom fungi yang biasanya menyerang tanamn kubis-kubisan. Nama
lapang dari penyakit yang ditimbulkan patogen ini adalah penyakit akar
gada, atau akar bengkak, atau disebut pula dengan akar pekuk. Serangan
patogen jenis ini bisa dapat mengakibatkan kerugian usaha tani kubis
berkisar dari 50-100% (gagal total). Namun di Indonesia rata-rata
patogen ini dapat menyebabkan kerusakan pada kubis-kubisan sekitar
88,60 %. Disebut penyakit akar gada, karena akar tanamn yang terserang
membengkak seperti gada. Pembengkakan pada jaringan akar dapat
mengganggu fungsi akar seperti translokasi zat hara dan air dari dalam
tanah ke daun. Akibatnya, tanaman menjadi layu, kerdil, kering dan
akhirnya mati. Jika suatu tanah telah terinfestasi oleh Plasmodiophora
brassicae maka patogen tersebut akan selalu menjadi faktor pembatas
dalam budi daya tanaman kubis (atau sefamili dengannya) didaerah
tersebut. Hal ini karena patogen ini mempunyai daya tahan yang tinggi

12

terhadap perubahan lingkungan dalam tanah dan tergolong patogen tular


tanah yang unggul.
2.

Jamur Aspergillus spp


Aspergillus spp adalah jenis jamur udara yang berserabut. Spesies
Aspergillus sangat aerobik dan ditemukan pada hampir semua lingkungan
yang kaya oksigen, dimana mereka umumnya tumbuh sebagai jamur pada
permukaan substrat, sebagai akibat dari ketegangan oksigen tinggi.
Aspergillus spp ini hidup sebagai saproba pada bermacam-macam bahan
organik, seperti pada roti, daging yang sudah diolah, butiran padi, kacangkacangan dan lain-lain.
Aspergillus spp. membentuk badan spora yang disebut konidium
dengan tangkainya konidiofor. Koloninya berwarna abu abu, hitam,
kuning atau cokelat. Aspergillus spp. memiliki ciri khas yaitu memiliki
sterigma primer dan sterigma sekunder karena phialidesnya bercabang 2
kali.
Spesies Aspergillus secara alamiah ada dimana-mana, terutama
pada makanan, sayuran basi, pada sampah daun atau tumpukan kompos.
Konidia biasanya terdapat di udara baik di dalam maupun di luar ruangan
dan sepanjang tahun. Aspergillus juga bisa tumbuh di daun-daun yang
telah mati, gandum yang disimpan, kotoran burung, tumpukan pupuk dan
tumbuhan yang membusuk lainnya.
Aspergillus spp. pertama kali dilaporkan di Turki pada tahun 1960,
bahwa kacang tanah yang diimpor dari Brasil tertular berat dan
menyebabkan kerugian yang besar bagi usaha tanaman kacang tanah dan
toksinnya pada waktu itu diberi nama aflatoksin.
Aspergillus spp. kemudian dilaporkan di banyak negara dan
menjadi kendala terutama dalam kualitas biji-bijian sebagai bahan pangan
dan pakan. Christensen dan Meronuck (1986) melaporkan bahwa dari 33
spesies yang ditemukan, A. flavus dan A. farasiticus adalah cendawan
yang mempunyai kesamaan yang erat dan menginfeksi biji-bijian dan
beberapa jenis tanaman lainnya.
Dari beberapa spesies Aspergillus spp, A. flavus teridentifikasi
sebagai penyakit penting yang menginfeksi biji jagung. Inang utama A.
13

flavus adalah jagung, kacang tanah, dan kapas. Penyakit ini mempunyai
banyak inang alternatif, sekitar 25 jenis tanaman, khususnya padi,
sorgum, dan kacang tunggak (CAB International 2001). Pakki dan Muis
(2006) melaporkan bahwa A. flavus ditemukan pada fase vegetatif dan
generatif tanaman, serta pascapanen jagung.
Pada jagung, gejala Aspergillus spp. ditandai cendawan berwarna
hitam, (spesies A. niger) dan berwarna hijau (A. flavus). Infeksi A. flavus
pada daun menimbulkan gejala nekrotik, warna tidak normal, bercak
melebar dan memanjang, mengikuti arah tulang daun. Bila terinfeksi
berat, dan berwarna coklat kekuningan seperti terbakar. Gejala penularan
pada biji dan tongkol jagung ditandai oleh kumpulan miselia yang
menyelimuti biji.
Hasil penelitian Pakki dan Muis (2006) menunjukkan adanya
miselia berwarna hijau dan beberapa bagian agak coklat kekuningan. Pada
klobot tongkol jagung, warna hitam kecoklatan umumnya menginfeksi
bagian ujung klobot, perbedaan warna sangat jelas terlihat pada klobot
tongkol yang muda. Bentuk konidia bulat sampai agak bulat umumnya
menggumpal pada ujung hipa, berdiameter 3-6 m, sklerotia gelap hitam
dan kemerahan, berdiameter 400-700 m. Konidia A. flavus dapat
ditemukan pada lahan pertanian. Pada areal pertanaman kapas, A. flavus
ditemukan lebih dari 3.400 koloni/g tanah kering, dan pada area lahan
pertanaman jagung 1.231/g tanah kering (Shearer et al. 1992). Keadaan
ini menggambarkan bahwa populasi koloni pada media tumbuh jagung
dapat menjadi sumber inokulum awal untuk perkembangannya.
Perkembangan sklerotia dari tanah sampai mencapai rambut jagung hanya
dalam tempo 8 hari (Wicklow et al, 1984).
Dari 33 spesies yang telah dilaporkan CAB International tahun
2001, A. flavus merupakan spesies dominan yang menginfeksi jagung. A.
flavus merupakan patogen utama pada pascapanen jagung dan banyak
mendapat perhatian para peneliti mikotoksin di Indonesia. Patogen ini
memproduksi toksin dan menginfeksi komoditas pertanian yang
dikonsumsi manusia maupun ternak. Karakter bionomi A. flavus memberi

14

gambaran bahwa cendawan tersebut mempunyai daya tular yang tinggi


dari pertanaman ke tempat-tempat penyimpanan.
3.

Jamur Piricularia aryzae


Penyakit blast atau busuk leher merupakan salah satu penyakit
yang paling banyak menyerang padi dan serealia lainnya. Kerugian akibat
penyakit blast sulit diperkirakan, namun kerugiannya selalu signifikan.
Oryzae Pyricularia menyebabkan bintik-bintik atau luka pada
daun, tangkai, malai, dan biji, tetapi jarang pada pelepah daun. Gejala
tersebut seperti nekrotik. Bercak pada daun berbentuk gelendong dengan
bagian tepi berwarna coklat atau coklat kemerahan, bagian tengah bulat,
dan berakhir runcing. Luka berkembang dengan panjang 1,0 1,5 cm dan
lebar 0,3 0,5 cm. Karakteristik tersebut sangat berkaitan dengan usia
luka, kerentanan tanaman, dan faktor lingkungan. Ketika tangkai
terinfeksi, maka akan menjadi hitam dan busuk. Infeksi terjadi dari dasar
malai dan menyebabkan busuk leher serta menyebabkan malai gugur atau
jatuh. Pada infeksi berat, rachillae sekunder dan biji-bijian juga
terpengaruh.

4.

Jamur Plasmopara viticola


Serangan dari jamur Plasmopara viticola terdapat pada daun yang
masih muda. Serangan pada daun berupa bercak-bercak berwarna kuning
kehijauan dipermukaan daun bagian atas dan di bagian permukaan
bawahnya muncul semacam tepung berwarna putih terdiri dari
Sporangium dan Sporangiofor. Pada tunas dan sulur yang terserang akan
memperlihatkan tepung putih di bawahnya, sehingga tidak dapat tumbuh
dengan sempurna, produksi turun sampai 70% dalam satu musim.

5.

Jamur Pythium deryanum


Pythium debaryanum

merupakan

jamur

patogen

yang

menyebabkan kecambah busuk dan membusuknya akar pada tanaman


budidaya (R. Hesse C. Dalam Andr dan Cock. 2004). Serangan jamur
ini terjadi dibeberapa tanaman budidaya, diantaranya menyerang daun dan
buah tanaman kacang panjang.

15

6.

Jamur Sclerospora graminicola


Jamur Sclerospora graminicola merupakan organisme penyebab
penyakit bulu halus malai Downy mildew. Jamur ini mereproduksi secara
aseksual melalui zoospora dengan cara membebaskan sporangium dan
bereproduksi secara seksual melalui Oospora.
Ciri-ciri dari jamur ini sangat bervariasi seperti bereproduksi secara
seksual melalui Oospora dalam jaringan daun yang terinfeksi. Infeksi
jamur patogen tanaman ini timbul terutama melalui proses seksual,
heterozigositas dan rekombinasi somatik, mutasi, dan seleksi. Pergeseran
besar dalam patogenisitas terjadi karena perubahan ketahanan inang dan
lingkungan. Jumlah variasi genetik pada populasi jamur patogen
mempengaruhi kemampuannya untuk beradaptasi dengan kondisi
lingkungan serta berfluktuasi dan mempengaruhi ketahanan inang
sehingga ketahanan inang akan berubah dan menurun.
Ciri lain dari jamur ini adalah ukuran sporangiospora berkisar
antara panjang 150-200m, diameter 16-20m dengan cabang utama yaitu
spora yang mempunyai diameter kasar 8-16m, yang berkerucut lalu
bercabang kecil. Sporangium berbentuk oval dan lebar agak bulat, dengan
ukuran panjang dan lebar 13-34m 12-23m. Oospora berbentuk bulat
mendekati oval, berwarna kuning pucat atau kuning-coklat dengan
diameter 26-42m.
Gejala terinfeksi jamur ini pada tanaman adalah sebgai berikut :
1. Perbungaan malai berubah warna
2. Perbungaan memutar dan distorsi
3. Daun terjadi proses nekrotik
4. Daun warna normal
5. Daun pertumbuhan jamur
6. Daun menguning atau mati
7. Akar lambat laun akan membusuk
8. Batang perubahan warna kulit batang
Gejala secara keseluruhan pada tanaman yang terinfeksi adalah
adanya variasi yang cukup besar dalam gejala, yang hampir selalu
berkembang sebagai akibat dari infeksi sistemik. Gejala bervariasi sesuai
dengan ketahanan inangnya, serta kondisi lapangan atau lingkungan

16

tempat terjadinya infeksi sistemik ini, biasanya diamati sejak 6 hari


setelah tanam. Gejala sistemik umumnya muncul pada daun kedua, dan
sesekali munculnya (jadi tidak secara bersamaan), dilanjutkan pada
semua daun berikutnya dan malai juga menggambarkan gejala, kecuali
dalam kasus-kasus resistensi pemulihan di mana tanaman dapat
mengatasi atau tahan terhadap infeksi tersebut (Singh dan Raja, 1988).
Penyakit ini juga dapat muncul pada daun pertama ketika infeksi sudah
parah perkembangannya.
Gejala daun dimulai dengan proses klorosis di dasar lamina daun dan
menginfeksi daun baru berturut-turut serta menunjukkan perkembangan
cakupan yang lebih besar dengan gejala daun. Gejala daun yang
terinfeksi, ditandai dengan daerah bagian daun yaitu basal sakit dan
menyebar ke ujung. Dalam kondisi kelembaban tinggi, luas daun
terinfeksi akan mendukung terjadinya klorosis dan menyebarnya
sebagian besar spora, umumnya pada permukaan abaxial dari daun,
memberi mereka penampilan berbulu halus pada daun. Jika gejala terjadi
mulai awal, tanaman akan sangat kerdil dan klorosis dan selanjutnya
akan mati, jika gejala yang tertunda, kekerdilan mungkin belum terjadi
hal tersebut dikarenakan beberapa tunas mungkin lolos penyakit.
Tanaman sangat terinfeksi umumnya kerdil dan tidak menghasilkan
malai. Istilah Telinga hijau berasal dari penampilan malai yang
berwarna hijau karena transformasi bagian bunga ke dalam struktur
berdaun. Ini kadang-kadang disebut sebagai virescence (Arya dan
Sharma, 1962). Dalam kasus-kasus tertentu, telinga hijau adalah satusatunya manifestasi dari jamur ini. Gejala yang jarang terlihat sebagai
lesi lokal atau bintik-bintik terisolasi pada bilah daun (Saccas, 1954;
Girard, 1975). Tempat bervariasi dalam bentuk dan ukuran dan berada
pada klorosis pertama dan menghasilkan sporangia, dan kemudian
menjadi nekrotik.

17

7.

Jamur Penicillium sp
Patogen Penicillium spp. pada biji jagung ditemukan berupa
gumpalan miselia berwarna putih menyelimuti biji, diselingi warna
kebiru-biruan. Patogen ini adalah patogen tular benih yang mempunyai
inang utama jagung. Tanaman lain belum dilaporkan dapat menjadi
inangnya, namun dapat menginfeksi tanaman jagung pada fase prapanen
dan pascapanen.
Intensitas penularan pada biji jagung dapat mencapai lebih dari
50% (Handoo dan Aulakh 1999). Gejalanya ditandai oleh bercak pada
kulit ari biji, bila menginfeksi tongkol secara optimal menyebabkan
pembusukan. Pengaruh terhadap kualitas benih adalah penurunan daya
tumbuh. Spesies P. oxalicum memproduksi oxalid acid dan bersifat toksik
terhadap biji.
Penicillium spp. dapat ditularkan melalui biji. Apabila ditanam,
biji-biji yang terinfeksi Penicillium spp. dari lokasi pertanaman dapat
menularkan pada pertanaman selanjutnya. Patogen akan berkembang baik
pada suhu < 15 dan akan tertekan perkembangannnya pada suhu > 25Oc.
Penyebaran dalam suatu populasi serangga. Semakin tinggi populasi
serangga, semakin besar intensitas biji terinfeksi Penicillium spp karena
serangga dapat menjadi vektor penyebar perkembangan patogen ini di
pertanaman dan tempat penyimpanan.

18

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa :
a. Sterilisasi merupakan salah satu cara untuk membebaskan alat-alat
atau bahan-bahan dari segala macam bentuk kehidupan , terutama
mikroba.
b. Cara sterilisasi yang pada umumnya di lakukan dilaboratorium yaitu
dengan cara sterilisasi pemijaran.
c. Isolasi mikroba adalah proses yang dilakukan yang bertujuan untuk
memisahkan satu jenis mikroba dengan mikroba lainnya yang terdapat
di alam dan menumbuhkannya dalam satu medium buatan, sehingga
diperoleh kultur murni.

19

d. Koloni

bakteri

yang

muncul

pada

leher

praktikan

dengan

menggunakan medium NA adalah circular, irregular, dan filamentous


dengan warna putih, krem, dan coklat dengan jumlah 51 koloni.
e. Koloni bakteri yang muncul pada tanagn kiri praktikan dengan
menggunakan medium NA adalah circular dan irregular dengan warna
putih dan kuning dengan jumlah 310 koloni.
f. Pada medium NB menunjukkan adanya bakteri aerob dan anaeron
g. Pewarnaan bakteri memiliki tujuan antara lain mempermudah melihat
bentuk jasad baik bakteri, ragi, ataupun fungi, memperjelas ukuran dan
bentuk jasad, melihat struktur luar, dan melihat reaksi jasad terhadap
pewarna yang diberikan sehingga sifat fisik dan kimia yang ada akan
dapat diketahui.
h. Pewarnaan gram

adalah

suatu

pewarnaan

diferensial

yang

mengelompokkan bakteri bergantung pada kemampuan bakteri untuk


menahan pewarnaan primer (kristal violet) ketika mengalami
perlakuan dengan bahan pewarna.
i. Isolat bakteri diri adalah jenis bakteri gram negatif (-).
j. Uji biokimia dilakukan untuk mengidentifikasi jenis bakteri dan untuk
mengetahui aktivitas enzim dan mikroorganisme.
k. Uji peroksida dilakukan untuk mengetahui adanya oksigen yang
dihasilkan oleh suatu bakteri. Adanya oksigen ditandai dengan adanya
gelembung.
l. Uji biokimia pada bakteri isolat diri menunjukkan hasil positif pada
medium TSI saja.
m. Uji peroksida menunjukkan

hasil

bahwa

bakteri

isolat

diri

menghasilkan oksigen.
2. Saran
-

20

DAFTAR PUSTAKA

21

Anda mungkin juga menyukai