Anda di halaman 1dari 120

LAPORAN STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT PADA PASIEN POST OP ORIF


FRAKTUR FEMUR DI RUANG TULIP 3 RSUD SIDOARJO

OLEH :
SEPTIANIS HERLINA NAINI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA
MOJOKERTO
2022
STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT PADA PASIEN POST OP ORIF


FRAKTUR FEMUR DI RUANG TULIP 3 RSUD SIDOARJO

Diajukan Untuk Dipertanggungjawabkan Di Hadapan Dewan Penguji Guna Memperoleh


Gelar Ners Pada Stikes Dian Husada Mojokero

OLEH :

SEPTIANIS HERLINA NAINI

NIM.03.21.034

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA
MOJOKERTO
2022

i
LEMBAR PERSETUJUAN
STUDI KASUS

Dengan Judul

Asuhan Keperawatan Nyeri Akut Pada Pasien Post Op Orif Fraktur Femur Di
Ruang Tulip 3 RSUD Sidoarjo

Oleh :
Septianis Herlina Naini
NIM : 03.21.034

Telah disetujui untuk diajukan dihadapan penguji pada tanggal 28 April 2022

Pembimbing I Pembimbing II

Hj. Iis Suwanti,SST.,M,Kes Yufi Aris Lestari,S.Kep.,Ns.,M.Kes


10.02.002
10.02.182

Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan

Puteri Indah Dwipayanti,S.Kep.,Ns.,M.Kep


NPP : 10.02.126

ii
LEMBAR PENGESAHAN
STUDI KASUS

Dengan Judul:

Asuhan Keperawatan Nyeri Akut Pada Pasien Post Op Orif Fraktur Femur Di
Ruang Tulip 3 RSUD Sidoarjo

Oleh:
Septianis Herlina Naini
NIM : 03.21.034

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Laporan Studi Kasus

Program Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Dian Husada Mojokerto

dan diterima untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar

Profesi Ners (Ns.) pada tanggal 28 April 2022

Tim Penguji

Ketua : Anik Supriani S.Kep.,M.Kes.............................................................

Anggota : 1. Hj. Iis Suwanti,SST.,M.Kes...........…..…………..

2. Yufi Aris Lestari,S.Kep.,Ns.,M.Kes………........................

Mengesahkan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Dian Husada
Ketua

Nasrul Hadi Purwanto,S.Kep.,Ns.,M.Kes

NPP : 10.02.044

iii
iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya

yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi

kasus ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Nyeri Akut Pada Pasien Post Op

Orif Fraktur Femur Di Ruang Tulip 3 RSUD Sidoarjo” tepat pada waktunya.

Penelitian ini merupakan persyaratan tugas akhir untuk menyelesaikan pendidikan

Program Studi Profesi Ners STIKES Dian Husada Mojokerto. Penyusunan studi

kasus ini tidak lepas dari masukan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu

penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Nasrul Hadi Purwanto, S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Dian Husada Mojokerto yang telah memberikan kesempatan dan

fasilitas kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan profesi ners di

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Dian Husada Mojokerto.

2. Puteri Indah Dwipayanti, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Ketua Program Studi

Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Dian Husada Mojokerto.

3. Hj. Iis Suwanti, SST., M.Kes selaku pembimbing utama yang bersedia

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, konsultasi, koreksi, dan

saran dalam penyusunan studi kasus ini.

4. Yufi Aris Lestari,S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku pembimbing kedua yang bersedia

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, konsultasi, koreksi, dan

saran dalam penyusunan studi kasus ini.

5. Semua teman – teman seperjuangan Mahasiswa Program Studi Profesi Ners

Stikes Dian Husada Mojokerto angkatan tahun 2022 yang telah memberi

semagat dan motivasi

v
6. Semua pihak yang telah memberikan bantuan moral maupun material yang

tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis berusaha untuk dapat menyelesaikan studi kasus ini dengan sebaik-

baiknya. Namun demikian, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan.

Oleh karena itu, demi kesempurnaan penulis mengharapkan adanya kritik dan

saran dari semua pihak untuk menyempurnakannya.

Mojokerto, 28 April 2022

Penulis

Septianis Herlina Naini

vi
ABSTRAK

ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT PADA PASIEN POST OP ORIF


FRAKTUR FEMUR DI RUANG TULIP 3 RSUD SIDOARJO
Septianis Herlina N¹, Hj. Iis Suwanti², Yufi Aris Lestari³

Fraktur merupakan hilangnya kontinuitas tulang rawan baik yang bersifat


total maupun sebagian yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Helmi,
2015). Penyebab utama fraktur adalah peristiwa tunggal seperti benturan,
pemukulan,terjatuh,posisi tidak teratur atau miring,dislokasi,penarikan,kelemahan
abnormal pada tulang (fraktur patologik ) (Noorisa, 2016). Salah satu tindakan
penanganan kasus Fraktur adalah pembedahan atau operasi. Tindakan
pembedahan atau operasi adalah tindakan yang menggunakan cara invasif dengan
membuat sayatan dan diakhiri dengan penutupan dan penjahitan. Jadi, Tindakan
dari prosedur pembedahan, pasien akan mengalami gangguan rasa nyaman atau
nyeri.
Metode yang digunakan dalam penulisan laporan studi kasus yaitu studi
kasus yang mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan nyeri akut pada pasien
post op orif fraktur femur di Ruang Tulip 3 RSUD Sidoarjo. Subyek penelitian ini
adalah 2 partisipan dengan 1 partisipan yaitu nyeri akut pada post op ORIF. studi
kasus ini dilakukan 3x dalam 24 jam yang meliputi proses pengkajian, analiasa
data, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan
serta melakukan evaluasi keperawatan.
Hasil dari studi kasus yang dilakukan pada kedua partisipan dengan
masalah nyeri akut yaitu Pada partisipan 1 masalah partisipan teratasi sebagian
terbukti dari kritera hasil nyeri berkurang, pada evaluasi pertama partisipan
menunjukan skala nyeri 6 dan setelah dilakukan hari ke 2 partisipan menunjukkan
skala nyeri 5,kemudian pada hari ke 3 partisipan menunjukan skala nyeri 4.
partisipan dapat menyebutkan waktu kejadian nyeri setelah dilakukan tindakan
pembedahan, partisipan dapat mendemontrasikan teknik nafas dalam dan ekspresi
wajah partisipan sedikit rileks. Sedangkan pada partisipan 2 nyeri berkurang
terbukti hari 1 post operatif partisipan mengatakan skala nyeri 5 dan pada hari ke
2 skala nyeri 4, kemudian hari ke 3 skala nyeri 2. partisipan mengatakan nyeri di
paha setelah dilakukan operasi, partisipan dapat mendemontrasikan teknik nafas
dalam dengan wajah sedikit rileks.
Melihat dari hasil studi kasus ini, maka perlu adanya penerapan asuhan
keperawatan yang tepat dalam menangani masalah nyeri akut pada post op ORIF
upaya yang dapat teratasi dengan baik setelah kedua partisipan menerima terapi
Relaksasi nafas dalam.

Kata Kunci: Asuhan Keperawatan, nyeri Akut, Post Op ORIF.

vii
ABSTRACT

NURSING CARE OF ACUTE PAIN IN POST OP ORIF FEMUR FRACTURE


PATIENTS IN TULIP ROOM 3 RSUD SIDOARJO
Septianis Herlina N¹, Hj. Iis Suwanti²,Yufi Aris Lestari³

A fracture is a total or partial loss of cartilage continuity caused by trauma


or physical exertion (Helmi, 2015).The main cause of fracture is a single event
such as impact, beating, falling, irregular or tilted position, dislocation, pulling,
abnormal weakness in the bone (pathological fracture) (Noorisa, 2016).One of
the actions for handling fracture cases is surgery or surgery. Surgery or surgery
is an action that uses an invasive method by making an incision and ending with
closure and suturing. So, the action of the surgical procedure, the patient will
experience discomfort or pain.
The method used in writing a case study report is a case study that
explores the problem of nursing care for acute pain in post op orif femoral
fracture patients in Tulip Room 3 RSUD Sidoarjo. The subjects of this study were
2 participants with 1 participant, namely acute pain in post-op ORIF. This case
study was conducted 3 times in 24 hours which included the assessment process,
data analysis, nursing diagnoses, nursing interventions, nursing implementation
and nursing evaluation.
The results of a case study conducted on both participants with acute pain
problems, namely In participant 1 the problem of the participant was partially
resolved as evidenced by the criteria for reduced pain outcomes, in the first
evaluation the participants showed a pain scale of 6 and after the 2nd day the
participants showed a pain scale of 5, then on the second evaluation the
participants showed a pain scale of 5 On day 3, participants showed a pain scale
of 4. Participants were able to state the time the pain occurred after surgery,
participants were able to demonstrate deep breathing techniques and participants'
facial expressions were slightly relaxed. While in participant 2 the pain was
reduced, it was proven that on day 1 postoperative participants said the pain
scale was 5 and on day 2 the pain scale was 4, then on day 3 the pain scale was 2.
participants said pain in the thigh after surgery,
Seeing from the results of this case study, it is necessary to apply
appropriate nursing care in dealing with acute pain problems in post-op ORIF
efforts that can be resolved properly after both participants receive deep
breathing relaxation therapy.

Keywords: Nursing Care, Acute pain, Post Op ORIF.

viii
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Sampul Depan

Halaman Sampul Dalam .......................................................................................... i

Halaman Persetujuan ............................................................................................... ii

Halaman Pengesahan .............................................................................................. iii

Halaman Pernyataan ................................................................................................ iv

Halaman Kata Pengantar ......................................................................................... v

Abstrak.....................................................................................................................vii

Halaman Daftar Isi ...................................................................................................ix

Halaman Daftar Tabel ............................................................................................xiii

Halaman Daftar Gambar ........................................................................................ xiv

Halaman Daftar Lampiran ...................................................................................... xv

Halaman Daftar Singkatan.......................................................................................xvi

Halaman Daftar Lambang, Simbol......................................................................... xvii

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1

1.2 Batasan Masalah ............................................................................................ 3

1.3 Rumusan Masalah .......................................................................................... 3

1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 3

1.4.1 Tujuan Umum................................................................................................. 3

1.4.2 Tujuan Khusus................................................................................................. 4

1.5 Manfaat Penelitian .......................................................................................... 4

1.5.1 Manfaat Teoritis ............................................................................................. 4

1.5.2 Manfaat Praktis .............................................................................................. 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Nyeri akut ......................................................................................... 6

2.1.1 Definisi Nyeri Akut........................................................................................ 6

ix
2.1.2 Penyebab......................................................................................................... 6

2.1.3 Manifestasi Klinis........................................................................................... 6

2.1.4 Teori – Teori Nyeri.........................................................................................7

2.1.5 Skala Nyeri......................................................................................................9

2.1.6 Faktor yang Mempengaruhi Nyeri.................................................................13

2.1.7 Penatalaksanaan Nyeri Pasca Bedah..............................................................15

2.1.8 Proses Terjadinya Nyeri Akut Pada Pasien Post Op Orif..............................18

2.2. Konsep Post Op Orif......................................................................................19

2.2.1 Definisi Post Op.............................................................................................19

2.2.2 Tujuan Orif.....................................................................................................19

2.2.3 Indikasi & Kontraindikasi Orif......................................................................20

2.2.4 Keuntungan & Kerugian Orif.........................................................................20

2.2.5 Perawatan Post Orif........................................................................................21

2.3 Konsep Fraktur Femur .................................................................................. 22

2.3.1 Definisi Fraktur Femur.................................................................................. 22

2.3.2 Anatomi Fisiologi Femur...............................................................................23

2.3.3 Klasifikasi Fraktur Femur..............................................................................26

2.3.4 Etiologi Fraktur Femur...................................................................................29

2.3.5 Manifestasi Klinis Fraktur Femur..................................................................30

2.3.6 Patofisiologi Fraktur Femur...........................................................................32

2.3.7 Komplikasi Fraktur Femur.............................................................................34

2.3.8 Proses Penyembuhan Fraktur.........................................................................35

2.3.9 Pemeriksaan Penunjang.................................................................................37

2.3.10 Penatalaksanaan............................................................................................38

2.4 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Fraktur Femur..................................... 40

2.4.1 Pengkajian...................................................................................................... 41

2.4.2 Diagnosa Keperawatan Fraktur Femur..........................................................50

2.4.3 Intervensi Keperawatan................................................................................51

x
2.3.4 Implementasi Keperawatan..........................................................................52

2.3.5 Evaluasi Keperawatan..................................................................................52

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian....................................................................................55

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................... 55

3.2.1 Lokasi Penelitian.......................................................................................... 55

3.2.2 Waktu Penelitian...........................................................................................55

3.3 Subyek Penelitian........................................................................................ 55

3.4. Pengumpulan Data.......................................................................................55

3.5 Analisa Data ................................................................................................ 56

3.6 Etika Penelitian............................................................................................ 57

BAB 4. PEMBAHASAN DAN HASIL


4.1 Hasil Penelitian ..........................................................................................58
4.1.1 Gambaran dan Lokasi Penelitian .............................................................58
4.1.2 Pengkajian ................................................................................................58
4.1.3 Hasil Observasi,Pemeriksaan Fisik dan Data Psiko-Sosial-Spritual .........60
4.1.4 Hasil Pemeriksaan Diagnostik ...................................................................63
4.1.5 Terapi .........................................................................................................65
4.1.6 Analisa Data ..............................................................................................65
4.1.7 Diagnosa Keperawatan ..............................................................................67
4.1.8 Intervensi....................................................................................................68
4.1.9 Implementasi..............................................................................................69
4.1.10 Evaluasi......................................................................................................72
4.2 Pembahasan................................................................................................76
4.2.1 Pembahasan Pengkajian.............................................................................76
4.2.2 Pembahasan Diagnosa Keperawatan..........................................................78
4.2.3 Pembahasan Intervensi Keperawatan.........................................................78
4.2.4 Pembahasan Implementasi.........................................................................78
4.2.5 Pembahasan Evaluasi.................................................................................75

xi
BAB 5. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ....................................................................................................83


5.1.1 Pengkajian..................................................................................................83
5.1.2 Diagnosa Keperawatan...............................................................................83
5.1.3 Intervensi Keperawatan..............................................................................83
5.1.4 Implementasi Keperawatan........................................................................84
5.1.5 Evaluasi Keperawatan................................................................................84
5.2 Saran ...........................................................................................................84

5.2.1 Bagi Rumah Sakit.........................................................................................84

5.2.2 Bagi Institusi Pendidikan..............................................................................84

5.2.3 Bagi Profesi Keperawatan............................................................................85

5.2.4 Peneliti Selanjutnya......................................................................................85

Daftar Pustaka .........................................................................................................86

Lampiran .................................................................................................................88

xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Konsep Diagnostik Keperawatan Fraktur Femur ................................... 50
Tabel 2.2 Konsep Intervensi Keperawatan.............................................................51
Tabel 4.1 Pengkajian Identitas Pada Partisipan 1 & 2 di Ruang Tulip 3 RSUD
Sidoarjo Tahun 2021...............................................................................58
Tabel 4.2 Pengkajian Riwayat Penyakit Pada Partisipan 1 & 2 di Ruang Tulip 3
RSUD Sidoarjo Tahun 2021....................................................................59
Tabel 4.3 Hasil Observasi Pemeriksaan Fisik dan Data Psikososial-Spritual Pada
Partisipan 1 & 2 di Ruang Tulip 3 RSUD Sidoarjo Tahun 2021............60
Tabel 4.4 Hasil Pemeriksaan Diagnostik Laboratorium Pada Partisipan 1 & 2 di
Ruang Tulip 3 RSUD Sidoarjo Tahun 2021............................................63
Tabel 4.5 Terapi Pada Partisipan 1 & 2 di Ruang Tulip 3 RSUD Sidoarjo Tahun
2021.........................................................................................................65
Tabel 4.6 Analisa Data Pengkajian Pada Partisipan 1 & 2 di Ruang Tulip 3 RSUD
Sidoarjo Tahun 2021...............................................................................65
Tabel 4.7 Diagnosa Keperawatan Pada Partisipan 1 & 2 di Ruang Tulip 3 RSUD
Sidoarjo Tahun 2021...............................................................................67
Tabel 4.8 Intervensi Keperawatan Pada Partisipan 1 & 2 di Ruang Tulip 3 RSUD
Sidoarjo Tahun 2021...............................................................................68
Tabel 4.9 Implementasi Keperawatan Pada Partisipan 1 & 2 di Ruang Tulip 3
RSUD Sidoarjo Tahun 2021....................................................................69
Tabel 4.10 Evaluasi Keperawatan Pada Partisipan 1 & 2 di Ruang Tulip 3 RSUD
Sidoarjo Tahun 2021...............................................................................72

xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Skala Nyeri Deskriptif..........................................................................10
Gambar 2.2 Skala Nyeri Numerik............................................................................11
Gambar 2.3 Skala Nyeri Analog..............................................................................12
Gambar 2.4 Anatomi Tulang Femur........................................................................23

xiv
DAFTAR SINGKATAN

CRT : Capillary Reffill Time

IPPA : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi

ORIF : Open Reduction Internal Fixsation

ROM : Range Of Motion

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

SAP : Satuan Acara Pembelajaran

SDKI : Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia

SIKI : Standart Intervensi Keperawatan Indonesia

SLKI : Standart Luaran Keperawatan Indonesia

VDS : Verbal Descriptor Scale

WHO : World Health Of Organitation

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1 Lembar SOP Tarik Nafas Dalam .........................................................88
Lampiran 2 Format Asuhan Keperawatan Medical Bedah...................................... 90
Lampiran 4 Lembar Konsultasi................................................................................98

xvi
DAFTAR SIMBOL

. : Titik
, : Koma
“ : Petik
( : Buka Kurung
) : Tutup Kurung
< : Kurang Dari
≥ : Lebih Dari Sama Dengan
: : Titik dua
; : Titik Koma
/ : Per, Atau
+ : Tambah
- : Sampai
˚ :Derajat
ᵅ :Alfa

xvii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bertambah padatnya arus lalu lintas mengakibatkan meningkatnya angka

kecelakaan lalu lintas di jalan raya, yang dapat menyebabkan cedera pada anggota

gerak atau yang disebut fraktur. Fraktur merupakan hilangnya kontinuitas tulang

rawan baik yang bersifat total maupun sebagian yang disebabkan oleh trauma atau

tenaga fisik (Helmi, 2015). Salah satu tindakan penanganan kasus Fraktur adalah

pembedahan atau operasi. Tindakan pembedahan atau operasi adalah tindakan

yang menggunakan cara invasif dengan membuat sayatan dan diakhiri dengan

penutupan dan penjahitan. Jadi, Tindakan dari prosedur pembedahan, pasien akan

mengalami gangguan rasa nyaman atau nyeri.

Badan kesehatan dunia World Health Of Organitation (WHO) tahun (2019)

menyatakan bahwa insiden fraktur semain meningkat mencatat terjadi fraktur

kurang lebih 15 juta orang dengan angka prevalensi 3,2%. Fraktur pada tahun

(2018) meningkat menjadi 21 juta orang dengan angka prevalensi 3,8% akibat

kecelakaan lalu lintas (Mardiono dkk,2018). Data yang ada diindonesia kasus

fraktur paling sering yaitu fraktur femur sebesar 42% diikuti fraktur humerus

sebanyak 17% fraktur tibia dan fibula sebanyak 14% dimana penyebab terbesar

adalah kecelakaan lalu lintas yang biasanya disebabkan oleh kecelakaan mobil,

motor atau kendaraan rekreasi 65,6% dan jatuh 37,3% mayoritas adalah pria

73,8% (Desiarama & Aryana, 2018). Fraktur yang terjadi di Jawa timur,

Kabupaten Sidoarjo pada tahun (2019) sebanyak sebanyak 2.065 jiwa, pada tahun

(2018) sebanyak 3.39 jiwa yang mengalami kejadian fraktur (Riskesdas, 2018).

1
2

Fraktur yang terjadi di Ruang Tulip 3 RSUD Sidoarjo pada tahun (2021) mencatat

pasien yang mengalami fraktur femur pada bulan September 2021 terdapat 11

kasus, Oktober 2021 terdapat 13 kasus, November 2021 terdapat 10 kasus , dan

angka kejadian pada tanggal 12 Desember 2021 terdapat 2 kasus. Diakibatkan

karena jatuh dan kecelakaan lalu lintas dan hampir seluruhnya mengalami Nyeri.

Penyebab utama fraktur adalah peristiwa tunggal seperti benturan,

pemukulan,terjatuh,posisi tidak teratur atau miring,dislokasi,penarikan,kelemahan

abnormal pada tulang (fraktur patologik ) (Noorisa, 2016). Dampak lain yang

timbul pada fraktur yaitu dapat mengalami perubahan pada bagian tubuh yang

terkena cidera, merasakan cemas akibat rasa sakit dan rasa nyeri. Nyeri terjadi

akibat luka yang mempengharuhi jaringan sehat. Nyeri mempengaruhi

homeostatis tubuh yang akan menimbulkan stres, ketidaknyamanan akibat nyeri

yang harus diatasi apabila tidak diatasi dapat menimbulkan efek yang

membahayakan proses penyembuhan dan dapat menyebabkan kematian (Septiani,

2015). Seseorang mengalami nyeri akan berdampak pada aktivitas sehari-hari

seperti gangguan istirahat tidur, intoleransi aktivitas, personal hygine, gangguan

pemenuhan nutrisi (Potter & Perry, 2015).

Masalah Keperawatan yang muncul pada pasien fraktur adalah nyeri akut,

Tindakan Keperawatan yang dapat dilakukan sebagai perawat adalah sesuai

diagnosa yaitu nyeri akut dengan penatalaksanaan manajemen nyeri. Manajemen

untuk mengatasi nyeri dibagi menjadi 2 yaitu manajemen farmakologi dan

manajemen non farmakologi. Manajemen farmakologi dilakukan antara dokter

dan perawat, yang menekankan pada pemberian obat yang mampu menghilangkan

rasa nyeri, manajemen non farmakologi tekhnik yang dilakukan dengan cara
3

relaksasi tarik nafas dalam dan distraksi pemberian kompres hangat yang dapat

membuat nyaman karena akan merileksasikan otot-otot sehingga sangat efektif

untuk meredakan nyeri (Medarti, 2015). Oleh karena itu, penulis tertarik untuk

membuat Karya tulis Ilmiah dengan kasus “ Asuhan Keperawatan Nyeri Akut

Pada Pasien Post Op ORIF Fraktur Femur di Ruang Tulip 3 RSUD Sidoarjo”.

1.2 Batasan Masalah

Batasan masalah pada studi kasus ini adalah “Asuhan Keperawatan Nyeri

Akut Pada Pasien Post Op ORIF Fraktur Femur di Ruang Tulip 3 RSUD

Sidoarjo”.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan

Bagaimana Asuhan Keperawatan Nyeri Akut Pada Pasien Post Op ORIF Fraktur

Femur di Ruang Tulip 3 RSUD Sidoarjo?

1.4 Tujuan penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mampu mengenali dan mempelajari serta melaksanakan Asuhan

Keperawatan Nyeri Akut Pada Pasien Post Op ORIF Fraktur Femur di Ruang

Tulip 3 RSUD Sidoarjo”.


4

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Melakukan pengkajian pada nyeri akut pada pasien post op ORIF fraktur

femur di Ruang Tulip 3 RSUD Sidoarjo.

2. Merumuskan diagnosa keperawatan nyeri akut pada pasien post op ORIF

fraktur femur di Ruang Tulip 3 RSUD Sidoarjo.

3. Membuat intervensi keperawatan nyeri akut pada pasien post op ORIF

fraktur femur di Ruang Tulip 3 RSUD Sidoarjo.

4. Melakasanakan implementasi keperawatan nyeri akut pada pasien post op

ORIF fraktur femur di Ruang Tulip 3 RSUD Sidoarjo..

5. Melakukan evaluasi keperawatan nyeri akut pada pasien post op ORIF

fraktur femur di Ruang Tulip 3 RSUD Sidoarjo.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Pada Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan memberikan manfaat

untuk meningkatkan pengetahuan dan Praktik terutama dalam pemberian Asuhan

Keperawatan nyeri akut pada pasien post op ORIF fraktur femur di Ruang Tulip 3

RSUD Sidoarjo.
5

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Institusi Pendidikan

Pada studi kasus ini diharapkan dapat digunakan sebagai refrensi serta

pengembangan ilmu pengetahuan yang dapat digunakan sebagai bahan

selanjutnya bagi mahasiswa yang ingin menyempurnakan penulisan ini.

2. Bagi Institusi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan

bagi perawat khususnya dalam penanganan pasien post op ORIF Fraktur Femur.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Nyeri Akut

2.1.1 Definsi

Nyeri merupakan suatu mekanisme proteksi bagi tubuh, timbul

ketika jaringan sedang rusak dan menyebabkan individu tersebut bereaksi

untuk menghilangkan rasa nyeri (Arthur C Curton ; Prasetyo 2010 dalam

Andarmoyo, S., 2013).

Nyeri Akut merupakan pengalaman sensorik atau emosional yang

berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset

mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang

berlangsung kurang dari 3 bulan. (PPNI SDKI , 2018).

2.1.2 Penyebab

1. Agen Penyebab Fisiologis (Mis. inflamsi, iskemia, neoplasma)

2. Agen Pencedera Kimia (Mis. terbakar, bahan kimia iritan )

3. Agen Pencendera Fisik (Mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong,

mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan )

(PPNI SDKI, 2018)

2.1.3 Manifestasi Klinis

1. Gejala dan Tanda Mayor

a. Subyektif

Mengeluh nyeri

b. Obyektif

1) Tampak meringis

6
7

2) Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari nyeri)

3) Gelisah

4) Frekuensi nadi meningkat

5) Sulit tidur

2. Gejala dan Tanda Minor

a. Subyektif

(tidak tersedia)

b. Obyektif

1) Tekanan darah meingkat

2) Pola nafas berubah

3) Nafsu makan berubah

4) Proses berfikir terganggu

5) Menarik diri

6) Berfokus pada diri sendiri

7) Diaforesisi

(PPNI SDKI,2018)

2.1.4 Teori-teori Nyeri

Berikut ini beberapa teori terkait dengan nyeri untuk memberikan

pemahaman dalam mempelajari kompleksitas nyeri:

1. Teori Spesivitas (Specivicity Theory)

Teori spesivitas nyeri ini diperkenlkan oleh Descartes. Teori ini

menjelaskan bahwa nyeri berjalan dari reseptor-reseptor nyeri yang spesifik

melalui jalur neuroanatomik tertentu ke pusat nyeri di otak dan bahwa

hubungan antara stimulus dan respon nyeri yang bersifat langsung dan
8

invariabel. Prinsip teori ini adalah reseptor somatosensorik adalah reseptor

yang mengalami spesialisi untuk berespons secara optimal terhadap satu

atau lebih tipe stimulus tertentu, dan tujuan perjalanan neuron aferen primer

dan jalur ascendens merupakan faktor krisis dalam membedakan sifat

stimulus di perifer (Price & Wilson, 2002 dalam Andarmoyo, S., 2013)

2. Teori Pola (Pattern Theory)

Teori pola ini menjelaskan bahwa nyeri disebabkan oleh berbagai

reseptor sensori yang dirangsang oleh pola tertentu. Nyeri merupakan akibat

stimulasi reseptor yang menghasilkan pola tertentu dari impuls saraf. Pada

sejumlah causalgia, nyeri pantom, dan neuralgia teori pola ini bertujuan

bahwa rangsangan yang kuat mengakiatkan berkembangnya gaung terus-

menerus pada spinal cord sehingga saraf transmisi nyeri bersifat

hipersensitif yang mana rangsangan dengan intensitas rendah dapat

menghasilkan transmisi (Lewis, 1983 dalam Andarmoyo, S., 2013)

3. Teori Pengontrolan Nyeri (Theory Gate Control)

Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) mengusulkan bahwa

impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme perahanan di

sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri

dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah

pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar

teori menghilangkan nyeri (Andarmoyo, S., 2013).

4. Endogenous Opiat Theory

Terdapat substansi seperti opiate yang terjadi secara alami didalam

tubuh. Substansi ini disebut endorphine, yang berasal dari kata endogenous
9

dan morphine. Goldstein mencari reseptor morphine dan heroin,

menemukan bahwa reseptor dalam otak cocok dengan adanya molekul-

molekul seperti morphine dan heroin. Ia bertanya pada dirinya sendiri

mengapa reseptor-reseptor ini terletak di otak, pada saat opiate tidak

ditemukan secara alami di area ini. Setelah melalui penelitian yang seksama,

jawabnya adalah bahwa otak menghasilkan opiate otak alami. Endorfin

merupakan sistem penekanan nyeri yang dapat diaktifkan dengan

merangsang daerah reseptor endorphin di zat kelabu periaqueduktus otak

tengah (deGroot, 1997 dalam Andarmoyo, S., 2013).

2.1.5 Skala Nyeri

Skala nyeri merupakan gambaran tentang seberapa parah nyeri

dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan

individual serta kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan

sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan

pendekatan objektif yang paling mungkin adala menggunakan respons

fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan

tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu

sendiri (Tamsuri, 2007 dalam Andarmoyo, S., 2013)

Penilaian nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan skala sebagai

berikut:

1. Skala Deskritif

Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang

lebih objektif. Skala pendeskripsi verbal(Verbal Descriptor Scale, VDS)

merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi
10

yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskrpsi ini

diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”.

Perawat menunjukkan partisipan skala tersebut dan minta partisipan untuk

memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan

seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa

paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan partisipan memiih

sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri

Gambar 2.1 Skala Nyeri Deskritif


(Potter & Perry, 2006 dalam Andarmoyo, S., 2013).

2. Nyeri Numerik

Dalam hal ini, partisipan menilai nyeri dengan menggunakan skala 1-10.

Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan

setelah interbensi terapeutik. Apabila digunakan saat mengkaji patokan 10 cm.

0 = tidak ada rasa sakit, merasa normal , 1= nyeri hampir tak terasa (sangat

ringan) = Sangat ringan, seperti gigitan nyamuk. Sebagian besar waktu Anda

tidak pernah berpikir tentang rasa sakit, 2 (tidak menyenangkan) = nyeri

ringan, seperti cubitan ringan pada kulit, 3 (bisa ditoleransi) = nyeri sangat

terasa, seperti pukulan ke hidung menyebabkan hidung berdarah, atau suntikan

oleh dokter, 4 (menyedihkan) = Kuat, nyeri yang dalam, seperti sakit gigi atau

rasa sakit dari sengatan lebah, 5 (sangat menyedihkan) = Kuat, dalam, nyeri

yang menusuk, seperti pergelangan kaki terkilir, 6 (intens) = Kuat, dalam,


11

nyeri yang menusuk begitu kuat sehingga tampaknya sebagian mempengaruhi

sebagian indra Anda, menyebabkan tidak fokus, komunikasi terganggu, 7

(sangat intens) = Sama seperti 6 kecuali bahwa rasa sakit benar-benar

mendominasi indra Anda menyebabkan tidak dapat berkomunikasi dengan

baik dan tak mampu melakukan perawatan diri, 8 (benar-benar mengerikan)

= Nyeri begitu kuat sehingga Anda tidak lagi dapat berpikir jernih, dan sering

mengalami perubahan kepribadian yang parah jika sakit datang dan

berlangsung lama, 9 (menyiksa tak tertahankan) = Nyeri begitu kuat sehingga

Anda tidak bisa mentolerirnya dan sampai-sampai menuntut untuk segera

menghilangkan rasa sakit apapun caranya, tidak peduli apa efek samping atau

risikonya, 10 (sakit tak terbayangkan tak dapat diungkapkan) = Nyeri begitu

kuat tak sadarkan diri. Kebanyakan orang tidak pernah mengalami sakala

rasa sakit ini. Karena sudah keburu pingsan seperti mengalami kecelakaan

parah, tangan hancur, dan kesadaran akan hilang sebagai akibat dari rasa sakit

yang luar biasa parah.

Gambar 2.2 Skala Nyeri Numerik


(Potter & Perry, 2006 dalam Andarmoyo, S., 2013).

3. Skala analog

Skala analog adalah garis lurus/horizontal sepanjang 10 cm, yang mewakili

intensitas nyeri yang terus-menerus dan pendekskripsi verbal pada setiap

ujungnya. Pasien dimita untuk menunjukkan titik pada garis yang

menunjukkan letak nyeri terjadi sepanjang garis tersebut. Skala analog seperti
12

gambar dibawah ini:

Gambar 2.3 Skala Nyeri Analog


(Smeltzer, 2002 dalam Andarmoyo, S., 2013).

4. Nyeri berdasarkan karakteristik Menurut Judha (2012) yang terdiri dari :

- Provocate / Paliatif (P), penyebab terjadinya nyeri dari partisipan, hal yang

membuat nyerinya lebih baik, dalam hal ini perlu dipertimbangkan bagian-

bagian tubuh mana yang mengalami cedera termasuk menghubungkan

antara nyeri yang diderita dengan factor psikologisnya, karena biasanya

terjadinya nyeri hebat karena dari factor psikologis bukan dari lukanya.

- Quality(Q)kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subyektif yang

diungkapkan oleh partisipan, seringkali partisipan mendiskripsikan nyeri

dengan kalimat nyeri seperti ditusuk, terbakar, sakit nyeri dalam atau

superfisial, atau bahkan seperti di gencet.

- Region(R), untuk mengkaji lokasi, tenaga kesehatan meminta penderita

untuk menunjukkan semua bagian / daerah yang dirasakan tidak nyaman.

Untuk melokalisasi lebih spesifik maka sebaiknya tenaga kesehatan

meminta penderita untuk menunjukkan daerah yang nyerinya minimal

sampai kearah nyeri yang sangat. Namun hal ini akan sulit dilakukan

apabila nyeri yang dirasakan bersifat menyebar atau difuse.

- Severe(S), tingkat keparahan merupakan hal yang paling subyektif yang

dirasakan oleh penderita, karena akan diminta bagaimana kualitas nyeri,

kualitas nyeri harus bisa digambarkan menggunakan skala yang sifatnya


13

kuantitas.

- Time(T), tenaga kesehatan mengkaji tentang awitan, durasi dan rangkaian

nyeri. Perlu ditanyakan kapan mulai muncul adanya nyeri, berapa lama

menderita, seberapa sering untuk kambuh dll.

2.1.6 Faktor Yang Mempengaruhi Respon Nyeri

Terdapat berbagai faktor yang daat mempengaruhi persepsi individu

terhadap nyeri. Sebagai tenaga kesehatan, seorang perawat perlu

memahami faktor-faktor tersebut agar dapat memberikan pendekatan yang

tepat dalam pengkajian dan perawatan terhadap partisipan yang

mengalami masalah nyeri. Faktor-faktor tersebut antara lain:

1. Usia

Pada pasien lansia, seorang perawat harus melakukan pengkajian secara

lebih rinci ketika seorang lansia melaporkan adanya nyeri. Sebagian lansia

terkadang pasrah terhadap apa yang mereka rasakan. Mereka menganggap hal

tersebut merupakan konsekuensi penuaan yang tidak bisa dihindari. Meskipun

banyak lansia mencari perawatan kesehatan karena nyeri, yang lainnya enggan

untuk mencari bantuan bahkan ketika mengalami nyeri hebat, karena mereka

menganggap bahwa nyeri yang dirasakan adalah bagian dari proses penuaan

yang normal terjadi pada setiap lansia (Andarmoyo, S., 2013).

2. Jenis Kelamin

Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam

berespons terhadap nyeri. Diragukan apakah hanya jenis kelamin saja yang

merupakan suatu faktor dalam pengekspresian nyeri. Beberapa kebudayaan

memengaruhi jenis jelamin dalam memaknai nyeri misal: menganggap bahwa


14

anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan anak

perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama (Potter & Perry, 2006

dalam Andarmoyo, S., 2013).

3. Kebudayaan

Keyakinan dan nilai kebudayaan mempengaruhi cara idividu mengatasi rasa

nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh

kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri

(Calvillo dan Flaskerud, 1991; Potter dan Perry, 2006 dalam Andarmoyo, S.,

2013).

4. Ansietas

Stimulus nyeri akan mengaktifkan bagian sistem limbic yang diyakini

mengendalikan emosi seseorang, khususnya ansietas. Sistem limbic dapat

memproses reaksi emosi terhadap nyeri yakni memperburuk atau

menghilangkan nyeri (Paice, 1991 ; Potter & Perry, 2006 dalam Andarmoyo, S.,

2013)

5. Keletihan

Rasa kelelahan akan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan

menurunkan kemampuan koping. Apabila keletihan disertai kesulitan tidur,

persepsi nyeri bahkan dapat terasa lebih berat lagi (Potter & Perry, 2006 dalam

Andarmoyo, S., 2013).

6. Pengalaman sebelumnya

Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian episode nyeri

tanpa pernah sembuh atau menderita nyeri yang beratmaka ansietas atau

bahkan rasa takut dapat muncul. Sebaliknya, apabila individu mengalami nyeri
15

dengan jenis yang sama berulang-ulang, tetapi kemudian nyeri tersebt dengan

berhasil dihilangkan akan lebih mudah bagi individu tersebut untuk

menginterprestasikan sensasi nyeri akibatnya partisipan akan lebih sia untuk

melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menghasilkan nyeri.

Apabila seseorang partisipan tidak pernah merasakan nyeri, persepsi pertama

nyeri dapat menganggu koping terhadap nyeri (Potter & Perry, 2006 dalam

Andarmoyo, S., 2013).

7. Gaya Koping

Penting untuk memahami sumber koping partisipan selama ia mengalami

nyeri. Sumber-sumber seperti berkomunikasi dengan keluarga pendukung

melakukan latihan, atau menyanyi dapat digunakan dalam askep untuk upaya

mendukung partisipan mengurangi nyeri sampai tingkat tertentu (Potter & Perry,

2006 dalam Andarmoyo, S., 2013).

8. Dukungan Keluarga dan Sosial

Individu mengalami nyeri sering kali bergantung pada anggota keluarga

atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan atau perlindungan.

Walaupun nyeri tetap partisipan rasakan, kehadiran orang yang dicintai

partisipan kan meminimalkan kesepian dan ketakutan partisipan (Potter & Perry,

2006 dalam Andarmoyo, S., 2013).

2.1.7 Penatalaksanaan Nyeri Pasca Bedah

1. Farmakologis

a. Analgesik: yang diberikan pada pasien pasca bedah Fraktur pada umumnya

menggunakan golongan non opioid (Andarmoyo, 2013). Golongan non

opioid yang sering diberikan adalah acetaminophen atau non steroidal


16

anti-inflamantory drugs (NSAIDs) dan digunakan untuk menghilangkan

nyeri ringan atau sedang.

b. Analgesik narkotik atau opiat

Analgesik opioid/ narkotik paling sering digunakan adalah morfin (dan

turunannya). Opioid biasanya digunakan untuk mengatasi nyeri pada

partisipan yang mengalami nyeri sedang sampai berat (Rosdahl &

Kawalski, 2015). Analgesik narkotik atau opiat umumnya diresepkan dan

digunakan untuk nyeri sedang sampai berat, seperti pascaoperasi dan nyeri

maligna. Analgesik ini bekerja pada sistem saraf pusat untuk menghasilkan

kombinasi efek mendepresi dan menstimulasi (Andarmoyo, S., 2013).

c. Obat tambahan (Adjuvan)

Adjuvan seperti sedatif, anticemas, dan relaksasi otot meningkatkan

kontrol nyeri atau menghilangkan gejala lain yang terkait dengan nyeri

seperti mual muntah. Agens tersebut diberikan dalam bentuk tunggal atau

disertai dengan analgesik. Sedatif sering kali diresepkan untuk penderita

nyeri kronik. Obat- obatan ini dapat menimbulkan rasa kantuk dan

kerusakan koordinasi, keputusasaan, dan kewaspadaan mental

(Andarmoyo, S., 2013).

c. Terapi simptomatis : pemberian golongan reseptor alfa-adrenergik

inhibitor mampu merelaksasikan otot polos prostat dan saluran kemih akan

lebih terbuka. Obat golongan 5-alfa-reduktase inhibitor mampu

menurunkan kadar dehidrotestosteron intraprostat, sehingga dengan

turunnya kadar testosterone dalam plasma maka prostatakan mengecil

(Prabowo, 2014).
17

2. Non farmakologis :

Banyak intervensi keperawatan nonfarmakologis yang dapat

dilakukan dengan mengkombinasikan pemberian analgesik dengan terapi

nonfarmakologis seperti distraksi dan relaksasi.

a. Relaksasi merupakan terapi perilaku-kognitif pada intervensi

nonfarmakologis yang dapat mengubah persepsi pasien tentang nyeri,

mengubah perilaku nyeri dan memberi pasien rasa pengendalian yang

lebih besar terhadap nyeri. Relaksasi akan menimbulkan respon fisiologis

seperti penurunan denyut nadi, penurunan konsumsi oksigen, penurunan

kecepatan pernapasan, penurunan tekanan darah dan penurunan tegangan

otot. Selain itu, relaksasi akan berdampak terhadap respon psikologis yaitu

menurunkan stress, kecemasan, depresi dan penerimaan terhadap kontrol

nyeri pasca bedah (Prabowo, 2014).

b. Distraksi adalah mengalihkan perhatian partisipan ke hal yang lain

sehingga dapat menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri bahkan

meningkatkan toleransi terhadap nyeri (Prabowo, 2014).

1) Distraksi visual/ penglihatan

Distraksi visual atau penglihatan adalah pengalihan perhatian selain nyeri

yang diarahkan ke dalam tindakan-tindakan visual atau pengamatan.

Misalnya melihat pertandingan olahraga, menonton televisi, membaca

koran, melihat pemandangan indah, dsb (Andarmoyo, S., 2013).

2)Distraksi Audio/ pendengaran

Pengalihan perhatian selain nyeri yang diarahkan ke dalam tindakan-

tindakan melalui organ pendengaran. Misalnya mendengarkan musik


18

yang disukai atau mendengarkan suara kicauan burung serta gemercik

sir. Saat mendengarkan musik, individu dianjurkan untuk memilih musik

yang disukai dan musik tenang seperti musik klasik dan minta untuk

berkonsentrasi pada lirik dan irama lagu. Partisipan juga diperbolehkan

untuk menggerakkan tubuh mengikuti irama lagu seperti bergoyang,

mengetuk jari atau kaki (Andarmoyo, S., 2013).

2.1.8 Proses terjadinya Nyeri Akut pada pasien post op ORIF Fraktur

Nyeri pasca pembedahan ORIF disebabkan oleh tindakan invasif

bedah yang dilakukan. Walaupun fragmen tulang telah direduksi, tetapi

manipulasi seperti pemasangan sekrup dan plat menembus tulang yang

menimbulkan nyeri hebat. Nyeri akut post op timbul melalui proses

multiple yaitu nosiepsi,sensitisasi perifer, perubahan fenotif, sensitisasi

sentral, eksitibilisasi ektopik, reogranisasi struktural, dan penurunan

inhibasi. Terdapat empat proses yang jelas terjadi mengikuti proses

elektro-fisiologis nosisepsi, yaitu : transduksi, tranmisi, modulasi, dan

presepsi (Bahrudin, 2017). Rangsangan nyeri diterima oleh kulit bisa

dengan intensitas tinggi dan rendah. Apabila sel mengalami nekrotik akan

merilis K+ dan protein intraseluler. Ketika terjadi peningkatan kadar K+ di

ekstraseluler terjadi depolarisasi nosiseptor. Protein pada beberapa kondisi

akan akan menginfiltrasi mikroorganisme sehingga terjadi inflamasi.

Akibatnya terjadi pelepasan mediator nyeri seperti leukotrien.

Prostaglandin E2, dan histamin yang merangsang nosiseptor kemudian

terjadinya nyeri (hyperalgesia atau allodymia). Lesi tersebut juga akan

mengaktifkan faktor pembekuan darh sehingga bradykinin dan serotinin


19

terstimulasi dan merangsang nosiseptor. Apabila terjadi oklusi pembuluh

darah dapat terjadi iskemia yang menyebabkan akumulasi K+ ekstraseluler

dan H+ yang selanjutnya mengaktifkan nosiseptor (Bahrudin, 2017).

Ketika terjadi kerusakan jaringan atau ancaman terjadi kerusakan

jaringan dalam kondisi seperti pembedahan akan menyebabkan sel-sel

menjadi rusak kemudian mengeluarkan zat-zat kimia yang bersifat algesik,

sitokinin, serta produk-produk seluler lain. Zat-zat ini akan berrkumpul di

sekitar jaringan yang rusak sehingga muncul nyeri. (latief,2010).

2.2 Konsep Post Op ORIF

2.2.1 Definisi Post Op ORIF

ORIF (Open Reduction Internal Fixation) adalah suatu jenis tindakan

pembedahan dengan pemasangan fiksasi internal yang dilakukan ketika fraktur

tidak dapat direduksi secara baik dengan reduksi tertutup, untuk mempertahankan

posisi tulang yang tepat pada fragmen tulang (Potter & Perry, 2010). Fungsi ORIF

untuk mempertahankan fungsi fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak

mengalami pergerakan. Internal fiksasi ini berupa intra medullary nail, biasanya

digunakan untuk fraktur tulang panjang.

Post ORIF merupakan peristiwa setelah dilakukannya tindakan pembedahan

pada Fraktur yang mengalami kerusakan pada kontinuitas tulang. Kondisi pos

operasi dimulai saat pasien dipindahkan keruang pemulihan dan berakhir sampai

evaluasi selanjutnya. Pasien yang telah menjalani pembedahan akan dipindahkan

ke ruang perawatan untuk pemulihan post pembedahan. (Muttaqin, 2011).

2.2.2 Tujuan ORIF (Open Reduction Internal Fixation)


20

Adapun beberapa tujuan untuk dilakukannya ORIF diantara lain :

1. memperbaiki fungsi dengan mengembalikan gerakan dan stabilitasi

2. mengurangi nyeri

3. klien dalam melakukan ADL dengan bantuan yang minimal dan dalam

lingkup keterbatasan klien.

4. Sirkulasi yang adekuat dipertahankan pada ekstremitas yang terkena

5. Tidak ada kerusakan kulit.

(Brunner & Suddarth, 2010)

2.2.3 Indikasi dan Kontraindikasi ORIF

1. Indikasi dari pembedahan ORIF :

a. fraktur yang tidak stabil dan jenis fraktur yang apabila ditangani dengan

metode terapi lain, terbukti tidak memberi hasil yang memuaskan.

b. Fraktur leher femoralis, fraktur lengan bawah distal, fraktur intraartikular

disertai pergeseran

c. Fraktur avulasi mayor yang disertai oleh gangguan sginifikan pada

struktur otot tendon.

2. Kontraindikasi tindakan pembedahan ORIF :

a. Tulang osteoporotik terlalu rapuh menerima implan

b. Jaringan lunak diatasnya berkualitas buruk

c. Terdapat infeksi

d. Adanya fraktur comminuted yang parah menghambat rekontruksi

e. Pasien dengan penurunan kesadaran

f. Pasien dengan fraktur yang parah dan belum ada penyatuan tulang

(Brunner & Suddarth, 2010)


21

2.2.4 Keuntungan dan Kerugian ORIF

1. keuntungan dilakukan tindakan ORIF

a. Mobiliasai diri tanpa fiksasi luar

b. Ketelitian reposisi fragmen – fragmen fraktur

c. Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf di sekitarnya.

d. Stabilisasi fiksasi yang cukup memadai dapat dicapai

e. Perawatan di RS yang relatif singkat pada kasus tanpa komplikasi

f. Potensi untuk mempertahankan fungsi sendi yang mendekati normal

serta kekuatan otot selama perawatan fraktur

2. Kerugian dilakukan tindakan ORIF

a. Setiap anastesi dan operasi mempunyai resiko komplikasi bahkan

kematian akibat dari tindakan tersebut.

b. Penanganan operatif memperbesar kemungkinan infeksi dibandingkan

pemasangan gip atau traksi.

c. Penggunaan stabilisasi logam interna memungkinkan kegagalan alat itu

sendiri (Malunion).

(Brunner & Suddarth, 2010)

2.2.5 Perawatan Post Operasi ORIF

Dilakukan untuk meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan pada bagian

yang sakit. Dapat dilakukan dengan cara :

1. Mempertahankan reduksi dan imobilisasi

2. Meninggikan bagian yang sakit untuk meminimalkan pembengkak

3. Mengontrol kecemasan dan nyeri (biasanya orang yang tingkat

kecemasannya tinggi, akan merespon nyeri dengan berlebih


22

4. Latihan otot

Pergerakan harus tetap dilakukan selama masa imobilisasi tulang, tujuannya

agar otot tidak kaku dan terhindar dari pengecilan masa otot akibat latihan

yang kurang.

5. Memotivasi klien untuk melakukan aktivitas secara bertahap dan

menyarankan keluarga untuk selalu memberikan dukungan kepada klien.

2.3 Konsep Fraktur Femur

2.3.1 Definisi

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang

yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Risnanto,2014). Menurut Herdman

dan Kamitsuru (2015) fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh

trauma atau tenaga fisik. Fraktur dapat terjadi di bagian ekstremitas atau anggota

gerak tubuh yang disebut dengan fraktur ekstremitas. Fraktur ekstremitas adalah

fraktur yang terjadi pada tulang yang membentuk lokasi ekstremitas atas (tangan,

pergelangan tangan, lengan, siku, lengan atas, dan bahu) dan ekstremitas bawah

(pinggul, paha, lutut, kaki bagian bawah, pergelangan kaki, dan kaki) (UT

Southwestern Medical Center, 2016).

Fraktur femur adalah terputus atau hilangnya kontinuitas tulang femur,

kondisi fraktur ini secara klinis dapat berupa fraktur femur terbuka yang disertai

dengan kerusakan jaringan lainnya (otot,saraf,kulit,pembuluh darah darah ) dan

fraktur femur tertutup yang disebabkan oleh trauma pada paha secara langsung

(Helmi, 2016).
23

Fraktur Femur adalah rusaknya kontinuitas tulang paha yang dapat

disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti

degenerasi tulang/osteoporosis, hilangnya kontuinitas tulang paha tanpa atau

disertai adanya kerusakan jaringan lunak seperti otot,kulit,jaringan saraf dan

pembuluh darah. Fraktur femur dapat menyebabkan komplikasi,morbiditas yang

lama dan juga kecacatan apabila tidak mendapatkan penanganan yang baik.

Kompilkasi yang timbul akibat fraktur femur antara lain perdarahan,cedera organ

dalam,infeksi luka,emboli lemak,sindroma pernafasan,selain itu pada daerah

tersebut terdapat pembuluh darah besar sehingga apabila terjadi cedera fraktur

femur akan berakibat fatal,oleh karena itu diperlukan tindakan segera (Suriya &

Zurianti, 2019).

2.3.2 Anatomi Fisiologi Femur

1. Anatomi

Gambar 2.4 Anatomi Tulang Femur


Sumber : Paulsen F & J.Waschke, 2013.

Femur merupakan tulang betis, yang di bagian proksimal

berartikulasi dengan pelvis dan dibagian distal berartikulasi dengan tibia


24

melalui condyles. Di daerah proksimal terdapat prosesus yang disebut

trochanter mayor dan trochanter minor, dihubungkan oleh garis

intertrochanteric. Di bagian distal anterior terdapat condyle lateral dan

condyle medial untuk artikulasi dengan tibia, serta permukaan untuk

tulang patella. Di bagian distal posterior terdapat fossa intercondylar.

Bagian-bagian Femur :

1. Femur pada ujung proksimal :

bagian atasnya memiliki caput, collum, trochanter major dan trochanter

minor. Bagian caput merupakan lebih kurang dua pertiga bola dan

berartikulasi dengan acetabulum dari os coxae membentuk articulatio coxae.

Pada pusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu

tempat perlekatan ligamentum dari caput. Sebagian suplai darah untuk caput

femoris dihantarkan sepanjang ligamen ini dan memasuki tulang pada

fovea.

Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan ke

bawah, belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat

(pada wanita sedikit lebih kecil) dengan sumbu panjang batang femur.

Besarnya sudut ini perlu diingat karena dapat dirubah oleh penyakit.

Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher dan

batang. Yang menghubungkan dua trochanter ini adalah linea

intertrochanterica di depan dan crista intertrochanterica yang mencolok di

bagian belakang, dan padanya terdapat tuberculum quadratum.

2. Bagian batang/Shaft femur


25

Umumnya menampakkan kecembungan ke depan. Ia licin dan bulat pada

permukaan anteriornya, namun pada bagian posteriornya terdapat rabung,

linea aspera. Tepian linea aspera melebar ke atas dan ke bawah.Tepian

medial berlanjut ke bawah sebagai crista supracondylaris medialis menuju

tuberculum adductorum pada condylus medialis.Tepian lateral menyatu ke

bawah dengan crista supracondylaris lateralis. Pada permukaan posterior

batang femur, di bawah trochanter major terdapat tuberositas glutealis, yang

ke bawah berhubungan dengan linea aspera. Bagian batang melebar ke arah

ujung distal dan membentuk daerah segitiga datar pada permukaan

posteriornya, disebut fascia poplitea.

3. Ujung bawah/Distal femur

memiliki condylus medialis dan lateralis, yang di bagian posterior

dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus

dihubungkan oleh permukaan sendi untuk patella. Kedua condylus ikut

membentuk articulatio genu. Di atas condylus terdapat epicondylus lateralis

dan medialis. Tuberculum adductorium berhubungan langsung dengan

epicondylus medialis.

Terdapat pembuluh daarah besar disekitar femur, yaitu femoral

artery, dan femoral vein. Vena yang terdapat pada sekitar tulang femur

atau yang disebut common femoral vein memiliki diameter rata-rata 11,84

mm pada saat relaksasi, dan mampu meningkat hingga 14,27 mm.

Diameter arteri femoralis adalah sekitar 3,9 hingga 8,9 mm. Terdapat

great saphenous vein yang merupakan vena besar,subkutan dan


26

supervisial. Vena ini merupakan vena terpanjang pada tubuh manusia yang

bekerja pada sepanjang ektremitas bawah ( Keiler dkk. 2018).

2. Fisiologi Tulang

Kaufman dkk (2018) menjelaskan bahwa fungsi utama sistem skeletal pada

manusia meliputi 3 hal yaitu support,movement, dan proteition. Sistek skeletal

manusia terdiri dari tulang rawan, ligamen da jaringan lain yang melakukan fungsi

penting untuk tubuh manusia. Komponen-komponen tersebut melakukan fungsi

sebagai berikut ;

1) Melindungi organ tubuh internal

2) Memproduksi dan menyimpan lemak

3) Memproduksi sel darah merah

4) Memproduksi dan menampung mineral tulang mentimpan 97% kalsium

dan fosfor tubuh.

5) Mendukung pergerakan tubuh

6) Menyokokng rangka dan bentuk tubuh.

2.3.3 Klasifikasi

Menurut Sulistyaningsih (2016), berdasarkan ada tidaknya hubungan

antar tulang dibagi menjadi :

1) Fraktur Terbuka

Adalah patah tulang yang menembus kulit dan memungkinkan

adanya hubungan dengan dunia luar serta menjadikan adanya

kemungkinan untuk masuknya kuman atau bakteri ke dalam luka.

Berdasarkan tingkat keparahannya fraktur terbuka dikelompokkan menjadi

3 kelompok besar menurut klasifikasi (Gustillo dan Anderson, 2015) yaitu:


27

a. Derajat I

Kulit terbuka <1cm, biasanya dari dalam ke luar, memar otot yang ringan

disebabkan oleh energi rendah atau fraktur dengan luka terbuka

menyerong pendek.

b. Derajat II

Kulit terbuka >1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang luas,

komponen penghancuran minimal sampai sedang, fraktur dengan luka

terbuka melintang sederhana dengan pemecahan minimal.

c. Derajat III

Kerusakan jaringan lunak yang lebih luas termasuk otot,kulit,dan struktur

nurovaskuler, cidera yang disebabkan oleh energi tinggi dengan

kehancuran komponen tulang yang parah.

2) Fraktur Tertutup

Adalah patah tulang yang tidak mengakibatkan robeknya kulit

sehingga tidak ada kontak dengan dunia luar.Fraktur tertutup

diklasifikasikan berdasarkan tingkat kerusakan jaringan lunak dan

mekanisme cidera tidak langsung dan cidera langsung antara lain:

a. Derajat 0

Cidera akibat kekuatan yang tidak langsung dengan kerusakan jaringan

lunak yang tidak begitu berarti.

b. Derajat 1

Fraktur tertutup yang disebabkan oleh mekanisme energi rendah sampai

sedang dengan abrasi superfisial atau memar pada jaringan lunak di

permukaan situs fraktur.


28

c. Derajat 2

Fraktur tertutup dengan memar yang signifikan pada otot, yang mungkin

dalam, kulit lecet terkontaminasi yang berkaitan dengan mekanisme

energi sedang hingga berat dan cidera tulang, sangat beresiko terkena

sindrom kompartemen.

d. Derajat 3

Kerusakan jaringan lunak yang luas atau avulsi subkutan dan gangguan

arteri atau terbentuk sindrom kompartement ( Kenneth at al, 2015)

Menurut Helmi (2016) klasifikasi fraktur femur dibagi menjadi :

1) Fraktur Intretrochanter Femur

Fraktur intretrokhanter adalah fraktur yang terjadi antara trochanter mayor

dan minor sepanjang linea intertrichanteria, diluar kapsula sendi. Trauma

berenergi tinggi dapat menyebabkan fraktur corpus (shaft) femoralis.

2) Fraktur Subtrochanter Femur

Adalah fraktur dimana garis patahnya fraktur subtrochanter femur 5 cm

distal dari trochanter minor. Fraktur jenis ini dibagi dalam beberapa

klasifikasi, tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah

klasifikasi Fielding & magliato, yaitu sebagai berikut :

a. Tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor

b. Tipe 2 : garis patah berada 1-2 inci dibawah dari batas trochanter minor

c. Tipe 3 : garis patah berada 2-3 inchi di distal dari batas trochanter minor

3) Fraktur Suprakondiler Femur

Fraktur suprakondiler fragmen bagian distal selalu menjadi dislokasi

keposterior. Hal ini biasanya adanya tarikan otot-otot gastroknemius.


29

Biasanya fraktur suprakondiler ini disebabkan oleh trauma langsung karena

kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya aksial dan stres valgus atau varus,

dan disertai gaya rotasi. Manifestasi klinis didapatkan pembengkakan pada

lutut, deformitas yang jelas dengan pemendekan pada tungkai, nyeri bila

bergerak dan mempunyai resiko terhadap sindrom kompartemen pada

bagian distal.

4) Fraktur Kondiler Femur

Mekanisme trauma biasanya merupakan kombinasi dari gaya hiperabduksi

dan adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur ke atas.manifestasi

klinis didapatkan adanya pembengkakan pada lutut,hematrosis,dan

deformitas pada ekstremitas bawah. Penderita juga mengeluh adanya nyeri

lokal, dan kondisi neurologi vaskuler harus selalu diperiksa adanya tanda

dan gejala sindrom kompratemen pada bagian distal.

5) Fraktur Batang Femur

Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat

kecelakaan lalu lintas dikota besar atau dari ketinggian, patah pada daerah

ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan

penderita jatuh dan syok, salah satu klasifikasi batang femur dibagi

berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah.

Secara klinik fraktur batang femur dibagi dalam fraktur femur terbuka dan

tertutup.

2.3.4 Etiologi

Fraktur dapat terjadi akibat adanya tekanan yang melebihi

kemampuan tulang dalam menahan tekanan. Tekanan pada tulang dapat


30

berupa tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau

oblik, tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal,

tekanan sepanjang aksis tulang yang menyebabkan fraktur impaksi,

dislokasi, atau fraktur dislokasi, kompresi vertikal dapat menyebabkan

fraktur kominutif atau memecah, misalnya pada badan vertebra, talus, atau

fraktur buckle pada anak-anak (Risnanto, 2014).

Secara umum penyebab fraktur adalah sebagai berikut:

1. Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya

kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka

dengan garis patah melintang atau miring.

2. Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh

dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang

paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.

3. Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat

berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari

ketiganya, dan penarikan.

Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang

berlebihan pada tulang. Fraktur pada anak-anak biasanya sebagai akibat trauma

dari kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, atau penganiayaan anak. Karena

jaringan lunak pada anak-anak fleksibel, fraktur terjadi lebih sering daripada

cedera jaringan lunak (Risnanto, 2014).


31

2.3.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis menurut UT Southwestern Medical Center (2016) adalah

nyeri, hilangnya fungsi, deformitas/perubahan bentuk, pemendekan ekstremitas,

krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna Adapun penjelasan dari

manifestasi klinis adalah sebagai berikut:

a) Nyeri yang dirasakan terus menerus dan akan bertambah beratnya selama

beberapa hari bahkan beberapa minggu. Nyeri yang dihasilkan bersifat

tajam dan menusuk yang timbul karena adanya infeksi tulang akibat spasme

otot atau penekanan pada syaraf sensoris.

b) Deformitas : Setelah terjadinya fraktur, bagian yang terkena tidak dapat

digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah dari tulang yang

normal. Bergesernya fragmen pada fraktur akan menimbulkan perubahan

bentuk ekstremitas (deformitas) baik terlihat atau teraba yang dapat

diketahui dengan membandingkan bagian yang terkena dengan ekstremitas

yang normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi

normal otot tergantung pada integritas tulang yang menjadi tempat

melekatnya otot.

c) Pemendekan Tulang : Pada kasus fraktur panjang akan terjadi pemendekan

tulang sekitar 2,5 sampai 5 cm yang diakibatkan adanya kontraksi otot yang

melekat di atas dan bawah titik terjadinya fraktur.

d) Krepitasi : Saat pemeriksaan palpasi pada bagian fraktur ekstremitas, teraba

adanya derik tulang yang disebut sebagai krepitus. Derik tulang tersebut

muncul akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lain.


32

e) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi karena trauma

dan perdarahan saat terjadinya fraktur. Tanda ini biasanya terjadi setelah

beberapa jam atau hari setelah cidera .

Tidak semua manifestasi klinis diatas dialami pada setiap kasus fraktur

seperti fraktur linear, fisur, dan impaksi. Diagnosis tergantung pada gejala, tanda

fisik, dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya pasien akan mengeluh adanya

cidera pada area tersebut.

2.3.6 Patofisiologi

Pada kondisi trauma, diperlukan gaya yang besar untuk mematahkan tulang

femur individu dewasa. Kebanyakan fraktur ini terjadi karena trauma langsung

dan tidak langsung. Kondisi degenerasi tulang (osteoporosis) atau keganasan

tulang paha yang menyebabkan faktor patologis tanpa riwayat trauma, memadai

untuk mematahkan tulang femur (muttaqin, 2013).

Kerusakan neurovaskular menimbulkan manifestasi peningkatan risiko

syok, baik syok hipovolemik karena kehilangan darah banyak keadaan jaringan

maupun syok neurogenik karena nyeri yang sangat hebat yang dialami klien.

Respon terhadap pembengkakan yang hebat adalah sindrom kompartement.

Sindrom kompartement adalah suatu keadaan terjebaknya otot, pembuluh

darah,jaringan saraf, akibat pembengkakan lokal yang melebihi kemampuan suatu

kompartement atau ruang loka dengan manifestasi gejala yang khas, meliputi

keluhan nyeri hebat pada area pembengkakan, penurunan perfusi perifer secara

unilateral pada sisi distal pembengkakan, CRT (Capillary Reffil Time) lebih dari 3
33

detik pada sisi distal pembengkakan, penurunan denyut nadi pada sisi distal

pembengkakan (Muttaqin, 2013).

Kerusakan fragmen tulang femur menyebabkan gangguan mobilitas fisik

dan diikuti dengan spasme otot paha yang menimbulkan deformitas khas pada

paha,yaitu pendekatan tungkai bawah. Apabila kondisi ini berlanjut tanpa

dilakukan intervensi yang optimal akan menimbulkan risiko terjadinya malunion

pada tulang femur (Muttaqin, 2013).


34

Pathway
Trauma Trauma tidak Kondisi patologis
langsung langsung

Fraktur

Post Op ORIF

Luka insisi Pemasangan traksi Pergeseran


pen, kawat frag.tulang
scrup,dan plat
Cidera sel Deformitas

Degranulasi sel Penyembuhan


Mast tulang (delayed Dx : Ganggguan
Inflamasi union,nonumio,mal Mobilitas Fisik
bakteri union
Pelepasan
mediator kimia
Dx : Risiko
Dx : Ansietas
Infeksi
Nosiseptor

Medulla spinali

Kortek cerebri
(Sumber : Nurarif & Kusuma, 2015)
Dx : Nyeri
Akut
2.3.7 Komplikasi Fraktur Femur

1. Komplikasi Awal

a) Syok

Syok Hipovolemik atau traumatik, akibat perdaraan (baik kehilangan

darah eksternal maupun internal ) dan kehilangan cairan ekstrasel ke

jaringan yang rusak (Smeltzer, 2015).

b) Sindrom Emboli Lemak

Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk kedalam darah

karena tekanan sumsum lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena

katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stres pasien akan memobilisasi

asam lemak dan memudahkan trjadinya globula lemak dalam aliran

darah. Yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil yang masuk ke

otak, paru, ginjal, dan organ lain. Awitan gejalanya yang sangat cepat

terjadi dari beberapa jam sampai 1 minggu setelah cidera, namun paling

sering terjadi dalam 24 - 72 jam (Smeltzer, 2015)

c) Sindrom Kompartement

Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang

dari dibutuhkan untuk jaringan, bisa disebabkan karena penurunan

kompartemen otot ( karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat

atau gips atau balutan yang menjerat) atau peningkatan isi kompartement

otot ( karena edema atau perdarahan ) (smeltzer, 2015).

35
36

2. Komplikasi Lambat

a) Penyatuan Terlambat (Delayed Union)

Merupakan kegagalan fraktur berkonsodilatasi sesuai dengan waktu yang

dibutuhkan untuk menyambung. Hal ini terjadi karena suplai darah ke

tulang menurun. Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah

selang waktu 3-5 bulan (tiga bulan untuk anggota gerak atas dan lima

bulan untuk anggota gerak bawah ) (M. Clevo Rendy, 2012).

b) Non Union

Merupakan kegagalan fraktur berkonsodilatasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap, kuat dan stabil setelah 6-9 bulan. Non unioin

ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang

membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena

aliran darah yang keluar (M. Clevo Rendy, 2012).

c) Mal Union

Penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan

dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion terjadi karena adanya

kegagalan mekanis saat pembedahan atau remobilisasi (pemasangan dan

stabilisasi yang tidak memadai, kegagalan material, berkaratnya alat).

(M. Clevo Rendy, 2012).

2.3.8 Proses Penyembuhan Fraktur

Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu: (Risnanto, 2014)

1. Stadium satu (pembentukan hematoma)

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur.

Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan
37

sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini

berlangsung 24-48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.

2. Stadium dua (proliferasi seluler)

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro

kartilago yang berasal dari periosteum, endosteum,dan bone marrow

yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini

terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast

beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari

terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang

yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai

selesai, tergantung frakturnya.

3. Stadium tiga (pembentukan kallus)

Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan

osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai

membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh

kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi

sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur

dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal

dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang) menjadi

lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4

minggu setelah fraktur menyatu.

4. Stadium empat (konsolidasi)

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang

berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan


38

memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis

fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang

tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang

lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk

membawa beban yang normal.

5. Stadium lima (remodelling)

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama

beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh

proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae

yang lebih tebal diletakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi,

dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan

akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.

2.3.9 Pemeriksaan Penunjang

1. X-ray :

Untuk menentukan lokasi atau luasnya fraktur, mengetahui tempat dan tipe

fraktur, biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan

selama proses penyembuhan secara periodik. Hal yang harus dibaca pada x-

ray :

a. Bayangan jaringan lunak

b. Tipis atau tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau

biomekanik/ rotasi

c. Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi

2. Scan tulang : memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi

kerusakan jaringan lunak


39

3. Artriogram : dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler

4. Hitung darah lengkap : Hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun

pada perdarahan, peningkatan leukosit sebagai respon terhadap peradangan.

5. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal

6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi

atau cidera hati.

( Nurarif & Kusuma, 2015).

2.3.10 Penatalaksanaan

Menurut Muttaqin (2013) Pentalakasaan Fraktur Femur dibagi menjadi :

1) Pada fraktur femur terbuka harus dinilai dengan cermat untuk mencari ada

tidaknya :

1. Kehilangan kulit

2. Kontaminasi luka

3. Iskemia otot cedera pada pembuluh darah dan saraf Intervensi yang dapat

dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Profilaksis antibiotic

b. Debridement, pembersihan luka dan debridement harus dilakukan dengan

sesedikit mungkin penundaan. Jika terdapat kematian jaringan atau

kontaminasi yang jelas, luka harus diperluas dan jaringan yang mati

dieksisi dengan hati-hati. Luka akibat penetrasi fragmen tulang yang

tajam juga perlu dibersihkan dan dieksisi, tetapi cukup dengan

debridement terbatas saja

c. Stabilisasi, dilakukan pemasangan fiksasi interna atau fiksasi

d. Penundaan penutupan
40

e. Penundaan rehabilitasi

f. Fiksasieksterna

2) Penatalaksanan fraktur batang femur tertutup adalah sebagai berikut :

1. Terapi konservatif

a. Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi

definitive untuk mengurangi spasme otot

b. Traksi tulang berimbang dengan bagian pearson pada sendi lutut.

Indikasi traksi terutama fraktur yang bersifat komunitif dan segmental

c. Menggunakan cast brasting yang dipasang setelah terjadi union fraktur

secara klinis

2. Terapi operatif

a. ORIF (Open Reduction Internal Fixation)

Adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan internal fiksasi

pada tulang yang mengalami fraktur. Fungsi ORIF adalah untuk

mempertahankan posisi agar fragmen tilang tetap menyatu dan tidak

mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini berupa intramodullary nail

biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan tipe fraktur

transfer. Biasanya pada pembedahan ini yaitu pemasangan Plate dan

Screw.
41

2.4 Konsep Asuhan Keperawatan

Didalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode

proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap, yaitu

pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

2.4.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,

untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien

sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan

proses keperawatan sangat bergantung pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas

1. Pengumpulan Data

a. Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin (Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki-

laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun, Sedangkan pada

Usila prevalensi cenderung lebih banyak terjadi pada wanita berhubungan

dengan adanya osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormone),

umur (fraktur ekstremitas bawah dapat terjadi pada usia berapapun namun

paling banyak terjadi pada usia produktif), alamat, agama, bahasa yang

dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan (prevalensi fraktur

banyak terjadi pada kejadian kecelakaan lalu lintas, atlit dan kuli

bangunan), golongan darah, no. Register, tanggal MRS, diagnosa medis.

b. Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri

tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk

memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:


42

(1) Provoking Incident.

Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor presipitasi nyeri.

(2) Quality of Pain.

Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah

seperti dibakar, berdenyut, atau menusuk.

(3) Region.

Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau

menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.

(4) Severity (Scale) of Pain.

Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala

nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi

kemampuan fungsinya.

(5) Time.

Berapa lama nyeri berlangsung, kapan,apakah, bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,

yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien.

Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya

bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang

terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan

bisa diketahui luka kecelakaan yang lain.

d. Riwayat penyakit dahulu


43

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan

memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.

Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit pagets

disease yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk

menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka dikaki sangat

beresiko terjdinya osteomyeliti akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang.

e. Riwayat penyakit keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan

salah satu faktor presdiposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,

osteoporosis yang sering tejadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang

cenderung diturunkan secara genetik.

f. Riwayat Psikososial.

Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan

peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya

dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam

masyarakat.

2. Pola-Pola Fungsi Kesehatan.

1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat.

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada

dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu

penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan

hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu


44

metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu

keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.

2) Pola Nutrisi dan Metabolisme.

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-

harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk

membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi

klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan

mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama

kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan

faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain

itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.

3) Pola Eliminasi.

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi

walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau

feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji

frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga

dikaji ada kesulitan atau tidak.

4) Pola Tidur dan Istirahat.

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini

dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,

pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,

kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.


45

5) Pola Aktivitas.

Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan

klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh

orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien

terutama pekerjaan Klien. Karena aaa beberapa bentuk pekerjaan beresiko

untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain

6) Pola Hubungan dan Peran.

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.

Karena klien harus menjalani rawat inap.

7) Pola Persepsi dan Konsep Diri.

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan

kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk

melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang

salah (gangguan body image).

8) Pola Sensori dan Kognitif.

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal

fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga

pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa

nyeri akibat fraktur

9) Pola Reproduksi Seksual.

Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan

seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta

rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status

perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya.


46

10) Pola Penanggulangan Stress.

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu

ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme

koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan

baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena

nyeri dan keterbatasan gerak klien.

3. Pemeriksaan Fisik

Menurut (Muttaqin 2015) ada dua macam pemeriksaan fisik yaitu

pemeriksaan fisik secara umum (status general)untuk mendapatkan gambaran

umum dan pemeriksaan setempat (local). Hal ini diperlukan untuk dapat

melaksanakan perawatan total (total care).

1). Pemeriksaan Secara Umum

Baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:

a. Kesadaran penderita.

Kaji apakah Apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis, tergantung pada

keadaan klien.

b. Kesakitan, keadaan penyakit.

Kaji apakah Akut, kronik, ringan, sedang, berat, dan pada kasus fraktur

biasanya akut.

c. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk.
47

2). Pemeriksaan secara Head To Toe

a. Pemeriksaan Kepala dan Wajah

Inspeksi : kaji apakah kepala simetris atau tidak, rambut bersih,

adakah lesi atau tidak,kaji apakah pasien meringis atau

tidak.

Palpasi : kaji adanya nyeri tekan atau tidak dan apakah terdapat

benjolan

b. Mata

Inspeksi : Kaji pada conjungtiva anemis atau tidak anemis,sklera

normal atau ikterik,pupil isokor atau an isokor

Palpasi : Kaji adanya nyeri tekan atau tidak,adakah benjolan atau

tidak

c. Hidung

Inspeksi : Kaji apakah bentuk hidung simetris atau tidak,adakah

perdarahan atau tidak,adakah polip atau tidak,adakah

sputum atau tidak,adakah cuping hidung atau tidak

Palpasi : kaji adakah nyeri tekan atau tidak.

d. Telinga

Inspeksi : Kaji apakah kedua daun telinga terlihat simetris atau tidak,

adakah lesi atau tidak,pendengaran normal atau

tidak,adakah serumen atau tidak.

Palpasi : Kaji adakah nyeri tekan atau tidak


48

e. Mulut dan Faring

Inspeksi : Kaji mukosa bibir lembab atau kering,adakah sianosis aau

tidak,adakah lesi atau tidak,pucat atau tidak.

f. Leher

Inspeksi : Kaji adakah edema,adakah pembesaran pada vena

jugularis atau tidak

Palpasi : kaji adanya nyeri atau tidak,adakah pembesran pada

kelenjar tyroid atau tidak

g. Dada

(Paru-paru)

Inpeksi :Kaji bentuk dada kanan dan kiri simetris atau tidak, kaji

adakah edema,kaji adakah lesi,kaji adanya jejas atau tidak.

Palpasi : Kaji Tektil Fremitus kanan dan kiri Sama atau

tidak,adakah nyeri tekan atau tidak.

Perkusi : Kaji apakah sonor atau hipersonor

Auskultasi : adakah suara tambahan seperti Wheezing atau Snoring dan

Ronchi.

(Jantung)

Inspeksi : Kaji Adanya Jejas atau tidak

Palpasi : adakah nyeri tekan atau tidak

Perkusi : kaji apakah pekak atau redup

Auskultasi : Pada Bj 1 dan Bj 2 tunggal atau tidak,irama jantug reguller

atau irreguler.
49

h. Abdomen

Inspeksi : Kaji apakah acites atau tidak,adakah lesi atau tidak

Auskultasi : Kaji bising usus normal atau hiperaktif

Perkusi : Kaji apakah tympani atau hipertympani

Palpasi : Kaji adakah nyeri tekan atau tidak

i. Integumen

Inspeksi : Kaji adakah lesi atau tidak,adakah jejas atau tidak,adakah

edema atau tidak,kulit bersisik atau tidak.

Palpasi : Kaji CRT (Capillary Refill Time) kurang atau lebih dari 3

detik.,turgor baik atau jelek.

j. Ektremitas Atas dan bawah

1) Atas

Inspeksi : mengkaji kesimetrisan dan pergerakan ekstremitas atas,

Integritas ROM (Range Of Motion), kekuatan dan tonus

otot.

Palpasi : mengkaji bila terjadi pembengkakan pada ekstremitas atas

2) Bawah

Inspeksi : biasanya pada fraktur femur terdapat deformitas, terdapat

luka pada ekstremitas bawah (kaji bentuk luka,ukuran luka,

kedalaman lukalokasi luka, besar dan kecilnya luka,warna

disekitar luka) dan terdapat edema pada fraktur

femur.biasanya terdapat luka post operasi pada femur, dan

sulit untuk digerakan ,mengeluh nyeri pada saat digerakan.


50

Inspeksi : biasanya pada fraktur femur adanya krepitasi, adanya nyeri

tekan, biasanya kekuatan otot menurun.

k. Genetalia

Inspeksi : adakah kelaianan pada genetalia atau tidak.


51

2.4.2 Diagnosa Keperawatan Fraktur Femur

Tabel 2.1 Konsep Diagnosa Keperawatan Fraktur Femur

Diagnosa Keperawatan Kode

1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik D.0077

Sumber : PPNI,SDKI (2018)


52

2.4.3 Intervensi Keperawatan

Tabel 2.2 Konsep Intervensi Keperawatan Fraktur Femur

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria Intervensi


Hasil
1. Nyeri akut Definisi: SLKI SIKI
Pengalaman sensorik atau Tingkat Nyeri : Manajemen Nyeri:
emosional yang berkaitan Tingkat nyeri 1. Observasi.
dengan kerusakan jaringan menurun dengan a. Lokasi,
aktual atau fungsional, kriteria hasil: karakteristik,
dengan onset mendadak atau 1. Keluhan nyeri durasi, frekuensi,
lambat dan berintensitas menurun kualitas, intensitas
ringan hingga berat yang 2. Fokus membaik nyeri.
berlangsung kurang dari 3 3. Meringis b. Identitas skala
bulan . nyeri
menurun
(D.0077)
4. Sifat protektif c. Identitas respon
menurun nyeri non verbal
Penyebab :
5. Gelisah menurun d. Identitas faktor
1. Agen pencedera fisiologis yang
6. Kemampuan
(mis. Inflamasi, iskemia, memperberat dan
menuntaskan
neoplasma). memperingan
aktivitas
2. Agen pencedera kimiawi nyeri
7. Kesulitan tidur
(mis. Terbakar, bahan e. Identitas
menurun
kimia iritasi) pengetahuan dan
3. Agen pencedera 8. Berfokus pada
diri sendiri keyakinan tentang
fisik (mis. Abses, trauma, nyeri
menurun
amputasi, terbakar, f. Identifikasi
terpotong, mengangkat pengaruh nyeri
berat, prosedur operasi, pada kualitas
trauma, latihan fisik
hidup
berlebihan
g. Monitor
keberhasilan
Gejala
terapi
dan Tanda
komplementer
Mayor:
yang sudah
Subjektif:
diberikan
a. Mengeluh nyeri
Objektif: 2. Terapeutik.
a. Tampak meringis a. Berikan teknik
b. Bersikap protektif (mis. nonfarmakologis
Waspada, posisi untuk mengurangi
menghindari nyeri) rasa nyeri (mis.
c. Gelisah Relaksasi
d. Sulit tidur Benson)
b. Control
Gejala dan lingkungan yang
Tanda Minor: memperberat rasa
Subjektif: nyeri (mis. Suhu
(Tidak tersedia) ruang,
Objektif: pencahayaan,
53

a. Tekanan darah meningat kebisingan)


b. Pola nafas berubah c. Fasilitasi istirahat
c. Nafsu makan berubah dan tidur
d. Proses berfikir terganggu 3. Edukasi.
e. Menarik diri a. Jelaskan penyebab,
periode, dan
Kondisi klinis terkait: pemicu nyeri
a. Kondisi pembedahan b. Jelaskan strategi
b. Cedera traumatis meredakan nyeri
c. Infeksi c. Anjurkan
d. Sindrom koroner akut memonitor nyeri
e. Glaukoma secara mandiri
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgesik jika perlu

Sumber : Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Tim
Pokja SIKI DPP PPNI, (2018).

2.4.4 Implementasi

Implementasi merupakan pengolahan dan perwujudan dari suatu rencana

keperawatan yang telah di susun pada tahap perencanaan. Fokus pada intervensi

keperawatan antara lain: mempertahankan daya tahan tubuh, mencegah

komplikasi, menemukan perubahan sistem tubuh, menetapkan hubungan

partisipan dengan lingkungan, implementasi pesan dokter (Wahyuni, Nurul. S,

2016).

2.4.5 Evaluasi

Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan

terencana tentang kesehatan partisipan dengan tujuan yang telah ditetapkan,

dilakukan dengan cara bersambungan dengan melibatkan partisipan, keluarga dan

tenaga kesehatannya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan

partisipan mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada

psserencanaan (Sri Wahyuni, 2016)


54

Teknik penulisan SOAP menurut (Zaidin Ali, 2010) adalah sebagai berikut :

1. S (Subjective) : bagian ini meliputi data subjektif atau informasi yang

didapatkan dari partisipan setelah mendapatkan tindakan, seperti partisipan

menguraikan gejala sakit atau menyatakan keinginannya untuk mengetahui

tentang pengobatan. Ada tidaknya data subjektif dalam catatan

perkembangan tergantung pada keakutan penyakit partisipan.

2. O (Objective) : Informasi yang didapatkan berdasarkan hasil pengamatan,

penilaian, pengukuran yang dilakukan perawat setelah tindakan. Misalnya

pemeriksaan fisik, hasil laboratorium, observasi atau hasil radiologi.

3. A (Assesment) : Membandingkan antara informasi subjektif & objektif

dengan tujuan & kriteria hasil yang kemudian dapat ditarik kesimpulan

bahwa masalah teratasi, masalah teratasi sebagian, atau masalah tidak

teratasi

4. P (Planning) : Perencanaan bergantung pada pengkajian situasi yang

dilakukan oleh tenaga ksehatan. Rencana dapat meliputi instruksi untuk

mengatasi masalah partisipan, mengumpulkan data tambahan tentang

masalah partisipan, pendidikan bagi individu atau keluarga, dan tujuan

asuhan. Rencana yang terdapat dalam evaluasi atau catatan SOAP

dibandingkan dengan rencana pada catatan terdahulu, kemudian dapat

ditarik keputusan untuk merevisi, memodifikasi, atau meneruskan tindakan

yang lalu.

Rencana tindak lanjut dapat berupa : rencana diteruskan jika masalah tidak

berubah, rencana dimodifikasi jika masalah tetap dan semua tindakan sudah

dijalankan tetapi hasil belum memuaskan, rencana dibatalkan jika ditemukan


55

masalah baru dan bertolak belakang dengan masalah yang ada serta diagnosa

lama dibatalkan, rencana atau diagnosa selesai jika tujuan sudah tercapai dan

yang diperlukan adalah memelihara dan mempertahankan kondisi yang baru

(Hemanus, 2015).

Menurut Olfah (2016) ada 3 kemungkinan keputusan pada tahap evaluasi :

1. Partisipan telah mencapai hasil yang ditentukan dalam tujuan, sehingga

rencana mungkin dihentikan.

2. Partisipan masih dalam proses mencapai hasil yang ditentukan, sehingga

pada penambahan waktu, resources, dan intervensi sebelum tujuan berhasil.

3. Partisipan tidak dapat mencapai hasil yang telah ditentukan sehingga perlu :

a. Mengkaji ulang masalah atau respon yang lebih akurat

b. Membuat outcome yang baru, mungkin autcome pertama tidak realistis

atau mungkin keluarga tidak menghendaki terhadap tujuan yang disusun

oleh perawat.

c. Intervensi keperawatan harus dievaluasi dalam hal ketepatan untuk

mencapai tujuan sebelumnya.

Evaluasi yang diharapkan dari rencana intervensi manajemen nyeri dan

terapi relaksasi yaitu Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018):

1. Keluhan nyeri menurun

2. Fokus membaik

3. Meringis menurun

4. Sifat protektif menurun

5. Gelisah menurun Kemampuan menuntaskan aktivitas


BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitain

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode studi kasus.

Penelitian studi kasus adalah studi yang mengeksplorasi suatu masalah

keperawatan dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan data yang

mendalam dan menyertakan berbagi informasi. Penelitian studi kasus ini adalah

untuk mengeksplorasi masalah keperawatan nyeri akut.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Tempat penelitian di laksanakan di Ruang Tulip 3 RSUD Sidoarjo.

3.2.2 Waktu Penelitian

Studi kasus ini dilakukan pada tanggal 12 Desember – 16 Desember 2021.

3.3 Subyek Penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah 2 partisipan Post Op ORIF Fraktur

Femur sebagai partisipan dengan masalah nyeri akut di Ruang Tulip 3 RSUD

Sidoarjo.

3.4 Pengumpulan Data

Pada studi kasus ini pengumpulan data yang diambil oleh penulis adalah

secondary survey yang mana menggunakan beberapa metode di bawah ini:

1. Penulis menggunakan metode wawancara untuk mendapatkan data mengenai

indentitas partisipan, keluhan utama yang dirasakan partisipan, riwayat

penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga,

kebiasaan yang dilakukan tentang kesehatan partisipan dan lain-lain

56
57

mengenai permasalahan partisipan yang didapatkan dari partisipan maupun

keluarga partisipan.

2. Observasi yang dilakukan penulis dalam pemeriksaan fisik menggunakan

Head To Toe dengan pendekatan IPPA yaitu pemeriksaan dengan Inspeksi,

Palpasi, Perkusi, Auskultasi.

3. Studi dokumentasi keperawatan yang penulis lakukan dengan mempelajari

dokumentasi partisipan yang terdapat dalam status dan hasil pemeriksaan

diagnostik yang berisikan catatan keperawatan partisipan.

3.5 Analisa Data

Setelah data terkumpul kemudian data partisipan dianalisis dengan cara :

1. Pengumpulan data

Data dikumpulkan dari hasil WOD (wawancara, observasi, dokumen). Hasil

ditulis dalam bentuk catatan lapangan kemudian disalin dalam bentuk transkrip.

2. Mereduksi data dengan membuat koding dan kategori

Dari hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan

dijadikan satu dalam bentuk transkrip. Data yang terkumpul kemudian dibuat

koding yang dibuat oleh peneliti dan mempunyai arti tertentu sesuai dengan topic

penelitian yang diterapkan. Data obyektif dari laporan dianalisis berdasarkan hasil

pemeriksaan diagnostik kemudian dibandingkan nilai normal.

3. Penyajian data

Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, gambar, bagan maupun teks

naratif. Kerahasiaan dari responden dijamin dengan jalan mengaburkan identitas

dari pasrtisipan.

4. Kesimpulan
58

Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan dengan

hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku kesehatan.

Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi.

3.6 Etika Penelitian

Penulis memohon ijin kepada pihak terkait sebelum penulisan studi kasus

dilakukan . Penulisan studi kasus akan dimulai dengan melakukan beberapa

prosedur yang berhubungan dengan etika penelitian yang meliputi :

1. Lembar pernyataan (Informed Concent)

Informed concent merupakan bentuk persetujuan antara penulis dengan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed concent

tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar

persetujuan menjadi responden. Penulis menjelaskan tujuan penelitian studi kasus

yang dilakukan agar mengetahui dampaknya. Jika subyek bersedia, maka subyek

harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka

penulis harus menghormati hak responden.

2. Tanpa Nama (Anonimity)

Nama responden tidak dicantumkan pada lembar pengkajian, hal ini

bertujuan untuk menjaga kerahasiaan responden. Penulis cukup menggunakan

inisial nama pada lembar pengkajian.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainnya.

Semua informasi yang telah terkumpul dijamin kerahasiaannya oleh peneliti,

hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL

4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian

Penelitian studi kasus ini dilaksanakan di Ruang Tulip 3 RSUD Sidoarjo,

bertempat di Jalan Mojopahit No.667, Sidowayah Celep, Kecamatan Sidoarjo,

Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Penelitian di lakukan pada bulan Desember

2021. Kedua partisipan di rawat di Ruang Tulip 3 yang berkapasitas 30 tempat

tidur , Untuk Partisipan 1 berada di Kamar (P) bed 2 yang dilakukan pengkajian

pada tanggal 12 Desember 2021 (17.30). dan Partisipan 2 berada di Kamar (Q)

bed 3 yang dilakukan pengkajian pada tanggal 14 Desember 2021 (08.00).

4.1.2 Pengkajian
Tabel 4.1 Pengkajian Identitas pada partisipan 1 dan 2 di Ruang Tulip 3 RSUD Sidoarjo tahun
2021

IDENTITAS PARTISIPAN 1 PARTISIPAN 2


PARTISIPAN
Nama Nn. S Tn. S
Umur 21 tahun 66 tahun
Jenis kelamin Perempuan Laki-laki
Status pernikahan Belum menikah Kawin
Agama Islam Islam
Pendidikan SMA S1
Pekerjaan Mahasiswa PNS
Suku bangsa Jawa Jawa
Alamat Bondowoso Buduran
Tanggal Masuk RS 09-12-2021 12-12-2021
Tanggal pengkajian 12-12-2021 14-06-2021
Diagnosa Medis Post Op Orif Fraktur Femur Post Op Orif Fraktur Femur Dextra
Sinistra 1/3 Distal 1/3 Distal

59
60

Tabel 4.2 Pengkajian Riwayat Penyakit pada partisipan 1 dan 2 di Ruang Tulip 3 RSUD Sidoarjo
tahun 2021

Riwayat
Partisipan 1 Partisipan 2
Penyakit
Keluhan utama Px mengatakan nyeri pada paha kiri Px mengatakan nyeri pada paha
kanan

Riwayat Px mengatakan mengalami kecelakaan Px mengatakan mengalami


saat ingin berangkat shift ke RSUD kecelakaan lalu lintas saat pergi
penyakit
Sidoarjo pada hari kamis tanggal 09 bersepeda mini Carfreeday pada
sekarang Desember 2021 pukul 16.45 WIB. hari minggu pukul 07.15 WIB di
Pasien langsung dilarikan ke IGD Depan Pasar Larangan. Pasien
RSUD Sidoarjo, setelah itu langsung dibawa ke IGD RSUD
diobservasi pasien didiagnosa Fraktur Sidoarjo pada pukul 07.30 WIB
Femur dan akan direncanakan operasi. langsung diobservasi dan dilakukan
pasien mengatakan sudah pemasangan Spalek/pembidaian.
mendapatkan penanganan Pasien direncanakan operasi,namun
pemasangan spalek / pembidaian. sebelum dilakukan operasi pasien
sebelum operasi pasien dipindahkan dipindahkan ke Ruang rawat inap
ke Ruang rawat inap. Pada pukul Tulip 3 pada pukul 09.00 WIB.
17.20 WIB pasien langsung Pasien dilakukan Operasi pada
dipindahkan ke Ruang rawat inap tanggal 13 Desember 2021 pukul
Tulip 3. Pasien dilakukan operasi pada 09.15 WIB. Saat dilakukan
tanggal 10 Desember 2021 pukul pengkajian pada tanggal 14
08.30 WIB. Pada saat dilakukan Desember 2021 pukul 08.00 WIB
pengkajian pada tanggal 12 Desember pasien masih merasa nyeri saat
2021 pukul 17.30 WIB pasien menggerakan kaki sebelah kanan
mengeluhkan nyeri pada paha sebelah bekas operasi, nyeri seperti cenut-
kiri bekas operasi, tampak meringis cenut dengan skala nyeri 5 hilang
saat digerakkan, nyeri seperti tusuk- timbul.
tusuk dengan skala nyeri 6 hilang
timbul.

Riwayat Px mengatakan tidak ada riwayat Px mengatakan punya riwayat


penyakit seperti DM,Hipertensi,Asma Hipertensi sejak 4 tahun yang lalu.
Kesehatan
Dahulu

Riwayat Px mengatakan tidak ada riwayat Px mengatakan ada riwayat


keluarga yang menderita keluarga yang memiliki penyakit
Kesehatan
DM,HT,Asma HT dari ibu pasien.
Keluarga
61

4.1.3 Hasil Observasi,Pemeriksaan Fisik dan Data Psiko-Sosial-Spritual

Tabel 4.3 Hasil observasi,pemeriksaan fisik dan data psiko-sosial-spritual pada partisipan 1 dan 2
di Ruang Tulip 3 RSUD Sidoarjo tahun 2021

Observasi Partisipan 1 Partisipan 2

S 36,3˚C 36,5˚C
N 84x/mnt 90x/mnt
TD 96/62 mmHg 163/103mmHg
RR 18x/mnt 20x/mnt
SPo² 100% 98%
GCS 4-5-6 4-5-6
Keadaan Umum Pasien gelisah, pasien tirah baring, pasien tirah baring, pasien tidak bisa
pasien, tidak bisa tidur tidur
Data Psiko-Sosial-Spritual
Pola Persepsi Pasien mengatakan semoga pasien pasien mengatakan, pasien baru
terhadap cepat sembuh agar bisa melakukan pertama kali mrs dan yakin bahwa
kesehatan dan aktivitas dan bisa mengikuti Praktik ini sudah takdir dari allah yang maha
penyakit esa atas peyakitnya dan berharap
klinik seperti biasanya.
pasien bias tertolong.
Pola Nutrisi - Sebelum MRS : 3x sehari, 1 porsi, - Sebelum MRS : Pasien makan 3x
nasi ikan sayur, air putih 1 sehari dengan nasi, lauk, sayur
liter,susu. - Selama MRS : Pasien makan 3x
- Selama MRS : pasien mengatakan sehari 1 porsi habis. Dengan
nafsu makan menurun dalam nasi,sayur,lauk.
sehari makan +/- 10 sendok,
karena nyeri.
Pola Eliminasi - Sebelum MRS: pasien mengatakan -
Sebelum MRS : Pasien BAK 4-
BAK 5x sehari dengan konsistensi
5x sehari dengan konsistensi
kuning jernih kuning jernih
- Selama MRS : pasien mengatakan
- Selama MRS : Pasien terpasang
BAK menggunakan pampers, Dowel Cateter ukuran 24
pampers ganti 2x sehari ,Produksi urine 800cc/8jam
Pola aktivitas dan - Sebelum MRS : pasien mahasiswa
- Sebelum MRS : Pasien sehari-
latihan yang sedang praktik klinik di hari kegiatannya pegawai di RS.
RSUD - Selama MRS : Pasien tidak dapat
- Selama MRS : Pasien mengatakan melakukan aktivitas sendiri,
mengalami keterbatasan gerak karena masih bed rest dan
karena post op, mobilitas fisikaktivitas dibanu oleh perawat
dibantu perawat dan keluarga. dan keluarga
Pola istirahat dan - Sebelum MRS : pasien
- Sebelum MRS : Pasien selama di
tidur mengatakan tidur 8 jam rumah tidur nyanyak, tidur siang,
- Selama MRS : dan tidur malam +/- 7 jam/hari.
pasien
mengatakan sering terbangun- Selama MRS : Pasien tidak bisa
karena nyeri hilang timbul +/- 5
tidur nyenyak pada malam hari
jam/hari,gelisah. karena nyeri dan susah untuk
menggerakan kakinya yang
kanan,tidur +/- 4 jam.
Pola sensori dan Pasien mengatakan dapat merasakan Pasien mengatakan dapat merasakan
kognitif nyeri yang ada pada ekstremitas nyeri pada kakinya sebelah kanan.
bawahnya.
62

Pola kebersihin - Sebelum MRS : pasien - Sebelum MRS : pasien


diri mengatakan mandi 3x/hari,gosok mengatakan mandi 3x/hari,gosok
gigi 2x/hari,ganti pakaian 2x/hari. gigi 2x/hari,ganti pakaian
- Selama MRS : Pasien diseka 3x/hari.
2x/hari,gosok gigi 1x hari saat - Selama MRS : Pasien diseka
pagi,ganti pakaian 1x sehari. 2x/hari oleh keluarga, gosok gigi
1x sehari ganti pakaian 1x sehari
Pola Reproduksi Tidak terkaji Tidak terkaji
seksual
Pola hubungan Pasien mengatakan hubungan px Pasien mengatakan hubungan px
dan peran dengan keluarga dan masyarakat baik, dengan keluarga dan masyarakat
saat ini pasien berperan sebagai anak. baik,dan berperan sebagai kepala
keluarga dengan bekerja sebagai
pegawai RS.
Pola tata nilai dan - Sebelum MRS : Pasien beragama - Sebelum MRS:Pasien beragama
keyakinan islam dan menjalankan ibadah islam dan menjalankan ibadah
sholat 5 waktu. sholat 5 waktu dan ibadah
- Selama MRS : pasien tidak shalat lainnnya
hanya berbaring lemah di bad - Selama MRS : pasien tidak
shalat hanya terbaring lemah
dibad
Pemeriksan Fisik Head To Toe
- Kepala Inspeksi :bentuk kepala simetris, Inspeksi:bentuk kepala simetris,
rambut terlihat rambut terlihat beruban,
bersih,warna hitam, tidak tampak bersih, tidak ada
ada lesi,wajah
lesi, pada wajah tidak ada
simetris,wajah tampak
meringis, mukosa bibir lesi, tidak ada jejas, dan
kering, tidak ada sianosis pada mukosa bibir tidak
terdapat luka ditutup kasa sianosis.
pada daerah dagu. palpasi : tidak ada nyeri tekan pada
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada kepala, tidak ada benjolan
kepala,tidak ada benjolan

- Leher Inspeksi :tidak ada pembesaran pada Inspeksi :tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid,tidak ada lesi pada kelenjar tiroid,tidak
Palpasi :tidak terjadi distensi pada ada lesi
vena jugularis,tidak ada Palpasi :tidak terjadi distensi pada
oedema,tidak ada vena jugularis,tidak ada
benjolan,tidak ada nyeri oedema,tidak ada
tekan saat menelan. benjolan,tidak ada nyeri
tekan saat menelan.

- Mata Inspeksi :sklera putih, conjungtiva Inspeksi :sklera putih, conjungtiva


merah muda, tidak ada merah muda, tidak ada
jejas,kedua bola mata jejas,kedua bola mata
simetris. simetris.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan Palpasi : tidak ada nyeri tekan

- Hidung Inspeksi : bentuk hidung simetris, Inspeksi : bentuk hidung simetris,


tidak ada cuping tidak ada cuping
hidung,tidak ada polip. hidung,tidak ada polip.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan Palpasi : tidak ada nyeri tekan

- Telinga Inspeksi :Bentuk kedua telinga Inspeksi :Bentuk kedua telinga


simetris,tidak ada lesi,tidak simetris,tidak ada
63

ada serumen lesi,tidak ada serumen

-Thorax/Dada Inspeksi : bentuk dada kanan dan Inspeksi : bentuk dada kanan dan
kiri simetris,pergerakan kiri simetris,pergerakan
dada kanan dan kiri dada kanan dan kiri
simetris, tidak ada lesi,tidak simetris, tidak ada
ada jejas,tidak ada retraksi lesi,tidak ada jejas,tidak
otot pernafasan. ada retraksi otot
Palpasi :taktil fremitus kanan dan kiri pernafasan.
sama, tidak ada benjolan. Palpasi :taktil fremitus kanan dan
Perkusi :terdengar sono pada kiri sama, tidak ada
paru,terdengar pekak pada benjolan.
jantung Perkusi :terdengar sono pada
Auskultasi :irama nafas teratur, paru,terdengar pekak pada
terdengar vesikuler pada jantung
paru dan tidak ada suara Auskultasi :irama nafas teratur,
nafas tambahan ronkhi atau terdengar vesikuler pada
wheezing, terdengar lup- paru dan tidak ada suara
dup pada jantung. nafas tambahan ronkhi
atau wheezing, terdengar
lup-dup pada jantung.

- Abdomen Inspeksi :bentuk abdomen simetris, Inspeksi : bentuk abdomen simetris,


tidak acites,tidak ada tidak acites,tidak ada
lesi,tidak ada jejas lesi,tidak ada jejas
Auskultasi : bising usus 10x/menit Auskultasi : bising usus 8x/menit
Palpasi : tidak ada nyeri tekan Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Tympani Perkusi : Tympani
- Integumen Inspeksi :turgor kulit baik, warna Inspeksi :turgor kulit baik, warna
kulit merah muda,kulit kulit merah muda,kulit
lembab. lembab.
Palpasi :CRT <3 detik Palpasi :CRT <3 detik
- Genetalia Tidak terkaji Inspeksi :terpasang Dowel Cateter
- Ekstremitas Inspeksi : terdapat luka pada lengan Inspeksi :pada ekstremitas atas tidak
atas sebelah kanan,terdapat ada lesi, tidak ada jejas,
kelemahan otot pada kaki pada ekstremitas bawah
sebelah kiri, kaki belum pada kaki kanan terdapat
bisa digerakkan secara luka insisi ditutup kasa
bebas, terdapat luka insisi pada femur +/- 20 cm,
ditutup kasa pada femur luka merembes.
sinistra, luka insisi +/- 15 Palpasi :akral teraba hangat,
cm, luka kering tidak terdapat nyeri tekan pada
merembes. daerah luka.
Palpasi : akral teraba hangat, saat
dipalpasi pada daerah Kekuatan otot :
femur sinistra terdapat
nyeri tekan pada daerah 5 5
trauma. kanan kiri
1 5
Kekuatan otot :
5 5
kanan kiri
5 1
64

4.1.4 Hasil Pemeriksaan Diagnostik

Tabel 4.4 Hasil Pemeriksaan Diagnostik Laboratorium pada partisipan 1 dan 2 di Ruang Tulip 3
RSUD Sidoarjo tahun 2021.

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


Partisipan 1
DARAH LENGKAP
WBC 8.03 [4.50-11.50] 10ˆ3/uL
RBC 3.6* [4.2-6.1] 10^6/uL
HGB 10.1* [12.3-15.3] g/dL
HCT 30.5* [37.0-52.0] %
PLT 231 [157-393] 10^3/uL
MCV 84.0 [79.0-99.0] Fl
MCH 27.8 [27.0-31.0] Pg
MCHC 33.1 [33.0-37.0] g/dL
RDW-CV 15.5* [35.0-47.0] %
HDW 3.10 [2.20-3.20] %
PDW 61.4* [9.0-17.0] Fl
MPV 8.0* [9.0-13.0] Fl
PCT 0.2 [0.2-0.4] %
EO% 0.50 [0.00-3.00] %
BASO% 0.30 [0.00-1.00] %
NEUT% 84.8* [50.0-70.0] %
LYMPH% 7.6* [25.0-40.0] %
MONO% 5.4 [2.0-8.0] %
LUC% 1.40 [0.00-4.00]
EO 0.04 10^3/uL
BASO 0.02 10^3/uL
MONO 0.43 10^3/uL
NEUT 6.8 [2.0-7.7] 10^3/uL
LYMPH 0.6* [0.8-4.0] 10^3/uL
LUC 0.11 [0.00-0.40]
KIMIA
KIMIA KLINIK
GULA DARAH 133 [45-140] Mg/dL
SEWAKTU

Radiologi Hasil

X-Ray - Terdapat Fraktur Femur Sinistra 1/3


Distal
65

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


Partisipan 2
DARAH LENGKAP
WBC 10.78 [4.50-11.50] 10ˆ3/uL
RBC 4.1 [4.2-6.1] 10^6/uL
HGB 12.4 [12.3-15.3] g/dL
HCT 36.5* [37.0-52.0] %
PLT 313 [157-393] 10^3/uL
MCV 88.4 [79.0-99.0] Fl
MCH 30.0 [27.0-31.0] Pg
MCHC 34.0 [33.0-37.0] g/dL
RDW-CV 43.9 [35.0-47.0] %
HDW 13.7* [2.20-3.20] %
PDW 10.6 [9.0-17.0] Fl
MPV 10.0 [9.0-13.0] Fl
PCT 0.2 [0.2-0.4] %
EO% 0.03 [0.00-3.00] %
BASO% 0.20 [0.00-1.00] %
NEUT% 88.0* [50.0-70.0] %
LYMPH% 30.5 [25.0-40.0] %
MONO% 6.1 [2.0-8.0] %
LUC% 0.07 [0.00-4.00]
EO 0.05 10^3/uL
BASO 1.27 10^3/uL
MONO 18.3 10^3/uL
NEUT 1.1* [2.0-7.7] 10^3/uL
LYMPH 0.9 [0.8-4.0] 10^3/uL
KIMIA
KIMIA KLINIK
GULA DARAH 114 Mg/dL
SEWAKTU [45-160]

Radiologi Hasil

X-Ray - Terdapat Fraktur Femur Dextra 1/3 Distal


66

4.1.5 Terapi

Tabel 4.5 Terapi pada Partisipan 1 dan 2 di Ruang Tulip 3 RSUD Sidoarjo tahun 2021.

Partisipan 1 Partisipan 2
(12-12-2021) (14-12-2021)
- Infus Plug
- Inj Antrain 3x 500 mg (iv) - Infus Pz 500 cc
TERAPI - Inj Cefosulbactan 3x1 g (iv) - Inj Santagesik 3x 1 g (iv)
- Inj Gentamicin 2x80 mg (iv) - Inj Cefosulbactan 3x 1 g(iv)
- Inj Omeprazole 1x40 mg (iv) - Candesartan 2x8 mg (p.o)
- Atrovastatin 1x 20mg (p.o)

4.1.6 Analisa Data

Tabel 4.6 Analisa Data pengkajian pada partisipan 1 dan 2 di Ruang Tulip 3 RSUD Sidoarjo tahun
2021
Partisipan 1
No Data Etiologi Problem
1 Ds : Px mengatakan nyeri pada Fraktur Nyeri Akut
paha kiri

P : nyeri saat digerakkan Tindakan


Q : nyeri tusuk-tusuk pembedahan
R :nyeri pada bagian femur (Post op)
sinistra
S : skala nyeri 6
T : nyeri hilang timbul Terputusnya
Do : kontinuitas jaringan
- K/u : Lemah
- Kes : Composmentis
- GCS : 4-5-6 Nyeri akut
- Pasien gelisah
- Wajah meringis
- Terdapat luka insisi ditutup
kasa pada femur sinistra +/-
15 cm
- Luka tidak merembes
- Post op H+2
- Sulit tidur +/- 5 jam
- TTV
S :36,3˚C
N :84x/mnt
TD :96/62 mmHg
RR :18x/mnt
SPO²:100%
67

Partisipan 2
2 Ds : Px mengatakan nyeri pada Fraktur Nyeri Akut
paha kanan
P : Nyeri saat digerakkan
Q : Nyeri Cenut-cenut Tindakan
R : Nyeri pada Femur Dextra pembedahan
S : Skala nyeri 5 (Post op)
T : Nyeri hilang timbul
Do :
- K/u : Cukup Terputusnya
- Kes : Composmentis kontinuitas jaringan
- GCS : 4-5-6
- Tidak bisa tidur
- Terdapat luka insisi ditutup Nyeri akut
kasa pada bagian femur
dextra
- Luka merembes
- Post Op H+1
- Sulit tidur +/- 4 jam
- TTV
S :36,5˚C
N :90x/mnt
TD : 163/103mmHg
RR : 20x/mnt
Spo² :98%
68

4.1.7 Diagnosa Keperawatan

Tabel 4.7 Diagnosa keperawatan pada Partisipan 1 dan 2 di Ruang Tulip 3 RSUD Sidoarjo tahun
2021
No Partisipan Diagnosa Keperwatan

1 Nyeri Akut b.d luka insisi post op ditandai dengan


adanya :
1. Px mengatakan nyeri pada paha kiri
P : nyeri saat digerakkan
Q : nyeri tusuk-tusuk
R :nyeri pada bagian femur sinistra
Partisipan 1
S : skala nyeri 6
T : nyeri hilang timbul
2. wajah meringis
3. tidak bisa tidur
4. Gelisah

(D.0077)
2 Nyeri Akut b.d luka insisi post op ditandai dengan
adanya :
1. Px mengatakan nyeri pada paha kanan
P : Nyeri saat digerakkan
Q : Nyeri Cenut-cenut
R : Nyeri pada Femur Dextra
Partisipan 2
S : Skala nyeri 5
T : Nyeri hilang timbul
2. Tidak bisa tidur

(D.0077)
69

4.1.8 Intervensi

Tabel 4.8 Intervensi pada Partisipan 1 dan 2 di Ruang Tulip 3 RSUD Sidoarjo tahun 2021

Partisipan Pukul Dx. Kep Tujuan Kriteria Hasil Intervensi


Partisipan 1 18.00 Nyeri Akut b.d Setelah dilakukan Tingkat Nyeri (L.08066) (I.08238)
Post Op (D.0077) tindakan 1.keluhan nyeri pada paha Manajemen nyeri
perawatan selama menurun 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
1x24 jam maka 2.skala nyeri 6 menurun kualitas, intensitas nyeri
diharapkan hingga 4 2. Identifikasi respon nyeri non verbal
Tingkat Nyeri 3.mampu melakukan Terapeutik
Menurun. aktivitas 1. Berikan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
4.mampu melakukan nyeri
tekhnik relaksasi nafas 2. Fasilitas istirahat dan tidur
dalam Edukasi
5.Gelisah menurun 1. Jelaskan penyebab dan pemicu nyeri
6.Meringis Menurun 2. Ajarkan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
7.kesulitan tidur menurun nyeri
8.TTV Normal Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik
Partisipan 2 08.30 Nyeri Akut b.d Setelah Tingkat Nyeri (L.08066) (I.08238)
Post Op (D.0077) dilakukan 1.keluhan nyeri pada Manajemen nyeri
tindakan paha menurun 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
perawatan 2.Skala nyeri 5 menurun intensitas nyeri
selama 1x24 jam hingga 4 2. Identifikasi respon nyeri non verbal
maka diharapkan 3.mampu melakukan Terapeutik
Tingkat Nyeri tekhnik relaksasi nafas 1. Berikan tehnik nofarmakologis untuk mengurangi rasa
Menurun dalam nyeri
4.kesulitan tidur menurun 2. Fasilitas istirahat dan tidur
5.TTV Normal Edukasi
1. Jelaskan penyebab dan pemicu nyeri
2. Ajarkan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik
70

4.1.9 Implementasi

Tabel 4.9 Implementasi pada partisipan 1 dan 2 di Ruang Tulip 3 RSUD Sidoarjo tahun 2021

Diagnosa Implementasi
Keperawatan Partisipan 1
Hari 1 Hari 2 Hari 3
Nyeri Akut b.d 12 Desember 2021 TTD 13 Desember 2021 TTD 14 Desember 2021 TTD
Post Op
(I.08238) (I.08238) (I.08238)
Manajemen nyeri Manajemen nyeri Manajemen nyeri
18.30 1.Mengidentifikasi lokasi, 18.00 1.Mengodentifikasi lokasi, 07.30 1.Mengodentifikasi lokasi,
karakteristik, durasi, karakteristik, durasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, Lina frekuensi, kualitas, Lina frekuensi, kualitas, Lina
intensitas nyeri intensitas nyeri intensitas nyeri
P : nyeri saat digerakan P : Nyeri saat digerakan P :Nyeri saat digerakkan
Q : nyeri seperti ditusuk- Q : Nyeri seperti senut-senut Q :Nyeri seperti senut-
tusuk R:Nyeri pada femur sinistra senut
R :nyeri pada femur S : Skala nyeri 4 R :Nyeri pada femur
sinistra T : Nyeri hilang timbul sinistra
S : skala nyeri 6 2.Mengidentifikasi respon S : Skala nyeri 4
T : nyeri hilang timbul 18.05 nyeri non verbal : px T : Nyeri hilang timbul
18.35 2.Identifikasi respon nyeri tampak sedikit rileks 07.35 2.Mengidentifikasi respon
non verbal Lina 3.Memberikan tehnik Lina nyeri non verbal : px
Respon :px hanya 18.20 nonfarmakologis untuk tampak sedikit rileks Lina
mengerutkan wajah mengurangi rasa nyeri : 07.40 3.Memberikan tehnik
tampak kesakitan tarik nafas panjang, rileks Lina nonfarmakologis untuk
18.40 3. Memberikan tehnik 4.Memfasilitas istirahat dan mengurangi rasa nyeri :
nonfarmakologis untuk 18.25 tidur tarik nafas panjang, rileks
mengurangi rasa nyeri Lina Respon : px sulit tidur +/- 5 07.45 4.Memfasilitas istirahat dan
dengan relaksi tarik nafas jam tidur karena nyeri tidur
dalam 5.Berkolaborasi pemberian Respon : px bisa tidur Lina
Respon : px dapat meniru analgetik Lina malam +/- 6 jam
tekhnik relaksasi 20.00 - Inj Antrain 500 mg 09.00 5.Berkolaborasi pemberian
18.45 4.Memfasilitasi istirahat dan Lina analgetik
71

tidur - Inj Antrain 500 mg


5.menjelaskan Penyebab
18.50 dan pemicu nyeri
6.Mengajarkan untuk Lina
relaksasi tarik nafas dalam
dan pasien mau
melakukannya ketika
20.00 nyeri datang.
7.Kolaborasi pemberian
analgetik Lina
- Inj Antrain 500 mg

Diagnosa Implementasi
Keperawatan Partisipan 2
Hari 1 Hari 2 Hari 3
Nyeri Akut b.d 14 Desember 2021 TTD 15 Desember 2021 TTD 16 Desember 2021 TTD
Post Op (I.08238) (I.08238) (I.08238)
Manajemen nyeri Manajemen nyeri Manajemen nyeri
08.45 1. Mengodentifikasi lokasi, 08.00 1.Mengodentifikasi lokasi, 12.00 1.Mengodentifikasi lokasi,
karakteristik, durasi, karakteristik, durasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, frekuensi, kualitas, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri Lina intensitas nyeri Lina intensitas nyeri Lina
P : Nyeri saat digerakkan P : Nyeri saat digerakkan P:Nyeri sudah berkurang
Q : Nyeri Cenut-cenut Q : Nyeri senut-senut Q : Nyeri senut-senut
R : Nyeri pada Femur R: Nyeri pada Femur Dextra R: Nyeri pada Femur
Dextra S : Skala nyeri 4 Dextra
S : Skala nyeri 5 T : Nyeri hilang timbul S : Skala nyeri 3
T : Nyeri hilang timbul 2.Mengidentifikasi respon T : Nyeri hilang timbul
2. Mengidentifikasi respon nyeri non verbal : px 12.05 2.Mengidentifikasi respon
08.50 nyeri non verbal : px tampak sedikit rileks Lina nyeri non verbal : px Lina
tampak sedikit meringis 3.Memberikan tehnik sudah tidak meringis
Lina
saat mencoba 08.05 nonfarmakologis untuk 12.10 3.Memberikan tehnik
menggerakkan mengurangi rasa nyeri : nonfarmakologis untuk
Lina
72

3.Memberikan tehnik tarik nafas panjang, rileks mengurangi rasa nyeri :


09.00 nonfarmakologis untuk Lina 4. Memfasilitas istirahat dan Lina tarik nafas panjang,
mengurangi rasa nyeri : 08.10 tidur rileks
tarik nafas panjang, rileks Respon : px mengatakan 12.30 4. Memfasilitas istirahat
4. Memfasilitas istirahat dan sulit tidur karena nyeri dan tidur
Lina
tidur terasa +/- 5 jam Respon : px mengatakan
5.Menjelaskan penyebab dan 7.Berkolaborasi pemberian sudah bisa tertidur
pemicu nyeri : Bekas analgetik nyenyak
09.10 injuri Lina 09.00 - Santagesik 1g Lina 14.00 7.Berkolaborasi pemberian
6.Mengajarkan tehnik analgetik
nonfarmakologis untuk - Santagesik 1g Lina
09.15 mengurangi rasa nyeri :
Tarik nafas panjang, rileks Lina
(Mencontoh dengan
menghirup nafas secara
dalam-dalam kemudian
tahan sekitar 5 detik
melalui hidung lalu
dihembuskan secara
perlahan-lahan melalui
mulut)
7.Berkolaborasi pemberian
analgetik Lina
- Santagesik 1 g
10.00
73

4.1.10 Evaluasi

Tabel 4.10 Evaluasi pada partisipan 1 dan 2 di Ruang Tulip 3 RSUD Sidoarjo tahun 2021

Diagnosa Evaluasi
Keperawata Partisipan 1
n Hari 1 Hari 2 Hari 3
Nyeri Akut 12 Desember 2021 TTD 13 Desember 2021 TTD 14 Desember 2021 TTD
b.d Post Op 21.00 S : Pasien mengatakan nyeri 21.00 S : Pasien mengatakan nyeri 11.00 S :Pasien mengatakan
pada paha kiri pada paha kiri nyeri pada paha kiri
P : nyeri saat digerakkan P : Nyeri saat digerakan P:Nyeri saat digerakan
Q : nyeri tusuk-tusuk Lina Q : Nyeri senut-senut Lina Q : Nyeri senut-senut Lina
R :nyeri pada bagian R:Nyeri pada bagian R:Nyeri pada bagian
femur sinistra femur sinistra femur sinistra
S : skala nyeri 6 S : Skala nyeri 5 S : Skala nyeri 4
T : nyeri hilang timbul T : Nyeri hilang timbul T : Nyeri hilang timbul
O: O:
- K/u : Lemah - K/u : Cukup O:
- Kes : Composmentis - Kes : Composmentis - K/u : Cukup
- Gelisah cukup menurun - Gelisah cukup - Kes : Composmentis
(4) menurun (4) - Gelisah sedang (3)
- Wajah Meringis cukup - Wajah cukup - Wajah meringis
menurun (4) menurun (4) sedang (3)
- Terdapat luka insisi - Terdapat luka insisi - Terdapat luka insisi
ditutup kasa pada femur ditutup kasa pada ditutup kasa pada
sinistra +/- 15 cm femur sinistra +/- 15 femur sinistra +/- 15
- Luka tidak merembes cm cm
- Post op H+2 - Luka kering tidak - Luka kering tidak
- Sulit tidur +/- 5 jam merembes merembes
- TTV - Post op H+3 - Post op H+4
TD : 98/80 mmHg - Tidur sering - Sulit tidur cukup
74

Nadi : 82x/mnt terbangun +/- 5 jam menurun +/- 6 jam


Suhu : 36,6˚C - TTV - TTV
RR : 20x/mnt TD : 100/87 mmHg TD : 100/90 mmHg
SPo² : 98% Nadi : 78x/mnt Nadi : 68x/mnt
A : Nyeri akut belum teratasi Suhu :36,5˚Cx/mnt Suhu :36,4˚Cx/mnt
P : Intervensi dilanjutkan RR :20x/mnt RR :18x/mnt
1. Identifikasi PQRST Spo²:99% Spo² :99%
2. Identifikasi respon A :Nyeri akut teratasi
nyeri non verbal sebagian A :Nyeri akut teratasi
3. Berikan tekhnik P : Intervensi dilanjutkan sebagain
nonfarmakologis 1. Identifikasi PQRST P : Intervensi dihentikan
4. Fasilitasi istirahat tidur 2. Identifikasi respon px pulang paksa
5. Kolaborasi pemberian nyeri non verbal Edukasi :
analgesik 1.Latihan imobilitas fisik
3. Berikan tekhnik
seperti menggerakkan
nonfarmakologis
jari-jari kaki, latihan
4. Fasilitasi istirahat duduk, berdiri.
tidur 2.makan-makanan tinggi
5. Kolaborasi protein dan kalori
pemberian analgesik untuk mempercepat
penyembuhan luka
3.minum obat secara
teratur
4.kontrol kembali sesuai
jadwal
75

Diagnosa Evaluasi
Keperawata Partisipan 2
n Hari 1 Hari 2 Hari 3
Nyeri Akut 14 Desember 2021 TTD 15 Desember 2021 TTD 16 Desember 2021 TTD
b.d Post Op 11.00 S : Pasien mengatakan nyeri 10.00 S : Pasien mengatakan nyeri 15.00 S :Pasien mengatakan
pada paha kanan pada paha kanan nyeri berkurang
P : nyeri saat digerakkan P : Nyeri saat digerakan P:Nyeri sudah berkurang
Q : nyeri cenut-cenut Lina Q : Nyeri senut-senut Lina Q : Nyeri senut-senut Lina
R :nyeri pada bagian R:Nyeri pada bagian R:Nyeri pada bagian
femur dextra femur dextra femur dextra
S : skala nyeri 5 S : Skala nyeri 4 S : Skala nyeri 2
T : nyeri hilang timbul T : Nyeri hilang timbul T : Nyeri hilang timbul
O: O:
- K/u : Cukup - K/u : Baik O:
- Kes : Composmentis - Kes : Composmentis - K/u : baik
- Sulit tidur cukup - Sulit tidur karena - Kes : Composmentis
menurun nyeri terasa ,tidur +/- - Tidur sudah nyenyak
- Terdapat luka insisi 5 jam - Terdapat luka insisi
ditutup kasa pada - Terdapat luka insisi ditutup kasa pada
bagian femur dextra +/- ditutup kasa pada femur sinistra +/- 20
20cm femur sinistra +/- 20 cm
- Luka merembes cm - Luka kering tidak
- Post op H+1 - Luka tidak merembes merembes
- TTV - Post op H+2 - Post op H+3
TD : 168/109 mmHg - TTV - TTV
Nadi : 86x/mnt TD : 156/90 mmHg TD : 135/96 mmHg
Suhu : 36,6˚C Nadi : 78x/mnt Nadi : 63x/mnt
RR : 20x/mnt Suhu :36,7˚Cx/mnt Suhu :36,6Cx/mnt
SPo² : 98% RR :20x/mnt RR :20x/mnt
A : Nyeri akut belum teratasi Spo²:99% Spo² :99%
P : Intervensi dilanjutkan A :Nyeri akut belum teratasi
76

1. Identifikasi PQRST P : Intervensi dilanjutkan A :Nyeri akut teratasi


2.Identifikasi respon nyeri 1. Identifikasi PQRST P : Intervensi dihentikan
non verbal 2.Identifikasi respon nyeri px pulang
3.Berikan tekhnik non verbal Edukasi :
nonfarmakologis 3.Berikan tekhnik 1.Latihan imobilitas fisik
4.Fasilitasi istirahat tidur nonfarmakologis seperti menggerakkan
5.Kolaborasi pemberian 4.Fasilitasi istirahat tidur jari-jari kaki, latihan
analgesik 5.Kolaborasi pemberian duduk, berdiri.
analgesik 2.makan-makanan tinggi
protein dan kalori
untuk mempercepat
penyembuhan luka
3.minum obat secara
teratur
4.kontrol kembali sesuai
jadwal
77

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pengkajian

Partisipan 1 mengatakan mengalami kecelakaan saat ingin berangkat shift

ke RSUD Sidoarjo pada hari kamis tanggal 09 Desember 2021 pukul 16.45

WIB. Pasien langsung dilarikan ke IGD RSUD Sidoarjo , setelah diobservasi

pasien di diagnosa Fraktur Femur dan akan direncanakan operasi. Pasien

mengatakan sudah mendapatkan penanganan pemasangan spalek / pembidaian.

Sebelum operasi pasien dipindahkan ke Ruang rawat inap. Pada pukul 17.20

WIB pasien langsung dipindahkan ke Ruang rawat inap Tulip 3. Pasien

dilakukan operasi pada tanggal 10 Desember 2021 pukul 08.30 WIB. Pada saat

dilakukan pengkajian pada tanggal 12 Desember 2021 pukul 17.30 WIB pasien

mengeluhkan nyeri pada paha sebelah kiri bekas operasi, tampak meringis saat

digerakkan, nyeri seperti ditusuk-tusuk dengan skala nyeri 6 hilang timbul. Px

tampak meringis saat dilakukan palpasi pada daerah luka operasi. Dan dari hasil

pemeriksaan lab X–ray terdapat Fraktur Femur pada Femur 1/3 Sinistra, dan dari

hasil pemeriksaan fisik terdapat luka insisi ditutup kasa pada femur sinistra, luka

insisi +/- 15 cm luka kering tidak merembes dan tidak ada kemerahan pada

sekitar luka. Sedangkan Partisipan 2 mengatakan mengalami kecelakaan lalu

lintas saat pergi bersepeda mini (Carfreeday) pada hari minggu pukul 07.15

WIB di Depan pasar Larangan. Pasien langsung dibawa ke IGD RSUD Sidoarjo

pada pukul 07.30 WIB langsung diobservasi dan dilakukan pemasangan spalek/

pembidaian. Pasien direncanakan operasi, namun sebelum dilakukan operasi

pasien dipindahkan ke Ruang rawat inap Tulip 3 pada pukul 09.00 WIB. Pasien

dilakukan operasi pada tanggal 13 Desember 2021 pukul 09.15 WIB. Saat
78

dilakukan pengkajian pada tanggal 14 Desember 2021 pukul 08.00 WIB pasien

masih merasa nyeri saat menggerakkan kaki sebelah kanan bekas operasi, nyeri

seperti cenut-cenut dengan skala nyeri 5 hilang timbul. Dari hasil pengkajian

sistem kardiovaskular terdapat perubahan tekanan darah dimana didapatkan nilai

TD :163/103 mmHg (meningkat). Dan dari hasil pemeriksaan Lab X-ray

terdapat Fraktur Femur 1/3 Distal Dextra, dan dari hasil pemeriksaan fisik

terdapat luka insisi ditutup kasa pada Femur Dextra, luka insisi +/- 20cm luka

merembes namun tidak ada kemerahan pada sekitar luka.

Dari hasil penelitian teori menurut Andarmoyo (2013) Nyeri akut, adalah

nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit, atau intervensi bedah dan

memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas yang bervariasi (ringan sampai

berat) dan berlangsung untuk waktu yang singkat. Nyeri setelah pembedahan

menyebabkan aktivasinya sistem saraf simpatis yang dapat meningkatkan

kebutuhan oksigen miokard dengan meningkatkan laju jantung dan tekanan

arterial. Kondisi tersebut yang dapat meningkatkan tekanan darah meningkat.

Dari hasil penelitian menurut peneliti, berdasarkan fakta di atas data pada

partisipan 1 dan 2 partisipan mengalami Fraktur Femur dengan masalah

keperawatan nyeri akut post operatif ORIF ditandai dengan kedua partisipan

mengatakan nyeri setelah di lakukan pembedahan. Pada partisipan 1 nyeri seperti

ditusuk-tusuk, skala nyeri 6, tampak gelisahan sulit tidur. Pada partisipan 2 nyeri

terasa ketika bergerak, Partisipan mengatakan nyeri seperti cenut-cenut pada

bagian luka operasi, skala nyeri 5,peningkatan tekanan darah dan sulit tidur.
79

4.2.2 Diagnosa keperawatan

Hasil pengkajian diatas partisipan 1 ditemukan diagnosa keperawatan

Nyeri akut berhubungan dengan Post op. Sedangkan Hasil pengkajian diatas

partisipan 2 ditemukan diagnosa keperawatan Nyeri akut berhubungan dengan

Post op.

Dari hasil penelitian teori menurut Ardiansyah, Muhammad (2012) Nyeri

akut sebagian besar di akibatkan oleh penyakit, radang, atau injuri. Nyeri ini

awalnya datang tiba-tiba dan biasanya. Nyeri akut biasanya sejalan dengan

terjadinya penyembuhan. Apabila nyeri akut tidak diatasi secara adekuat

mempunyai efek nyeri yang dapat membahayakan diluar ketidaknyamanan yang

disebabkannya seperti mempengaruhi system pulmonary, kardiovaskuler,

gastrointestinal, endokrin dan imunologik.

Dari hasil penelitian teori menurut peneliti, bahwa diagnosa keperawatan

pada partisipan 1 dan 2 adalah nyeri akut, dikarenakan kedua partisipan

mengatakan nyeri setelah menjalani operasi.

4.2.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi yang diberikan peneliti yaitu berupa mengidentifikasi lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri (PQRST), Identifikasi

respon nyeri non verbal, Berikan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa

nyeri, Fasilitas istirahat dan tidur, Jelaskan penyebab dan pemicu nyeri, Ajarkan

tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri, Kolaborasi pemberian

analgetik.

Dari hasil penelitian teori dalam manajemen nyeri berdasarkan. (tim pokja

siki dpp ppni, 2017) terdapat 17 intervensi mulai dari observasi, terpeutik,
80

edukasi, dan kolaborasi akan tetapi pada penelitian ini peneliti ini hanya memakai

sebagian dari intervensi tersebut dikarenakan menyesuaikan pada kondisi

partisipan dan juga lingkungan.

Dari hasil penelitian menurut peneliti, intervensi yang telah direncanakan

seluruhnya pada partisipan 1 telah ditetapkan rencana keperawatan 1-7 sesuai

dengan tinjauan pustaka yang ada. Pada partisipan 2 juga ditetapkan rencana

keperawatan 1-7 sesuai dengan tinjauan pustaka yang ada.

4.2.4 Implementasi

Implementasi yang dilakukan oleh peneliti hanya sebagian dari intervensi

yang ada. Hal ini dikarenakan peneliti menyesuaikan pada kondisi partisipan.

Peneliti hanya berfokus paka tekhnik non farmakologis untuk menurunkan

intensitas nyeri dengan tekhnik nafas dalam.

Dari hasil penelitian teori menurut Satria (2019) yang berjudul Penerapan

pemberian tekhnik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi skala nyeri pada

pasien pos op ORIF Fraktur femur di Ruang Melati RSUD Bangil Pasuruan

provinsi jawa timur. Menyatakan bahwa penatalaksanaan nyeri post op dapat

dilakukan dengan 2 cara yaitu secara farmakologis dan nonfarmakologis.

Tekhnik relaksasi mungkin perlu dianjarkan beberapa kali agar mencapai hasil

optimal. dengan relaksasi pasien dapat mengubah persepsi terhadap nyeri.

tindakan tersebut dilakukan 1x sehari setiap pagi selama 3 hari berturut-turut

pada masing-masing partisipan. Pada hari kedua, masing-masing partisipan

sudah bisa melakukan manajemen nyeri secara mandiri, penulis sebagai perawat

hanya mengingatkan saja,serta masing-masing pasien sudah dapat melakukan

mobolisasi mandiri dengan membutuhkan sedikit bantuan perawat dan keluarga


81

dan hari ketiga tindakan yang dilakukan hampir sama dengan hari

sebelumnya.sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan teradapat pengaruh

pemberian tekhnik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi skala nyeri pada

pasien pos op ORIF Fraktur Femur di Ruang Melati RSUD Bangil Pasuruan

provinsi jawa timur. Hal ini dikarenakan terapi relaksasi nafas dalam dapat

menimbulkan relaksasi pada pasien sehingga pasien merasa nyaman dan nyeri

yang dirasakan berkurang.

Dari hasil penelitian teori menurut peneliti Pada kedua partisipan, penulis

saat melakukan tindakan keperawatan tidak mengalami kesulitan karena kedua

partisipan kooperatif. Tindakan yang dilakukan penulis terhadap 2 partisipan

sudah sesuai dengan rencana intervensi. Tindakan mandiri yang dilakukan adalah

mengajarkan tentang tekhnik non farmakologis (relaksasi nafas dalam ) yang

menggunakan manajemen nyeri dengan cara intervensi kognitif menggunakan

tekhnik relaksasi dengan cara konsentrasi untuk menarik nafas dalam. Respon dari

kedua partisipan dengan tekhnik relaksasi nafas dalam kedua partisipan bisa

melakukannya dan berpendapat mengurangi rasa nyerinya.

4.2.5 Evaluasi

Evaluasi yang dilakukan pada partisipan 1 dan 2 selama di lakukan

tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri akut dapat teratasi sebagian.

Dari hasil penelitian teori menurut (Risnanto, 2014) Evaluasi adalah

proses keperawatan mengukur respon partisipan terhadap tindakan keperawatan

dan kemajuan partisipan kearah pencapaian tujuan. Evaluasi tindakan

keperawatan didasarkan pada respon partisipan yang dinilai secara S.O.A.P. pada
82

masing-masing partisipan evaluasi dilakukan sesuai dengan kriteria hasil yang ada

pada tujuan intervensi yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan.

Dari hasil penelitian menurut peneliti tindakan yang telah dilakukan secara

mandiri maupun kolaborasi dengan penatalaksanaan tindakan keperawatan

maupun tindakan invasive yaitu operasi ORIF Fraktur Femur dan dilakukan

implementasi keperawatan tambahan dengan pengontrolan nyeri relaksasi nafas

dalam dapat mengurangi maupun menghilangan nyeri setelah pembedahan. Pada

partisipan 1 masalah partisipan teratasi sebagian terbukti dari kritera hasil nyeri

berkurang, pada evaluasi pertama partisipan menunjukan skala nyeri 6 dan setelah

dilakukan hari ke 2 partisipan menunjukkan skala nyeri 5,kemudian pada hari ke 3

partisipan menunjukan skala nyeri 4. partisipan dapat menyebutkan waktu

kejadian nyeri setelah dilakukan tindakan pembedahan, partisipan dapat

mendemontrasikan teknik nafas dalam dan ekspresi wajah partisipan sedikit

rileks. Sedangkan pada partisipan 2 nyeri berkurang terbukti hari 1 post operatif

partisipan mengatakan skala nyeri 5 dan pada hari ke 2 skala nyeri 4, kemudian

hari ke 3 skala nyeri 2. partisipan mengatakan nyeri di paha setelah dilakukan

operasi, partisipan dapat mendemontrasikan teknik nafas dalam dengan wajah

sedikit rileks. Hasil evaluasi pada kedua partisipan, lebih berhasil partisipan 2

karena masalah nyeri akut teratasi serta skala nyeri akut turun 3 digit. Pada

partisipan 1 keluhan nyeri menurun, skala nyeri menurun 4, dan masalah teratasi

sebagian setelah 3 hari dilakukan asuhan keperawatan. Pada partisipan 2 keluhan

nyeri menurun, skala nyeri menurun 2, dan masalah teratasi setelah 3 hari

dilakukan asuhan keperawatan, untuk mencapai keberhasilan dari kedua partisipan

maka membutuhkan waktu yang cukup lama untuk terapi nonfarmakologis


83

tersebut.
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan

5.1.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses

keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam menangani

masalah-masalah partisipan sehingga dapat menentukan tindakan keperawatan

yang tepat. Pengkajian pada kedua partisipan didapatkan data dengan keluhan

nyeri ini ditunjukkan kedua partisipan mengatakan nyeri pada luka post operasi.

5.1.2 Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan nyeri yang berhubungan dengan luka insisi post

operasi. Setiap tindakan pembedahan atau operasi adalah tindakan yang

menggunakan cara invasif dengan membuat sayatan dan diakhiri dengan

penutupan dan penjahitan. Akibat dari prosedur pembedahan, pasien akan

mengalami nyeri.

5.1.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi atau rencana keperawatan untuk mengatasi nyeri yaitu intervensi

sesuai dengan SDKI. Klasifikasi yang sesuai dengan SLKI antara lain

Management nyeri yaitu kaji krakteristik nyeri secara komprehensif dengan

Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri,

Observasi reaksi nonverbal dan ketidaknyamanan, Kurangi faktor presipitasi

nyeri, Ajarkan tentang teknik non farmakologi dengan cara teknik relaksasi,

fasilitas istirahta tidue, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik.

dari semua intervensi tersebut semua dilakukan pada kedua partisipan.

84
5.1.4 Implemetasi Keperawatan

Implementasi tindakan yang dilkukan yaitu sesuai dengan intervensi yang

ditentukan yaitu kaji krakteristik nyeri secara komprehensif dengan PQRST

(Provocate, Quality, Regio, Scale, Time), Observasi reaksi nonverbal dan

ketidaknyamanan, Kurangi faktor presipitasi nyeri, Ajarkan tentang teknik non

farmakologi dengan cara teknik relaksasi,fasilitas istirahat tidur, dan kolaborasi

dengan dokter pemberian obat analgesik sesuai advis dokter.

5.1.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi tindakan yang telah dilaksanakan menggunakan metode SOAP

(Subyektif, Obyektif, Assessment, Planning), pada diagnosa nyeri belum teratasi,

karena partisipan masih merasakan nyeri sehingga rencana tindakan dilanjutkan

pada hari pertama. Pada hari kedua nyeri berkurang tapi skala nyeri masih sedang

sehingga masalah teratasi sebagian. Pada hari ketiga kedua partisipan pindah

ruangan sehingga intervensi dihentikan.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Rumah Sakit

Agar rumah sakit mampu memberikan pelayanan yang lebih maksimal lagi

dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat khususnya dan

penanganan Post Op Orif Fraktur Femur dengan masalah keperawatan Nyeri

Akut.

5.2.2 Bagi Institusi Pendidikan

Agar dapat digunakan sebagai referensi serta pengembangan ilmu

pengetahuan yang dapat digunakan sebagai bahan materi selanjutnya bagi

mahasiswa yang ingin menyempurnakan penulisan ini.

85
5.2.3 Bagi Profesi Keperawatan

Supaya dapat memberikan wawasan lebih luas bagi profesi keperawatn

dalam mengembangkan ilmu keperawatan lebih lanjut dalam upaya meningkatkan

mutu asuhan keperawatan khususnya pada kasus Post Op ORIF dengan masalah

Nyeri Akut.

5.2.4 Bagi Peneliti Selanjutnya

Selanjutnya peneliti hendaknya bisa mengembangkan intervensi

keperawatan dengan cara berbeda pada diagnosa Post Op ORIF dengan masalah

keperawatan Nyeri Akut yang berbeda misalkan masalah keperawatan Gangguan

Mobilitas Fisik.

86
DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo. (2013). Skala Nyeri Visual Analog Scale. Jakarta: Salemba Medika

Atoilah, Elang M. & Kusnadi, Engkus. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien
dengan Gangguan Kebutuhan Dasar Manusia. Garut : In Medika

Carpintero, P et al (2016). Complication Of Hip Fractures. A Review: World


Journal Of Orthopedics.

Clevo R,M & Rendy. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit
Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika

Gustilo RB, Anderson (2015). Preventio Of Infection In The Treatment Of One


Thousand and Twenty-Five Fracture Of Long Bone. J.Bone Joint
Surg Am.

Helmi, Z, N. (2016). Buku Ajar Gangguan Muskuloskletal. Jakarta : Salemba


Medika.

Hemanus, A. (2015). Riset Kesehatan. Yogyakarta : Penerbit Ombak.

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi &


Klasifiasi Edisi 10. Jakarta : EGC

Kaufman, dkk. (2018). Anatomy & Psysiology Oregon. USA : Open Oregon
State,Oregon State University.

Keiler, J. (2018). The Femoral Vein Diameter And Lits Correlation With Sex, Age
and Body Mass Index. The Journal Of Venous Desease.

Kemenkes RI. (2018). Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian.

Kenneth et al,. (2015). Effective Instructional Strategies From Theory To


Practice. GoogleBook diakses pada 29 Maret 2016 pukul 14.20
WIB.

Mardino, R. (2018). Manajemen Operasi Konsep dan Aplikasi. Jakarta : Salemba


Empat.

Mediarti , Devi. (2015). Pengaruh Pemberian Kompres Dingin Terhadap Nyeri


Pada Pasien Fraktur Ekstremitas Tertutup di IGD RSMH
Palembang. http://ejurnal.unsri.ac.id: 22 Oktober 2016: Jam 13:42
WITA.

Mue DD., Salihu MN dkk. (2016). Outcame Of Treatment Of Fracture Neck Of


Femur Using Hemiarthroplasty Versus Dynamic Hi Screw. Journal

87
Of The West African College Of Surgeons. Volume 3.

Muttaqin, Arif. (2013). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan


Muskuloskletal. Jakarta : EGC.

Noorisa, et al. (2017). The Characteristic Of Patient With Femoral Fracture In


Departement Of Orthopaedic And Traumatology RSUD Dr.Soetomo
Surabaya. Journal Of Orthopaedi & Traumatology Surabaya 6/1,1-
11.

Nurarif & Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta.
Mediaction Jogja.

Olfah, Yustiana, dkk. (2016). Dokumentasi Keperawatan. Jakarta Selatan.

Paulsen F & J, Waschke. (2013). Sobotta Atlas Anatomi Manusia : Anatomi


Umum dan Muskuloskletal. Penerjemah : Brahm U, Jakarta : EGC.

Perry & Potter. (2015). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses
Praktik (4th ed). Jakarta : EGC

Smeltzer dan Bare. (2009). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah).


Jakarta:EGC

Smeltzer dan Bare. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. (S.K. Endah
Pakaryaningsih,SKp.Monica Ester,ED) (8th ed). Jakarta:EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan : DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan : DPP PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standart Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan : DPP PPNI.

WHO (World Health Organization). (2019). Prevalantion Penyakit Fraktur.

88
Lampiran 1

SOP (Standart Operational Procedure)


Tekhnik Relaksasi Nafas Dalam

Standar Operasional Prosedur Pemberian Tekhnik


Relaksasi Nafas Dalam

1 2
Pengertian Tekhnik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan
keperawatan yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada
klien bagaiamana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat
dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan.
Tujuan Untuk mengurangi ketegangan otot, rasa jenuh, kecemasan,
sehingga mencegah menghebatnya stimulasi nyeri
Kebijakan Dilakukan pada klien dengan post op fraktur femur
Indikasi 1. pasien yang mengalami stres
2.pasien yang mengalami nyeri yaitu nyeri akut pada tingkat
ringan sampai tingkat sedang akibat penyakit yang kooperatif
3.pasien yang mengalami kecemasan
4.pasien mengalami gangguan pada kualitas tidur seperti
insomnia
Pelaksanaan PRA INTERAKSI
1.membaca status klien
2.mencuci tangan

INTERAKSI
Orientasi
1.salam : memberi salam sesuai waktu
2.memperkenalkan diri
3.validasi kondisi klien saat ini : menanyakan kondisi klien
dan kesiapan klien untuk melakukan kegiatan sesuai kontak
sebelumnya.
4.menjaga privasi klien
5.kontrak : menyampaikan tujuan dan menyepakati waktu
dan tempat dilakukannya kegiatan
KERJA
1.memberikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya bila
ada sesuatu yang kurang dipahami/jelas
2.atur posisi agar klien rileks tanpa adanya beban fisik, baik
duduk maupun berdiri. Apabila pasien memilih duduk,
maka bantu pasien duduk di tepi tempat tidur atau posisi
duduk tegak di kursi. Posisi juga bisa semifowler, berbaring
di tenpat tidur dengan punggung tersangga bantal.
3.intruksikan pasien untuk melakukan traik nafas dalam
sehingga rongga paru berisi udara

89
4.instruksikan pasien dengan cara perlahan dan hembuskan
udara mebiarkannya keluar dari setiap bagian anggota
tubuh, pada saat bersamaan minta klien untuk
memutussatkan perhatiannya pada sesuatu hal yang indah
dan mersakan lega.
5.instruksikan pasien untuk bernafas dengan irama normal
beberapa saat (1-2 menit)
6.instruksikan pasien untuk kembali menarik nafas dalam ,
kemudian menghembuskan dengan cara perlahan dan
merasakan saat ini udara mulai mengalir dari tangan , kaki,
menuju keparu-paru dan seterusnya, rasakan udara mengalir
keseluruh tubuh.
7.minta pasien untuk memusatkan perhatian pada kaki dan
tangan, udara yang mengalir dan merasakan keluar dari
ujumg-ujung jari tanagn dan kaki kemudian rasakan
kehangatannya.
8.imstruksikan pasien untuk mengulangi tekhnik-tekhnik ini
apabila rasa nyeri kembali lagi
9.setelah pasien mulai merasakan ketenangan , minta pasien
untuk melakukan secara mandiri.
10.ulangi latihan nafas dalam ini sebanyak 3 sampai 5 kali
dalam sehari dalam waktu 5-10 menit
TERMINASI
1.Evaluasi hasil :kemampuan pasien untuk melakukan
tekhnik ini
2.Memberikan kesempatan pada klien untuk memberikan
umpan balik dari terapi yang dilakukan
3.Tindak Lanjut : me jadwalkan latihan tekhnik relaksasi
nafas dalam
4.Kontrak : topik, waktu, tempat untuk kegiatan selanjutnya
DOKUMENTASI
1.Mencatat waktu pelaksanaan tindakan
2.Mencatat Perasaan dan respon pasien setelah diberikan
tindakan

Sumber Potter & Perry (2010)

90
Lampiran 2
PROGRAM STUDI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA
MOJOKERTO

FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN MEDICAL BEDAH


Nama Mahasiswa : …………………………………………………………
NIM : …………………………………………………………
Ruangan : …………………………… No. Reg. :
……………………
Pengkajian diambil : tanggal …………………………… Jam.......BBWI

I. IDENTITAS

Nama Pasien : ……………………………………


Tgl. MRS :…………………
Umur : ……………………………………
Diagnosa Medis : …………………
Jenis Kelamin : ……………………………………
Suku / Bangsa : ……………………………………
Agama : ……………………………………
Pendidikan : ……………………………………
Pekerjaan : ……………………………………
Alamat : ……………………………………

II. RIWAYAT KEPERAWATAN KLIEN


1. Keluhan utama :
………………………………………………………………………………………
…………
2. Riwayat keperawatan sekarang :
………………………………………………………………………………………
…………
3. Riwayat keperawatan yang lalu :
………………………………………………………………………………………
…………

91
4. Riwayat kesehatan keluarga
………………………………………………………………………………………
…………

III. Pola aktivitas sehari – hari (11 pola Gordon)


1.Pola persepsi kesehatan, pemeliharaan kesehatan
2.Pola nutrisi dan metabolisme
3.Pola Eliminasi
4.Pola aktivitas-latihan
5.Pola istirahat-tidur
6.Pola kognitif-persepsi (sensori)
7.Pola konsep diri
8.Pola hubungan peran
9.Pola seksual-reproduksi
10.Pola penanganan masalah stres
11.Pola keyakinan, nilai-nilai

IV. PEMERIKSAAN FISIK


1. Kesan umum / keadaan umum :
………………………………………………………………………………………
…………..
2. Tanda – tanda Vital
Suhu tubuh : ………………………… Nadi : …………………………….
TD : ………………………… Respirasi : ………………………..
TB : …………………………
3. Pemeriksaan kepala dan leher :
1) Kepala dan rambut
2) Mata
3) Hidung
4) Telinga
5) Mulut dan faring
6) Leher
4. Pemeriksaan Payudara dan Ketiak 5.Pemeriksaan Thoraks / dada
1) Thoraks
2) Paru
3) Jantung 6.Pemeriksaan Abdomen

92
1) Abdomen
2) Hepar
3) Lien
4) Appendik
7. Pemeriksaan Kelamin dan daerah sekitarnya
1) Genetalia
2) Anus dan perenium 8.Pemeriksaan Ekstrimitas
Pemeriksaan Neurologi
1) Tingkat kesadaran ( Secara Kumulatif )
2) Tanda – tanda rangsangan otak ( Meningeal Sign )
3) Syaraf otak ( Nervus Crainalis )
4) Fungsi motorik
5) Fungsi sensorik
6) Reflek
a. Reflek Fisiologis
b. Reflek Patologis

V.PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Diagnostik / Pemeriksaan medis :
1. Laboratorium
2. Rongent
3. ECG
4. USG
5. Lain –lain

VI. PENATALAKSANAAN DAN TERAPI


…………………………………………………………………………………………
……
………………………………………………………………………………………

Mojokerto, ................................

............................................
NIM. ...................................

93
ANALISA DATA

Nama pasien : ………………………………


Umur : ………………………………
No. Register : ………………………………

No. Data Penunjang Kemungkinan Masalah


Penyebab

94
DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN

NAMA PASIEN : ………………………………


NO. REGISTER : ………………………………

No. Tgl. Muncul Diagnosa Keperawatan Tgl. Teratasi Tanda tangan

95
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama :
Pasien: Umur :
No. Register :

Dx Kriteria
No. Tgl Tujuan Intervensi Rasional TT
Keperawatan Hasil

96
TINDAKAN KEPERAWATAN

Nama Pasien : ………………………………


Umur :
No. Register : ………………………………

No. Tanggal No. DX Tindakan TT

97
CATATAN PERKEMBANGAN

Nama pasien : ..............................


Umur : ..............................
No. Register : ..............................

No. Tanggal DIAGNOSA TINDAKAN TT

98
Lampiran 4

LEMBAR KONSULTASI KARYA TULIS ILMIAH

Nama : Septianis Herlina Naini


NIM : 03.21.034
Program Studi : Profesi Ners
Penguji : Anik Supriani,S.Kep.,Ns.,M.Kes

No. Tanggal Revisi Tanda Tangan


1. 28 April 2022 1. Tambahkan di bab 2 teori
post op orif fraktur femur
2. Pada bab pengkajian ditulis
pola aktifitas dulu baru
pemeriksaan fisik
3. Tambahkan SOP tarik nafas
dalam
4. Pada bab pembahasan
ditambhakan lagi fakta,teori
dan opini
2. 31 Mei 2022
1. Pada justifikasi masih tahun
lama
2. Masih ada tanda simbol
dikonsep teori
3. Tambahkan konsep tanda
data mayor dan minor pada
nyeri akut

Mojokerto, ...........................2022

Ka Prodi Profesi Ners

Puteri Indah Dwipayanti, S.Kep., Ns., M.Kep

99
LEMBAR KONSULTASI KARYA TULIS ILMIAH

Nama : Septianis Herlina Naini


NIM : 03.21.034
Program Studi : Profesi Ners
Pembimbing I : Hj. Iis Suwanti, SST.,M.Kes

No. Tanggal Revisi Tanda Tangan


1. 15 Januari 2022 1. konsul bab 1 dan 3

2. 26 Januari 2022 1. Tambahkan lembar persetujuan


2. Lembar konsul sertakan
3. Pada bagian nama ruang ditulis
huruf besar
4. Angka kejadian kasus yang
kamu ambil di rs sidoarjo
berapa?
3. 2 Februari 2022
1. Revisi menambahkan lembar
persetujuan
2. Menyertakan lembar konsul
3. Revisi nama Ruang ditulis
Besar
4. Menambahkan angka kejadian
di RSUD
4. 9 Februari 2022
1. Penlisan RSUD harus huruf
besar
2. Manfaat bagi profesi
keperawatan apakah termasuk
manfaat teoritis?
3. Masalah diperjelas
5. 18 februari 2022 4. Bab 1 jadikan 4 paragraf

1. Revisi penulisan RSUD huruf


besar
2. Revisi manfaat bagi profesi
3. Revisi bab 1 pada masalah
4. Revisi bab 1 dijadikan 4
6. 22 Februari 2022 paragraf

1. Alinea 1 berisi tentang masalah


bukan definisi
2. Pada bab 2 konsep keperawatan

100
dulu baru medis
3. Lanjut bab 4-5
4. Setiap konsul ditulis di lembar
7. 2 Maret 2022 konsul

1. Revisi alinea 1
2. Revisi bab 2 pada konsep
keperawatan
8. 15 Maret 2022
3. Melanjutkan bab 4-5

1. Tambahkan Halaman
2. Diagnosa Keperawataan ditulis
1 saja
3. Tambahkan Saran
9. 13 April 2022 4. Tambahkan SAP yang sesuai
dengan Intervensi

1. Menambahkan halaman
2. revisi diagnosa keperawatan
3. menambahkan saran
10. 16 April 2022 4. menambahkan SAP dan format
pengkajian KMB

1. kalimat saran beda dengan


kalimat manfaat
11. 19 April 2022
2. lembar konsul ditulis setiap
konsul dan revisi

12. 28 April 2022 1. Revisi Kalimat saran


2. menambahkan tanggal dan
revisi dilembar konsul

1. pada pembahasan dikoreksi


kembali tentang fakta teori dan
opini
2. SOP tahapan Terapi Tarik
Nafas dalam di taruk
sesudahnya Daftar Pustaka
3. Kalimat saran di perbaiki

Mojokerto, ...........................2022

Ka Prodi Profesi Ners

Puteri Indah Dwipayanti, S.Kep., Ns., M.Kep

101
LEMBAR KONSULTASI KARYA TULIS ILMIAH

Nama : Septianis Herlina Naini


NIM : 03.21.034
Program Studi : Profesi Ners
Pembimbing II : Yufi Aris Lestari,S.Kep.,Ns.,M.Kes

No. Tanggal Revisi Tanda Tangan


1. 25 Februari 2022 ACC lanjut bab 4-5

2. 19 April 2022 ACC Lanjut Sidang

3. 28 April 2022 1. Tambahkan proses perjalanan


nyeri pada post op orif fraktur
femur
2. Tambahkan proses
penyembuhan tulang pada post
op orif fraktur femur

Mojokerto, ...........................2022

Ka Prodi Profesi Ners

Puteri Indah Dwipayanti, S.Kep., Ns., M.Kep

102

Anda mungkin juga menyukai