Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

“FLU BURUNG”
Dosen pembimbing : Ns. Siti Aminah, M.Kep

Di susun oleh:
AZHAR NURUL ISTIQOMAH (E.0105.20.006)
SEPHIA ANANDA SUKMANA (E.0105.20.039)

Jl. Kerkof No.243, Leuwigajah, Kec. Cimahi Sel.


STIKes Budi Luhur Cimahi Prodi D3 Keperawatan
Tahun 2020-2021
A. KONSEP DASAR
1. DEFINISI
Avian Influenza atau flu burung adalah penyakit virus pada unggas yang
disebabkan oleh virus influenza tipe A. Penyakit ini dikelompokkan kedalam
kelompok penyakit menular berbahaya karena bersifat zoonosis yang mematikan
(OIE, 2004). Selain dapat menyerang unggas dan hewan mamalia, virus AI juga
menular ke manusia. Sejak tahun 2003, penyakit AI telah menyebar dari burung-
burung di Asia ke Timur Tengah, Eropa dan Afrika, dan diketahui mengalami
perubahan cukup dinamis secara karakter molekuler sejak kemunculannya
wabah tersebut (Soedjana et al., 2012). Di Indonesia, penyakit AI menjadi
endemis pada populasi ayam di beberapa daerah (Andestfha et al., 2013).
Sampai saat ini penyakit AI merupakan masalah serius yang perlu mendapat
perhatian mengingat potensi penyebaran, penularan dan kerugian ekonomi yang
ditimbukannya.
Penyakit flu burung (Avian influenza) adalah penyakit zoonosis penting yang
dapat menular dari hewan ke manusia dan kini banyak dibicarakan di seluruh
dunia. Flu burung disebabkan oleh virus influenza tipe A yang pernah
melewatkan 20 sampai 40 juta manusia dalam waktu yang singkat pada tahun
1918 - 1919.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan flu burung (H5N1) adalah penyakit
menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A, yang dapat menular dari
hewan ke manusia kamu di mana penularannya melalui udara dan kotoran
unggas (Ridwan M, 2010
2..ETIOLOGI
a) Etiologi Menurut PPNI(2017)
Spasme jalan nafas, hipersekresi jalan nafas, disfungsi neuromuskuler, benda
asing dalam jalan nafas, adanya jalan nafas buatan, sekresi yang tertahan,
hiperplasia dinding jalan nafas, proses infeksi, respon alergi, efek agen
farmakologis (mis. Anastesi), ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen, tirah baring, kelemahan, imobilitas, gaya hidup monoton, dehidrasi,
terpapar lingkungan panas, proses penyakit (mis. Infeksi, kanker),
ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan, peningkatan laju
metabolisme, respon trauma, aktivitas berlebihan, penggunaan inkubator.

3.TANDA DAN GEJALA


Gejala dan Tanda (Data Mayor dan Minor) menurut PPNI, T. P. (2017)
Dispnea, sulit bicara, ortopnea, batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum
berlebih, mengi, wheezing dan ronkhi kering, mekonium dijalan nafas(pada
neonatus)gelisah ,sianosis, bunyi nafas menurun, frekuensi nafas berubah, pola
nafas berubah, mengeluh lelah, dispnea saat/setelah aktivitas, merasa tidak nyaman
setelah beraktivitas, merasa lemah, frekuensi jantung meningkat>20% dari kondisi
istirahat
, tekanan darah berubah>20% dari kondisi istirahat, gambaran EKGmenunjukan
aritmia saat/setelah aktivitas, Gambaran EKG menunjukan iskemia, sianosis, suhu
tubuh diatas nilai normal, kulih merah, kejang, takikardi, takipnea, kulit terasa
hangat.

4.KLASIFIKASI
Penderita konfirm H5N1 dapat dibagi dalam 4 kategori sesuai beratnya penyakit
(MOPH Thailand)
1. Derajat I : Penderita tanpa pneumonia
2. Derajat II : Penderita dengan pneumonia derajat sedang dan tanpa gagal napas
3. Derajat III : Penderita dengan pneumonia berat dan dengan gagal napas
4. Derajat IV : Pasien dengan pneumonia berat dan acute respiratory distress
syndrome (ARDS) atau dengan multiple organ failure (MOV)

5.ANATOMI FISIOLOGI
Anatomi fisiologi pernapasan (Rahmah Putri, 2018) :
a. Hidung
Terdapat bagian eksternal dan internal. Bagian internal hidung adalah rongga
berlorong yang dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi
vertikal yang sempit, yang disebut septum. Rongga hidung dilapisi membran mukosa
yang banyak mengandung muscular disebut mukosa hidung. Hidung berfungsi
sebagai saluran untuk udara yang mengalir ke paru-paru dan dari paru-paru sebagai
penyaring kotoran, melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup ke
dalam paru-paru
b. Faring
Faring atau tenggorok adalah struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan
rongga mulut ke laring. Fungsi laring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus
respiratorius dan digestif
c. Laring
Laring adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakea.
Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi. Laring juga
melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk.
d. Trakea
Merupakan pipa silinder dengan panjang ±11 cm, berbentuk ¾ cincintulang rawan
seperti huruf C. Bagian belakang dihubungkan oleh membran fibroelastic menempel
pada dinding depan esofagus
e. Bronkus
Merupakan percabangan trakea kanan dan kiri, menghubungkan paru-paru dan
trakea. Terdiri dari lempengan tulang rawan dan dindingnya terdiri dari otot halus.
f. Paru-paru
Terdapat dalam rongga toraks pada bagian kiri dan kanan. Paru kanan dibagi atas
tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior, sedangkan paru kiri bagi menjadi
dua lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastic
yang mengandung limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus
alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa setiap paru-paru mengandung 150 juta
alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat pertukaran
gas

6.FISIOLOGI
Pernapasan merupakan pengambilan oksigen dari udara bebas melalui hidung,
oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli. Kemudian terjadi difusi oksigen dari
alveolus dan paru-paru. kemudian, oksigen di kapiler arteri akan diikat oleh eritrosit
yang mengandung hemoglobin lalu dibawa ke jantung dan dipompakan ke seluruh
tubuh (Rahmah Putri, 2018)
7.PATOFISIOLOGI

Flu burung bisa menulari manusia bila manusia bersinggungan langsung dengan
ayam atau unggas yang terinfeksi flu burung. Virus flu burung hidup di saluran
pencernaan unggas. Unggas yang terinfeksi dapat pula mengeluarkan virus ini
melalui tinja, yang kemudian mengering dan hancur menjadi semacam bubuk.
Bubuk inilah yang dihirup oleh manusia atau binatang lainnya. Menurut WHO, flu
burung lebih mudah menular dari unggas ke manusia dibanding dari manusia ke
manusia. Belum ada bukti penyebaran dari manusia ke manusia, dan juga belum
terbukti penularan pada manusia lewat daging yang dikonsumsi. Satu-satunya cara
virus flu burung dapat menyebar dengan mudah dari manusia ke manusia adalah
jika virus flu burung tersebut bermutasi dan bercampur dengan virus flu manusia
Virus ditularkan melalui saliva dan feses unggas. Pengeluaran pada manusia
karena kontak langsung, misalnya karena menyentuh unggas secara langsung, juga
dapat terjadi melalui kendaraan yang mengangkut binatang itu, di kandangnya dan
alat-alat perternakan (termasuk melalui pakan ternak). Penularan dapat juga
terjadi melalui pakaian, termasuk sepatu para peternak yang langsung menangani
kasus unggas yang sakit dan pada saat jual beli ayam hidup di pasar serta berbagai
mekanisme lain. Kemampuan virus flu burung adalah membangkitkan hampir
keseluruhan respon "bunuh diri" dalam sistem imunitas tubuh manusia. Makin
banyak virus itu tereplikasi, makin banyak pula produksi sitokin protein dalam
tubuh yang memicu peningkatan respon imunitas dan berperan penting dalam
peradangan. Sitokin yang membanjiri aliran darah karena virus yang bertambah
banyak, justru melukai jaringan tubuh (efek bunuh diri).
Gejalanya yang ditunjukkan pada kasus seperti demam, batuk, sakit tenggorokan,
sakit kepala, nyeri otot dan sendi, sampai infeksi selaput mata (conjungtivitis). Bila
keadaan memburuk, dapat juga terjadi severe respiratory distress yang ditandai
dengan sesak nafas hebat, rendahnya kadar oksigen darah serta meningkatnya
kadar CO. Keadaan ini umumnya terjadi karena infeksi flu yang menyebar ke paru-
paru dan menimbulkan pneumonia. Radang paru (pneumonia) ini dapat
disebabkan oleh virus itu sendiri atau juga oleh bakteri yang masuk dan
menginfeksi paru yang memang sedang sakit akibat flu burung ini. (Bustamam
2013)

7.PATHWAY

8.FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


Menurut Zainal Abidin (2011) :
a. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang sangat dominan mempengaruhi penularan Avian Influenza
cendrung terjadi pada keluarga yang melakukan aktivitas berternak unggas atau
terpapar unggas, tempat tinggal mereka berada sangat dekat dengan kandang
unggas (<25 meter). Jumlah unggas masih dalam jumlah kecil (<20 ekor). Kondisi
kandang kotor, masih terdapat kotoran unggas disekitar tempat tinggal. Keadaan
udara dan tanah pada umumnya kering, tidak ada burung/unggas liar disekitar
tempat tinggal.
b. Faktor Perilaku Penderita
Faktor perilaku penderita turut mempengaruhi terjadinya penularan Avian Influenza,
dimana tingkat pengetahuan penderita tentang flu burung masih kurang pada saat
terjadinya kasus, setelah terjadinya kasus, pengetahuan tentang flu burung sudah
lebih baik, informasi diberikan oleh petugas pukesmas dan dinas pertanian dalam
bentuk penyuluhan. Semua informan memiliki sikap yang positif terhadap
penanganan flu burung, dilihat dari sikap informan terhadap pemerintah jika
menerapkan peraturan dan usaha-usaha yang dilakukan pemerintah. Ditinjau dari
tindakan keluarga penderita, Sebagian besar informan sudah melaksanakan tindakan
sesuai dengan kesehatan.

9.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Yuliarti (2006), diagnosis flu burung meliputi :
a. Rapid Test
Alat ini berbentuk kotak plastik kecil yang didalamnya terdapat kertas
putih dengan kode C (control) dan T (Test) yang sudah ditetesi antibodi virus flu
burung yang berperanan mendeteksi antigen virus. Jika unggas terkena flu burung,
antigen virus pada unggas terikat dengan antibodi yang ada dalam kertas, sehingga
akan memunculkan dua garis vertikal pada area C dan T. Keuntungan metode ini
adalah kecepatannya karena kita langsung dapat mengetahui hasilnya.
b. HI (Hemaglutinasi Inhibisi)
Alat ini untuk melihat antibodi terhadap Hemaglutinin (H). Uji ini lebih sensitif dari
pada rapid test dan cukup murah, meskipun membutuhkan waktu lebih lama (sekitar
3 hari).
c. AGP (Agar Gel Presipitation)
Alat ini untuk melihat antibodi terhadap Neuraminidase (N).
d. VN (Virus Netralisasi)
Alat ini untuk mengetahui pembentukan antibodi.
e. Isolasi Virus
f. PCR (Polimerase Chain Reaction)
Alat ini untuk memastikan adanya virus Influenza A subtipe H5N1. Metode ini masih
jarang digunakan pada hewan. Uji ini sebenarnya sensitif dan akurasinya tinggi,
tetapi mungkin karena membutuhkan biaya mahal, sehingga masih jarang
dipergunakan. Pada manusia, selain pemeriksaan laboratorium diatas, ada pula
pemeriksaan laboratorium yang meliputi :
1) Pemeriksaan darah lengkap meliputi pemeriksaan Hb, hitung jenis leukosit, hitung
total leukosit, trombosit, laju endap darah, albumin, globulin, SGPT, SGOT, ureum,
kreatinin, serta analisa gas darah.
2) Pasien pemeriksaan mikrobiologi meliputi Rapid test, ELISA, dan pemeriksaan
antigen (HI, IF/FA).
3) Foto Toraks.

10.PENATALAKSANAAN KLINIS
Fasilitas Pelayanan kesehatan non rujukan
Pasien suspek flu burung langsung diberikan oseltavimir 2 x 75 mg (jika anak,
sesuai dengan berat badan) lalu dirujuk ke RS flu burung.
Untuk puskesmas terpencil pasien diberi pengobatan oseltavimir sesuai skoring
dibawah ini, sementara paa puskesmas yang tidak terpencil langsung dirujuk ker
RS rujukan. Kriteria pemberian oseltavimirdengan system skoring, dimodifikasi
dari hasil pertemuan workshop “case management” & dan pengembangan
laboratorium regional avian influenza, Bandung 20-23 april 2006
Skor/ gejala 1 2
Demam <38*C >_38*C
RR N >N
Ronki Tidak ada Ada
Leucopenia Tidak ada Ada
KontakTidak ada Ada
JumlahTidak ada Ada
Skor:

6-7 = evalusi ketat, apabila meningkat (>7) diberikan oseltamivir


>7 = diberi oseltamivir
Batasan frekuensi napas :
<2bl = >60x/menit
2bl – <12bl = >50x/menit
>1 th – <5th = >40x/menit
5 th – 12 th = >30x/menit
>13 = >20x/menit
Jika tidak terdapat fasilitas pemeriksaan leukosit maka pasien dianggap sebagai
leukopeni (skor=2)
Pasien ditangani sesuai dengan kewaspadaan standar(Nurarif, 2015, p. 2)
Pelayanan di Rumah Sakit Rujuksn
Pasien suspek H5N1, probable, dan konfirmasi dirawat diruang isolasi.
Petugas triase memakai APD, kemudian segera mengirim paien ke ruang
pemeriksaan.
Petugas yang masuk keruangan pemeriksaan tetap menggunakan APD dan
melakukan kewaspadaaan standar.
Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan laboratorium sesuai dengan bab III.B.2.a, dan foto toraks. Setelah
pemeriksaan pertama selesai, pemeriksaan rutin (hematologi dan kimia) diulang
setiap hari sedangkan HI diulang pada hari kelima dan pada waktu pasien pulang.
Pada hari pertama, kedua, dan ketiga perawatan pemeriksaan PCR dilakukan. Pada
hari pertama pemeriksaan serologi dilakukan dan diulang setiap lima hari.
Penatalaksanaan diruang rawat inap
Perhatikan : keadaan umum, kesadaran, tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi,
frekuensi napas, dan suhu), bila fasilitas tersedia, pantau saturasi oksigen dengan
alat pulse oxymetry.
Terapi suportif : oksigen, cairan, dll. (Nurarif, 2015, p. 3)
Profilaksis menggunakan oseltamivir
Perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya penularan dari manusia ke manusia,
namun penggunaan profilaksis oseltamivir sebelum terpajan tidak
dianjurkan.Oseltamivir diberikan pada petugas yang terpajan pada pasien dengan
jarak < 1 m tanpa menggunakan APD. Bagi mereka yang terpajan lebih 7 hari yang
lalu, profilaksis tidak dianjurkan kelompok resiko tinggi, untuk mendapat
profilaksis dengan ketentuan:

Petugas kesehatan yang kontak erat dengan pasien suspek atau konfirmasi H5N1
misalnya pada saat intubasi atau melakukan suction trakea, memberikan obat
dengan menggunakan nebulisasi, atau menangani cairan tubuh tanpa APD yang
memadai.Termasuk petugas LAB yang tidak menggunakan APD dalam menangani
sampel virus
Anggota keluarga yang kontak erat dengan pasien konfirmasi terinfeksinya H5N1.
Dasar pemikirannya adalah kemungkinan mereka terpajan terhadap lingkungan
atau unggas yang menularkan penyakit.
Antiviral
Pengobatan
Antiviral diberikan secepat mungkin (48 jam pertama)

Dewasa atau anak > 13 tahun oseltamivir 2x 75 mg perhari selama 5 hari


Anak >1 tahun dosis oseltamivir 2mg/kg BB sehari selama 5 hari
Dosis oseltamivir dapat diberikan sesuai dengan berat badan berikut:
>40 kg : 75 mg 2x/hari

>23 – 40 kg: 60 mg 2x/hari

>15 – 23 kg: 45 mg 2x/hari

<15 kg: 30 mg 2x/hari

Pada percobaan binatang tidak ditemukan efek teratogenik dan gangguan


fertilitaspada penggunaan oseltamivir. Saat ini belum tersedia data lengkap
mengenai kemungkinan terjadi malformasi atau kematian janin pada ibuyang
mengkonsumsi oseltamivir. Karena itu oseltamivir pada wanita hamil hanya dapat
diberikan bila potensi manfaat lebih besar dari potensi resiko pada janin.
Profilaksis
Profilaksis 1×75 mg diberikan pada kelompok resiko tinggi terpajan sampai 7-10
hari dari pajanan terakhir. Penggunaan profilaksis jangka panjang dapat diberikan
maksimal 6-8 minggu sesuai dengan profilaksis pada influenza musiman. (Nurarif,
2015, p. 4)

Pengobatan lain
Antibiotic spectrum luas yang mencakuo kuman tipikal dan atipikal.
Metilprednisolon 1-2 mg/kg BB IV diberikan pada pneumonia berat, ARDS atau
pada syok sepsis yang tidak respons terhadap obat-obat vasopressor.
Terapi lain seperti simptomatik, vitamin, dan makanan bergizi.
Rawat di ICU sesuai indikasi
Perawatan intensif
Kriteria pneumonia berat; jika dijumpai salah satu dibawah ini:

Frekuensi napas >30x/menit


PaO2/FiO2<300
Foto toraks paru menunjukan kelainan bilateral
Foto toraks paru melibatkan >2 lobus
Tekanan sistolik <90mmHg
Tekanan diastolic <90mmHg
Membutuhkan ventilasi mekanik
Infiltrate bertambah >50%
Membutuhkan vasopressor >4 jam (septik syok)
Serum kreatinin
Kriteria perawatan diruang rawat intensif:

Gagal nafas
Jika terjadi gangguan ventilasi dan perfusi, maka pada pemeriksaan AGD( analisis
gas darah) ditemukan:

PaCO,60 torr
Ratio PaO,/FiO,;
<200 untuk ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrom)

<300 untuk ALI (Acute Lung Injury)

Frekuensi napas >30x/menit


Syok (dapat hipovelemik, distributive, kardiogenik ataupun obstruktif)
Tekanan darah sistolik < 90mmHg (dewasa) atau untuk anak tekanan arteri rata-
rata (TAR) < 50 mmHg, yang telah dilakukan resusitasi cairan dan membutuhkan
inotropic/ vasopressor >4 jam. Sebaiknya dengan menggunakan kateter vena
sentral.

1 dan 2 memerlukan bantuan ventilator mekanik


Jika dengan ventilator mekanik, maka dianjurkan menggunakan respirator dengan
pressure cycle, dengan pengaturan awal:
Mode: pressure control ventilation
Volume Tidal: 6-8 cc / kgBB
PEEP>5Cm H20
Frekuensi Napas: 12x/menit
FiO2:1.0 (100%)
Tekanan Inspirasi : mulai dari 10 Cm H20
Maaka harus dilakukan pemeriksaan AGD 30 menit setelah setting awal. Sasaran
yang ingin dicapai adalah mempertahankan PaO2 diatas 100 torr dan sat o2 diatas
95% dengan Fio2 dibawah 60%.

Dapat digunakan NIPPV ( Non invasive positive pressure ventilation).


Dapat disapih dari respirator kalau:
Keadaan umum pasien sudah membaik, kesadaran tanpa sedasi
Nutrisi adekuat dengan cairan adekuat
Bebas infeksi
Hermodinamik stabil tanpa inotropic atau vasopressor.
Status asam basa dan elektrolit stabil
Tidak ada bronkospasma
Oksigenasi baik dengan FiO2<0,5 dengan PEEP<5 cmH2O
Weaning parameter : frekuensi pernapasan/VI<100, frekuensi pernapasan :
30x/menit, Vt : 6-8 CC/kgBB.(Nurarif, 2015, pp. 5-6)

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1.PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Umur
Flu burung biasanya menyerang sekelompok entitas (orang-orang jompo dan paling
banyak didominasi oleh anak-anak. (Akoso, 2013, p. 3)

b. Suku Bangsa
Kasus terbanyak dari Vietnam, thailand, kamboja, dan terakhir indonesia (J.Kunoli,
2012, p. 164)

c. Pekerjaan
Flu burung berisiko tinggi menyerang pada pekerja pertenakan unggas (Akoso, 2013,
p. 12)

2. Status Kesehatan Klien Saat Ini


a. Keluhan utama
Keluhan utama yang terjadi adalah sesak nafas yang merupakan salah satu tanda
terjadi infeksi di paru-paru (pneumoni), batuk, pilek, nyeri otot, peningkatan suhu
tubuh dan sakit tenggorokan. (Wahid, 2013, p. 194)

b. Alasan Masuk Rumah Sakit


Biasanya pasien mengalami myalgia, demam tinggi, sakit kepala, nyeri otot, pilek,
batuk, dan gangguan pernapasan. (Wahid, 2013, p. 194)

c. Riwayat Penyakit Sekarang


Riwayat penyakit sekarang ditemukannya demam (suhu >38˚C) sesak nafas, sakit
tenggorokan, batuk, pilek dan diare. (Nurarif, 2015, p. 1)

d. Riwayat kesehatan terdahulu


Riwayat kesehatan dahulu
Mengkaji apakah ada riwayat sakit paru-paru atau tidak. Serta mengkaji riwayat
perjalanan dalam waktu 7 hari sebelumnya apakah melakukan kunjungan ke daerah
atau tempat tinggal diwilayah yang terjangkit flu burung, mengkonsumsi unggas
sakit, kontak dengan unggas atau orang yang positif flu burung. (Wahid, 2013, p.
194)

e. Riwayat kesehatan keluarga


Penyakit flu burung tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan apakah
penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga yang lainnya sebagai factor
predisposisi penularan didalam rumah. (Wahid, 2013, p. 195)

f. Riwayat pengobatan
Dosis oseltavimir 75 mg per oral sekali sehari selama 1 minggu. Bila dibersihkan
dengan kreatinin 10-30 ml/menit, oseltavimir diberikan setiap 2 hari sekali. (Nelwan,
2014, p. 727)

2.PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum
Lemah, demam, radang tenggorokan, sesak nafas. (Nurarif, 2015, p. 1)
b. Kesadaran
Pada pasien H5N1 kesadaran penuh.
c. Tanda-tanda Vital
TD : pada pasien flu burung terjadi peningkatan tekanan darah.
Nadi : takikardi dan dispneu
RR : melebihi normal
Suhu : lebih dari 38˚C (Nurarif, 2015, p. 1)
Body system
Sistem Pernafasan
- Inspeksi : Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan, Tonsil tampak
kemerahan dan edema, Biasanya terdapat secret atau lendir pada daerah hidung,
hidung tampak kemerahan, Adanya batuk
- Palpasi : tidak teraba adanya pembesaran kelenjar limfe, Tidak adanya pembesaran
kelenjar tiroid.
- Perkusi : area paru sonor/ hipersonor/ dullness
- Auskultasi : suara nafas area vesikuler. (Wahid, 2013, p. 195)

Sistem persyarafan
- Inspeksi : Pada penderita flu burung pasien tampak lemah, tidak bisa bangun dan
beriteraksi dengan baik serta pasien tidak mau disentuh karena sakit saat disentuh.
(Nurarif, 2015, p. 1)

Sistem pengindraan
Pemeriksaan mata
- Inspeksi : kesimetrisan mata, ada tidaknya oedem pada kelopak
mata/palpebra,konjungtivitis dan sklera tidak ada perubahan warna.

Pemeriksaan telinga
- Inspeksi : bentuk simetris,terdapat serumen, tidak terdapat benjolan, tidak
terdapat hiperpigmentasi.
- Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan.

Pemeriksaan hidung
- Inspeksi : amati bentuk tulang hidung dan posisi septum nasi (adakah
pembengkokan atau tidak,) terdapat secret atau tidak,
- Palpasi :ada atau tidaknya terdapat nyeri tekan, dan masa
Pemeriksaan mulut
- Inspeksi : amati bibir (kelainan konginetal : labioseisis, palatoseisis atau
labiopalatoseisis), warna lidah terdapat perdarahan atau tidak, ada abses atau tidak.
(Nurarif, 2015, p. 1)

Sistem kardiovaskular
- Inspeksi : ada atau tidak adanya nyeri tekan
- Auskultasi : ada atau tidaknya suara tambahan
- Palpasi : pada dinding torak teraba lemah/ kuat/ tidak teraba
- Perkusi : batas-batas jantung
Batas atas ( N = ICS II)
Batas bawah(N = ICS V)
Batas kiri (N = ICS Vmid clavikula sinistra)
Batas kanan (N = ICS IV mid sternalis dextra)
Terjadinya takikardi disebabkan karena takipneau.

Sistem pencernaan
- Inspeksi : bentuk abdomen, massa/ benjolan, bayangan pembuluh darah vena
- Auskultasi : frekuensi peristaltic usus 20 x/menit
- Palpasi : lakukan palpasi abdomen untuk menentukan lemah, keras atau distensi,
adanya nyeri tekan, dan adanya massa atau asites
Gangguan pada gaster yang menyebabkan mual dan muntah serta diare pada
penderita flu burung. (Wahid, 2013, p. 196)

Sistem endokrin
Tidak ada perubahan pada sistem endokrin pasien flu burung. (Pohan, 2014, p. 722)

Sistem perkemihan
- Inspeksi : sebagian besar penderita flu burung mengalami gangguan ginjal berupa
peningkatan ureum dan kreatinin. (Wahid, 2013, p. 196)
Sistem muskuluskletal
- Inspeksi dan Palpasi : Terjadi kelemahan otot karena kurangnya daya dahan tubuh
dan mengalami nyeri. (Nurarif, 2015, p. 1)

Sistem integumen
- Inspeksi : Kulit menjadi kehitaman atau keabuan
- Palpasi : turgor tidak kembali dalam 2 detik. (Nurarif, 2015, p. 1)

Sistem imun
kelainan laboratorium, leukopenia, limfopenia, dan trombositopenia sering terjadi
pada pasien flu burung. (Akoso, 2013, p. 12)

Sistem reproduksi
Tidak ada perubahan pada sistem reproduksi pasien flu burung. (Wahid, 2013)

Pemeriksaan penunjang
Menurut (Nurarif, 2015, p. 2) pemeriksaan penunjang pada flu burung yaitu:
- Pemeriksaan kimia darah
Albumin, globulin, SGOT, SGPT, Ureum, Kreatinin Kinase, Analisis gas darah.
Umumnya dijumpai penurunan albumin, peningkatan SGOT dan SGPT, peningkatan
ureum dan kreatinin, peningkatan kreatin kinase. Analisis Gas Darah dapat normal
atau abnormal. Kelainan laboratorium sesuai dengan perjalanan penyakit dan
komplikasi yang ditemukan.

- Pemeriksaan Hematologi
Hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, limfosit total. Umumnya
ditemukan lekopeni, limfositopeni dan trombositopeni.

- Uji RT-PCR (Reverse transcription Polymerase Chain Reaction) untuk H5


Biakan dan identifikasi virus influenza A suptipe H5N1

- Uji serologi
Uji penapisan : rapid test mendeteksi influenza A, ELISA untuk mendeteksi H5N1

- Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan foto toraks PA dan lateral harus dilakukan pada setiap tersangka flu
burung. Gambaran infiltrat di paru menunjukkan bahwa kasus ini adalah penumonia.
Pemeriksaan lain yang dianjurkan adalah pemeriksaan CTScan untuk kasus dengan
gejala klinik flu burung tetapi hasil foto toraks normal sebagai langkah diagnostik
dini.

- Pemeriksaan Post Mortem


Pada pasien yang meninggal sebelum diagnosis flu burung tertegakkan, dianjurkan
untuk mengambil sediaan postmortem dengan jalan biopsi pada mayat (necropsi),
specimen dikirim untuk pemeriksaan patologi anatomi dan PCR.
3.Analisa data
Menurut PPNI, T. P. (2017)
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1 DS: Dispnea,sulit bicara, Virus Bersihan jalan
ortopnea  nafas tidak efektif
DO: batuk tidak efektif, Endotoksin
tidak mampu batuk, sputum 
berlebih, mengi, wheezing Proses peradangan
dan ronkhi kering, 
mekonium dijalan Histamin
nafas(pada neonatus)gelisah 
,sianosis, bunyi nafas Peningkatan sekret
menurun, frekuensi nafas 
berubah, pola nafas Batuk
berubah. 
Bersihan jalan nafas
tidak efektif
DS: Mengeluh lelah, dispnea Virus Intoleransi
saat/setelah aktivitas,  aktivitas
merasa tidak nyaman Endotoksin
setelah beraktivitas, merasa 
lemah Proses peradangan
DO: Frekuensi jantung 
meningkat>20% dari kondisi Bradikinin
istirahat 
, tekanan darah Vasodilatasi
berubah>20% dari kondisi 
istirahat, gambaran EKG Peningkatan
menunjukan aritmia permeabilitas
saat/setelah aktivitas, kapiler
Gambaran EKG menunjukan 
iskemia, sianosis Peningkatan
tekanan osmotik

Pembengkakan sel

Penyumbatan
hidung, sinus, dan
saluran udara

Lemah dan lemas

Intoleransi aktivitas
DS : - Virus Hipertermi
DO: Suhu tubuh diatas nilai 
normal, kulih merah, kejang, Endotoksin
takikardi, takipnea, kulit 
terasa hangat. Proses Peradangan

Hipertermi

4.DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut PPNI, T. P. (2017)
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d spasme jalan nafas, hipersekresi jalan nafas,
sekresi yang tertahan, disfungsi neuromuskuler, adanya jalan nafas buatan d.d
dispnea, sulit bicara, ortopnea,batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum
berlebih, mengi,wheezing/ronkhi kering, mekonium dijalan napas(pada
neonatus), gelisah, sianosis,bunyi nafas menurun, frekuensi napas berubah, pola
nafas berubah.
2. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen, tirah baring, kelemahan, imobilitas, gaya hidup monoton d.d frekuensi
jantung meningkat>20% dari kondisi istirahat
, tekanan darah berubah>20% dari kondisi istirahat, gambaran EKG menunjukan
aritmia saat/setelah aktivitas, Gambaran EKG menunjukan iskemia, sianosis
3.Hipertermia b.d Proses penyakit, peningkatan laju metabolisme, aktivitas
berlebihan d.d suhu tubuh di atas nilai normal, mengigil, kulit merah, Takikardi,
Takipnea, kulit terasa hangat.

5.INTERVENSI KEPERAWATAN
Menurut PPNI, T. P. (2018)
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI Rasional
KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan A. Intervensi A. Intervensi Utama
tidak efektif b.d tindakan Utama a.Latihan batuk
spasme jalan nafas, keperawatan selama a.Latihan batuk efektif
hipersekresi jalan 1×24 jam maka efektif  Observasi
nafas, sekresi yang bersihan jalan nafas  Observasi 1. Untu mengetahui
tertahan, disfungsi meningkat dengan 1. identifikas kemampuan batuk
neuromuskuler, kriteria hasil : i 2. Untuk
adanya jalan nafas mengetahui adanya
1. Batuk efektif kemampu
bantuan d.d retensi sputum
meningkat an batuk
DS: Dispnea, sulit 3. Untuk
bicara, ortopnea 2. Produksi 2. Monitor
mengetahui tanda
DO: Batuk tidak sputum adanya dan gejala infeksi
efektif, tidak mampu menurun retensi saluran nafas
batuk, sputum 3. Mengi sputum 4. Untuk
berlebih, menurun 3. Monitor mengetahui input
mengi,wheezing dan 4. Whezzing tanda dan dan output cairan
ronkhi kering, menurun gejala  Terapeutik
mekonium dijalan 5. Mekonium infeksi 1. Untuk
nafas, gelisah, menurun saluran memberikan posisi
sianosis, bunyi nafas 6. Dispnea nafas nyaman
menurun ,frekuensi menurun 4. Monitor 2. Untuk
napas berubah, pola 7. Ortopnea input dan memudahkan
nafas berubah. menurun output proses tindakan 3.
8. Sulit bicara cairan Untuk membuang
menurun  Terapeuti sekret pada tempat
9. Sianosis sputum
k
menurun  Edukasi
1. Atur
1. Untuk
10. Gelisah posisi
mengetahui tujuan
menurun semi
dan prosedur batuk
11. Frekuensi fowler
nafas atau efektif
membaik fowler 2. Untuk
12. Pola nafas 2. Pasang menganjurkan tarik
membaik perlak nafas dalam melalui
dan hidung selama 4
bengkok detik, ditahan
dipangku selama 2 detik,
kemudian keluarkan
an pasien
dari mulut denfan
3. Buang
bibir
sekret mencucu(dibulatkan
pada ) selama 8 detik
tempat 3. Untuk
sputum menganjurkan
 Eduka mengulangi tarik
si nafas dalam hingga
 jelaskan 3 kali
tujuan 4. Untuk
dan menganjurkan
prosedur batuk dengan kuat
batuk langsung setelah
efektif tarik nafas dalam
 Anjurkan yang ke 3
tarik  Kolaborasi
1. Untuk
nafas
mengkolaborasikan
dalam
pemberian
melalui mukolitik atau
hidung ekspektoran,jika
selama 4 perlu.
detik, B.Intervensi
ditahan Pendukung
selama 2 b.Edukasi
detik, pengukuran
kemudian respirasi
keluarkan
dari  Observasi
mulut 1. Untuk
denfan memberikan
bibir kesiapan dan
mencucu( kemampuan
dibulatka menerima informasi
n) selama  Terapeutik
1. Untuk
8 detik
menyediakan materi
 Anjurkan
dan media
mengulan pendidikan
gi tarik kesehatan
nafas 2. Untuk
dalam menjadwalkan
hingga 3 pendidikan
kali kesehatan sesuai
 Anjurkan kesepakatan
batuk 3. Untuk
dengan memberikan
kuat kesempatan untuk
bertanya
langsung
4. Untuk
setelah
memberikan
tarik
Dokumentasi dari
nafas hasil pengukuran
dalam respirasi
yang ke 3  Edukasi
 Kolaboras 1. Untuk
i menjelaskan tujuan
1. Kolab dan prosedur yang
orasi akan dilakukan
pemb 2. Untuk
erian mengajarkan cara
mukol menghitung
itik respirasi dengan
atau mengamati naik
ekspe turunnya dada saat
ktoran bernafas
3. Untuk
,jika
mengajarkan cara
perlu.
menghitung
B.Intervensi respirasi selama 30
Pendukung detik dan kalikan
b.Edukasi dengan 2 atau
pengukuran hitung selama 60
respirasi detik jika respirasi
 Observasi tidak teratur.
1. Identifika
si
kesiapan
dan
kemampu
an
menerima
informasi
 Terapeuti
k
1. Sediakan
materi
dan
media
pendidika
n
kesehatan
2. Jadwalka
n
pendidika
n
kesehatan
sesuai
kesepakat
an
3. Berikan
kesempat
an untuk
bertanya
4. Dokumen
tasikan
hasil
pengukur
an
respirasi
 Eduka
si
1.Jelaskan tujuan
dan prosedur
yang akan
dilakukan
2.Ajarkan cara
menghitung
respirasi dengan
mengamati naik
turunnya dada
saat bernafas
3.Ajarkan cara
menghitung
respirasi selama
30 detik dan
kalikan dengan 2
atau hitung
selama 60 detik
jika respirasi
tidak teratur.
2. Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan A.Intervensi A.Intervensi Utama
b.d tindakan Utama a.Manajemen
Ketidakseimbangan keperawatan selama a.Manajemen Energi
antara suplai dan 1×24 jam maka Energi  Observasi
kebutuhan oksigen, toleransi aktivitas  Observasi 1. Untuk
tirah baring, meningkat dengan 1. Identifika mengetahui
kelemahan, kriteria hasil: si gangguan fungsi
imobilitas, gaya hidup 1. Frekuensi gangguan tubuh yang
monoton d.d nadi fungsi mengakibatkan
DS: Mengeluh lelah, meningkat tubuh kelelahan
dispnea saat/setelah 2. Saturasi yang 2. Untuk
aktivitas, merasa tidak oksigen mengakib mengetahui
nyaman setelah meningkat atkan kelelahan fisik dan
beraktifitas, merasa 3. Kemudahan kelelahan emosional
lemah dalam 2. Monitor 3. Untuk
DO: frekuensi jantung melakukan kelelahan mengetahui pola
meningkat>20% dari aktivitas fisik dan dan jam tidur
kondisi istirahat, sehari hari emosiona 4. Untuk
tekanan darah meningkat l mengetahui lokasi
berubah>20% dari 4. Kecepatan 3. Monitor dan
kondisi istirahat, berjalan pola dan ketidaknyamanan
gambaran EKG meningkat jam tidur selama melakukan
menunjukan aritmia 5. Jarak berjalan 4. Monitor aktivitas
saat/setelah aktivitas, meningkat lokasi dan  Terapeutik
Gambaran EKG 6. Kekuatan ketidakny 1. Untuk
menunjukan iskemia, tubuh bagian amanan menyediakan
sianosis atas selama lingkungan nyaman
meningkat melakuka dan rendah
7. Kekuatan n aktivitas stimulus(mis.cahay
tubuh bagian  Terapeuti a, suara,
bawah k kunjungan)
meningkat 1. Sediakan 2. Untuk
8. Toleransi lingkunga memberikan
dalam n nyaman latihan rentang
menaiki dan gerak pasif atau
tangga rendah aktif
meningkat stimulus( 3. Untuk
9. Keluhan lelah mis.cahay memberikan
menurun a, suara, aktivitas distraksi
10. Dispnea saat kunjunga yang menenangkan
aktivitas n) 4. Untuk
menurun 2. Lakukan memberikan
11. Dispnea latihan Fasilitas duduk
setelah rentang disisi tempat tidur,
aktivitas gerak jika tidak dapat
menurun pasif atau berpindah atau
12. Perasaan aktif berjalan
lemah 3. Berikan  Edukasi
menurun aktivitas 1. Untuk
13. Aritmia saat distraksi menganjurkan tirah
aktivitas yang baring
menurun menenan 2. Untuk
14. Artimia gkan menganjurkan
setelah 4. Fasilitasi melakukan aktivitas
aktivitas duduk secara bertahap
menurun disisi 3. Untuk
15. Sianosis tempat menganjurkan
menurun tidur, jika menghubungi
16. Warna kulit tidak perawat jika tanda
membaik dapat dan gejala
17. Tekanan berpindah kelelahan tidak
darah atau berkurang
membaik berjalan 4. Untuk
18. Frekuensi  Edukasi mengajarkan
napas 1. Anjurkan strategi koping
membaik tirah untuk mengurangi
19. EKG iskemia baring kelelahan
membaik 2. Anjurkan  Kolaborasi
melakuka 1. Untuk
n aktivitas mengkolaborasi
secara dengan ahli gizi
bertahap tentang cara
3. Anjurkan meningkatkan
menghub asupan makanan.
ungi
perawat B.Intervensi
jika tanda Pendukung
dan gejala a.Dukungan
kelelahan ambulasi
tidak
berkurang  Observasi
4. Ajarkan 1. Untuk
strategi mengetahui adanya
koping nyeri atau keluhan
untuk fisik lainnya
menguran 2. Untuk
gi mengetahui
kelelahan tolernasi fisik
 Kolaboras melakukan
i ambulasi
1. Kolaboras 3. Untuk
i dengan mengetahui
ahli gizi frekuensi jantung
tentang dan tekanan darah
cara sebelum memulai
meningka ambulasi
tkan 4. Untuk
asupan mengetahui kondisi
makanan. umum selama
B.Intervensi melakukan
Pendukung ambulasi
a.Dukungan  Terapeutik
ambulasi 1. Untuk
 Observasi memfasilitasi
1. Identifika aktivitas ambulasi
si adanya dengan alat
nyeri atau bantu(mis. tongkat,
keluhan kruk)
fisik 2. Untuk
lainnya memfasilitasi
2. Identifika melakukan
si mobilisasi fisik,jika
tolernasi perlu
fisik 3. Untuk
melakuka melibatkan
n keluarga untuk
ambulasi membantu pasien
3. Monitor dalam
frekuensi meningkatkan
jantung ambulasi
dan  Edukasi
tekanan 1. Untuk
darah mengetahui tujuan
sebelum dan prosedur
memulai ambulasi
ambulasi 2. Untuk melakukan
4. Monitor ambulasi dini
kondisi 3. Untuk melakukan
umum ambulasi sederhana
selama yang harus
melakuka dilakukan(mis.
n berjalan dari
ambulasi tempat tidur ke
 Terapeuti kursi roda, berjalan
k dari tempat tidur
1. Fasilitasi kekamar mandi,
aktivitas berjalan sesuai
ambulasi toleransi)
dengan
alat
bantu(mis
. tongkat,
kruk)
2. Fasilitasi
melakuka
n
mobilisasi
fisik,jika
perlu
3. Libatkan
keluarga
untuk
membant
u pasien
dalam
meningka
tkan
ambulasi
 Edukasi
1. Jelaskan
tujuan
dan
prosedur
ambulasi
2. Anjurkan
melakuka
n
ambulasi
dini
3. Ajarkan
ambulasi
sederhan
a yang
harus
dilakukan
(mis.
berjalan
dari
tempat
tidur ke
kursi
roda,
berjalan
dari
tempat
tidur
kekamar
mandi,
berjalan
sesuai
toleransi)

3. Hipertermi b.d Setelah dilakukan A.Intervensi A.Intervensi Utama


dehidrasi, terpapar tindakan Utama a.Manajemen
lingkungan panas, keperawatan selama a.Manajemen Hipertermia
proses penyakit, 1×24 jam maka Hipertermia Observasi
ketidaksesuaian termoregulasi  Observasi Identifikasi
pakaian dengan suhu membaik dengan 1. Identifika penyebab
lingkungan, kriteria hasil : si hipertermia(mis.
peningkatan laju 1. Menggigil penyebab Dehidrasi, terpapar
metabolisme, respon menurun hiperterm lingkungan panas,
trauma, aktivitas 2. Kulit merah ia(mis. penggunaan
berlebihan, menurun Dehidrasi, inkubator)
penggunaan 3. Kejang terpapar Monitor suhu
inkubator d.d menurun lingkunga tubuh
DS :- 4. Akrosianosis n panas, Monitor kadar
DO: Suhu tubuh menurun pengguna elektrolit
diatas nilai normal, 5. Konsumsi an Monitor haluaran
kulit merah, kejang, oksigen inkubator urine
takikardi, takipnea, menurun ) Monitor komplikasi
kulit terasa hangat 6. Piloereksi 2. Monitor akibat hipertermia
menurun suhu Terapeutik
7. Vasokonstriks tubuh sediakan
i perifer 3. Monitor lingkungan yang
menurun kadar dingin
8. Kutis elektrolit Longgarkan atau
memorata 4. Monitor lepaskan pakaian
menurun haluaran 3.Basahi dan kipasi
9. Pucat urine permukaan tubuh
menurun 5. Monitor 4.Berikan cairan
10. Takikardi komplikas oral
menurun i akibat 5.Berikan oksigen
11. Takipnea hiperterm jika perlu
menurun ia Edukasi
12. Bradikardi  Terapeuti Anjurkan tirah
menurun k baring
13. Dasar kuku 1. sediakan kolaborasi
sianolik lingkunga kolaborasi
menurun n yang pemberian cairan
14. Hipoksia dingin dan elektrolit
menurun 2. Longgarka intravena jika perlu
15. Suhu tubuh n atau
membaik lepaskan
16. Suhu kulit pakaian
membaik 3.Basahi dan
17. Kadar kipasi permukaan
glukosa tubuh
darah 4.Berikan cairan
membaik oral
18. Pengisiaan 5.Berikan oksigen
kapiler jika perlu
membaik  Edukasi
19. Ventilasi 1. Anjurkan
membaik tirah
20. Tekanan baring
darah  kolaborasi
membaik 1. kolaborasi
pemberia
n cairan
dan
elektrolit
intravena
jika perlu

DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/document/379867033/Isi-Konsep-Dasar-Flu-Burung
https://id.scribd.com/document/360360645/Pathway-h5n1
http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=2462
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indicator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai