Anda di halaman 1dari 75

HORMON TUMBUHAN

(HORMON AUKSIN, GIBERELIN, SITOKININ, ASAM ABSISAT,


ETILEN DAN BRASSINOSTEROID)

MAKALAH
Ditujukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Fisiologi Tumbuhan
yang Dibimbing oleh Haslinda Yasti Agustina, S.Si, M.Pd

oleh:
Tadris Biologi 4A
Kelompok 9
Nisaul Khusna 17208153004
Fahmi Zuhriyah 17208153021
Ulfi Uswatun Khasanah 17208153031

TADRIS BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
Mei 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
taufik, serta hidayah-NYA sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Hormon Tumbuhan (Hormon Auksin, Giberelin, Sitokinin, Asam
Absisat, Etilen dan Brassinosteroid),sehingga makalah ini dapat tersusun
dengan baik.
Shalawat serta salam senantiasa kami panjatkan kepada Rasulullah SAW
serta keluarga, sahabat, para tabiin dan para umatnya hingga akhir zaman.
Dalam penulisan makalah ini kami ucapkan terima kasih kepada pihak-
pihak yang telah membantu, khususnya kepada :
1. Dr. Mafthukin, M.Ag selaku Rektor IAIN Tulungagung yang telah
memberikan fasilitas sebaik-baiknya bagi kami.
2. Haslinda Yasti Agustina, S.Si, M.Pdselaku Dosen Mata Kuliah Fisiologi
Tumbuhan.
3. Orang tua yang telah memberikan doa dan dorongan kepada kami serta
pengertian yang besar kepada kami dalam melaksanakan tugas makalah ini.
4. Serta teman-teman dan semua pihak yang telah membantu terselesainya
makalah ini dan memberi semangat kepada kami.
Namun, kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT, kita sebagai makhluk-Nya
pastilah tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan
saran yang dapat membangun bagi kami. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi
kami dan dapat dijadikan sebagai objek referensi.

Tulungagung, 05 Mei 2017

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Hormon Tanaman dan Cara Kerjanya
B. Hormon Auksin
1. Sejarah Hormon Auksin
2. Struktur Hormon Auksin
3. Letak Sintesis (Pembentukan Hormon) Auksin
4. Transpor Hormon Auksin
5. Peran Hormon Auksin
6. Mekanisme Kinerja Hormon Auksin
C. Hormon Giberelin
1. Sejarah Hormon Giberelin
2. Struktur Hormon Giberelin
3. Letak Sintesis (Pembentukan Hormon) Giberelin
4. Transpor Hormon Giberelin
5. Peran Hormon Giberelin
6. Mekanisme Kinerja Hormon Giberelin
D. Hormon Sitokinin
1. Sejarah Hormon Sitokinin
2. Struktur Hormon Sitokinin
3. Letak Sintesis (Pembentukan Hormon) Sitokinin
4. Transpor Hormon Sitokinin
5. Peran Hormon Sitokinin
6. Mekanisme Kinerja Hormon Sitokinin
E. Hormon Asam Absisat
1. Sejarah Hormon Asam Absisat
2. Struktur Hormon Asam Absisat
3. Letak Sintesis (Pembentukan Hormon) Asam Absisat
4. Transpor Hormon Asam Absisat
5. Peran Hormon Asam Absisat
6. Mekanisme Kinerja Hormon Asam Absisat
F. Hormon Etilen
1. Sejarah Hormon Etilen
2. Struktur Hormon Etilen
3. Letak Sintesis (Pembentukan Hormon) Etilen
4. Transpor Hormon Etilen
5. Peran Hormon Etilen
6. Mekanisme Kinerja Hormon Etilen
G. Hormon Brassinosteroid
1. Sejarah Hormon Brassinosteroid

3
2. Struktur Hormon Brassinosteroid
3. Letak Sintesis (Pembentukan Hormon) Brassinosteroid
4. Transpor Hormon Brassinosteroid
5. Peran Hormon Brassinosteroid
6. Mekanisme Kinerja Hormon Brassinosteroid
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Makhluk hidup selalu mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan
adalah proses kenaikan volume yang bersifat irreversible (tidak dapat balik) karena adanya
penambahan substansi termasuk di dalamnya ada perubahan bentuk yang menyertai
penambahan volume tersebut. Sedangkan perkembangan adalah proses menuju
kedewasaan pada makhluk hidup yang bersifat kualitatif yaitu makhluk hidup dikatakan
dewasa apabila alat perkembangbiakannya telah berfungsi. Seperti pada tumbuhan apabila
telah berbunga maka tumbuhan itu sudah dikatakan dewasa.
Tumbuhan juga mengalami pertumbuhan dan perkembangan seperti memanjangnya
batang, akar dan sebagainya.Pemekaran bunga, pemasakan buah adalah salah satu
perkembngan yang dialami oleh tumbuhan. Pemekaran bunga dan pemasakan buah kalau

4
kita teliti lebih lanjut sangatlah bervariasi sesuai dengan lingkungan dan jenis pohon itu
sendiri. Kalau kita amati, pada saat musim-musim tertentu pertumbuhan bunga sangat
pesat dan begitu juga dengan pematangan buahnya. Sebenarnya apa yang mengatur semua
pemekaran bunga, pemanjangan atau pertumbuhan tunas-tunas baru pada tumbuhan
tersebut.Oleh sebab itu kita harus tahu hal-hal yang menyebabkan semua kejadian yang
terjadi pada tumbuhan tersebut. Hormon merupakan hasil sekresi dalam tubuh yang dapat
memacu pertumbuhan, tetapi ada pula yang dapat menghambat pertumbuhan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diperoleh rumusan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana Konsep Hormon Tanaman dan Cara Kerjanya ?
2. Bagaimana Sejarah Hormon Auksin, Giberelin, Sitokinin, Asam Absisat, Etilen dan
Brassinosteroid ?
3. Bagaimana Struktur Hormon Auksin, Giberelin, Sitokinin, Asam Absisat, Etilen dan
Brassinosteroid ?
4. Bagaimana Letak Sintesis (Pembentukan Hormon) Auksin, Giberelin, Sitokinin,
Asam Absisat, Etilen dan Brassinosteroid ?
5. Bagaimana Transpor Hormon Auksin, Giberelin, Sitokinin, Asam Absisat, Etilen dan
Brassinosteroid ?
6. Bagaimana Peran Hormon Auksin, Giberelin, Sitokinin, Asam Absisat, Etilen dan
Brassinosteroid ?
7. Bagaimana Mekanisme Kinerja Hormon Auksin, Giberelin, Sitokinin, Asam Absisat,
Etilen dan Brassinosteroid ?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut diperoleh tujuan penulisan sebagai berikut.
1. Mengetahui Konsep Hormon Tanaman dan Cara Kerjanya
2. Mengetahui Sejarah Hormon Auksin, Giberelin, Sitokinin, Asam Absisat, Etilen dan
Brassinosteroid
3. Mengetahui Struktur Hormon Auksin, Giberelin, Sitokinin, Asam Absisat, Etilen dan
Brassinosteroid
4. Mengetahui Letak Sintesis (Pembentukan Hormon) Auksin, Giberelin, Sitokinin,
Asam Absisat, Etilen dan Brassinosteroid
5. Mengetahui Transpor Hormon Auksin, Giberelin, Sitokinin, Asam Absisat, Etilen
dan Brassinosteroid
6. Mengetahui Peran Hormon Auksin, Giberelin, Sitokinin, Asam Absisat, Etilen dan
Brassinosteroid
7. Mengetahui Mekanisme Kinerja Hormon Auksin, Giberelin, Sitokinin, Asam
Absisat, Etilen dan Brassinosteroid

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Hormon Tanaman dan Cara Kerjanya


Hormon tumbuhan atau yang lebih dikenal dengan fitohormon adalah senyawa
organik yang disintesis disalah satu bagian tumbuhan dan dipindahkan kebagian lain, dan
pada konsentrasi yang sangat rendah mampu menimbulkan suatu respons fisiologis.
Respons pada organ sasaran tidak perlu bersifat memacu, karena proses seperti
pertumbuhan atau diferensiasi kadang terhambat oleh hormon, terutama oleh asam absisat.
Karena hormon harus disintesis oleh tumbuhan, maka ion anorganik seperti K + atau Ca2+,
yang dapat menimbulkan respons penting, dikatakan bukan hormon. Hormon biasanya
sudah efektif pada konsentrasi dalam mendekati 1M sedangkan gula, asam amino, asam
organik, dan beberapa metabolit lainnya yang diperlukan bagi pertumbuhan dan
perkembangan (tidak termasuk enzim dan sebagian besar koenzim) biasanya terdapat pada
konsentrasi 1 sampai 5 mM.
a. Sejah (Penemuan) Hormon Tumbuhan
Penerapan konsep hormon tanaman dilakukan Duhamel du Monceau di 1758. Du
Monceau mengamati pembentukan akar pada pembengkakan yang terjadi di atas luka
korset yang terganggu jaringan floem sekitar batang tanaman berkayu. Untuk menjelaskan

6
ini, seorang ahli botani Jerman Julius Sachs (ca. 1860) mengatakan bahwa hormon
adalah bahan pembentuk organ yang khas terdapat dalam tumbuhan. Ia menduga bahwa
salah satu bahan menyebabkan pertumbuhan batang, yang lainnya memacu pertumbuhan
batang, yang lainnya memacu pertumbuhan daun, akar, bunga atau buah. Namun, zat kimia
yang khas pada suatu organ belum pernah dapat dicirikan. Karena konsentrasi hormon
yang amat rendah pada tumbuhan, maka hormon pertama yang ditemukan (yaitu asam
indolasetat) baru dapat dicirikan pada tahun 1930-an, bahkan pada saat hormon tersebut
mula-mula dimurnikan. Karena hormon itu dapat menyebabkan begitu banyak macam
respons, bila diberikan dari luar kepada tumbuhan, maka oleh banyak orang hormon itu
dianggap sebagai satu-satunya hormon tumbuh.
Anggapan tersebut terbantah ketika berbagai efek giberelin ditemukan pada tahun
1950-an. Ketika semakin banyak hormon dapat dicirikan dan efek serta konsentrasi
endogennya dikaji dua hal menjadi jelas. Yang pertama, setiap hormon mempengaruhi
respons pada banyak bagian tumbuhan. Kedua, respons itu bergantung pada spesies, bagian
tumbuhan, fase perkembangan, konsentrasi hormon, interaksi antarhormon yang diketahui,
dan berbagai faktor lingkungan. Awal yang sebenarnya dari penelitian hormon tanaman,
ditemukan dalam serangkaian percobaan sederhana namun elegan yang dilakukan oleh
1) Charles & Francis Darwin (1880):
Mempelajari pembengkokan seedling yang tidak mengarah ke cahaya. memotong ujung
(koleoptil), tidak ada pembengkokan. menutupi pucuk dengan kertas, tidak ada
pembengkokan. kesimpulannya: sinyal diterima di ujung.
2) Boysen Boysen-Jensen (1913):
Menggunakan potongan mika yang disisipkan dibawah ujung pada sisi berlawanan cahaya
= tidak ada pembengkokan. Menyisipkan pada sisi yang sama dengan cahaya =
pembengkokan terjadi. Kesimpulannya : diperlukan transport sinyal sepanjang sisi yang
berlawanan dengan cahaya.
3) Frits Went (1926) (sebagai mahasiswa):
Memotong ujung dan meletakkannya sebentar pada agar. kemudian memotong ujung
seedling lainnya, letakkan blok agar pada ujung, dalam gelap. ketika meletakkan potongan
pada ujung, seedling membengkok menjauh dari sisi dengan blok. kesimpulannya: terdapat
difusi sinyal dari ujung menuju ke blok, merangsang pertumbuhan pada sisi berlawanan
dari cahaya diterima. digunakan sebagai bioesay; lebih banyak auksin = pembengkokan
semakin panjang. pemurnian auksin dan identifikasi.

7
Gambar 1. Skema penemuan hormon oleh beberapan ahli
Hormon tumbuhan yang terdapat dalam jumlah mikromolar atau submikromolar bersifat
aktif dan khas, harus ada tiga bagian utama pada sistem respons. Pertama, hormon harus
ada dalam jumlah cukup di sel yang tepat, kedua hormon harus dikenali dan diikat erat
oleh setiap kelompok sel yang tanggap terhadap hormon (sel sasaran), Molekul protein
memiliki struktur kompleks yang diperlukan untuk mengenali dan memilih diantara
sejumlah molekul yang jauh lebih kecil dan berdasarkan pengetahuan tentang cara kerja
hormon pada hewan, protein pengikat hormon pada membran plasma sel tumbuhan dapat
dicirikan. Protein seperti itu disebut protein penerima. Ketiga, protein penerima tersebut
DNA
(konfigurasinya diduga berubah saat mengikat hormon) harus menyebabkan perubahan
Transkripsi
metabolik lain yang mengarah pada penguatan isyarat atau kurir hormon. Dengan adanya
Pre-mRNA
sistem hormon, respons berbagai bagian tumbuhan yang diberikan dari luar tidak lagi
membingungkan. Perubahan yang sejalan dengan perkembangan bahkan yang terjadi pada
Pengolahan mRNA
satu jaringan spesies tertentu pun hampir selalu diikuti dengan perubahan konsentrasi
mRNA
hormon. Selain itu, juga terjadi perubahan frekuensi atau ketersediaan protein penerima
dan perubahan kemampuan dalam memperkuat isyarat hormon.
Perusakan

MRNA tak aktif mRNA


Translasi di Ribosom

Enzim
Perubahan pasca Translasi

Enzim yang Berubah

8
Proses metabolik

Perkembangan
Gambar 2. Kemungkinan beberapa tapak aktivitas gen untuk pengendalian hormon
Hormon tumbuhan memberikan efek mengendalikan aktivitas gen. Pengaktifan gen
mengandung arti terjadi proses penguatan yang tinggi, karena transkripsi berulang DNA
menjadi RNA yang diikuti oleh translasi mRNA menjadi enzim yang memiliki aktivitas
katalisis yang tinggi pada konsentrasi rendah, dapat menghasilkan banyak salinan produk
sel yang penting. Lalu produk ini menentukan jenis organismenya dan tentu saja wujud
penampilannya (fenotipnya). Ada berbagai titik kendali dalam aliran informasi genetik,
dari DNA sampai menjadi sebuah produk molekul. Salah satunya yang paling penting,
terdapat pada tingkat transkripsi. Titik kendali lainnya juga terdapat di inti, mencakup
pengolahan mRNA sebab sebagian besar molekul mRNA terurai sebagian dan beberapa
bagiannya terangkai kembali sebelum mereka meninggalkan inti. Langkah pengolahan ini
dikendalikan oleh enzim yang kerjanya pasti diatur dan mungkin hormon berperan dalam
pengaturan ini. Selanjutnya mRNA meninggalkan inti, melalui pori inti kemudian di
sitosol, mRNA dapat ditranslasikan pada ribosom atau dirusak oleh ribonuklease. Jika
mRNA ditranslasi menjadi enzim, perubahan pascatranslasi enzim tersebut dapat terjadi
melalui berbagai proses, seperti fosforilasi, metilasi, asetilasi, glikosidasi, dan sebagainya.
Semua proses ini juga dipengaruhi hormon atau cahaya atau isyarat lingkungan lainnya.
b. Jenis hormon
Pada saat ini dikenal lima macam hormon tumbuhan klasik yaitu auksin (IAA), sitokinin
(CYT), giberelin (GA), absisin (ABA) dan etilen (Eth). Selain itu diketemukan sejumlah

9
senyawa yang dinyatakan sebagai hormon tumbuhan kontemporer salah satunya
brassinosteroid ada juga oligosaccharin, poliamine, asam jasmonat dan asam salisilat.

B. HORMON AUKSIN
a. Sejarah Hormon Auksin
Istilah auksin berasal dari bahasa Yunani auxen yang artinya meningkatkan. Pertama kali
digunakan oleh Frits Went, seorang mahasiswa pascasarjana di Negeri Belanda pada
tahun 1926, yang menemukan bahwa suatu senyawa yang belum dapat dicirikan mungkin
menyebabkan pembengkokan koleoptil oat kearah cahaya. Fenomena pembengkokan ini,
disebut fototropisme. Senyawa yang ditemukan Went didapati cukup banyak di ujung
koleoptil, hal penting yang ingin diperlihatkan ialah bahwa bahan tersebut dapat berdifusi
dari ujung koleoptil menuju potongan kecil agar aktivitas auksin dilacak melalui
pembengkokan koleoptil yang terjadi akibat terpacunya pemanjangan pada sisi yang
ditempeli potongan agar. Auksin adalah hormon tanaman pertama yang ditemukan dan
memiliki peran utama dan paling mendasar dari respon-tanaman pembesaran sel
tumbuhan.
GAMBAR 3. Distribusi auksin dalam bibit oat (Avena
sativa), menunjukkan konsentrasi yang lebih tinggi dari
hormon dalam koleoptil dan akar apeks aktif tumbuh.
(Berdasarkandata dari Thimann, KV 1934. Journal of
General Physiology 18:. 23-34)

Awal percobaan penelitian hormon tanaman pada umumnya dan auksin pada khususnya
dapat ditelusuri pada karya Charles Darwin. Meskipun Darwin terkenal karena karyanya
pada evolusi, kemudian karirnya ia mengembangkan minat dalam aspek-aspek tertentu dari
fisiologi tanaman. Beberapa studi tersebut dirangkum dalam buku Kekuasaan Gerakan di
Tanaman, Co-ditulis oleh anaknya, Francis. Salah satu dari beberapa '' gerakan '' dipelajari
oleh Darwin adalah kecenderungan rumput kenari (Phalaris canariensis) Bibit menekuk ke
arah cahaya yang datang dari jendela, fenomena sekarang kita kenal sebagai fototropisme.
Daun utama bibit rumput diapit struktur berongga, selubung seperti, disebut koleoptil,

10
Yang membungkus dan melindungi daun saat mereka tumbuh dewasa melalui tanah.
Darwin mengamati bahwa koleoptil, seperti batang, menanggapi pencahayaan sepihak oleh
tumbuh ke arah sumber cahaya. Namun, kelengkungan tidak akan terjadi jika ujung
koleoptil yang baik dihapus atau ditutupi untuk mengecualikan cahaya. Karena respon
membungkuk diamati di seluruh koleoptil, Darwin menyimpulkan bahwa sinyal
phototropic itu dirasakan oleh ujung dan '' bahwa ketika bibit secara bebas terkena cahaya
lateral, beberapa pengaruh adalah transmittedfrom atas ke bagian bawah, menyebabkan
yang terakhir yaitu membungkuk. '' itu implikasi dari Darwin '' pengaruh menular '' yang
menangkap imajinasi ahli fisiologi tanaman dan menetapkan menjadi gerak serangkaian
percobaan yang memuncak dalam penemuan hormon tanaman, auksin-hormon tanaman
pertama yang menjadi ditemukan.
Menyusul penerbitan buku Darwin, sejumlah ilmuwan melakukan pengamatan. Pada tahun
1910, Boysen-Jensen menunjukkan bahwa stimulus akan melewati sebuah blok agar dan
karena itu kimia di alam. Pada tahun 1918, Paal menunjukkan bahwa jika puncak telah
dihapus dan diganti asimetris, kelengkungan akan terjadi bahkan dalam kegelapan. Zat
aktif pertama kali berhasil diisolasi pada tahun 1928 oleh Frist Went, maka seorang
mahasiswa pascasarjana yang bekerja di laboratorium ayahnya di Belanda.
Menindaklanjuti karya sebelumnya Boysen-Jensen dan Paal, Went dihapus puncak oat
(Avena sativa) Koleoptil dan berdiri potongan apikal pada blok kecil agar. Auksin yang
ditemukan Went kini diketahui sebagai asam indoasetat (IAA), dan beberapa ahli fisiologi
masih menyamakan IAA dengan auksin. Namun, tumbuhan mengandung tiga senyawa lain
yang strukturnya mirip dengan IAA dan menyebabkan banyak respons yang sama dengan
IAA, ketiga senyawa tersebut dapat dianggap sebagai hormon auksin. Salah satunya adalah
asam 4-kloroindolasetat (4-klorolIAA), yang ditemukan muda berbagai jenis kacang-
kacangan. Yang lainnya, asam fenilasetat (PAA), ditemui pada banyak jenis tumbuhan dan
sering lebih banyak jumlahnya daripada IAA, walaupun kurang aktif dalam menimbulkan
respons khas IAA. Yang ketiga, asam indolbutirat (IBA), yang ditemukan belakangan,
semula diduga hanya merupakan auksin tiruan yang aktif, namun ternyata ditemukan pada
daun jagung dan berbagai jenis tumbuhan dikotil sehingga zat tersebut tersebar luas pada
dunia tumbuhan.
b.Struktur Hormon Auksin
IAA adalah auksin alami. Selain IAA, Tiga senyawa lain yang ditemukan pada tumbuhan
mempunyai aktivitas auksin yang tinggi. Ketiganya dengan mudah teroksidasi menjadi
IAA in vivo dan hanya aktif setelah peralihan tersebut. Ketiga zat itu belum dimasukkan

11
kedalam kelompok auksin, melainkan hanya sebagai prazat auksin. Diantaranya,
indolasetaldehid, indolasetonitril, dan indoletanol. Masing-masing memiliki struktur
serupa dengan IAA, hanya tak ada gugus karboksilnya. Namun, senyawa ini semua
berfungsi sebagai prekursor untuk IAA dan aktivitas mereka adalah sebagai konversi ke
IAA dalam jaringan

. Gambar 4. Struktur Auksin (IAA)


Jumlah IAA ini akan tergantung pada beberapa faktor, seperti jenis, usia jaringan dan
keadaan pertumbuhan. Dalam jaringan vegetatif, misalnya, jumlah IAA umumnya jatuh
dalam kisaran antara 1 mg dan 100 mg (5,7-570 nanomol) kg -1 berat segar, tetapi dalam biji
tampaknya jauh lebih tinggi. Dalam satu studi, diperkirakan bahwa endosperm dari biji
jagung tunggal empat hari setelah perkecambahan mengandung 308 picomoles (pmole=
10-12 mol) dari IAA. Pada saat yang sama, jagung terkandung 27 pmoles dari IAA dan
diperlukan masukan diperkirakan sekitar 10 pmoles dari IAA hr-1 untuk mendukung
pertumbuhannya. Tingginya tingkat IAA dalam benih tampaknya berfungsi untuk
mendukung pertumbuhan yang cepat dari bibit muda saat benih berkecambah.
c. Letak Sintesis (Pembentukan Hormon) Auksin
IAA disintesis terutama pada apikal meristem ujung batang, daun muda, buah yang sedang
berkembang. Biosintesisnya diasosiasikan dengan sintesis triptofan. Sejak tahun 1930-an,
ketika KV Thimann pertama kali mengamati sintesis IAA dalam cetakan Rhizopus suinus.
Secara kimia, IAA mirip dengan asam amino triptofan (walaupun sering 1000 kali lebih
encer) dan memang disintesis dari triptofan. Ada dua mekanisme sintesis yang dikenal dan
keduanya meliputi penghapusan gugus asam amino dan gugus karboksil-akhir dari
cincin samping triptofan. Lintasan yang lebih banyak terjadi pada sebagian besar spesies
mencakup tahapan berikut, gugus amino bergabung dengan sebuah asam -keto melalui
reaksi transminasi menjadi asam indopiruvat kemudian dekarboksilasi indopiruvat
membentuk indolasetaldehid, akhirnya indolasetaldehid dioksida menjadi IAA. Enzim
yang paling aktif diperlukan untuk mengubah triptofan menjadi IAA terdapat di jaringan
muda, seperti meristem tajuk, serta daun dan buah yang sedang tumbuh. Di semua jaringan
ini, kandungan auksin juga paling tinggi, yang menunjukkan bahwa IAA memang

12
disintesis disitu. Dalam kebanyakan tanaman, sintesis IAA terjadi ditiga langkah, dimulai
dengan penghapusan gugus aminopada rantai samping triptofan.
Produk ini adalah asam indole-3-piruvat (IPA) yang dikatalisis oleh tryptophanamino
transferase. Langkah kedua adalah dekarboksilasi dari IPA untuk membentuk indole-3-
asetaldehida (IAAld). Enzim yang mengkatalisis langkah ini adalah dekarboksilase
indole-3-piruvat.Akhirnya, IAAld dioksidasi menjadi IAA olehNAD-dependentindole-3-
asetaldehida oksidase. Kehadiran enzim ini telah dibuktikan di sejumlah jaringan,
termasuk oat koleoptil. IAAId juga dapat reversibel dikurangi menjadi indole-3-etanol.
IAA dapat reversibel dikonversi ke IBA oleh enzim asam indole-3-butyricsynthase. Ada
beberapa bukti untuk biosintesis alternatif jalur melibatkan intermediet selain IPA, tapi
bukti biokimia menunjukkan bahwaIPA jalur adalah jalur utama untuk sintesisIAA dari
triptofan pada tumbuhan tingkat tinggi. Meskipun mutan IAA-kekurangan diharapkan
untuk memberikan informasi yang berguna lanjut. Hal ini mungkin karena kekurangan
IAA akan mungkin mematikan.
GAMBAR 5. Jalur untuk biosintesis triptofan
tergantung asam indole-3-asetat. Enzim-enzim yang
terlibat adalah (1) aminotransferase triptofan; (2)
dekarboksilase indole-3-piruvat; (3) oksidase indole-3-
asetaldehida

d. Transpor Hormon Auksin


Auksin yang disintesis, disimpan atau ditransportasikan dalam bentuk in aktif. IAA dapat
erkonyugasi (ikatan kovalen) dengan senyawa lainnya. Konyugat yang sering adalah gula
(IAAglukosa) atau asam amino (IAA aspartat). Transportasi auksin secara alami
berlangsung dalam jaringan aktif berkembang biak. Dari daerah ini, tampaknya ada aliran
auksin mengalir menuruni ke akar. IAA bergerak melalui floem dari daun dewasa, tetapi
jalur utamanya adalah melalui sel berkas pembuluh yang sesuai (sel parenkim). Arah
pergerakan transportasinya polar, dari ujung batang ke dasar batang menuju ujung akar.

13
Transportasi Polar awalnya dijelaskan berdasarkan gerakan preferensial naik atau turun di
rumput koleoptil, batang, dan akar.

GAMBAR 6. Sebuah model untuk auksin-diinduksi


derepresi gen. (1) faktor respon Auksin protein
(ARF) mengikat DNA di daerah promoter dari gen
auksin-responsif, tapi transkripsi gen dicegah oleh
kehadiran AUX / IAA protein represor. Ketika kadar
auxin yang tinggi, auksin (A) menggabungkan
dengan reseptor auksin nuklir terletak, TRI1, untuk
membentuk sebuah auksin-TRI1 kompleks (2).
Auksin meningkatkan afinitas TRI1 untuk AUX /
IAA dan memfasilitasi disosiasi AUX / IAA dari (3)
ARF.Penghapusan protein AUX / IAA dari ARF
derepresses gen (4), yang memungkinkan transkripsi
mRNA dan terjemahan protein auksin-diinduksi,
termasuk AUX / IAA (5). Sementara itu, TRI1
merekrut AUX / IAA untuk enzim ubiquitin-ligating
E3, atau SCF kompleks (6), di mana (7) AUX / IAA
polyubiquitinated. Protein ubiqitinated kemudian
direkrut ke proteasome 26S (8), di mana ia
terdegradasi. Hasilnya adalah bahwa ketika tingkat
auxin yang tinggi, TIR1 memfasilitasi transkripsi
aktif mRNA dengan terus mengeluarkan protein
represor. Ketika kadar auxin rendah, TIR1 tidak
dapat mengikat dengan represor, protein represor
terakumulasi, dan transkripsi dimatikan.

GAMBAR 7. Polaritas dalam transportasi


auksin dalam segmen oat koleoptil. Blok
donor mengandung 14C-IAA. Terlepas dari
orientasi segmen, translokasi dari IAA radio
berlabel selalu dari ujung morfologis apikal
(A) sampai akhir morfologis basal (B)
segmen.

Gerakan dari puncak morfologi menuju dasar morfologi dari jaringan transportasi, yang
arah gerakan digambarkan sebagai basipetal. Gerakan dalam arah yang berlawanan,
menuju puncak morfologi, disebut sebagai acropetal. Ketika bagian batang atau koleoptil
terbalik, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7, arah asli gerakan dipertahankan.
Namun, karena lebih banyak belajar tentang transportasi auksin, semakin jelas itu bahwa
transportasi auksin diarahkan mungkin lateral yang serta atas dan ke bawah. Acropetal
transportasi di tunas minimal. Di akar, di sisi lain, tampaknya ada dua aliran transportasi.
Aliran acropetal, tiba dari menembak, mengalir melalui sel-sel parenkim xilem di silinder

14
pusat akar dan mengarahkan auksin menuju ujung akar. Aliran basipetal kemudian berbalik
arah aliran, bergerak auksin jauh dari ujung akar, atau basipetal, melalui epidermis luar dan
sel kortikal.
Fenomena transportasi auksin kutub telah menarik perhatian luas karena konsentrasi auksin
merupakan variabel penting dalam beberapa tanggapan perkembangan. Setidaknya
sebagian fenomena perkembangan seperti dominasi apikal, adventif dan pembentukan akar
sekunder, dantanggapan pertumbuhan diferensial untuk cahaya dan gravitasi. Beberapa
pengamatan menunjukkan bahwa transportasi kutub melibatkan, transpor aktif carrier-
dimediasidapat menunjukkan bahwa transportasi kutub dihambat oleh anaerobiosis atau
racun pernafasan seperti sianida dan 2,4-dinitrophenol. Hal ini dianggap bukti bahwa
transportasi kutub adalah proses yang membutuhkan energi tergantung pada metabolisme
oksidatif dalam mitokondria. Kedua, bahan kimia tertentu, disebut phytotropins, telah
dikenal untuk beberapa waktu untuk lebih spesifik, inhibitor kompetitif transportasi kutub.
Ini termasuk TIBA (asam 2,3,5-Triiodobenzoic), morphactin (asam 9-hydroxyfluorine-9-
karboksilat), dan NPA (N-1-naphthylphthalamic asam).
Hal ini diduga bahwa inhibitor seperti memblokir transportasi auksin dengan mengikat
molekul pembawa diskrit yang terlibat dalam sistem transportasi kutub. Ketiga,
penyerapan radioaktif IAA setidaknya sebagian dihambat oleh nonradioactive IAA.
Pengamatan terakhir ini menunjukkanbahwa berlabel IAA dan berlabel IAA bersaing satu
sama lain untuk jumlah terbatas situs operator. Pengamatan ini membentuk dasar untuk
model kemiosmotik untuk transportasi auksin, diusulkan oleh PH Rubery, AR Sheldrake,
dan JA Raven di pertengahan 1970-an. Dalam bentuknya yang sekarang, model
kemiosmotik berisi tiga fitur penting: (1) gradien Phatau proton motif kekuatan melintasi
membran plasma yang menyediakan kekuatan pendorong untuk penyerapan IAA, (2)
masuknya operator IAA, dan (3) suatu penghabisan pembawa IAA yang istimewa terletak
di dasar sel auksin-mengangkut (Gambar 8).

GAMBAR 8. Phytotropins. Dua contoh


inhibitortransportasi IAA kutub.

15
GAMBAR 9. Model difusi kemiosmotik-polar
untuk transportasi kutub IAA. Dalam ruang dinding
sel asam (pH 5,5) sekitar 20% dari IAA terprotonasi.
Terprotonasi IAA (IAAH) dapat masuk sel dengan
difusi melintasi membran sel (putus-putus panah)
sedangkan bentuk anionik (IAA-) Dapat diambil
melalui AUX1 (lingkaran), proton / IAA operator
symport terletak secara acak di membran plasma.
Dalam sel (pH 7,0) bentuk terdeprotonasinya IAA-
akan mendominasi. IAA- dapat keluar sel hanya
melalui operator penghabisan dari keluarga PIN
(kotak) yang terletak istimewa di dasar sel. pompa
ATPase-proton membran-terikat membantu untuk
mempertahankan pH diferensial yang melintasi
membran dan memberikan proton untuk IAA / H+
symport. Lokasi unik basal dari operator penghabisan
adalah kunci untuk transportasi kutub.

Transpor polar memerlukan energi (ATP), namun tidak langsung: Dalam dinding sel (pH
5) IAA diberi muatan proton menjadi IAAH. IAA berdifusi menyebrangi membran menuju
ke dalam sel, terjadi penurunan konsentrasi.Ketika di dalam (pH 7), IAAH di deprotonasi
menjadi IAA. Sebagian besar IAA, akan masuk ke dalam sel sebagai IAA- melalui H+/
Auksin symport pembawa (carrier masuknya) yang merata di seluruh sel. Setelah di
sitoplasma, di mana pH lebih dekat dengan 7.0, IAAH akan terpisah IAA- dan H+. auksin
yang kini terjebak di dalam sel karena IAA- tidak bisa mudah berdifusi melintasi
membran. Kunci untuk model kemiosmotik, adalah keberadaan carrier, yang terletak hanya
di membran basal sel, yang memediasi penghabisan dari IAA- dari sel. Ini adalah lokasi
yang unik pembawa penghabisan ini, lebih dari faktor apa pun lainnya, yang menetapkan
polaritas di auxin transport. Bukti langsung pertama untuk keberadaan pembawa
penghabisan basal mengambil keuntungan dari fakta bahwa protein IAA-transportasi
diduga mengikat phytotropin NPA.
Protein NPA mengikat adalah terisolasi, antibodi yang diajukan terhadap itu, dan antibodi
kemudian diberi label dengan pewarna fluorescein fluorescent untuk makethe antibodi
terlihat di bawah mikroskop. Ketika kacang bagian batang diobati dengan antibodi
berlabel, fluorescein ditemukan dilokalisasi pada membran plasma basal dari sel-sel induk.
Baru-baru ini, sebagian besar karena studi mutan auksin dari Arabidopsis, dua kandidat
yang baik untuk auksin masuknya dan penghabisan operator telah diidentifikasi.
Pembawa masuknya diduga merupakan protein membran, AUX1. Gen AUX1 telah
dikaitkan dengan metabolisme auksindan transportasi karena mutasi pada saat itu
pertumbuhan akar lokus pameran IAA-tahan, mengurangi akar inisiasi lateral, dan
mengurangi respon dari akar gravitasi. fenotipe seperti ini konsisten dengan kapasitas
berkurang untuk mengambil IAA. Gen AUX1 telah dikloning dan urutan polipeptida dari
protein adalah mirip dengan permeases asam amino yang dikenal.permeases asam amino

16
adalah protein membran yang berfungsi sebagai amino operator asam / proton symport.
Homologi protein bersama-sama dengan kesamaan struktural antara IAA dan asam amino
prekursor, triptofan yang, telah menyebabkan saran bahwa fungsi protein AUX1 sebagai
symporter auksin / proton. dukungan lebih lanjut untuk model ini ditawarkan oleh
pengamatan bahwa auksin sintetik NAA mengembalikan respon gravitropic untuk mutan
bibit (aux1).
NAA penyerapan oleh sel-sel tidak carrier-mediated, sehingga kehilangan AUX1 tidak
mengganggu respon. Sebuah keluarga gen, gen PIN, yang menyandi diduga operator
penghabisan auksin juga telah diidentifikasi. (Sebanyak delapan gen PIN kini telah
diidentifikasi di Arabidopsis.) Salah satu pertama yang ditemukan adalah gen PIN1 yang
mengontrol perkembangan bunga di Arabidopsis. Mutan pin1 ditandai dengan
influorescences yang berakhir pada struktur pinlike dan menunjukkan sedikit atau tidak
ada bukti pengembangan tunas bunga. transportasi auksin kutubberkurang secara
signifikan di influorescences pin1 mutan dan karakteristik mutan dapat menirukan dengan
memblokir transportasi polar dengan phytotropins. Seperti yang diperkirakan oleh model
kemiosmotik, antibodi fluorescent berlabel telah menunjukkan bahwa PIN1 protein
terlokalisir di membran basal sel xilem parenkim. Selain itu, sesuai dengan model
kemiosmotik, AUX1 dan PIN1 protein yang terletak di ujung-ujung sel-sel akar floem
muda (protophloem).Sebuah gen kedua adalah berbagai disebut PIN2, EIR1, WAV6, atau
AGR1.
Beberapa nama adalah karena fakta bahwa gen diidentifikasi secara mandiri di
laboratorium yang berbeda, semua mutan belajar dengan gangguan respon akar gravitasi.
PIN2 dinamakan demikian karena mengkode protein yang sangat mirip dengan protein
dikodekan oleh PIN1. Seperti dengan protein PIN1, percobaan immunolocalization telah
menunjukkan bahwa protein PIN2 terlokalisir di membran basal (yaitu, terjauh dari ujung
akar) dari file sel di korteks akar dan epidermis.Selain itu, seperti AUX1, struktur protein
PIN menyerupai permeases asam amino bakteri dan karenanya adalah calon kemungkinan
untuk transporter IAA. Polaritas dalam transportasi auksin merupakan dasar zuntuk
perkembangan tanaman dan protein PIN langsung transportasi ini dengan bergerak dari
satu permukaan sel yang lain, sesuai dengan tuntutan perubahan untuk asimetri auksin.
Satu masalah, misalnya, yang telah lama bingung ahli biologi perkembangan adalah
bagaimana sumbu apikal-basal didirikan pada embrio muda. protein PIN muncul untuk
bagian dari kunci. Segera setelah pembagian pertama zigot, protein PIN terletak
acropetally di sel basal mengarahkan aliran auksin ke dalam sel apikal, menetapkan bahwa

17
sel sebagai pendiri proembrio tersebut. Seperti sel-sel apikal berkembang biak untuk
membentuk tahap embrio globular, mereka mulai mensintesis auxin sendiri. Protein PIN
kemudian bergeser ke lokasi basipetal dan arah auksinaliran membalikkan, sehingga
membentuk posisi pole akar berkembang. pola perubahan serupa distribusi PIN dan
perubahan yang dihasilkan dalam polaritas transportasi auksin sama-sama penting dalam
respon lain seperti inisiasi akar sekunder dan tanggapanmenembak dan akar gravitasi dan
pencahayaan sepihak. IAA tidak dapat melalui lipid membran, ia harus melalui
proteinkarier.Protein karier efluk berada dalam membran pada sisi dasar sel.IAAberdifusi
ke dalam ruang dinding sel menurunkan konsentrasi.Ketika di dalam dinding sel,
IAAdiprotonasi menjadi IAAH lagi,berdifusi menuju sel berikutnya
e. Peran Hormon Auksin dan Mekanisme Kinerja Hormon Auksin
Auksin ditandai dengan kemampuan untuk merangsang pemanjangan sel di batang dieksisi
dan koleoptil bagian, tetapi mereka juga terlibat dalam sejumlah respon perkembangan
lainnya, termasuk inisiasi akar sekunder, diferensiasi pembuluh darah, dan pengembangan
dari tunas ketiak, bunga, dan buah-buahan. Auksin juga merupakan komponen penting
dalam rantai sinyal yang memungkinkan akar dan tunas untuk menanggapi gravitasi dan
cahaya unilateral. Bahkan, auksin terlibat dalam hampir setiap tahap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman dari organisasi embrio awal berbunga dan perkembangan buah.
1. Efek auksin pada akar dan pembentukan akar
IAA terdapat diakar, pada konsentrasi yang hampir sama dengan di bagian tumbuhan
lainnya. Seperti ketika pertama kali dikemukakan pada tahun 1930 an, pemberian auksin
memacu pemanjangan potongan akar atau bahkan akar utuh pada banyak spesies, tapi
hanya pada konsentrasi yang sangat rendah (10-7 M, bergantung pada spesies dan umur
akar). Pada konsentrasi yang lebih tinggi (tapi masih cukup rendah, antara 1 sampai 10
m), pemanjangan hampir selalu terhambat. Diperkirakan, sel akar umumnta mengandung
cukup atau hampir cukup auksin untuk memanjang secara normal. Memang, banyak
potongan akar tumbuh selama beberapa hari atau beberapa minggu in vivo tanpa
penmabhan auksin, yang menandakan bahwa kebutuhannya akan hormon ini sudah
terpenuhi dari hasil sintesis sendiri. Percobaan terbaik yang dilakukan sampai saat ini yang
berkenaan dengan kadar auksin di akar, hanya menyelidiki benar tidaknya akar
mengandung IAA, dan apakah tingkat IAA sedemikian itu secara normal bisa memacu
pertumbuhan akar. Berdasarkan pada apa yang diketahui sekarang, bahwa ada empat
macam auksin dalam dunia tumbuhan, maka jenis auksinnya perlu diteliti kembali dengan
menggunakan metode dan analisis modern.

18
Auksin menghambat pertumbuhan akar pada konsentrasi mikromolar yang disebabkan
oleh etilen, sebab semua jenis auksin memacu berbagai jenis sel tumbuhan untuk
menghasilkan etilen, terutama bila sejumlah besar auksin ditambahkan. Pada sebagian
besar spesies, etilen memperlambat pemanjangan akar dan batang. Walaupun demikian,
hasil percobaan yang dilaporkan Eliasson dkk (1989) menunjukkan dengan jelas bahwa
IAA dapar menghambat pemanjangan akar kecambah kapri yang masih utuh, tetapi tidak
mempengaruhi produksi etilen pada akar yang sama tersebut, segera setelah akar itu
dipisahkan. Hasil percobaan ini dan percobaan lainnya menunjukkan bahwa auksin
menghambat pertumbuhan akar kapri, paling tidak dengan mekanisme yang belum
diketahui, yang tidak bersangkut paut dengan etilen. Namun penjelasan lebih lanjut tentang
cara auksin menghambat atau pada konsentrasi yang jauh lebih rendah, yang malah
memacu pemanjangan akar. Walupun begitu kemampuan potongan akar untuk tumbuh
dalam biakan jaringan selama beberapa minggu atau beberapa bulan membuktikkan bahwa
akar tersebut tidak memerlukan auksin yang dihasilkan oleh tajuk. Hal itu dapat berarti
bahwa ketika dipotong, akar dapat segera beradaptasi membentuk satu jenis atau beberapa
jenis auksin yang dibutuhkannya. Dapat pula berarti bahwa akar selalu memiliki
kemampuan mensintesis auksin dalam jumlah yang cukup bagi pertumbuhannya. Para ahli
fisiologi telah meneliti pengaruh auksin dalam proses pembentukan akar yang lazim, yang
membantu mengimbangkan pertumbuhan sistem akar dan sistem tajuk. Terdapat bukti
yang kuat bahwa auksin dari batang sangat berpengaruh pada awal pertumbuhan akar. Bila
daun muda dana kuncup (yang kaya akan auksin) dipangkas, jumlah pembentukan akar
samping berkurang. Bila hilangnya organ tersebut diganti dengan auksin, kemampuan
membentuk akar sering menjadi pulih kembali. Jadi, terdapat perbedaan yang besar antara
efek auksin eksogen yang biasanya menghambat pemanjangan akar, dengan efeknya yang
memacu pertumbuhan dan perkembangan awal akar. Walaupun demikian, akar beberapa
spesies tanpa tajuk yang ditumbuhkan dalam biakan jaringan berhasil membentuk akar
samping. Kejadian itu menunjukkan bahwa dalam keadaan tersebut akar tidak
membutuhkan auksin atau akar sudah mempunyai cukup auksin.
Auksin juga memacu perkembangan akar liar pada batang. Banyak spesies berkayu
(misalnya apel) telah membetuk primodia akar liar terlebih dahulu dalam batangnya, yang
tetap tersembunyi selama beberapa waktu lamanya, dan hanya tumbuh bila dipacu dengan
auksin. Primordia ini sering terdapat di nodus atau di bagian bawah cabang diantara nodus.
Daerah seperti itu pada batang apel masing-masing mengandung sampai 100 primordia
akar. Bahkan batang tanpa primordia akar yang terbentuk sebelumnya, akan mampu

19
menghasilkan akar liar dari pembelahan lapisan floem bagian luar. Pembentukan akar liar
pada stek batang merupakan praktek dasar yang lazim dilakukan dalam perbanyakan
berbagai spesies secara aseksual, terutama tanaman hias yang kemurnian genetiknya perlu
dipelihara.
2. Auksin mengatur vascular diferensiasi
Selain merangsang pembesaran sel, auksin juga memiliki peran dalam mengatur
diferensiasi selular. Sistem yang paling banyak dipelajari adalah induksi diferensiasi
pembuluh darah di tunas, yang berada di bawah kendali auksin muda, daun berkembang
pesat. Produksi helai xilem di dasar sebuah Coleus tangkai daun, misalnya, adalah
berbanding lurus dengan aliran diffusible IAA bergerak melalui tangkai daun. Defoliasi
dari epicotyls Coleus sangat mengurangi diferensiasi xilem di tangkai daun, tetapi efek ini
dapat dibalik dengan menerapkan jumlah setara dengan IAA dalam pasta lanolin. Sebuah
sistem favorit untuk studi diferensiasi vaskular adalah regenerasi kapal dan floemtabung
saringan sekitar luka di Coleus batang, yang juga di bawah kendali auksin. Coleus, seperti
anggota lain dari keluarga mint (Lamiaceae), memiliki karakteristik persegi batang dengan
bundel vaskuler di setiap sudut. Jika sayatan berbentuk baji dibuat yang mengganggu salah
satu ikatan pembuluh, sel-sel parenkim di wilayah luka akan berdiferensiasi menjadi
elemen vaskular baru.
Unsur-unsur vaskular pada akhirnya akan membangun kembali kontinuitas dengan bundel
asli. Diferensiasi kedua elemen xilem dan tabung saringan floem sekitar luka terbatas dan
dikendalikan oleh pasokan auksin. Hal ini dapat ditunjukkan oleh penghapusan daun
(sumber auksin) di atas luka, misalnya, yang mengurangi regenerasi pembuluh darah. Di
sisi lain, karena auksin bergerak istimewa bawah batang, penghapusan daun bawah luka
memiliki sedikit atau tidak berpengaruh. Selanjutnya, tingkat vaskularregenerasi
berbanding lurus dengan pasokan auksinketika auksin eksogen digantikan daun. Secara
umum, diferensiasi tabung saringan floem disukai oleh konsentrasi auksin yang rendah
(0,1% IAA w/w di lanolin) sedangkan diferensiasi xilem disukai oleh konsentrasi auksin
yang lebih tinggi (1,0% IAA w/w di lanolin). Auksin juga diperlukan untuk diferensiasi
pembuluh darah dalam kultur jaringan tanaman. Ketika tunas, yang merupakan sumber
auksin, yang ditanamkan ke gumpalan jaringan kalus terdiferensiasi dalam budaya,
diferensiasi kalus parenkim ke dalam jaringan pembuluh darah terjadi di daerah-daerah
yang berdekatan dengan implan. Efek yang sama dicapai ketika wedges agar yang
mengandung IAA dan gula diganti untuk tunas implan.

20
GAMBAR 9. Kurva respon konsentrasi selama dua tanggapan auksin-diatur klasik. (A) Avena tes
kelengkungan Pergi ini. Sebuah kubus kecil agar yang mengandung auksin ditempatkan pada permukaan
dipotong dari oat koleoptil dipenggal. auksin yang berdifusi ke koleoptil, merangsang pertumbuhan sel-
sel di bawah kubus agar. Pertumbuhan diferensial menyebabkan koleoptil ke kurva jauh dari blok. (B)
Lengkung dalam tes Avena berhubungan linier dengan konsentrasi auxin. (Digambar ulang dari data
Pergi, FW, KV Thimann. 1937. Phytohormones. Dengan izin KV Thimann.) (C) Pea batang uji segmen.
Stem bagian dari bibit kacang gelap-dewasa yang mengapung di media dengan atau tanpa auksin. (D)
Khas konsentrasi-respons dalam tes bagian batang kacang. konsentrasi auxin catatan dinyatakan pada
skala logaritmik. (Digambar ulang dari data Galston, AW, ME Tangan 1949. American Journal of Botany
36:.. 85-94 Dengan izin dari American Journal of Botany.)

GAMBAR 10. .IAA-diinduksi regenerasi xilem.


Pandangan longitudinal elemen kapal xilem ulang
sekitar luka (W) dalam ruas dipenggal mentimun
(Cucumis sativus). Lanolin mengandung 0,1 persen
IAA diaplikasikan pada sisi atas ruas segera setelah
melukai. regenerasi Polar ditunjukkan oleh penampilan
padat dari banyak unsur xilem tracheary (panah) di
wilayah vascular bundle yang rusak di atas luka. Ini
adalah wilayah di mana basipetally mengalir IAA
awalnya akan menumpuk karena itu terganggu oleh
luka dan terpaksa mencari jalur baru sekitar hambatan.
(Pembesaran: 60) (Foto pemberian Prof. R. Aloni, Tel
Aviv University).

3. Auksin mengontrol pertumbuhan tunas ketiak


Telah diketahui selama beberapa waktu bahwa penghapusan apeks pucuk, teknik
hortikultura umum untuk memproduksi tanaman lebat, merangsang tunas ketiak untuk
melanjutkan pertumbuhan. Rupanya tunas apikal mampu memberikan pengaruh yang
dominan yang menekan pembelahan sel dan pembesaran di ketiak yangtunas. Untuk alasan

21
ini, fenomena perkembangan tunas terkoordinasi dikenal sebagai dominasi apikal. Tak
lama setelah auksin pertama kali ditemukan, KV Thimann dan F. Skoog mempertanyakan
apakah mungkin ada hubungan antara kapasitas ujung menembak untuk melepaskan auksin
dan kapasitasnya untuk menekan ketiak tunas pembangunan-dengan kata lain, adalah
dominasi apikal dikendalikan oleh auksin Thimann dan Skoog menguji gagasan ini dengan
memenggal kepala kacang luas (Vicia faba) Tanaman dan menerapkan auksin dengan cut
tunggul. pengembangan tunas ketiak tetap ditekan di hadapan auksin.
4. Peran auksin dalam hipotesis asam-pertumbuhan untuk pembesaran sel
Peningkatan laju pertumbuhan, misalnya, akan memerlukan peningkatan dinding
diperpanjang (M), peningkatan tekanan turgor (P), atau penurunan ambang batas yield (Y).
(Konduktansi hidrolik, L, dari membran plasma tergantung pada kehadiran aquaporins dan
tidak biasanya parameter yang membatasi.) Pengukuran langsung dari P, menggunakan
probe micropressure, telah menunjukkan bahwa tekanan turgor tidak berubah secara
signifikan selama peningkatan auksin-dirangsang GAMBAR
di laju pertumbuhan bagian
11. dominasi apikal di kacang
broadbean (Vicia faba). Tanaman
batang. (Kiri) Control. (Pusat)
Penghapusan dari puncak batang,
Apapun metode, bagaimanapun,jawabannya adalahsumber
selalu sama-induksi sel yang cepat
auksin, meningkatkan
pertumbuhan tunas ketiak di dasar
pembesaran oleh auksin disertai dengan peningkatan besar dan cepat dalam dinding
batang muda. (Kanan) Dominasi
dapat
diperpanjang. Pada saat yang sama bahwa hubungan antaradikembalikan dengan
pH asam dan pembesaran sel
menerapkan auksin (dalam pasta
menjadi jelas, itu juga menemukan bahwa auksinlanolin)
akanmenyebabkan
ke permukaan pertumbuhan
dipotong sel
batang.
untuk mengeluarkan proton. Beberapa bukti menunjukkan bahwa sekresi proton
merupakan pusat pembesaran sel auksin-ditingkatkan.(1) Dengan Avena koleoptil pH
apoplastic, atau dinding sel, solusi tetes 5,7-4,7 dalam waktu 8 sampai 10 menit dari
aplikasi auksin. Periode lag ini konsisten dengan periode lag diamati antara Selain auksin
dan awal respon pertumbuhan. (2) sekresi proton Auksin-dirangsang adalah proses
tergantung energi dihambat oleh kedua inhibitor metabolisme dan inhibitor pertumbuhan
auksin-diinduksi. (3) Jika ruang dinding bagian koleoptil adalah menyusup dengan buffer
netral untuk mencegah perubahan pH, pertumbuhan auksin yang disebabkan hampir
sepenuhnya dicegah. (4) Agen selain auksin yang menyebabkan ekskresi proton memiliki
efek yang sama dengan auksin pada promosi pertumbuhan. Mereka menyarankan bahwa
auksin menyebabkan pengasaman lingkungan dinding sel dengan merangsang sel-sel untuk
mengeluarkan proton. SanapH rendah mengaktifkan satu atau lebih enzim dinding-
melonggarkan, yang memiliki optimum pH asam. Pada waktu yang sama, A. Hager,
bekerja di Jerman, menerbitkan sebuah proposal yang sama tetapi pergi lebih lanjut untuk
menunjukkan auksin yang merangsang ekskresi proton dengan mengaktifkan plasma

22
membran-terikat ATPase pompa proton. proposal Cleland-Hager gabungan yang dikenal
sebagai hipotesis asam-pertumbuhan.
Dalam bentuknya yang sekarang, hipotesis asam-pertumbuhan mengusulkan bahwa auksin
mengaktifkan pompa ATP-proton yang terletak di membran plasma pengasaman yang
dihasilkan dari ruang dinding sel menurunkan pH menuju kisaran optimum untukKegiatan
expansin. Peningkatan aktivitas expansin, pada gilirannya, meningkatkan dinding
diperpanjang dan memungkinkan untuk ekspansi sel turgor diinduksi seperti yang
dijelaskan sebelumnya pada Bab 17. Meskipun auksin tidak meningkatkan aktivitas pompa
ATPase-proton di membran plasma, auxin itu sendiri tidak mengikat ATPase. Oleh karena
itu, harus ada reseptor auksin yang memulai rantai transduksi sinyal yang menghubungkan
kehadiran auksin dengan peningkatan aktivitas ATPase. Sebuah reseptor auksin diduga
telah diisolasi dari jagung (Zea mays), namun rincian rantai transduksi sinyal itu sendiri
tetap tidak jelas. Jagung auksin reseptor adalah protein membran-terkait ABP1 ditunjuk
(Auksin-Binding Protein 1). ABP1 adalah glikoprotein dimer 43 kDa dari 22 subunit kDa
yang memiliki afinitas tinggi untuk IAA. ABP1 telah diterjemahkan terutama dalam
retikulum endoplasma, tapi populasi kecil juga ditemukan berasosiasi dengan membran
plasma dan di dinding sel. ABP1 adalah kandidat utama untuk reseptor auksin yang
menengahi pemanjangan sel, meskipun bukti untuk peran ini adalah tidak langsung.
Mungkin bukti yang paling meyakinkan berasal dari percobaan dengan antibodi.
Antibodi adalah protein yang diproduksi oleh sistem kekebalan tubuh dari hewan dalam
menanggapi kehadiran antigen. Antibodi akan mengikat dengan antigen, biasanya '' asing ''
protein, untuk membuat protein tidak aktif. Antibodi (IgG yang ditunjuk) dapat diajukan
terhadap protein nabati dengan menyuntikkan protein dimurnikan menjadi binatang seperti
mouse atau kelinci. Antibodi adalah alat yang berguna karena spesifisitas reaksi antigen-
antibodi. Antibodi juga bisa '' tag '' dengan bahan kimia fluorescent atau penanda lainnya
agar lokasi mereka dapat dengan mudah divisualisasikan dengan mikroskop. Antibodi
diajukan terhadap protein auksin mengikat (ditunjuk IgG-antiABP) secara khusus
menghambat baik koleoptil elongasi auksin-diinduksi dan hyperpolarization auksin-
diinduksi dari membran plasma. Juga, IgG-antiABP diterapkan koleoptil bagian
terlokalisasi dalam sel-sel epidermis luar, yang diyakini sel auksin-responsif paling
koleoptil. Saran yang ABP1 adalah auksin-reseptor telah menarik beberapa kontroversi.
Kesulitan utama harus dilakukan dengan lokasi ABP1 dalam sel. ABP1 terutama
ditemukan dalam lumen retikulum endoplasma (ER) dan beberapa peneliti telah mampu
mendeteksi ABP1 sama membran plasma. ABP1 bahkan mengandung sekuens asam amino

23
di kedua ujung molekul yang khas dari protein biasanya ditahan dalam lumen ER. Namun,
teknik immunolocalization lebih sensitif sekarang telah dikonfirmasi populasi kecil
(mungkin 1000 molekul) pada membran plasma protoplas jagung. Masalah kedua adalah
bahwa, berdasarkan urutan asam amino, protein ABP1 tampaknya memilikitidak ada
lipofilik domain membran-spanning. Untuk reconcilethese pengamatan, telah diusulkan
bahwa ABP1 membentuk kompleks dengan protein transmembran docking.
Menurut model ini, protein docking memberikan kelarutan lipid yang diperlukan untuk
jangkar ABP1 keselaput. Kompleks protein ABP1-docking kemudian diekspor dari ER ke
membran plasma di mana ia dimasukkan dengan ABP1 menghadapi luar (Gambar 18.8B).
Telah diusulkan bahwa kompleks protein ABP1-docking itu sendiri tidak aktif, tapi
lampiran dari suatu molekul auksin mengaktifkan kompleks dan memulai jalur transduksi
sinyal. protein docking yang diusulkan belum diidentifikasi, tapi ada beberapa saran yang
mungkin reseptor GCPR di keluarga G-protein. Auksin juga mengaktifkan enzim
fosfolipase A2 (PLA2) dan beberapa percobaan telah terlibat PLA2 dalam rantai transduksi
sinyal. Misalnya, aktivasi PLA2 dapat diblokir oleh IgG-antiABP. Juga, baik
lysophospholipids dan asam lemak (produk PLA2) merangsang sekresi proton dan
elongasi. Efek ini dihambat oleh vanadat, yang secara khusus blok membran plasma
proton-ATPase. Data ini menunjukkan bahwa PLA2 berikut ABP1 dirantai dan bahwa
lysophospholipids dan asam lemak muncul lebih jauh. Akhirnya, kedua IAA dan
lysophospholipids efek pada sekresi proton dan elongasi dapat diblokir oleh inhibitor
protein kinase, menunjukkan bahwa lipid mengaktifkan proton-ATPase dengan melibatkan
kaskade protein kinase.

GAMBAR 11. Skema


menunjukkan peran auksin
dalam hipotesis asam-
pertumbuhan untuk
pembesaran sel.

24
(A) polimer dinding sel (mikrofibril selulosa) yang ekstensif cross-linked dengan xyloglycans beban-bearing
(1), yang membatasi kapasitassel untuk memperluas. Pompa ATPase-proton auksin-diaktifkan terletak di
membran plasma acidifies ruang dinding sel dengan memompa proton dari sitoplasma. PH rendah
mengaktifkan enzim dinding-melonggarkan, seperti extensins, yang melonggarkan ikatan beban-bearing (2).
Kekuatan turgor yang bekerja pada dinding membran dan sel menyebabkan polimer untuk menggantikan (3)
dan memungkinkan sel untuk memperbesar. (B) A hipotetis rantai sinyal transduksi yang menghubungkan
auksin dengan aktivasi pompa ATPase-proton. Lihat teks untuk rincian. Singkatan: ABP1, auksin-binding
protein 1; PLA, fosfolipase A2; FA, asam lemak; LPC, lysophospholipid; PK, protein kinase.

C. HORMON GIBERELIN
a. Sejarah Giberelin
Giberelin pertama kali ditemukan oleh seorang ahli patologi Jepang, Kurosawa (1926),
ketika meneliti penyakit tanaman padi yang disebut Bakanae (kecambah tolol). Penyakit
tersebut disebabkan oleh jamur Gibberella fujikuroi, yang dikenal juga sebagai Fusarium
moniliforme. Dari hasil penelitiannya didapat bahwa jamur tersebut mengeluarkan suatu
substansi atau zat yang sekarang dikenal dengan nama giberelin. Tanaman padi yang
diserang terlihat lebih tinggi daripada yang lain. Gejala ini ternyata diakibatkan karena
suatu zat yang dikeluarkan oleh jamur tersebut. Tahun 1938, Yabuta dan Sumuki berhasil
mendapatkan giberelin dari jamur tersebut.
Pada tahun 1930-an, T yabuta dan T hayasi memisahkan satu senyawa aktif dari
cendawan tersebut, yang mereka namakan giberelin, hingga tahun 1990 telah ditemukan 84
jenis giberelin pada berbagai jenis cendawan dan tumbuhan. dari jumlah itu, 73 jenis
berasal dari tumbuhan tingkat tinggi, 25 jenis dari cendawan giberella dan 14 dari
keduannya.
Penelitian lanjutan dilakukan oleh Yabuta dan Hayashi (1939). Ia dapat mengisolasi
crystalline material yang dapat menstimulasi pertumbuhan pada akar kecambah. Dalam
tahun 1951, Stodola dkk melakukan penelitian terhadap substansi ini dan menghasilkan
"Gibereline A" dan "Gibereline X". Adapun hasil penelitian lanjutannya menghasilkan
GA1, GA2, dan GA3. Pada saat yang sama dilakukan pula penelitian di Laboratory of the
Imperial Chemical Industries di Inggris sehingga menghasilkan GA 3. Nama Asam
Giberelat (GA) untuk zat tersebut telah disepakati oleh kelompok peneliti itu sehingga
populer sampai sekarang.
b. Struktur Giberelin
Giberelin adalah anggota dari konstituen tanaman yang dikenal sebagai terpenoid.
Terpen biasanya diakui atas dasar struktur kimianya, yang dapat dibedah menjadi satu atau

25
lebih unit isoprena 5-karbon. Semua giberelin adalah diterpene berdasarkan struktur ent-
giberelan 20-karbon. Sekitar sepertiga dari karakteristik giberelin ditandai dengan
mempertahankan lengkap 20 atom karbon dan dikenal sebagai C 20-giberelin. Yang lain
telah kehilangan karbon nomor atom 20 dan akibatnya dikenal sebagai C 19-giberelin.
Dengan struktur cincin yang kompleks dan jumlah kemungkinan substitusi pada 19 atau 20
atom karbon, tidak sulit untuk melihat hormon giberelin.

Gambar 12. kerangka ent-giberelan dan


struktur kimia yang dipilih giberelin
aktif dan tidak aktif. GA8 tidak aktif
karena penambahan gugus hidroksil
dalam posisi no.2.

c. Biosintesis (Pembentukan) Hormon Giberelin


Giberelin adalah senyawa organik yang sangat penting dalam proses perkecambahan
suatu biji karena bersifat pengontrol perkecambahan. Giberelin dibutuhkan untuk
pembebasan -amilase yang menghasilkan hidrolisis tepung dan perkecambahan. Adapun
respon positif terhadap giberelin terjadi dalam kisaran konsentrasi yang luas, bahkan
kandungan giberelin yang tinggi tidak bersifat racun. Penggunaan giberelin dapat
mempengaruhi besarnya organ tanaman melalui proses pembelahan dan pembesaran sel.
Giberelin di produksi oleh tumbuhan di meristem tunas apikal, akar, dan daun muda. Tiga
situs utama biosintesis giberelin: (1) biji dan buah-buahan, (2) tunas apikal daun muda, dan
(3) daerah apikal akar. Biji dan buah-buahan yang belum matang adalah biosintesis
giberelin yang utama. Hal ini didasarkan pada pengamatan bahwa buah muda, biji, dan
bagian biji mengandung banyak giberelin, terutama selama tahap peningkatan dalam
ukuran. Selain itu, banyak biji, seperti mentimun liar (Marah macrocarpus) dan kacang
(Pisum sativum), dapat secara aktif mensintesis giberelin. Situs biosintesis giberelin
endosperm berkembang (seperti di dalam labu), kotiledon muda kacang-kacangan, atau
scutellum dari biji-bijian. Keutamaan sintesis giberelin pada tanaman tingkat tinggi adalah
meristematik daun, akar dan perkecambahan. Giberelin sebagai zat pengatur tumbuh pada
tanaman sangat perpengaruh sifat genetik, perkecambahan dan aspek fisiologis

26
lainnya. Selain itu giberelin mempunyai peranan dalam mendukung pembentukan RNA
baru serta sintesa protein.
Sintesis giberelin dimulai dengan C10 isoprenoid geranylgeranyl phyrophosphate GGPP.
Dua reaksi pertama melibatkan siklisasi GGPP untuk membentuk copalylpyrophosphate
dan kemudian kaurene. Kedua langkah siklisasi dihambat oleh antigibberellin atau agen
pengerdilan, AMO-1618, CCC, dan phophon-D, sehingga mengarah ke kekurangan
giberelin dan mengurangi pertumbuhan. Berikut siklisasi, karbon pada posisi 19 pada
molekul kaurene mengalami tiga oksidasi berturut-turut di urutan CH 3 CH2OH CHO
COOH untuk membentuk asam kaurenoic. Oksidasi kaurene untuk asam kaurenoic
adalah dihambat oleh Ancymidol, pengerdilan agen. Kedua langkah melibatkan
hidroksilasi pada karbon-7 dan kontraksi dari cincin B dengan ekstrusi karbon-7 untuk
membentuk GA12-7-aldehida.

GAMBAR 13. biosintesis Giberelin dari geranylgeranyl


pirofosfat (GGPP) ke GA12-7-aldehida. GA12-7-aldehid
tidak aktif, tetapi berfungsi sebagai prekursor untuk semua
giberelin lainnya. Posisi di mana beberapa antigibberellins
(pertumbuhan retardants) biosintesis blok giberelin
ditunjukkan.

GAMBAR 14. jalur untuk biosintesis giberelin di pea


(Pisum sativum). Jalur utama (panah tebal) terjadi pada
biji dan tunas. Jalur ditampilkan di panah cahaya hanya
terjadi di tunas. Tanda bintang (*) menunjukkan bentuk
endogen diketahui.

Di dalam proses biosintesis telah diketemukan zat penghambat (growth retardant) di


dalam aktivitas ini. Beberapa contoh growth retardant yang menghambat biosintesis
gibberelline pada tanaman antara lain Amo-1618 (2-isopropil-4-dimetil-kamine-5 metil

27
phenil-4pipendine karboksilatmetil klorida) menghambat biosintesis gibberelline pada
tanaman mentimun liar (Exhmocytis macrocarpa). Amo-1618 menghambat dalam proses
perubahan dari Geranylgeranyl pyrophosphat ke Kaurene. Begitu pula growth retardant
CCC (2-chloroethyl) trimethyl (-amonium chloride) memperlihatkan aktivitas yang sama
dengan Amo-1618. AMO-1618 dan phosphon yang antigibberellins yang menghambat
enzim yang terlibat dalam sintesis kaurene sementara Ancymidol oksidasi menghambat
kaurene untuk menjadi asam kaurenoic. Efek dari inhibitor ini dapat dibalik dengan
aplikasi giberelin, seperti GA20 atau GA3. Inhibitor lain, yang dikenal sebagai BX-112, blok
3-hidroksilasi GA20 untuk GA1. Pada tanaman di mana GA 1 adalah giberelin aktif, efek
BX-112 dapat dibalik hanya dengan penerapan GA1 sendiri.
d. Transport Hormon Giberelin
Transport giberelin kurang dipahami, Giberelin telah terdeteksi baik di getah floem
dan xilem. Transportasi giberelin tidak muncul untuk menjadi polar, tetapi bergerak
bersama dengan bahan organik translokasi floem. Apakah giberelin sebenarnya diangkut
dalam xilem tidak jelas; mereka bisa berakhir di sana hanya dengan translokasi lateral yang
dari floem. Di sisi lain, ada kemungkinan bahwa setiap giberelin disintesis di ujung akar
didistribusikan ke bagian areal tanaman melalui aliran xilem. Hal ini tidak diketahui
apakah giberelin diangkut sebagai hormon bebas atau dalam bentuk terkonjugasi.
Giberelin menginisiasi sintesa amilase, enzim pencerna, dalam sel-sel aleuron, lapisan
sel-sel paling luar endosperm. Giberelin juga terlibat dalam pengaktifan sintesa protase dan
enzim-enzim hidrolitik lainnya. Senyawa-senyawa gula dan asam amino, zat-zat dapat
larut yang dihasilkan oleh aktivitas amilase dan protase ditranspor ke embrio, dan zat-zat
ini mendukung perkembangan embrio dan munculnya kecambah. Aktifnya enzim -
amilase akan semakin meningkatkan perombakan karbohidrat menjadi gula reduksi. Gula
reduksi tersebut sebagian akan digunakan sebagai respirasi dan sebagian lagi translokasi ke
titik-titik tumbuh penyusunan senyawa baru. Proses respirasi tersebut sangat penting
karena respirasi akan menghasilkan energi yang selanjutnya digunakan untuk proses-proses
metabolisme benih.
e. Peran Hormon Giberelin
1. Mematahkan dormansi buah dan biji atau hambatan pertumbuhan tanaman sehingga
tanaman dapat tumbuh normal (tidak kerdil) dengan cara mempercepat proses
pembelahan sel.
2. Meningkatkan pembungaan sebelum waktunya (tidak pada musimnya)
3. Memacu proses perkecambahan biji. Salah satu efek giberelin adalah mendorong
terjadinya sintesis enzim dalam biji seperti amilase, protease dan lipase dimana enzim

28
tersebut akan merombak dinding sel endosperm biji dan menghidrolisis pati dan protein
yang akan memberikan energi bagi perkembangan embrio diantaranya adalah radikula
yang akan mendobrak endosperm, kulit biji atau kulit buah yang membatasi
pertumbuhan/perkecambahan biji sehingga biji berkecambah.
4. Berperan pada pemanjangan sel sehingga menyebabkan tanaman tumbuh tinggi
(pertumbuhan raksasa)
5. Memacu aktivitas cambium pada tanaman dikotil.
6. Menghasilkan buah yang tidak berbiji (partenokarpi)
f. Mekanisme kinerja Hormon Giberelin
1. Peran giberelin dalam pemanjangan batang dan pembungaan.
Peran giberelin dalam pemanjangan batang merupakan hasil dari 3 proses. Proses
pertama adalah pembelahan di daerah ujung batang. Dari hasil penelitian Lui dan Loy
(1976) menunjukkan pembelahan sel diakibatkan oleh stimulus giberelin terhadap sel yang
berada pada fase G1 agar segera memasuki fase S dan memperpendek fase S. Proses kedua
adalah giberelin memacu pertumbuhan sel dengan cara meningkatkan hidrolilis amilum,
fruktan dan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa sehingga dapat digunakan untuk
respirasi yang menghasilkan energi. Energi tersebut kemudian akan digunakan untuk
pembentukan dinding sel dan komponen-komponen sel lain sehingga proses pembentukan
sel dapat berlangsung dengan cepat. Giberelin juga menurunkan potensial air sehingga air
dapat masuk ke dalam sel dengan lebih cepat dan terjadi pembentangan sel. Proses ketiga
adalah giberelin meningkatkan plastisitas dinding sel. Giberelin juga memenuhi kebutuhan
beberapa spesies akan masa dingin untuk menginduksi pembungaan atau agar berbunga
lebih awal (vernalisasi).

Gambar 15. Pengaruh asam giberelat pada bibit


kacang kerdil. Kiri: Control, menunjukkan
berkurangnya karakteristik ruas pemanjangan
kebiasaan pertumbuhan kerdil. Kanan: Gibberellin
diperlakukan dengan 5 10-4 M daun dibasahi GA3.
Perhatikan bahwa pengobatan giberelin meningkat
pemanjangan batang dengan mensimulasikan
pemanjangan ruas.

Gambar 16. Gibberellin-merangsang


pertumbuhan batang dalam genotipe roset
dari Brassica napus. Perawatan yang (dari
kiri): 0, 0,5, 1,0, 10.0ng GA3 per tanaman,
diterapkan meristem.

29
Bayam dan Silene Armeria, baik tanaman photoperiodic membutuhkan hari panjang
untuk pembungaan. Bayam mengandung enam giberelin, termasuk GA19 dan GA20. GA20
akan menyebabkan bayam dalam kondisi hari pendek sementara GA 19 secara biologis tidak
aktif. Zeevaart dkk. menemukan bahwa tanaman roset bayam mengandung kadar tinggi
dari bentuk GA19 tidak aktif dan GA20 aktif. Setelah transfer ke kondisi hari yang panjang,
namun, tingkat GA19 menurun sementara tingkat GA20 meningkat. Perubahan timbal balik
di tingkat GA19 dan GA20 menunjukkan hubungan prekursor-produk, yang memperkuat di
seluruh tanaman. Dalam percobaan lain, GA19 dikonversi ke GA20 dengan ekstrak bebas
dari tanaman bayam dipertahankan di bawah hari yang panjang, tetapi tidak dalam ekstrak
dari tanaman dipertahankan di bawah hari pendek. Atas dasar penelitian tersebut, dapat
disimpulkan bahwa giberelin memiliki peran yang signifikan dalam pengendalian
pemanjangan batang pada tanaman roset.
Gambar 17. tanaman bayam (Spinacea
oleraceae) menunjukkan pemanjangan batang
luas ketika ditransfer dari hari pendek untuk
hari-hari panjang. Stem perpanjangan disertai
dengan perubahan konten giberelin sebagai
bentuk tidak aktif diubah menjadi bentuk aktif.
Penurunan tingkat GA19 tidak aktif cocok
dengan peningkatan yang sesuai dalam bentuk
G20 aktif.

2. Menghasilkan buah yang tidak berbiji(partenokarpi).


Giberelin secara luas juga dikenal dapat mengubah ekspresi jenis kelamin.Biasanya
fertilisasi diperlukan sebelum pertumbuhan buah dimulai tetapi pada beberapa kasus buah
berkembang meskipun dengan tidak adanya fertilisasi. Proses tersebut dikenal sebagai
partenokarpi. (Rismunandar, 1988) menyatakan partenokarpi terdiri atas dua kata yaitu
parthenos yang berarti perawan (belum dibuahi sel telurnya) dan karpos yang berarti buah.
Partenokarpi meliputi perkembangan buah tanpa penyerbukan, kemudian diperluas semua
menjadi perkembangan buah tanpa fertilisasi baik setelah terjadinya penyerbukan maupun
tanpa penyerbukan. Pertumbuhan partenokarpi buah dipicu oleh hormon giberelin,
tanaman-tanaman yang mengalami perkembangan buah tanpa adanya fertilisasi tetapi
perkembangan buahnya di picu oleh hormon giberelin adalah tomat, apel dan buah persik
(Mulyani dan Kartasapoetra, 1989: 61). Telah banyak diuraikan giberelin dalam
hubungannya dengan partenokarpi. Hasil penelitian Barker dan Collin (1965)

30
menunjukkan bahwa GA3 lebih efektif dalam terjadinya partenokarpi dibanding dengan
auksin yang dilakukan pada blueberry. Hasil penelitian Clore menunjukkan bahwa
pencelupan klaster anggur jenis Delaware pada saat sebelum berbunga (prebloom) dan
sesudah berbunga (post bloom) dalam larutan GA 3 dapat dihasilkan 88-96% beri yang tak
berbiji.
3. Giberelin Mendorong Mobilisasi Cadangan Gizi Selama Perkecambahan Biji-
Bijian.
Giberelin memulai mobilisasi cadangan nutrisi yang tersimpan dalam endosperm,
giberelin, setidaknya dalam biji-bijian sereal, tampaknya dirilis oleh embrio terhidrasi dari
GA. Dalam Arabidopsis, di sisi lain, biji yang membawa mutasi seperti GA 1, GA2, dan
GA3, yang bertindak di awal biosintesis giberelin, gagal untuk berkecambah tetapi
perkecambahan dapat diselamatkan dengan menerapkan giberelin eksogen. Baru-baru ini,
telah menyarankan bahwa brassinosteroids mungkin juga memiliki peran dalam
perkecambahan benih Arabidopsis.
Peran giberelin di mobilisasi cadangan selama perkecambahan biji adalah pertama,
biji-bijian sereal seperti gandum, barley memiliki lapisan yang kaya sel protein disebut
aleuron yang mengelilingi jaringan endosperm bertepung. Selama perkecambahan, sel-sel
di aleuron yang mengeluarkan berbagai enzim hidrolitik, termasuk -amilase dan protease,
yang terlibat dalam hidrolisis karbohidrat dan protein yang tersimpan dalam endosperma.
Telah ditunjukkan bahwa embrio berkecambah mengirimkan sinyal (giberelin) ke sel
aleuron. Ada giberelin baik mengaktifkan atau transkripsi gen yang mengkode enzim
hidrolitik yang diperlukan. Enzim ini kemudian dilepaskan ke dalam endosperm agar
memecah pati dan protein untuk memberikan nutrisi untuk embrio berkembang.

GAMBAR 18. Sebuah Ilustrasi giberelin-diinduksi


rilis skema enzim dan mobilisasi karbohidrat
selama perkecambahan barley (Hordeum vulgare)
benih. Giberelin bergerak dari embrio (1) ke
aleuron merangsang sintesis enzim -amilase dan
protease. (2) protease mengkonversi sebuah -
amilase tidak aktif ke bentuk aktif. - dan -
amilase bersama-sama mencerna pati menjadi
glukosa, (3) yang dikerahkan untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme embrio berkembang.

31
g. Zat yang Diaktifkan Dan Dinonaktifkan Oleh Hormon Giberelin
1. Zat yang diaktifkan oleh Giberelin
Giberelin akan merangsang pembentukan enzim amylase. Enzim tersebut
berperan memecah senyawa amilum yang terdapat pada endosperm (cadangan makanan)
menjadi senyawa glukosa. Glukosa merupakan sumber energy pertumbuhan. Apabila
giberelin diberikan pada tumbuhan kerdil, tumbuhan akan tumbuh normal kembali.
Selain itu, giberelin bereaksi pada sel-sel yang mengelilingi endosperm yang
menyebabkan pembentukansejumlah enzimhidrolitik khusus (seperti amylase dan
protease) yang mencerna zat pati dan protein endosperma dengam demikian membuat
persediaan gula dan asam amino bagi sel yang sedang tumbuh. Asam amino yang tersedia
akibat aktivitas enzim protease merupakan precursor terbentuknya jenis hormon tumbuh
yang lain, seperti triptopan yang merupakan bentuk awal dari auksin.
2. Zat yang dinonaktifkan pada hormone Giberelin
Penonaktifan suatu zat oleh hormon giberelin tidak diketahui pasti. Tetapi, hormon
tersebut memiliki peran yang tidak sinergis pada dormansi biji dan penuaan. Hormon
giberelin bersifat antagonis dengan asam absisat (ABA) dan gas etilen. Giberelin dan
ABA bersifat antagonis pada peristiwa dormansi biji, dimana giberelin merupakan
pemecah dormansi, sedangkan ABA merupakan penyebab dormansi biji. Dormansi
merupakan masa istirahat atau masa dimana biji tidak melakukan mekanisme
metabolic, meskipun beradapada kondisi lingkungan yang sesuai. Sehingga, ABA
dikenal sebagai hormon cekaman pada tumbuhan. Sementaraitu, sifat antagonis antara
giberelin dan etilen terjadi pada mekanisme senescense (penuaan) tanaman.
Hormongiberelindapatmenundaatau mencegah penuaan dan pematangan buah, sehingga
suatu tumbuhan tetap terlihat segar. Sebaliknya, etilen berperan pada prosespenuaan
tanaman yaitu pada pemasakan buah dan pengguguran daun.
h. Tranduksi Sinyal
Asam giberelat sensitif (GAI) mutan di Arabidopsis. GAI mutan yang kerdil tidak
menanggapi giberelin yang diterapkan. padi mutan ramping rice1 (SLR1) dan tanaman
mutan GAI merespon dengan cara yang mereka lakukan karena gen SLR1 dan GAI
mengkodekan regulator transkripsi disebut sebagai protein DELLA. Protein DELLA
adalah kelas protein nuklir yang berfungsi sebagai represor sinyal giberelin. Kesimpulan
ini didasarkan pada pengamatan sebelumnya bahwa degradasi protein DELLA memicu
tanggapan giberelin. Meskipun SLR1 adalah satu-satunya gen DELLA dijelaskan untuk
beras, termasuk GAI telah dijelaskan untuk Arabidopsis.

32
Penemuan protein DELLA telah diikuti oleh penemuan protein larut GA reseptor, GA
sensitif DWARF 1 (GID1), beras. GID1 mengkode protein nuklir yang mengikat dengan
asam giberelat baik in vitro dan in vivo. Selanjutnya ditemukan bahwa Arabidopsis
membawa tiga gen homolog, ditunjuk AtGID1a, AtGID1b, dan AtGID1c, yang menyandi
protein yang sama. Setiap gen Arabidopsis tampaknya memiliki spesifisitas, tapi tumpang
tindih, berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan. Misalnya, secara individual gen
mutan AtGID1a, AtGID1b, dan AtGID1c tidak menunjukkan fenotip yang jelas dan
bahkan ketika dua gen mutan yang hadir, perkecambahan normal. Ganda mutan AtGID1a-
AtGID1c dipamerkan fenotipe kerdil sementara kombinasi mutan ganda lain dari
ketinggian normal. Namun, tiga mutan AtGID1a-AtGID1b-AtGID1c gagal berkecambah
tanpa mengelupas kulit biji dan bibit yang kerdil parah, mencapai ketinggian hanya
beberapa milimeter setelah pertumbuhan satu bulan. Di sisi lain, ekspresi salah satu dari
gen Arabidopsis wildtype pada tanaman padi mutan GID1diproduksi tanaman padi normal
dengan sensitivitas GA normal.
Semua ini telah dibawa bersama-sama baru-baru ini oleh demonstrasi bahwa reseptor
GID1 mengikat tidak hanya dengan giberelin, tetapi juga dengan protein DELLA SLR1
untuk membentuk kompleks GA-GID1-SLR1. Menurut model saat ini, kompleks hormon-
reseptor-represor kemudian menghasilkan degradasi protein represor DELLA oleh 26S
proteasome jalur, sehingga mengurangi penindasan DELLA dikenakan dan memungkinkan
ekspresi gen giberelin-responsif. Dengan kata lain, fungsi giberelin untuk memfasilitasi
pemindahan dan degradasi ubiquitin dimediasi dari represor protein mirip dengan yang
auksin. Model ini juga menjelaskan mengapa mutan GAI yang kerdil yang tidak
menanggapi GA. Kloning gen Arabidopsis GAI telah menunjukkan bahwa protein GAI
mutan hilang sekelompok asam amino pada N-terminal akhir. Asam amino yang hilang
mungkin membuat protein tidak sensitif terhadap kompleks giberelin-reseptor tanpa
mengganggu perannya sebagai represor. Pada tahun 1957, P. W. Brian menyarankan bahwa
tanaman mengandung inhibitor endogen dan giberelin bertindak tidak oleh stimulasi
langsung respon tapi dengan menghilangkan hambatan ini. Brian sekarang tampaknya
sangat mengetahui apa yg terjadi.

33
GAMBAR 19. Model untuk peran reseptor GA
dan protein DELLA di jalur giberelin sinyal. (A)
GAI merepresi ekspresi gen pertumbuhan. GA
saja tidak dapat mengikat dengan GAI untuk
membalikkan represi. (B) GA / GID-reseptor
kompleks mampu mengikat dengan GAI,
menargetkan represor untuk degradasi dan
derepressing gen. (C) mutan GAI protein DELLA
tidak dapat mengikat dengan kompleks / GID-
reseptor GA, tapi terus menekan ekspresi gen.
(Setelah Harberd, NP 1998. BioEssays 20:. 1001-
1008

D. HORMON SITOKININ
a. Sejarah Sitokinin
Sitokinin adalah turunan dasar dari adenin nitrogen yang digunakan untuk merangsang
pembelahan sel dalam kultur jaringan. Sitokinin juga mempengaruhi sejumlah respon
perkembangan lainnya, termasuk diferensiasi akar dalam kultur jaringan, pertumbuhan
tunas lateral dan ekspansi daun, pengembangan kloroplas, dan menunda penuaan.
Penemuan sitokinin terjadi karena sel-sel tumbuhan tidak membelah. Bukti eksperimental
pertama untuk kontrol kimia pembelahan sel tanaman diberikan oleh Haberlandt pada
tahun 1913, ketika ia menunjukkan bahwa getah floem dapat menyebabkan membelah,
parenchymatous jaringan umbi kentang untuk kembali ke keadaan meristematik aktif
membelah. Faktor lain kemudian ditunjukkan dalam jaringan kacang polong yang terluka,
ekstrak Daturaovula, dan cairan (susu) endosperm kelapa.
Pada tahun 1940 dan 1950-an, kultur jaringan tanaman itu menarik perhatian ahli
fisiologi sebagai alat untuk studi perpecahan dan perkembangan sel. Satu kelompok, di
bawah arahan F. Skoog di University of Wisconsin, sedang mempelajari kebutuhan nutrisi
kultur jaringan yang berasal dari segmen batang tembakau. Skoog dan rekan kerja
menemukan bahwa eksplan jaringan batang yang mengandung jaringan pembuluh darah
akan berkembang biak pada media yang mengandung auksin ditentukan. Pada media
auksin yang mengandung sama, bagaimanapun, eksplan jaringan dibebaskan dari jaringan
pembuluh darah akan menunjukkan pembesaran sel, tetapi gagal untuk membagi. Mereka
segera menemukan bahwa ekstrak dari jaringan pembuluh darah, santan, dan ragi semua
akan merangsang pembelahan sel di hadapan auksin.

34
Comiller, kemudian bekerja sebagai mahasiswa postdoctoral di laboratorium Skoog,
mengambil pada tugas mengisolasi bahan aktif. Miller mampu sementara mengidentifikasi
bahan aktif sebagai adenin, salah satu basa nitrogen yang ditemukan dalam asam nukleat.
Hal ini menyebabkan pencarian untuk bahan aktif dalam persiapan asam nukleat, sumber
tinggi di adenin. Dalam sampel botol DNA herring sperma yang telah diletakkan di rak
laboratorium. sampel terbukti sangat aktif, sehingga pasokan DNA herring sperma
diperintahkan. Sayangnya, sampel segar terbukti benar-benar tidak aktif. Ternyata prinsip
aktif dalam sampel DNA asli telah perlahan-lahan akumulasi DNA berusia di rak
laboratorium. Kegiatan bisa dihasilkan dalam sampel DNA segar hanya dengan artifisial ''
penuaan '' sampel dengan panas dan asam.
Pada tahun 1956, Miller dan rekan-rekannya melaporkan isolasi dan kristalisasi zat
yang sangat aktif, diidentifikasi sebagai adenin turunan N6-furfurylaminopurine, dari DNA
herring sperma diautoklaf. Karena senyawa tersebut menimbulkan pembelahan sel atau
cytokinesis, Dalam kultur jaringan, Miller dan rekan-rekannya bernama thesubstance
kinetin. Pada tahun 1965, Skoog dan rekan-rekannya mengusulkan sitokinin jangka.
Meskipun kinetin tetap menjadi salah satu sitokinin yang paling aktif secara biologis, itu
adalah artefak dari isolasi dari DNA dan belum ditemukan pada tumbuhan. Namun,
penemuan kinetin dan efek dramatis pada pembelahan sel dirangsang ahli fisiologi untuk
mencari alami sitokinin. Pada awal 1960-an, Miller, kemudian di Indiana University, dan
DS Letham, bekerja di Australia, secara independen melaporkan isolasi purin dengan
kinetinlike sifat dari muda, mengembangkan benih jagung dan plum fruitlets. Zat ini
ditandai sebagai 6-(4-hidroksi-3-metiltrans-2-butenylamino) purin, yang diberi nama
sepele zeatin. Sejak penemuan zeatin, sejumlah sitokinin alami lainnya telah diisolasi dan
dikarakterisasi.
b. Struktur Sitokinin
Sitokinin alami merupakan derivatif adenin dengan rantai samping terkait isoprena atau
aromatik (siklik) rantai samping. Awalnya disebut sitokinin isoprenoid dan yang terakhir
disebut sitokinin aromatik. Meskipun ada beberapa variasi tergantung pada spesies dan
tahap perkembangan, sitokinin isoprenoid yang paling umum adalah N6 - (2-isopentenyl)
adenine (ip). trans-zeatin (tz), dan dihydrozeatin (DZ) (Gambar 1). Sitokinin aromatik,
seperti benziladenin (BA) kurang umum dan ditemukan hanya dalam beberapa spesies.
Sitokinin merupakan turunan sintetis yang belum diidentifikasi pada tanaman.

35
Gambar 20. Struktur kimia sitokinin. Kinetin merupakan
senyawa pertama ditemukan oleh kegiatan sitokinin, adalah
sitokinin sintetik dibuat dengan pemanasan DNA.
Isopentenyl adenin (iP) dan trans-Zeatin, baik isoprenoid-
jenis sitokinin, adalah yang paling umum sitokinin alami.
Benziladenin (BAP) adalah sitokinin aromatik. Posisi N6 dari
adenin ditunjukkan dan rantai samping yang disorot.

c. Letak Sintesis (Pembentukan) Sitokinin


Enzim yang mengarahkan sintesis sitokinin telah diisolasi dari jamur lendir
Dictyostelium discoideum, Tembakau jaringan kalus, dan jaringan mahkota empedu.
Reaksi utama adalah penambahan kelompok dimethylallyl difosfat (DMAP) ke nitrogen
pada 6-posisi adenosin-5-monophosphate (AMP) (Gambar 20.2). DMAP, juga dikenal
sebagai 2-isopentenil difosfat atau 2iPP. Reaksi Selain ini dikatalisis oleh enzim adenosine
fosfat-isopentenil transferase (IPT). Produk ini N6 - (2-isopentenyl) - adenosine-5-
monophosphate atau iPRMP. Reaksi IPT catalyzed juga reaksi tingkat pembatas dalam
biosintesis sitokinin, faktor yang telah memungkinkan banyak peneliti untuk memanipulasi
isi sitokinin jaringan dengan mengubah tanaman dengan gen yang menyebabkan berlebih
dari IPT.
Dalam dua langkah selanjutnya, kelompok fosfat dan kelompok ribose dihapus untuk
membentuk aktif sitokinin N6 - (2-isopentenyl)-adenine (iP) atau rantai samping
isopentenyl dari iP dapat hidroksilasi sebelum fosfat dan kelompok ribose dikeluarkan
untuk membentuk zeatin (Z). Zeatin dan iP dianggap sitokinin paling aktif di sebagian
besar tanaman. Pengurangan ikatan ganda dalam rantai sisi zeatin akan memberikan
turunan dihydrozeatin, yang sangat aktif dalam beberapa spesies kacang-kacangan.
Sitokinin dikenal untuk sebagai basa bebas atau nucleobase, ribosides, dan ribotides.
Enzim telah diidentifikasi dalam gandum yang mengkatalisis konversi iP ke riboside nya
([9R] iP) atau ribotide nya ([9R-5_P] iP) serta enzim yang mengkatalisis hidrolisis

36
ribotides dan ribosides ke dasar gratis (iP). Tentu, ini untuk memastikan mana bentuk
adalah benar-benar '' aktif '' bentuk hormon. Namun, kebingungan ini setidaknya
diselesaikan dengan identifikasi reseptor sitokinin, yang kemudian dibahas dalam bab ini.
reseptor individu dari spesies yang berbeda tampaknya memiliki afinitas yang berbeda
untuk nucleobases sitokinin, ribosides dan ribotides. Ini mungkin hanya salah satu cara
untuk berunding kekhususan melalui interaksi sitokinin-reseptor.
Ada dua rute utama untuk mengatur tingkat aktivitas sitokinin oleh penghapusan
sitokinin dari kolam aktif: (1) konjugasi dengan glukosa atau asam amino, dan (2) oksidasi.
Contoh glucosylation dari kelompok sisi rantai hidroksil (O-glucosylation) Dari zeatin atau
dihydrozeatin, misalnya, yang melimpah pada tanaman (Gambar 20.3). O-glukosida tidak
sendiri aktif, tetapi mudah dihidrolisis sitokinin aktif oleh enzim glukosidase. O-
glucosylation tampaknya menjadi mekanisme untuk menyimpan kelebihan sitokinin untuk
pengambilan ketika kondisi fisiologis surat perintah. O-glukosida juga tahan terhadap
oksidasi dan dengan demikian dapat berfungsi untuk melindungi hormon dari oksidasi
ketika sedang diangkut ke jaringan target. Dalam beberapa tanaman, seperti lobak, jagung,
atau tembakau, sitokinin juga dapat glucosylated di salah satu posisi nitrogen pada cincin
purin. Kedua 7- dan 9-glukosida secara biologis tidak aktif. N-glukosida juga sangat stabil
dan tidak tampak dihidrolisis mudah untuk memberikan dasar bebas aktif. formasi mereka
sehingga tampaknya lebih sarana untuk inaktivasi permanen sitokinin daripada
penyimpanan.
d. Transfer Hormon Sitokinin
Efek lain sitokinin yaitu sebagai pembangun struktur telah membuat sulit untuk
mengidentifikasi reseptor sitokinin dan rantai sinyal. Itu hanya dalam dekade terakhir,
lebih dari lima puluh tahun setelah Skoog dan Miller dimurnikan yang sitokinin pertama,
bahwa gen pertama yang terlibat dalam sitokinin signaling telah diidentifikasi. Sitokinin
reseptor akhirnya ditemukan oleh T. Kakimoto dan rekan-rekannya yang mengembangkan
tes hipokotil Arabidopsis untuk menyaring mutan. Hipokotil bagian, atau eksplan,
menanggapi sitokinin ditambah dengan tanggapan sitokinin yang khas: proliferasi sel yang
cepat, penghijauan, dan menembak formasi. Tanggapan sitokinin 1 (cre1) mutan tidak ada
tanggapan ini menunjukkan, bahkan dengan peningkatan sepuluh kali lipat dalam
konsentrasi sitokinin. Ini akan diharapkan jika reseptor sitokinin yang hilang atau
nonfungsional dalam mutan. percobaan berikutnya menegaskan bahwa protein CRE1
sebenarnya reseptor sitokinin. Gen yang sama juga telah diidentifikasi sebagai woodenleg

37
(WOL), dinamakan demikian karena mutasi pertumbuhan terbelakang akar, dan
Arabidopsis histidin kinase 4 (AHK4).

Gambar 21. Representasi diagram dari phenotypesof dan


sitokinin-kekurangan log-1 mutan padi (Oryza sativa).

Gambar 22. Representationof Skema ekspresi STM


selama embriogenesis dalam Arabidopsis. STM
mRNA, diperlihatkan dengan warna biru, pertama
kali terdeteksi dalam satu sel di awal embrio tahap
globular (Tahap 32-64 sel) (Kiri). Di kemudian,
embrio torpedo-tahap, STM mRNA hanya terbatas
pada meristem baru lahir (kanan). C= kotiledon.

CRE1 adalah komponen pertama dari dua komponen regulasi sistem-jenis sistem
regulasi yang sebelumnya diketahui beroperasi pada bakteri dan prokariota lainnya. Nama
berasal dari konfigurasi bakteri di mana reseptor (atau sensor) -yang pertama komponen-
mengaktifkan regulator respon (RR). Komponen kedua. regulator respon pada gilirannya
baik mengatur transkripsi gen target atau memodulasi reaksi metabolisme lainnya. Selain
menjabat sebagai reseptor hormon, dua sistem regulasi komponen juga berfungsi dalam
osmosensing (Bab 1), penginderaan cahaya, dan bentuk lain dari persepsi sensorik. CRE1
adalah histidin kinase intraseluler (HK) dengan tiga domain. Domain sensor, pada akhir N-
terminal dari protein, mencakup dua kecil, hidrofobik membran yang mencakup wilayah
yang jangkar reseptor di membran plasma. Diantara mereka adalah loop hidrofilik yang
memanjang ke dalam ruang ekstraseluler. lingkaran ini termasuk situs sitokinin mengikat
sejak mutasi di situs ini mengganggu sitokinin mengikat dan membuat reseptor tidak
berlaku. Domain histidin kinase terletak di sisi sitoplasma membran. Kinase jangka
mengidentifikasi HK sebagai enzim yang terlibat dalam reaksi fosforilasi dan referensi
untuk histidin kinase berarti bahwa kelompok fosforil ditambahkan ke residu histidin.
fosfat menempel pada residu histidin tertentu (His459) dalam domain histidin kinase.
Histidin kinase juga mencakup dua domain penerima, Da dan Db. Setelah menjadi jelas
bahwa akseptor adalah kinase histidin, yang Arabidopsis genom sepenuhnya diurutkan bisa
mencari komponen potensial lain dari sistem signaling. Arabidopsis kini diketahui

38
memiliki gen selama delapan kinase histidin yang berbeda, enam histidin phosphotransfer
protein, dan 23 regulator respon. Hanya tiga dari gen HK (CRE1, AHK2, AHK3) encode
sitokinin reseptor. Setidaknya dua reseptor etilena dan satu diyakini menjadi osmosensor.
Alasan seperti sejumlah besar regulator respon tampaknya bahwa banyak diekspresikan
dengan cara spesifik jaringan, yang memungkinkan untuk lebih tersetel, keluaran sinyal
spesifik jaringan.
Gambar 23. Struktur sitokinin reseptor CRE1
Prediksi. monomer (kiri) memiliki tiga domain dan
dua kecil daerah hidrofobik membran-spanning.
Binding dengan sitokinin (kanan) menginduksi
dimerisasi dan autofosforilasi. Lokasi dari histidin
dan residu fosfat-mengikat asam aspartat
ditunjukkan.

Pengikatan molekul sitokinin ke domain sensor menginduksi dimerisasi dan fosforilasi


berikutnya dari residu histidin di masing-masing dua molekul reseptor. Sedangkan
sebagian besar enzim kinase mengkatalisis penambahan kelompok fosforil untuk molekul
kedua, reseptor autophosphorylates histidin kinase, yang berarti bahwa itu memfosforilasi
itu sendiri. Kelompok fosforil kemudian secara spontan ditransfer ke residu asam aspartat
pada domain penerima Db.
Pada prokariota sistem dua komponen terdiri dari hanya kinase reseptor dan regulator
respon dan regulator respon diaktifkan dengan menerima kelompok fosforil langsung dari
kinase histidin. Pada tumbuhan, kelompok fosforil dilewatkan brigade melalui satu atau
lebih protein histidin-phosphotransfer (HPTs). Kelompok fosforil ditransfer dari domain
penerima kinase histidin untuk residu histidin pada protein HP. Protein HP terfosforilasi
kemudian bermigrasi ke inti di mana kelompok fosforil ditransfer ke residu dalam
regulator respon. Perhatikan bahwa transfer bergantian dari histidin ke asam aspartat untuk
histidin menjadi asam aspartat. Sistem yang mentransfer kelompok fosforil antara berbagai
HKS, HPTs, dan RRS disebut sebagai jaringan phosphorelay.
Ada dua kelas respon regulator-A-jenis dan tipe B. Peran regulator respon masih
sedang bekerja, tetapi secara umum, tampak bahwa tipe B regulator respon adalah faktor
transkripsi. Ketika diaktifkan oleh fosforilasi, tipe B regulator respon menginduksi ekspresi
gen yang bertanggung jawab untuk beberapa tanggapan sitokinin-diatur. Di antara gen

39
target untuk tipe B regulator respon adalah gen untuk A-jenis regulator respon. Jenis
regulator respon tidak transkripsi faktor dan tidak mengatur ekspresi gen. Mereka
tampaknya memodulasi respon sitokinin dengan mempengaruhi aspek-aspek lain dari
metabolisme.
Sistem sitokinin juga memiliki built-in kapasitas untuk menutup jaringan phosphorelay
ketika tidak ada sitokinin hadir. Kesimpulan ini didasarkan pada temuan bahwa CRE1,
selain dari fungsi kinase yang, juga menunjukkan aktivitas fosfatase. Aktivitas enzim
fosfatase adalah kebalikan dari kinase-fosfatase menghilangkan kelompok fosforil. Dengan
demikian, dengan tidak adanya sitokinin, CRE1 membalikkan proses, membongkar
kelompok fosforil dari HPTs, dan cepat menginaktivasi jalur respon sitokinin
Gambar 24. Model untuk sinyal sitokinin
transduksi melalui sistem phosphorelay
bertingkat. Sitokinin penginderaan terjadi
ketika sitokinin mengikat dengan domain
masukan dalam ruang ekstraselular. Sitokinin
mengikat menginduksi dimerisasi dan
autofosforilasi dari kinase akseptor histidin.
Sistem phosphorelay dimulai dengan transfer
kelompok fosforil pertama yang residu asam
aspartat (D) di domain penerima dan
kemudian ke residu histidin dalam histidin
terpisah phosphotransfer protein (HPT).
terfosforilasi HPT bermigrasi ke inti di mana
kelompok fosforil ditransfer ke salah satu tipe
B atau A-jenis respon regulator (RR). B-tipe
respon regulator diaktifkan kemudian
mengaktifkan transkripsi gen sitokinin respon
primer, termasuk tipe A respon regulator. A-
jenis regulator respon mungkin down-
mengatur respons sitokinin dengan menekan
d. Peran dan Mekanisme Hormon Sitokinin
aktivasi B-jenis regulator respon. Atau, A-jenis
1. Sitokinin Dibutuhkan Untuk Pemekaran Sel
Peran sitokinin dalam mengatur pembelahan sel pertama menjadi jelas sebagai hasil dari
upaya untuk budaya terisolasi wortel dan tembakau jaringan pada media didefinisikan.
Proliferasi sel terjadi hanya ketika auxin ditambah beberapa '' faktor pembelahan sel '' hadir
dalam medium. Faktor pembelahan sel ternyata menjadi kinetin. Ia segera belajar bahwa
kinetin dan sitokinin lainnya, selalu di hadapan auksin, Dirangsang pembelahan sel di
berbagai jaringan. Arti penting dari studi ini adalah bahwa tidak ada kambium atau
jaringan meristematik lainnya hadir dalam budaya, karena itu menunjukkan bahwa
sitokinin memiliki kapasitas untuk memulai divisi di diam, atau membelah, sel-sel.

40
2. Sitokinin Mengatur Siklus Sel
Penelitian sel tembakau dan Arabidopsis menunjukkan peran langsung untuk sitokinin
dalam mengatur perkembangan melalui siklus sel. Baru didirikan kultur sel tembakau
mengharuskan kedua auksin dan sitokinin untuk pembelahan sel terus. Tidak adanya
hormon menyebabkan sel ditangkap baik dalam G1 atau fase G2 dari siklus sel. Mengikuti
penambahan hormon yang hilang, timbulnya pembelahan sel dapat dideteksi dalam waktu
12 sampai 24 jam. Pada tahun 1996, K. Zhang dan rekan kerja melaporkan bahwa sel-sel
berbudaya ditangkap di G2 oleh tidak adanya sitokinin yang terdapat cyclin-dependent
kinase (CDK) dengan aktivitas berkurang, karena tingkat tinggi fosforilasi pada residu
tirosin. Ketika budaya seperti itu kembali disertakan dengan sitokinin, tirosin itu
dephosphorylated, enzim diaktifkan kembali, dan pembelahan sel dilanjutkan.
Bukti saat ini menunjukkan bahwa residu tirosin spesifik di unit katalitik CDK adalah
terfosforilasi selama fase S oleh kinase lain. Meskipun CDK Unit katalitik terfosforilasi
mampu menggabungkan dengan cyclin (dalam hal ini, sebuah tipe B cyclin atau CycB),
kompleks terfosforilasi tetap aktif sampai kelompok fosfat penghambatan dihapus oleh
fosfatase sitokinin tergantung. Dengan demikian peran utama sitokinin dalam sel tembakau
berbudaya tampaknya bahwa menghasilkan kompleks CDK aktif yang memulai
pembelahan sel dengan menjadi katalis transisi dari G2 fase mitosis atau fase M.
Tipe kedua dari tindakan sitokinin telah dijelaskan untuk Arabidopsis. Sebuah mutan
Arabidopsis dengan tingkat tinggi sitokinin ditemukan mengandung serta tingkat tinggi
dari D-jenis cyclin (CycD3). Akumulasi CycD3 dengan cepat diinduksi ketika sitokinin
ditambahkan ke kultur sel wildtype atau diterapkan untuk seluruh tanaman. Selain itu, sel-
sel dari jaringan kalus kultur dari tanaman transgenik yang dibangun untuk kelebihan
CycD3 terus membelah tanpa adanya sitokinin. Sementara itu bahwa tipe B siklin
bertindak pada transisi dari G2 ke mitosis, tingkat D-jenis siklin pada tanaman tetap cukup
konstan sepanjang siklus sel dan tidak ada aktivitas khusus untuk tipe-D siklin belum
dideskripsikan. Namun, berdasarkan analogi dengan siklin yang sama pada hewan, telah
diusulkan bahwa mereka mengendalikan transisi dari G1 ke fase S. Jika ini benar, hasil
Arabidopsis akan menunjukkan bahwa sitokinin memulai pembelahan sel pada G1 ke S
transisi melalui induksi CycD3. Menariknya, dua Arabidopsis D-jenis siklin lainnya
(CycD2 dan CycD4) yang diinduksi oleh sukrosa. Seperti lebih banyak belajar tentang
hubungan antara sitokinin atau sinyal perkembangan lain dan siklus sel protein peraturan,
kita dapat berharap untuk pemahaman yang lebih baik tidak hanya tentang bagaimana

41
pembelahan sel dimulai tetapi juga bagaimana sel-sel keluar siklus sel untuk memulai
diferensiasi.
3. Peran Hormon Auksin dan Sitokinin
Auksin dan sitokinin memiliki tindakan berlawanan terhadap pembentukan akar tunas
pada jaringan tembakau. Auksin dan sitokinin yang diperlukan untuk mempertahankan
kultur kalus. Namun, ketika auksin hadir sendiri, atau jika rasio auksin sitokinin tinggi,
biasanya akan memulai membentuk akar. Sebaliknya, rasio sitokinin ke auksin tinggi
mempromosikan produksi tunas dan jumlah kira-kira sama auksin dan sitokinin akan
menyebabkan proliferasi lanjutan dari kalus terdiferensiasi. Fenomena ini telah
dimasukkan ke aplikasi praktis dalam teknik regenerasi sejumlah besar tanaman dengan
budidaya. Sitokinin juga memusuhi efek auksin dalam mengatur pertumbuhan tunas ketiak,
atau dominasi apical. Pada banyak spesies penerapan sitokinin baik ke apeks pucuk atau
langsung ke tunas ketiak akan merilis tunas dari penghambatan.
Antagonisme sitokinin-auksin dipercaya untuk menjelaskan fenomena '' sapu penyihir, ''
contoh ekstrim rilis ketiak tunas. Sindrom sapu penyihir muncul di berbagai macam
tanaman dan paling sering hasil dari parasitisme oleh jamur, bakteri, atau mistletoes
(Arceuthobium sp.), semak berbunga kerdil yang parasitizes didominasi cemara (Picea),
larch (Larix), dan pinus ( Pinus).

Gambar 25. Sebuah model yang disederhanakan


untuk kontrol hormonal dari siklus sel pada
tumbuhan. Sitokinin mempromosikan timbulnya
mitosis (G2 ke M transisi) dengan mengaktifkan
sebuah fosfatase yang menghilangkan kelompok
fosfat penghambatan dari cyclin-dependent kinase
(CDK) / cyclin B kompleks. Auksin dan sitokinin
juga mempromosikan akumulasi siklin G1
(ditampilkan di sini sebagai cyclin D), yang
diperlukan untuk terjadinya S (sintesis) fase.

4. Tumor Direkayasa Genetik Secara Berlebihan Oleh Sitokinin Dan Auksin


Tumifaciens Agrobacterium adalah bakteri yang menyebabkan pertumbuhan neoplastik
atau tumor, yang dikenal sebagai mahkota empedu, Pada batang mahkota jaringan empedu
dapat dipotong dan dipelihara pada media sederhana yang berisi garam mineral, beberapa
vitamin, dan sukrosa sebagai sumber karbon. Tidak ada hormon perlu ditambahkan ke

42
media karena jaringan yang terinfeksi telah alami direkayasa dengan kapasitas untuk
mensintesis baik sitokinin dan auksin. A. tumefaciens mengandung plasmid-a bakteri untai
lingkaran kecil khas DNA terpisah dari sisa genom bakteri. ItuA. tumefaciens plasmid
disebut tumor-inducing, atau Ti, Plasmid karena membawa gen yang bertanggung jawab
untuk pertumbuhan neoplastik yang terjadi ketika bakteri menginfeksi tanaman yang
terluka. Sebagian dari DNA plasmid, yang dikenal sebagai T-DNA (DNA untuk ditransfer),
berisi gen untuk tiga kelas protein. Dua ini adalah enzim yang diperlukan untuk sintesis
sitokinin dan auksin. Yang ketiga adalah enzim yang menyebabkan tanaman untuk
menghasilkan opines, asam amino yang tidak biasa yang berfungsi sebagai nutrisi untuk
bakteri. Ketika A. tumefaciens menyerang tanaman inang, bagian T-DNA dari plasmid
dimasukkan ke dalam sel inang nuclearDNA. gen ini kemudian direplikasi bersama dengan
genom sel inang. A. tumefaciens sebenarnya seorang insinyur genetik alami. Ini mengubah
sel inang, yang kemudian diprogram untuk kelebihan sitokinin, auksin, dan opines.
Sitokinin dan auksin bersama-sama mendorong proliferasi sel dan pertumbuhan neoplastik,
sementara opines memberi makan bakteri menyerang.
Gambar 26. Regenerasi di kultur kalus. Sepotong
jaringan empulur dari pusat batang tembakau ditanam
ke media yang mengandung garam mineral, vitamin,
sukrosa, auksin (kiri), atau auksin ditambah sitokinin
(kanan).

Gambar 27. Sapu penyihir di pinus putih (Pinus


strobus). sapu penyihir adalah hasil dari infeksi
jamur yang merangsang kelebihan produksi
sitokinin. Hasilnya adalah rilis terkendali
pembangunan tunas ketiak

43
Gambar 28. Mahkota empedu adalah neoplastik, atau
tumor, pertumbuhan ditampilkan di sini pada batang
tanaman Bryophyllum. Mahkota galls adalah hasil dari
infeksi dengan bakteri Agrobacterium tumefaciens.

5. Sitokinin Menunda Penuaan


Ada tiga baris bukti yang menunjukkan peran sitokinin sebagai penghambat penuaan.
Pertama adalah pengamatan bahwa aplikasi eksogen sitokinin daun terpisah akan menunda
timbulnya penuaan, mempertahankan tingkat protein, dan mencegah klorofil kerusakan.
Aplikasi sitokinin juga akan menunda penuaan alami daun pada tanaman utuh.
Kedua bukti terdiri dari korelasi antara konten sitokinin endogen dan penuaan.
Misalnya, daun terpisah yang telah diobati dengan auksin untuk menginduksi pembentukan
akar di dasar tangkai daun akan tetap sehat selama berminggu-minggu. Dalam hal ini, akar
tumbuh adalah situs sintesis sitokinin dan hormon diangkut melalui xilem ke helai daun.
Jika akar terus-menerus dihapus karena mereka membentuk, penuaan daun akan
dipercepat. Ini juga telah diamati bahwa ketika tanaman dewasa dimulai penuaan alami,
ada penurunan tajam dalam tingkat sitokinin diekspor dari akar.
Sebuah baris ketiga dan terutama meyakinkan bukti berasal dari studi terbaru
menggunakan teknik DNA rekombinan. tanaman tembakau (Nicotiana Tobacum) Telah
diubah dengan Agrobacterium gen untuk biosintesis sitokinin, yang ditunjuk TMR
(Gambar 20.8). Agrobacterium TMR gen mengkodekan untuk enzim transferase
isopentenyl, Yang mengkatalisis langkah ratelimiting dalam biosintesis sitokinin. Dalam
hal ini, TMR gen dikaitkan dengan heat shock promotor.

Gambar 29. Kontrol penuaan sitokinin dan tunas pertumbuhan tembakau.


Sebuah promotor adalah urutan DNA yang sinyal di mana transkripsi messenger RNA
(mRNA) harus dimulai. Heat shock promotor biasanya terlibat dalam respon heat shock

44
tanaman, yang disebabkan oleh periode singkat suhu tinggi. Nomally, respon kejutan panas
melibatkan sintesis baru set protein yang disebut heat shock protein. Heat shock promotor
demikian hanya aktif ketika mengalami perlakuan suhu tinggi. Dengan menghubungkan
TMR gen dengan promotor heat shock, sitokinin biosintesis dapat diaktifkan pada tanaman
berubah hanya dengan menundukkan tanaman untuk periode singkat suhu tinggi. Sebuah
kejutan panas 42C selama 2 jam menyebabkan peningkatan 17 kali lipat dalam tingkat
zeatin pada tanaman berubah dibandingkan dengan tanaman kontrol untransformed. Ketika
mengalami panas kejutan setiap minggu selama 12 minggu, tanaman berubah dipamerkan
rilis ditandai tunas lateral dari dominasi apikal serta tertunda penuaan. Berubah tetapi
tanaman non-panas-kaget juga tetap hijau lebih lama dari tanaman normal tetapi tidak
menunjukkan rilis dari dominasi apikal. Hal ini mungkin karena '' Leakiness '' pada bagian
dari promotor, yang memungkinkan produksi jumlah yang sangat kecil namun efektif
sitokinin bahkan pada suhu normal.
Mekanisme yang sitokinin dapat menunda penuaan tidak jelas, tetapi ada beberapa
bukti bahwa sitokinin mengerahkan peran dalam memobilisasi nutrisi. Berbagai percobaan
serupa telah menyebabkan hipotesis bahwa sitokinin mobilisasi nutrisi langsung dan
retensi dengan merangsang metabolisme di bidang aplikasi sitokinin. Hal ini menciptakan
daerah baru yang menarik metabolit dari wilayah aplikasi (sumber). Hal ini tidak mungkin
bahwa sitokinin bertindak secara langsung melalui merangsang sintesis protein sejak
mobilisasi nonmetabolites seperti Asam-aminoisobutyric diarahkan oleh sitokinin sama
baiknya.

Gambar 30. Diagram dari percobaan menunjukkan peran


sitokinin dalam mobilisasi nutrisi. Asam 14C-
aminobutyric radioaktif diaplikasikan pada area yang
diberi tempat gelap. Kiri: Kontrol, tidak ada perawatan
sitokinin.

6. Sitokinin Tingkat Meristem Pucuk Diatur Oleh Gen Master Kontrol


Sitokinin mempertahankan meristem dengan mengontrol pembelahan sel. Tumbuhan,
jamur, dan hewan semua mengandung gen yang terlibat dalam pola dan inisiasi organ.
Kebanyakan dari gen ini berbagi urutan dari sekitar 180 pasangan basa disebut homeobox
atau homeodomain. Oleh karena protein yang dihasilkan disebut sebagai homeodomain
protein. Pada tumbuhan, protein homeodomain diidentifikasi sebagai protein Knox,

45
berdasarkan protein inmaize-protein homeobox pertama yang diidentifikasi pada tanaman.
gen homeobox sering disebut sebagai gen kontrol induk karena peran mendasar dalam
pembangunan dan kapasitas mereka untuk menentukan jaringan dan organ. Dalam kasus
tanaman, salah satu peran mendasar dari gen Knox adalah untuk menentukan meristem
dengan mengatur biosintesis sitokinin dan giberelin.
Dampak dari KNOX gen pada pengembangan diilustrasikan oleh dua jenis mutasi.
Ekspresi gen Knox terlokalisir ke inti dari meristem tunas apikal. Mereka biasanya tidak
dinyatakan dalam daun primordial atau dikembangkan daun tanaman liar. Ada beberapa
mutasi dominan, yang mengubah pola ini. Mutasi dominan adalah fungsi mutasi, yang
berarti bahwa gen diekspresikan dalam bibit mutan. Hasilnya adalah bahwa beberapa
jaringan daun gagal untuk membedakan dan terus membelah, membentuk sporadis, atau ''
knot, '' pada helai daun. Dalam kasus ekstrim, tunas ektopik sebenarnya dapat dilihat
berkembang pada permukaan daun, yang mengindikasikan keberadaan sel-sel meristem
seperti aktif. Dengan kata lain, ketika Knox protein menumpuk karena berlebih dari gen
Knox, sel-sel di daun yang seharusnya beralih ke diferensiasi gagal untuk melakukannya
dan terus pemisah.
Shootmereistemless gen Arabidopsis (STM) juga mengkode protein Knox dan efek dari
resesif fungsi mutan, hanya kebalikan dari keuntungan dari mutatnts dominan fungsi yang
dijelaskan di atas. Tanaman membawa stm mutan gagal untuk mengembangkan setiap
menembak meristem apikal selama embriogenesis. Pola ekspresi STM sangat mirip dengan
pola pada jagung. Menggunakan teknik untuk memvisualisasikan mRNA in situ, pola STM
mRNA diikuti selama embriogenesis. STM mRNA awalnya muncul dalam satu atau dua
sel dalam embrio tahap globular sebelumnya (Gambar 20.11). Sebagai embrio memasuki
yang memasuki tahap pembentukan, ekspresi STM terbatas pada kedudukan antara
kotiledon-yaitu embrio, ekspresi STM terbatas pada sel-sel yang pada akhirnya akan
mengatur sebagai SAM. Sebagai tanaman tumbuh ke tahap pembibitan dan dewasa
tanaman, ekspresi STM berlanjut ke vegetatif, ketiak, perbungaan, dan meristem bunga.
Tapi itu tidak dinyatakan dalam daun atau primordia daun.
Dengan demikian tampak bahwa protein Knox adalah faktor transkripsi didasarkan
hampir secara eksklusif di meristem dan yang mengatur beralih antara indeterminant
meristematik yaitu pertumbuhan dan diferensiasi. Jika demikian, gen apa yang ditargetkan
oleh faktor-faktor transkripsi ini? Para calon utama tampaknya gen yang mengontrol
sintesis giberelin dan sitokinin. Kita sudah melihat bahwa LOG mempertahankan meristem
oleh mengkatalisis pembentukan sitokinin aktif. Dalam penelitian awal protein Knox,

46
tercatat bahwa berlebih dari faktor transkripsi ini disertai dengan peningkatan yang
signifikan dalam konten sitokinin, terutama trans-zeatin (TZ) dan isopentenyl adenin (iP).
Penelitian terbaru di padi (Oryza sativa) telah mengkonfirmasi bahwa tingkat sitokinin
lebih tinggi ditemukan pada tanaman transgenic. Protein Knox adalah akibat langsung dari
peningkatan transkripsi transferase enzim isopentenil membatasi laju (IPT).
Pada saat yang sama, telah melaporkan bahwa Knox protein menekan transkripsi gen
GA20-oksidase dalam setidaknya empat spesies yang berbeda: Arabidopsis, tembakau
(Nicotiana tabaccum), beras (Oryza sativa), dan kentang (Solanum tuberosum). GA20-
oksidase mengkatalisis konversi GA20 tidak aktif ke giberelin aktif, GA1. Dengan
demikian tampak bahwa sitokinin terutama bertanggung jawab untuk memulai dan
mempertahankan populasi sel membagi. Giberelin, di sisi lain, lebih terlibat dalam
diferensiasi berikutnya sel. Keseimbangan antara divisi dan diferensiasi dikelola oleh
protein KNOX; faktor transkripsi yang tugasnya adalah untuk mempertahankan CK rasio /
GA tinggi dalam menembak meristem apikal. Hal ini dilakukan dengan secara bersamaan
merangsang biosintesis sitokinin dan menekan biosintesis giberelin. tinggi-CK / Kondisi
GA rendah yang dihasilkan diperlukan untuk kedua pembentukan dan pemeliharaan
meristem. Di luar meristem, gen Knox rupanya dimatikan, konsentrasi sitokinin menurun,
pembelahan sel secara efektif berhenti, dan giberelin mengambil alih untuk mendorong
diferensiasi.

E. HORMON ASAM ABSISAT (ABA)


a. Sejarah Dan Struktur Hormon Asam Absisat
Tahun 1963, asam absisat pertama kali dikenali dan dicirikan secara kimia di California
oleh Frederick T. Addicott dan beberapa pembantunya, yang saat itu sedang mempelajari
senyawa yang menyebabkan gugurnya buah kaps. Mereka menamakan salah satu senyawa
aktifnya absisinI dan senyawa kedua (yang jauh lebih aktif) absisin II dan absisin II
ternyata ABA. Pada tahun yang sama, dua kelompok peneliti lain menemukan ABA juga,
satu kelompok dipimpin oleh Philip F Wareing di Wales, mereka mempelajari senyawa
yang menyebabkan dormansi pada tumbuhan berkayu, khususnya Acer pseudoplatanus.
Mereka menamakan senyawa yang paling aktif itu dormin. Kelompom lainnya dipimpin
oleh RFM Van Stevenick, mula-mula di New Zealand, kemudian di Inggris mereka
meneliti senyawa yang mempercepat gugurnya bunga dan buah pada lupinus kuning
(Lupinus luteus). Karena terbukti bahwa dormin dan senyawa dari lupinus sama dengan
absisin II, para ahli fisiologi bersepakat pada tahun 1967, untuk menamakan senyawa itu

47
asam absisat. ABA umunya ditemui di tumbuhan berpembuluh, juga terdapat di beberapa
jenis lumut, ganggang hijau, cendawan, namun tidak pada bakteri.
Asam absisat memberikan isyarat kepada organ tumbuhan akan datangnya keadaan rawan
fisiologis. Keadaan rawan tersebut antara lain, kurangnya air, tanah bergaram, suhu dingin
atau panas, dan cuaca beku. ABA sering menyebabkan timbulnya respons yang membantu
melindungi tumbuhan dari keadaan rawan tersebut. ABA juga membantu proses
embriogeneisis normal dan pembentukan protein simpanan pada biji, serta mencegah
perkecambahan atau pertumbuhan prematur pada banyak jenis biji dan kuncup.

Gambar 31. asam absisat adalah kelas


hormon yang diwakili oleh senyawa
tunggal.

b. Letak Sintesis (Pembentukan Hormon) Asam Absisat


ABA adalah seskuiterpenoid berkarbon 15, yang disintesis sebagian di kloroplas dan
plastid lain melalui lintasan asam mevalonat. Jadi, reaksi awal dalam sintesis ABA sama
dengan reaksi sintesis isoprenoid seperti giberelin, sterol, dan karotenoid. Biosintesis ABA
pada sebagian besar tumbuhan terjadi secara tak langsung melalui peruraian karotenoid
tertentu (40 karbon) yang ada di plastid. Bukti yang lebih mutakhir mengenai proses ini
berasal dari hasil penelitian yang dilakukan oleh dua peneliti yang giat, yaitu pimpinan Jan
AD Zeevaart di Michigan State University dan kelompok lain pimpinan Daniel C Walton
di State University of New York di Syracuse. Kloroplas daun mengandung karotenoid
yang menjadi bahan dasar ABA, sementara di akar, buah, embrio, biji, serta bagian
tumbuhan tertentu lainnya, karotenoid penting berada di kromoplas lain, leukoplas, atau
proplastid. Hanya beberapa reaksi saja dalam lintasan, dari karotenoid menjadi ABA, yang
telah berhasil dikenali. Semua reaksi yang membentuk xantoksin mungkin berlangsung di
plastid, tapi tahap berikutnya mungkin terjadi di suatu tempat di sitosol. Pada dasarnya
karotenoid IvilaxantinI dengan konfigurasi trans pada semua ikatan rangkap, mungkin oleh
enzim yang belum dikenali, diubah menjadi 9-cis violaxantin akan teroksidasi oleh O2 dan
pecah, melepaskan senyawa atau beberapa senyawa yang belum dikenal serta xantoksin
yaitu epoksida berkarbon 15, dengan struktur serupa dengan ABA. Xantoksin diubah
menjadi ABA aldehid dengan membuka cincin epoksida dan dengan oksidasi (oleh NADP+

48
atau NAD+) gugus hidroksil cincin menjadi gugus keto. Akhirnya, gugus aldehid di rantai
samping ABA aldehid dioksida menjadi gugus karboksil ABA.

Gambar 32. Lembar aliran untuk biosintesis


asam absisik. ABA biosintesis dimulai di
kloroplas dengan sintesis
isopentenylpyrophosphate (IPP) dari
glyceraldehydes-3-fosfat (G3P) dan pyruviate
melalui metilerithritol-4-fosfat (MEP) jalur.
IPP di kloroplas menimbulkan berbagai C10,
C20, dan terpenoid C40, termasuk -karoten.
-Karoten diubah menjadi violaxanthin, yang
dibelah oleh enzim sembilan cis-
epoxycarotenoid dioksigenase (Norman) untuk
menghasilkan xanthoxin, sebuah C15

ABA dapat dinonaktifkan dengan dua cara. Satu, dengan penempelan glukosa pada gugus
karboksilnya untuk membentuk ester ABA glukosa. Ester ini hanya terdapat di vakuola.
Proses penonaktifan serupa dengan penempelan glukosa pada IAA, giberelin dan sitokinin.
Proses penonaktifan lainnya ialah oksidasi dengan O2 membentuk ABA diangkut dengan
mudah dalam xilem dan floem, dan juga dalam sel parenkima di luar berkas pembuluh.
Pada sel parenkim, biasanya tak ada polaritas (berbeda dengan auksin) sehingga
pergerakan ABA dalam tumbuhan serupa dengan pergerakan giberelin.
c. Transpor Hormon Asam Absisat
Studi fisiologis sebelumnya menunjukkan bahwa asam absisat ditemukan terutama di
matang, daun hijau, terutama pada tanaman air-stres. Ini akan cocok dengan yang lebih
baru studi biokimia dan genom yang dijelaskan di atas menunjukkan bahwa prekursor
ABA berasal kloroplas tapi ABA itu sendiri terbentuk dalam sitoplasma. Ada juga bukti
bahwa ABA dapat disimpan dalam kloroplas. Pada pH rendah, ABA ada dalam bentuk
ABAH terprotonasi, yang bebas menembus paling membran sel. Dalam aktif
photosynthesizing sel mesofil sitosol akan cukup asam (pH 6,0-6,5) sedangkan kloroplas
stroma bersifat basa (pH 7,5-8,0). Dengan demikian, ABAH berdifusi mudah dari sitosol
ke dalam stroma kloroplas, di mana ia memisahkan dan beomes terjebak. disimpan ABA
ini nantinya bisa dilepaskan ketika fotosintesis mati dan pH stroma menurun. Absisat
49
aldehida oksidase (AAO) Ekspresi diinduksi dalam sel penjaga di bawah kondisi stres air
danNorman ekspresi telah terdeteksi di sel penjaga daun menua dan kotiledon. Dengan
demikian tampak bahwa ABA juga disintesis secara langsung di sel penjaga. Selain itu,
ekspresi gen ABA biosintesis (Norman dan lain-lain) telah diterjemahkan dalam sel
pendamping floem dan sel-sel xilem parenkim tanaman sepenuhnya bombastis. Hal ini
menunjukkan bahwa jaringan pembuluh darah juga merupakan tempat sintesis ABA pada
tanaman tanpa tekanan. asam absisik sangat mobile dan bergerak cepat dari daun ke bagian
lain dari tanaman, terutama tenggelam jaringan. Sebagai contoh, asam absisik berlabel
radioaktif diterapkan daun kedelai dapat dideteksi dalam akar dalam waktu 15 menit. biji
berkembang juga mengimpor sejumlah besar asam absisat dari daun. Ada juga beberapa bukti
bahwa dalam kondisi stres air, ABA baik disimpan atau disintesis dalam akar cepat diekspor ke
daun.

Gambar 33. Degradasi oksidatif asam absisat untuk phaseic asam dan dihydrophaseicAC id
d. Peran dan Mekanisme Kinerja Hormon Asam Absisat
ABA mempunyai tiga efek utama yang ditentukan oleh jaringan yang terlibat : 1)
memberikan efek pada membran plasma sel akar, 2) menghambat sintesis protein, 3)
mengaktifkan serta menonaktifkan gen tertentu secara khas (efek transkripsi). Efeknya
pada mebran sel akar adalah membuat membran itu bermuatan lebih positif, sehingga
meningkatkan kecenderungan potongan ujung akar melekat di permukaan kaca yang
bermuatan negatif. Efek ini mungkin berperan dalam proses hilangnya ion K+ secara cepat
dari sel penjaga (yang melibatkan penghambatan ATPase mebran plasma) dan mungkin
dalam kemampuan ABA untuk menghambat dengan cepat pertumbuhan yang diinduksi
auksin. Keterlibatannya dalam sintesis protein dan enzim lain dapat membantu
menjelaskan efek jangka panjangnya pada pertumbuhan dan perkembangan termasuk
peranannya dalam dormansi biji dan penghambatan aktivitas hidrolase yang didorong oleh
giberelin pada biji serelia-bulir. Namun, kemampuan ABA untuk secara selektif
mengendalikan transkripsi beberapa gen tertentu bergantung pada jenis sel, yang
menunjukkan adanya pengendalian yang kuat pada proses perkembangan.
1. Asam Absisat mengatur pematangan embrio dan bibit perkecambahan

50
Perkembangan embrio dan germinasi benih sering ditandai dengan perubahan dramatis
dalam kadar hormon. Dalam kebanyakan biji, tingkat sitokinin yang tertinggi selama tahap
awal perkembangan embrio ketika tingkat pembelahan sel juga tertinggi. Seperti
penurunan tingkat sitokinin dan benih memasuki masa pembesaran sel yang cepat, baik
GA dan tingkat IAA meningkat. Pada tahap awal embriogenesis, ada sedikit atau tidak ada
ABA terdeteksi. Hal ini hanya selama tahap terakhir dari perkembangan embrio, seperti
tingkat GA dan IAA mulai menurun, bahwa tingkat ABA mulai naik. tingkat ABA
umumnya mencapai puncaknya selama tahap pematangan, ketika volume biji dan berat
kering juga mencapai maksimum, dan kemudian kembali ke tingkat yang lebih rendah
dalam biji kering. Pematangan embrio ditandai dengan berhentinya pertumbuhan embrio,
akumulasi cadangan nutrisi dalam endosperm, dan pengembangan toleransi terhadap
pengeringan.
Waktu akumulasi ABA bertepatan dengan embrio pematangan mencerminkan peran
penting yang ABA memainkan dalam proses pematangan. Salah satu fungsi dari benih,
tentu saja, adalah untuk membubarkan penduduk dan menjamin kelangsungan hidup
spesies melalui kondisi yang tidak menguntungkan. Sebuah benih akan nilai yang kecil
jika embrio tidak masuk dormansi tetapi terus tumbuh dan membangun pabrik baru
sebelum bubaran bisa terjadi. Salah satu fungsi dari ABA adalah untuk mencegah
perkecambahan dewasa sebelum waktunya tersebut, atauv ivipar, Sedangkan benih masih
di pohon induk. Hubungan antara ABA dan perkecambahan dewasa sebelum waktunya
jelas. Vivipar dapat kimiawi pada jagung oleh pengobatan telinga berkembang pada waktu
yang tepat dengan fluridone, inhibitor kimia biosintesis karotenoid. Sejak karotenoid dan
ABA pangsa awal langkah biosintesis, fluridone menghambat biosintesis ABA juga.
Fluridone-diinduksi vivipar dapat mengalahkan setidaknya sebagian diatasi dengan
penerapan ABA eksogen. embrio kedelai dapat didorong untuk berkecambah precociously
oleh perawatan seperti mencuci atau pengeringan lambat, yang keduanya menurunkan
tingkat ABA endogen.
Perkecambahan dewasa sebelum waktunya akan terjadi ketika konsentrasi ABA berkurang
menjadi 3 sampai 4g per g berat segar biji, tingkat yang tidak biasanya tercapai sampai
tahap akhir pematangan biji. Indikasi terkuat peran untuk ABA dalam mencegah
perkecambahan dewasa sebelum waktunya, bagaimanapun, datang dari studi tentang
mutan vivipar. Setidaknya empat mutan vivipar di jagung (VP2, VP5, VP7, VP9) Diketahui
mutan ABA-biosintesis dengan menurunnya tingkat ABA dibenih. Satu jagung mutan,VP1,
Tampaknya memiliki tingkat ABA normal tetapi hilang apa yang diyakini menjadi faktor

51
transkripsi ABA-spesifik. Semua mutan berkecambah prematur rebus sebelum benih telah
memasuki dormansi. mutan vivipar juga dikenal karenaArabidopsis. ABA juga
merangsang akumulasi protein dalam tahap terakhir dari perkembangan embrio kedelai dan
dikenal untuk mencegah GA-inducedbiosintesis -amylase dalam biji-bijian sereal. Semua
hasil ini membentukhubungan yang kuat antara ABA dan benih pematangan dan / atau
pencegahan perkecambahan dewasa sebelum waktunya. ABA juga memprakarsai
pengeringan biji, meskipun mekanisme yang tidak diketahui. Ini mungkin melibatkan
regulasi ABA gen yang menyandi protein yang terlibat dalam toleransi pengeringan.
2. Efek ABA pada Dormansi
Respons sel yang paling umum terhadap ABA adalah terhambatnya pertumbuhan. Hasil
awal penelitian Wareing dan beberapa kawannya yang telah menuntun ke arah penemuan
dormin (ABA) memperlihatkan bahwa senyawa ini meningkat tajam pada daun dan
kuncup terjadi ketika hari mulai pendek di akhir musim panas. Mereka juga menemukan
bahwa pemberian ABA langsung pada kuncup yang tidak dorman dapat menyebabkan
dormansi. Pengamatan itu menunjukkan bahwa ABA adalah hormon dormansi kuncup,
yang disintesis di daun yang mampu mengenali panjang hari dan dipindahkan ke kuncup
untuk menginduksi dormansi. Tapi, penelitian lanjutan dengan tumbuhan berkayu lainnya
menyangkal peranan hormon yang demikian itu. Dalam dua dasawarsa ini telah dilakukan
banyak kajian mengenai kemungkinan pentingnya ABA dalam menyebabkan dormansi
biji. ABA eksogen merupakan penghambat kuat bagi perkecambahan biji banyak spesies.
Selanjutnya, beberapa kajian menunjukkan bahwa tingkat ABA menurun di sel biji, ketika
dormansi berakhir oleh suatu perlakuan lingkungan misalnya cahaya atau suhu rendah.
3. ABA pada Pengguguran
Peranan ABA dalam menyebabkan gugur daun, bunga, dan buah masih dipertentangkan.
Para penilia mengevaluasi data yang sudah diterbitkan, dari berbagai sudut pandang.
Addicott (1983) melakukan penelitian yang serius untuk membuktikan peranan penting
ABA endogen dalam menyebabkan pengguguran, terutama dibandingkan dengan peranan
penting etilen. Milborrow (1984) menyimpulkan bahwa ABA eksogen menyebabkan
pengguguran, tapi kurang efektif dibandingkan dengan etilen eksogen. Belum lama ini,
Osborne (1989) menelaah efek etilen dan ABA pada proses pengguguran dan
menyimpulkan bahwa ABA mungkin tidak berperan langsung sebaliknya, ABA bekerja
secara tak langsung dengan menyebabkan penuaan prematur pada sel organ yang akan
gugur, dan itu mendorong naiknya produksi etilen. Menurut Osborne etilenlah bukan ABA
yang jelas mengawali proses pengguguran yang sebenarnya.
4. Asam Absisat Pelindung Terhadap Keadaan Rawan Garam dan Rawan Dingin

52
Tanaman umumnya menanggapi defisit air akut dengan menutup stomata mereka dalam
rangka untuk mencocokkan kehilangan air transpirational dari permukaan daun dengan
tingkat di mana air dapat resupplied oleh akar. Sejak penemuan ABA pada akhir 1960-an,
telah dikenal memiliki peran penting dalam penutupan stomata selama stres air. Bahkan,
ABA telah lama diakui sebagai antitranspirant karena kapasitasnya untuk menginduksi
penutupan stomata dan dengan demikian mengurangi kehilangan air melalui transpirasi.
ABA terakumulasi dalam air-menekankan (yaitu, layu) daun dan aplikasi eksogen dari
ABA merupakan inhibitor kuat dari pembukaan stomata. Selanjutnya, dua mutan tomat,
yang dikenal sebagai Flacca dan sitiens, Gagal untuk mengakumulasi tingkat normal ABA
dan kedua layu sangat mudah. Peran yang tepat dari ABA di penutupan stomata dalam air-
menekankanSeluruh tanaman, bagaimanapun, sulit untuk menguraikan dengan pasti. Hal
ini karena ABA di mana-mana, sering terjadi dalam konsentrasi tinggi dalam jaringan
nonstressed. Juga, beberapa penelitian awal menunjukkan bahwa stomata akan mulai
menutup sebelum kenaikan konten ABA dapat dideteksi.

Gambar 34. gerakan ABA di apoplast. ABA


disintesisdi akar dilakukan pada sel-sel mesofil
daun(Panah berat) dalam aliran transpirasi (panah
cahaya).ABA menyeimbangkan dengan kloroplas dari
fotosintesis yangmesofil sel atau dibawa ke penjaga
stomatasel-sel dalam apoplast.

Menurut pemikiran saat ini, deteksi awal stres air di daun adalah terkait dengan dampaknya
pada fotosintesis. Penghambatan transpor elektron dan fotofosforilasi dalam kloroplas akan
mengganggu akumulasi proton dalam lumen tilakoid dan menurunkan pH stroma. Pada
saat yang sama, ada peningkatan pH apoplast yang mengelilingi sel-sel mesofil. Yang
dihasilkan gradien pH merangsang pelepasan ABA dari sel-sel mesofil ke apoplast, di
mana dapat dilakukan dalam aliran transpirasi ke sel penjaga. Seperti disebutkan di atas,
daun layu menumpuk dalam jumlah besar ABA. Dalam kebanyakan kasus, bagaimanapun,
penutupan stomata dimulai sebelum ada peningkatan yang signifikan dalam konsentrasi
ABA. Hal ini dapat dijelaskan oleh rilis ABA disimpan ke dalam apoplast, yang terjadi
cukup awal dan dalam jumlah-konsentrasi apoplast yang cukup akan setidaknya dua untuk
memperhitungkan penutupan awal.

53
Peningkatan sintesis ABA berikut dan berfungsi untuk memperpanjang efek penutupan.
penutupan stomata tidak selalu bergantung pada persepsi defisit air dan sinyal yang timbul
dalam daun. Dalam beberapa kasus tampak bahwa stomata dekat dalam menanggapi
pengeringan tanah baiksebelum ada pengurangan terukur dari turgor dalam sel mesofil
daun. Beberapa studi telah menunjukkan sistem kontrol umpan-maju yang berasal dari akar
dan mengirimkan informasi kepada stomata. Dalam eksperimen ini, tanaman tumbuh
sehingga akar sama-sama dibagi antara dua kontainer dari tanah. Defisit air kemudian
dapat diperkenalkan dengan menahan air dari satu wadah sementara yang lain disiram
secara teratur. tanaman kontrol menerima penyiraman secara teratur dari kedua kontainer.
pembukaan stomata bersama dengan faktor-faktor seperti tingkat ABA, potensi air, dan
turgor dibandingkan antara tanaman setengah disiram dan kontrol sepenuhnya disiram.
Biasanya, konduktansi stomata, ukuran pembukaan stomata, menurun dalam beberapa hari
menahan air dari akar, namun tidak ada perubahan terukur dalam potensi air atau hilangnya
turgor di daun. Dalam percobaan dengan bunga hari (Commelina communis), Ada
peningkatan yang signifikan dalam konten ABA dari akar dalam wadah kering dan pada
epidermis daun. Selanjutnya, ABA ini mudah translokasi dari akar ke daun dalam aliran
transpirasi, bahkan ketika akar terkena kering udara. Hasil ini menunjukkan bahwa ABA
terlibat dalam beberapa jenis sistem peringatan dini yang berkomunikasi informasi tentang
potensi air tanah ke daun.
5. ABA Menginduksi Penutupan Stomata
Pentingnya peranan ABA sebagai hormon yang menekan pertumbuhan dikemukakan untuk
pertama kali oleh STC Wright dan RWP Hiron di Wye Collage, London University pada
tahun 1969. Mereka menemukan bahwa kandungan ABA dalam daun gandum meningkat
40 kali lipat dalam setengah jam pertama masa pelayuan. Banyak peneliti kemudian
memperlihatkan bahwa pemberian ABA pada daun akan menyebabkan penutupan stomata
pada banyak spesies. Stomata akan tetap tertutup, dalam keadaan terang atau gelap, selama
beberapa hari, bergantung pada lamanya waktu yang dibutuhkan oleh tumbuhan tersebut
untuk metabolisme ABA. Kandungan ABA dalam daun monokotil dan dikotil meningkat
beberapa kali lipat jika daun mengalami keadaan rawan air, baik daun tersebut dipisahkan
dari akarnya maupun dibiarkan utuh. Stomata menutup sebagai responnya terhadap ABA
yang berasal dari daun atau akar, sehingga terlindung dari kekeringa. ABA menyebabkan
stomata menutup dengan cara menghambat pompa proton yang kerjanya bergantung pada
ATP di membran plasma sel penjaga. Pompa ini biasanya mengangkut proton keluar dari
sel penjaga, sehingga menyebabkan terjadinya aliran masuk cepat dan penimbunan K +,

54
kemudian tejadi penyerapan air secara osmotik serta pembukaan stomata. Tapu, ABA yang
berkerja di ruang bebas pada permukaan luar membran plasma sel penjaga membatasi
masuknya K+, sehingga K+ dan air merembes keluar, turgor berkurang dan stomata
menutup.
Hilangnya turgor bukan potensial osmotik yang semakin negatif, merupakan isyarat
utamanya. Kehilangan turgor ini menyebabkan munculnya isyarat tak dikenal dari
membran plasma untuk mengaktifkan beberapa gen inti tertentu yang kemudian
mendorong sintesis ABA. Beberapa penelitian menujukkan bahwa membran plasmalah
yang memberi respons terhadap penurunan turgor dan terjadi dengan cara mengangkut Ca2+
ke dalam sel dengan laju yang lebih cepat. Ca 2+ dan fosfoinositol kemudian bekerja dalam
rantai transduksi isyarat untuk mengaktifkan gen yang diperlukan untuk sintesis ABA.
Selanjutnya, Ca2+ dan fosfoinositol terlibat dalam peranan ABA saat senyawa itu
menyebabkan penutupan stomata dengan cepat, namun disini pengaktifan gen tidak terjadi.
4. Persepsi ABA dan sinyal transduksi
ABA persepsi dan signaling tampaknya sangat kompleks dan, meskipun metabolisme dan
fisiologitelah dipelajari selama beberapa dekade, mekanisme persepsi ABA dan rantai
sinyal selanjutnya tetap sulit dipahami. Seperti disebutkan sebelumnya, ABA adalah asam
lemah. Dengan demikian kemungkinan untuk ada di kedua bentuk terprotonasi dan tidak
terprotonasi dalam lingkungan yang relatif asam dari apoplast. Dalam keadaan terprotonasi
mungkin berdifusi melintasi membran plasma dan bereaksi dengan reseptor intraseluler
atau, dalam bentuk tidak terprotonasi, mungkin tetap berada di luar sel yang akan
dirasakan oleh sebuah situs pada membran plasma. Memang, eksperimen menggunakan
derivatif ABA kedap air dan / atau injeksi dari ABA ke dalam sel telah menunjukkan
beberapa reseptor ABA di beberapa lokasi. Selama 20 tahun terakhir, metode yang
biasanya telah digunakan untuk mengidentifikasi reseptor hormon telah terbukti relatif
berhasil dalam pencarian reseptor ABA. Pendekatan yang lebih baru-baru ini telah
menggunakan reaksi antigen-antibodi dengan apa yang disebut antibodi antiidiotypic.
Dalam metode ini, antibodi yang diajukan terhadap ABA sendirinya digunakan sebagai
antigen untuk menaikkan kelompok kedua antibodi-anti-idiotypic antibodi-yang memiliki
karakteristik mengikat mirip dengan ABA. Dengan demikian, setiap protein yang mengikat
dengan antibodi anti-idiotypic bisa menjadi ABA reseptor diduga. Antibodi anti-idiotypic
kemudian digunakan untuk menyaring protein yang dikodekan oleh gratis

55
Gambar 35. (A) Sebuah setup
eksperimental untukmenguji efek dari
akar kering disintesis ABA dan
penutupan stomata. Akardari tanaman
tunggal dibagi rata antaradua
kontainer. Air dipasok ke satu
wadahmempertahankan daun dalam
sepenuhnya bombastisnegara saat air
dipotong dari keduawadah. Menahan
air dariakar mengarah ke penutupan
stomata, meskipundaun tidak stres. (B)
penutupan stomata dalam percobaan
split-root. Jagung (Zeamm mays)
Tanaman ditanam seperti pada (A).
Kontroltanaman (lingkaran terbuka)
memiliki kedua bagian dariSistem
akar-limpah. Air dirahasiakandari
setengah akar tanaman
eksperimental(Ditutup lingkaran) pada
hari nol. pembukaan stomata,diukur
sebagai konduktansi daun, menolak
tanaman dengan akar air-stres.

Gambar 36. Pengaruh pengeringan


udara pada isi ABA dari Commelina
communis ujung akar. ujung akar yang
dikeringkan dengan udara untuk isi air
relatif ditunjukkan dalam kurva atas.
kurva yang lebih rendah menunjukkan
peningkatan dramatis dalam konten
ABA sebagai bobot segar menurun.

Pendekatan ini menyebabkan identifikasi ABAP1, protein yang terletak di membran


plasma sel aleuron barley dan yang secara khusus dan reversibel mengikat ABAin vitro.
Sejak penemuan ABAP1, setidaknya tiga reseptor ABA diduga lainnya telah diidentifikasi.
Salah satunya adalah protein kloroplas Magnesium protoporfirin-IX Chetalase H subunit
(CHLH, juga dikenal sebagai Abar). Yang kedua adalah larut, berbunga-waktu FCA
kontrol protein yang diisolasi dariArabidopsis. Berdasarkan kesamaan urutan asam amino,
FCA adalah homolog dengan ABAP1 protein barley. FCA berinteraksi dengan protein lain
(TA) untuk mengatur pengolahan mRNA fungsional (lihat Bab 25 untuk peran FCA di
berbunga). Reseptor diduga ketiga adalah membran-lokal G-protein coupled receptor
(GPCR) diidentifikasi sebagai GCR2. Fakta sederhana bahwa protein ini mengikat ABA in

56
vitroNamun, tidak membuktikan bahwa mereka adalah reseptor benar. Ini masih perlu
menunjukkan bahwa hilangnya-of-fungsi atau gain-of-fungsi mutan mengubah fungsi ABA
dengan cara diprediksi.
Rantai sinyal untuk efek ABA, baik hulu dan hilir dari hormon, adalah subjek dari studi
intensif. Interaksi tampaknya kompleks antara sinyal abiotik, reseptor, utusan kedua, dan
ABA-diinduksi transkripsi gen-apalagi crosstalk dengan lainnya sinyal-membuat sulit
untuk merakit skema definitif. Namun, sejumlah komponen mulai jatuh ke tempatnya.
Sebagian besar kemajuan baru-baru ini telah dilakukan melalui mutasi gen baru
discoveredABA-sensitif dan dapat diringkas dalam poin-poin berikut.
1. Tampaknya ada pergantian cepat dari ABA di kedua tanaman stres dan tanpa tekanan,
tetapi peristiwa yang merasakan stres abiotik dan memulai akumulasi ABA tetap tidak
diketahui.
2. Ca2+ tampaknya menjadi bagian penting dari rantai sinyal ABA, terutama di sel penjaga
stomata. Ca2+ menengahi ABA-diinduksi turgor penyesuaian dengan mengaktifkan
saluran anion membran plasma (Gambar 21.7).
3. Daerah promoter dari beberapa gen mengandung urutan disebut elemen respon ABA
(abre). faktor transkripsi yang dikenal sebagai faktor yang mengikat (ABFs) mengikat
elemen respon ABA ke daerah promotor ini untuk mengatur aktivitas banyak gen ABA-
diinduksi. Gen-gen ini mencakup protein pelindung diduga seperti enzim yang
diperlukan untuk sintesis osmolytes atau zat terlarut kompatibel yang membantu
tanaman beradaptasi terhadap stres air (Bab 13), dan faktor transkripsi yang pada
gilirannya mengatur perubahan lain dalam ekspresi gen
4. Sejumlah (abi) mutan ABA-sensitif telah diidentifikasi. Setidaknya tiga mutan sensitif,
abi3, abi 4, dan abi 5, merusak hanya perkecambahan biji dan pengembangan bibit
awal. Ketiga wildtypegen (ABI3, 4, 5) faktor encode transkripsi yang diekspresikan
terutama dalam biji, menunjukkan bahwa peran ABA dalam biji membutuhkan
transkripsi gen.
5. Sejumlah ABA-diaktifkan protein kinase yang positif mengatur respons ABA telah
diidentifikasi. Selain itu, ABI1 dan ABI2 adalah protein fosfatase yang negatif mengatur
respon ABA. Jadi, peristiwa protein fosforilasi jelas penting di ABA signaling. Ini tidak
diragukan lagi akan mengambil beberapa waktu untuk menyelesaikan semua komponen
ini dan mereka belum ditemukan dan membangun sebuah model yang jelas dari rantai
sinyal untuk berbagai tanggapan ABA-dimediasi.

57
Gambar 37. Sebuah skema
disederhanakan menggambarkan
koordinasi pompa ion oleh ABA dan
Ca2+ selama penutupan sel penjaga
stomata. ABA dirasakan oleh reseptor
yang tidak diketahui (ABA R) yang
mentransmisikan sinyal ABA untuk
inward-meluruskan saluran kalsium
melalui kinase protein membran-terkait.
kinase yang benci oleh fosfatase protein
(PP). ABA juga merangsang pelepasan
Ca2+ dari toko internal seperti retikulum
endoplasma (ER), mungkin dimediasi
oleh sinyal fosfolipid dan / atau protein G.
peningkatan Ca2 The sitosol+ konsentrasi
menghambat K+ di saluran dan membuka
kedua K+ dan saluran anion (A-).
Hasilnya adalah kerugian bersih dari ion-
ion dari sel penjaga, diikuti dengan
hilangnya air dan turgor, dan penutupan
pori stomata.

F. HORMON ETILEN
a. Sejarah dan Struktur Hormon Etilen
Etilen adalah hidrokarbon gas sederhana dengan struktur kimia H2C CH2. Etilen biasa
disebut hormon stress. Hormon ini perannya tidak vital dalam pertumbuhan normal,
bahkan keberadaannya menghambat. Etilen disintesis di semua jaringan yang mengalami
cekaman, terutama disintesis jaringan yang mengalami penuaan atau pemasakan
(ripening). Karena hormon ini berbentuk gas, transportnya menggunakan mekanisme
difusi. Transport ke jaringan yang jauh dilakukan dalam bentuk senyawa antara sebagai
prekursor, yaitu CCC (1-aminocyclopropane-1-carboxylic acid). Etilen terjadi pada semua
tanaman organ-akar, batang, daun, umbi, umbi-umbian, buah-buahan, biji-bijian, dan
sebagainya-meskipun tingkat produksi dapat bervariasi tergantung pada tahap
perkembangan. produksi etilen juga akan bervariasi dari jaringan ke jaringan dalam organ,
tetapi sering berada di jaringan perifer. Dalam peach dan alpukat biji, misalnya, produksi
etilen tampaknya lokal terutama di kulit biji, sedangkan dalam buah tomat dan hipokotil
kacang hijau itu berasal dari daerah epidermal. Off-penyerangan dgn gas beracun dari
etilen oleh vegetasi alam juga merupakan sumber signifikan dari karbon organik yang
mudah menguap atmosfer (VOC).
Pengaruh etilen pada tanaman awalnya digambarkan oleh Dimitry Nikolayevich Neljubow,
seorang mahasiswa pascasarjana di Rusia pada tahun 1886, yang menemukan bahwa
pertumbuhan abnormal bibit kacang hitam tumbuh bisa dilacak untuk etilen yang berasal
dari menerangi gas. Minat etilen sebagai faktor pertumbuhan tanaman, bagaimanapun,

58
tidak mendapatkan momentum nyata sampai ditemukan memiliki implikasi komersial.
Mereka yang bisnis melibatkan pengiriman dan penyimpanan buah telah lama menyadari
bahwa matang dan busuk buah bisa mempercepat pematangan buah lainnya disimpan di
dekatnya. Misalnya, pisang dijemput di Kuba dan dikirim dengan kapal sering tiba di New
York dalam kondisi matang dan unmarketable. Salah satu yang paling awal melaporkan
bahwa efek ini adalah karena zat volatile yang dilepaskan oleh jaringan tanaman
diterbitkan pada tahun 1910 oleh HH Cousins dalam laporan tahunan Jamaika Departemen
Pertanian. Ia menemukan bahwa jeruk matang merilis produk volatile yang akan
mempercepat pematangan pisang disimpan dengan mereka. Sejumlah laporan serupa
muncul di awal 1930-an, menunjukkan bahwa emanasi yang mudah menguap dari apel
disebabkan epinasty di bibit tomat dan perubahan pernapasan yang terkait dengan proses
pematangan. Pada tahun 1934, R. Gane memberikan bukti tak terbantahkan bahwa zat
yang mudah menguap adalahetilen. sangat sulit untuk mengisolasi dalam bentuk aktif.
ACC oksidase akhirnya diidentifikasi ketika gen kloning dari pematangan buah tomat
(pTOM13) itu terkait dengan aspek etilen production. Another penting dari biosintesis
etilen adalah jumlah terbatas metionin gratis yang tersedia di tanaman. Dalam rangka
untuk mempertahankan tingkat normal produksi etilen, sulfur dilepaskan selama
pembentukan etilen harus didaur ulang kembali ke metionin. Hal ini dicapai dengan apa
yang sering disebut sebagai siklus metionin. Siklus ini juga dikenal sebagai siklus Yang,
setelah SF Yang, yang melakukan banyak pekerjaan perintis pada biosintesis etilen.
percobaan double-label telah menunjukkan bahwa CH3S-kelompok diselamatkan dan
didaur ulang sebagai satu unit. Empat atom karbon yang tersisa dari metionin disediakan
oleh bagian ribosa dari ATP digunakan awalnya untuk membentuk SAM. Gugus amino
disediakan oleh reaksi transaminasi. produksi etilen dipromosikan oleh sejumlah faktor
termasuk IAA, melukai, dan stres air, terutama oleh induksi sintesis ACC sintase. Induksi
enzim ini di jaringan tanaman diblokir oleh inhibitor dari kedua sintesis protein dan RNA,
menunjukkan induksi yang mungkin terjadi pada tingkat transkripsi. DiE. coli membawa
ACC gen synthase kloning, kelimpahan fisik ACC RNA synthase messenger juga
meningkatkan respon terhadap IAA. Para peneliti perintis menemukan bahwa etilen
diturunkan dari karbon 3 dan 4 pada asam amino metionin.

59
Gambar 38.Sebuah skema untuk biosintesis etilen pada tumbuhan tingkat tinggi. Enzim-enzim yang Saya:
SAM sintetase; II: ACC sintase; dan III: ACC oksidase. Kelompok etilena disorot dengan warna kuning. The
Yang siklus untuk pemulihan belerang disorot dalam oranye.

b. Letak Sintesis (Pembentukan Hormon) Etilen


Meskipun penemuan awal etilen, pentingnya diketahui dalam pengembangan tanaman, dan
kimia relatif tidak rumit nya, jalur untuk biosintesis etilen awalnya terbukti sulit terurai.
Hal ini sebagian karena ada sejumlah besar prekursor potensial (gula, asam organik, atau
peptida) dikenal untuk hadir dalam jaringan tanaman. Selain itu, sampai saat ini, enzim
yang terlibat telah terbukti terlalu labil untuk mengisolasi dan studiin vitro. Akibatnya,
sebagian besar pekerjaan telah dilakukanin vivo, Dengan semua perangkap yang melekat
dalam percobaan tersebut. Selain itu, etilen adalah gas yang mudah menguap dan metode
analisis yang tersedia untuk pengukuran yang hanya terlalu sensitif. Tidak sampai awal
1960-an bahwa perkembangan di kromatografi gas memungkinkan untuk menganalisis
etilen pada konsentrasi fisiologis aktif. Dengan munculnya kromatografi gas, studi etilen
mulai maju pesat. M. Lieberman dan LW Mapson pertama menunjukkan pada tahun 1964
bahwa metionin dengan cepat dikonversi menjadi etilena dalam, sistem model
nonenzimatik bebas sel. Dalam penelitian selanjutnya Lieberman dan rekan kerja
menegaskan bahwa jaringan tanaman seperti buah apel dikonversi [14C] -methionine
untuk [14C] -etilen dan etilena itu berasal dari karbon ketiga dan keempat dari metionin.
Sedikit kemajuan dibuat sampai tahun 1977 ketika D. Adams dan F. Yang menunjukkan
bahwaS-adenosylmethionine (SAM) adalah perantara dalam konversi metionin untuk
etilen oleh jaringan apel. Pada tahun 1979, Adams dan Yang lebih lanjut menunjukkan
akumulasi1-aminocyclopropane-1-karboksilatacid (ACC) di apel jaringan makan [13C]
-methionine di bawah kondisi-kondisi yang menghambat produksi etilen anaerobik.
Namun, setelah reintroduksi oksigen, ACC berlabel dengan cepat dikonversi menjadi
etilen. ACC adalah asam amino nonprotein yang telah diisolasi dari apel matang pada
tahun 1957, tapi hubungannya dengan etilen tidak jelas pada waktu itu. Hasil ini
membuktikan bahwa ACC adalah perantara dalam biosintesis etilen.

60
Tiga langkah jalur untuk biosintesis etilen pada tumbuhan tingkat tinggi ditunjukkan pada
Gambar. Pada langkah pertama, sebuah kelompok adenosine (yaitu, adenin ditambah
ribose) disumbangkan ke metionin oleh molekul ATP, sehingga membentuk SAM.
Persyaratan ATP konsisten dengan bukti sebelumnya bahwa produksi etilen diblokir oleh
inhibitor fosforilasi oksidatif, seperti 2,4-dinitrophenol. Konversi metionin untuk SAM
dikatalisis oleh adenosyltransferase enzim metionin atau SAMsintetase. Pembelahan SAM
untuk menghasilkan 5_-methylthioadenosine (MTA) dan ACC, dimediasi oleh enzimACC
sintase, Adalah langkah tingkat-membatasi. ACC sintase enzim pertama dalam jalur yang
akan dipelajari dalamrinci. Enzim sebagian telah dimurnikan dari tomat dan buah apel
tetapi, karena ketidakstabilan dan kelimpahan rendah, kemajuan ke arah pemurnian dan
karakterisasi telah lambat. Baru-baru ini, gen untuk ACC sintase telah diisolasi dari
zucchini (Cucurbita) Buah dan tomat jaringan pericarp. gen kloning mengarahkan sintesis
ACC sintase aktif dalam bakteriE. coli dan ragi, sehingga memungkinkan untuk
menghasilkan enzim dalam jumlah yang cukup untuk studi lebih lanjut. Enzim yang
mengkatalisis oksidasi ACC untuk etilen, yang sebelumnya disebut sebagai enzim etilen
pembentuk tapi sekarang dikenal sebagaiACC oksidase, terbuktidan melukai.
Pengendalian produksi etilen sehingga tampaknya menerapkan terutama melalui regulasi
transkripsi gen synthase ACC. produksi etilen juga dirangsang oleh etilen sendiri, suatu
bentuk autocatalysis. Hal ini biasa terlihat di pematangan buah. dimana etilen tampaknya
merangsang peningkatan baik sintesis ACC dan konversi selanjutnya untuk etilen.
c. Transpor Hormon Etilen
Salah satu efek paling terkenal etilen disebut sebagai '' respon tiga '' dari etiolated (tumbuh
gelap) dicotseedlings. Tanggapan ini ditandai dengan penghambatan hipokotil dan
pemanjangan sel akar, pembengkakan radial diucapkan dari hipokotil, dan kelengkungan
berlebihan dari hook plumular. respon yang cepat (3 hari pasca-perkecambahan) dan
memungkinkan populasi besar bibit untuk diputar mutasi etilen. Tidak adanya respon tiga
di hadapan etilen eksogen telah berhasil digunakan untuk mengidentifikasi mutan etilen-
tahan dan cacat respon etilen lainnya, terutama dalam percobaan yang dilakukan dengan
mutan Arabidopsis.These umumnya jatuh ke dalam salah satu dari tiga kategori yang
berbeda: (1) konstitutif mutan triple-respon yang menunjukkan respon tiga dengan tidak
adanya etilen, (2) mutan etilena-sensitif, dan (3) mutan yang etilen-ketidakpekaan terbatas
pada jaringan tertentu, seperti hook plumular atau akar elongasi. Sebagai hasil dari
percobaan ini, beberapa reseptor etilena dan elemen hilir dalam rantai sinyal etilen telah
diidentifikasi. Etilen dirasakan oleh keluarga dari lima membraneassociated, dua

61
komponen reseptor histidin kinase. Tidak seperti reseptor dua komponen lainnya yang
paling, yang terlokalisasi di membran plasma, telah ditunjukkan meyakinkan bahwa
Arabidopsis reseptor ETR1 dikaitkan dengan membran retikulum endoplasma (ER).
Keuntungan tertentu (s) ke lokalisasi reseptor di ER daripada membran plasma tidak jelas,
tapi karena etilen berdifusi mudah baik dalam lingkungan berair dan lipid, etilen akan
memiliki akses siap untuk setiap lokasi subselular.

Gambar 39. ilustrasi diagramatic dari etilena respon


tiga dalam gelap-tumbuh bibit dikotil. Perhatikan
penghambatan pemanjangan hipokotil dan akar sel,
pembengkakan radial diucapkan dari hipokotil, dan
kelengkungan berlebihan dari hook plumular dalam
bibit terkena etilen. (Berdasarkan Guzman, Ecker
1990. Plant Cell 2:.. 513-523)

Domain sensor dari reseptor etilen memiliki tiga daerah yang membentuk membran dan
diasumsikan berfungsi sebagai dimer. Domain sensor juga mengandung kofaktor tembaga
yang diperlukan untuk etilena mengikat. Karakteristik unik dari sistem respon etilen adalah
bahwa reseptor diyakini konstitutif aktif. Ini berarti bahwa reseptor dan rantai sinyal
berikutnya fungsional dengan tidak adanya etilena dan etilena yang, pada dasarnya,
ternyata sistem off. Meskipun ada beberapa variasi, etilen signaling tampaknya mengikuti
model. Dengan tidak adanya etilen, rantai sinyal dimulai dengan protein yang disebut
konstitutif TigaRespon 1 (CTR1). CTR1 secara fisik berinteraksi dengan domain histidin
kinase reseptor ETR1. Interaksi ini menyebabkan fosforilasi CTR1 dan memulai aliran
transduksi sinyal. CTR1 adalah protein kinase serin / treonin. Menurut model ini, CTR1
memulai protein kinase cascade yang pada akhirnya menghasilkan fosforilasi satu atau
lebih faktor transkripsi dan ekspresi konstitutif gen tertentu. Protein kinase cascade sangat
mirip dengan sekelompok dikenal luas dari mitogen-diaktifkan protein kinase yang
melayani peran penting dalam transduksi banyak sinyal pada hewan, tumbuhan, dan jamur
(Box 21.3). CTR1 setara dengan MAPKKK dan beberapa kandidat potensial untuk kinase
lain dalam kaskade MAP.

62
Gambar 40. Sebuah model untuk regulasi gen oleh
persepsi etilen dan respon jalur. Etilen dirasakan oleh
keluarga reseptor histidin kinase dua komponen (ETR)
yang terletak di membran retikulum endoplasma.
Dengan tidak adanya etilen reseptor secara fungsional
aktif dan mengaktifkan kinase serin-treonin (CTR1).
CTR1 merupakan komponen pertama dalam protein
kinase cascade yang pada akhirnya menargetkan satu
atau lebih faktor transkripsi. Fosforilasi mengaktifkan
faktor transkripsi yang kemudian mampu mengikat ke
daerah promotor gen etilena-sensitif dan
memungkinkan transkripsi gen. Etilen mengikat fungsi
reseptor menghambat dan menghalangi aktivasi CTR1,
sehingga mematikan kaskade protein kinase, mencegah
fosforilasi faktor transkripsi, dan mematikan gen.

Kapasitas sinyal ekstraseluler seperti hormon, cahaya, status osmotik, dan stres untuk efek
perubahan fisiologi sel sering tergantung pada mengatur transkripsi gen. Ekspresi gen pada
gilirannya tergantung pada pengikatan faktor transkripsi diaktifkan dengan DNA di daerah
promoter gen. Salah satu alat utama untuk mengatur interaksi antara faktor transkripsi dan
DNA adalah fosforilasi. Beberapa faktor transkripsi tidak akan mengikat DNA kecuali
mereka terfosforilasi, sedangkan fosforilasi menghambat pengikatan lain. Banyak sinyal
ekstraseluler terkait dengan faktor transkripsi fosforilasi olehmitogen-diaktifkanprotein
kinase (MAPK) Sistem. Awalnya bernama untuk perannya dalam aktivasi gen yang
terlibat dalam proliferasi sel (mitogen= untuk merangsang mitosis), sistem MAPK dikenal
untuk menengahi transkripsi gen dalam menanggapi berbagai sinyal pada hewan,
tumbuhan, dan jamur.Inti dari sistem MAPK
merupakan urutan tiga enzim kinase.
Gambar 41. Komponen utama dari MAP kinase cascade
umum. Aktivasi reseptor oleh stimulus ekstraseluler memulai
kaskade kinase yang melibatkan urutan kinase serin-treonin.
Aktivasi awal dapat dimediasi oleh G-protein atau sistem
utusan kedua lainnya. Kinase pertama dalam kaskade,
mitogen-diaktifkan protein kinase kinase kinase (MAPKKK)
memfosforilasi kinase kedua, MAP kinase kinase (MAPKK),
yang pada gilirannya memfosforilasi komponen ketiga, MAP
kinase (MAPK). Target utamanya adalah fosforilasi faktor
transkripsi. faktor transkripsi yang diaktifkan mengikat ke
daerah promotor gen target dan up-mengatur transkripsi gen.
Salah satu gen yang ekspresinya dirangsang adalah MKP1,
fosfatase protein yang dapat menghapus kelompok fosfat
dari MAPK dan memblokir aktivasi gen.
Setiap enzim bertindak untuk

63
mempengaruhifosforilasi enzim berikutnya dalam urutan. Mulai di bagian bawah, enzim
ketiga dalam urutan, MAP kinase (MAPK), bertanggung jawab untuk fosforilasi faktor
transkripsi. MAPK pada gilirannya terfosforilasi oleh MAP kinase kinase (MAPKK atau
MAP2K), yang terfosforilasi oleh MAP kinase kinase kinase (MAPKKK, atau MAP3K).
MAPKKK dapat diaktifkan langsung oleh kompleks sinyal-reseptor, G-protein, atau sinyal
sekunder lainnya. Ada dua keuntungan untuk sistem ini. Yang pertama adalah bahwa setiap
kinase mampu memfosforilasi beberapa salinan berikutnya komponen-maka nama ''
cascade. '' Keuntungan kedua adalah bahwa masing-masing komponen diwakili oleh
keluarga kecil protein. Dengan memanfaatkan berbagai anggota keluarga masing-masing
dalam berbagai kombinasi, sel mampu merakit sejumlah besar jalur yang berbeda yang
dapat menafsirkan ekstraseluler yang berbedasinyal dan mengaktifkan berbagai faktor
transkripsi yang berbeda.aliran baru-baru ini telah diidentifikasi dalam Arabidopsis. Ketika
etilena mengikat dengan reseptor, mencegah interaksi CTR1 dengan ETR1. Ini blok
inisiasi kaskade protein kinase dan aktivasi gen berikutnya. Hasilnya adalah bahwa dengan
tidak adanya etilen ekspresi gen etilena-dikontrol selalu '' di. '' Pengaruh etilen adalah
untuk mengubah 'off' gen ini '' dengan mencegah aktivasi faktor transkripsi yang
diperlukan.
d. Peran dan Mekanisme Kinerja Hormon Etilen
1. Efek Etilen pada Tumbuhan di Tanah Jenuh Air dan yang Terendam Air
Karena O2 dibutuhkan untuk mengubah ACC menjadi etilen, maka diperkirakan akar yang
dipenuhi air akan menghasilkan sedikit etilen. Namun tanaman tomat yang tumbuh di
tanah jenuh air justru menunjukkan gejala keracunan etilen. Gejala akibat etilen, yang
beberapa diantaranya juga menjadi ciri pada tumbuhan lain, adalah klorosis daun,
berkurangnya pemanjangan batang tapi penebalan batang bertambah, pelayuan, epinasti,
dan akhirnya gugur daun serta menurunnya pemanjangan akar, sering pula disertai
terbentuknya akar liar dan meningkatnya kepekaan terhadap patogen. Pada banyak spesies
termasuk tomat, aerenkima yang terbentuk di korteks akar meningkatkan pergerakan
oksigen dari tajuk menuju akar. Selanjutnya, pengangkutan sitokini dan giberelin dari akar
ke tajuk melalui xilem berkurang. Gejala yang terjadi akibat kelebihan etilen ini
disebabkan oleh beberapa peristiwa berikut.
Tanah jenuh air akan cepat menjadi kekurangan oksigen (hipoksia) sebab air mengisi ruang
udara dan pengaliran kembali O2 di sekitar akar juga berkurang karena pergerakan gas
tersebut melalui air berlangsung sangat lambat. Kemudian sintesis etilen terhambat sebab
O2 dibutuhkan untuk mengubah ACC menjadi etilen namun etilen yang disintesis
terperangkap di akar karena pergerakannya melewati air juga berkurang sekitar 10.000 kali

64
dibandingkan dengan jika melewati udara. Etilen ini lalu menyebabkan beberapa sel
korteks mensintesis selulase, yaitu enzim yang menghidrolisis selulosa dan sebagaian
menyebabkan penguraian dinding sel. Sel korteks tersebut juga kehilangan protoplas, lalu
menghilang menjadi jaringan aerenkima yang terisi air. Sebelum aerenkima berkembang ,
ACC tertimbun dan diangkut dalam xilem menuju tajuk. Kemudian, tajuk yang mendapat
aerasi yang baik dengan cepat mengubah ACC ini menjadi etilen, yang kemudian
mengakibatkan epinasti daun. Epinasti tangkai daun terjadi arena sel parenkima dewasa di
bagian atas tangkai tersebut memanjang karena adanya etilen, sedangkan sel di bagian
bawah tidak. Perbedaan fisiologis di sel yang mirip morfologinya itu belum dimengerti,
tapi hal itu menjelaskan bahwa hanya beberapa sel saja yang menjadi sasaran hormon.
Etilen juga memperlambat pemanjangan ke samping, menyebabkan penuaan daun serta
mendorong pembentukan akar liar pada batang (terutama pada tanaman tomat).
2. Efek Etilen pada Pemanjangan Batang dan Akar(Pertumbuhan Generatif)
Walaupun etilen menyebabkan epinasi daun dengan cara mendorong pemanjangan sel di
bagian atas, biasanya etilen menghambat pemanjangan batang dan akar, khususnya pada
tumbuhan dikotil. Terhambatnya pemanjangan batang pada tanaman kapri merupakan
bagian dari tiga respons yang disebutkan terdahulu. Bila pemanjangan terhambat, batang
dan akar menjadi lebih tebal, karena pemelaran sel ke samping lebih terpacu. Pada batang
dikotil, bentuk sel yang berubah tampaknya disebabkan oleh orientasi mikrofibril selulosa
yang diendapkan di dinding, yang lebih ke arah memanjang sehingga menghambat
pemelaran yang sejajar dengan mikrofibril itu, dan hanya memungkinkan pemelaran terjadi
dalam arah tegak lurus terhadap mikrofibril. Penebalan akar dan batang akibat etilen
mempunyai nilai pertahanan hidup bagi kecambah dikotil yang sedang muncul dari tanah.
Pada spesies ini, bengkokan pada epikotil atau hipokotil terbentuk sebagai responsnya
terhadap etilen endogen. Segera setelah berkecambah, kemudian bengkokan ini menerobos
ke atas tanah dan membentuk lubang. Sehingga kotiledon atau daun muda dapat tertarik
keluar dengan aman. Jika tanah terlalu padat bengkokan dan akar primer menjadi sangat
tebal, karena etilen disintesis lebih cepat ketika sel yang rapat itu mengalami tekanan
mekanis yang lebih besar dan karena etilen bergerak kurang cepat di dalam tanah yang
padat. Pertambahan ketebalan ini meningkatkan kekuatan batang dan akar, sehingga
mampu menerobos tanah yang padat itu. Tapi pertumbuhan berlangsung lambat, sebab
pemanjangan melambat.
3. Efek Etilen pada Pembungaan (Perkembangan Vegetatif)
Etilen dikenal terutama untuk promosi dari pematangan buah dan penuaan. kontrol Etilen
pembangunan buah telah dipelajari secara ekstensif dalam tomat, yang merupakan buah

65
klimakterik. Selama pengembangan buah-buahan klimakterik ada karakteristik
perkembangan diatur meledak dalam respirasi disebut kenaikan klimakterik. Kenaikan
klimakterik biasanya disertai dengan produksi etilen dan diikuti oleh ekspresi satu set gen
yang meningkatkan aktivitas pematangan terkaitseperti pengembangan dari warna buah,
rasa, dan tekstur. tomat tidak pernah mutan matang tidak sensitif terhadap etilen karena
memiliki protein reseptor etilen rusak. Akibatnya, '' pematangan gen '' tidak diungkapkan
dan, meskipun buah mencapai ukuran penuh, tidak pernah mengembangkan warna, rasa,
dan karakteristik tekstur merah tomat matang. Etilen telah ditunjukkan untuk merangsang
pemanjangan batang, tangkai daun, akar, dan struktur bunga tanaman air dan semiaquatic.
Efeknya terutama dicatatdi tanaman air karena genangan mengurangi dispersi gas dan
dengan demikian mempertahankan tingkat etilen internal yang lebih tinggi. Dalam beras,
etilen tidak efektif di hadapan menjenuhkan tingkat giberelin, yang juga mempromosikan
batang elongasi. Selain itu, etilen mempromosikan sintesis giberelin beras dan efek
pemanjangan dapat diblokir dengan antigibberellins, yang menunjukkan bahwa giberelin
memediasi efek etilen ini. Sebaliknya, akar dan tunas pemanjangan pada tanaman non-air
seperti kacang polong (Pisum sativum) dihambat oleh etilena. Etilen merangsang banyak
tanggapan pertumbuhan hambat dan abnormal seperti pembengkakan jaringan batang dan
lengkungan ke bawah daun, atau epinasty. Daun epinasty terjadi karena pemanjangan sel
yang berlebihan pada bawah daun (yaitu, atas) sisi tangkai daun. Epinasty adalah respons
umum untuk air penebangan tanaman banjir sensitif seperti tomat (Lycopersicum) dan
sebenarnya merupakan respon terhadap anoksia di wilayah akar. Semakin orientasi vertikal
dari daun epinastic mengurangi penyerapan energi surya dan, akibatnya, kehilangan air
transpirational. Hal ini membantu untuk membawa kehilangan air lebih ke sejalan dengan
kapasitas berkurang untuk penyerapan air pada tanaman menderita akar anoksia. Peran
etilen juga telah dicatat untuk promosi perkecambahan biji, penghambatan tunas istirahat,
mengurangi dominasi apikal, pematangan buah, kematian sel, dan tanggapan patogen.
Etilen bisa menjadi masalah di rumah kaca komersial yang dipanaskan dengan sistem
pemanas berbahan bakar gas.
4.Efek Etilen Lainnya
Etilen menyebabkan banyak efek lain pada tumbuhan yang banyak diantaranya belum
cukup. Contoh yang diteliti secara baik adalah induksi penuaan pada bunga. Seperti pada
buah klimaterik, banyak bunga mengalami peningkatan klimaterik pada respirasinya dan
pada produksi etilen. Akhirnya etilen mengalami peningkatan klimaterik pada respirasinya
dan pada produksi etilen. Akhirnya etilen menyebabkan penuaan pada bunga. Bila sel daun

66
mahkota menjadi agak peka terhadap etilen sel tersebut memberikan respons dengan
meningkatkan hasil etilen autokatalitik secara tiba-tiba, saat ACC sintase terinduksi. Segera
daun mahkota mulai melayu akibat meningkatnya permeabilitas membran plasma dan
tonoplas, yang diikuti dengan hilangnya linarut dan kemudian air menuju dinding sel dan
ke ruang antar sel.

G. HORMON BRASSINOSTEROIDS
a. Pengertian Brassinosteroids
Brassinosteroids adalah hormon steroid dengan struktur kimia mirip dengan hormon
steroid pada hewan. Brassinolide atau secara ilmiah disebut sebagai brassinosteroid
merupakan salah satu dari sekian banyak jenis hormon yang ditemukan di dalam
tumbuhan. Hormon ini akan memicu pemanjangan dan pembelahan sel batang dan
kecambah. Hormon ini juga mempengaruhi diferensiasi xilem dan memperlambat
gugurnya daun (absisi daun). Fungsinya dalam pemanjangan sel mirip dengan auksin
sehingga dulunya hormon ini dianggap sebagai salah satu jenis auksin. Brasinosteroid
pertama kali diisolasi dari serbuk sari tumbuhan mustard, namun ini diketahui terdapat
juga pada beberapa spesies lainnya. Salah satu contoh brasinosteroid adalah kastasteron
yang ada pada tunas kacang polong dan berfungsi dalam proses pemanjangan tunas.
Selama bertahun-tahun, klasifikasi brassinosteroids sebagai hormon tidak diterima
secara luas. Efek dapat dibuktikan hanya dengan aplikasi eksogen dan sulit untuk menilai
fungsi mereka in vivo. Ini semua berubah dengan penemuan mutan dari Arabidopsis,
kacang, dan tomat yang diblokir dalam biosintesis brassinosteroid. Terdiri dari lebih 60
senyawa steroid, berperan pada pertumbuhan dan perkembangan pada konsentrasi amat
rendah. Efek brasinosteroid memacu pemanjangan batang, menghambat pertumbuhan dan
perkembangan akar, memacu biosintesis etilen dan epinasti. Senyawa lain dapat dinyatakan
sebagai hormon atau tidak nanti pada waktunya terlihat apakah senyawa itu menunjukkan
fungsinya sebagai pengatur pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan umumnya.
Namun, brassinolide tetap brassinosteroid paling aktif biologis dan secara luas
didistribusikan ke seluruh tanaman. Seperti hormon lainnya, brassinolide aktif dalam
konsentrasi mikromolar.
Brassinolide pada konsentrasi 10-7 M mampu merangsang peningkatan empat kali lipat
dalam panjang bagian epikotil kedelai. Menariknya, sebagian besar tanggapan
dikendalikan oleh brassinosteroids juga dikendalikan oleh auksin. Meskipun dua hormon
dapat bertindak secara independen, seharusnya tidak terlalu mengejutkan antara
brassinosteroid dan auksin sama besar sinyal jalur. Sehubungan dengan pemanjangan sel,

67
bagaimanapun, bukti-bukti menunjukkan bahwa BR mengatur gen yang mengkode enzim
dinding memodifikasi seperti sebagai expansins dan selulosa.
b. Struktur Brassinosteroids
Struktur dasar brasinosteroid yaitu senyawa steroidal lactone yang disebut brasinolide
(BL). Prekursor langsung biosintesis BL adalah castaterone (CR). Adapun variasi lain
dari rantai alkil atom C-24, yaitu 24-epibrassinolide (24-epiBL) dan 28-homo-
brassinolid (28-homoBL).

Gambar 42. Struktur hormon


brassinosteroid

Struktur brassinosteroid Struktur kolesterol

c. Biosintesis (Pembentukan) Hormon Brassinosteroids


Brassinosteroid dihasilkan pada biji yang belum matang, serbuk sari, daun, dan ujung
batang. Brassinolide tersintesis dari asetil CoA melalui jalur asam mevalonik di dalam
metabolisme sel tumbuhan. Perbedaan prekursor di jalur asam mevalonik, dalam
biosintesis steroid pada tumbuhan dan hewan menghasilkan produk steroid yang berbeda,
pada tumbuhan menghasilkan brassinolide dan pada hewan menghasilkan kolesterol.
Brassinosteroids yang polyhydroxylated zat lipoidal tanaman sterols- terkait
biosintesis dengan giberelin dan asam absisik. Tanaman mensintesis sejumlah besar dan
berbagai sterol, termasuk sitosterol, stigmasterol, kolesterol, dan campesterol. sterol yang
triterpenoid, molekul C30 yang berasal dari asetat melalui jalur asam mevalonat. Sintesis
terpene, penambahan berurutan dari isopentenil pirofosfat 5-karbon (IPP) menghasilkan
senyawa terpen dengan atom 10-, 15-, atau 20-karbon. Triterpen terbentuk ketika dua C15
(farnesyl) unit bergabung untuk membentuk molekul C30. Biosintesis berikutnya dari
sterol belum sepenuhnya dipahami, tetapi langkah pertama adalah reaksi siklisasi untuk
membentuk cycloartenol. Menggunakan cycloartenol sebagai prekursor umum, mungkin
ada beberapa jalur yang mengarah ke beberapa sterol yang ditemukan pada tumbuhan.
Dekarboksilasi dan oksidasi reaksi yang terlibat, sebagai sterol yang paling umum
memiliki 26-29 karbon dan satu kelompok hidroksil (-OH). Diperkirakan bahwa sebagian
besar sterol, dengan pengecualian stigmasterol, dapat berfungsi sebagai prekursor untuk
berbagai brassinosteroids. Namun, jalur untuk biosintesis brassinolide paling baik
dipahami. Jalur ini didirikan terutama melalui penelitian menggunakan sel kultur dari
68
Catharanthus roseus. Prekursor untuk brassinolide adalah campesterol, sterol C28. Melalui
serangkaian langkah sebagian besar oksidatif, hidroksil tambahan (-OH) kelompok
ditambahkan dan oksigen dimasukkan ke dalam cincin B. Ada dua jalur paralel untuk
konversi campesterol untuk brassinolide, tergantung pada apakah oksidasi pada karbon-6
terjadi awal atau akhir jalur tersebut. Dalam kedua kasus, sekitar 12 langkah
yangdibutuhkan untuk menyelesaikan konversi campesterol ke brassinolid.

Gambar 43. langkah-langkah utama dalam


biosintesis brassinolide dari squalene
triterpenoid. Biosintesis sterol pada tanaman
kurang dipahami. Squalene mengalami
reaksi siklisasi untuk membentuk
cycloartenol. Cycloartenol kemudian tunduk
pada berbagai oksidasi dan methylations
untuk membentuk campesterol dan sterol
lainnya. Jalur untuk sintesis brassinolide dari
campesterol telah didirikan di sel kultur dari
Catharanthus roseus. Dua jalur alternatif
dikenal, masing-masing melibatkan
setidaknya 12 langkah.

d. Peran Hormon Brassinosteroids


Fungsi brassinolide adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan laju perpanjangan sel tumbuhan
2. Menghambat penuaan daun (senescence)
3. Mengakibatkan lengkuk pada daun rumput-rumputan
4. Menghambat proses gugurnya daun
5. Menghambat pertumbuhan akar tumbuhan
6. Meningkatkan resistensi pucuk tumbuhan kepada stress lingkungan
7. Menstimulasi perpanjangan sel di pucuk tumbuhan
8. Merangsang pertumbuhan pucuk tumbuhan
9. Merangsang diferensiasi xylem tumbuhan
10. Menghambat pertumbuhan pucuk pada saat kahat udara dan endogenus karbohidrat.
e. Brassinolide Reseptor dan Sinyal
Dengan ditemukannya brassinosteroids pada tanaman, sekarang jelas bahwa hormon
steroid tidak terbatas pada hewan. Tidak seperti binatang, namun, yang mengandalkan
terutama pada reseptor nuklir untuk hormon steroid, tanaman muncul untuk menggunakan
reseptor berbasis membran untuk memulai kaskade fosforilasi yang membawa sinyal ke
dalam inti. Meskipun studi genetik mulai membuka kedok beberapa dari banyak komponen
dalam persepsi brassinosteroid dan signaling, masih ada banyak yang harus dipelajari
tentang bagaimana mereka berinteraksi satu sama lain dan dengan sinyal untuk faktor
69
biotik dan abiotik lainnya. Gambar 21.14 menggambarkan model umum untuk
brassinosteroid signaling. Reseptor utama untuk brassinosteroids membutuhkan interaksi
dua protein yang membentuk heterodimer membran-terkait plasma. Yang pertama adalah
kinase serin / treonin dikenal sebagai brassinosteroid sensitif 1 (BRI1). (Perlu diingat
bahwa nama gen dan protein didasarkan pada diamati mutasi-maka nama '' tidak sensitif. '')
Yang kedua adalah protein BRI1-ASOSIASI RESEPTOR kinase (BAK1). Brassinosteroids
mengikat ke domain ekstraselular BRI1, yang pertama menginduksi disosiasi protein
penghambatan (BKI1) yang menghambat asosiasi BAK1 dengan BRI1 dan kemudian
mempromosikan dimerisasi dengan BAK1 dan autofosforilasi dari BRI1. Kompleks
terfosforilasi memulai BR signaling. Salah satu target signaling brassinosteroid adalah
protein BZR1 (BRASSINAZOLE TAHAN 1). BZR1 merupakan faktor transkripsi yang
lokasinya tergantung pada status fosforilasi nya. Dalam keadaan terfosforilasi, BZR1
terperangkap dalam sitoplasma sementara defosforilasi memungkinkan untuk pindah ke
inti. Status fosforilasi BZR1 dimediasi oleh dua faktor yang saling bersaing; rantai BR
sinyal dan protein yang terpisah, BIN2. BIN2 menengahi fosforilasi BZR1 dan dengan
demikian membuat protein dalam sitoplasma. Sinyal brassinosteroid, di sisi lain,
memediasi defosforilasi BZR1, yang keduanya mengaktifkan faktor transkripsi dan
mendorong migrasi ke dalam inti. Setelah di inti, BZR1-P mengikat untuk menargetkan
situs di daerah promotor gen BR-sensitif dan memulai transkripsi. BR signaling juga dapat
menghambat kemampuan fosforilasi dari BIN2, sehingga lebih menjamin aktivasi dan
lokalisasi nuklir BZR1.

GAMBAR 44. Skema yang diusulkan untuk


brassinosteroid (BR) signaling.

70
KESIMPULAN

A. Konsep Hormon dan Cara Kerjanya


a. Hormon tumbuhan atau yang lebih dikenal dengan fitohormon adalah senyawa organik
yang disintesis disalah satu bagian tumbuhan dan dipindahkan kebagain lain, dan pada
konsentrasi yang sangat rendah mampu menimbulkan suatu respons fisiologis.
b. Penemuan Hormon
1) Charles & Francis Darwin (1880):
Mempelajari pembengkokan seedling yang tidak mengarah ke cahaya. memotong
ujung (koleoptil), tidak ada pembengkokan. menutupi pucuk dengan kertas, tidak ada
pembengkokan. kesimpulannya: sinyal diterima di ujung.
2) Boysen Boysen-Jensen (1913):
Menggunakan potongan mika yangdisisipkan dibawah ujung pada sisiberlawanan
cahaya = tidak adapembengkokanmenyisipkan pada sisi yang samadengan cahaya =

71
pembengkokan terjadi.kesimpulannya: diperlukan transportsinyal sepanjang sisi yang
berlawanandengan cahaya.
3) Frits Went (1926) (sebagai mahasiswa):
Memotong ujung dan meletakkannya sebentar pada agar. kemudian memotong
ujung seedling lainnya, letakkan blok agar pada ujung, dalam gelap. ketika
meletakkan potongan pada ujung, seedling membengkok menjauh dari sisi dengan
blok. kesimpulannya: terdapat difusi sinyal dari ujung menuju ke blok, merangsang
pertumbuhan pada sisi berlawanan dari cahaya diterima. digunakan sebagai bioesay;
lebih banyak auksin = pembengkokan semakin panjang. pemurnian auksin dan
identifikasi.
B. Hormon Auksin
a. IAA disintesis terutama pada apikal meristem ujung batang, daun muda, buah yang
sedang berkembang. Biosintesisnya diasosiasikan dengan sintesis triptofan.Senyawa
dengan aktivitas biologi auksin dapat disintesis (auksin sintesis), misalnya alpha
naphtalene acetic acid (a a-NAA); 2 dichlorophenoxyacetic acid (2,4 D).Auksin yang
disintesis, disimpan atau ditransportasikan dalam bentuk in aktif. IAA dapat
erkonyugasi (ikatan kovalen) dengan senyawa lainnya. Konyugat yang sering adalah
gula (IAA glukosa) atau asam amino (IAA aspartat). Tidak mempunyai aktivitas biologi
sampai konyugasi lepas.
b. Auksin bergerak menurun tetapi bukan karena gravitasi. Auksin dihasilkan apikal pucuk
meristem.
c. Auksin mendorong pertumbuhan dengan merangsang pemanjangan sel. Memicu
aktivitas enzim yang melonggarkan serat dinding sel. Auksin juga merangsang
pembelahan sel, mengaktifkan kambium vaskuler dan mendorong pembentukan akar
lateral oleh perisikel. Auksin menghambat pertumbuhan pucuk lateral.
d. Jumlah kecil mendorong perumbuhan akar, sedikit peningkatan justru menghambat
perakaran.
e. Auksin diproduksi biji untuk merangsang pertumbuhan buah. jika sel telur tidak
dibuahi, ovula tidak menjadi biji danbuah. danauksin tidak dapat dihasilkan.
Kekurangan auksin auksin menyebabkan absisi pada bunga.
f. Auksin juga mencegah buah dan daun gugur prematur, dapat disemprotkan untuk
mecegah pengguguran. Konsentrasi yang tinggi pertumbuhan tak terkontrol
C. Hormon Giberelin
a. Mendorong pertumbuhan. Bergerak ke atas dan ke bawah di dalam sistem pembuluh.

72
b. Mengatur tinggi, bila jumlahnya kecil menjadi kerdil; bila trerlalui banyak menjadi
spindly.
c. Penting untuk bolting (pemanjangan batang tiba-tiba).
d. Menginduksi biji untuk berkecambah (memecah dormansi), dapat memecah dormansi
pucuk dan dapat merangsang pembungaan tumbuhan dewasa.
D. Hormon Sitokinin
a. Merangsang pembelahan sel, bersumber di akar.
b. Berlawanan dengan auksin: bergerak ke atas, mendorong pertumbuhan pucuk lateral.
Begitu tumbuhan tumbuh, pucuk bagian bawah lebih dipengaruhi sitokinin.
c. Mencegah senesen.
E. Hormon Asam Absisat
a. Hormon stress; pelindung tumbuhan. Penutupan stomata disebabkan pelepasan K+ ke
sel jaga stomata daun
b. Penghambat pertumbuhan berlawanan dengan hormon pertumbuhan mempercepat
absisi.
c. Bergerak hanya pada jarak yang pendek dari situs produksinya.
d. Menginduksi dan menmjaga dormansi dalam biji dan pucuk
e. Beberapa biji tidak akan berkecambah sampai ABA tercuci.

F. Hormon Etilen
a. Digolongkan sebagai hormon penghambat pertumbuhan.
b. Berbentuk gas; terdispersi di udara. Dihasilkan buah yang matang, percepatan
pematangan buah.
c. Merangsang senesen dan absisi daun dan buah.
d. Absisi diawali oleh penurunan relatif auksin dan gibberelin.
e. Etilen dilepaskan dalam lapisan absisi yang menyebabkan pelepasan selulase. Selulase
mencerna selulosa sehingga menjadi kendur.
f. Tekanan normal yang dijumpai dalam sel yang cukup untuk menyebabkan sel
membesar ketika dinding sel kendur.
G. Hormon Brassinosteroid
a. Brassinolide adalah hormon terbaru yang ditemukan pada tumbuhan. Brassinolide baru
berhasil diisolasi dan dikenali pada tahun 1979 oleh Grove dan rekan-rekannya.
b. fungsi brassinosteroid adalah diantaranya :
meningkatkan laju perpanjangan sel tumbuhan
menghambat penuaan daun (senescence)
mengakibatkan lengkuk pada daun rumput-rumputan
menghambat proses gugurnya daun
menghambat pertumbuhan akar tumbuhan
meningkatkan resistensi pucuk tumbuhan kepada stress lingkungan
menstimulasi perpanjangan sel di pucuk tumbuhan

73
merangsang pertumbuhan pucuk tumbuhan

DAFTAR PUSTAKA

Frank, B.Salisbury dan Ross, W. Cleon.1995.Fisiologi Tumbuhan Jilid 3.Terjemahan Diah


R. Lukman dan Sumaryono.Bandung : ITB

Hopkins, G. William dan P. A. Hu ner, Norman.2008.Introduction to Plant


PhysiologyFourth Edition. Amerika : The University of Western Ontario

Nurwahyuni, Isnaini,Sinaga, Riyanto dan Elimasni. 2005. Kuliah VIIHORMON


TUMBUHAN(AUKSIN).(Online)http://ocw.usu.ac.id/course/download/8110000036-
fisiologi tumbuhan/bio212_handout_kuliah_7_-
_hormon_tumbuhan_atau_auksin.pdf. Diakses tanggal 3 Mei 2017 pukul 05.06 WIB

Elisa.2010.Peran Hormon Pada Pertumbuhan. (Online)


http://elisa.ugm.ac.id/user/archive/download/23474/6771ec7fb6d25df22728d55ef64a
1161.Diakses tanggal 3 Mei 2017 pukul 05.34 WIB

Nurzaman, Mohammad.2010.Hormon Tumbuhan.(Online)


http://blogs.unpad.ac.id/mohamadnurzaman/files/2010/11/Hormon-
tumbuhan1.pdf.Diakses tanggal 3 Mei 2017 pukul 05.06 WIB

74
75

Anda mungkin juga menyukai