Anda di halaman 1dari 49

PENERAPAN SLOW DEEP BREATHING

TERHADAP PENURUNAN SKALA NYERI


PADA PASIEN ( TN/NY) DENGAN HIPERTENSI

LAPORAN STUDI KASUS


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar
Ahli Madya Keperawatan

ASRI FEBRIYANTI
E.0105.20.006

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
CIMAHI
2022
PENERAPAN SLOW DEEP BREATHING TERHADAP
PENURUNAN SKALA NYERI PADA PASIEN ( TN/NY)
DENGAN HIPERTENSI DI RUANG….. RSUD BAYU ASIH
PURWAKARTA 2023

LAPORAN TUGAS AKHIR


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar
Ahli Madya Keperawatan

ASRI FEBRIYANTI
E.0105.20.006

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
CIMAHI
2022
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ASRI FEBRIYANTI

NIM : E.0105.20.006

Program Studi : D3 Keperawatan

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa tulisan dalam Laporan Tugas

Akhir dengan judul Studi Kasus : Penerapan Slow Deep Breathing Terhadap

Penurunan Skala Nyeri Pada Pasien (TN/NY) Dengan Hipertensi Di Ruang....

RSUD Bayu Asih Purwakarta 2023 merupakan hasil pemikiran saya sendiri,

bukan pengutipan tulisan dari hasil karya orang lain yang saya akui sebagai

tulisan atau hasil pemikiran saya sendiri. Saya tidak melakukan plagiatisme atau

pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika yang berlaku dalam

tradisi keilmuan.

Apabila dikemudian hari terbukti bahwa Laporan Tugas Akhir ini adalah

hasil kutipan pemikiran orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas tindakan

tersebut.

Cimahi, Juni 20
Materai

Asri Febriyanti

iii
LEMBAR PERSETUJUAN
Laporan Tugas Akhir
oleh

ASRI FEBRIYANTI

E.0105.20.006

STUDI KASUS : PENERAPAN SLOW DEEP BREATHING


TERHADAP PENURUNAN SKALA NYERI PADA PASIEN
( TN/NY) DENGAN HIPERTENSI DI RUANG….. RSUD BAYU
ASIH PURWAKARTA 2023

telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan

Cimahi, …………………………

Pembimbing I Pembimbing II

Ns. Kiki R Amelia, M.Kep Ns. Anwar, S.Kep., Ners


NIP. NIP.
iv
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Tugas Akhir dengan judul

STUDI KASUS : PENERAPAN SLOW DEEP BREATHING


TERHADAP PENURUNAN SKALA NYERI PADA PASIEN
( TN/NY) DENGAN HIPERTENSI DI RUANG….. RSUD BAYU
ASIH PURWAKARTA 2023
oleh
ASRI FEBRIYANTI
E.0105.20.006

telah diujikan di depan dewan penguji pada tanggal ………….

Ketua Penguji Anggota Penguji Anggota Penguji

NIP. NIP. NIP.

Mengetahui
STIKes Budi Luhur Cimahi Program Studi D III Keperawatan
Ketua Ketua

SriWahyuni,S.Pd.,M.Kes,Ph.D Reini Astuti.S.Kp..M.Kep


NIP. NIP.

v
KATA PENGANTAR

Sebagai puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Studi Kasus yang berjudul Studi Kasus : Penerapan Slow Deep
Breathing Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Pasien (TN/NY) Dengan
Hipertensi Di Ruang.... RSUD Bayu Asih Purwakarta 2023
Studi Kasus ini merupakan salah satu syarat menyelesaikan program
Diploma III Keperawatan Di STIKes Budi Luhur Cimahi. Dalam pembuatan
Studi Kasus ini tidak lepas dari kesulitan serta hambatan. Namun berkat bantuan,
bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak akhirnya Studi kasus ini selesai
pada waktunya. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Sri Wahyuni, S.Pd., M.Kes, Ph.D selaku ketua STIKes Budi Luhur Cimahi
2. Yosi Oktri, AMK, S.Pd. SST., selaku wakil ketua I bidang akademik
STIKes Budi Luhur Cimahi.
3. Reini Astuti, S.Kp.,M.Kep selaku ketua Prodi D3 Keperawatan STIKes
Budi Luhur Cimahi.
4. Ns.Kiki R Amelia, M.Kep selaku pembimbing I yang telah memberikan
saran, masakan, arahan, dan bimbingan kepada penulis dalam penyusunan
Studi Kasus
5. Ns. Anwar, S.Kep., Ners selaku pembimbing II Studi Kasus yang telah
memberikan saran, masukan, arahan, dan bimbingan kepada penulis dalam
penyusunan Studi Kasus.

vi
6. ....... selaku penguji yang telah memberikan bimbingan dan memberikan
masukan-masukan yang bermanfaat bagi penyusunan laporan tugas akhir
ini.
7. Seluruh dosen dan stap akademik keperawatan STIKes Budi Luhur
Cimahi. Kepada Kedua Orang Tua yang selalu memberikan semangat
serta dukungan selama proses perkuliahan di STIKes Budi Luhur Cimahi.
8. Kepada seluruh keluarga Besar tercinta atas Dukungan, Motivasi, dan
Dorongannya selama perkuliahan di STIKes Budi Luhur Cimahi.
9. Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa D3 Keperawatan angkatan 2019
yang telah sama-sama berjuang dalam menyelesaikan laporan tugas akhir
ini, terima kasih dukungan dan motivasi yan telah diberikan.

Selanjutnya penulis menyadari bahwa penulisan Studi Kasus ini masih jauh
dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun
akan penulis terima dengan senang hati untuk perbaikan yang akan datang.
Penulis berharap semoga Studi Kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua amin.

Cimahi, 2022

Asri Febriyanti

PENERAPAN SLOW DEEP BREATHING TERHADAP PENURUNAN


SKALA NYERI PADA PASIEN ( TN/NY) DENGAN HIPERTENSI DI
RUANG….. RSUD BAYU ASIH PURWAKARTA 2023

vii
ASRI FEBRIYANTI
Ns.Kiki R Amelia, M.Kep, Ns. Anwar, S.Kep., Ners dan penguji

ABSTRAK
Latar Belakang: Hipertensi karena pada sebagian besar kasus tidak menunjukkan
gejala apapun hingga pada suatu hari hipertensi menjadi stroke dan serangan
jantung yang mengakibatkan penderitanya meninggal Gejalanya meliputi, pusing,
sakit kepala berat, mimisan dan leher kaku. Pengobatan hipertensi tidak dilakukan
dengan farmakologis saja menurut beberapa jurnal dan penelitian ada pengobatan
Non-farmakologis yang terbukti dapat menurunkan tekanan darah pada penderita
hipertensi salah satunya Teknik Slow Deep Breathing. Slow Deep Breathing
merupakan relaksasi yang dilakukan secara sadar untuk mengatur pernapasan
secara dalam dan lambat. Terapi relaksasi banyak digunakan dalam kehidupan
sehari-hari untuk dapat mengatasi berbagai masalah, misalnya stress, ketegangan
otot, nyeri, hipertensi, gangguan pernapasan, dan lain-lain.
Tujuan: Mengetahui pengaruh penerapan Slow Deep Breathing terhadap
penurunan skala nyeri pada pasien (TN/NY) dengan masalah Hipertensi di
ruangan .... RSUD Bayu Asih Purwakarta Metode: Metode dalam penulisan karya
tulis ilmiah ini adalah Studi kasus pada satu pasien dengan Penerapan Slow Deep
Breathing Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Pasien (TN/NY) Dengan
Hipertensi Di Ruang.... RSUD Bayu Asih Purwakarta dengan melakukan
pengkajian, observasi, wawancara, tensi meter, dan stetoskop untuk mengkur
tekanan darah, dan SOP (Standar Operasional Prosedur). Hasil : Selama
dilakukannya penerapan Slow Deep Breathing mengalami penurunan skala nyeri.
Berdasarkan hasil : selama penelitian di Ruangan... RSUD Bayu Asih
Purwakarta Selama .... hari pada pasien hipertensi adanya perbedaan tekanan
darah sebelum dilakukan dan sesudah dilakukan terapi, tekanan darah sebelum
dilakukan terapi adalah ..... mmHg (Hipertensi Derajat .... ), sedangkan tekanan
darah sesudah diberikan terapi adalah ..... mmHg (Normal). Simpulan dan Saran
: Setelah Penerapan Slow Deep Breathing Terhadap Penurunan Skala Nyeri
terdapat pengaruh terhadap menurunnya tekanan darah. Sehingga diharapkan
Penerapan Slow Deep Breathing dapat diterapkan oleh tenaga kesehatan sebagai
terapi nonfarmakologi untuk menurunkan tekanan darah.
Kata Kunci: Teknik Slow Deep Breathing, Tekanan darah, Hipertensi

APPLICATION OF SLOW DEEP BREATHING TO DECREASING PAIN


SCALE IN PATIENTS (TN/NY) WITH HYPERTENSION IN THE ROOM…..
RSUD BAYU ASIH PURWAKARTA 2023

ASRI FEBRIYANTI
Ns.Kiki R Amelia, M.Kep, Ns. Anwar, S.Kep., Ners dan penguji

viii
ABSTRACT

Introduction : Hypertension because in most cases it does not show any


symptoms until one day hypertension becomes a stroke and a heart attack which
results in the sufferer dying. Symptoms include dizziness, severe headaches,
nosebleeds and a stiff neck. According to several journals and studies, the
treatment of hypertension is not carried out pharmacologically, there are non-
pharmacological treatments that are proven to reduce blood pressure in people
with hypertension, one of which is the Slow Deep Breathing Technique. Slow deep
breathing is relaxation that is done consciously to regulate deep and slow
breathing. Relaxation therapy is widely used in everyday life to be able to
overcome various problems, such as stress, muscle tension, pain, hypertension,
respiratory problems, and others. Purpose: Changing the effect of implementing
Slow Deep Breathing on reducing the pain scale in patients (TN/NY) with
Hypertension problems in the room .... RSUD Bayu Asih Purwakarta Methode:
The method in writing this scientific paper is a case study in one patient with Slow
Application Deep Breathing on Decreasing the Pain Scale in Patients (TN/NY)
with Hypertension in the Room.... Bayu Asih Hospital Purwakarta by conducting
assessments, observations, interviews, blood pressure meters, and stethoscopes to
measure blood pressure, and SOP (Standard Operational Procedures). Results:
During the application of Slow Deep Breathing there was a decrease in the pain
scale. Analysis: during the study in Bayu Asih Hospital Purwakarta Room...
During .... days in hypertensive patients there was a difference in blood pressure
before and after therapy, blood pressure before therapy was ..... mmHg
(Hypertension Degree . ... ), while the blood pressure after being given therapy
is ..... mmHg (Normal). Discuscion: After the Application of Slow Deep Breathing
on Reducing the Pain Scale, there is an effect on reducing blood pressure. So it is
hoped that the application of Slow Deep Breathing can be applied by health
workers as a non-pharmacological therapy to reduce blood pressure.
Keywords: Slow Deep Breathing Technique, Blood Pressure, Hypertension

DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

LEMBAR PERSETUJUAN

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR............................................................................................iv
ix
ABSTRAK...............................................................................................................v

DAFTAR ISI...........................................................................................................vi

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................vii

DAFTAR TABEL................................................................................................viii

DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................ix

BAB I : PENDAHULUAN......................................................................................1

A. Latar Belakang Penelitian..................................................................1

B. Rumusan Masalah..............................................................................1

C. Tujuan Penelitian...............................................................................2

D. Manfaat Penelitian.............................................................................2

BAB II : TINJAUAN TEORITIS............................................................................3

A. Konsep Penyakit Hipertensi...............................................................3

B. Konsep Tekanan Darah......................................................................3

C. Konsep Nyeri .....................................................................................3

D. Konsep Teknik Slow Deep Breathing................................................3

E. Konsep Penerapan Teknik Slow Deep Breathing Terhadap Penuranan


Skala Nyeri Dengan Hipertensi................................................................3

BAB III : METODE PENELITIAN........................................................................4

A. Rancangan Penelitian.........................................................................4

B. Subjek Penelitian................................................................................4

C. Fokus Studi........................................................................................5

D. Definisi Operasional Fokus Studi......................................................5

E. Instrumen Penelitian..........................................................................5

x
F. Metode Pengumpulan Data................................................................6

G. Lokasi dan Waktu Penelitian.............................................................6

H. Penyajian Data...................................................................................6

I. Etika Penelitian...................................................................................6

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................7

A. Hasil Studi Kasus...............................................................................7

B. Pembahasan........................................................................................8

C. Keterbatasan Studi Kasus...................................................................8

BAB V : SIMPULAN DAN SARAN......................................................................9

A. Simpulan............................................................................................9

B. Saran.................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................11

xi
DAFTAR GAMBAR

xii
DAFTAR TABEL

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

1
BAB I
BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

1.1 Latar Belakang


Hipertensi karena pada sebagian besar kasus tidak menunjukkan gejala
apapun hingga pada suatu hari hipertensi menjadi stroke dan serangan jantung
yang mengakibatkan penderitanya meninggal (Sumartini & Miranti, 2019).
Hipertensi terjadi karena beban kerja jantung yang berlebih saat memompa
darah keseluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi oleh
tubuh. Dimana pada Saat ini penyakit degeneratif dan kardiovaskuler adalah
salah satu masalah kesehatan masyarakat (Sartika, Wardi, & Sofiani, 2018).
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi dibagi menjadi
dua kelompok besar yaitu faktor yang tidak dapat dikendalikan seperti jenis
kelamin, umur, genetik, ras dan faktor yang dapat dikendalikan seperti pola
makan, diabetes melitus, kebiasaan olah raga, konsumsi garam, kopi, alkohol
dan stres. Terjadinya hipertensi perlu peran beberapa faktor risiko secara
bersama sehingga dapat dikatakan bahwa satu faktor risiko saja belum dapat
menimbulkan hipertensi(Azhari, 2019).
Data WHO menyatakan bahwa diseluruh dunia terdapat sekitar 972
juta orang atau 26,4% penghuni bumi menderita hipertensi, angka ini akan
meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025 (Tarwoto, 2012). Dari 972 juta
penderita hipertensi, 333 juta berada di Negara maju dan 639 sisanya berada di
Negara berkembang, termasuk Indonesia. Prevalensi hipertensi di Indonesia
pada golongan umur 50 tahun masih 10%, tetapi diatas 60 tahun angka
tersebut terus meningkat mencapai 20-30% (Aspiani, 2014). Berbagai
penelitian melaporkan bahwa 1.3-28.6% penduduk diatas 20 tahun adalah
penderita hipertensi. Prevalensi hipertensi pada usia kurang dari 31 tahun 5%,
usia antara 31-44 tahun 8-10%, usia lebih dari 45 tahun sebesar 20%.
Berdasarkan pengukuran tekanan darah lansia hipertensi di Indonesia dihitung
dari umur 55-64 tahun 20,5%, umur 65-74 tahun 26.4% dan umur 75 ke atas
sebesar 27.7%, sedangkan di NTB dihitung dari umur 55-64 tahun 44,8%,
umur 65-74 tahun 57.2% dan umur 75 ke atas sebesar 65.4% (Nafi'ah, P, &
Mustayah, 2020).
Penderita hipertensi sering kali perlu mengkonsumsi obat secara
teratur untuk mengontrol tekanan darah. Tindakan sudah banyak dilakukan
dan tersedia banyak obat untuk mengatasi hipertensi, dikutip dari
pharmaceutical care untuk penyakit hipertensi, terapi farmakologis
membutuhkan waktu yang lama serta memberikan efek samping, seperti
contoh pemberian captopril, pemberian obat tersebut dapat menyebabkan
hiperkalemia pada pasien dengan penyakit ginjal kronis terhadap tubuh dan
dapat menyebabkan gagal ginjal pada pasien dengan renal arteri stenosis.
Kondisi ini dapat membutuhkan biaya yang mahal, dan waktu yang panjang.
Selain itu beberapa terapi jenis obat tertentu tidak menimbulkan efek
penurunan tekanan darah secara signifikan, oleh karena itu dibutuhkan terapi
pendamping yaitu terapi komplementer (Siswanti & Purnomo, 2018)
Pada kasus hipertensi berat, gejala yang dialami penderita Hipertensi
menyebabkan pembuluh darah menebal dan timbul arteriosklerosis yang
mengakibatkan perfusi jaringan menurun dan berdampak kerusakan organ
tubuh diantaranya infark miokard, stroke. gagal jantung, dan gagal
ginjal(Nafi'ah et al., 2020).
Gejala umum yang dialami penderita hipertensi antara lain nyeri
kepala, epitaksis, pusing dan tinnitus yang berhubungan dengan naiknya
tekanan darah (Tambayong, 2017). Gejala yang sering muncul pada penderita
hipertensi salah satunya adalah nyeri kepala. Nyeri kepala timbul mulai 30
menit sampai dengan 1 jam, karena peningkatan tekanan intrakranial
diklasifikasikan dalam nyeri akut (Doenges, 2010; Guyton & Hall, 2012).
Nyeri akut menurut buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
merupakan pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3
bulan (PPNI, 2017). Mekanisme nyeri kepala disebabkan oleh rusaknya
vaskularisasi, yang dicetuskan dari peningkatan tekanan darah (hipertensi).
Hal ini berdampak pada seluruh pembuluh perifer. Perubahan struktur dalam
pembuluh arteri-arteri kecil dan arteriola mampu menyebabkan penyumbatan
pembuluh darah (vasokontriksi). Apabila pembuluh darah vasokontriksi maka
aliran darah pada pembuluh arteri akan terganggu. Jaringan yang terganggu ini
berdampak pada penurunan kadar oksigen dan peningkatan karbondioksida,
sehingga terjadi proses metabolisme anaerob dalam tubuh yang meningkatkan
asam laktat dan menstimulasi peka nyeri kapiler pada serebral (Price dan
Wilson, 2006 dalam Rahayu, 2020). Kondisi ini pada akhirnya akan
menimbulkan ketidaknyamanan (Uliyah & Hidayat, 2019).
Ketidaknyamanan karena nyeri akut pada penderita hipertensi dapat
diminimalkan dengan terapi nonfarmakologis (Mayrani & Hartati, 2013).
Reduksi nyeri sebagai indikator fisiologis tingkat kenyamanan pada
pasien sehingga sejalan dengan teori model keperawatan Kolcaba yakni model
comfort food of the soul (intervensi kenyamanan psikologis) yang mana
dikatakan kenyamanan apabila lebih dari tidak adanya nyeri, cemas, dan
ketidaknyamanan fisik lainnya pada pasien (Kolcaba, 2011).
Nyeri Akut dalam SDKI (2017) masuk dalam sub kategori
kenyamanan yaitu rasa sejahtera atau nyaman secara mental, fisik dan sosial,
serta dalam kelas kenyamanan fisik yang diartikan sebagai rasa sejahtera dan
atau bebas dari rasa nyeri. Hal ini tentunya berkaitan dengan teori comfort
menurut Kolcaba, (2013) yang mendefinisikan kebutuhan pelayanan
kesehatan sebagai suatu kebutuhan akan kenyamanan.
Hal ini sesuai dengan tiga tipe intervensi kenyamanan yaitu teknis
tindakan kenyamanan dengan melakukan manajemen nyeri dengan tujuan
membantu atau mengembalikan fungsi fisik dan kenyamanan (standart
intervention), memurukan kecemasan (coaching atau pembinaan), dan comfort
food of the soul meliputi intervensi yang menjadikan sugesti kenyamanan.
Salah satu terapi nonfarmakologis yang dapat digunakan untuk
mengontrol tekanan darah adalah dengan latihan Slow Deep Breathing. Slow
Deep Breathing adalah suatu aktivitas untuk mengatur pernapasan secara
lambat dan dalam yang aktivitasnya disadari oleh pelakunya, metode bernapas
yang frekuensi napasnya kurang atau sama dengan 10 kali per menit dengan
fase ekshalasi yang panjang Pada saat relaksasi terjadi perpanjangan serabut
otot, menurunnya pengiriman impuls saraf ke otak, menurunnya aktivitas otak,
dan fungsi tubuh yang lain, karakteristik dari respon relaksasi ditandai oleh
menurunnya denyut nadi, jumlah pernafasan dan penurunan tekanan darah
(Septiawan, Permana, & Yuniarti, 2018).
Slow deep breathing merupakan relaksasi yang dilakukan secara sadar
untuk mengatur pernapasan secara dalam dan lambat. Terapi relaksasi banyak
digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk dapat mengatasi berbagai
masalah, misalnya stress, ketegangan otot, nyeri, hipertensi, gangguan
pernapasan, dan lain-lain. Relaksasi merupakan keadaan menurunnya kognitif,
fisiologi, dan perilaku. Slow Deep Breathing merangsang sekresi
neurotransmitter endorphin pada sistem syaraf otonom yang berefek pada
penurunan kerja syaraf simpatis dan meningkatkan kerja syaraf parasimpatis
yang efeknya dapat mempengaruhi denyut jantung menjadi lebih lambat dan
terjadiya vasodilatasi pada pembuluh darah. Keefektifan latihan ini dilakukan
sebanyak 6x/menit bernafas normal dan kontrol pernafasan lambat pada
penderita hipertensi. Pernapasan lambat meningkatkan sensitivitas baroreflex
dan mengurangi aktivitas simpatis dan aktivasi chemoreflex, itu menunjukkan
efek berpotensi menguntungkan dalam hipertensi dimana baroreflex adalah
sistem dalam tubuh yang mengatur tekanan darah dengan mengontrol denyut
jantung, kekuatan kontraksi jantung, dan diameter pembuluh darah.
Pernapasan lambatmengurangi tekanan darah dan meningkatkan sensitivitas
baroreflex pada pasien hipertensi. Efek ini muncul berpotensi menguntungkan
dalam pengelolaan hipertensi. Slow Deep Breathing juga signifikan dalam
menurunkan tekanan arteri rata-rata. Teknik relaksasi pada tekanan darah
tinggi telah memiliki efek positif yang sudah di buktikan oleh banyak peneliti.
PMR merupakan salah satu metode relaksasi sederhana yang melalui dua
proses yaitu menegangkan dan merelaksasikan otot tubuh yang dapat
dilakukan secara mandiri sehingga mempermudah seseorang untuk melakukan
latihan tanpa perlu bantuan orang lain, latihan ini dapat dilakukan dalam posisi
duduk maupun tidur sehingga dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja
(Sartika et al... 2018).
Latihan slow deep breathing dianggap efek yang paling bermanfaat
dalam mengurangi tekanan darah pada pasien hipertensi. Berbagai penelitian
mengenai efek slow deep breathing ditemukan bahwa ada penurunan yang
signifikan dalam tekanan darah setelah berolahraga. Pernapasan yang dilatih
dapat memberikan pengaruh positif dan negatif pada kesehatan, Stres kronis
dapat menyebabkan pembatasan jaringan ikat dan otot di dada, hal tersebut
mengakibatkan berbagai penurunan gerak dinding dada. Pernapasan dada
tidak efisien karena jumlah terbesar dari aliran darah terjadi pada lobus bawah
paru-paru, daerah yang memiliki ekspansi udara terbatas di bernapas dada.
Cepat, dangkal menyebabkan dada bernapas dalam transfer oksigen yang
kurang dalam darah. Pernapasan perut lambat dapat membantu menurunkan
tekanan darah. Ini menenangkan tubuh dan menurunkan detak jantung,
mengurangi stres kronis dan ketegangan yang menimbulkan tekanan darah.
Informasi statistik tentang hipertensi telah menjadi tanda yang
mengkhawatirkan untuk mengontrol laju terjadinya serta komplikasi.
Penanganan hipertensi seharusnya dilakukan secara komprehensif
mencakup promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Penanganan hipertensi
bertujuan untuk menurunkan tekanan darah yang meliputi terapi farmakologis
dan non farmakologis. Terapi farmakologis merupakan pengelolaan hipertensi
dengan pemberian obat-obatan antihipertensi. Sementara itu terapi non
farmakologis pada penderita hipertensi adalah terapi tanpa obat yang juga
dilakukan untuk menurunkan tekanan darah akibat stress dengan mengatur
pola hidup sehat yaitu menurunkan asupan garam dan lemak, meningkatkan
konsumsi buah dan sayur, menghentikan kebiasaan merokok dan konsumsi
alkohol, menurunkan berat badan berlebih, istirahat cukup, olahraga teratur
serta mengelola stress. Salah satu terapi non farmakologis yang dapat
digunakan bagi penderita hipertensi yaitu terapi komplementer sebagai bagian
dari sistem pengobatan yang lengkap, terapi komplementer tersebut antara lain
latihan slow deep breathing, akupuntur, fisioterapi, psikoterapi, yoga, meditasi
dan aromaterapi (Andurmoyo, 2013).

B. Rumusan Masalah Masalah


Apakah ada Pengaruh Penerapan Slow Deep Breathing Terhadap
Penurunan Skala Nyeri Dengan Hipertensi?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari Studi kasus ini bertujuan untuk melihat bagaimana Pengaruh
Penerapan Slow Deep Breathing Terhadap Penurunan Skala Nyeri Dengan
Hipertensi.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Temuan penelitian ini akan digunakan sebagai masukan dan sumber
referensi bagi perawat medikal-bedah khususnya, yang berkaitan dengan
penggunaan Penerapan Slow Deep Breathing Terhadap Penurunan Skala
Nyeri Dengan Hipertensi, sehingga dapat digunakan sebagai sumber
perbaikan asuhan keperawatan.

2. Manfaat Praktis
Dalam kasus ini diharapkan agar hasilnya dapat bermanfaat untuk berbagai
pihak yaitu:
a. Bagi STIKes Budi Luhur Cimahi
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi rekomendasi untuk
dimasukan ke dalam pembelajaran materi dan tambahan pengetahuan
bagi mahasiswa keperawatan.
b. Bagi RSUD Bayu Asih Purwakarta
diharapkan hasil karya tulis ilmiah yaitu dapat digunakan sebagai
acuan dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan bagi pasien
khususnya pasien dengan masalah keperawatan intervensi nyeri akut
dan melakukan pencegahan dengan memberikan terapi non
farmakologis salah satunya terapi Penerapan Slow Deep Breathing
Terhadap Penurunan Skala Nyeri Dengan Hipertensi.
c. Bagi Pasien dan Keluarga
Manfaat praktis penulisan karya ilmiah ini yaitu supaya pasien dan
keluarga dapat mengetahui gambaran umum tentang nyeri dan dapat
mengaplikasikan terapi Penerapan Slow Deep Breathing Terhadap
Penurunan Skala Nyeri Dengan Hipertensi, agar penderita mendapat
perawatan yang tepat dalam keluarganya.
d. Bagi Penulis
Diiharapkan dapat menjadi pengetahuan dan wawasan yang tinggi
serta pengalaman dalam penulisan laporan karya tulis ilmiah tentang
Penerapan Slow Deep Breathing Terhadap Penurunan Skala Nyeri
Dengan Hipertensi.
e. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber data, informasi,
dan hasil untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut tentang
Penerapan Slow Deep Breathing Terhadap Penurunan Skala Nyeri
Dengan Hipertensi.
BAB II
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit Hipertensi


1. Definisi
Hipertensi adalah kenaikan tekanan darah baik sitolik maupun
diastolik yang terbagi menjadi dua tipe yaitu hipertensi esensial yang
paling sering terjadi dan hipertensi sekunder yang disebabkan oleh
penyakit renal atau penyebab lain, sedangkan hipertensi malignan
merupakan hipertensi yang berat, fulminan dan sering dijumpai pada dua
tipe hipertensi tersebut (Sita, 2014).
Hipertensi adalah kelainan sistem sirkulasi darah yang
mengakibatkan peningkatan tekanan darah diatas nilai normal atau tekanan
darah ≥140/90 mmHg. Hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala,
dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan
meningkatnya risiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan
jantung dan kerusakan (Sutarga, 2017)
Stres fisik maupun stres psikologis menyebabkan ketidakstabilan
emosional serta memicu rangsangan di area pusat vasomotor yang terletak
pada medulla otak sehingga berpengaruh pada kerja sistem saraf otonom
dan sirkulasi hormon. Rangsangan ini akan mengaktivasi sistem saraf
simpatis dan pelepasan berbagai hormon, sehingga mempengaruhi
terjadinya peningkatan tekanan darah. Sress yang berlangsung lama dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan darah yang menetap, sehingga
penangan dengan manajemen yang tepat sangat diperlukan. Penanganan
yang tidak diberikan akan mengakibatkan semakin tinggi tekanan darah

9
sehingga menimbulkan komplikasi kondisi darurat seperti penyakit
jantung koroner, stroke, penyakit ginjal hingga kematian.

2. Klasifikasi
Menurut (WHO, 2018) batas normal tekanan daraha dalah
tekanandarah sistolik kurang dari 120 mmHg dan tekanan darah diastolik
kurang dari 80 mmHg.Seseorang yang dikatakan hipertensi bila tekanan
darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90
mmHg.
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi
Kategori Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik
(mmHg) (mmHg)
Optimal < 120 <80
Normal 120 - 129 80-84
Normal tinggi 130 - 139 85-89
Hipertensi Grade 1 140 - 159 90-99
Hipertensi Grade 2 160 - 179 100-109
Hipertensi Grade 3 >180 >110
Hipertensi Grade 4 >190 <90

Klasifikasi hipertensi (Sumber Wijaya dan Putri 2017).

Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya yaitu hipertensi


primer dan hipertensi sekunder (Aspiani, 2014). Hipertensi primer adalah
peningkatan tekanan darah yang tidak diketahui penyebabnya. Dari 90%
kasus hipertensi merupakan hipertensi primer. Beberapa faktor yang
diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi primer adalah genetik,
jenis kelamin usia, diet, berat badan, gaya hidup. Hipertensi sekunder
adalah peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi fisiknya gada
sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid. Dari10% kasus
hipertensi merupakan hipertensi sekunder. Faktor pencetus munculnya
hipertensi sekunder antara lain: penggunaan kontrasepsioral, kehamilan,
peningkatan volume intravaskular, luka bakar dan stres.

3. Etiologi
Etiologi hipertensi (Buss & Labus, 2013; Yulanda, 2017), diantaranya:
1. Hipertensi esensial atau primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial belum dapat diketahui,
sementara penyebab sekunder dari hipertensi esensial juga tidak
ditemukan. Pada hipertensi esensial tidak ditemukan penyakit
renivaskuler, gagal ginjal maupun penyakit lainnya, genetik serta ras
menjadi bagian dari penyebab timbulnya hipertensi esensial termasuk
stress, intake alkohol moderat, merokok, lingkungan dan gaya hidup.
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder penyebabnya dapat diketahui seperti kelainan
pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid).
hiperaldosteronisme, penyakit parenkimal.

4. Manifestasi Klinis
Gejala umum yang ditimbulkan akibat menderita hipertensi tidak
sama pada tiap orang. bahkan terkadang timbul tanpa gejala. Secara
umum. gejala yang dikeluhkan oleh penderita hipertensi adalah sebagai
berikut(li, 2014):
a. Sakit kepala
b. Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk
c. Perasaan berputar seperti tujuh keliling dan ingin jatuh
d. Berdebar atau detak jantung semakin cepat
e. Telinga berdenging
f. Mata kabur
g. Sesak
h. Kelelahan
i. Kesadaran menurun
5. Patofisiologi
Mekanisme yang mengatur atau mengontrol kontriksi dan relaksasi
pembuluh darah terletak di pusat vasomotor. Pada medulla di otak, dari
pusat vasomotor inilah bermula pada juras simpatis, yang berlanjut ke
bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke
ganglia simpatis toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti
kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat
sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut bisa terjadi (Wijaya & Putri, 2013).
Pada saat bersamaan, sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang
yang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal
mensekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal
mensekresi kortisol dan steroid lainnya untuk memperkuat respon
vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi mengakibatkan penurunan
aliran darah ke ginjal yang menyebabkan pelepasan renin. Pelepasan renin
inilah yang merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah
menjadi angiotensin II, suatu vasokontriktor kuat yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon aklosteron
ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal yang
menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut
cenderung pencetus keadaan hipertensi (Wijaya & Putri, 2013).
6. Pathway
Bagan 2.1 WOC Penyakit hipertensi (Aspiani,2016)
Umur Jenis Kelamin Gaya hidup Obesitas

Kerusakan Vaskulet pembuluh darah


Perubahan struktur
Hipertensi
Vasokontriksi
Gangguan sirkulasi

Otak Ginjal Pembuluh darah Retina

Resistensi Supalai O Spasme


Sistemik Koroner
arteriole
Pembuluh Otak
Darah otak menurun Iskemia
Vasokontriksi Diplopia
miokard
BLood flow
Afterload Resti
Respon RAA MK:Nyeri Akut injuri
meningkat

Vasokontriksi
Pembuluh
darah ginjal
Edema

7. Faktor Risiko Hipertensi


MK: Gangguan Rasa
1. Faktor resiko yang bisa dirubah
Nyaman Rangsangan Fatique
a. Usia
aldosterone
Faktor usia merupakan MK:Penurunan
Retensi Na salah satu faktor resiko yang berpengaruh
MK: Gangguan Curah Jantung
terhadap hipertensi karena dengan bertambahnya usia maka
MK:Intoleransi
Pila
semakin tinggi pula resiko mendapatkan Aktivitas
hipertensi. Insiden
hipertensi meningkat seiring dengan bertambahnya usia, hal ini
disebabkan oleh perubahan alamiah dalam tubuh yang
mempengaruhi pembuluh darah, hormon serta jantung(Carpenito &
Moyet, 2013).
b. Lingkungan (stres)
Faktor lingkungan seperti stress juga memiliki pengaruh terhadap
hipertensi. Hubungan antara stress dengan hipertensi melalui saraf
simpatis, dengan adanya peningkatan aktivitas saraf simpatis akan
meningkatkan tekanan darah secara intermitten (Nurarif &
Kusuma, 2013).
c. Obesitas
Faktor lain yang dapat menyebabkan hipertensi adalah kegemukan
atau obesitas. Perenderita obesitas dengan hipertensi memiliki daya
pompa jantung dan sirkulasi volume darah yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan penderita yang memiliki berat badan
normal(Smeltzer, 2014)
d. Rokok
Kandungan rokok yaitu nikotin dapat menstimulus pelepasan
katekolamin. Katekolamin yang mengalami peningkatan dapat
menyebabkan peningkatan denyut jantung, iritabilitas miokardial
serta terjadi vasokonstriksi yang dapat meningkatkan tekanan
darah.
e. Kopi
Substansi yang terkandung dalam kopi adalah kafein. Kafein
sebagai anti-adenosine (adenosine berperan untuk mengurangi
kontraksi otot jantung dan relaksasi pembuluh darah sehingga
menyebabkan tekanan darah turun dan memberikan efek rileks)
menghambat reseptor untuk berikatan dengan adenosine sehingga
menstimulus sistem saraf simpatis dan menyebabkan pembuluh
darah mengalami konstriksi disusul dengan terjadinya peningkatan
tekanan darah.
2. Faktor resiko yang tidak bisa dirubah
a. Genetik
Faktor genetik ternyata juga memiliki peran terhadap angka
kejadian hipertensi. Penderita hipertensi esensial sekitar 70-80%
lebih banyak pada kembar monozigot (satu telur) dari pada
heterozigot (beda telur). Riwayat keluarga yang menderita
hipertensi juga menjadi pemicu seseorang menderita hipertensi,
oleh sebab itu hipertensi disebut penyakit turunan.
b. Ras
Orang berkulit hitam memiliki resiko yang lebih besar untuk
menderita hipertensi primer ketika predisposisi kadar renin plasma
yang rendah mengurangi kemampuan ginjal untuk
mengekskresikan kadar natrium yang berlebihan(Padila, 2013).
8. Komplikasi
Hipertensi dapat berpotensi menjadi komplikasi berbagai penyakit di
antaranya adalah (shanty, 2017).
1. Kerusakan atau kegagalan ginjal
Gagal jantung bisa mengurangi aliran darah ke ginjal, yang pada
akhirnya dapat menyebabkan gagal ginjal apabila tidak segera di
tangani. Kerusakan ginjal dari gagal jantung bisa membutuhkan
dialysis sebagai pengobatan
2. Masalah pada katup jantung
Gagal jantung dapat memicu adanya penumpukan cairan yang bisa
terjadi akibat adanya kerusakan pada katup jantung.
3. Keruksakan pada hati
Gagal jantung juga dapat memicu adanya penumpukan cairan yang
terlalu banyak memakan hati. Cairan ini juga menjadi pencetus
jaringan parut yang akan mengakibatkan adanya kelainan fungsi pada
hati.
4. Serangan jantung dan juga stroke
Akibat aliran darah yang melewati jantung menjadi lebih lambat pada
penderita gagal jantung daripada pada jantung yang masih normal,
oleh karena itu semakin besar kemungkinannya akan mengakibatkan
pembekuan darah, yang bisa meningkatkan risiko terkena serangan
jantung dan juga stroke.
9. Pemeriksaan Diagnostik
Pemerikaan penunjang menurut (Ribeiro et al., 2013)
Pemerikaan Laboratorium
a. Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti
hipokoagubilita, anemia.
b. BUN /kreatinin memberikaan informasi tentang perfusi / fungsi
ginjal.
c. Glukosa Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
d. Urinalisa darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal :
dan ada DM.
e. CT scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
f. EKG: dapat menunjukkan pola rengangan, dimana luas,
peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit
jantung hipertensi
g. IUP : Mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti: Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
h. Photo dada menujukkan destruksi klasifikasi pada area katup
pembesaran jantung.
10. Penatalaksanaan
Terapi pada penyakit hipertensi menurut Marya (2013) dibagi menjadi dua
yaitu terapi farmakologis dan non farmakologis.
1. Terapi farmakologis
a. Diuretic
Peranan sentral retensi garam dan air dalam proses terjadinya
hipertensi essensial, penggunaan diuretic dalam pengobatan
hipertensi dapat masuk akal. Akan tetapi, akhir-akhir ini rasio
manfaat terhadap resikonya masih belum jelas. Efek samping yang
ditimbulkan dari penggunaan diuretic seperti hypokalemia,
hipereurisemia, dan intoleransi karbohidrat dapat meniadakan efek
manfaat obat tersebut dalam menurunkan tekanan darah tinggi.
b. Vasodilator
Peningkatan resistensi perifer merupakan kelainan utama hipertensi
essensial, maka pemberian obat vasodilator dapat menjawab
kelainan ini. Obat-obat vasodilator akan menyebabkan vasodilatasi
atau pelebaran pembuluh darah yang akan menurunkan tekanan
darah.

2. Terapi non farmakologis Terapi non farmakologis bagi penderita


hipertensi, yaitu :
a. Mengurangi atau menghilangkan factor-faktor seperti stress,
merokok dan obesitas
b. Melakukan aktivitas olahraga aerobic secara teratur
c. Membatasi asupan jumlah kalori, garam, kolesterol, lemak dan
lemak jenuh dari makanan.
d. Melakukan teknik slow deep breathing untuk penurunan skala
nyeri pada hipertensi.

B. Konsep Tekanan Darah


1. Definisi
Tekanan darah adalah daya yang di perlukan agar darah dapat
mengalir di dalam pembuluh darah dan beredar mencapai seluruh jaringan
tubuh manusia. Darah dengan lancar beredar ke seluruh bagian tubuh
berfungsi sebagai media pengangkut oksigen serta zat lain yang di
perlukan untuk kehidupan sel-sel di dalam tubuh, istilah "tekanan darah"
berarti tekanan pada pembuluh nadi dari peredaran darah sistemik di
dalam tubuh manusia. Tekanan darah di bedakan antara tekanan darah
sistolik dan tekanan darah diastolik. Tekanan darah sistolik adalah tekanan
darah ketika menguncup (kontraksi) sedangkan, tekanan darah diastolik
adalah tekanan darah ketika mengendor kembali (rileksasi).(Oliver, 2015)
2. Fisiologi Tekanan darah
Aliran darah mengalir pada sistem sirkulasi karena perubahan
tekanan dari daerah yang tekanannya tinggi ke daerah yang tekanannya
rendah. Tekanan darah dinyatakan dalam millimeter air raksa (mmHg)
karena manometer air raksa merupakan rujukan baku untuk pengukuran
tekanan darah. Tekanan darah menggambarkan interclasi dari curah
jantung, tahanan vaskuler perifer, volume darah dan elastisitas
arteri(Wahyuni, N., Wibawa, A., Andayani, N. LN., Winaya, I. M. N., &
Juhanna, 2015).
Curah jantung merupakan volume darah yang di pompa oleh tiap
ventrikel per menit dan dipengaruhi oleh volume sekuncup (volume darah
yang di pompa ventrikel per detik) dan frekuensi jantung. Tekanan darah
tergantung pada curah jantung dan tahanan vaskuler perifer. Jika curah
jantung meningkat, darah yang dipompakan terhadap dinding arteri lebih
banyak dan menyebabkan tekanan darah naik. Curah jantung dapat
meningkat sebagai akibat dari peningkatan frekuensi jantung,
kontraktilitas yang lebih besar dari otot jantung atau peningkatan volume
darah(Arif muttaqin, 2019).
Resistensi merupakan ukuran hambatan terhadap aliran darah melalui
suatu pembuluh yang ditimbulkan oleh suatu friksi antara cairan yang
mengalir dan dinding pembuluh darah yang stasioner. Sirkulasi darah
melalui jalur arteri, arteriol, kapiler, venula dan vena. Ukuran arteri dan
arteriol dapat berubah untuk mengatur aliran darah bagi kebutuhan
jaringan lokal. Tonus otot vaskuler dan diameter pembuluh darah dapat
mempengaruhi tahanan pembuluh darah perifer. Semakin kecil lumen
pembuluh darah maka semakin besar tahanan vaskuler terhadap aliran
darah. Resistensi tergantung pada tiga faktor yaitu viskositas (kekentalan)
darah, panjang pembuluh dan diameter pembuluh darah (Andy sofyan,
2012).
3. Cara Mengukur Tekanan Darah
1. Memberi tahu pasien bahwa tindakan segera dilaksanakan.
2. Letakan tensi meter disamping atas lengan yang akan di pasang menset
pada titik peralax.
3. Meminta/membantu pasien untuk membuka/menggulung lengan baju
sebatas bahu.
4. Pasang menset pada lengan bagian atas sekitas 3 cm di atas fossa cibiti
dengan pipa karet di lengan atas.
5. Memakai stetoskop pada telinga.
6. Meraba ateri brakhialis dengan jari tengah dan telunjuk.
7. Meletakan stetoskop bagian bel di atas arteri brankhialis
8. Mengunci Skrup balon karet.
9. Pengunci air raksa dibuka.
10. Balon di pompa lagi sehingga air raksa di dalam pipa naik (30mmHg)
sampai denyut arteri tidak terdengar.
11. Membuka skrup balon dan menurunkan tekanan perlahan kira-kira 2
mmHg/detik.
12. Mendengar dengan teliti dan membaca skala air raksa sejajar dengan
mata, pada skala berapa mulai terdengar bunyi denyut pertama sampai
suara denyut terakhir.
13. Merapihkan pasien.

4. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Tekanan Darah


Faktor keturunan Karena adanya faktor genetik atau keturunan yang bisa
menyebabkan darah tinggi.
1. Usia
Tekanan darah cenderung dengan bertambahnya usia. Pada laki-laki
meningkat pada usia lebih dari 45 tahun sedangkan pada perempuan
meningkat pada usia lebih dari 55 tahun.
2. Jenis kelamin
Tekanan darah meningkat lebih sering atau lebih banyak perempuan
dari pada laki-laki.
3. Stres fisik dan psikis
4. Kegebukan ( obesitas)
Ketika kelebihan berat badan retensi pembuluh darah sistemik
meningkat dan menyebabkan tekanan darah tinggi atau hipertensi.
5. Pola makan tidak sehat
Pola makanan yang tidak sehat seperti makan olahan yang tinggi
garam, cepat saji, berlemak, dan tinggi kolesterol juga meningkatkan
resiko tingginya tekanan darah.
6. Kurangnya aktivitas fisik
Seseorang yang kurang aktivitas atau jarang berolahraga cenderung
memiliki detak jantung yang lebih tinggi sehingga membuat jantung
bekerja lebih keras dan meningkat resiko tekanan darah tinggi.
7. Konsumsi alkohol
Kebiasaan minum alkohol membuat dinding pembuluh darah menjadi
lebih keras dan kaku, sehingga jantung harus memompa darah lebih
kuat
8. Konsumsi kafein Bahwa kafein memicu kelenjar adrenal melepas lebih
banyak hormon adrenalin, sehingga membuat tekanan darah
meningkat.
9. Penyakit lain
10. Merokok
11. Zat kimia pada temakan dapat menyebabkan penyempitan pada
pembuluh darah, sehingga meningkatkan tekanan darah pada
pembuluh darah dan jantung.
12. Konsumsi garam yang tinggi Konsumsi garam yang tinggi akan
meningkatkan jumlah natrium dalam sel dan mengganggu
keseimbangan cairan. Masuknya cairan kedalam sel akan mengecilkan
diameter pembuluh darah arteri sehingga jantung harus memompa
darah lebih kuat yang berakibat meningkatnya tekanan darah.
C. Konsep Nyeri
1. Definisi
Nyeri merupakan fenomena yang multidimensi, sulit memberikan
batasan yang pasti terhadap nyeri (Prasetyo, 2016). Nyeri diartikan
berbeda-beda antar individu, bergantung pada persepsinya. Walaupun
demikian, ada satu kesamaan mengenai persepsi nyeri. Secara sederhana,
nyeri dapat diartikan sebagai suatu sensasi yang tidak menyenangkan baik
secara sensori maupun emosional yang berhubungan dengan adanya suatu
kerusakan jaringan atau faktor lain, sehingga individu merasa tersiksa,
menderita yang akhirnya akan mengganggu aktivitas sehari-hari, psikis,
dan lain-lain (Asmadi, 2018).
2. Penyebab Nyeri
Menurut Priyoto, (2015) nyeri disebabkan oleh:
1. Trauma
a. Mekanik
Rasa nyeri timbul akibat ujung-ujung saraf bebas mengalami
kerusakan, misalnya akibat benturan, gesekan, luka dan lain-lain.
b. Panas
Nyeri timbul karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan
akibat panas, dingin, misal karena api dan air.
c. Kimiawi
Timbul karena kontak dengan zat kimia bersifat asam atau basa
kuat.
2. Elektrik
Timbul karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor
rasa Nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar.
3. Neoplasma
a. Jinak
b. Ganas
4. Peradangan
Nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat
adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan. Misalnya abses.
5. Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah.
6. Trauma psikologi.
3. Klasifikasi
Menurut Priyoto, 2017 nyeri diklasifikasikan menjadi :
Menurut Tempat
a. Periferal Pain
1. Superfisial pain (nyeri permukaan).
2. Deef pain (nyeri dalam).
3. Reffered pain (nyeri alihan).
b. Central Pain
Terjadi karena perangsangan pada susunan saraf pusat, spinalcord,
batang otak dan lain-lain.
c. Psychogenic Pain Nyeri
Dirasakan tanpa penyebab organik, akibat dari trauma psikologis.
d. Phantom Pain Phantom pain
Merupakan perasaan pada bagian tubuh yang sudah tak ada lagi,
contohnya pada amputasi. Timbul akibat stimulasi dendrit
4. Karakteristik Nyeri
a. Posisi atau lokasi nyeri Nyeri superfisial biasanya dapat secara akurat
ditunjukan oleh klien, sedangkan nyeri yang timbul dari bagian dalam
(viseral) lebih dirasakan secara umum.
b. Nyeri dijelaskan menjadi empat kategori yang berhubungan lokasi.
c. Nyeri terlokalisasi: nyeri dapat jelas terlihat pada area asalnya.
d. Nyeri terproyeksi: nyeri sepanjang saraf atau serabut saraf spesifik.
e. Nyeri radiasi: penyebaran nyeri sepanjang area asal yang tidak dapat
dilokalisasi.
f. Reffered pain (nyeri alihan): nyeri dipersepsikan pada area yang jauh
dari area rangsangan nyeri.
5. Diagnosa Keperawatan
Pada diagnosis nyeri akut terdapat penyebab serta beberapa gejala dan
tanda mayor dan tanda gejala minor dalam bentuk subjektif dan objektif,
dalam buku SDKI (PPNI, 2017) gejala yang muncul untuk menegakkan
diagnosa sebagai berikut:
1. Penyebab
a. Agen pencidera fisiologis (inflamasi, iskemia, neoplasma).
b. Agen pencidera kimiawi (terbakar, bahan kimia iritan).
c. Agen pencidera fisik (abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan).
2. Tanda Mayor
a. Subjektif: Mengeluhkan nyeri
b. Objektif: Tampak meringis, bersikap protektif (bersikap waspada,
posisi menghindari area nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat,
sulit tidur.
3. Tanda Minor
Objektif: Tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, nafsu makan
berubah, proses berfikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri
sendiri, dan diaforesis.
D. Konsep Teknik Slow Deep Breathing
1. Definisi
Slow deep breathing/ relaksasi nafas dalam adalah tindakan yang
dilakukan secara sadar untuk mengatur pernafasan secara lambat dan
dalam sehingga menimbulkan efek relaksasi. Slow deep breathing ialah
salah satu bagian dari latihan relaksasi dengan teknik latihan pernapasan
yang dilakukan secara sadar. Slow deep breathing merupakan relaksasi
yang dilakukan secara sadar untuk mengatur pernapasan secara dalam dan
lambat. Terapi relaksasi banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari
untuk dapat mengatasi berbagai masalah, misalnya stress, ketegangan otot,
nyeri, hipertensi, gangguan pernapasan, dan lain-lain. Relaksasi secara
umum merupakan keadaan menurunnya kognitif. fisiologi, dan perilaku
(li, 2014).
Relaksasi dapat diaplikasikan sebagai terapi non farmakologis untuk
mengatasi stress, hipertensi, ketegangan otot, nyeri dan gangguan
pernafasan. Terjadi perpanjangan serabut otot, menurunnya aktivitas otak
dan fungsi tubuh lain pada saat terjadinya relaksasi. Respon relaksasi
ditandai dengan penurunan
tekanan darah, menurunnya denyut nadi, jumlah pernafasan serta
konsumsi oksigen. Latihan slow deep breathing terdiri dari pernafasan
abdomen (diafragma) dan purse lip breathing dapat digunakan sebagai
asuhan keperawatan mandiri dengan mengajarkan melakuakan nafas
dalam (menahan inspirasi secara maksimal), nafas lambat dan cara
menghembuskan nafas secara perlahan dengan metode bernafas fase
ekshalasi yang panjang.
2. Manfaat Teknik Slow Deep Breathing
Slow deep breathing memiliki beberapa manfaat yang telah diteliti yaitu
menurut Sepdianto, Nurachmah, dan Gayatri, (2010) sebagai berikut:
a. Menurunkan tekanan darah
Slow deep breathing memberi manfaat bagi hemodinamik tubuh. Slow
deep breathing memiliki efek peningkatan fluktuasi dari interval
frekuensi pernapasan yang berdampak pada peningkatan efektifitas
barorefleks dan dapat mempengaruhi tekanan darah. Slow deep
breathing juga meningkatkan central inhibitory rhythmus sehingga
menurunkan aktivitas saraf simpatis yang akan menyebabkan
penurunan tekanan darah pada saat barorefleks diaktivasi. Slow deep
breathing dapat memengaruhi peningkatan volume tidal sehingga
mengaktifkan heuring-breurer reflex yang berdampak pada penurunan
aktivitas kemorefleks, peningkatan sensitivitas barorefleks,
menurunkan aktivitas saraf simpatis, dan menurunkan tekanan darah.
Slow deep breathing meningkatkan aktivitas saraf parasimpatis dan
meningkatkan suhu kulit perifer sehingga memengaruhi penurunan
frekuensi denyut jantung, frekuensi napas dan aktivitas
elektromiografi.
b. Menurunkan kadar glukosa darah
Slow deep breathing memiliki manfaat sebagai penurunan kadar
guladarah pada penderita diabetes mellitus. Slow deep breathing
memberi pengaruh terhadap kerja saraf otonom dengan mengeluarkan
neurotransmitter endorphin. Neurotransmitter endorphin menyebabkan
penurunan aktivitas saraf simpatis, peningkatan saraf parasimpatis,
peningkatan relaksasi tubuh, dan menurunkan aktivitas metabolisme.
Hal tersebut menyebabkan kebutuhan tubuh terhadap insulin akan
menurun.
c. Menurunkan nyeri
Slow deep breathing merupakan metode relaksasi yang dapat
memengaruhi respon nyeri tubuh. Slow deep breathing menyebabkan
penurunan aktivitas saraf simpatis, peningkatan aktivitas saraf
parasimpatis, peningkatan relaksasi tubuh, dan menurunkan aktivitas
metabolisme. Hal tersebut menyebabkan kebutuhan otak dan konsumsi
otak akan oksigen berkurang sehingga menurunkan respon nyeri
tubuh.
d. Menurunkan tingkat kecemasan
Slow deep breathing merupakan salah satu metode untuk membuat
tubuh lebih relaksasi dan menurunkan kecemasan. Relaksasi akan
memicu penurunan hormone stress yang akan memengaruhi tingkat
kecemasan melakukan penelitian dan didapatkan hasil bahwa slow
deep breathing memengaruhi tingkat kecemasan pada penderita
hipertensi.
3. Mekanisme Teknik Slow Deep Breathing
Pernapasan dengan metode latihan slow deep breathing akan
menyebabkan rileksasi sehingga menstimulasi pengeluaran hormon
endorphine yang berefek langsung terhadap sistem saraf otonom dan
menyebabkan penurunan kerja sistem saraf simpatis dan peningkatan kerja
sistem saraf parasimpatis sehingga terjadi penurunan tekanan darah. Selain
itu, dengan ekshalasi yang panjang daripada metode latihan slow deep
breathing akan menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intratoraks di
paru selama inspirasi yang akan menyebabkan peningkatan kadar oksigen
di dalam jaringan tubuh. Oksigen yang meningkat akan mengaktivasi
refleks kemoreseptor yang banyak terdapat di badan karotis, badan aorta
dan sedikit pada rongga toraks dan paru. Aktivasi kemoreseptor ini akan
mentransmisikan sinyal saraf ke pusat pernapasan tepatnya dimedula
oblongata yang juga menjadi tempat medullary cardiovascular centre.
Sinyal yang di kirim ke otak akan menyebabkan aktivitas kerja saraf
parasimpatis meningkat dan menurunkan aktivitas kerja saraf simpatis
sehingga akan menyebabkan penurunan tekanan darah.
Peningkatan tekanan intratoraks di paru tidak hanya menyebabkan
peningkatan oksigen jaringan, namun juga menyebabkan penurunan
tekanan di vena sentral yang mengakibatkan aliran balik vena dan
peningkatan volume vena sentral sehingga curah jantung dan stroke
volume akan meningkat di jantung kiri. Hal ini mengaktivasi refleks
baroreseptor melalui peningkatan tekanan arteri arteri di pembuluh akibat
terjadinya peningkatan stroke volume dan curah jantung di jantung kiri
sehingga terjadi penurunan tekanan darah dari aktivasi refleks baroreseptor
yang mengirimkan sinyal ke medullary cardiovascular centre di medula
oblongata yang menyebabkan peningkatan kerja saraf parasimpatis dan
penurunan kerja saraf simpatis(Wahyuni, N., Wibawa, A., Andayani, N.
LN., Winaya, I. M. N., & Juhanna, 2015).
4. Pengaruh Teknik Slow Deep Breathing
Slow deep breathing berpengaruh pada system persarafan yang
mengontrol tekanan darah. Slow deep breathing berpengaruh terhadap
modulasi system kardiovaskular yang akan meningkatkan fluktuasi dari
interval frekuensi pernapasan dan berdampak pada peningkatan efektivitas
barorefleks serta dapat berkonstribusi terhadap penurunan tekanan darah.
Barorefleks akan mengaktifkan aktivitas system saraf parasimpatis yang
mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah, penurunan output jantung
dan mengakibatkan tekanan darah menurun. (li, 2014).
5. Prosedur Pelaksanaan Teknik Slow Breathing
Slow deep breathing adalah salah satu teknik pengontrolan napas
danRelaksasi (li. 2014). Menurut Tarwoto (2012), langkah-langkah
melakukan latihan slow deep breathing yaitu sebagai berikut:
a. Atur pasien dengan posisi duduk atau berbaring
b. Kedua tangan pasien diletakkan di atas abdomen
c. Anjurkan melakukan napas secara perlahan dan dalam melalui hidung
dan tarik napas selama tiga detik, rasakan abdomen mengembang saat
menarik napas.
d. Tahan napas selama tiga detik
e. Kerutkan bibir, keluarkan melalui mulut dan hembuskan napas secara
perlahan selama enam detik. Rasakan abdomen bergerak ke bawah.
f. Ulangi langkah 1 sampai 5 selama 15 menit
g. Latihan slow deep breathing dilakukan 2 kali sehari, yaitu pagi dan sore
hari.
E. Teori Penerapan Slow Deep Breathing Terhadap Penurunan Skala Nyeri
Dengan Hipertensi
1. Pada Jurnal Ikbal, R. N., & Sari, R. P. (2019). Hipertensi atau penyakit
darah tinggi adalah suatu keadaan kronis yang ditandai dengan
meningkatnya tekanan darah pada dinding pembuluh darah arteri.
Seseorang dikatakan mengalami hipertensi jika pemeriksaan tekanan darah
menunjukkan hasil di atas 140/90 mmHg atau lebih dalam keadaan
istirahat, dengan dua kali pemeriksaan, dan selang waktu lima menit.
Salah satu terapi nonfarmakologi yang dapat digunakan yaitu slow deep
breathing. Telaah literatur ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh slow
deep breathing terhadap tekanan darah sistolik dan diastolik pada penderita
hipertensi. Metode: Pada penelitian ini literature review dengan metode
pencarian menggunakan electronic database. Kriteria inklusi yang
digunakan yaitu menggunakan jumal internasional berbahasa inggris yang
dapat diakses full eks dengan tahun publikasi 2015-2019. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa dari kelima artikel/hasil penelitian menunjukkan
bahwa slow deep breathing dapat diberikan sebagai terapi pendamping
pada pasien hipertensi dalam menurunkan tekanan darah. Kesimpulan:
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa slow deep breathing dapat
digunakan sebagai terapi pendamping untuk menurunkan tekanan darah
sistolik dan diastolik pada penderita hipertensi.

2. Pada Jurnal Sartika, A., Wardi, A., & Sofiani, Y. (2018). Hipertensi adalah
kenaikan tekanan darah baik sitolik maupun diastolik yang terbagi menjadi
dua tipe yaitu hipertensi esensial yang paling sering terjadi dan hipertensi
sekunder yang disebabkan oleh penyakit renal atau penyebab lain,
sedangkan hipertensi malignan merupakan hipertensi yang berat, fulminan
dan sering dijumpai pada dua tipe hipertensi tersebut. Slow deep
breathingtindakan yang dilakukan secara sadar untuk mengatur pernafasan
secara lambat dan dalam sehingga menimbulkan efek relaksasi. Penelitian
ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh slow deep breathing terhadap
penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi. Literatur review ini
didapatkan di 3 database jurnal (PubMed, Google Scholar, Proquest).
Pencarian dari pubMed ditemukan 195 jurna, Google scholar 380 jurnal,
dan Proquest $1 jurnal dengan total 626 artikel. Hasil dari pencarian
Literatur Review, ditemukan 10 studi yang memenuhi kriteria inklusi
dimana 7 jurnal nasional dan 3 jurnal internasional. PICO framework
ditemukan adanya membantu pencarian dengan kata kunci Hipertensi,
Slow DeepBreathing, Tekanan Darah. Penelitian yang ditelaah
berdasarkan analisa kemiripan, ditemukan adanya pengaruh Slow deep
breathing terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi
yang membuktikan terapi relaksasi nafas dalam efektif menurunkan
tekanan darah pasien hipertensi, penelitian ini merekomendasikan terapi
relaksasi nafas dalam efektif digunakan dalam menurunkan tekanan darah
pada pasien hipertensi.
3. Pada Jurnal Anugraheni, M. L. (2017). Hipertensi atau penyakit tekanan
darah tinggi adalah faktor risiko utama terjadinya penyakit kardiovaskular
aterosklerotik, gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal. Hipertensi termasuk
masalah yang besar dan serius karena sering tidak terdeteksi meskipun
sudah bertahun-tahun. Terapi nonfarmakologis yang wajib dilakukan oleh
penderita hipertensi salah satunya adalah melakukan relaksasi. Slow deep
breathing merupakan salah satu jenis relaksasi yang dapat dilakukan pada
penderita hipertensi. Rancangan karya tulis ilmiah ini menggunakan
desain studi kasus (case study) Subyek yang digunakan yaitu dua pasien
dengan hipertensi. Analisa data dilakukan menggunakan analisis
deskriptif. Hasil penerapan menunjukkan bahwa setelah dilakukan
penerapan slow deep breathing selama 3 hari, terjadi penurunan tekanan
darah pada pasien dengan hipertensi. Bagi pasien hipertensi hendaknya
dapat melakukan penerapan latihan slow deep breathing secara mandiri
untuk membantu menurunkan atau mengontrol tekanan darah.

4. Pada Jurnal Bahtiar, Y., Isnaniah & Yuliati. (2021) Hipertensi merupakan
penyakit yang umum diderita oleh banyak masyarakat Indonesia dan
kasusnya terus meningkat seiring bertambahnya umur. Pasien yang
menderita hipertensi apabila idak terkontrol dalam jangka waktu yang
lama maka dapat menyebabkan berbagai komplikasi hingga kematian, oleh
karena itu perlu penatalaksanan yang baik agar pasien tidak mengalami
komplikasi yang memperparah keadaan hipertensi yang dideritanya. Salah
satu intervensi fisioterapi yang dapat diterapkan pada kondisi hipertensi
adalah deep breathing exercise yaitu latihan pernapasan dalam dan lambat.
Tujuan kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah untuk memberikan
pendidikan kesehatan tentang penatalakasanaan hipertensi secara mandiri
di rumah dengan melakukan slow deep breathing,dengan sasaran ibu-ibu
pengajian di Kelurahan Kasang Kumpeh Jambi. Waktu pelaksanaan
Pengabdian kepada masyarakat ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2021.
Program pengabdian masyarakat ini telah dilakukan melalui: penyuluhan
tentang penyakit hipertensi, bahaya hipertensi dan memberikan informasi
cara latihan slow deep breathing. Selain itu, diadakan pula demonstrasi
pemeriksaan tekanan darah sebagai bentuk pendampingan kepada
masyarakat. Hasil dari kegiatan ini terlihat dengan adanya peningkatan
kemandirian masyarakat akan pentingnya mengatur tekanan darah dan
mencegah bahaya hipertensi

5. Pada Jurnal Suwardianto, H. (2011) Laporan WHO (2014), sekitar 972


juta orang atau sekitar 26,4% penduduk di bumi mengidap penyakit
hipertensi. Di RSUD RA Kartini Kabupaten Jepara pada Tahun 2015
tercatat jumlah total kasus hipertensi esensial dan hipertensi lainnya
sebanyak 464 kasus dan 24.674 seluruh kasus penyakit tidak menular di
Puskesmas dan Rumah Sakit se-Kabupaten Jepara. Tujuan: Mengetahui
keefektian slow deep breathing relaksasi progresif terhadap penurunan
tekanan darah pada pasien hipertensi di RSUD RA Kartini Kabupaten
Jepara Metode: Jenis penelitian quasi experiment dengan rancangan
nonequivalent (pretest dan posttest) control group design. Besar sampel 26
penderita hipertensi dengan teknik pengambilan sampel insindental
sampling Instrumen penelitian spigmomanometer air raksa dan lembar
observasi. Analisis data uji statistik parametrik Paired-Samples T Test dan
Independent-Samples T Test. Hasil Penelitian: 1) Rata-rata tekanan darah
sistolik sebelum diberikan kombinasi terapi Slow Deep Breathing -
Relaksasi Progresif pada kelompok intervensi sebesar 164.62 mmHg,
diastolik sebesar 96,15 mmHg. 2) Rata-rata tekanan darah sistolik setelah
diberikan kombinasi terapi Slow Deep Breathing - Relaksasi Progresif
pada kelompok intervensi sebesar 150,77 mmHg, dastolik sebesar 86,15
mmHg. 3) Rata- rata tekanan darah sistolik sebelum diberikan Slow Deep
Breathing pada kelompok kontrol sebesar 157,69 mmHg, diastolik sebesar
96,92 mmHg. 4) Rata-rata tekanan darah sistolik setelah diberikan Slow
Deep Breathing pada kelompok kontrol sebesar 164,62 mmHg, diastolik
sebesar 96.15 mmHg. Simpulan Ada pengaruh Pemberian Sow Deep
Breathing - Relaksasi Progresit terhadap Tekanan Darah, dengan selisih
penurunan rata-rata tekanan darah sistolik 13,846 dan diastolik 10,000
mmHg dengan p value sebesar 0,000 < a (0.05).

6. Pada Jurnal Goleman, D., & boyatzis, R. dkk. (2018). Hipertensi adalah
permasalahan pada sirkulasi darah yang ditandai dengan peningkatan
tekanan darah sistolik diatas 130 mmHg dan tekanan diastolik di atas 80
mmHg. Jika pasien hipertensi tidak dapat mengontrol tekanan darah dalam
batas normal, maka akan terjadi komplikasi seperti gagal jantung, stroke,
dan gagal ginjal. Oleh karena itu upaya untuk menurunkan tekanan darah
tinggi harus dilakukan secara aman dan nyaman untuk pasien hipertensi.
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh terapi
Slow Deep Breathing terhadap penurunan tekanan darah pada pasien
hipertensi di Desa Prambatan Lor Kudus. Metode: Rancangan penelitian
ini adalah eksperimen quasy experiment non equivalent control group
design. Populasi adalah penderita hipertensi di Desa Prambatan Lor
Kudus. Sampel sebanyak 32 responden berdasarkan kriteria inklusi dan
eksklusi secara purposive sampling Data dikumpulkan dengan
menggunakan sphygmomanometer. Hal ini dianalisis dengan
menggunakan uji wilcoxeon dengan tingkat signifikan a <0,05.
Kesimpulan: Ada pengaruh yang bermakna dalam peraberian Slow Deep
Breathing terhadap penurunan tekanan darah kelompok Intervensi sebesar
p0,002. Tidak ada pengaruh yang bermakna dalam komunikasi terapeutik
terhadap penurunan tekanan darah kelompok kontrol sebesar 0.0,083.
BAB III
BAB III : METODE

A. Rancangan( Pendekatan) Penelitian


Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian studi kasus untuk
menggali mengenai………(sesuaikan tujuan penelitian)
B. Subjek Penelitian
(contoh)
Pasien yang mengalami nyeri pasca operasi…….di……
C. Fokus Studi
(contoh)
Fokus studi dalam penelitian ini adalah perubahan skala nyeri pasien post
operasi setelah dilakukan terapi music
D. Definisi operasioanal Fokus Studi
(contoh)
Terapi music adalah terapi yang menggunakan music (pilih: jenis music
keroncong, klasik, Pop, jazz dll) yang ditujukan untuk mengurani tingkat rasa
nyeri yang dialami pasien post opersasi di ruang………
Skala nyeri adalah ukurn tingakatan nyeri dengan menggunakan alat ukur…..
(sebutkan)

E. Instrumen Penelitian
Observasi dan wawancara dengan menggunakan……(instrument yang
digunakan, misalnya pengukuran skala nyeri, pengukuran tingkat kecemasan,

32
pengukuran MMSE, pengukuran KARZ Indeks, Pengukuran Tekanan Darah
dll)
F. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah menggunakan instrument
pengukuran tingkat nyeri sebelum dan sesudah pemberian terapi musik.
G. Lokasi dan Waktu Penelitian
Dilakukan di mana dan berapa lama waktunya.

H. Etika Penelitian
1. Kerahasiaan (Confidentiality)

2. Manfaat (Benefit)

3. Keadilan (Justice)

4. Non-Malefiecience

5. Autonomy
BAB IV
Hasi HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Hasil penelitian
(contoh)
Ceritakan bagaimana hasil pengukuran skala nyeri (menggunakan instrument
pengukuran skala nyeri apa) sebelum dilakukan terapi.
Apa yang dilakukan pada saat terapi music (Tahap-tahapnya)
Berapa kali dilakukan
Pada hari ke berapa terapi berakhir dan bagaimana hasil pengukuran skala
nyeri setelah diberikan terapi music.
B. Pembahasan
[mulai tuliskan disini]
Menjelaskan bagaimana mekanisme penurunan skala nyeri dengan
menggunakan terapi music (fisiologi dan patofisiologinya jika ada)

C. Keterbatasan Studi Kasus

34
BAB V
BAB III : SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
[mulai tuliskan disini]

B. Saran
1. Saran Teoritik
2. Saran Praktik
DAFTAR PUSTAKA

Penulisan daftar pustaka menggunakan aplikasi microsoft word yang terdapat


pada tollbar references, dengan style IEEE

Anda mungkin juga menyukai