Anda di halaman 1dari 82

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

I DENGAN DIAGNOSA
MEDIS ASMA DALAM GANGGUAN PEMENUHAN
KEBUTUHAN OKSIGENASI DI RUANG
PERAWATAN RSUD BAHTERAMAS

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan


Diploma III Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari
Jurusan Keperawatan

OLEH

SAFIRAWATI
P00320018083

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN KEPERAWATAN
2021

i
HALAMAN PERSETUJUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. I DENGAN


DIAGNOSA MEDIS ASMA DENGAN GANGGUAN
PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI DI RUANG
PERAWATAN RSUD BAHTERAMAS

Disusun dan diajukan oleh

SAFIRAWATI
P00320018083

Telah mendapatkan persetujuan Tim pembiinbing


Menyetujui

Pembimbing :

(Rusna Tahir, S.Kep, Ns, M.kep) (Dali, SKM., M.Kes)


NIP. 19870614 201012 2002 NIP. 19631231 199403 2 003

Mengetahui :

Ns . M.kes
330 199503 1001

2
HALAMAN PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. I DENGAN


DIAGNOSA MEDIS ASMA DALAM GANGGUAN
PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI DI RUANG
PERAWATAN RSUD BAIITERAMAS

Disusun dan diajukan oleh :


SAFIRAWATI
P00320018083

Karya Tulis ini telah dipertahankan pada Seminar Hasil karya


Tulis Ilmiah di depan TIM Penguji pada Hari/Tanggal :
Dan telah dinyatakan memenuhi syarat

Menyetujui :

1. Abd. Syukur Bau, S.Kep.,Ns MM


2. Hj. Nurjannah, B.SC,S.Pd,M.Kes
3. Sahmad, S.Kep.Ners.M.Kep
4. Rusna Tahir, S.Kep., Ns., M.Kep
5. Dali, SKM., M.Kes

Mengetahui :

Ketua Jurusan keperawatan

Ns . M.kes
330 199503 1001

iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : SAFIRAWATI

NIM :P00320018083

Institusi pendidikan: Jurusan keperawatan Poltekkes kemenkes kendari

JUDUL KTI :ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. I DENGAN


DIAGNOSA MEDIS ASMA DALAM GANGGUAN
PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI DI RUANG
PERAWATAN RSUD BAHTERAMAS
Menyatakan dengan sebenamya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-
benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan atau
pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil
jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Kendari, 2 juli 2021


YangMembuat pernyataan

Safirawati

iv
MOTTO

Ketika kita terus berusaha dan berdoa tidak ada yang tidak mungkin untuk kita

raih

Yakin dan percaya setelah apa yang kita perjuangkan selama ini lelah menjadi

lillah, sedih menjadi bahagia

Tiada hasil yang membanggakan tanpa adanya perjuangan dan doa kedua

orangtua

Terus berjuang karena ada orangtua yang harus dibanggakan

Kupersembahkan karya tulis ini untuk Ayah dan Ibuku tercinta, Keluarga, dan

sahabat yang selalu memberikan support dan doanya, yang menjadi semangat,

pedoman hidup,dan tempatku berpijak dalam menyelesaikan

Penulisan karya tulis ilmiah ini

v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS

1. Nama : Safirawati

2. Tempat/ tanggal lahir : Kendari, 21 Mei 1999

3. Jenis kelamin : Perempuan

4. Suku bangsa :Muna/ Indonesia

5. Agama : Islam

6. Alamat : Jl. Palapa No.16 Kelurahan

Kemaraya Kecamatan Kendari Barat

II. Jenjang Pendidikan

1. Sd 12 Kendari Barat, lulus tahun 2012

2. Smp Kartika XX-6, lulus tahun 2015

3. Sma Kartika XX-2, lulus tahun 2018

4. Poltekkes Kemenkes Kendari, lulus tahun 2021

vi
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT atas segala

rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah

ini. Sholawat dan salam semoga dilimpahkan olehNya kepada suri tauladan Nabi

Muhammad SAW, para sahabat, dan semua pengikutnya yang setia hingga akhir

zaman.

Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada NY. I Dengan

Diagnosa Medis Asma Dalam Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi

di Ruang Perawatan RSUD. Bahteramas” bertujuan untuk memenuhi salah satu

persyaratan dalam menempuh ujian akhir pada pendidikan DIII Keperawatan

Poltekkes kemenkes kendari,

Walaupun Karya Tulis Ilmiah ini telah dibuat, Penulis menyadari bahwa masih

banyak kekurangan. Namun berkat adanya bimbingan, arahan, dan dukungan

maka penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini pada waktu yang telah

ditentukan.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak

yang telah memberikan dukungan secara langsung maupun tidak langsung

kepada:

1. Ibu Askrening.,SKM.,M.KES selaku direktur poltekkes kemenkes kendari.

2. Direktur RSUD Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara yang telah

memberikan izin untuk melakukan pengambilan subjek studi kasus.

vii
3. Bapak Indriono Hadi.,S.Kep.,Ns.,M.KepSelaku Ketua Jurusan Keperawatan

PoltekkesKemenkesKendari.

4. Ibu Rusna Tahir, S.kep, Ns, M.Kep dan Ibu Dali, SKM., M.Kes, Selaku

pembimbingyang membantu memberikan arahan mulai dari awal hingga

selesainya karya tulis ilmiah ini.

5. Bapak Abd. Syukur Bau, S.Kep.,Ns MM selaku penguji I, ibu Hj. Nurjannah,

B.SC,S.Pd,M.Kes selaku penguji II, ibu Sahmad, S.Kep.Ners.M.Kep selaku

penguji III yang dengan sabar memberikan masukan dan arahan hingga karya

tulis ini terselesaikan.

6. Kepala Ruangan Lambu Barakati LT.1 dan para staf yang memberikan

kesempatan untuk melakukan pengambilan subjek studi kasus.

7. Kepada kedua orang tuaku tercinta dan keluarga yang selalu memberikan

dukungan dan doa sehingga penulis bisa sampai pada tahap ini.

8. Sahabat Asdin, Vivian, Airi, Nela, Faisyah, Ica, Aida, Salsa, yustin, Asri,

Dewi dan seluruh rekan mahasiswa poltekkes kemenkes kendari angkatan

2018 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang sudah membantu penulis

menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Penulis ingin memohon maaf atas kekurangan yang ada pada tulisan ini

kritik dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan tulisan ini.

viii
ABSTRAK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. I DENGAN DIAGNOSA


MEDIS ASMA DALAM GANGGUAN PEMENUHAN
KEBUTUHAN OKSIGENASI DI RUANG
PERAWATAN RSUD BAHTERAMAS
Syafirawati saruni (P00320018083)1, Rusna Tahir,S.Kep.,Ns.,M.Kep2, Dali,
SKM., M.Kes3
Pendahuluan : Asma adalah penyakit inflamasi okstuktif yang ditandai
oleh periode episodik otot-otot polos dalam dinding saluran udara bronkhial
(spasme bronkus) spasme bronkus ini menyempitkan jalan nafas, sehingga
membuat pernafasan menjadi sulit dan menimbukan bunyi mengi. Terdapat dua
tipe utama asma, asma ekstrinsik dan intrinsik (Asih& Effendy, 2011).
Tujuan : MenerapkanAsuhan Keperawatan Pada NY. I Dengan Diagnosa
Medis Asma Dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi di Ruang
Perawatan RSUD. Bahteramas.
Metode : penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dalam bentuk
studi kasus yang meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan
keperawatan, implementasi dan evaluasi.
Hasil : Setelah dilakukan evaluasi selama kurang lebih 4 hari didapatkan hasil
sudah tidak sesak lagi, tidak terdengar suara whizing, sehingga intervensi
dihentikan pada hari ke 4 dan pasien pulang.
Kesimpulan : Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi yang dialami oleh
Ny. I dapat teratasi.
Saran :Untuk klien jika kembali mengalami Asma diharapkan agar menerapkan
posisi semi fowler untuk mempermudah klien dalam bernafas, dan selalu menjaga
kesehatan, selalu mengecek kesehatan di Rumah Sakit atau Puskesmas terdekat,
serta hindari hal-hal yang dapat menyebabkan penyakit Asma.

Kata Kunci: Asuhan Keperawatan, Oksigenasi, Asma, dan Posisi Semi Fowler

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


HALAMAN PERSETUJUAN ............................ Error! Bookmark not defined.
HALAMAN PENGESAHAN ............................. Error! Bookmark not defined.
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .......... Error! Bookmark not
defined.
MOTTO ............................................................................................................... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................ vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii
ABSTRAK .......................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................ x
BAB I
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................................... 3
C. Tujuan Studi Kasus .................................................................................... 3
D. Manfaat Studi Kasus .................................................................................. 4
BAB II
A. Konsep Dasar Oksigenasi .......................................................................... 6
B. Konsep Dasar Asma ................................................................................ 11
C. Analisis Tindakan keperawatan : Penerapan Posisi Semi Fowler Terhadap
Pola Napas. .............................................................................................. 30
BAB III
A. Desain Penelitian ..................................................................................... 38
B. Subyek studi kasus................................................................................... 38
C. Fokus studi kasus ..................................................................................... 38
D. Definisi operasional ................................................................................. 38
E. Instrumen studi kasus .............................................................................. 39
F. Metode pengumpulan data....................................................................... 39
G. Lokasi dan waktu studi kasus .................................................................. 39
H. Analisa data dan penyajian data .............................................................. 40
BAB IV
A. Hasil studi kasus ...................................................................................... 41
B. Pembahasan ............................................................................................. 52
BAB V

x
A. Kesimpulan .............................................................................................. 57
B. Saran ........................................................................................................ 58
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asma adalah penyakit inflamasi okstuktif yang ditandai oleh periode

episodik otot-otot polos dalam dinding saluran udara bronkhial (spasme bronkus)

spasme bronkus ini menyempitkan jalan nafas, sehingga membuat pernafasan

menjadi sulit dan menimbukan bunyi mengi. Terdapat dua tipe utama asma,

asma ekstrinsik dan intrinsik (Asih& Effendy, 2011).

Asma merupakan gangguan inflamasi kronis di jalan napas. Dasar

penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus dan obstruksi jalan napas. Gejala asma

adalah gangguan pernapasan (sesak), batuk produktif terutama pada malam hari

atau menjelang pagi, dan dada terasa tertekan (Depkes, 2013 dikutip dari Arifian

& Kismanto, 2018).

Menurut Kemenkes RI (2015) Asma merupakan penyakit peradangan

kronik pada saluran napas. Ditandai dengan mengi, batuk dan rasa sesak di dada

yang brulang dan timbul pada malam atau menjelang pagi akibat penyumbatan

saluran penapasan. Penyakit ini diderita oleh semua kalangan dari anak-anak

hingga orang dewasa dan dari derajat yang ringan hingga yang berat serta pada

beberapa kasus dapat menyebabkan kematian ( Afgani, Hendriani, 2020)

Data dari World Health Organization (WHO), saat ini jumlah penderita

asma di seluruh dunia mencapai 300 juta. Ada sekitar 250.000 kematian yang

disebabkan oleh serangan asma setiap tahunnya, yang kebanyakan berasal dari

negara dengan ekonomi rendah-sedang. Menurut hasil riskesdas pada tahun 2018

1
( Dalam afghani, 2020 ). Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2011) di

Indonesia mengatakan penyakit asma masuk dalam sepuluh besar penyebab

kesakitan dan kematian. Angka kejadian asma 80% terjadi di negara

berkembang akibat kemiskinan, kurangnya tingkat pendidikan, pengetahuan

dan fasilitas pengobatan. Berdasarkan data yang di peroleh dari Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Tengah, prevalensi kasus asma di Jawa Tengah pada tahun

2012 sebesar 0,42% dengan prevalensi tertinggi di Kota Surakarta sebesar 2,46

%. ( Saranani, 2016).

Pusat data dan informasi Kementrian Kesehatan RI jumlah penderita

asma di Sulawesi tenggara pada tahun 2017 mencapi 2.273orang. (Kementrian

Kesehatan RI, 2017).Data Rumah Sakit Bahteramas Kendari jumlah penderita

asma tahun 2018-2020 mencapai 193 jiwa. Dengan total kematian Asma pada

tahun 2018-2020 berjumlah 1 orang ( Rekam Medik Rumah Sakit Bahteramas).

Asma menyebabkan gejala seperti mengi, sesak napas, dada sesak dan

batuk yang bervariasi dari waktu ke waktu dalam kejadian, frekuensi dan

intensitasnya. Gejala ini berhubungan dengan aliran udara ekspirasi variabel, yaitu

kesulitan menghirup udara keluar dari paru-paru akibat bronkokonstriksi

(penyempitan saluran napas), penebalan dinding saluran napas, dan peningkatan

lendir. Beberapa variasi aliran udara juga dapat terjadi pada orang tanpa asma,

tetapi lebih besar pada asma yang tidak diobati. Ada berbagai jenis asma (juga

disebut fenotipe), dengan proses penyakit yang mendasarinya (GINA, 2020)

Oksigen (O2) merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling mendasar

yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, mempertahankan

1
hidup dan aktivitas berbagai organ dan sel tubuh. Secara normal elemen ini

diperoleh dengan cara menghirup O2 setiap kali bernafas dari atmosfer untuk

kemudian diedarkan ke seluruh jaringan tubuh melalui transportasi jantung

(Wulandari, Siswanto, & Widiyati, 2020).

Pada pasien yang mengalami masalah pola napas tidak efektif dapat

dilakukan intervensi utama yaitu manajemen jalan napas. Tindakan keperawatan

dari intervensi manajemen jalan napas yaitu monitor pola napas

(frekuensi,kedalaman,usaha napas), memonitor bunyi napas tambahan (mis.

Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering), monitor sputum ( jumlah, warna,

aroma), pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift ( jaw-

thrust jika curiga trauma servikal), posisikan semi fowler atau fowler, berikan

minum hangat, lakukan fisioterapi dada jika perlu, lakukan penghisapan lendir

kurang dari 15 detik, lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal,

keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep Mcgill, berikan oksigen jika perlu,

anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari jika tidak kontraindikasi, ajarkan teknik

batuk efektif, kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik jika

perlu. ( SIKI).

Posisi fowler merupakan posisi tempat tidur dimana posisi kepala dan

tubuh ditinggikan 45o hingga 60o dimana posisi lutut mungkin/mungkin tidak

dalam posisi tertekuk, sedangkan posisi semi fowler merupakan posisi tempat

tidur dimana posisi kepala dan tubuh ditinggikan 15o hingga 45o . Posisi ini

biasanya disebut dengan fowler rendah dan biasanya ditinggikan setinggi 30o

(Kozier dan Erb’s, 2016 dikutip dari Firdaus, Ehwan, & Rachmadi, 2019).

2
Tindakan memberikan posisi semi fowler yaitu menggunakan gaya

gravitasi untuk membantu pengembangan paru dan mengurangi tekanan dari

visceral-visceral abdomen pada diafragma sehingga diafragma dapat terangkat

dan paru akan berkembang secara maksimal dan volume tidal paru akan

terpenuhi. Dengan terpenuhinya volume tidal paru maka sesak nafas dan

penurunan saturasi oksigen pasien akan berkurang. Posisi semi fowler biasanya

diberikan kepada pasien dengan sesak nafas yang beresiko mengalami

penurunan saturasi oksigen, seperti pasien TB paru, asma, PPOK dan pasien

kardiopulmonari dengan derajat kemiringan 30– 45° (Wijayanti, 2019 dikutip

dari Suhatridjas & Isnayati, 2020)

B. Rumusan Masalah

Bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada Ny. I dengan diagnosa

medis Asma dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi di ruang

Perawatan RSUD. Bahteramas ?

C. Tujuan Studi Kasus

a. Tujuan umum:

Menerapkan asuhan keperawatan pada Ny.I dengan diagnosa medis

Asma dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi di Ruang

Perawatan RSUD Bahteramas.

b. Tujuan khusus:

1. MenggambarkanPengkajian keperawatan Ny.I dengan diagnosa

medis Asma dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi

3
diruang perawatan RSUD Bahteramas.

2. Menggambarkan Diagnosis keperawatan pada Ny.I dengan

diagnosa medis Asma dengan gangguanpemenuhan kebutuhan

oksigenasi diruang perawatan RSUD Bahteramas

3. Menggambarkan Intervensi pada Ny.i dengan diagnosa medisAsma

dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi diruang

perawatan RSUD Bahteramas.

4. Menggambarkan Implementasi keperawatan pada Ny.I dengan

diagnosa medis Asma dengan gangguanpemenuhan kebutuhan

oksigenasi diruang perawatan RSUD Bahtramas.

5. Menggambarkan Evaluasi keperawatan pada Ny.I dengan diagnosa

medis Asma dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi

diruang perawatan RSUD Bahteramas

6. Menggambarkan penerapan intervensi posisi semi fowler

D. Manfaat Studi Kasus

Studi kasus ini, diharapkan memberikan manfaat bagi:

1. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan dapat menjadi referensi, evaluasi dalam upaya

meningkatkan mutu pelayanan pada pasien di Rumah Sakit

Bahteramas Kendari.

2. Bagi pengembangan ilmu dan teknologi keperawatan

Menambah ilmu dan wawasandibidang keperawatan dalam

pemenuhan kebutuhan oksigen pada pasien Asma.

4
3. Masyarakat

Pada masyarakat yang mengalami gangguan sistem pernafasan

khususnya asma dalam mengelola pola nafas

4. penulis

Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan hasil riset

keperawatan, khususnya studi kasus tentang pelaksanaan pemenuhan

kebutuhan oksigen pada pasien Asma.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Oksigenasi

1. Pengertian Oksigenasi

Oksigen (O2) merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling mendasar

yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, mempertahankan

hidup dan aktivitas berbagai organ dan sel tubuh. Secara normal elemen ini

diperoleh dengan cara menghirup O2 setiap kali bernafas dari atmosfer untuk

kemudian diedarkan ke seluruh jaringan tubuh melalui transportasi jantung

(Wulandari, Siswanto, & Widiyati, 2020).

Oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses

metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh.

Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup udara ruangan dalam

setiap kali bernapas. Penyampaian oksigen ke jaringan tubuh ditentukan oleh

interaksi sistem respirasi, kardiovaskuler, dan keadaan hematologis. Adanya

kekurangan oksigen ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam proses lanjut

dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan

(Anggraini & Hafifah, 2014 di kutip dari Taketelide, Kumaat & Malara, 2017).

2. Penyebab

a. Faktor Fisiologis

a.) Penurunan kapasitas angkut O₂

Secara fisiologis, daya angkut hemoglobin untuk membawa O ke

jaringan adalah 97%. Akan tetapi, nilai tersebut dapat berubah

6
sewaktu-waktu apabila terdapat gangguan pada tubuh. Misalnya,

pada penderita anemia atau pada saat yang terpapar racun. Kondisi

tersebutdapat mengakibatkan penurunan kapasitas pengikatan O₂.

b.) Penurunan Konsentrasi O₂ inspirasi

Kondisi ini dapat terjadi akibat penggunaan alat terapidan

penurunan kadar O₂ inspirasi.

c.) Hipovolemik

Kondisi ini disebabkan oleh penurunan volume sirkulasi darah

akibat kehilangan cairan ekstraselular yang berlebihan.

d.) Peningkatan Laju Metabolik

Kondisi ini dapat terjadi pada kasus infeksi dan demam yang terus-

menerus yang mengakibatkan peningkatan laju metabolik.

Akibatnya, tubuh mulai memecah persediaan protein dan

menyebabkan penurunan massa otot.

e.) Kondisi Lainnya

Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada, seperti

kehamilan, obesitas, abnormalitas musculoskeletal, trauma,

penyakit otot, penyakit susunan saraf, gangguan saraf pusat dan

penyakit kronis.

b. Faktor perkembangan

a.) Bayi prematur

Bayi yang lahir prematur berisiko menderita penyakit membran

hialin yang ditandai dengan berkembangnya membran serupa

7
hialin yang membatasi ujung saluran pernafasan. Kondisi ini

disebabkan oleh produksi surfaktan yang masih sedikit karena

kemampuan paru menyintesis surfaktan baru berkembang pada

trimester akhir.

b.) Bayi dan anak-anak

Kelompok usia ini berisiko mengalami infeksi saluran pernapasan

atas, seperti faringitis, influenza, tonsilitis, dan aspirasi benda asing

(misal: makanan, permen dan lain-lain).

c.) Anak usia sekolah dan remaja

Kelompok usia ini berisiko mengalami infeksi saluran napas akut

akibat kebiasaan buruk, seperti merokok.

d.) Dewasa muda dan paruh baya

Kondisi stress, kebiasaan merokok, diet yang tidak sehat, kurang

berolahraga, merupakan faktor yang dapat meningkatkan risiko

penyakit jantung dan paru pada kelompok usia ini.

e.) Lansia

Proses penuaan yang terjadi pada lansia menyebabkan perubahan

fungsi normal pernafasan, seperti penurunan elastis paru, pelebaran

alveolus, dilatasi saluran bronkus dan kifosis tulang belvakang

yang menghambat ekspansi paru sehingga berpengaruh pada

penurunan kadar O₂.

8
c. Faktor Perilaku

a.) Nutrisi

Kondisi berat badan berlebih (obesitas) dapat menghambat

ekspansi paru, sedangkan malnutrisi berat dapat mengakibatkan

pelisutan otot pernapasan yang akan mengurangi kekuatan kerja

pernapasan.

b.) Olahraga

Latihan fisik akan meningkatkan aktivitas metabolik, denyut

jantung dan kedalaman serta frekuensi pernapasan yang akan

meningkatkan kebutuhan oksigen.

c.) Ketergantungan zat adiktif

Penggunaan alkohol dan obat-obatan yang berlebihan dapat

mengganggu oksigenasi. Hal ini terjadi karena:

1. Alkohol dan obat-obatan daoat menekan pusat pernapasan

dan susunan saraf pusat sehingga mengakibatkan penurunan

laju dan kedalaman pernapasan.

2. Penggunaan narkotika dan analgesik, terutama morfin dan

meperidin, dapat mendepresi pusat pernapasan sehingga

menurunkan laju dan kedalaman pernafasan.

d.) Emosi

Perasaan takut, cemas dan marah yang tidak terkontrol akan

merangsang aktivitas saraf simpatis. Kondisi ini dapat

menyebabkan peningkatan denyut jantung dan frekuensi

9
pernapasan sehingga kebutuhan oksigen meningkat. Selain itu,

kecemasan juga dapat meningkatkan laju dan kedalaman

pernapasan.

e.) Gaya hidup

Kebiasaan merokok dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan

oksigen seseorang. Merokok dapat menyebabkan gangguan

vaskulrisasi perifer dan penyakit jantung. Selain itu nikotin yang

terkandung dalam rokok bisa mengakibatkan vasokonstriksi

pembuluh darah perifer dan koroner.

d. Faktor Lingkungan

a.) Suhu

Faktor suhu dapat berpengaruh terhadap afinitas atau kekuatan

ikatan Hb dan O₂. Dengan kata lain, suhu lingkungan juga bisa

memengaruhi kebutuhan oksigen seseorang.

b.) Ketinggian

Pada dataran yang tinggi akan terjadi penurunan pada tekanan

udara sehingga tekanan oksigen juga ikut turun. Akibatnya, orang

yang tinggal di dataran tinggi cenderung mengalami peningkatan

frekuensi pernapasan dan denyut jantung. Sebaliknya, pada dataran

yang rendah akan terjadi peningkatan tekanan oksigen.

c.) Polusi

Polusi udara, seperti asap atau debu seringkali menyebabkan sakit

kepala, pusing, batuk, tersedak, dan berbagai gangguan pernapasan

10
lain pada orang yang menghisapnya. Para pekerja di pabrik asbes

atau bedak tabur berisiko tinggi menderita penyakit paru akibat

terpapar zat-zat berbahaya.

3. Klasifikasi

Pemenuhan kebutuhan oksigenasi didalam tubuh terdiri atas 3 tahapan

yaitu ventilasi, difusi dan transportasi.

a. Ventilasi

Proses ini merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dan

atmosfer ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer.

b. Difusi gas

Merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kamler paru

dan co2, di kapiler dengan alveoli.

c. Transportasi gas

Merupakan proses pendistribusian antara o2 kapiler ke jaringan tubuh

c02, jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi akan berikatan

dengan hb membentuk oksihemoglobin (97 %) dan larut dalam plasma

(3 %) sedangkan co2 akan berikatan dengan hb membentuk

karbominohemiglobin (3o%) dan larut dalm plasma (50%) dan

sebagaian menjadi Hco3 berada pada darah (65%).

B. Konsep Dasar Asma

1. Definisi Asma

Asma merupakan gangguan inflamasi kronis saluran napas yang

11
melibatkan banyak sel dan elemennya.Inflamasi kronis menyebabkan peningkatan

hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa

mengi, sesak napas, dada terasa berat, dan batuk-batuk terutama malam dan atau

dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas,

bervariasi, dan sering kali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan

(Sudrajat & Nisa, 2016).

2. Klasifikasi

a. Asma Alergik

Disebabkan oleh allergen / allergen – allergen yang dikenal missal (

serbuk sari, binatang, makanan, dan jamur) kebanyakan allergen

terdapat di udara dan musiman. Pasien dengan asma alergik biasanya

mempunyai riwayat medis masa lalu eczema atau rhinitis alergik.

Pemajanan terhadap allergen mencetuskan serangan asma. Anak –

anak dengan asma alergik sering mengatasi kondisi sampai masa

remaja.

b. Asma Idiopatik/ non alergik

Tidak berhubungan dengan allergen spesifik. Factor – factor, seperti

common cold,, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan

lingkungan dapat mencetuskan serangan. Beberapa agens farmakologi,

seperti aspirin dan agens anti inflamasi nonsteroid lain, pewarna

rambut,antagonis bête adrenergic, dan agens sulfit (pengawet

12
makanan) juga mungkin menjadi factor. Serangan asma idiopatik/

nonalergik menjadio lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya

waktu dan dapat berkembang menjadi bronchitis kronis dan emfisema.

c. Asma Gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik

dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik/ nonalergik

3. Etiologi

Pada penderita asma, penyempitan saluran pernafasan merupakan respon

terhadap rangsangan yang pada paru-paru normal mempengaruhi saluran

pernafasan. Penyempitan ini dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti

serbuk sari, debu, bulu binatang, asap, udara dingin dan olahraga. Pada suatu

serangan asma , otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan yang

melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adanya peradangan dan

pelepasan lendir ke dalam saluran udara. Hal ini akan memperkecil diameter dari

saluran udara (disebut bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan

penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernafas. Sel-sel tertentu di

dalam saluran udara (terutama sel mast) diduga bertanggungjawab terhadap awal

mula terjadinya penyempitan ini.

Penyakit Asma juga disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :

1. Faktor predisposisi

a. Genetik

13
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum

diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita

dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga

menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini,

penderita sangat mudah terkena penyakit bronkhial jika terpapar

dengan faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran

pernafasannya juga bisa diturunkan.

2. Faktor presipitasi

a. Asma alergik

Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

a.) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan

ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan

polusi

b.) Ingestan, yang masuk melalui mulut

ex: makanan dan obat-obatan

c.) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit

ex: perhiasan, logam dan jam tangan

b. Asma non alergik

a.) Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering

mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin

merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-

14
kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim

hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan

dengan arah angin serbuk bunga dan debu.

b.) Stress

Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,

selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah

ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati

penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu

diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya.

Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya

belum bisa diobati.

c.) Lingkungan kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya

serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja.

Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri

tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada

waktu libur atau cuti.

d.) Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika

melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari

cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan

asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai

aktifitas tersebut.

15
4. Patofisiologi

Perubahan jaringan pada asma tanpa komplikasi terbatas pada bronkus dan

terdiri dari spasme otot polos, edema mukosa, dan infiltrasi sel-sel Radang yang

menetap dan hipersekresi mucus yang kental. Keadaan ini pada orang-orang yang

rentan terkena asma mudah ditimbulkan oleh berbagai rangsangan, yang

menandakan suatu keadaan hiveraktivitas bronkus yang khas.Orang yang

menderita asma memilki ketidakmampuan mendasar dalam mencapai angka aliran

uadara normal selama pernapasan (terutama pada ekspirasi). Ketidakmampuan ini

tercermin dengan rendahnya usaha ekspirasi paksa pada detik pertama, dan

berdasarkan parameter yang berhubungan aliran.

Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang

menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas

bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma

tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi

mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE abnormal

dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan

antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast

yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan

bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang

tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel

mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,

diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan

leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Histamine yang

16
dihasilkan menyebabkan kontraksi otot polos bronkiolus. Apabila respon

histaminnya berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamine

juga merangsang pembentukan mucus dan meningkatkan permeabilitas kapiler,

maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan ruang intestinum paru,

sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.

5. pathway
Faktor Pencetus Serangan

Faktor Ekstrinsik Campuran Faktor Intrinsik

Inhalasi alergen (debu, Polusi udara: CO, asap rokok parfume


serbuk-serbuk dan bulu Emosional: takut, cemas, stres
binatang) Fisik: cuaca dingin perubahan temperature
Infeksi: parainfluenza virus, pneumonia, mycoplasmal
Iritan: kimia
Aktifitas yang berlebihan

Reaksi antigen & antibodi

Antigen merangsang IgE di sel mast, makaterjadi


reaksi antigen-antibody

Proses pelepasan produk-produk selmast


(mediator kimiawi): Histamin,Bradikinin,
prostaglandin, anafilaksis

Mempengaruhi otot polos dan kelenjar pada jalan


nafas

17
Edema dinding bronkiolus Kontraksi otot polos Pe↑ produksi mukus

Obstruksi saluran nafas Spasme otot bronkus Pe↑ sekresi mukus


(Bronkospasme)

MK: Pola nafas tidak Dispnea Rangsangan batuk


efektif

Asma MK: Bersihan jalan


Kelelahan otot intercostae
nafas tidak efektif

Tubuh lemah Muncul pada malam hari Kurang pajanan informasi

6. Manifestasi klinis
MK: Intoleransi aktivitas MK: Gangguan pola tidur MK: Defisit pengetahuan

Gejala-gejala yang lazim muncul pada asma adalah dispnea, dan mengi.

Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala

klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam,

gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu

pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik dari asma adalah sesak nafas,

mengi ( whezing ), dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada.

Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang

lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest,

sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat

dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari, Selain gejala

tersebut, ada beberapa gejala menyertainya :

1. Takipnea

2. Gelisah

18
3. Diaphorosis

4. Nyeri di abdomen karena terlihat otot abdomen dalam pernafasan

5. Fatigue ( kelelahan)

6. Tidak toleran terhadap aktivitas: makan, berjalan, bahkan

berbicara.

7. Serangan biasanya bermula dengan batuk dan rasa sesak dalam

dada disertai pernafasan lambat.

8. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang disbanding inspirasi

9. Sianosis sekunder

10. Gerak-gerak retensi karbondioksida seperti : berkeringat,

takikardia, dan pelebaran tekanan nadi.

11. Seragan dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan

dapat hilang secara spontan.

7. Komplikasi

Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :

1. Pneumothoraks

Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura

yang dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini

dapat menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat

menyebabkan kegagalan nafas.Kerja pernapasan meningkat,

kebutuhan O2 meningkat. Orang asam tidak sanggup memenuhi

kebutuhan O2 yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk bernapas

19
melawan spasme bronkhiolus, pembengkakan bronkhiolus, dan mukus

yang kental. Situasi ini dapat menimbulkan pneumothoraks akibat

besarnya teklanan untuk melakukan ventilasi.

2. Ateleltaksis

Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat

penyumbatan saluran udara ( bronkus maupun bronkiolus ) atau akibat

pernafasan yang sangat dangkal.

3. Status asmatikus

Merupakan asma yang berat dan persisten yang tidak berespon

terhadap terapi konvensional, akibat dari asma yang tidak ditangai

dengan serius.

4. Bronchitis

Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan

bagian dalam dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil

(bronchiolis) mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi

peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa perlu

batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang

berlebihan, atau merasa sulit bernafas karena sebagian saluran udara

menjadi sempit oleh adanya lendir

5. Aspergilosis

Aspergilosis merupakan penyakit pernafasan yang disebabkan oleh

jamur dan tersifat oleh adanya gangguan pernafasan yang berat.

Penyakit ini juga dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya,

20
misalnya pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis dipakai untuk

menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp. Aspergilosis

Bronkopulmoner Alergika (ABPA) adalah suatu reaksi alergi terhadap

jamur yang disebut aspergillus, yang menyebabkan peradangan pada

saluran pernafasan dan kantong udara.

8. Pemeriksaan Diagnostik

1. Spirometri

Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang

paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon

pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan

sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau

nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC

sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma. Tidak

adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan

spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga

penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak

penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya

menunjukkan obstruksi.

2. .Uji Provokasi bronkus

dilakukan jika spirometri normal, maka dilakukan uji provokasi

bronkus dengan allergen, dan hanya dilakukan pada pasien yang alergi

terhadap allergen yang di uji.

21
3. Pemeriksaan sputum

Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:

a) Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari

kristal eosinophil

b) Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan)

dari cabang bronkus

c) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.

d) Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya

bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat

mucus plug.

4. Uji kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang

dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.

5. Elektrokardiografi

Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat

dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang

terjadi pada empisema paru yaitu:

a) Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis

deviasi dan clock wise rotation.

b) Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya

RBB (Right bundle branch block).

c) Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia,

SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.

22
6. Pemeriksaan Ig E

Pemeriksaan kadar Ig E total dan Ig E spesifik dalam sputum

Pemeriksaan Ig E dalam serum juga dapat membantu menegakkan

diagnosis asma, tetapi ketetapan diagnosisnya kurang karena lebih dari

30 % menderita alergi.

7. Foto dada ( scanning paru) Dengan scanning paru melalui inhalasi

dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak

menyeluruh pada paru-paru.

8. Analisis gas darah

Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi

hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis. Kadang pada darah terdapat

peningkatan dari SGOT dan LDH.

9. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3

dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.

9. Penatalaksanaan

a. Medis

a.) Farmakologi

Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam

2 golongan:

1. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)

Nama obat :Orsiprenalin (Alupent), Fenoterol (berotec) dan

Terbutalin (bricasma).Obat-obat golongan simpatomimetik

23
tersedia dalam bentuk tablet, sirup,suntikan dan semprotan.

Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga

yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler

dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent,

Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah

menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk

selanjutnya dihirup.

2. Santin (teofilin)

Nama obat:Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin (Euphilin

Retard) dan Teofilin (Amilex).Efek dari teofilin sama dengan

obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda.

Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling

memperkuat.

3. Kromalin

Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah

serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi

terutama anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-

sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah

pemakaian satu bulan.

4. Ketolifen

Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin.

Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari.

Keuntunganobatiniadalahdapat diberika secara oral.

24
b.) Keperawatan

1) Memberikan penyuluhan

2) Menghindari faktor pencetus.

3) Pemberian cairan.

4) Fisiotherapy.

5) Beri O2 bila perlu.

6) Edukasi penderita

7) Menilai dan memonitor besarnya penyakit secara objektif

dengan mengukur fungsi paru.

10. Pencegahan

Pasien dengan asma kambuhan harus menjalani pemeriksaan

mengidentifikasi substansi yang mencetuskan terjadinya serangan. Penyebab yang

mungkin dapat saja bantal, kasur, pakaian jenis tertentu, hewan peliharaan ; kuda,

detergen, sabun, makanan tertentu, jamur, dan serbuk sari. Jika serangan berkaitan

dengan musim, maka serbuk sari dapat menjadi dugaan kuat. Upaya harus dibuat

untuk menghindari agen penyebab kapan saja memungkinkan. Cairan diberikan

karena individu dengan asma mengalami dehidrasi akibat diaphoresis dan

kehilangan cairan tidak kasaat mata dengan hiperventilasi.

11. Konsep Dasar Asuhan KeperawatanPada Asma

a. Pengkajian

Pengkajian dilakukan dengan metode observasi, wawancara secara

langsung dengan klien, pemeriksaan fisik dan dokumentasi yang difokuskanpada

25
paru – paru.

1. Riwayat Penyakit:

a) Keluhan Utama

Pasien mengeluh sesak

b) Riwayat kesehatan sekarang

Memiliki riwayat penyakit sebelumnya yang mengakibatkan klien

sampai di rawat di Rumah sakit.

c) Riwayat kesehatan dahulu

Adanya riwayat gangguan pernafasan yang di miliki oleh pasien

yaitu riwayat Asma.

d) Riwayat kesehatan keluarga

Pada pengkajian klien dengan gangguan pernafasan ( Asma) kaji

riwayat keluarga apakah ada riwayat sesak nafas, kaji riwayat

kesehatan keluarga.

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan metode head to toe dengan focus

pemeriksaan:

a. Dada

a. Inspeksi : adanya gerakan dada yang abnormal

b. Auskultasi : dengarkan adanya suara ronchi atau wheezing

c. Palpasi : merasakan apakan ada getaran yang abnormal

d. Perkusi : mengetahui adanya cairan, secret, dll

26
3. Pemeriksaan Penunjang
▪ Spirometri

▪ Uji Provokasi bronkus

▪ Pemeriksaan sputum

▪ Uji kulit

▪ Elektrokardiografi

▪ Pemeriksaan Ig E

▪ Foto dada

▪ Analisis gas darah

b. Diagnosa Keperawatan

1. Pola Napas Tidak Efektif Berhubungan Dengan Hambatan upaya Napas

d.d: mengeluh sesak napas, sesaknya terus-menerus, jika berbaring

tambah sesak, nampak sesak napas, sulit bernapas,duduk semi fowler,

terpasang O2 5 liter, terdengar suara wheezing, frekuensi napas

24x/menit.

2. Nyeri Akut Berhubungan Dengan Agen Pencedera Fisiologis d.d:

mengeluh nyeri dada saat bernafas, nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri

terus-menerus, sulit tidur, nampak meringis.

c. Rencana Keperawatan

Diagnosa Luaran Intervensi keperawatan


No. Keperawatan
( SLKI ) (SIKI )

Pola Napas Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas


1 Tidak Efektif tindakan Observasi
Berhubungan keperawatan 1. Monitor pola nafas (
Dengan selama 4 x 24 jam frekuensi, kedalaman

27
Hambatan maka pola napas usaha napas).
Upaya Napas. membaik, dengan 2.Monitorbunyi nafas
d.d: kriteria hasil: tambahan ( mis.
- mengeluh Gurgling, mengi,
sesak napas. 1.Dipsnea dari wheezing, ronkhi
--sesaknya meningkat (1) kering).
terus-menerus. menjadi cukup Terapeutik
-jika berbaring menurun (4). 1.Posisikan semi fowler
tambah sesak. atau fowler.
-nampak sesak 2. Ortopnea dari 2.Berikan minum hangat.
napas. meningkat (1) 3.Berikan oksigen jika
-sulit bernapas. menjadi cukup perlu.
-duduk semi menurun (4). Kolaborasi
fowler. 1.Kolaborasi pemberian
-terpasang O2 5 bronkodilator,
liter. 3. Frekuensi ekspektoran, mukoltik,
-terdengar suara nafas dari jika perlu.
wheezing. memburuk
-frekuensi napas (1)menjadi
24x/menit. cukup membaik
(4)

Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri


2 Berhubungan tindakan Tindakan :
Dengan Agen keparawatan selama Observasi
Pmcedera 4x24 jam maka 1) Identifikasi lokasi,
Fisiologis d.d: Tingkat nyeri karakteristik,durasi,fr
-mengeluh menurun dengan ekuensi,kualitas,inten
nyeri dada saat kriteria hasil: sitas nyeri
bernapas. 1. Keluhan nyeri 2) Identifikasi skala
-nyeri seperti dari meningkat nyeri
tertusuk-tusuk. (1) menjadi 3) Identifikasi respon
-nyeri terus- cukup menurun nyeri non verbal
menerus. (4). 4) Identifikasi faktor
-sulit tidur. 2. Meringis dari yang memperberat
-nampak meningkat (1) dan memperingan
meringis menjadi nyeri
menurun (5) 5) Identifikasi
3. Kesulitan tidur pengetahuan dan
dari meningkat keyakinan tentang
(1) menjadi nyeri
menurun (5) 6) Identifikasi
pengaruh budaya
terhadap respon

28
nyeri
7) Identifikasi
pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
8) Monitor
keberhasilan terapi
komplementer yang
sudah diberikan
9) Monitor efek
samping
pemberian
analgetik
Terapeutik
1) Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
(mis.relaksasi nafas
dalam)
2) Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri)
3) Fasilitas istirahat dan
tidur
4) Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi
1) Jelaskan
penyebab,periode
dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3) Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
4) Anjurkan
menggunakan
analgetik secara tepat
5) Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi

29
Kolaborasi pemberian

analgetik, jika perlu

d. Implementasi

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana

keperawatan yang telah di susun pada tahap perencanaan (Supratti&Ashriady,

2016).

e. Evaluasi

Evaluasi hasil asuhan keperawatan yang diharapkan pada pasien dengan

Asma adalah dapat mengatasi sesak napas, dan hambatan pada pola napas.

C. Analisis Tindakan keperawatan : Penerapan Posisi Semi Fowler

Terhadap Pola Napas.

1. Definisi

Posisi semi fowler merupakan suatu posisi dimana bagian kepala tempat

tidur dinaikkan 15 – 45°, bagian ujung dan tungkai kaki sedikit diangkat, lutut

diangkat dan ditopang, dengan demikian membuat cairan dalam rongga abdomen

berkumpul di area pelvis (Zahroh & Susanto, 2017)

2. Batasan Karakteristik

I. Data mayor

- Dispnea

30
- Penggunaan otot bantu pernapasan

- Fase ekspirasi memanjang

- Pola napas abnormal

II. Data minor

- Ortopnea

-Pernapasan pursed-lip

- Pernapasan cuping hidung

- Diameter thoraks anterior-posterior meningkat

- Ventilasi semenit menurun

- Kapasitas vital menurun

- Tekanan ekspirasi menurun

- Tekanan inspirasi menurun

-Ekskursi dada berubah

3. Faktor yang berhubungan

Faktor yang berhubungan dengan kondisi pola napas tidak efektif adalah

Depresi pusat pernapasan, hambatan upaya napas, Deformitas dinding dada,

Deformitas tulang dada, Gangguan neuromuskular, Gangguan neurologis,

Imaturitas neurologis, Obesitas, Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru,

Sindrom hipoventilasi, Kerusakan inervasi diafragma, Cedera pada medula

spinalis, Efek agen farmakologis, Kecemasan.

4. Prosedur Posisi Semi Fowler

Posisi semi fowler atau posisi setengah duduk adalah posisi di tempat tidur

dengan kepala dan tubuh ditinggikan dan lutut dapat fleksi atau tidak fleksi. Posisi

31
semi fowler dapat bermanfaat membantu memusatkan diafragma dan ekspansi

paru. Caranya dengan mengatur posisi setengah duduk kepala diberi bantal atau

mengatur tempat tidur pasien dengan meninggikan bagian atas kepala. Dengan

dilakukan tindakan pengaturan posisi semi fowler pada pasien dengan penyakit

kardiopulmonari menggunakan gaya gravitasi bisa membantu pengembangan paru

32
dan mengurangi tekanan dari abdomen pada diafragma (Potter dan Perry, 2005

dikutip dari Istiyani,Kristiyawati, & Supriyadi 2015).

Langkah-langkah Posisi semi fowler sebagai berikut :

1. Persiapan alat
a. Bantal seperlunya
b. Hand roll
c. 1-2 trochanter roll
d. Papan kaki
2. Persiapan pasien
a. Menjelaskan langkah-langkah tindakan
3. Pelaksanaan
a. Mencuci tangan

b. Mempersiapkan alat

c. Buatlah posisi tempat tidur yang memudahkan untuk bekerja (

sesuai dengan tinggi perawat)

d. sesuaikan berat badan pasien dan perawat. Bila perlu carilah

bantuan atau gunakan alat bantu pengangkat

e. Naikkan posisi kepala 45-600 (bagi pasien hemiplegia, atur pasien

setegak mungkin). Instruksikan pasien untuk menekuk lutut

sebelum menaikkan bagian kepala tempat tidur. Yakinkan bahwa

bokong pasien berada tepat pada satu lekukan tempat tidur.

f. Letakkan bantal di bawah kepala, leher dan bahu (bagi klien

hemiplegi, atur dagu agak keatas)

g. Letakkan bantal kecil atau gulungan handuk di daerah lekukan

pinggang jika terdapat celah kecil di daerah tersebut

33
h. Letakkan bantal untuk mendukung lengan dan tangan jika pasien

tidak dapat menggerakkan lengan, seperti paralisis atau tidak sadar

pada ekstremitas atas

i. Berikan hand roll jika pasien mempunyai kecenderungan

deformitas pada jari dan telapak tangan

j. Letakkan trochanter roll di sisi luar paha

k. Letakkan bantal kecil di bawah kaki mulai dari bawah lutut sampai

ke tumit

l. Letakkan papan kaki pada telapak kaki pasien

m. Mencuci tangan

n. Evaluasi respon pasien

o. Lakukan dokumentasi tindakan dan hasil

5. Hubungan Tindakan Keperawatan Posisi Semi Fowler dengan SDKI dan

SLKI

Posisi semi fowler merupakan salah satu tindakan terapeutik sebagai

intervensi utama manajemen jalan napas pada diagnosis pola napas tidak efektif.

a. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan buku Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia ( SDKI),

diagnosis yang dapat diangkat untuk tindakan posisi semi fowler , yaitu :

Pola Napas Tidak Efektif

b. Luaran

Berdasarkan diagnosis Pola napas tidak efektif, Standar Luaran

Keperawatan Indonesia ( SLKI) yang dapat diberikan adalah Pola napas.

34
1. Definisi

Inspirasi dan/atau ekspirasi yang memberikan ventilasi adekuat.

2. Ekspektasi

Ekspektasi atau harapan diterapkannya luaran tersebut adalah Membaik.

3. Kriteria Hasil

a) Ventilasi semenit dari cukup menurun (2) menjadi meningkat (5)

b) Kapasitas vital dari cukup menurun (2) menjadi meningkat (5)

c) Diameter thoraks anterior-posterior dari cukup menurun (2) menjadi

meningkat (5)

d) Tekanan ekspirasi dari cukup menurun (2) menjadi meningkat (5)

e) Tekanan inspirasi dari cukup menurun (2) menjadi meningkat (5)

f) Dispnea dari cukup meningkat (2) menjadi menurun (5)

g) Penggunaan otot bantu napas dari cukup meningkat (2) menjadi

menurun (5)

h) Pemanjangan fase ekspirasi dari cukup meningkat (2) menjadi

menurun (5)

i) Ortopnea dari cukup meningkat (2) menjadi menurun (5)

j) Pernapasan pursed-lip dari cukup meningkat (2) menjadi menurun (5)

k) Pernapasan cuping hidung dari cukup meningkat (2) menjadi

menurun (5)

l) Frekuensi napas dari cukup memburuk (2) menjadi membaik (5)

m) Kedalaman napas dari cukup memburuk (2) menjadi membaik (5)

n) ekskursi dada dari cukup memburuk (2) menjadi membaik (5)

35
c. Intervensi

Intervensi yang dapat diberikan untuk diagnosis pola napas tidak efektif

berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia ( SIKI ), yaitu :

Manajemen Jalan Napas.

1) Definisi

Mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan napas.

2) Tindakan

Observasi :

a) Monitor pola napas ( frekuensi, kedalaman, usaha napas)

b) Monitor bunyi napas tambahan( gurgling, mengi, wheezing, ronkhi

kering)

c) Monitor sputum ( jumlah, warna, aroma)

Terapeutik :

a) Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tlit dan chin-lift (

jaw-thrust jika curiga trauma servikal)

b) Posisikan semi-Fowler atau Fowler

c) Berikan minum hangat

d) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu

e) Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik

f) Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal

g) Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill

h) Berikan oksigen, jika perlu

36
Edukasi :

a) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi

b) Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika

perlu.

6. Penelitian Terkait Penerapan Posisi Semi Fowler Terhadap Pola Napas

NO Penelitian Terdahulu Kesimpulan

1 Muzaki, Ani (2020) Penerapan Posisi Dapat disimpulkan bahwa


Semi Fowler Terhadap Ketidak penerapan posisi semi fowler
Efktifan Pola Nafas Pada Pasien (posisi duduk 45) selama 4x24
Congestive Heart Failura (CHF) jam sesuai dengan SOP
membantu mengurangi sesak
nafas dan membantu
mengoptimalkan RR pada
Klien sehingga masalah
ketidakefektifan pola nafas dapat
teratasi.

37
BAB III

METODE STUDI KASUS

A. Desain Penelitian

Desain pada penelitian ini berupa studi kasus dengan menggunakan

metode deskriptif yaitu metode yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan

secara objektif mengenai Asuhan Keperawatan pada Ny.I dengan diagnosis

medis Asma dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi diruang

perawatan RSUD Bahteramas.

B. Subyek studi kasus

subyek pada studi kasus ini adalah individu dengan Asma dan mengalami

masalah pemenuhan kebutuhan oksigenasi.

C. Fokus studi kasus

1. Pola napas tidak efektif pada pasien Asma

2. Penerapan posisi semi fowler terhadap Pola Napas

D. Definisi operasional

1. Definisi pasien asma

Asma merupakan penyakit inflamasi saluran napas yang sering dialami oleh

kebanyakan orang di indonesia dan diseluruh dunia, dengan gejala yaitu

sesak napas, mengi, adanya suara wheezing, dada terasa berat, batuk semakin

memberat dan keterbatasan aliran udara ketika bernafas.

38
2. Definisi posisi semi fowler

Posisi semi fowler merupakan posisi setengah duduk yaitu 450, di

mana pada bagian kepala tempat tidur lebih tinggi. posisi ini dilakukan

untuk mempertahankan kenyamanan dan memfasilitasi fungsi

pernafasan pasien. Tujuan dilakukannya posisi semi fowler adalah

untuk mempermudah pasien saat bernafas pada gangguan sistem

pernafasanseperti asma dan mengurangi sesak nafas.

3. Pola napas

Pola napas yaitu inspirasi dan/atau ekspirasi yang memberikan

ventilasi adekuat, Dengan kriteria hasil : Dispnea, Ortopnea, Frekuensi

napas (SLKI).

E. Instrumen studi kasus

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar pengkajian

keperawatan medikal bedah (KMB). Lembar pengkajian keperawatan medikal

bedah ( KMB) adalah format pengkajian yang digunakan oleh perawat untuk

memperoleh data secara umum.

F. Metode pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa,pemeriksaan

fisik,observasi langsung dan wawancara.

G. Lokasi dan waktu studi kasus

Penelitian dilaksanakan di RSUD Bahteramas Kendari selama dua minggu

mulai dari tanggal 11-15 Maret 2021.

39
H. Analisa data dan penyajian data

Penyajian data dalam studi kasus ini berbentuk narasi dan disertai

ungkapan verbal dari subjek sebagai data pendukung studi kasus.

40
BAB IV

HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan penerapan asuhan keperawatan kepada Ny.I. usia

21 tahun dengan diagnosis medis Asma di RSUD Bahteramas provinsi sulawesi

tenggara yang dilaksanakan sejak tanggal 11maret 2021 sampai 15maret 2021.

Pelaksanaan asuhan keperawatan dilaksanakan secara bertahap dimulai dari

pengkajian, penerapan diagnosis keperawatan, perencanaan keperawatan sampai

implementasi dan evaluasi.

A. Hasil studi kasus

a. Pengkajian

a) Biodata

1. Identitas Klien

Nama : Ny.I

Usia : 21 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Baruga

Suku Bangsa : Muna

Agama : Islam

Pekerjaan : Mahasiswa

Status Perkawinan : Belum menikah

Diagnosa Medik : Asma

Tanggal Masuk : 9-03-2021

Tanggal Pengkajian : 11-03-2021

41
2. Identitas Penanggung

Nama : Tn.I

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Mahasiswa

Hubungan Dengan Klien : Keluarga

Alamat : Baruga

b) Riwayat Kesehatan

1. Keluhan Utama

Klien masuk rumah sakit pada tanggal 9 Maret 2021, pengkajian

dilakukan pada tanggal 11Maret 2021 diperoleh dari hasil observasi dan

hasil wawancara secara langsung dengan klien, pemeriksaan fisik yaitu

dengan memeriksa catatan medik dan catatan perawat. Keluhan utama

yang dialami klien yaitusesak napas, sesak dialami sejak 1 hari yang

lalu, klien memiliki riwayat Asma, jika berbaring merasa tambah sesak,

sesaknya terus-menerus.

2. Riwayat kesehatan sekarang

Riwayat kesehatan sekarang klien mesuk ke RSUD Bahteramas karena

mengalami sesak napas. Klien masuk ke IGD mengeluh sesak napas,.

Setelah dari IGD klien dibawa ke ruang perawatan lambu barakati

lantai1.

3. Riwayat kesehatan masa lalu

a. Klien mengatakan pernah mengalami penyakit serupa yaitu Asma

karena pasien memiliki riwayat penyakit Asma.

42
b. Genogram:

21

Keterangan:

=Laki-Laki

=Perempuan

=Laki– Lakimeningggal

=Perempuanmeninggal

=GarisPerkawian

=GarisKeturunan

=TinggalSerumah

=Klien

4. Pemeriksaan fisik

Hasil pemeriksaan umum didapatkan keadaan umum klien lemas,

tingkkat kesadaran penuh (compos mentis) dengan nilai GCS : 15 (eye

4, verbal 5, motorik 6). Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan

hasil sebagai berikut:Tekanan darah 110/70 mmHg, Pernafasan

43
24x/menit, Nadi 69x/ menit, Suhu 37°C, Spo2 100

c) Pengkajian Kebutuhan Dasar

Pengkajian kebutuhan Oksigenasi, penyebab sesak napasyaitu karena

kelelahan yang menimbulkan Asma pada klien,sesak dirasakanterus-

menerus, jika berbaring merasa tambah sesak,nampak klien sesak dan

sulit bernapas,terdengar suara wheezing dan ekspresi wajah meringis,

klien pernah menderita penyakit serupa sebelumnya. Karena klien

memiliki riwayat Asma.

d) Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemerikaan radiologi

(rontgen), dan pemeriksaan laboratorium.

e) Program Terapi Yang Diberikan

Program terapi yang diberikan infusd RL 20 tpm, terpasang

Oksigen5liter,diberikanterapiNebulizer

44
b. Analisis data

Data Etiologi Masalah

DS: Pola napas


Faktor penyebab
- Klien
( riw. Asma) tidak efektif
mengatakan
sesak nafas
- Klienmengatakanses
Fakrot infeksi (virus,
ak dialami sejak satu
bakteri,jamur,parasit)
hari yang lalu
- Klien mengatakan
memiliki riwayat
asma Mengganggu saluran
- Klien mengatakan pernafasan
juka berbaring
merasa tambah sesak
Sulit bernafas
- Klien mengataka
sesaknya terus
menerus
Kelemahanpada otot
DO:
- Nampak klien sesak pernafasan
nafas
- Nampak klien sulit
bernafas
- Nampak klien duduk
semi fowler Sesak/dypsnea
- Terdenga suara
wheezing
- Nampak terpasang O2
5 liter
- Nampak klien di
berikan terapi
Nebulizer

45
- Tanda– TandaVital :
TD :110/70 mmHg
N : 69 x/menit
S:37OC
P : 24x/menit
- Spo2 :100%

c. Diagnosis Keperawatan

Pola Napas Tidak Efektif Berhubungan Dengan Hambatan Upaya Napas.

Yang ditandai dengan klien mengeluh sesak napas,sesak dialami sejak 1 hari yang

lalu,sesak dirasa terus-menerus,jika berbaring tambah sesak, nampak klien sesak

napas, sulit bernapas,duduk semi fowler,terpasang O2 5 liter, terdengar suara

wheezing.frekuensi napas 24x/menit. TTV: Td: 110/70 MmHg,

R:24x/menit,N:69x/menit,S: 37OC, Spo2 :100%.

d. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa luaran Intervensi keperawatan


keperawatan
1 Pola Napas Tidak Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas
Efektif tindakan Tindkan:
Berhubungan keparewatan 4x24 • Observasi
Dengan jam maka pola napas - Monitor pola nafas
Hambatan Upaya membaik, dengan (frekuensi,
Napas. d.d: kriteria hasil: kedalaman usaha
- mengeluh sesak 1. Dipsnea dari napas).
napas. meningkat (1) - Monitor bunyi nafas
--sesaknya terus- menjadi cukup tambahan (mis.
menerus. menurun (4). gurgling, megi,
-jika berbaring 2. Ortopnea dari wheezing, ronkhi
tambah sesak. meningkat (1) kering).
-nampak sesak menjadi cukup
napas. menurun (4).
-sulit bernapas. • Teraputik
-duduk semi 3. Frekuensi nafas - Posisikan semi
fowler.

46
-terpasang O2 5 dari memburuk fowler atau fowler
liter. (1) menjadi - Berikan minum
-terdengar suara cukup membaik hangat.
wheezing. (4). - Berikan oksigen jika
-frekuensi napas perlu
24x/menit.
• Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
Mukolitik, jika
perlu.

47
e. ImplementasidanEvaluasiKeperawatan

No Diagosa Hari Jam Implementasi Evaliasi


keperawatan /tanggal
1 Pola Napas Tidak Kamis 10 : 1. Memonitor pola nafas (frekuensi, S :1.klien mengatakan sesak napas.
Efektif /12/3/20 00 kedalaman, usaha nafas).
Berhubungan 21 Hasil : frekuensi : sedikit – sedikit, 2..klien mengatakan jika berbaring tambah sesak
Dengan Hambatan usaha napas: susah.
Upaya Napas. d.d: 3.klien mengatakan sesak secara terus-menerus.
- mengeluh sesak 2.Monitor bunyi nafas tambahan.
napas. Hasil : terdengar suara wheezing. O :1.nampak klien sesak nafas
--sesaknya terus- 2.nampak klien sulit bernafas
menerus. 3.Memposisikan semi fowler atau 3.terdengar suara wheezing
-jika berbaring fowler 4.nampak terpasang O2 5 liter
tambah sesak. Hasil : klien mengatakan lebih mudah 5.nampak klien duduk semi fowler
-nampak sesak bernafas ketika duduk. 6.TTV :TD:110/70
napas. R :24x/m
-sulit bernapas. 4.Memberikan minuman hangat N :69X/m
-duduk semi fowler. Hasil : keadaan klien lebih membaik. S :37O C
-terpasang O2 5 liter. SPO2:100%
-terdengar suara 5.Memberikan oksigen jika perlu
wheezing. Hasil : klien lebih mudah bernafas. A :masalah belum teratasi
-frekuensi napas
24x/menit. P : intervensi 1,2,3,4,5
dilanjutkan

48
2 Pola Napas Tidak Jumat / 10 : 30 1.Monitor pola nafas (mis.11Frekuensi,
2 S :1.klien mengatakan masih sedikit sesak.
Efektif 13/2021 kedalaman, usaha nafas) b 2.klien mengatakan sesaknyabsedikit berkurang
Berhubungan b –
Hasil : frekuensi bernafas : sedikit 3.klien mengatakan jikaduduk, bernafas lebih mudah
Dengan Hambatan 2
sedikit, usaha nafas : masih susah.
Upaya Napas. d.d: 2
2.Monitor bunyi nafas tambahan. O :1.nampak klien sedikit sesak
- mengeluh sesak Hasil : masih terdengar suara j 2.nampak sesaknya berkurang
napas. wheezing j 3.masih terdengar suara wheezing
--sesaknya terus- h
3.Memposisikan flower atau semi 4.nampak klien duduk semi fowler
menerus. flower. h 5.diberikan terapi Nebulizer
-jika berbaring Hasil :klien mengatakan jika aduduk 6.TTV:TD:110/70
tambah sesak. k
lebih mudah bernafas(semi fowler) R :22x/m
-nampak sesak 4.Memberikan minuman hangat a N :69X/m
napas. k
Hasil :keadaan klien lebih membaik. S :37O C
-sulit bernapas. a
5.Memberikan oksigen jika perlu SPO2:100%
-duduk semi fowler. k
Hasil :klien lebih mudah bernafas
-terpasang O2 5 liter. atau lancar bernafas. a A :masalah belum teratasi
-terdengar suara 2
wheezing. P : intervensi 1,2,3,4,5 dilanjutkan
-frekuensi napas
24x/menit.

49
3 Pola Napas Tidak Sabtu 10 : 30 1.Memonitor pola nafas (mis. i. a S :1.klien mengatakan sesaknya mulai berkurang
Efektif /14/3/20 Frekuensi, kedalaman, usaha nafas) h 2.klien mengatakan jika duduk, bernafas lebih mudah
Berhubungan 21 Hasil :frekuensi bernafas mulai h
Dengan Hambatan membaik, usaha nafas :mulai h O :1.nampak sesaknya mukai berkurang
Upaya Napas. d.d: membaik h 2.tidak terdengar suara whezzing
- mengeluh sesak 2.Memonitor bunyi nafas tambahan a 3.nampak klien duduk semi fowler
napas. Hasil :sudah tidak terdengar suara h 4.diberikan terapi Nebulizer
--sesaknya terus- wheezing a 5.TTV:TD:110/70
menerus. 3.Memposisikan fowler atau semi h R :20x/m
-jika berbaring fowler. a N :69X/m
tambah sesak. Hasil :klien lebih mudah bernafas h S :37O C
-nampak sesak 4.Memberikan minum hangat h SPO2:100%
napas. Hasil :keadaan klien lebih membaik s A :masalah belum teratasi
-sulit bernapas. 5.Memberikan oksigen jika perlu
-duduk semi fowler. Hasill :tidak terpasang lagi oksigen P : intervensi 1,2,3,4,5
-terpasang O2 5 liter. dilanjutkan
-terdengar suara
wheezing.
-frekuensi napas
24x/menit.

4 Pola Napas Tidak Minggu 11:0 1.Memonitor pola nafas (mis. S :1.klien mengatakan sudah tidak sesak.
Efektif /15/3/20 0 Frekuensi, kedalaman, usaha nafas.
Berhubungan 21 Hasil :frekuensi dan usaha nafas
Dengan Hambatan membaik O :1.terlihat klien tidak sesak lagi
Upaya Napas. d.d: 2.Memonitor bunyi nafas tambahan
- mengeluh sesak Hasil :tidak terdengar lagi suara 2. TTV:TD:120/80
napas. wheezing. R :16x/m

50
--sesaknya terus- 3.Memposisikan semi fowler atau N :66x/m
menerus. fowler S :35O C
-jika berbaring Hasil :klien sudah tidak sesak SPO2:100%
tambah sesak. 4.Memberikan minuman hangat A :masalah teratasi
-nampak sesak Hasil : keadaan klien membaik
napas. 5.Memberikan oksigen jika perlu P :intervensi dihentikan (Pasien pulang).
-sulit bernapas. Hasil : tidak terpasang lagi oksigen.
-duduk semi fowler.
-terpasang O2 5 liter.
-terdengar suara
wheezing.
-frekuensi napas
24x/menit.

51
B. Pembahasan

Pada bab sebelumnya penulis telah menjabarkan permasalahan tentang

Asma khususnya pada kebutuhan oksigenasi yaitu dimana klien merasa sesak

napas. Sedangkan tujuan kasus diperoleh dari studi kasus yang dilakukan pada

tanggal 11 sampai 15 maret 2021 diRSUD Bahteramas kota kendari. Selama

dilaksanakannya asuhan keperawatan pada klien, penulis menggunakan

pendekatan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan,

rencana keperawatan, implementasi dan evaluasi keperawatan.

a. Pengkajian

Pengkajian yang dilakukan pada Ny. I dengan Asma menggunakan teknik

wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik, diantaranya data yang diperoleh

meliputi biodata pasien, keluhan utama dan penyebab timbulnya keluhan.

Saat dilakukan pengkajian pada Ny. I pada tanggal 11Maret 2021

didapatkan bahwa penyebab terjadinyasesakpada klien yaitu akibat kelelahan dan

klien juga memiliki riwayat asma.Sesak dirasakan sejak 1 hari yang lalu, sesak

terus menerus,jika berbaring merasa tambah sesak. nampak klien sesak napas,

sulit bernapas dengan ekspresi wajah meringis, klien pernah menderita penyakit

serupa sebelumnya.

52
b. Diagnosiskeperawatan

Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap

pengalaman/respon individu, keluarga, atau komunitas pada masalah

kesehatan/risiko masalah kesehatan atau pada proses kehidupan ( Zahra, 2020)

Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan pada Ny.I dirumuskan

diagnosis keperawatan yaituPola Napas Tidak Efektif Berhubungan Dengan

Hambatan Upaya Napas dibuktikan dengan adanya keluhan sesak napas dan

frekuensi napas 24x/menit.

c. Intervensikeperawatan

Intervensi atau yang biasa disebut rencana keperawatan merupakan

segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada

pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai tujuan (outcome) yang

diharapkan (PPNI, 2018 dikutip dari Yusuf, Saini & Awaludin, 2019).

Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan pada Ny. I dengan

diagnosa medis Asma pada pemenuhan kebutuhan oksigenasi yaituManajemen

Jalan Napas, Monitor pola napas, Monitor bunyi napas tambahan, Posisikan seami

fowler, Berikan minum hangat, Berikan oksigen, Kolaborasi pemberian

Bronkodilator, ekspektoran, mukolitik.

d. Implementasi

Penerapan rencana tindakan keperawatan dari intervensi yang telah

disusun, proses pelaksanaan intervensi sesuai dengan kebutuhan klien,

Pelaksanaan tindakan dilakukan selama 4 hari.

53
a) Hari ke 1

1. Memonitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas).

Hasil : frekuensi : sedikit – sedikit, usaha napas: susah.

2. Monitor bunyi nafas tambahan.

Hasil : terdengar suara wheezing.

3. Memposisikan semi fowler atau fowler

Hasil : klien mengatakan lebih mudah bernafas ketika duduk.

4. Memberikan minuman hangat

Hasil : keadaan klien lebih membaik.

5. Memberikan oksigen jika perlu

Hasil : klien lebih mudah bernafas

b) Hari ke 2

1. Monitor pola nafas (mis. Frekuensi, kedalaman, usaha nafas)

Hasil : frekuensi bernafas : sedikit – sedikit, usaha nafas : masih

susah.

2. Monitor bunyi nafas tambahan.

Hasil : masih terdengar suara wheezing

3. Memposisikan flower atau semi flower.

Hasil :klien mengatakan jika duduk lebih mudah bernafas(semi

fowler)

4. Memberikan minuman hangat

Hasil :keadaan klien lebih membaik.

5. Memberikan oksigen jika perlu

54
Hasil :klien lebih mudah bernafas atau lancar bernafas.

c) Hari ke 3

1. Memonitor pola nafas (mis. Frekuensi, kedalaman, usaha nafas)

Hasil :frekuensi bernafas mulai membaik, usaha nafas :mulai

membaik

2. Memonitor bunyi nafas tambahan

Hasil :sudah tidak terdengar suara wheezing

3. Memposisikan fowler atau semi fowler.

Hasil :klien lebih mudah bernafas

4. Memberikan minum hangat

Hasil :keadaan klien lebih membaik

5. Memberikan oksigen jika perlu

Hasill :tidak terpasang lagi oksigen

d) Hari ke 4

1. Memonitor pola nafas (mis. Frekuensi, kedalaman, usaha nafas.

Hasil :frekuensi dan usaha nafas membaik

2. Memonitor bunyi nafas tambahan

Hasil :tidak terdengar lagi suara wheezing.

3. Memposisikan semi fowler atau fowler

Hasil :klien sudah tidak sesak

4. Memberikan minuman hangat

Hasil : keadaan klien membaik.

55
5. Memberikan oksigen jika perlu

Hasil : tidak terpasang lagi oksigen.

e. Evaluasi

Implementasi keperawatan dilakukan selama 4 hari sejak tanggal 11Maret

2021 sampai 15Maret 2021, pada hari pertama implementasi, setelah memonitor

pola napas dilakukan klien masih mengeluh sesak, sesakyang dirasakan belum

mengalami penurunan dan nampak masih sesak. pada hari kedua klien masih

sedikit sesak,hari ketiga sesak mulai berkurang. Sesak berkurang dibantu oleh

pemberian oksigen, pemberianposisi semi fowler dan pemberian terapi secara

farmakologis.

Setelah dilakukan implementasi selama4 hari maka didapatkanhasil

evaluasi sesak berkurang setiap hari hingga hari ke 4 pasien tidak sesak lagi.

Sehingga intervensi dihentikan pada hari ke 4 dan pasien pulang.

56
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah dilakukan studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan di

RSUD Bahteramas selama 4 hari mulai tanggal 11 sampai 15 Maret 2021,

maka terjadi penurunan sesak setiap hari dengankesimpulan sebagai

berikut :

1. Pengkajian keperawatan yang dilakukan kepada Ny.I didapatkan data

klien mengeluh sesak napas, klien mengatakan sesaknya terus-menerus,

klien mengatakan jika berbaring mengeluh tambah sesak, klien

mengatakan sesak dialami sejak 1 hari yang lalu, dan klien mengatakan

memiliki riwayat Asma.

2. Diagnosis yang diambil oleh peneliti yaitu Pola Napas Tidak Efektif

Berhubungan Dengan Hambatan upaya Napas d.d: mengeluh sesak napas,

sesaknya terus-menerus, jika berbaring tambah sesak, nampak sesak

napas, sulit bernapas,duduk semi fowler, terpasang O2 5 liter, terdengar

suara wheezing, frekuensi napas 24x/menit.

3. Intervensi keperawatan yang dilakukan pada klien dengan pola napas

tidak efektif yaitu memonitor pola napas, memonitor bunyi napas

tambahan, dimana pada intervensi inipenulis membuat dan menyusun

rencana keperawatan dengan intervensi utama yaitu manajemen jalan

napas, sesuai teori dari SDKI, dan SIKI.

57
4. Implementasikeperawatan , dilakukan sesuai intervensi keperawatan

yang sudah dibuat berdasarkan rujukandariteori SIKIsehingga tidak

terjadi hal yang tidak di inginkan dalam melaksanakan asuhan

keperawatan.

5. Pada tahap evaluasi,setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4

hari maka didapatkan hasil pasien tidak sesak lagi, dan masalah teratasi(

pasien pulang).

B. Saran

1. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan dapat menjadi referensi, evaluasi dalam upaya

meningkatkan mutu pelayanan pada pasien di Rumah Sakit

Bahteramas Kendari.

2. Bagi institusi

Bagi institusi diharapkan bisa atau dapat digunakan sebagai

pedoman atau referensi dalam memberikan pemahaman kepada

mahasiswanya agar lebih memahami tentang asuhan keperawatan

pada pasien asma.

3. Bagi klien

Untuk klienjika kembali mengalami Asma diharapkan agar

menerapkan posisi semi fowler untuk mempermudah klien dalam

bernafas, dan selalu menjaga kesehatan, selalu mengecek kesehatan di

Rumah Sakit atau Puskesmas terdekat, serta hindari hal-hal yang dapat

menyebabkan penyakit Asma.

58
4. Bagi peneliti

Bagi peneliti diharapkan bisa menjadi masukan dan menambah

wawasan untuk bisa lebih baik lagi dalam menyelesaikan studi kasus

asuhan keperawatan kedepannya terutama pada pasien Asma, dan

semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat dijadikan sebagai pedoman

pembelajaran, dan reverensi untuk menambah pengetahuan pembaca

kedepannya.

59
DAFTAR PUSTAKA

Afgani, A.Q., & Hendriani, R. (2020). Review artikel: menajemen terapi


asma.Farmaka, 18(2), 26-36.
Arifian, L., & Krismanto, J (2018) Pengaruh Pemberian Posisi Semi Fowler
Terhadap Respiration Rate Pada Pasien Asma Bronkial di Puekesma Air
Upas Kerapang, Jurnal Kesehatan Kusuma Husada.
Asih, N.G.Y., & Effendy, C. (2011). Keperawatan medikal bedah klien dengan
gangguan sistem pernafasan. Jakarta: Buku Kedokteran.
Firdaus, S., Ehwan, M, M.,& Rachmadi, A (2019) Efektivitas Pemberian Oksigen
Posisi Semi FowlerDan Fowler Terhadap Perubahan Saturasi Pada Pasien
Asma BronkialPersisten Ringan,JKEP, 4(1), 31 – 43.
GINA (Global Initiative For Astma) 2020. Pocket guide for asthma management
and prevention.
Istiyani, D., Kristiyawati, S, P., & Supriyadi (2015) Perbedaan Posisi Tripod dan
Posisi Semi Fowler Terhadap Peningkatan Saturasi Oksigen Pada Pasien
Asma di RS paru dr. Ario Wirawan Salatiga, Jurnal Ilmu Keperawatan
dan Kebidanan (JIKK),
Maqfiroh, R, L. , Mellia Silvy Irdianty, M, S. (2020). Asuhan keperawatan pada
pasien asma dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi.
Muzaki, A., & Ani, Y (2020) Penerapan Posisi Semi Fowler Terhadap Ketidak
Efktifan Pola Nafas Pada Pasien Congestive Heart Failura (CHF), Nursing
Science Journal(NSJ), 1(1), 19 – 24.
PPNI (2018) Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi da Kriteria Hasil
Keperawatan. Jakarta selatan : DPP PPNI
Saranani, M. (2016). Efektifitas Posisi Semi Fowler Terhadap Penurunan Sesak
Nafas Pada Pasien Asma Bronchiale Di RSUD Kota Kendari, Teraputik
Jurnal, 11(2). 87.
Sudrajat, N, U, H., & Nisa, K. (2016). Efektifitas Senam Asma untuk
Meningkatkan Fungsi Paru Penderita Asma, Majority, 5(4). 112.
Supratti & Ashriady (2016) Pendokumentasian Standar Asuhan Keperawatan di
Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju Indonesia, Jurnal Kesehatan
Manarang, 2(1), 44 – 51.
Taketelide, F, W., Kumaat, L, T.,& Malara, R, T (2017) Pengaruh Terapi Oksigen
Nasal Prong Terhadap Perubahan Saturasi Oksigen Pasien Cedera Kepala
di Instalasi Gawat Darurat RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado, e-
Jurnal Keperawatan (e-Kp), 5(1).
Wulandari, N, K., Siswanto, J., & widiyanti, S (2020) Oxygen Therapy to Maitain
Haemodynamic Status in Patient with Acute Myocardial Infarction.
Journal of Applied Health Management and Technology, 2(1), 34-38.
Yusuf, H, A., Saini, S., & Awaludin, S, W (2019) Asuhan Keperawatan
Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Asma Bronkhial di
RSUD. Haji Makassar, Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan
Makassar, 10(1).
Zahra, M, U (2020) Hubungan Diagnosa Keperawatan Dengan Pengambilan
Keputusan, https://doi.org/10.31219/osf.io/pdgmw
Zahroh, R.,& Susanto, R, S (2017) Efektifitas Posisi Semi Fowrler dan posisi
orthopnea Terhadap Penurunan Sesak Nafas pasien TB paru, Journals Of
Ners Community, 08(01), 37 – 44
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
POSISI SEMI FOWLER

A. Pengertian :
Cara berbaring pasien dengan posisi setengah duduk

B. Tujuan :
1) Mengurangi sesak napas
2) Memberikan rasa nyaman
3) Membantu memperlancar keluarnya cairan
4) Membantu mempermudah tindakan pemeriksaan

C. Di lakukan pada :
1) Pasien sesak napas
2) Pasien pasca bedah, bila keadaan umum pasien baik, atau bila pasien suah
benar - benar sadar

D. Persiapan :
1. Persiapan alat
- Sandaran punggung atau kursi
- Bantal atau balok penahan kaki tempat tidur bila perlu
- Tempat tidur khusus (functional bed) jika perlu
2. Persiapan pasien, perawat, dan lingkungan
a. Perkenalkan diri anda pada klien, termasuk nama dan jabatan atau peran dan
jelaskan apa yang akan dilakukan.
b. Pastikan identitas klien
c. Jelaskan prosedur dan alasan dilakukan tindakan tersebut yang dapat
dipahami oleh klien
d. Siapkan peralatan
e. Cuci tangan
f. Yakinkan klien nyaman dan memiliki ruangan yang cukup dan pencahayaan
yang cukup untuk melaksanakan tugas
g. Berikan privasi klien

E. Prosedur :
1) Pasien di dudukkan, sandaran punggung atau kursi di letakkan di bawah
atau di atas kasur di bagian kepala, di atur sampai setengah duduk dan di rapikan.
Bantal di susun menurut kebutuhan. Pasien di baringkan kembali dan pada ujung
kakinya di pasang penahan.
2) Pada tempat tidur khusus (functional bed) pasien dan tempat tidurnya
langsung di atur setengah duduk, di bawah lutut di tinggikan sesuai kebutuhan.
Kedua lengan di topang dengan bantal.
3) Pasien di rapikan.

F. Hal – hal yang harus di perhatikan :


1) Perhatikan keadaan umum pasien
2) Bila posisi pasien berubah, harus segera di betulkan
3) Khusus untuk pasien pasca bedah di larang meletakkan bantak di bawah
perut.
4) Ucapkan terima kasih atas kerjasama klien
5) Dokumentasikan hasil prosedur dan toleransi klien pada format yang tepat

Anda mungkin juga menyukai