WULAN PURNAMASARI
E.0105.19.054
WULAN PURNAMASARI
E.0105.19.054
NIM : E.0105.19.054
Akhir dengan judul Pengaruh Terapi musik klasik terhadap penurunan skala
nyeri pada pasien post sectio caeserea merupakan hasil pemikiran saya sendiri,
bukan pengutipan tulisan dari hasil karya orang lain yang saya akui sebagai
tulisan atau hasil pemikiran saya sendiri. Saya tidak melakukan plagiatisme atau
pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika yang berlaku dalam
tradisi keilmuan.
Apabila dikemudian hari terbukti bahwa Laporan Tugas Akhir ini adalah
hasil kutipan pemikiran orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas tindakan
tersebut.
Materai
Wulan Purnamasari
1
LEMBAR PERSETUJUAN
Laporan Tugas Akhir
oleh
WULAN PURNAMASARI
E.0105.19.054
Cimahi, …………………………
Pembimbing I Pembimbing II
oleh
WULAN PURNAMASARI
E.0105.19.054
telah diujikan di depan dewan penguji pada tanggal ………….
Mengetahui
STIKes Budi Luhur Cimahi Program Studi D III Keperawatan
Ketua Ketua
iii
KATA PENGANTAR
iv
kepada penulis sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan
dengan baik.
6. Rudi Karmi, S.Kep.,Ners.,M.Kep selaku penguji, atas kesediaan, saran
dan masukan yang diberikan kepada penulis pada saat seminar proposal
hingga seminar akhir yang sangat membantu dalam penyusunan Karya
Tulis Ilmiah ini.
7. Seluruh Dosen dan Staff STIKes Budi Luhur Cimahi yang telah
memberikan ilmu pengetahuan yang tak ternilai selama penulis
menempuh pendidikan di STIKes Budi Luhur Cimahi.
8. Ibu, Nenek dan Kakek penulis : Ai Rohati, Imas Khodijah, Damiri
yang selalu memberikan kasih sayang, doa, nasehat, serta atas
kesabarannya yang luar biasa dalam setiap langkah hidup penulis, yang
merupakan anugerah terbesar dalam hidup. Penulis berharap dapat
menjadi anak yang dibanggakan.
9. Kedua adik penulis : Wilda Febriyani, M.Haikal Septian terima kasih
atas segala doa dan segala dukungan.
10. Sahabat Penulis Risna A.S Putri, terimakasih telah menemani penulis
dari SMK sampai sekarang, & terimakasih atas segala dukungannya.
11. Sahabat penulis, Leni Apriliani, Winda Pebrianti, Sri Winda, Silvia
Trianawati & Silvia Rahmawati yang telah banyak memberikan
dukungan kepada penulis.
12. Teman-teman angkatan yang telah banyak membantu saya dalam
Karya Tulis Ilmiah ini.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Karya Tulis
Ilmiah ini membawa manfaat bagi pengemban ilmu.
v
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR...........................................................................................2v
ABSTRAK...............................................................................................................v
DAFTAR ISI...........................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................vii
DAFTAR TABEL................................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................ix
BAB I : PENDAHULUAN......................................................................................2
B. Rumusan Masalah..............................................................................5
C. Tujuan Penelitian...............................................................................2
D. Manfaat Penelitian.............................................................................2
A. Rancangan Penelitian.......................................................................40
B. Subjek Penelitian..................................................................................
C. Fokus Studi........................................................................................5
1
D. Definisi Operasional Fokus Studi......................................................5
E. Instrumen Penelitian........................................................................41
H. Penyajian Data………………………………………………………
6
I. Etika Penelitian………………………………………………………
6
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................7
B. Pembahasan........................................................................................8
A. Simpulan............................................................................................9
B. Saran.................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................11
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Verbal Rating Scale (VAS)
Gambar 2.2 Numerical Rating Scale (NRS)
Gambar 2.3 Visual Analogue Scale (VAS)
Gambar 2.4 Wong Baker Faces Pain Rating Scale
Gambar 2.5 Kerangka Teori, Sumber : Rosdalh & Kowalski 2015
1
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : SOP Terapi Musik Klasik
Lampiran 2 : Lembar Observasi
Lampiran 3 : Lembar Pengkajian
Lampiran 4 : Lembar Inform Consent
Lampiran 5 : Lembar Skala Nyeri
1
BAB I
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan aspek kesehatan bertujuan untuk memperkuat keinginan,
kesadaran, dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat, pembangunan
unsur kesehatan merupakan upaya untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Inisiatif kesehatan ibu dan anak
dilakukan, dimulai dari proses kehamilan dan persalinan [1].
Proses persalinan disebut juga partus, dimulai dengan keluarnya plasenta
melalui jalan lahir atau cara lain dan keluarnya janin hasil fertilisasi.
Persalinan dibagi menjadi dua kategori berdasarkan metode persalinan :
persalinan reguler (juga dikenal sebagai partus spontan) dan persalinan luar
biasa (abnormal) yaitu persalinan baik melalui dinding perut selama proses
sectio caesarea atau melalui vagina dengan menggunakan instrumen.
Persalinan pervaginam dengan bantuan alat-alat adalah ketika proses
persalinan normal mengalami hambatan. Contoh pertama yaitu persalinan
dengan bantuan ekstraksi vakum dilakukan dengan alat yang disebut vakum
ekstraktor, contoh ke dua yaitu persalinan dengan bantuan alat forcep. [1].
Sectio Caesarea adalah prosedur persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui sayatan di dinding rahim, ketika dinding rahim masih utuh
dan berat janin lebih dari 500 gram. WHO percaya bahwa tingkat operasi
untuk operasi adalah antara 10% dan 15%, dan bahwa jumlah operasi caesar
yang dilakukan di seluruh dunia telah meningkat selama 20 tahun terakhir. Di
Inggris, prevalensi sectio caesarea tumbuh dari 9% pada tahun 1980 menjadi
24,6% pada tahun 2008-2009 [2].
Hal ini menandakan bahwa ibu dan janin sangat membutuhkan dan hanya
dapat menerima bantuan jika persalinan di lakukan dengan jalan operasi. Pada
tahun 2020, ada 4.627 kematian ibu di Indonesia menurut Kementrian
Kesehatan (Kemenkes). Dari 4.197 orang pada tahun sebelumnya, jumlah naik
8,92%. Menurut Provinsi, Jawa Barat memiliki 745 kematian ibu pada tahun
2019. Presentasenya mencapai 16,1% dari keseluruhan angka kematian ibu di
tanah air. Jimlah kematian ibu terbanayak kedua yang perpenduduk 565 orang,
ada di Jawa Timur. Dengan jumlah kematian ibu masing-masing 530 dan 242,
Jawa Tengah dan Banten menempati urutan kedua dan ketiga. Di Sumatera
Utara dan Aceh masing-masing 187 dan 173 kematian ibu. Tahun 2020
terdapat 151 kematian ibu di Nusa Tenggara Timur. Di Sulawesi Selatan, 133
perempuan kehilangan nyawa akibat kehamilan tahun lalu. Sementara di Riau
dan Sumatera Selatan masing-masing 129-128 kematian ibu. Di Indonesia
terdapat 1.330 kasus kematian ibu atau 28,39% dari seluruh kematian ibu
disebabkan oleh pendarahan. 1.110 kasus atau 23,86% kematian ibu selama
kehamilan disebabkan oleh Hipertensi. 230 kasus atau 4,94% kematian ibu
disebabkan oleh masalah peredaran darah [3].
Data survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) 2017
menunjukkan bahwa dari tahun 1991 hingga 2007, terjadi peningkatan 1,3-
6,8% operasi caesar di Indonesia. Menurut data SDKI 2017, persalinan caesar
menyumbang 17% dari kelahiran hidup dalam lima tahun sebelum survei di
antara wanita berusia 15 hingga 49 tahun. Presentase persalinan dengan bedah
caesar meningkat menjadi 17% pada SDKI 2017 [4].
Kelahiran caesar jauh lebih umum di kota daripada di pedesaan, dengan
13,9 persen berbanding 11%. Menurut data Riskesdas 2018, 17,6% dari
78.736 kelahiran antara tahun 2013 dan 2018 merupakan persalinan caesar,
dengan proporsi tertinggi di DKI Jakarta (31,1%) dan terendah (6,7%)
sedangkan hanya di Kalimantan Timur (19,5 persen). Menurut kriteria yang
menunjukkan angka tertinggi pada kuintil indeks kepemilikan teratas (17,6%),
berdomisili di perkotaan (22,1%), pekerjaan sebagai pegawai pemerintah
(33,6%), dan pendidikan tinggi/tamat PT, umumnya dilakukan melalui
persalinan Caesar ( 33,2%) [5].
2
yang akan ditimbulkan oleh rasa sakit ini. Menurut Julianti (2014), 68% ibu
post sectio caesarea mengalami nyeri, sehingga sulit untuk merawat bayinya,
naik dan turun dari tempat tidur, atau mencari posisi yang cocok untuk
menyusui. Dari awal hingga bayi, rasa sakit akan membuat penundaan dalam
menyusui [6].
Maslow berpendapat bahwa rasa sakit adalah kebutuhan fisiologis. Hanya
orang yang mengalami nyeri yang dapat menjelaskan dan mengembangkan
pengalaman tersebut karena tidak menyenangkan dan sangat subjektif. Secara
umum, ini dapat digambarkan sebagai perasaan tidak nyaman ringan hingga
berat [7].
Respon fisik, perasaan, dan perilaku semuanya termasuk dalam istilah
"fisiologis". Tiga elemen sinyal penerimaan, persepsi, dan reaksi adalah cara
terbaik untuk membantu orang memahami pengalaman [7].
Terapi farmakologis dan nonfarmakologis merupakan pilihan untuk
mengatasi nyeri. Obat yang memiliki efek farmakologis antara lain obat anti
inflamasi non steroid, analgesik, dan analgesik no narkotika (NSAID) [2].
Distraksi merupakan salah satu pengobatan nonfarmakologis. Tindakan
memusatkan perhatian pada sesuatu atau memperhatikan sesuatu selain rasa
sakit disebut distraksi. Distraksi visual (visual), distraksi serebral (transfer
nyeri dengan aktivitas), dan distraksi pendengaran (audio), yaitu terapi musik,
adalah semua bentuk distraksi [2].
Studi telah membuktikan bahwa musik klasik adalah jenis musik yang
paling efektif untuk mengobati rasa sakit, oleh karena itu terapi musik adalah
salah satu intervensi keperawatan independen dalam manajemen. Ini karena
tempo musik klasik yang selaras dengan detak jantung seseorang dan berkisar
antara 60 hingga 80 detak per menit [2].
Salah satu cara untuk mempercepat pemulihan adalah terapi musik.
Selama lebih dari 50 tahun, beberapa penelitian telah menunjukkan manfaat
terapi musik dalam membantu rehabilitasi penyakit fisik, meningkatkan
kepatuhan pengobatan, menawarkan dukungan emosional kepada pasien dan
keluarga, mengekspresikan emosi, dan dalam proses psikoterapi lainnya [1].
3
Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang terapi
musik klasik terhadap penurunan skala nyeri pada pasien post Sectio
Caesarea.
B. Rumusan Masalah
Masalah dirumuskan sebagai "Apakah pengaruh terapi music klasik dapat
menurunkan rasa nyeri post sectio caesarea?" mengingat informasi latar
belakang yang diberikan di atas.
C. Tujuan Penelitian
Memahami bagaimana menggunakan terapi musik klasik dapat
membantu pasien pasca operasi caesar mengalami lebih sedikit rasa
sakit.
Manfaat penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dapat menjadi bagian masukan dan
sumber referensi tentang keperawatan maternitas khususnya tentang
pengaruh terapi musik klasik terhadap penurunan skala nyeri pada pasien
post operasi sectio caesarea sehingga dapat digunakan sebagai bahan
perbaikan maupun peningkatan.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam mengatasi
masalah penurunan skala nyeri pada pasien post operasi sectio
caesarea, hasil penelitian ini juga mampu menjadi referensi
masyarakat untuk mengatasi masalah dalam penurunan skala nyeri
pada pasien post operasi sectio caesarea dengan terapi musik klasik.
4
BAB II
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
7
B. KONSEP DASAR NYERI
1. Pengertian
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat kerusakan jaringan. Baik aktual maupun potensial
atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut [13].
Nyeri adalah rasa indrawi dan pengalaman emosional yang tidak
menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang nyata atau
berpotensi rusak atau tergambarkan seperti adanya kerusakan jaringan
(Teori gate control yang dipoulerkan oleh Melzack dan Wall menyatakan
bahwa persepsi nyeri tidak hanya dipengaruhi oleh aspek neurofisiologi
saja, tetapi juga oleh aspek psikologis [13].
2. Fisiologi Nyeri
Munculnya nyeri sangat berkaitan dengan reseptor dan adanya
rangsangan. Reseptor nyeri yang dimaksud adalah adalah nociceptor,
merupakan ujung-ujung saraf sangat bebas yang memiliki sedikit myelin
yang tersebar pada kulit dan mukosa, khususnya visera, persendian,
dinding arteri, hati, dan kantung empedu.
Reseptor nyeri dapat memberikan respons akibat adanya stimulasi
atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa kimiawi, termal, listrik,
atau mekanis. Stimulasi oleh zat kimiawi diantaranya seperti histamine,
bradikinin, prostatglandin, dan macam-macam asam seperti asam lambung
yang meningkat pada gastritis atau stimulasi yang dilepas apabila terdapat
kerusakan pada jaringan.
Selanjutnya, stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut
ditransmisikan berupa impuls-impuls nyeri ke sum-sum tulang belakang
oleh dua jenis serabut, yaitu serabut A delta yang bermielin rapat dan
serabut lamban (Serabut C). Impuls-impuls yang ditransmisikan ke serabut
delta A mempunyai sifat inhibitor yang ditransmisikan ke serabut C.
9
Rangsangan serat besar ini dapat langsung merangsang ke korteks
serebri dan hasil persepsinya akan dikembalikan ke dalam medulla spinalis
melalui serat aferen dan reaksinya mempengaruhi aktifitas sel T.
Rangsangan pada serat kecil akan menghambat aktifitas substansi
gelatinosa dan membuk pintu mekanisme sehingga aktifitas sel T
meningkat yang akan menghantarkan ke otak [14].
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Nyeri
Pengalaman nyeri pada seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal,
dantaranya adalah :
1) Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga bidan harus
mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang
melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan
fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami,
karena mereka menganggap nyeri adalah hal alamiah yang harus
dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau
meninggal jika nyeri diperiksakan.
2) Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka
berespon terhadap nyeri (misal, suatu daerah menganut
kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena
karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh
jika ada nyeri).
3) Pengalaman masa lalu
Bila individu mengalami nyeri dengan jenis yang sama dimasa
lampau, maka akan lebih mudah bagi individu untuk melakukan
tindakan untuk menghilangkan nyeri. Hal ini terjadi karena adanya
proses pengontrolan pusat dan dipengaruhi oleh pengalaman masa
lampau. Ketika ada aktivitas yang menyebabkan rangsangan nyeri,
10
maka bersamaan dengan itu ada pengontrolan pusat yang kuat
tentang reaksi nyeri yang dihasilkan [15].
11
dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan
saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi
terapeutik.
12
Nyeri fase akut terutama membutuhkan pendekatan terapi
farmakologis dan terapi fisik termasuk pembatasan aktifitas.
Management nyeri fase kronik tidak cukup hanya diatasi dengan
terapi farmakologis dan fisik saja terapi perlu mendapatkan
perhatian dari aspek psikologis dan sosial. Ketidakmampuan
penyesuaian diri secara psikologis dapat mempengaruhi hasil
terapi.
Pada praktek klinis sehari-hari kita mengenal 3 jenis nyeri [13] :
1. Nyeri Nosiseptif, Nyeri dengan stimulasi singkat
dan tidak menimbulkan kerusakan jaringan pada
umumnya, tipe nyeri ini tidak memerlukan terapi
khusus karena berlangsung singkat. Nyeri ini dapat
timbul jika ada stimulus yang cukup kuat sehingga
akan menimbulkan kesadaran akan adanya stimulus
berbahaya, dan merupakan sensasi fisiologis vital.
Contoh : nyeri pada operasi, dan nyeri akibat
tusukan jarum.
2. Nyeri Inflamatorik
Nyeri Iflamatorik adalah nyeri dengan stimulasi kuat atau
berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan atau lesi jaingan.
Nyeri tipe II ini dapat terjadi akut dan kronik dan pasien dengan
tipe nyeri ini, paling banyak datang ke fasilitas kesehatan. Contoh :
nyeri pada rheumatoid artritis.
3. Nyeri Neuropatik
Merupakan nyeri yang terjadi akibat adanya lesi sistem saraf
perifer (seperti pada neuropati diabetika, post-herpetik neuralgia,
radikulopati lumbal, dll) atau sentral (seperti pada nyeri pasca
cedera medula spinalis, nyeri pasca stroke, dan nyeri pada sklerosis
multipel).
Berdasarkan penyebabnya nyeri dapat diklasifikasikan menjadi [13] :
13
1) Nyeri onkologik
2) Nyeri non onkologik
Berdasarkan derajat nyeri dikelompokan menjadi [13] :
1) Nyeri ringan adalah nyeri hilang timbul, terutama saat beraktifitas
sehari-hari dan menjelang tidur.
2) Nyeri sedang nyeri terus menerus, aktifitas terganggu yang hilang
bila penderita tidur.
3) Nyeri berat adalah nyeri terus menerus sepanjang hari, penderita
tidak dapat tidur dan dering terjadi akibat nyeri.
7. Pengukuran Intensitas Nyeri
Nyeri merupakan masalah yang sangat subjektif yang dipengaruhi oleh
psikologis, kebudayaan dan hal lainnya, sehingga mengukur intensitas
nyeri merupakan masalah yang relatif sulit. Ada beberapa metode yang
umunya digunakan untuk menilai intensitas nyeri, antara lain [17] :
1) Verbal Rating Scale (VRS)
Metode ini menggunakan suatu word list untuk mendeskripsikan
nyeri yang dirasakan. Pasien disuruh memilih kata-kata atau
kalimat yang menggambarkan karakteristik nyeri yang dirasakan
dari word list yang ada. Metode ini dapat digunakan untuk
mengetahui intensitas nyeri dari saat pertama kali muncul sampai
tahap penyembuhan. Penilaian ini menjadi beberapa kategori nyeri
yaitu : -tidak nyeri (none) – nyeri ringan (mild) – nyeri sedang
(moderate) – nyeri berat (severe) – nyeri sangat berat (very severe).
14
2) Numerical Rating Scale (NRS)
Metode ini menggunakan angka-angka untuk menggambarkan
range dari intensitas nyeri. Umumnya pasien akan menggambarkan
intensitas nyeri yang dirasakan dari angka 0-10. “0”
menggambarkan tidak ada nyeri sedangkan “10” menggambarkan
nyeri yang hebat.
Dengan Gambaran :
a) Tidak nyeri : 0
b) Nyeri ringan : 1-3, secara objektif klien dapat berkomunikasi
dengan baik.
c) Nyeri sedang : 4-6, secara objektif klien mendesis,
menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat
mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
d) Nyeri berat : 7-10, secara objektif klien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya,
serta tidak dapat diatasi dengan alih posisi napas panjang dan
distraksi.
15
Metode ini paling sering digunakan untuk mengukur intensitas
nyeri. Metode ini menggunakan garis sepanjang 10 cm yang
menggambarkan keadaan tidak nyeri sampai nyeri yang sangat
hebat. Pasien menandai angka pada garis yang menggambarkan
intensitas nyeri yang dirasakan. Keuntungan menggunakan metode
ini adalah sesitif untuk mengetahui perubahan intensitas nyeri,
mudah dimengertidan dikerjakan, dan dapat digunakan dalam
berbagai kondisi klinis. Kerugiannya adalah tidak dapat digunakan
pada anak-anak dibawah 8 tahun dan mungkin sukar diterapkan
jika pasien sedang berada dalam nyeri hebat [17].
16
Terapi farmakologi pemberian anastesi maupun analgetik
terkadang dapat menimbulkan efek samping yang juga dapat
menyebabkan ketidaknyamanan bagi pasien.
2) Terapi non farmakologi
Terapi non farmakologi yang merupan tindakan mandiri perawat.
Dengan berbagai keuntungan diantaranya tidak menimbulkan efek
samping, simple dan tidak berbiaya mahal. Terapi ini dapat
dilakukan dengan cara teknik relaksasi, distraksi, stimulasi dan
imajinasi terbimbing [18].
17
C. KONSEP DASAR TERAPI MUSIK
1. Pengertian
Terapi musik terdiri dari dua kata yaitu kata “terapi” dan “musik”.
Terapi (therapy) adalah penanganan penyakit dan di artikan juga sebagai
pengobatan sedangkan musik adalah suara atau nada yang mengandung
irama. Terapi musik adalah aktivitas musik untuk mengatasi berbagai
masalah dalam aspek fisik, psikologis, kognitif, dan kebutuhan sosial
individu yang mengalami cacat fisik [21].
Terapi musik klasik adalah komposisi musik yang lahir dari budaya
eropa sekitar tahun 1750-1825. Musik klasik bermanfaat untuk membuat
seseorang menjadi rileks, menimbulkan rasa aman dan sejahtera,
melepaskan rasa gembira dan rasa sedih, menurunkan tingkat kecemasan
akibat operasi, melepaskan rasa sakit, dan menurunkan tingkat stress [22]
2. Pendekatan Terapi Musik
Tiga pendekatan yang diwujudkan untuk menolong klien yang
membutuhkan bantuan, yaitu :
1) Pendekatan Klinik
Terapi musik digunakan sebagai bagian dari terapi medis atau
psikologis yang sedang dijalani klien untuk mengatasi hambatan
fisik, mental, atau emosionalnya.
2) Pendekatan Rekrasional
18
Musik digunakan sebagai sarana hiburan, tidak ada tuntutan
apapun yang diminta dari klien, karena tujuannya untuk
menciptakan suasana hati yang positif bagi klien.
3) Pendekatan Edukatif
Penerapan terapi musik dalam lingkup pendidikan yang
dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan belajar.
Pendidikan yang diberikan tidak memiliki target tertentu dan tidak
ditetapkan untuk mencapai suatu tingkat kemampuan tertentu
karena penerima terapi adalah anak-anak atau orag dewasa yang
mengalami gangguan atau mempunyai hambatan.
3. Penggunaan Terapi Musik dalam Kegiatan Medis
Penggunaan terapi musik dalam kegiatan medis adalah [23] :
1) Sebagai audionalgesik atau penenang dan sebaliknya untuk
menimbulkan pengaruh biomedis yang positif atau psikososial.
2) Sebagai fokus latihan dan mengatur latihan.
3) Meningkatkan hubungan terapis, pasien, dan keluarga.
4) Memperkuat proses belajar.
5) Sebagai stimulator auditori atau pengaruh arus balik atau
menghilangkan kebisingan.
6) Mengatur kegembiraan dan interaksi personal yang positif.
7) Sebagai penguat untuk kesehatan dalam hal keterampilan
fisiologis, emosi, dan gaya hidup.
8) Mereduksi stress pada pikiran dan kesehatan tubuh.
Musik juga memiliki kekuatan mempengaruhi denyut jantung dan tekanan
darah sesuai dengan frekuensi, tempo, dan volumenya. Makin lambat
tempo musik, denyut jantung semakin lambat dan tekanan darah menurun.
Akhirnya, pendengar pun terbawa dalam suasana santai, baik itu pikiran
maupun tubuh. Oleh karena itu sejumlah rumah sakit di luar negeri mulai
menerapkan terapi musik pada pasiennya yang mengalami rawat inap [23].
4. Musik sebagai terapi
19
Hylock & Curtis dikutip dalam [24] menjelaskan bahwa terapi
musik ini sudah menjadi pilihan alternatif nonfarmakologis dalam bidang
kedokteran, terapi musik dikenal sebagai complomentary medicine yang
dapat digunakan untuk meningkatkan, mempertahankan, dan
mengembalikan kesehatan fisik, mental, emosional, maupun spiritual
dengan menggunakan bunyi atau irama tertentu.
Pencapaiannya sebagai terapi, O.silluvan [25] mengemukakan
bahwa musik mempengaruhi imajinasi, intelegensi dan memori, disamping
itu juga mempengaruhi hipofisis di otak untuk melepaskan endorfin.
Endorfin kita tahu dapat mengurangi rasa nyeri, stres, dan kecemasan
hinngga dapat mengurangi penggunaan obat analgetik, juga menurunkan
kadar katekolamin dalam darah sehingga denyut jantung menurun.
20
5. Kerangka Teori
Sectio Caesarea
Nyeri post SC
Manajemen Nyeri
Non farmakologis
Terapi Musik
Nyeri Berkurang
Musik Klasik
22
a) Memberikan salam
b) Jelaskan tujuan, prosedur, dan lamanya tindakan pada
klien/keluarga
c) Menanyakan kesiapan pasien dan persetujuan pasien
2) Tahap kerja
a) Cuci tangan
b) Berikan kesempatan pasien untuk bertanya sebelum kegiatan
dilakukan
c) Atur dan bantu posisi pasien senyaman mungkin.
d) Beritahu pasien bahwa dirinya tidak akan terganggu selama
pembeian terapi musik dilakukan, kecuali jika ada kepentingan
medis atau permintaan dari pasien itu sendiri.
e) Intrusikan pasien untuk melakukan teknik nafas dalam 3 kali
atau sampai pasien merasa rileks
f) Pasang headset yang sudah disambungkan ke hp di kedua
telinga pasien
g) Nyalakan musik sambil mengintruksikan pasien menutup mata
h) Intrusikan pasien untuk memfokuskan pikirannya pada alunan
musik
i) Biarkan musik menyala selama 4-5 menit
j) Setelah selesai, kemudian intruksikan pasien untuk membuka
mata dan melakukan teknik nafas dalam sebanyak 3 kali atau
sampai pasien merasa rileks
3) Terminasi
a) Evaluasi hasil kegiatan
b) Tanyakan pada pasien bagaimana perasaannya setelah
diberikan terapi musik
c) Berikan umpan balik positif
d) Kontrak pertemuan selanjutnya
23
e) Akhiri kegiatan
f) Bereskan alat
g) Cuci tangan
4) Dokumentasi
Catat hasil kegiatan didalam catatan keperawatan.
24
Sectio Caesarea seperti kelainan letak bayi (letak sungsang dan
letak lintang), faktor plasenta (plasenta previa, solution plasenta,
plasenta accrete, vasa previa), kelainan tali pusat (prolapses tali
pusat, telilit tali pusat), bayi kembar (multiple pregnancy), pre
eklampsia, dan ketuban pecah dini yang nantinya akan membantu
membuat rencana tindakan terhadap pasien. Riwayat pada saat
sebelum inpartus di dapatkan cairan yang keluar pervaginan secara
spontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda persalinan.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Didapatkan data klien pernah riwayat Sectio Caesarea sebelumnya,
panggul sempit, serta letak bayi sungsang. Meliputi penyakit yang
lain dapat juga mempengaruhi penyakit sekarang, seperti danya
penyakit Diabetes Melitus, jantung, hipertensi, hepatitis, abortus
dan penyakit kelamin.
3) Riwayat Perkawinan
Pada riwayat perkawinan hal yang perlu dikaji adalah menikah
sejak usia berapa, lama pernikahan, berapa kali menikah, status
pernikahan saat ini.
4) Riwayat Obstetri
Pada pengkajian riwayat obstetri meliputi riwayat kehamilan,
persalinan dan nifas yang lalu, berpa kali ibu hamil, penolong
persalinan, dimana ibu bersalin, cara bersalin, jumlah anak, apakah
pernah abortus, dan keadaan nifas post operasi Sectio Caesarea
yang lalu.
5) Riwayat Persalinan Sekarang
Meliputi tanggal persalinan, jenis persalinan, lama persalinan, jenis
kelamin anak, keadaan anak.
6) Riwayat KB
Pengkajian riwayat KB dilakukan untuk mengetahui apakah klien
pernah ikut program KB, jenis kontrasepsi, apakah terdapat
25
keluhan dan masalah dalam penggunaan kontrasepsi tersebut, dan
setelah masa nifas ini akan menggunakan alat kontrasepsi apa.
7) Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah penyakit turunan dalam keluarga seperti jantung,
Hipertensi, TBC, Diabetes Melitus, penyakit kelamin, abortus yang
mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada klien.
d. Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola Aktivitas
Aktivitas klien terbatas, dibantu oleh orang lain untuk memenuhi
keperluannya karena klien mudah letih, klien hanya bisa
beraktivitas ringan seperti : duduk ditempat tidur, menyusui.
2) Pola Eliminasi
Pada pola eliminasi biasanya klien pasca Sectio Caesarea
mengalami konstipasi karena takut untuk BAB.
3) Pola Istirahat dan Tidur
Klien pada masa nifas sering terjadi perubahan pola istirahat dan
tidur akibat adanya kehadiran sang bayi dan nyeri jahitan.
4) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan menjadi ibu dan istri yang baik untuk suaminya.
5) Pola Penanggulangan Stress
Klien merasa cemas karena tidak bisa mengurus bayinya sendiri.
6) Pola Sensori Kognitif
Klien merasa nyeri pada perineum karena adanya luka jahitan
akibat sectio caesarea.
7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Klien merasa dirinya tidak seindah sebelum hamil, semenjak
melahirkan klien mengalami perubahan pada ideal diri.
26
8) Pola Reproduksi dan Sosial
Terjadi perubahan seksual atau fungsi seksualitas akibat adanya
proses persalinan dan nyeri bekas jahitan luka sectio caesarea.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada postpartum tekanan darah turun,
nadi cepat, pernafasan meningkat, dan suhu tubuh turun.
2) Kepala
a) Rambut
Bagaimana bentuk kepala, warna rambut, kebersihan rambut,
dan apakah ada benjolan atau tidak.
b) Mata
Terkadang adanya pembengkakan pada kelopak mata,
konjungtiva, dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat
(anemia) karena proses persalinan yang mengalami
perdarahan, sclera kuning.
c) Telinga
Bentuk telinga simetris atau tidak. Bagaimana kebersihannya,
adakah cairan yang keluar dari telinga.
d) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada postpartum kadang-
kadang ditemukan pernapasan cuping hidung.
e) Mulut dan Gigi
Mulut bersih atau kotor, mukosa bibir kering atau lembab.
f) Leher
Saat dipalpasi ditemukan ada atau tidak pembesaran kelenjar
tyroid.
g) Thorax
a) Payudara
27
Simetris kiri dan kanan, tidak ada kelainan pada payudara,
areola hitam kecoklatan, putting susu menonjol, air susu
lancar dan banyak keluar.
b) Paru-paru
Inspeksi : Simetris atau tidak kanan dan kiri, ada atau
tidak terlihat pembengkakan.
Palpasi : Ada nyeri tekan atau tidak, ada massa atau
tidak.
Perkusi : Redup atau sonor
Auskultasi : Suara nafas vesikuler / ronkhi / atau
wheezing.
c) Jantung
Inspeksi : Ictus cordis teraba atau tidak
Palpasi : Ictus cordis teraba atau tidak
Perkusi : Redup / Typmany
Auskultasi : Bunyi janyung lup dup
h) Abdomen
Inspeksi : Terdapat luka jahitan post operasi ditutupi verban,
adanya striae gravidarum.
Palpasi : Nyeri tekan pada luka, konsistensi uterus lembek
atau keras.
Perkusi : Redup
Auskultasi: Bising usus berapa x /menit
i) Genetalia
Pengeluaran darah bercampur lender, pengeluaran air ketuban,
bila terdapat pengeluaran meconium yaitu feses yang dibentuk
anak dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak
anak.
j) Ekstremitas
28
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena
membesarkan uterus, karena pre eklamsia atau karena penyakit
jantung atau ginjal.
f. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai
seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah
kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosa
keperawatan merupakan dasar dalam penyusunan rencana tindakan
asuhan keperawatan, tujuan dokumentasi diagnosa keperawatan untuk
menuliskan masalah/problem pasien atau perubahan status kesehatan
pasien (Dokumentasi Keperawatan, 2017). Berdasarkan SDKI (2017)
masalah yang mungkin muncul, sebagai berikut : [28]
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
3) Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot
4) Menyusui tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan
reflek oksitosin
5) Defisit pengetahuan tentang teknik menyusui berhubungan dengan
kurangnya terpapar informasi
6) Defisit perawatan diri pasca Sectio Caesarea berhubungan dengan
kelemahan
7) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
8) Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka insisi
g. Intervensi keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan
keperawatan yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah sesuai
dengan diagnosa keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan
terpenuhinya kebutuhan klien [29] .
No Diagnosa
Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri Manajemen nyeri
29
agen pencedera keperawatan 2x24 jam diharapkan Observasi : Observasi :
fisik tingkat nyeri menurun, dengan - Identifikasi lokasi, - Untuk mengetahui
kriteria hasil : karakteristik, durasi, lokasi, karakteristik,
1. Keluhan nyeri menurun frekuensi, kualitas, durasi, frekuensi,
2. Meringis menurun intensitas nyeri kualitas, dan
3. Gelisah menurun - Identifikasi skala nyeri intensitas nyeri
4. Frekuensi nadi meningkat - Identifikasi faktor yang pasien
memperberat dan - Untuk mengetahui
memperingan nyeri skala nyeri pasien
Terapeutik : - Untuk mengetahui
- Berikan teknik non faktor yang
farmakologis untuk memperberat &
mengurangi rasa nyeri memperingan nyeri
(mis. TENS, hipnosis, pasien
akupresur, terapi Terapeutik :
musik,terapi pijat dll) - Untuk mengurangi
- Kontrol lingkungan rasa nyeri pasien
yang memperberat nyeri - Untuk mengurangi
(mis. Suhu ruangan, nyeri pasien
pencahayaan, - Agar pasien bisa
kebisingan) istirahat & tidur
- Fasilitasi istrirahat dan dengan nyaman
tidur Edukasi :
Edukasi : - Agar pasien
- Jelaskan penyebab, mengetahui
periode dan pemicu nyeri penyebab nyeri
- Jelaskan strategi - Agar pasien
meredakan nyeri mengetahui cara
Kolaborasi : meredakan nyeri
- Kolaborasi pemberian Kolaborasi :
analgetik, jika perlu - Untuk mengurangi
30
nyeri pasien
2. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Dukungan mobilisasi Dukungan mobilisasi
mobilitas fisik b.d keperawatan selama 2x24 jam Observasi : Observasi :
nyeri diharapkan mobilitas fisik - Identifikasi adanya - Untuk mengetahui
meningkat, dengan kriteria hasil : nyeri atau keluhan fisik keluhan pasien
1. Pergerakan ekstremitas lainnya - Untuk mengetahui
meningkat - Identifikasi toleransi apakah pasien bisa
2. Kekuatan otot meningkat fisik melakukan melakukan
3. Nyeri menurun pergerakan pergerakan
4. Kecemasan menurun - Monitor frekuensi - Untuk mengetahui
5. Kelemahan fisik menurun jantung dan tekanan frekuensi jantung
darah sebelum memulai dan tekanan darah
mobilisasi pasien
- Monitor kondisi umum - untuk mengetahui
selama melakukan kondisi pasien
mobilisasi Terapeutik :
- Agar pasien tidak
Terapeutik : kesulitan
- Fasilitasi aktivitas - Agar pasien
mobilisasi dengan alat mampu melakukan
bantu (mis. Pagar tempat pergerakan
tidur) - Agar pasien lebih
- Fasilitasi melakukan nyaman dan
pergerakan, jika perlu semangat melakukan
- Libatkan keluarga pergerakan
untuk membantu pasien Edukasi :
dalam meningkatkan - Agar pasien
pergerakan mengetahui tujuan
Edukasi : dilakukannya
- Jelaskan tujuan dan mobilisasi dini
prosedur mobilisasi - Agar pasien
31
- Anjurkan melakukan terbiasa melakukan
mobilisasi dini pergerakan
- Ajarkan mobilisasi - Agar pasien
sederhana yang harus mengetahui cara
dilakukan (mis. Duduk di mobilisasi sederhana
tempat tidur, duduk di
sisi tempat tidur, pindah
dari tempat tidur ke
kursi)
3. Konstipasi b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen konstipasi Manajemen
penurunan tonus keperawatan selama 2x24 jam Observasi : konstipasi
otot diharapkan eliminasi fekal - Periksa tanda dan gejala Observasi :
membaik, dengan kriteria hasil : konstipasi - Untuk mengetahui
1. Kontrol pengeluaran feses - Periksa pergerakan tanda & gejala
menigkat usus, karakteristik usus konstipasi
2. Keluhan defekasi lama dan sulit (konsistensi, bentuk, - Untuk mengetahui
menurun volume, dan warna) pergerakan usus
3. Nyeri abdomen menurun - Identifikasi faktor pasien
resiko konstipasi (mis. - Untuk mengetahui
Obat-obatan, tirah faktor resiko
baring, dan diet rendah konstipasi
serat) Terapeutik :
Terapeutik : - Untuk mengurangi
- Anjurkan diet tinggi resiko konstipasi
serat Edukasi :
Edukasi : - Agar pasien
- Jelaskan etiologi mengetahui
masalah dan alasan penyebab konstipasi
tindakan - Untuk mengurangi
- Anjurkan peningkatan resiko konstipasi
asupan cairan, jika tidak - Agar bisa buang air
32
ada kontraindikasi besar secara teratur
- Latih buang air besar Kolaborasi :
secara teratur - Agar pasien bisa
Kolaborasi : melakukan buang air
- Kolaborasi penggunaan besar
obat pencahar, jika perlu
4. Menyusui tidak Setelah dilakukan tindakan Edukasi menyusui Edukasi menyusui
efektif b.d keperawatan selama 2x24 jam Observasi : Observasi :
ketidakadekuatan diharapkan status menyusui - Identifikasi kesiapan - Agar pasien siap
reflek oksitosin membaik, dengan kriteria hasil : dan kemampuan menerima informasi
1. Perlekatan bayi pada payudara menerima informasi - Untuk mengetahui
ibu membaik - Identifikasi tujuan atau keinginan menyusui
2. Kemampuan ibu memposisikan keinginan menyusui pasien
bayi dengan benar membaik Terapeutik : Terapeutik :
3. Suplai ASI adekuat membaik - Sediakan materi dan - Untuk
4. Tetesan/pancaran ASI membaik media pendidikan perlengkapan
kesehatan pendidikan
- Jadwalkan pendidikan kesehatan
kesehatan sesuai - Agar pendidikan
kesepakatan kesehatan terjadwal
- Berikan kesempatan - Agar pasien bisa
untuk bertanya bertanya
- Dukung ibu - Agar ibu percaya
meningkatkan diri untuk menyusui
kepercayaan diri dalam - Agar pasien
menyusui semangat untuk
- Libatkan sistem menyusui
pendukung : suami, Edukasi :
keluarga, tenaga - Untuk menambah
kesehatan dan informasi pasien
masyarakat) - Agar ibu tau
33
Edukasi : manfaat menyusui
- Berikan konseling - Agar ibu tau posisi
menyusui menyusui dengan
- Jelaskan manfaat benar
menyusui bagi ibu &
bayi
- Ajarkan 4 posisi
menyusui dan perlekatan
(lacth on)
5. Defisit Setelah dilakukan tindakan Edukasi kesehatan Edukasi kesehatan
pengetahuan keperawatan selama 2x24 jam Observasi : Observasi :
tentang teknik diharapkan tingkat pengetahuan - Identifikasi kesiapan - Agar pasien
menyusui b.d membaik, dengan kriteria hasil : dan kemampuan mampu menerima
kurangnya 1. Perilaku sesuai anjuran menerima informasi informasi
terpapar informasi meningkat Terapeutik : Terapeutik :
2. Verbalisasi minat dalam belajar - Sediakan materi dan - Untuk
meningkat media pendidikan perlengkapan
3. Pertanyaan tentang masalah yang kesehatan pendidikan
dihadapi menurun - Jadwalkan pendidikan kesehatan
kesehatan sesuai - Agar pendidikan
kesepakatan kesehatan terjadwal
- Berikan kesempatan - Agar pasien bisa
untuk bertanya bertanya
Edukasi : Edukasi :
- Jelaskan faktor resiko - Agar pasien
yang mempengaruhi mengetahui faktor
kesehatan resiko yang
mempengaruhi
kesehatan
6. Defisit perawatan Setelah dilakukan tindakan Dukungan perawatan diri Dukungan perawatan
diri pasca Sectio keperawatan selama 2x24 jam
34
Caesarea b.d diharapkan perawatan diri Observasi : diri
kelemahan meningkat, dengan kriteria hasil : - Identifikasi kebiasaan Observasi :
1. Kemampuan mandi meningkat aktivitas perawatan diri - Untuk mengetahui
2. Kemampuan ke toilet sesuai usia aktivitas perawatan
(BAK/BAB) meningkat - Monitor tingkat diri pasien
3. Verbalisasi keinginan melakukan kemandirian - Untuk mengetahui
perawatan diri meningkat Terapeutik : kemandirian pasien
4. Minat melakukan perawatan diri - Sediakan lingkungan Terapeutik :
meningkat yang terapeutik (mis. - Agar pasien merasa
5. Mempertahankan kebersihan diri Suasana hangat, rileks, nyaman
meningkat privasi) - Untuk mengontrol
6. Mempertahankan kebersihan - Dampingi dalam kemampuan
mulut meningkat melakukan perawatan perawatan diri
diri sampai mandiri pasien
Edukasi : Edukasi :
- Anjurkan melakukan - Agar pasien
perawatan diri secara terbiasa melakukan
konsisten sesuai perawatan diri
kemampuan
7. Ansietas b.d krisis Setelah dilakukan tindakan Terapi relaksasi Terapi relaksasi
situasional keperawatan selama 2x24 jam Observasi : Observasi :
diharapkan tingkat ansietas - Identifikasi penurunan - Untuk mengetahui
menurun, dengan kriteria hasil : tingkat energi, kondisi pasien
1. Verbalisasi khawatir akibat ketidakmampuan - Untuk mengetahui
kondisi yang dihadapi menurun berkonsentrasi, atau tanda-tanda vital
2. Perilaku gelisah menurun gejala lain yang pasien
3. Perilaku tegang menurun mengganggu kemampuan - Untuk mengetahui
4. Konsentrasi membaik kognitif respon pasien
5. Pola tidur membaik - Periksa ketegangan terhadap relaksasi
otot, frekuensi nadi, Terapeutik :
tekanan darah, dan suhu - Agar pasien merasa
35
sebelum dan sesudah rileks
latihan - Agar pasien
- Monitor respon mengetahui prosedur
terhadap terapi relaksasi teknik relaksasi
Terapeutik : - Agar pasien merasa
- Ciptakan lingkungan nyaman
yang tenang dan tanpa - Agar pasien merasa
gangguan dengan rileks
pencahayaan dan suhu Edukasi :
yang nyaman, jika - Agar pasien
memungkinkan mengetahui tujuan
- Berikan informasi dilakukannya terapi
tertulis tentang persiapan relaksasi
dan prosedur teknik - Agar pasien merasa
relaksasi rileks
- Gunakan pakaian - Agar pasien
longgar mampu menerapkan
- Gunakan nada suara teknik relaksasi
lembut dengan irama secara mandiri
lambat dan berirama
Edukasi :
- Jelaskan tujuan,
manfaat, batasan, dan
jenis relaksasi yang
tersedia (mis. Musik,
meditasi, napas dalam,
relaksasi otot progresif)
- Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
relaksasi
- Anjurkan sering
36
mengulang atau melatih
teknik yang dipilih
8. Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan tindakan Pencegahan infeksi Pencegahan infeksi
adanya luka insisi keperawatan selama 2x24 jam Observasi : Observasi :
diharapkan tingkat infeksi - Monitor tanda & gejala - Untuk mengetahui
menurun, dengan kriteria hasil : infeksi lokal & sistemik tanda & gejala
1. Kebersihan badan meningkat Terapeutik : infeksi
2. Kebersihan tangan meningkat - Batasi jumlah Terapeutik :
3. kemerahan menurun pengunjung - Untuk mengurangi
4. Nyeri menurun - Cuci tangan sebelum penyebab infeksi
5. Bengkak menurun dan sesudah kontak - Untuk mengurangi
6. Demam menurun dengan pasien dan penyebab infeksi
lingkungan pasien - Untuk mengurangi
- Pertahankan teknik penyebab infeksi
aseptik pada pasien Edukasi :
beresiko tinggi - Agar pasien
Edukasi : mengetahui tanda &
- Jelaskan tanda & gejala gejala infeksi
infeksi - Agar pasien
- Ajarkan cara mencuci mengetahui cara
tangan dengan benar mencuci tangan
- Ajarkan cara dengan benar
memeriksa kondisi luka - Agar pasien
atau luka operasi mengetahui cara
Kolaborasi : memeriksa luka atau
- Kolaborasi pemberian luka operasi dengan
imunisasi, jika perlu benar
Kolaborasi :
- Untuk mencegah
infeksi
37
h. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan [30].
i. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah tahapan akhir proses keperawatan yang terdiri dari
evaluasi proses (formatif) dan evaluasi hasil (sumatif). Evaluasi
formatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah perawat melakukan
tindakan keperawatan yang dilakukan terus menerus hingga mencapai
tujuan. Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setiap hari
setelah semua tindakan sesuai diagnosa keperawatan dilakukan
evaluasi sumatif terdiri dari SOAP (subjek, objek, analisis,
perencanaan).
Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan
keberhasilan tujuan tindakan yaitu tujuan tercapai apabila pasien
menunjukkan perubahan sesuai kriteria hasil yang telah ditentukan,
tujuan tercapai sebagian apabila jika klien menunjukkan perubahan
pada sebagian kriteria hasil yang ditetapkan, tujuan tidak tercapai jika
klien menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama
sekali [30].
38
BAB III
BAB III : METODE
40
H. Etika Penelitian
1. Kerahasiaan (Confidentiality)
Manusia sebagai subjek penelitian memiliki privasi dan hak asasi untuk
2. Manfaat (Benefit)
3. Keadilan (Justice)
merata.
4. Non-Malefiecience
subjek penelitian.
5. Autonomy
41
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Pada bab ini penulis akan menjelaskan hasil dari penelitian yang penulis
lakukan di Ruang VK RSUD Bayu Asih Purwakarta, penulis melakukan
terapi musik klasik selama 3 hari berturut-turut & dan akan dijelaskan pada
table sebagai berikut :
Table 4.1
Pre dan Post Pemberian Terapi Musik Klasik dari Hari Ke-1 sampai
Hari Ke-3
43
2. Pada hari kedua penulis melakukan implementasi selama 15 menit
kepada responden yang terdiri dari : 5 menit pengkuran skala nyeri, 5
menit terapi musik klasik, 5 menit evaluasi kegiatan. Setelah dilakukan
terapi musik klasik, skala nyeri menurun dari 5 sampai ke 4 dari 0-10.
3. Pada hari ke tiga sama seperti hari ke dua penulis melakukan
implementasi selama 15 menti dan didapatkan hasil skala nyeri
menurun dari 4 menjadi 2.
Untuk melakukan terapi musik klasik tentunya ada tahap-tahap yang harus
penulis lakukan yang sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP),
antara lain :
1. Pengertian
Terapi musik adalah aktivitas musik untuk mengatasi berbagai masalah
dalam aspek fisik, psikologis, kognitif, dan kebutuhan sosial individu yang
mengalami cacat fisik.
2. Tujuan
Untuk menurunkan nyeri, stress, dan kecemasan dengan mengalihkan
perhatian seseorang dari nyeri yang dirasakan.
3. Peralatan
a. Handphone
b. Headset/earphone
4. Prosedur
a) Persiapan pasien dan lingkungan
1. Pasien diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan.
2. Jaga privasi pasien dengan memasang sampiran.
b) Tahap Orientasi
1. Memberikan salam
2. Jelaskan tujuan, prosedur, dan lamanya tindakan pada
klien/keluarga
3. Menanyakan kesiapan pasien dan persetujuan pasien
c) Tahap Kerja
1. Cuci tangan
44
2. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya sebelum kegiatan
dilakukan
3. Atur dan bantu posisi pasien senyaman mungkin
4. Beritahu pasien bahwa dirinya tidak akan terganggu selama
pemberian terapi musik dilakukan, kecuali jika ada kepentingan
medis atau permintaan dari pasien itu sendiri
5. Intrusikan pasien untuk melakukan teknik nafas dalam selama 3
kali atau sampai pasien merasa rileks
6. Pasang haedset yang sudah disambungkan ke hp di kedua telinga
pasien
7. Nyalakan musik sambil mengintruksikan pasien menutup mata
8. Intruksikan pasien untuk memfokuskan pikirannya pada alunan
musik
9. Biarkan musik menyala selama 4-5 menit
10. Setelah selesai, kemudian intruksikan pasien untuk membuka
mata dan melakukan teknik nafas dalam sebanyak 3 kali atau
sampai pasien merasa rileks.
d) Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan
2. Tanyakan pada pasien bagaimana perasaannya setelah diberikan
terapi musik
3. Berikan umpan balik positif
4. Kontrak pertemuan selanjutnya
5. Akhiri kegiatan
6. Bereskan alat
7. Cuci tangan
e) Dokumentasi
Catat hasil kegiatan didalam catatan keperawatan.
45
B. Pembahasan
Musik memiliki kekuatan mempengaruhi denyut jantung dan tekanan
darah sesuai dengan frekuensi, tempo, dan volumenya. Makin lambat tempo
musik, denyut jantung semakin lambat dan tekanan darah menurun. Akhirnya,
pendengar pun terbawa dalam suasana santai, baik itu pikiran maupun tubuh.
Oleh karena itu sejumlah rumah sakit di luar negeri mulai menerapkan terapi
musik pada pasiennya yang mengalami rawat inap [23].
Hylock & Curtis menjelaskan bahwa terapi musik ini sudah menjadi
pilihan alternatif nonfarmakologi dalam bidang kedokteran, terapi musik
dikenal sebagai complomentary medicine yang dapat digunakan untuk
meningkatkan, mempertahankan, dan mengembalikan kesehatan fisik, mental,
emosional, maupun spiritual dengan menggunakan bunyi atau irama tertentu.
Pencapainnya sebagai terapi, O.silluvan mengemukakan bahwa musik
mempengaruhi imajinasi, intelegensi dan memori, disamping itu juga
mempengaruhi hipofisis di otak untuk melepaskan endorfin. Endorfin kita
tahu dapat mengurangi rasa nyeri, stress, dan kecemasan hingga dapat
mengurangi penggunaan obat analgetik, juga menurunkan kadar katekolamin
dalam darah sehingga denyut jantung menurun.
C. Keterbatasan Studi Kasus
Dalam studi kasus ini didapatkan beberapa keterbatasan penelitian,
diantaranya:
1. Keterbatasan waktu penelitian sehingga subjek penelitian yang
didapatkan cukup sedikit untuk mendapatkan hasil yang bermakna.
2. Rumah pasien yang sangat sulit untuk ditempuh
3. Jumlah responden yang digunakan hanya berjumlah satu orang.
46
BAB V
BAB III : SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian ini didapat kesimpulan
tentang pengaruh terapi musik klasik terhadap penurunan skala nyeri pada
pasien post sectio caesarea di ruang VK RSUD Bayu Asih Purwakarta bahwa
ada pengaruh terapi musik klasik terhadap penurunan skala nyeri pada pasien
post sectio caesarea di ruang VK RSUD Bayu Asih Purwakarta.
B. Saran
Setelah selesai melakukan penelitian pada Ny.N tentang Pengaruh Terapi
Musik Klasik terhadap penurunan skala nyeri pada pasien post sectio
caesarea di ruang VK RSUD Bayu Asih Purwakarta, penulis memberikan
saran agar pelaksanaan terapi musik klasik lebih baik diantaranya :
1. Saran Teoritik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dapat menjadi bagian
masukan dan sumber referensi tentang keperawatan maternitas
khususnya tentang pengaruh terapi musik klasik terhadap penurunan
skala nyeri pada pasien post operasi sectio caesarea sehingga dapat
digunakan sebagai bahan perbaikan maupun peningkatan.
2. Saran Praktik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam mengatasi
masalah penurunan skala nyeri pada pasien post sectio caesarea, hasil
penelitian ini juga mampu menjadi referensi masyarakat untuk mengatasi
masalah dalam penurunan skala nyeri pada pasien post sectio caesarea
dengan terapi musik klasik.
47
DAFTAR PUSTAKA
48
Neonatal, Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2010.
[12] Jitowiyono, Kristiyanasari , Asuhan Keperawatan, Yogyakarta: Nuha
Medika, 2012.
[13] Sulistyo, Suharti, Persalinan Tanpa Nyeri berlebihan, Yogyakarta , 2013.
[14] Hidayat, Praktikum Keterampilan Dasar Praktik Klinik: Aplikasi Dasar-
Dasar Praktik Kebidanan, Jakarta: Salemba Medika, 2008.
[15] Kristiarini, Latifa, Pengaruh Teknik Relaksasi Autogenik Terhadap Skala
Nyeri Pada Ibu Post Operasi SC, 2013.
[16] Andarmoyo, Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri, Yogyakarta, 2013.
[17] Yudiyanta, Assessment Nyeri, 2015.
[18] Rosdahl, C. B., Kowalski, Buku Ajar Keperawatan Dasar, Jakarta, 2014.
[19] Astuti Ani, Diah, M, "Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Penurunan
Tingkat Skala Nyeri Pasien Post Operasi," 2016.
[20] Bernatzky, G, Presch, M, Dkk, "Emotional Foundation of Music as a
Nonpharmacological Pain Manajement Tool in Modern Medicine,"
Neuroscience and Biobehavioral Review, vol. 11, pp. 30-60, 2011.
[21] Djohan, Terapi Musik Teori dan Aplikasi, Yogyakarta, 2015.
[22] Musbikin, Kehebatan Muik untuk mengasah kecerdasan anak, Yogyakarta:
Power Books, 2009.
[23] Hastomi, Terapi Musik Klasik, Yogyakarta, 2012.
[24] Sirait, Efek Musik Pada Tubuh Manusia, Jakarta, 2014.
[25] American Music Therapy Assciation, Music Therapy Mental Health
Evidence Based Practice Support, 2008.
[26] Solehati, Kosasih, Konsep dan Relaksasi dalam keperawatan maternitas,
Jakarta: PT. Refika Medika, 2015.
[27] F. E. Sagita, "Asuhan Keperawatan ibu post partum dengan post operasi
sectio caesarea di ruangan rawat inap kebidanan," 2019. [Online].
[28] PPNI, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat, 2018.
[29] Tim Pokja SIKI DPP PPNI , Standar Intervensi Keperawatan Indonesia,
49
Jakarta: DPP PPNI , 2018.
[30] Hasanah, Amelia Nur, Asuhan Keperawatan Maternitas Pada Ny. I (P2A2)
Partus Maturus Dengan Sectio Caesarea Atas Indikasi Gagal Drip +
Preeklampsi Berat (PEB) di Ruang Nifas Gedung C Lantai 4 Rumah Sakit
Umum Daerah Cibabat Cimahi, Cimahi , 2019.
50