Anda di halaman 1dari 127

GAMBARAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR

FEMUR DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA NYAMAN


(BEBAS NYERI) DI RUANG LAIKA WARAKA BEDAH RSU
BAHTERAMAS PROVINSI SULAWESI TENGGARA
TAHUN 2018

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan


Diploma III Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari
Jurusan Keperawatan 2018

OLEH

MUH. AFIF LA ASAT


NIM: P00320015081

KEMENTERIAN KEREHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN KEPERAWATAN
2018
HALAMAN PERSETUJUAN

GAMBARAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR


FEMUR DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA NYAMAN
(BEBAS NYERI ) DI RUANG LAIKA WARAKA BEDAH RSU
BAHTERAMAS PROVINSI SULAWESI TENGGARA
TAHUN 2018

Disusun dan Diajukan Oleh:

MUH. AFIF LA ASAT


P00320015081

Telah Mendapat Persetujuan Tim Pembimbing

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Muslimin L.A.Kep.SPd.M.Si Hj. Nurjannah, B.Sc. SPd.M.Kes


NIP. 19560311 198106 1 001 NIP. 19651020 198803 2 002

Mengetahui :
Ketua Jurusan Keperawatan

Indriono Hadi,S.Kep,Ns,M.Kes
NIP. 197003301995031001

i
HALAMAN PENGESAHAN

GAMBARAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR


FEMUR DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA NYAMAN
(BEBAS NYERI) DI RUANG LAIKA WARAKA BEDAH RSU
BAHTERAMAS PROVINSI SULAWESI TENGGARA
TAHUN 2018

Disusun dan Diajukan oleh:

MUH. AFIF LA ASAT


P00320015081

Telah Dipertahankan Di Hadapan Dewan Penguji


Pada Tanggal 30 Juli 2018 Dan Dinyatakan
Telah Memenuhi Syarat

Mengetujui :

1. H. Taamu, A.Kep, S.Pd, M.Kes (………………………………….)

2. Hj. Sitti Rachmi Misba,S.Kp, M.Kes (………………………………….)

3. Dali, SKM, M.Kes (………………………………….)

4. Muslimin L. A.Kep, S.Pd, M.Si (………………………………….)

5. Hj. Nurjannah, B.Sc,S.Pd,M.Kes (………………………………….)

Mengetahui :
Ketua Jurusan Keperawatan

Indriono Hadi,S.Kep,Ns,M.Kes
NIP. 197003301995031001

ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Muh. Afif La Asat

NIM : P00320015081

Institusi Pendidikan : Jurusan Keperawatan

Judul KTI : GAMBARAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA


PASIEN FRAKTUR FEMUR DALAM
PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA NYAMAN
(BEBAS NYERI) DI RUANG LAIKA WARAKA
BEDAH RSU BAHTERAMAS PROVINSI
SULAWESI TENGGARA TAHUN 2018

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tugas akhir yang saya tulis ini benar-benar

hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran

orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.

Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil

jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Kendari, 26 Maret 2018

Yang Membuat Pernyataan.

Muh. Afif La Asat

iii
MOTTO

Berangkat dengan penuh keyakinan, berjalan dengan penuh keikhlasan

Istiqomah dalam menghadapi cobaan

Kerjakanlah, wujudkanlah, dan railah cita-citamu dengan memulainya

dari bekerja, Bukan hanya menjadi beban didalam impianmu

Pintu kebahagiaan terbesar adalah doa kedua orang tua, berusahalah

mendapatkan doa itu dengan berbakti kepada kedua orang tua

agar doa mereka menjadi benteng kuat yang menjagamu

Karya Tulis Ilmiah ini ku persembahkan

Untuk Agama, Bangsa dan

ALMAMATERKU

MUH. AFIF LA ASAT

iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS

1. Nama : Muh. Afif La Asat

2. Tempat/ Tanggal Lahir : Lauru, 26 Agustus 1996

3. Jenis Kelamin : Laki-Laki

4. Suku/ Bangsa : Muna/ Indonesia

5. Agama : Islam

6. Alamat : Desa Salimuli, Kec. Galela

Utara, Kab. Halmahera Utara.

II. Jenjang Pendidikan

1. TK Dharma Wanita Rumbia Tamat Tahun 2002


2. SD Negeri 1 Lauru Tamat Tahun 2008
3. SMP Negeri 1 Rumbia Tamat Tahun 2011
4. SMA Negeri 7 Halmahera Utara Tamat Tahun 2014
5. Politeknik Kesehatan Kendari Jurusan Keperawatan Tahun
2015-2018

v
ABSTRAK

Muh. Afif La Asat (P00320015081) “Gambaran Asuhan Keperawatan


Pada Pasien Fraktur Femur Dalam Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman (Bebas
Nyeri) Di Ruang Laika Waraka Bedah RSU Bahteramas Tahun 2018” dengan
Pembimbing I Bapak Muslimin L dan Pembimbing II Ibu Hj. Nurjannah, (
xiii + 87 halaman + 12 lampiran ) Fraktur femur merupakan rusaknya kontinuitas
tulang pangkal paha yang disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan
kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang atau osteoporosis. Teknik relaksasi
merupakan intervensi keperawatan secara mandiri untuk menurunkan intensitas
nyeri, meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah. Tujuan
masalah dalam studi kasus ini adalah Bagaimana Gambaran Asuhan Keperawatan
Pada Pasien Fraktur Femur Dalam Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman. Studi
kasus ini merupakan jenis studi kasus deskriptif bertujuan menggambarkan
asuhan keperawatan pada pasien fraktur femur dalam pemenuhan kebutuhan rasa
nyaman. Sampel dalam penelitian ini adalah klien dengan fraktur femur. Hasil dan
kesimpulan dari penelitian ini Analisa kondisi nyeri akut pada Tn. D dengan Post
Op Open Redaction and Internal Fixaton Fraktur Femur 1/3 Proksimal Dekstra
yaitu klien mengeluh nyeri pada anggota gerak yang telah dilakukan operasi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri akut teratasi
dimana nyeri mengalami penurunan dari skala nyeri 4 menjadi 2, didukung
dengan data Hasil evaluasi subjektif: klien mengatakan nyeri pada kaki bagian
paha sebelah kanan berkurang, skala nyeri 2, dan nyeri timbul saat digerakan.
Hasil evaluasi objektif: ekspresi wajah rileks, klien tampak tenang, ekstremitas
sebelah bawah kanan terpasang penampung (draine), dan terpasang verban. Hasil
evaluasi masalah nyeri akut teratasi.dan nyeri diukur menggunakan skala nyeri
deskriptif, sehingga rencana keperawatan yang penulis telah buat di hentikan.
Saran diharapkan penulis dapat menggunakan atau memanfaatkan waktu seefektif
mungkin, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien secara
optimal.

Kata Kunci : Asuhan Keperawatan, Fraktur Femur, Rasa Nyaman.

Daftar Bacaan : 26 (2002-2016)

vi
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Karena


berkat rahmat dan karunia-Nya jugalah sehingga Karya Tulis Ilmiah ini yang
berjudul “Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien Fraktur Femur Dalam
Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman (Bebas Nyeri) Di ruang Laika Waraka
Bedah RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara” dapat terselesaikan.

Sejak rencana penulisan hingga terselesainya penulisan Karya Tulis Ilmiah


ini penulis banyak mengalami kesulitan dan tantangan. Namun berkat saran,
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, maka semua masalah dapat
terselesaikan. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan
dan ucapan terima kasih kepada:

1. Ibu Askrening, SKM.,M.Kes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes


Kendari
2. Direktur RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara yang telah
memberikan izin kepeda peneliti untuk melakukan penelitian.
3. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sulawesi Tenggara
yang telah memberikan izin penelitian.
4. Bapak Indriono Hadi, S.Kep,Ns.,M.Kes selaku Ketua Jurusan
Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kendari
5. Bapak Muslimin L, A.Kep.,S.Pd.,M.Si selaku pembimbing I dan Ibu Hj.
Nurjannah, B.Sc.,S.Pd.,M.Kes selaku pembimbing II yang telah
membimbing dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
6. Bapak H. Taamu.,A.Kep.,S.Pd.,M.Kes selaku penguji I, ibu Hj. Sitti
Rachmi Misba, S.Kp.,M.Kes selaku penguji II dan Ibu Dali, SKM.,M.Kes
selaku penguji III yang telah memberikan kritik dan saran dalam Karya
Tulis Ilmiah ini serta seluruh dosen staf yang telah mendidik dan
membantu penulis selama menjalani pendidikan Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Kendari.

vii
7. Kepala ruangan Laika Waraka Bedah beserta Staf yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.
8. Kepada kedua orang tuaku tercinta yang selalu menjadi sumber inspirasi
dan memberikan dukungan semangat dan selalu mendoakan penulis dan
saudara serta keluarga tersayang yang selalu memberi dukungan semangat
dalam setiap proses yang dilalui penulis.
9. Sahabat-sahabatku Novriadi S. Ramba, Masni Astuti, Rismayanti dan
seluruh rekan-rekan mahasiswa jurusan keperawatan poltekkes kemenkes
kendari angkatan 2015 yang telah banyak membantu serta semua pihak
yang tidak bias penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

Akhirnya penulis menyampaikan maaf atas segala kekurangan yang


terdapat pada penulisan ini, kritik dan saran sangat diharapkan demi
kesempurnaan tulisan ini.

Terima Kasih.

Kendari, 23 Juli 2018

Penulis

viii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL DALAM


HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..............................................i
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................ii
KEASLIAN PENELITIAN...............................................................................iii
MOTTO ..............................................................................................................iv
RIWAYAT HIDUP............................................................................................v
ABSTRAK ..........................................................................................................vi
KATA PENGANTAR........................................................................................vii
DAFTAR ISI ......................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................xi
DAFTAR TABEL ..............................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................1
B. Rumusan Masalah .................................................................................4
C. Tujuan Studi Kasus ...............................................................................4
D. Manfaat Studi Kasus .............................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Fraktur Femur ..............................................................7
B. Konsep Asuhan Keperawatan Fraktur Femur ...................................11
C. Konsep Dasar Gangguan Rasa Nyaman..............................................24
BAB III METODE STUDI KASUS
A. Rancangan Studi Kasus.........................................................................44
B. Subjek Studi Kasus ................................................................................44
C. Fokus Studi Kasus .................................................................................44
D. Definisi Operasional Studi Kasus .........................................................44
E. Metode Pengumpulan Data...................................................................47
F. Lokasi dan Waktu Studi Kasus ............................................................48
G. Pengelolaan dan Analisis Data..............................................................48
H. Etika Studi Kasus...................................................................................49

ix
BAB IV HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Studi Kasus ...................................................................................50
B. Pembahasan ...........................................................................................75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN ......................................................................................85
B. SARAN....................................................................................................87

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DOKUMENTASI

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1 Skala Intensitas Nyeri Deskritif.........................................................40

Gambar 2.2 Skala Identitas Nyeri Numerik......................................................... 40

Gambar 2.3 Skala Analog Visual ..........................................................................40

Gambar 2.4 Skala Nyeri Menurut Bourbanis........................................................40

xi
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Analisa Data...................................................................................................60

4.2 Diagnosa Keperawatan ..................................................................................62

4.3 Intervensi Keperawatan .................................................................................63

4.4 Implementasi Keperawatan............................................................................64

4.5 Evaluasi Keperawatan....................................................................................72

4.6 Manajemen Kebeutuhan Rasa Nyaman .........................................................84

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Kegiatan

Lampiran 2 Pernyataan Persetujuan (informed consent)

Lampiran 3 Instrumen Studi Kasus

Lampiran 4 Standar Operasional Prosedur (Sop)

Lampiran 5 Surat Usulan Penelitian Dari Jurusan Keperawatan

Lampiran 6 Surat Permohonan Izin Penelitian Dari Poltekkes Kemenkes Kendari

Lampiran 7 Surat Permohonan Izin Pengambilan Data Awal

Lampiran 8 Surat Keterangan Izin Dari Badan Penelitian Dan Pengembangan

Prov. Sultra

Lampiran 9 Surat Keterangan Izin Penelitian Dari Rsu Bahteramas Prov. Sultra

Lampiran 10 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Dari Rsu Bahteramas

Prov. Sultra

Lampiran 11 Surat Keterangan Bebas Pustaka

Lampiran 12 Surat Keterangan Bebas Administrasi

xiii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Fraktur adalah patah tulang, yang biasanya disebabkan oleh trauma

atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan

jaringan disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu

lengkap atau tadak lengkap. (Prince & Wilson, 2006 dalam Helmi, 2012).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat pada tahun 2011-2012

terdapat 5,6 juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita fraktur

akibat kecelakaan lalu lintas. Fraktur merupakan suatu kondisi dimana terjadi

diintegritas tulang. Penyebab terbanyak fraktur adalah kecelakaan, baik itu

kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas dan sebagainya. Tetapi fraktur juga

bisa terjadi akibat faktor lain seperti proses degenerative dan patologi

(Depkes RI, 2005 dalam Fadliyah, 2014).

Dari sekian banyak kasus fraktur di Indonesia, fraktur pada

ekstremitas bawah akibat kecelakaan memiliki prevalensi yang paling tinggi

diantara fraktur lainnya yaitu sekitar 46,2%. Dari 45.987 orang dengan

kasus fraktur ekstremitas bawah akibat kecelakaan, 19.629 orang mengalami

fraktur pada tulang femur, 14.027 orang mengalami fraktur cruris, 3.775

orang mengalami fraktur tibia,970 orang mengalami fraktur pada tulang-

tulang kecil di kaki dan 336 orang mengalami fraktur fibula (Depkes RI

2011)

Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas

tulang pangkal paha yang disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot,

dan kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang atau osteoporosis. Kebanyakan

1
fraktur ini terjadi pada pria muda yang mengalami kecelakaan bermotor atau

jatuh dari ketinggian. (Muttaqin, 2008).

Pada saat terjadi fraktur atau patah tulang, jaringan sekitarnya juga

akan terpengaruh dimana akan terjadi edema jaringan lunak, perdarahan ke

otot dan sendi, dislokasi sendi, rupture tendon, kerusakan saraf dan kerusakan

pembuluh darah. Dampak dari fraktur ini dapat menyebabkan nyeri,

terganggunya mobilitas fisik, selain itu dalam waktu panjang dapat

mengakibatkan ansietas, karena fraktur yang tidak kunjung sembuh, sehingga

dapat terjadi dilakukannya amputasi bagian tubuh tertentu. Selain itu

memungkinkan terkontaminasi oleh mikroorganisme yang dapat

menyebabkan infeksi. (Muttaqin, 2008).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Yuanita et al “Efektifitas

Relaksasi Nafas Dalam Dan Distraksi Baca Menurunkan Nyeri Pasca Operasi

Pasien Fraktur Femur” (2014), ini menggunakan desain Pra Eksperimental

(satu kelompok pre-post tes). Pengambilan sampel dengan purposive

sampling didapatkan 20 pasien pasca operasi fraktur femur tertutup,

dimana 10 pasien dilakukan teknik relaksasi nafas dalam dan 10 pasien

distraksi membaca. Data diambil dengan kuesioner dan observasi, kemudian

data dianalisis menggunakan Wilcoxon Test dengan tingkat signifikansi ≤

0,05.

Hasil penelitian menunjukkan ada beda efektifitas antara teknik

relaksasi nafas dalam dengan nilai p= 0,005 dan distraksi membaca nilai p=

0,025. Hal ini menunjukkan relaksasi nafas dalam lebih efektif daripada

distraksi membaca.

2
Teknik relaksasi nafas dalam lebih efektif dibanding distraksi

membaca dalam hal kemudahan untuk digunakan dan tanpa memerlukan

alat bantu. Relaksasi melibatkan sistem otot dan respirasi tidak

membutuhkan alat lain sehingga mudah dilakukan kapan saja atau sewaktu-

waktu dan dapat digunakan dalam jangka waktu relatif lebih lama.

Teknik relaksasi nafas dalam digunakan untuk menurunkan kecemasan

dan ketegangan otot sehingga didapatkan penurunan denyut jantung,

penurunan respirasi serta penurunan ketegangan otot sehingga nyeri akan

berkurang, teori lain menyebutkan dengan merelaksasikan otot-otot yang

mengalami spasme yang disebabkan peningkatan prostaglandin

sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah dan akan meningkatkan

aliran darah ke daerah yang mengalami spasme dan iskemik (Prasetyo,

2010).

Data dari rekam medis RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara

di dapatkan kasus fraktur femur dari tahun 2015-2017 mengalami peningkatan

setiap tahunnya, dimana data yang di dapatkan pada tahun 2015 terdapat 46

kasus, pada tahun 2016 terdapat 50 kasus, sedangkan pada tahun 2017 terjadi

peningkatan yang cukup tinggi dimana pasien dengan kasus fraktur femur

mencapai 88 orang/tahun.

Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan yang salah satunya

berfokus pada sistem musculoskeletal memiliki peran dalam pemenuhan

kebutuhan rasa nyaman yang merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia

dan merupakan tujuan diberikannya asuhan keperawatan pada seseorang di

tempat pelayanan kesehatan seperti : Rumah Sakit, Puskesmas dan lain-lain.

3
Peran lain seorang perawat yaitu perawat juga membantu seseorang

yang dalam keadaan fraktur itu tetap termotivasi dan tetap berupaya dalam

pemulihan kembali bagian yang fraktur, selain itu perawat juga diharapkan

bisa mengurangi kecemasan jika pasien akan dilakukan tindakan tertentu dan

oleh karena itu perawatan yang baik dapat mencegah terjadinya komplikasi

(Smeltzer & Bare, 2010).

Oleh karena itu berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik

untuk melakukan studi kasus dengan judul “Gambaran Asuhan Keperawatan

Pada Pasien Fraktur Femur dalam Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman

(Bebas Nyeri) di Ruang Laika Waraka Badah Rumah Sakit Umum Bahtermas

Provinsi Sulawesi Tenggara”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah studi kasus ini adalah “Bagaimana Gambaran

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Fraktur Femur dalam Pemenuhan

Kebutuhan Rasa Nyaman (Bebas Nyaman) di Ruang Laika Waraka Bedah

Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.?”

C. Tujuan Studi Kasus

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penulisan ini adalah agar mampu menerapkan

asuhan Keperawatan Pada Pasien Fraktur Femur Dengan Pemenuhan

Kebutuhan Rasa Nyaman Di Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi

Sulawesi Tenggara

4
2. Tujuan Khusus

a. Dapat melakukan pengkajian pada pasien dengan fraktur femur dan

dapat mengetahui masalah yang dihadapi oleh klien.

b. Dapat Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien sesuai dengan

data-data yang berhasil didapatkan selama pengkajian.

c. Dapat Menentukan perencanaan keperawatan pada pasien dengan

fraktur femur.

d. Dapat mengimplementasikan tindakan keperawatan yang direncanakan

sesuai dengan kebutuhan klien.

e. Dapat mengevaluasi sejauh mana keberhasilan dalam penerapan

asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada pasien dengan fraktur

femur.

D. Manfaat Studi Kasus

Studi kasus ini, diharapkan memberikan manfaat bagi:

1. Bagi Pengembangan Ilmu Dan Teknologi Keperawatan:

Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang keperawatan

dalam pemenuhan kebutuhan rasa nyaman pada pasien dengan fraktur

femur

2. Bagi institusi pendidikan (Poltekkes Kemenkes Kendari Khususnya

Jurusan Keperawatan), dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian

lanjutan mengenai pemenuhan kebutuhan rasa nyaman pada pasien dengan

fraktur femur, yang relevan dimasa-masa mendatang.

5
3. Penulis :

Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan hasil riset keperawatan,

khususnya studi kasus tentang pelaksanaan pemenuhan kebutuhan rasa

nyaman pada pasien fraktur femur.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Fraktur Femur

1. Pengertian Faktur Femur

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau

tenaga fisik. Kekuatan dan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang

itu sendiri dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah

fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi

apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak

melibatkan seluruh ketebalan tulang (Price & Wilson,2006 Dalam Helmi

2012)

Fraktur femur atau patah tulang paha merupakan rusaknya

kontiunitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma

langsung, kelelahan otot, dan kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang

atau osteoporosis. Fraktur tulang femur dapat terjadi mulai dari proximal

sampai distal. Untuk mematahkan batang femur pada orang dewasa,

diperlukan gaya yang besar. Secara klinis, fraktur femur terdiri atas pada

tulang paha terbuka dan pada tulang paha tertutup (Mutaqqin, 2008).

Fraktur femur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus

oleh fragmen tulang, sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh

lingkungan. Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan

dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak dapat

terbentuk dari dalam atau dari luar (mutaqqin,2008).

7
2. Klasifikasi

Ada dua tipe dari fraktur femur, yaitu :

a. Fraktur Intrakapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi,

panggul dan melalui kepala femur (capital fraktur):

(1). Hanya di bawah kepala femur.

(2). Melalui leher dari femur

b. Fraktur Ekstrakapsuler.

(1). Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang

lebih besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.

(2). Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2

inci di bawah trokanter kecil.

3. Etiologi

Menurut (Padila 2012), etiologi fraktur adalah sebagai berikut :

a. Trauma langsung/ direct trauma, yaitu apabila fraktur terjadi di tempat

dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturan,

pukulan yang mengakibatkan patah tulang).

b. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma, yaitu apabila trauma

dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur. misalnya

penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi

fraktur pada pegelangan tangan.

c. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang

itu sendiri rapuh/ ada “underlying disesase” dan hal ini disebut dengan

fraktur patologis.

8
4. Patofisologi dan Penyimpangan KDM pada Fraktur Femur.

Fraktur paling sering disebabkan oleh trauma. Hantaman yang

keras akibat kecelakaan yang mengenai tulang akan mengakibatkan tulang

menjadi patah dan fragmen tulang tidak beraturan atau terjadi

discontinuitas di tulang tersebut.

Pada fraktur femur jarang terjadi dibanding fraktur tulang pendek.

lainnya karena periost yang melapisi tulang femur lebih tebal

dibandingkan tulang pendek lainnya, terutama pada daerah depan yang

dilapisi kulit lebih tebal sehingga tulang ini tidak mudah patah dan karena

trauma dari luar sehingga dapat terjadi fraktur pada tulang femur.

5. Manifestasi Klinis Fraktur Femur

Tanda dan gejala dari fraktur femur (mutaqqin,2008). Yaitu:

a. Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai tulang dimobilisasi.

b. Deformitas (terlihat maupun teraba).

c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya

karena kontraksi otot yang melekat di atas dan di bawah lokasi fraktur.

d. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang

dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu

dengan yang lainnya.

e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai

akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

9
6. Pemeriksaan Penunjang

Adapun pemeriksaan penunjang pada kasus fraktur femur yaitu:

a. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur trauma

b. Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI : memperlihatkan fraktur, juga

dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.

d. Hitung daerah lengkap : HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi)

atau menurun (pendarahan sel darah putih adalah respon stress normal

setelah trauma).

e. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien

ginjal.

f. Profil koagulasi, perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,

tranfusi atau cedera. (Bararah, T.& Jauhar, M 2013)

7. Penatalaksanaan Pada Fraktur Femur

Prinsip penatalaksaanannya pada fraktur ada dua jenis yaitu

reduksi dan imobilisasi:

a. Reduksi

Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada

kesejajarannya atau rotasi anatomis. Reduksi tertutup, mengembalikan

fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)

dengan manipulasi dan traksi manual. Alat yang digunakan biasanya

traksi, bidai dan alat yang lainnya. Reduksi terbuka, dengan

pendekatan bedah. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat,

sekrup, plat, dan paku.

10
b. Imobilisasi

Imobilisasi dapat digunakan dengan metode eksterna dan

interna mempertahankan dan mengembalikan fungsi status

neurovaskuler selalu dipantau meliputi peredaran darah, nyeri,

perabaan, gerakan. Perkiraan waktu imobilisasi yang dibutuhkan untuk

penyambungan tulang yang mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Fraktur Femur

1. Pengkajian Pada Klien Fraktur Femur

Manifestasi klinis fraktur femur hampir sama dengan manifestasi

klinis fraktur umum tulang panjang, seperti nyeri, hilangnya fungsi,

deformitas, pemendekan ekstremitas bawah karena kontraksi otot yang

melekat di atas dan di bawah tempat fraktur, krepitasi, pembengkakan, dan

perubahan local pada warna kulit akibat trauma dan perdarahan pada

fraktur. Tanda-tanda tersebut baru terjadi beberapa jam atau beberapa hari

setelah cedera. Adapun pengkajian pada fraktur femur meliputi:

a. Anamnesis

1) Identitas klien, meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama,

bahasa yang digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,

golongan darah, nomor register, tanggal dan jam masuk rumah sakit

(MRS), dan diagnosa medis.

Pada umumnya, keluhan utama pada kasus fraktur femur

adalah rasa nyeri yang hebat. Untuk memperoleh pengkajian yang

lengkap mengenai rasa nyeri klien, perawat dapat menggunakan

PQRST.

11
Provoking Incident : hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri adalah

trauma pada bagian paha.

Quality of pain : klien merasakan nyeri yang bersifat menusuk,

tumpul atau tersayat.

Region, radiation, relief : nyeri terjadi dibagian paha yang

mengalami patah tulang. Nyeri dapat redah dengan imobilisasi atau

istrahat.

Severity (scale) of pain : secara subjektif, nyeri yang dirasakan klien

antara 2-4 pada rentang skala pengukuran 0-4.

Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah

buruk pada malam hari atau siang hari.

2) Riwayat penyakit sekarang. Kaji kronologi terjadinya trauma, yang

menyebabkan patah tulang paha, pertolongan apa yang telah

didapatkan, dan apakah sudah berobat kedukun patah. Dengan

mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan, perawat dapat

mengetahui luka kecelakaan yang lain.

3) Riwayat penyakit dahulu. Penyakit tertentu seperti kanker tulang dan

penyakit paget menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit

menyambung.

4) Riwayat penyakit keluarga. Penyakit keluarga yang berhubngan

dengan patah tulang paha adalah factor predisposisi terjadinya

fraktur, seperti osteoporosis.

5) Riwayat psikososialspirtual. Kaji respons emosi klien terhadap

penyakit yang dideritanya, peran keluarga dalam keluarga dan

12
masyarakat, serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-

hari, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat.

Dalam tahap pengkajian, perawat juga perlu mengetahui pola-pola

fungsi kesehatan dalam proses keperawatan klien fraktur femur,

seperti :

6) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.

7) Pola persepsi dan konsep diri.

8) Pola sensori dan kognitif.

9) Pola penanggulangan stress.

10) Pola tata nilai dan keyakinan.

b. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan

umum (status general) untuk untuk mendapatkan gambaran umum dan

pemeriksaan setempat (lokal). Meliputi :

1) Keadaan umum, keadaan baik dan buruknya klien. Tanda-tanda

yang perlu dicatat adalah kesadaran klien: (apatis, sopor, koma,

gelisah, kompos mentis yang tergantung pada keadaan klien),

kesakitan atau keadaan penyakit (akut, kronis, ringan, sedang,

berat, dan pada kasus fraktur biasanya akut), tanda-tanda vital

tidak normal karena ada gangguan lokal, baik fungsi maupun

bentuk.

2) B1 (Breathing). Pada pemeriksaan sistem pernapasan, didapatkan

bahwa klien fraktur femur tidak mengalami kelainan pernapasan.

13
Pada palpasi thoraks, didapatkan taktik fremitus seimbang kanan

dan kiri. Pada auskultasi, tidak ditemukan suara napas tambahan.

3) B2 (Blood). Inspeksi: tidak ada iktus jantung. Palpasi: nadi

meningkat, iktus teraba. Auskultasi: suara S1 dan S2 tunggal, tidak

ada murmur.

4) B3 (Brain).

a) Tingkat kesadaran, biasanya kompos mentis.

(1) Kepala : tidak gangguan, yaitu normosefalik,

simetris dan tidak ada penonjolan,

tidak ada sakit kepala.

(2) Leher : tidak ada gangguan, yaitu simetris, tidak

penonjolan, refleks menelan ada.

(3) Wajah : wajah terlihat menahan sakit dan bagian

wajah yang lain tidak ada perubahan

fungsi dan bentuk. Wajah simetris, tidak

ada lesi dan edema.

(4) Mata : tidak ada gangguan, seperti konjungtiva

tidak anemis (pada klien dengan patah

tulang tertutup karena tidak terjadi

perdarahan). Klien fraktur terbuka

dengan banyaknya perdarahan yang

keluar biasanya mengalami konjungtiva

anemis.

14
(5) Telinga : tes bisik atau weber dalam keadaan

normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.

(6) Hidung : tidak ada deformitas, tidak ada

pernapasan cuping hidung.

(7) Mulut dan Faring: tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak

terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak

pucat.

b) Pemeriksaan fungsi serebral. Status mental: observasi

penampilan dan tingkah laku klien. Biasanya status mental

tidak mengalami perubahan.

c) Pemeriksaan saraf kranial:

(1) Saraf I. Pada klien fraktur femur, fungsi saraf 1 tidak ada

kelainan. Fungsi penciuman tidak ada kelaianan.

(2) Saraf II. Setelah dilakukan tes, ketajaman penglihatan

dalam kondisi normal.

(3) Saraf III,IV, dan VI. Biasanya tidak ada gangguan

mengangkat kelopak mata dan pupil isokor.

(4) Saraf V. klien fraktur femur umumnya tidak mengalami

paralisis pada otot wajah dan refleks kornea tidak ada

kelainan.

(5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan

wajah simetris.

(6) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli

persepsi.

15
(7) Saraf IX dan X. kemampuan menelan baik.

(8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleimastoideus dan

trapezius.

(9) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi

dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.

d) Pemeriksaan refleks. Biasanya tidak didapatkan refleks-refleks

patologis.

e) Pemeriksaan sensorik. Daya raba klien fraktur femur berkurang

terutama pada bagian distal fraktur, sedangkan indra yang lain

dan kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu, timbul

nyeri akibat fraktur.

5) B4 (Bladder). Kaji keadaan urine yang meliputi warna, jumlah,

dan karakteristik urine, termasuk berat jenis urine. Biasanya klien

fraktur femur tidak mengalami kelainan pada system ini.

6) B5 (Bowel). Inspeksi abdomen: bentuk datar, simetris, tidak ada

hernia. Palpasi: turgor baik, tidak ada defans maskular dan hepar

tidak teraba. Perkusi: suara timpani, ada pantulan gelombang

cairan. Auskultasi: peristastik usus normal ±20 kali/menit.

Inguinal-genitalia-anus: tidak ada hernia, tidak ada pembesaran

limfe, dan tidak ada kesulitan BAB.

7) B6 (Bone). Adanya fraktur pada femur akan mengganggu secara

lokal, baikfungsi motorik, sensorik, maupun peredaran darah.

8) Look. Pada system integument terdapat eritema, suhu di sekitar

daerah trauma meningkat, bengkak, edema, dan nyeri tekan.

16
Perhatikan adanya pembengkakan yang tidak biasa (abnormal)

dan deformitas.

9) Feel. Kaji adanya nyeri tekan (tenderness) dan krepitasi pada

daerah paha.

10) Move. Setelah dilakukan pemeriksaan feel, pemeriksaan

dilanjutkan dengan menggerakkan ekstermitas, kemudian perawat

mencatat apakah keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan

rentan gerak ini perlu dilakukan agar dapat mengevaluasi keadaan

sebelum dan sesudahnya.

2. Diagnosa Keperawatan

Masalah keperawatan utama pada fraktur femur, baik fraktur

terbuka maupun tertutup adalah sebagai berikut :

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik, spasme otot, gerakan

fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,pemasangan traksi.

b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka

neuromuscular, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi).

c. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma,imunitas tubuh primer

menurun, prosedur invasive (pemasangan traksi).

d. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, status ekonomi, dan

perubahan fungsi peran.

17
3. Rencana Keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik, spasme otot, gerakan

fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,pemasangan traksi

1) Tujuan perawatan : nyeri berkurang, hilang, atau teratasi.

2) Kriteria hasil : secara subjektif, klien melaporkan nyeri berkurang

atau dapat diatasi, mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan

atau mengurangi nyeri. Klien tidak gelisah. Skala nyeri 0-1 atau

teratasi.

3) Intervensi :

Mandiri

(a) Kaji nyeri dengan skala 0-4

Rasional : Nyeri merupakan respons subjektif yang dapat dikaji

dengan menggunakan skala nyeri. Klien melaporkan nyeri

biasanya diatas tingkat cedera.

(b) Atur posisi imobilisasi pada paha

Rasional : Imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi

pergerakan fragmen tulang yang menjadi unsur utama

penyebab nyeri pada daerah paha

(c) Bantu klien dalam mengidentifikasi factor pencetus

Rasional : Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan, ketegangan,

suhu, distensi kandung kemih, dan berbaring lama.

(d) Jelaskan dan bantu klien terkait dengan tindakan pereda nyeri

nonfarmakologi

18
Rasional : Pendekatan dengan menggunakan teknik relaksasi

dan nonfarmakologi lainnya efektif dalam mengurangi nyeri

(e) Ajarkan relaksasi nafas dalam : teknik-teknik mengurangi

ketegangan otot rangka yang dapat mengurangi intensitas nyeri.

Rasional : Teknik ini akan melancarkan peredaran darah

sehingga kebutuhan o2 pada jaringan terpenuhi dan nyeri

berkurang

(f) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut

Rasional : Mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri ke hal-

hal yang menyenangkan

(g) Berikan posisi yang nyaman, misalnya waktu tidur

Rasional : Istrahat merelaksasi semua jaringan sehingga akan

meningkatkan kenyamanan

(h) Tingkatkan pengetahuan tentang sebab-sebab nyeri dan

hubungkan dengan beberapa nyeri yang akan berlangsung

Rasional : Pengetahuan tentang sebab-sebab nyeri membantu

mengurangi nyeri. Hal ini dapat membantu meningkatkan

kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik

(i) Observasi tingkat nyeri dan respon motoric klien 30 menit

setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya

dalam 1-2 jam

Rasional : Dengan pengkajian yang optimal, perawat akan

mendapatkan data yang objektif untuk mencega kemungkinan

komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat

19
KOLABORASI

(j) Pemberian analgetik.

Rasional : Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri

akan berkurang.

(k) Pemasangan traksi kulit atau traksi tulang.

Rasional : Traksi yang efektif akan memberikan dampak pada

penurunan pergeseran fragmen tulang dan memberikan posisi

yang baik untuk pengatuan tulang.

(l) Operasi untuk pemasangan fiksasi internal.

Rasional : Fiksasi internal dapat membantu imobilisasi fraktur

femur sehingga pergerakan fragmen berkurang.

b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka

neuromuscular, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi).

1) Tujuan perawatan : klien mampu melaksanakan aktivitas fisik

sesuai dengan kemampuannya

2) Kriteria hasil: klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak

mengalami kontraktur sendi, kekuatan otot bertambah, dank lien

menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.

3) Intervensi

Mandiri

(a) Kaji mobilitas yang ada dan observasi adanya peningkatan

kerusakan. Kaji secara teratur fungsi motorik.

Rasional : Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam

melakukan aktivitas.

20
(b) Atur posisi imobilisasi pada paha.

Rasional : Imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi

pergerakan fragmen tulang yang menjadi unsur utama

penyebab nyeri pada paha

(c) Ajarkan klien melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas

yang tidak sakit.

Rasional : Gerakan aktif memberikan massa, tonus, dan

kekuatan otot, serta memperbaiki fungsi jantung dan

pernapasan.

(d) Bantu klien melakukan latihan ROM dan perawatan diri sesuai

toleransi.

Rasional : Untuk mempertahankan fleksibilitas sendi sesuai

kemampuan.

KOLABORASI

(e) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien

Rasional : Kemampuan mobilisasi ekstermitas dapat

ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim fisioterapi

c. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma,imunitas tubuh primer

menurun, prosedur invasive (pemasangan traksi).

1) Tujuan perawatan: infeksi tidak terjadi selama perawatan

2) Kriteria hasil : klien mengenal factor-faktor resiko, mengenal

tindakan pencegahan/mengurangi factor resiko infeksi, dan

menunjukan/mendemonstrasikan teknik-teknik untuk

meningkatkan lingkungan yang aman.

21
3) Intervensi

Mandiri

(a) Kaji dan pantau luka operasi setiap hari.

Rasional : Mendeteksi secara dini gejala-gejala inflamasi yang

mungkin timbul sekunder akibat adanya luka pascaoperasi.

(b) Lakukan perawatan luka secara steril.

Rasional : Teknik perawatan luka secara steril dapat

mengurangi kontaminasi kuman

(c) Pantau atau batasi kunjungan.

Rasional : Mengurangi resiko kontak infeksi dari orang lain.

(d) Bantu perawatan diri dan keterbatasan aktivitas sesuai

toleransi. Bantu program latihan.

Rasional : Menunjukan kemampuan secara umum, kekuatan

otot, dan merangsang pengembalian sistem imun.

KOLABORASI

(e) Berikan antibiotik sesuai indikasi

Rasional : Satu atau beberapa agens diberikan yang bergantung

pada sifat pathogen dan infeksi yang terjadi.

d. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, status ekonomi, dan

perubahan fungsi peran.

1) Tujuan perawatan: ansietas hilang atau berkurang.

2) Kriteria hasil : klien mengenal perasaannya, dapat

mengidentifikasi penyebab atau factor yang memengaruhinya, dan

menyatakan ansietas hilang atau berkurang

22
3) Intervensi

Mandiri

(a) Kaji tanda verbal dan nonverbab ansietas, damping klien, dan

lakukan tindakan bila klien menunjukkan perilaku merusak.

Rasional : Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukan rasa

agitasi, marah dan gelisah.

(b) Hindari konfrontasi.

Rasional : Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah,

menurunkan kerjasama, dan mungkin memperlambat

penyembuhan.

(c) Mulai lakukan tindakan untuk mengurangi ansietas. Beri

lingkungan yang tenang dan suasana penuh istrahat.

Rasional : Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu.

(d) Tingkatkan control sensasi klien.

Rasional : Control sensasi klien dengan cara memberikan

informasi tentang keadaan klien, menekankan penghargaan

terhadap sumber-sumber koping yang positif, membantu

latihan relaksasi dan teknik-teknik pengalihan, serta

memberikan unpan balik yang positif.

(e) Orientasikan klien terhadap tahap-tahap prosedur operasi dan

aktivitas yang diharapkan.

Rasional : Orientasi tahap-tahap prosedur operasi dapat

mengurangi ansietas.

23
(f) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan

ansietasnya.

Rasional : Dapat menghilangkan ketegangan terhadap

kekhawatiran yang tidak diekspresikan.

(g) Berikan privasi kepada klien dan orang terdekat.

Rasional : Memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan,

menghilangkan ansietas, dan perilaku adaptasi. Adanya

keluarga dan tema-teman yang dipilihklien untuk melakukan

aktivitas dan pengalihan perhatian.

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan langkah keempat dari proses

keperawatan dimana pada tahap ini tindakan yang telah direncarakan oleh

perawat di laksanakan dalam membantu pasien mencegah, mengurangi

dan menghilangkan dampak atau respon yang ditimbulkan oleh masalah

keperawatan dan kesehatan.

5. Evaluasi

hasil asuhan keperawatan yang diharapkan adalah nyeri teratasi,

terpenuhinya pergerakan/mobilitas fisik, terhindar dari resiko infeksi

pascaoperasi dan ansietas berkurang.

C. Konsep Dasar Gangguan Rasa Nyaman

a. Pengertian Kenyamanan.

Kolcaba (1992, dalam Potter & Perry, 2005) megungkapkan

kenyamanan/rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya

kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu

24
kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan

telah terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi

masalah dan nyeri). Kenyamanan mesti dipandang secara holistik yang

mencakup empat aspek yaitu:

a. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.

b. Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan

sosial.

c. Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri

sendiri yang meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan).

d. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal

manusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah

lainnya.

Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat telah

memberikan kekuatan, harapan, hiburan, dukungan, dorongan, dan

bantuan. Secara umum dalam aplikasinya pemenuhan kebutuhan rasa

nyaman adalah kebutuhan rasa nyaman bebas dari rasa nyeri, dan hipo /

hipertermia. Hal ini disebabkan karena kondisi nyeri dan hipo /

hipertermia merupakan kondisi yang mempengaruhi perasaan tidak

nyaman pasien yang ditunjukan dengan timbulnya gejala dan tanda pada

pasien.

b. Pengertian Nyeri

Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif

dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan

mengevaluasi perasaan tersebut (Hidayat, 2012). Secara umum,nyeri dapat

25
didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman,baik ringan maupun berat

(Priharjo,1992 dalam Hidayat 2012).

Berikut adalah pendapart beberapa ahli rnengenai pengertian nyeri:

a. Mc. Coffery (1979), mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan

yang memengaruhi seseorang yang keberadaanya diketahui hanya

jika orang tersebut pernah mengalaminya.

b. Wolf Weifsel Feurst (1974), mengatakan nyeri merupakan suatu

perasaan menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa

menimbulkan ketegangan.

c. Artur C Curton (1983), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu

mekanisme bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang dirusak, dan

menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan

rangsangan nyeri.

d. Scrumum mengartikan nyeri sebagai suatu keadaan yang tidak

menyenangkan akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari

serabut saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik,

fisiologis maupun emosional.

c. Fisiologi Nyeri

Munculnya nyeri sangat berkaitan erat dengan reseptor dan adanya

rangsangan. Reseptor nyeri dapat memberikan respons akibat adanya

stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa kimiawi,

termal, listrik, atau mekanis. Stimulasi oleh zat kimiawi diantaranya

seperti histamine, bradikmin, prostaglandin, dan macam-macam asam

seperti adanya asam lambung yang meningkat pada gastritis atau stimulasi

26
yang dilepaskan apabila terdapat kerusakan pada jaringan. (Hidayat,

2012), Selanjutnya, stimulus yang diterima oleh reseptor tersebut

ditransmisikan berupa impuls-impuls nyeri ke sumsum tulang belakang

oleh dua jenis serabut, yaitu serabut A (delta) yang bermielin rapat dan

serabut ramban (serabut C). Impuls-impuls yang ditransmisikan oleh

serabut delta A, mempunyai sifat inhibitor yang ditransmisikan ke serabut

C. (Hidayat, 2012).

4. Jenis dan Bentuk Nyeri

a. Jenis Nyeri

Ada tiga klasifikasi nyeri

1) Nyeri perifer. Nyeri ini ada tiga macam:

a) nyeri superfisial,yakni rasa nyeri yang muncul akibat

rangsangan pada kulit dan mukosa;

b) Nyeri visceral, yaitu rasa nyeri yang muncul akibat stimulasi

pada reseptor nyeri di rongga abdomen, cranium, dan toraks;

c) nyeri alih, yakni nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang

jauh dari jaringan penyebab nyeri.

2) Nyeri sentral. Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medulla

spinalis, batang otak, dan thalamus.

3) Nyeri psikogenik. Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya.

Dengankata lain, nyeri ini timbul akibat pemikiran si penderita itu

sendiri. Seringkali, nyeri ini muncul karena factor psikologi, bukan

fisiologis

27
b. Bentuk nyeri

Secara umum, bentuk nyeri terbagi atas nyeri akut dan nyeri kronis.

1) Nyeri akut. Nyeri ini biasanya berlangsung tidak lebih dari enam

bulan. Awitan gejalanya mendadak, dan biasa penyebab dan lokasi

nyeri sudah diketahui. Nyeri akut ditandai dengan peningkatan

tegangan otot dan kecemasan yang keduanya meningkatkan

persepsi nyeri.

2) Nyeri kronis. Nyeri ini berlangsung lebih dari enam bulan. Sumber

nyeri bias diketahui atau tidak. Nyeri cenderung hilang timbul dan

biasanya tidak dapat disembuhkan. Selain itu, pengindraan nyeri

menjadi lebih dalam sehingga penderita sukar untuk menunjukan

lokasi.

5. Teori Nyeri

Ada 4 teori yang berusaha menjelaskan bagaiman nyeri itu timbul

dan terasa, yaitu :

a. Teori spesifik ( Teori Pemisahan)

Teori yang mengemukakan bahwa reseptor dikhususkan untuk

menerima suatu stimulus yang spesifik, yang selanjutnya dihantarkan

melalui serabut A delta dan serabut C di perifer dan traktus

spinothalamikus di medulla spinalis menuju ke pusat nyeri di thalamus.

Teori ini tidak mengemukakan komponen psikologis.. Menurut teori ini

rangsangan sakit masuk ke medula spinalis (spinal cord) melalui kornu

dorsalis yang bersinaps di daerah posterior. Kemudian naik ke tractus

28
lissur dan menyilang di garis median ke sisi lainnya dan berakhir di

korteks sensoris tempat rangsangan nyeri tersebut diteruskan.

b. Teori pola (pattern)

Teori ini menyatakan bahwa elemen utama pada nyeri adalah pola

informasi sensoris. Pola aksi potensial yang timbul oleh adanya suatu

stimulus timbul pada tingkat saraf perifer dan stimulus tertentu

menimbulkan pola aksi potensial tertentu. Rangsangan nyeri masuk

melalui akar ganglion dorsal ke medulla spinalis dan merangsang

aktivitas sel. Hal ini mengakibatkan suatu respons yang merangsang ke

bagian yang lebih tinggi, yaitu korteks serebri serta kontraksi

menimbulkan persepsi dan otot berkontraksi sehingga menimbulkan

nyeri. Persepsi dipengaruhi olch modalitas respons dari reaksi sel.tu.

Pola aksi potensial untuk nyeri berbeda dengan pola untuk rasa sentuhan.

c. Teori kontrol gerbang (gate control)

Pada teori ini bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh

mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini

mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan

dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya

menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan

nyeri. Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut

kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A

dan C melepaskan substansi C melepaskan substansi P untuk

mentranmisi impuls melalui mekanisme pertahanan. Selain itu, terdapat

mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang

29
melepaskan neurotransmiter penghambat. Apabila masukan yang

dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme

pertahanan. Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat

seorang perawat menggosok punggung klien dengan lembut. Pesan yang

dihasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor, apabila masukan yang

dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka akan

membuka pertahanan tersebut dan klien mempersepsikan sensasi nyeri.

Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang

lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden

melepaskan opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu

pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh. Neuromedulator ini

menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat pelepasan

substansi P. tehnik distraksi, konseling dan pemberian plasebo

merupakan upaya untuk melepaskan endorphin.

d. Teori Transmisi dan Inhibisi.

Adanya stimulus pada nociceptor memulai transmisi impuls-

impuls saraf, sehingga transmisi impuls nyeri menjadi efektif oleh

neurotransmiter yang spesifik. Kemudian, inhibisi impuls nyeri menjadi

efektif oleh impuls-impuls pada scrabut-serabut besar yang memblok

impuls-impuls pada serabut lamban dan endogcn opiate sistem supresif.

30
6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri.

pengalaman nyeri pada seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa

hal, di antaranya adalah :

a. Arti nyeri, arti nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbedaan dan

hampir sebagian arti nyeri merupakan arti yang negative, seperti

membahayakan, merusak, dan lain-lain. Keadaan ini dipengaruhi oleh

beberapa factor, seperti usia, jenis kelamin, latar belakang sosail

budaya, lingkungan dan pengalaman.

b. Persepsi nyeri, persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat

subjektif tempatnya pada korteks (pada fungsi evaluative kognitif).

Persepsi ini dipengaruhi oleh factor yang dapat memicu stimulasi

nociceptor.

c. Toleransi nyeri. Toleransi ini erat hubungannya dengan intensitas nyeri

yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang menahan nyeri.

Factor yang dapat mempengaruhi peningkatan toleransi nyeri antara

lain: alcohol, obat-obatan, hipnotis, gesekan atau garukan, pengalihan

perhatian, kepercayaan yang kuat, dan sebagainya. Sedangkan factor

yang menurunkan toleransi antara lain kelelahan, rasa marah, bosan,

cemas, nyeri yang tidak kunjung hilang, sakit dan lain-lain.

d. Reaksi terhadap nyeri. Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respon

seseorang terhadap nyeri, seperti ketakutan, gelisah, cemas, menangis,

dan menjerit. Semua ini merupakan bentuk respon nyeri yang dapat

dipengaruhi oleh beberapa factor, seperti arti nyeri, tingkat persepsi

31
nyeri, pengalaman masa lalu, nilai budaya, harapan social, kesehatan

fisik dan mental, rasa takut, cemas, usia, dan lain-lain.

7. Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

a. Mengurangi factor yang dapat menambah nyeri, misalnya ketidak

percayaan, kesalahpahaman, ketakutan, kelelahan, dan kebosanan.

1) Ketidak percayaan. Pengakuan perawat akan rasa nyeri yang

diderita pasien dapat mengurangi nyeri. Hal ini dapat dilakukan

melalui pernyataan verbal, mendengarkan dengan perhatian

mengenai keluhan nyeri pasien, dan mengatakan kepada pasien

bahwa perawat mengkaji rasa nyeri pasien agar dapat lebih

memahami tentang nyerinya.

2) Kesalapahaman. Mengurangi kesalahpahaman pasien tentang

nyerinya akan mengurangi nyeri. Hal ini dilakukan dengan

meberitahu pasien bahwa nyeri yang dialami sangat individual dan

hanya pasien yang tahu secara pasti tentang nyerinya.

3) Ketakutan . memberikan infirmasi yang tepat dapat mengurangi

ketakutan pasien dengan mengajarkan pasien untuk

mengekpresikan bagaimana mereka menangani nyeri.

4) Kelelahan. Kelelahan dapat memperberat nyeri. Untuk

mengatasinya, kembangkan pola aktivitas yang dapat memberikan

istirahat yang cukup.

5) Kebosanan. Kebosanan dapat meningkatkan rasa nyeri. Untuk

mengurangi nyeri dapat digunakan pengalih perhatian yang bersifat

terapeutik. Beberapa teknik pengalih perhatian adalah bernapas

32
pelan dan berirama, memijat secara perlahan, menyanyi berirama,

aktif mendengarkan music, membayangkan hal-hal yang

menyenangkan, dan sebagianya.

b. Memodifikasi stimulus nyeri dengan menggunakan teknik-teknik

seperti :

1) Teknik latihan pengalihan

a) Menonton televise

b) Berbincang-bincang dengan orang lain.

c) Mendengarkan musik.

2) Teknik relaksasi nafas dalam

a) Menganjurkan pasien untuk menarik napas dalam dan mengisi

paru-paru dengan udara, menghembuskannya secara perlahan,

melemaskan otot-otot tangan, kaki, perut, dan punggung, serta

mengulangi hal yang sama sambil terus berkonsentrasi hingga

didapat rasa nyaman, tenang dan rileks.

3) Stimulasi kulit

a) Menggosok dengan halus pada daerah nyeri.

b) Menggosok punggung.

c) Menggunakan air hangat dan dingin.

d) Memijat dengan air mengalir.

c. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat analgetik, yang

dilakukan guna mengganggu atau memblok transmisi stimulus agar

terjadi perubahan persepsi dengan cara mengurangi kortikal terhadap

nyeri.

33
d. Pemberian stimulator listrik, yaitu dengan memblok atau mengubah

stimulus nyeri dengan stimulus yang kurang dirasakan. Bentuk

stimulator metode stimulus listrik meliputi:

1) Transcutaneous electrical stimulator (TENS), digunakan untuk

mengendalikan stimulus manual daerah nyeri tertentu dengan

menempatkan beberapa electrode di luar.

2) Pencutaneus implanted spinal cord epidural stimulator merupakan

alat stimulator sumsum tulang belakang dan epidural yang

diimplan dibawah kulit dengan transistor timah penerima yang

dimasukan kedalam kulit pada daerah epidural dan columna

vertebrae.

3) Stimulator columna vertebrae, sebuah stimulator dengan stimulus

alat penerima transistor dicangkok melalui kantong kulit

intraclavikula atau abdomen, yaitu elektroda ditanam melalui

pembedahan pada dorsum sumsum tulang belakang.

8. Teknik Relaksasi Nafas Dalam

a. Pengertian teknik relaksasi nafas dalam

Teknik relaksasi merupakan intervensi keperawatan secara

mandiri untuk menurunkan intensitas nyeri, meningkatkan ventilasi

paru dan meningkatkan oksigenasi darah. Relaksasi otot skeletal

dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan tegangan otot

yang menunjang nyeri, ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa

relaksasi efektif dalam meredakan nyeri. Sedangkan latihan nafas

dalam adalah bernafas dengan perlahan dan menggunakan diafragma,

34
sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada

mengembang penuh ( Smeltzer (2002) dalam Trullyen, (2013).

Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan

keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien

bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan

inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas

secara perlahan, Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik

relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan

meningkatkan oksigenasi darah ( Smeltzer & Bare dalam Trullyen,

2013 ) .

b. Tujuan Tekhnik Relaksasi Nafas Dalam

Tujuan relaksasi pernafasan adalah untuk meningkatkan

ventilasi alveoli,memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi paru,

merilekskan tegangan otot, meningkatkan efesiensi batuk, mengurangi

stress baik stress fisik maupun emosional yaitu menurunkan intensitas

nyeri (mengontrol atau mengurangi nyeri) dan menurunkan kecemasan

( Smeltzer dan Bare (2002) dalam Trullyen, 2013).

Tujuan nafas dalam adalah untuk mencapai ventilasi yang lebih

terkontrol dan efisien serta untuk mengurangi kerja bernafas,

meningkatkan inflasi alveolarmaksimal, meningkatkan relaksasi otot,

menghilangkan ansietas, menyingkirkan pola aktivitas otot-otot

pernafasan yang tidak berguna, tidak terkoordinasi, melambatkan

frekuensi pernafasan, mengurangi udara yang terperangkap serta

mengurangi kerja bernafas ( Suddarth dan Brunner, 2002)

35
c. Patofisiologi Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap nyeri

Menurut Brunner & Suddarth (2002) dalam Trullyen, (2013)

teknik relaksasi nafas dalam dapat mengendalikan nyeri dengan

meminimalkan aktivitas simpatik dalam sistem saraf otonom.

Relaksasi melibatkan otot dan respirasi dan tidak membutuhkan alat

lain sehingga mudah dilakukan kapan saja atau sewaktu-waktu. Prinsip

yang mendasari penurunan oleh teknik relaksasi terletak pada fisiologi

sistem saraf otonom yang merupakan bagian dari sistem saraf

periferyang mempertahankan homeostatis lingkungan internal

individu. Pada saat terjadi pelepasan mediator kimia seperti bradikinin,

prostaglandin dan substansi p yang akan merangsang saraf simpatis

sehingga menyebabkan saraf simpatis mengalami vasokonstriksi yang

akhirnya meningkatkan tonus otot yang menimbulkan berbagai efek

spasme otot yang akhirnya menekan pembuluh darah. Mengurangi

aliran darah dan meningkatkan kecepatan metabolisme otot yang

menimbulkan pengiriman impuls nyeri dari medulla spinaliske otak

dan dipersepsikan sebagai nyeri.

d. Penatalaksanaan Teknik Relaksasi Nafas Dalam

Ada beberapa posisi relaksasi nafas dalam yang dapat dilakukan

menurut Smeltzer & Bare, (2002) dalam Trullyen, (2013)yaitu :

1) Posisi relaksasi dengan terlentang

Letakkan kaki terpisah satu sama lain dengan jari-jari kaki agak

meregang lurus kearah luar, menyentuh sisi tubuh, pertahankan

36
kepala sejajar dengan tulang belakang dan gunakan bantal yang tipis

dan kecil di bawah kepala.

2) Posisi relaksasi dengan berbaring miring

Berbaring miring, kedua lutut ditekuk, dibawah kepala diberi bantal

dan dibawah perut sebaiknya diberi bantal juga, agar perut tidak

menggantung.

3) Posisi relaksasi dalam keadaan berbaring terlentang

Kedua lutut ditekuk, berbaring terlentang, kedua lutut ditekuk, kedua

lengan disamping telinga.

4) Posisi relaksasi dengan duduk

Duduk dengan seluruh punggung bersandar pada kursi, letakkan kaki

datar pada lantai, letakkan kaki terpisah satu sama lain, gantungkan

lengan pada sisi atau letakkan pada lengan kursi dan pertahankan

kepala sejajar dengan tulang belakang.

e. Prosedur Teknik Relaksasi Nafas Dalam

Prosedur teknik relaksasi nafas dalam menurut Priharjo (2003)

dalam Trullyen, (2013) yakni dengan bentuk pernafasan yan digunakan

pada prosedur ini adalah pernafasan diafragma yang mengacu pada

pendataran kubah diagfragma selama inspirasi yang mengakibatkan

pembesaran abdomen bagian atas sejalan dengan desakan udara masuk

selama inspirasi. Adapun langkah-langkah teknik relaksasi nafas dalam

adalah sebagai berikut :

1) Ciptakan lingkungan yang tenang

37
2) Usahakan tetap rileks dan tenang (Dengan memodifikasi tindakan

nonfarmakologis yang lain meliputi distraksi.

3) Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan

udara melalui hitungan 1,2,3.

4) Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil merasakan

ekstrimitas atas dan bawah rileks.

5) Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali

6) Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui

Mulut.

7) Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa

berkurang.

8) Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali.

f. Faktor-faktor yang mempengaruhi teknik relaksasi napas dalam

terhadap penurunan nyeri

Teknik relaksasi nafas dalam dipercaya dapat menurunkan

intensitas nyeri melalui mekanisme yaitu :

1) Dengan merelaksasikan otot-otot skeletal yang mengalami spasme

yang disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi

vasodilatasi pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah

ke daerah yang mengalami spasme dan iskemic.

2) Teknik relaksasi nafas dalam dipercayai mampu merangsang

tubuh untuk melepaskan opoiod endogen yaitu endorphin dan

enkefalin.

38
3) Mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat Relaksasi melibatkan

sistem otot dan respirasi dan tidak membutuhkan alat lain

sehingga mudah dilakukan kapan saja atau sewaktu-waktu (

Smeltzer dan Bare (2002) dalam Trullyen, 2013).

g. Efek Relaksasi

Teknik relaksasi yang baik dan benar akan memberi efek yang

berharga bagi tubuh, efek tersebut sebagai berikut :

1) Penurunan nadi, tekanan darah dan pernafasan

2) Penurunan konsumsi oksigen

3) Penurunan ketegangan otot

4) Penurunan kecepatan metabolisme

5) Peningkatan kesadaran global

6) Kurang perhatian terhadap stimulasi lingkungan

7) Tidak ada perubahan posisi yang volunter

8) Perasaan damai dan sejahtera

9) Periode kewaspadaan yang santai, terjaga dan dalam (Sulistyo,

2013).

9. Cara Mengukur Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri

dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan

individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan

sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda.

Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah

menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun,

39
pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran

pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).

Pengukuran Skala nyeri dengan metode sebagai berikut :

a. Skala Intensitas Nyeri Deskritif

Gambar 2.1 Skala Intensitas Nyeri Deskritif

b. Skala Identitas Nyeri Numerik

Gambar 2.2 Skala Identitas Nyeri Numerik

c. Skala Analog Visual

Gambar 2.3 Skala Analog Visual

d. Skala Nyeri Menurut Bourbanis

Gambar 2.4 Skala Nyeri Menurut Bourbanis

40
Keterangan :

0 : Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi

dengan baik.

4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis,

menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat

mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan

baik.

7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat

mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan,

dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat

mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi

nafas panjang dan distraksi

10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi

berkomunikasi, memukul ( Smeltzer, S.C bare B.G, 2002) .

Karakteristik paling subyektif pada nyeri adlah tingkat keparahan

atau intensitas nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk

mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan, sedang atau parah. Namun,

makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan klien. Dari waktu ke

waktu informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan.

Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri

yang lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor

Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima

41
kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang

garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri

yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan

meminta klien untuk memilih intensitas nyeri trbaru yang ia rasakan.

Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan

dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini

memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan

nyeri. Skala penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS) lebih

digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien

menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif

digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi

terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka

direkomendasikan patokan 10 cm (Potter, 2005).

Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel

subdivisi. VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri

yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala

ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan

nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih

sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari

pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (Potter, 2005).

Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah

digunakan dan tidak mengkomsumsi banyak waktu saat klien

melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan memahami skala, maka

deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskritif bermanfaat bukan saja

42
dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi

perubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunakan setelah terapi atau

saat gejala menjadi lebih memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami

penurunan atau peningkatan (Potter, 2005).

43
BAB III

METODE STUDI KASUS

A. Rancangan Studi Kasus

Pada studi kasus ini penulis menggunakan studi kasus deskriptif dengan

pendekatan proses keperawatan yang komperhensif meliputi pengkajian,

diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

B. Subjek Studi Kasus

Subjek studi kasus ini adalah klien dengan fraktur femur yang dirawat di

Ruang Laika Waraka RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.

C. Fokus Studi

1. Kebutuhan rasa nyaman pada pasien Fraktur Femur

2. Penerapan teknik relaksasi nafas dalam pada pasien nyeri akut

D. Definisi Operasional Fokus Studi

1. Asuhan keperawatan pada pasien fraktur femur adalah proses atau

rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan secara

langsung kepada klien diberbagai tatanan pelayanan kesehatan. Tahapan

asuhan keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana

tindakan keperawatan, pelaksanaan tindakan keperawatan dan evaluasi.

2. Pengkajian pada pasien dengan fraktur femur adalah berfokus pada

pengkajian PQRST Provoking Incident : hal yang menjadi faktor

presipitasi nyeri adalah trauma pada bagian paha. Quality of pain : klien

merasakan nyeri yang bersifat menusuk, tumpul atau tersayat. Region,

radiation, relief : nyeri terjadi dibagian paha yang mengalami patah

tulang. Nyeri dapat redah dengan imobilisasi atau istrahat. Severity (scale)

44
of pain : secara subjektif, nyeri yang dirasakan klien antara 4-7 pada

rentang skala pengukuran 0-10. Time : berapa lama nyeri berlangsung,

kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.

3. Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu

sebagai dasar dalam memilih intervensi yang akan dilakukan. Dalam studi

kasus ini peneliti mengambil diagnosa aktual dengan menggunakan rumus

P+E+S (Problem+Etiologi+Symptom), pada pasien dengan fraktur femur

diagnosa utama yang lazim muncul yaitu nyeri akut.

4. Perencanaan keperawatan pada pasien dengan fraktur femur dalam

pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah dengan latihan tekhik relaksasi

nafas dalam.

5. Implementasi adalah perwujudan atau pelaksanaan perencanaan

keperawatan oleh perawat dan klien. Perencanaan keperawatannya yaitu

latihan teknik relaksasi nafas dalam.

Langkah-langkah yang dilakukan:

9) Ciptakan lingkungan yang tenang


10) Usahakan tetap rileks dan tenang (Dengan memodifikasi tindakan
nonfarmakologis yang lain meliputi distraksi.
11) Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan
udara melalui hitungan 1,2,3.
12) Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil
merasakan ekstrimitas atas dan bawah rileks.
13) Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali
14) Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui
Mulut.
15) Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa
berkurang.

45
16) Ulangi sampai 10 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali.
6. Evaluasi Keperawatan. Dalam studi kasus ini akan melakukan evaluasi

terhadap data atau keluhan pasien dengan melakukan observasi sebelum

melakukan tindakan dan setelah melakukan tindakan apakah mengalami

perubahan atau tidak. Salah satu data yang di dapat seperti ekspresi wajah

yang awalnya meringis menjadi sedikit rileks, dan menanyakan kepada

pasien skala dari nyeri yang dirasakan dari dengan angkah rujuakan 0- 10

berada diangkah berapa.

7. Klien dengan fraktur femur adalah seorang individu atau pasien yang

mengalami patah tulang pada daerah paha dengan masalah nyeri akut

dalam pemenuhan kebutuhan rasa nyaman.

8. Nyeri adalah perasaan tidak nyaman yang sangat subjekif yang hanya

orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi

perasaan tersebut.

9. Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan

keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien

bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi

secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan,

Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam

juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi

darah.

46
E. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam studi kasus ini adalah :

1. Wawancara

Wawancara merupakan alat re-cheking atau pembuktian terhadap

informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya (Nursalam, 2003).

Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data subjektif dengan

menggunakan pertanyaan terbuka atau tertutup, penulis bertanya

langsung kepada klien dengan fraktur femur. Dengan demikian akan

memudahkan penulis untuk mengetahui masalah keperawatan klien.

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik adalah teknik pengumpulan data dengan

melakukan pemeriksaan mulai dari inspeksi, perkusi, palpasi dan

auskultasi untuk mendapatkan data fisik klien secara keseluruhan. Penulis

melakukan pemeriksaan fisik secara langsung pada klien dengan fraktur

femur

3. Observasi Partisipatif

Observasi partisipatif adalah suatu teknik pengumpulan data

yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan melaksanakan

asuhan keperawatan pada klien selama dirawat di rumah sakit dan

lebih bersifat obyektif, yaitu dengan melihat respon klien setelah

dilakukan tindakan. Penulis melakukan observasi partisipatif dengan

cara melihat respon klien setelah penulis melakukan tindakan

keperawatan.

47
4. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi adalah suatu teknik yang diperoleh dengan

mempelajari buku laporan, catatan medis serta hasil pemeriksaan yang

ada. Penulis mempelajari buku laporan, catatan yang mengenai data-data

klien dengan fraktur femur.

F. Lokasi dan Waktu Studi Kasus

1. Lokasi Studi Kasus

Studi kasus ini telah dilaksanakan di Ruang Laika Waraka Bedah

Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.

2. Waktu Studi Kasus

Studi kasus ini telah dilaksanakan pada tanggal 09 – 12 Juli 2018

G. Pengolaan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data yang dilakukan dalam studi kasus ini

adalah : setelah melakukan pengkajian data didapatkan data kesehatan dan

keperawatan kemudian data-data tersebut diolah dalam bentuk data subjektif

dan objektif kemudian dilakukan analisa data untuk mendapatkan

permasalahan keperawatan yang dialami klien, setelah masalah keperawatan

ditemukan maka masalah tersebut diangkat untuk dijadikan diagnosa

keperawatan kemudian mulai melakukan perencanaan, pelaksanaan dan

evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan

48
H. Etika Studi Kasus

1. Informed consent (lembar persetujuan)

Penulis meminta partisipan untuk menandatangani lembar

persetujuan studi kasus setelah partisipan menyatakan ketersediaannya

untuk berpartisipasi dalam penelitian. Bila subyek menolak maka peneliti

tidak akan memaksakan kehendak dan tetap menghormati hak-hak subyek.

2. Anonymity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan partisipan, maka dalam lembar

pengumpulan data tidak dicantumkan nama tetapi diberikan kode.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari partisipan

dijaga oleh peneliti. Data hanya disajikan atau dilaporkan dalam bentuk

kelompok yang berhubungan dengan penelitian ini.

4. Beneficience

Peneliti melindungi subjek agar terhindar dari bahaya dan

ketidaknyamanan fisik.

5. Full disclosure

Peneliti memberikan kepada responden untuk membuat keputusan

secara sukarela tentang partisipasinya dalam penelitian ini dan keputusan

tersebut tidak dapat dibuat tanpa memberikan penjelasan selengkap-

lengkapnya (Nursalam, 2008).

49
BAB IV

HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN

A. HASIL STUDI KASUS

1. Tinjauan Tentang Lokasi Penelitian

a. Letak Geografis

RSU Bahteramas merupakan Rumah Sakit pusat rujukan di

wilayah Sulawesi Tenggara. Status RSU Bahteramas saat ini adalah

Rumah Sakit Pendidikan Kelas B dan berfungsi sebagai Rumah Sakit

pendidikan bagi dokter, dan tenaga kesehatan lainnya. RSU Bahteramas

Provinsi Sulawesi Tenggara berdiri diatas tanah seluas 69.000 m2. Luas

seluruh bangunan adalah 22.577,38 m2. Halaman parker seluas ± 1,500 m2.

Selain itu, ditunjang oleh gedung administrasi, instalasi gizi, pemeliharaan

instalasi listrik dan air.

RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara terletak di ibukota

Provinsi Sulawesi Tenggara yaitu Kendari tepatnya di jalan Kapten Pierre

Tendean No.40 Baruga, dengan batas wilayah sebagai berikut :

1) Sebelah Utara : Kantor Pengadilan Agama

2) Sebelah Timur : Kantor Polsek Baruga

3) Sebelah Selatan : Perumahan Penduduk

4) Sebelah Barat :Balai Pertanian Provinsi Sulawesi Tenggara

b. Saranan dan Prasarana

RSU Bahteramas Provinsi Sultra memiliki sarana dan prasarana

terdiri dari bangunan fisik seluas 98.000 m2. Sebagai sarana fisik termasuk

sarana pelayanan pasien telah direhabilitasi dan direnovasi. Sarana

50
kesehatan terdiri dari pelayanan rawat jalan, rawat inap, instalasi, dan

pelayanan penunjang medik. Pelayanan rawat jalan terdiri dari: poliklinik

penyakit dalam, poliklinik kesehatan anak, poliklinik bedah, poliklinik

THT, poliklinik mata, poliklinik kulit dan kelamin, poliklinik kesehatan

gigi dan mulut, poliklinik neurologi, poliklinik kebidanan dan penyakit

kandungan, poliklinik jantung dan kardiovaskuler dan poliklinik gizi.

Sedangkan pelayanan rawat inap terdiri dari ruang penyakit dalam,

kesehatan anak, bedah, THT, mata, kulit dan kelamin, gigi dan mulut,

neurologi, penyakit kandungan, perawatan intensif, prenatologi, sedangkan

instalasi terdiri dari instalasi gawat darurat dan instalasi rekam medik.

Pelayanan penunjang antara lain terdiri dari: patologi klinik,

patologi anatomi, radiologi, farmasi, dan pelayanan lain seperti binatu,

ambulance, dan perawatan seperti pengatur jenazah.

c. Tugas Pokok dan Fungsi Rumah Sakit

Tugas pokok dan fungsi RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi

Tenggara mengacuh pada perda nomor 3 tahun 1999 susunan organisasi

tata kerja RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara yakni

“melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna

dan mengutamakan penyakit dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan

secara serasi dan terpadu melalui upaya peningkatan, pencegahan dan

pelaksanaan upaya rujukan” untuk melaksanakan tugas pokok

sebagaimana tersebut diatas, RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara

mempunyai fungsi yaitu menyelenggarakan pelayanan medik,

menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan, menyelenggarakan

51
pelayanan rujukan, menyelenggarakan pelayanan pendidikan dan

pelatihan, menyelenggarakan pelatihan dan pengembangan kesehatan,

menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan.

d. Organisasi dan Manajemen

Struktur organisasi RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara

ditetapkan berdasarkan PP Nomor 41 Tahun 2007 yang dituangkan dalam

Perda Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor 5 Tahun 2008, Peraturan

Gubernur Sulawesi Tenggara Nomor 65 Tahun 2008 dan Pola Kelola RSU

Provinsi Sulawesi Tenggara.

Pimpinan RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara disebut

Direktur dan menduduki jabatan struktural eselon IIb. Direktur dibantu

oleh 3 (tiga) orang Wakil Direktur yaitu : Wakil Direktur Pelayanan,

Wakit Direktur Umum dan Keuangan, dan Wakil Direktur Perencanaan

dan Diklat, masing-masing menduduki jabatan structural eselon IIIa.

Wakil Direktur Pelayanan membawahi 3 (tiga) bidang, yakni

Bidang Pelayanan Medis, Bidang Pelayanan Keperawatan, dan Bidang

Penunjang Pelayanan. Wakil Direktur Umum dan Keuangan membawahi 3

(tiga) bagian yakni Bagian Umum, Bagian Sumber Daya Manusia dan

Bagian Keuangan. Wakil Direktur Perencanaan dan Diklat membawahi 3

(tiga) bidang, yakni Bidang Perencanaan dan Evaluasi, Bidang Informasi

dan Rekam Medis, Bidang Diklat dan Litbang. Kepala Bidang dan Kepala

Bagian menduduki jabatan struktural eselon IIIb. Kepala Seksi dan Kepala

Sub Bagian menduduki jabatan struktural eselon Iva.

52
Wakil Direktur Pelayanan Medis membawahi :

1. Kepala Bidang Pelayanan Medik, yang membawahi Seksi Pelayanan

Fasilitas Medik, dan Seksi Pelayanan Mutu dan Pelayanan Medik

2. Kepala Bidang Pelayanan Keperawatan, yang membawahi Seksi

Asuhan Keperawatan

3. Kepala Bidang Penunjang Pelayanan, yang membawahi Seksi

Pelayanan Fasilitas Penunjang Medis dan Seksi Pengendalian Mutu

dan Medis.

Wakil Direktur Perencanaan dan Diklat membawahi :

1. Kepala Bidang Perencanaan dan Evaluasi, yang membawahi Seksi

Penyusunan Program dan Anggaran dan Seksi Evaluasi Penyusunan

Laporan;

2. Kepala Bidang Informasi dan Rekam Medis, yang membawahi Seksi

Sistem Informasi dan Pemasaran dan Seksi Rekam Medis;

3. Kepala Bidang Diklat dan Litbang, yang membawahi Seksi Diklat dan

Seksi Litbang dan Perpustakaan.

Wakil Direktur Umum dan Keuangan, membawahi :

1. Bagian Umum, yang membawahi Sub Bagian Administrasi dan

Ketatausahaan, Sub Bagian Perlengakapan dan Rumah Tangga, dan

Sub Bagian Humas dan Hukum;

2. Bagian Sumber Daya Manusia, yang membawahi Sub Bagian

Administrasi Kepegawaian dan penempatan, Sub Bagian

Pengembangan SDM, dan Sub Bagian Mutasi dan Akreditasi;

53
3. Bagian Keuangan, yang membawahi Sub Bagian Perbendaharaan, Sub

Bagian Akuntansi dan Verifikasi, dan Sub Bagian Mobilisasi Dana.

Selain jabatan struktural, juga terdapat kelompok fungsi yang

terdiri dari Komite Medik, Komite Keperawatan, Komite Pencegahan

Infeksi, Komite Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Komite Keselamatan

Pasien, Komite Etik dan Hukum, Staf Medis Fungsional (SMF), instansi

dan jabatan fungsional lain. Untuk pengawasan, terdapat Satuan Pengawas

Intern dan Dewan Pengawas.

Untuk menunjang kegiatan pelayanan, terdapat 16 Instalasi di RSU

Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara, yaitu Instalasi Rawat Jalan,

Instalasi Rawat Inap, Instalasi Gawat Darurat (IGD) , Instalasi Perawatan

Intensif (ICU), Instalasi Radiologi, Instalasi Patologi Klinik

(Laboratorium), Instalasi Patologi Anatomi, Instalasi Farmasi, Instalasi

Bedah Sentral, Instalasi Rehabilitasi Medik, Instalasi Gizi, Instalasi

Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit (IPSRS), Instalasi Sanitasi, Instalasi

Bindatu, Instalasi Sterilisasi dan Desinfeksi, dan Instalasi Pemulasan

Jenazah.

e. Visi dan Misi BLUD RSU Bahteramas Provinsi Sultra

1. Visi RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara

Pembangunan kesehatan di Sulawesi Tenggara mengacu pada visi

yang telah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi

Tenggara yaitu “ Terwujudnya Rumah Sakit Unggulan di Sulawesi

Tenggara “

54
2. Misi RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara

Untuk mewujudkan visi diatas, maka misi yang diemban oleh RSU

Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara adalah :

a) Memberikan pelayanan kesehatan prima berlandaskan etika

profesi.

b) Menyelenggarakan pendidikan, pelatihan dan penelitian

tenaga kesehatan.

c) Meningkatkan kesejahteraan karyawan.

3. Motto dan Filosofi RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara

a) Motto RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara

”Melayani dengan hati dan senyum”

b) Filosofi RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara

“Melayani dengan baik merupakan ibadah”

55
2. ASUHAN KEPERAWATAN

Hasil studi kasus gambaran asuhan keperawatan pada tn. D dengan

fraktur femur 1/3 proksimal dekstra yang telah dilaksanakan pada tanggal 09

– 11 Juli 2018 di Ruang Laika Waraka Bedah RSU Bahteramas Provinsi

Sulawesi Tenggara. Asuhan keperawatan ini dimulai dari pengkajian,

diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

a. Pengkajian

1) Biodata Klien

Nama : Tn. D

Usia : 36 tahun

Jenis Kelamin : laki-laki

Alamat : kec. Molawe, kab. Konawe utara

Suku/Bangsa : Tolaki/ Indonesia

Status Perkawinan : belum menikah

Agama : islam

Pekerjaan : petani

Diagnosa Medik : fraktur femur 1/3 proksimal dekstra

No. Rekam Medik : 53-29-95

Tanggal Masuk : 03 Juli 2018

Tanggal Pengkajian : 09 Juli 2018

56
2) Penanggung Jawab

Nama : Ny. B

Usia : 54 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : petani

Hubungan Dengan Klien : orang tua ( ibu)

Klien masuk rumah sakit pada tanggal 03 Juli 2018 Jam 13.10

Wita. Pengkajian dilakukan pada tanggal 09 Juli 2018 jam 08.30 Wita

diperoleh melalui observasi langsung, pemeriksaan fisik, menelaah catatan

medik maupun catatan perawat. Keluhan utama yang dirasakan, klien

menyeluh nyeri pada kaki bagian paha sebelah kanan setelah operasi, nyeri

seperti tertusuk-tusuk, skala nyeri 4, nyeri timbul saat digerakan, klien

tampak gelisah, ekspresi wajah meringis..

Riwayat kesehatan sekarang klien masuk RSU Bahteramas melalui

rujukan dari RSUD Kab. Konawe Utara, klien mengalami kecelakaan

sepeda motor. Kemudian klien masuk melalui IGD RSU Bahteramas, saat

di IGD klien mengeluh nyeri pada ekstermitas bagian paha kaki kanan.

Klien mendapatkan terapi infus RL 20 tetes per menit, dan pembidaian.

Hasil rontgen pada ekstremitas bawah sebelah kanan terdapat fraktur

femur 1/3 proksimal dekstra. Setelah itu klien dibawah ke ruang laika

waraka bedah pada jam 16.30 Wita untuk dilakukan perawatan dan

menunggu jadwal operasi. Operasi dilakukan pada tanggal 04 Juli 2018

jam 10.00 Wita selesai pada jam 12.30 Wita.

57
Sebelumnya klien pernah mengalami sakit demam. Riwayat

kesehatan keluarga, klien mengatakan di dalam anggota keluarga tidak ada

yang menderita penyakit keturunan seperti, diabetes mellitus, dan

hipertensi. Dalam silsilah keluarga, Tn. D adalah anak ke 1 (pertama) dari

3 bersaudara.

Genogram :

? ? ? ? ? 54

36 30 26

Keterangan :

= Laki - Laki

= Perempuan

= Laki – Laki meningggal

= Perempuan meninggal

= Garis Perkawian

= Garis Keturunan

= Tinggal Serumah

= Klien

? = tidak diketahui usianya

58
Hasil pemeriksaan keadaan umum klien lemah. Tingkat kesadaran

klien sadar penuh (compos mentis) dengan nilai Glasglow Coma Scale

(GCS): 15 (eye 4, verbal 5, motorik 6). Hasil pemeriksaan tanda-tanda

vital adalah sebagai berikut, tekanan darah 110/70 mmhg, nadi 68 kali per

menit dengan irama teratur dan kuat, frekuensi pernafasan 20 kali per

menit dengan irama teratur, dan suhu 36,5o C.

Pengkajian kebutuhan kenyamanan, penyebab nyeri yaitu trauma

langsung akibat kecelakaan sepeda motor dan kemudian setelah dilakukan

tindakan operasi, daerah yang nyeri yaitu pada daerah bekas operasi pada

paha kaki kanan 1/3 proksimal dekstra, dengan intensitas nyeri 4 (nyeri

sedang), kualitas nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri dirasakan saat kaki

kanan digerakan, klien tampak gelisah dengan ekspresi wajah meringis,

klien tidak pernah menderita penyakit/ trauma yang menyebabkan nyeri

sebelumnya.

Pengaruh nyeri terhadap istrahat dan tidur, sebelum sakit klien

mengatakan tidur kurang lebih 7-8 jam sehari, dari jam 21.00-05.00 Wita

dengan nyenyak. Klien mengatakan terkadang juga tidur siang kurang

lebih 2 jam sehari. Selama sakit klien mengatakan belum bias tidur

nyenyak karena terganggu akibat merasakan nyeri.

Pola kognitif perseptual, sebelum sakit klien mengatakan

penglihatan, pendengaran, dan bicara jelas. Selama sakit klien mengatakan

dapat berkomunikasi dengan baik. Tidak ada gangguan penglihatan,

mampu berorientasi penuh pada lingkungan, mengidentifikasi keadaan

59
orang, situasi dengan kesadaran penuh, serta tidak ada gejala lain yang

menyertai nyeri

Pemeriksaan penunjang yang dijalani adalah pemeriksaan radiologi

( rontgen), dan pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan laboratorium

yang dilakukan pada tanggal 04 Juli 2018 didapatkan hasil Hemoglobin

15,0 g/dl, hematrokit 50,0 %, eritrosit 6,34 juta/mm3, leukosit

25,100/mm3, trombosit 343,000 U/L, basophil 0,2%, eosinophil 1,0%,

neutrophil 44,7%, limfosit 92,6%, monosit 2,9%, MCV 80 fL, MCH 25

pg, MCHC 32%, golongan darah B/ Rh (+), masa perdarahan BT 02’10’’

menit, masa pembekuan CT 06’15’’ menit, HbsAg kualitatif negative,

glukosa darah sewaktu 107 mg/dl.

Hasil pemeriksaan Rontgen tanggal 03 Juli 2018 pada ekstremitas

bawah sebelah kanan terdapat fraktur femur 1/3 proksimal dekstra.

Program terapi yang didapatkan klien pada tanggal pada tanggal 09

juli 2018, yaitu infus RL 20 tpm (tetes per menit), ketorolax 1 amp/ 12 jam

melalui injeksi intravena

b. Analisa data

Nama pasien : Tn. D

Umur : 36 Thn

No RM : 53-29-95

Tabel 4.1
Analisa Data
No. Symtom Etiologi Problem

1. Ds: Trauma langsung


Nyeri akut
- Klien mengeluh nyeri pada kaki

60
bagian paha sebelah kanan Fraktur

- Nyeri dirasakan setelah operasi

- Nyeri seperti tertusuk-tusuk Pergeseran fragmen

- Skala nyeri 4 tulang

- Nyeri timbul saat kaki kanan

digerakan Nyeri akut

Do :

- Keadaan umum lemah

- Kesadaran composmentis

- Klien tampak gelisah

- Ekspresi wajah meringis

- Pada ekstermitas bawah paha

kanan terpasang penampung

(draine) dan verban

- Hasil rontgen terdapat fraktur

femur 1/3 proksimal dekstra.

- TTV :

TD: 110/70 mmHg S : 36,5oC

N : 68 x/menit P : 20x/menit

c. Diagnosa keperawatan

Nama pasien : Tn. D

Umur : 36 Thn

No RM : 53-29-95

61
Tabel 4.2
Diagnosa Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan Tanggal & paraf

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera

fisik : post op ORIF yang ditandai dengan : 09 Juli 2018

Ds:

- Klien mengeluh nyeri pada kaki bagian paha Muh. Afif L. A

sebelah kanan

- Nyeri dirasakan setelah operasi

- Nyeri seperti tertusuk-tusuk

- Skala nyeri 4

- Nyeri timbul saat kaki kanan digerakan

Do :

- Keadaan umum lemah

- Kesadaran composmentis

- Klien tampak gelisah

- Ekspresi wajah meringis

- Pada ekstermitas bawah paha kanan terpasang

penampung (draine) dan verban

- Hasil rontgen terdapat fraktur femur 1/3

proksimal dekstra.

- TTV :

TD: 110/70 mmHg S : 36,5oC

N : 68 x/menit P : 20x/menit

62
d. Intervensi keperawatan

Nama pasien : Tn. D

Umur : 36 Thn

No RM : 53-29-95

Tabel 4.3
Intervensi Keperawatan
Tujuan dan
Diagnosa
No. Kriteria hasil Intervensi (NIC) Rasional
keperawatan
(NOC)

Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Kaji nyeri 1. untuk

berhubungan tindakan mengetahui

dengan agen keperawatan selah tingkat nyeri

cedera fisik: 3 x 24 jam, yang dirasakan

post op ORIF diharapkan nyeri klien

berkurang dengan 2. Monitor 2. untuk

kriteria hasil : tanda-tanda mengetahui

- Klien vital keadaan klien

mengatakan 3. Berikan posisi 3. agar klien

nyeri berkurang yang nyaman merasa nyaman

- Skala nyeri 0-2 (semi fowler)

- Ekspresi wajah 4. Ajarkan 4. untuk

rileks teknik mengurangi

- Klien bias relaksasi nyeri yang

melakukan cara nafas dalam dirasakan klien

mengontrol nyeri 5. Kolaborasi 5. agar nyeri

63
(teknik nafas dengan tim pasien

dalam) medis dalam berkurang

- TTV dalam batas pemberian

normal obat analgetik

TD : 110/70- (ketorolax 1

120/80 amp/ 12 jam)

Nadi : 60-100

x/menit

Pernapasan : 16-

20 x/menit

Suhu : 36-37oC.

e. Implementasi keperawatan

Nama pasien : Tn. D

Umur : 36 Thn

No RM : 53-29-95

Tabel 4.4
Implementasi Keperawatan
No. Diagnosa Hari/tanggal Implementasi Paraf

keperawatan Jam

1. Nyeri akut Senin 1. mengkaji nyeri klien

09 Juli 2018 Hasil : respon subjektif:

08.30 wita - Klien mengatakan nyeri

pada kaki bagian paha

64
sebelah kanan

- Nyeri dirasakan setelah

operasi

- Nyeri dirasakan seperti

tertusuk-tusuk

- Skala nyeri 4

- Nyeri timbul saat digerakan

Respon objektif:

- Ekspresi wajah meringis

- Klien Nampak gelisah

- Ekstermitas sebelah kanan

terpasang penampung

(draine) dan verban

- Hasil rontgen terdapat

fraktur femur 1/3 proksimal

dekstra.

08.40 wita 2. Memonitor tanda-tanda

vital

Hasil : respon subjektif:

- Klien mengatakan bersedia

dilakukan pemeriksaan

tekanan darah

Respon objektif :

TD: 110/70 mmHg

65
N : 68x/ menit

P : 20 x/ menit

S : 36,5oC

08.45 wita 3. Memberikan posisi yang

nyaman (semi fowler)

Hasil : respon subjektif :

- Klien mengatakan nyaman

dengan posisi yang

diberikan

Respon objektif

- Klien tampak nyaman dengan

posisi yang diberikan

08.50 wita 4. Mengajarkan teknik

relaksasi nafas dalam

Hasil : respon subjektif

- Klien mengatakan paham

dengan teknik relaksasi

yang diajarkan.

Respon objektif :

- Klien mampu melakukan

teknik relaksasi secara

mandiri

09.00 wita 5. Berkolaborasi dengan tim

medis dalam pemberian obat

66
analgetik (ketorolax 1 amp/

12 jam)

Hasil : respon subjektif:

- Klien mengatakan bersedia

di suntik

Respon objektif

- Injeksi melalui intravena

dan tidak terjadi alergi.

2. Nyeri akut Selasa 1. mengkaji nyeri klien

10 Juli 2018 Hasil : respon subjektif:

08.00 wita - Klien mengatakan nyeri

pada kaki bagian paha

sebelah kanan

- Nyeri dirasakan setelah

operasi

- Nyeri dirasakan seperti

tertusuk-tusuk

- Skala nyeri 3

- Nyeri timbul saat digerakan

Respon objektif:

- Ekspresi wajah meringis

67
- Klien Nampak gelisah

- Ekstermitas sebelah kanan

terpasang penampung

(draine) dan verban

- Hasil rontgen terdapat

fraktur femur 1/3 proksimal

dekstra.

08.15 wita 2. Memonitor tanda-tanda

vital

Hasil : respon subjektif:

- Klien mengatakan bersedia

dilakukan pemeriksaan

tekanan darah

Respon objektif :

TD: 110/70 mmHg

N : 72x/ menit

P : 20 x/ menit

S : 36,5oC

08.30 wita 3. Memberikan posisi yang

nyaman (semi fowler)

Hasil : respon subjektif :

- Klien mengatakan nyaman

dengan posisi yang

68
diberikan

Respon objektif

- Klien tampak nyaman dengan

posisi yang diberikan

08.45 wita 4. Mengajarkan teknik

relaksasi nafas dalam

Hasil : respon subjektif

- Klien mengatakan paham

dengan teknik relaksasi

yang diajarkan.

Respon objektif :

- Klien mampu melakukan

teknik relaksasi secara

mandiri

09.00 wita 5. Berkolaborasi dengan tim

medis dalam pemberian obat

analgetik (ketorolax 1 amp/

12 jam)

Hasil : respon subjektif:

- Klien mengatakan bersedia

di suntik

Respon objektif

Injeksi melalui intravena dan

tidak terjadi alergi.

69
6. Nyeri akut Rabu 1. mengkaji nyeri klien

11 Juli 2018 Hasil : respon subjektif:

08.00 wita - Klien mengatakan nyeri

pada kaki bagian paha

sebelah kanan berkurang

- Skala nyeri 2

Respon objektif:

- Ekspresi wajah rileks

- Klien Nampak tenang

- Ekstermitas sebelah kanan

terpasang penampung

(draine) dan verban

- Hasil rontgen terdapat

fraktur femur 1/3 proksimal

dekstra.

08.15 wita 2. Memonitor tanda-tanda

vital

Hasil : respon subjektif:

- Klien mengatakan bersedia

dilakukan pemeriksaan

tekanan darah

Respon objektif :

TD: 120/80 mmHg

N : 72x/ menit

70
P : 20 x/ menit

S : 36,5oC

08.30 wita 3. Memberikan posisi yang

nyaman (semi fowler)

Hasil : respon subjektif :

- Klien mengatakan nyaman

dengan posisi yang

diberikan

Respon objektif

- Klien tampak nyaman dengan

posisi yang diberikan

08.45 wita 4. Mengajarkan teknik

relaksasi nafas dalam

Hasil : respon subjektif

- Klien mengatakan paham

dengan teknik relaksasi

yang diajarkan.

Respon objektif :

- Klien mampu melakukan

teknik relaksasi secara

mandiri

71
f. Evaluasi

Nama pasien : Tn. D

Umur : 36 Thn

No RM : 53-29-95

Tabel 4.5
Evaluasi Keperawatan
No. Hari/Tanggal Diagnosa Evaluasi Keperawatan Paraf

1. Senin Nyeri akut S :

09 Juli 2018 berhubungan - Klien mengatakan nyeri pada

dengan agen kaki bagian paha sebelah

cedera fisik : kanan

post op ORIF - Nyeri dirasakan setelah operasi

- Nyeri dirasakan seperti

tertusuk-tusuk

- Skala nyeri 4

- Nyeri timbul saat digerakan

O:

- Ekspresi wajah meringis

- Klien Nampak gelisah

- Ekstermitas sebelah kanan

terpasang penampung (draine)

dan verban

- Hasil rontgen terdapat fraktur

femur 1/3 proksimal dekstra.

TTV :

72
TD: 110/70 mmHg

N : 68x/ menit

P : 20 x/ menit

S : 36,5oC

A : Masalah Belum teratasi

P : Intervensi 1,2,3,4,5 di

lanjutkan.

2. Selasa Nyeri akut S :

10 Juli 2018 berhubungan - Klien mengatakan nyeri pada

dengan agen kaki bagian paha sebelah

cedera fisik : kanan

post op ORIF - Nyeri dirasakan setelah operasi

- Nyeri dirasakan seperti

tertusuk-tusuk

- Skala nyeri 3

- Nyeri timbul saat digerakan

O:

- Ekspresi wajah meringis

- Klien Nampak gelisah

- Ekstermitas sebelah kanan

terpasang penampung (draine)

dan verban

- Hasil rontgen terdapat fraktur

femur 1/3 proksimal dekstra.

73
- TTV :

TD: 110/70 mmHg

N : 72x/ menit

P : 20 x/ menit

S : 36,5oC

A : Masalah teratasi sebagian.

P : intervensi 1,2,3,4 di

lanjutkan.

3. Rabu Nyeri akut S :

11 Juli 2018 berhubungan - Klien mengatakan nyeri pada

dengan agen kaki bagian paha sebelah

cedera fisik : kanan berkurang

post op ORIF - Skala nyeri 2

O:

- Ekspresi wajah rileks

- Klien Nampak tenang

- Ekstermitas sebelah kanan

terpasang penampung (draine)

dan verban

- Hasil rontgen terdapat fraktur

femur 1/3 proksimal dekstra.

- TTV :

TD: 120/80 mmHg

N : 72x/ menit

74
P : 20 x/ menit

S : 36,5oC

A : Masalah teratasi.

P : Intervensi di hentikan.

B. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil studi kasus gambaran asuhan keperawatan pada Tn.

D dengan post op fraktur femur 1/3 proksimal dekstra dalam pemenuhan

kebutuhan rasa nyaman di ruangan laika waraka bedah RSU Bahteramas

provinsi Sulawesi tenggara yang dilakukan pada tanggal 09-11 Juli 2018.

Asuhan keperawatan meliputi tahap pengkajian, diagnosa keperawatan,

intervensi, implementasi, dan evaluasi serta berfokus pada kebutuhan dasar

manusia.

1. Pengkajian

Pengkajian adalah proses pengumpulan data secara sistematis yang

bertujuan untuk menentukan status kesehatan dan menentukan pola respon

klien saat ini dan waktu sebelumnya (Potter dan Perry 2009). Menurut

American Nurses Association (ANA), ada beberapa hal yang harus

diperhatikan dalam pengkajian keperawatan yaitu, pengkajian harus

relevan dengan kebutuhan klien, dikumpulkan dari berbagai macam

sumber, dikumpulkan dengan teknik yang bai, disusun secara sistematis,

dan didokumentasikan dalam format yang baik (Debora, 2011).

75
Fraktur merupakan hilangnya kontuinitas tulang rawan, baik

bersifat total maupun sebagian yang disebebkan oleh trauma atau tenaga

fisik. Kekuatan dan sudut tenaga fisik, keadaan tulang itu sendiri, serta

jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang

terjadi lengkap atau tidak lengkap (Helmie, 2012).

Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada pasien fraktur

meliputi reduksi terbuka dan fiksasi interna (open redaction and internal

fixation). Pembedahan dilakukan untuk memperbaiki fungsi dengan

mengembalikan gerakan, mengurangi nyeri dan disatibilitas (Prawani

dkk,2011).

Riwayat penyakit sekarang klien mengeluh nyeri pada ekstermitas

bagian paha kaki kanan setelah mengalami kecelakaan sepeda motor.

Kemudian klien masuk melalui IGD RSU Bahteramas, saat di IGD klien

mengeluh nyeri pada ekstremitas bawah bagian paha kaki kanan. Klien

mendapatkan terapi infus RL 20 tetes per menit, pemasangan pembidaian.

Hasil rontgen pada ekstremitas bawah sebelah kanan terdapat fraktur

femur 1/3 proksimal dekstra. Nyeri ialah suatu sensori subjektif dan

pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan

kerusakan jaringan aktual atau potensial, yang dirasakan dalam kejadian

dimana terjadi kecelakaan (Judha, Sudarti, Fauziah, 2012).

Pemeriksaan penunjang Foto Rontgen penting untuk mengetahui

dan mengevaluasi klien dengan gangguan musculoskeletal. Sinar X tulang

menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, erosi, dan perubahan

hubungkan tulang. Sinar X multiple diperlukan untuk mengkaji secara

76
paripurna struktur yang sedang diperiksa. Sinar X paripurna menujukan

adanya pelebaran, penyempitan dan tanda iregularitas ( Mutaqqin, 2008).

Pada pemeriksaan rontgen pada tanggal 03 Juli 2018, ekstermitas bawah

sebelah kanan terdapat fraktur femur 1/3 proksimal dekstra.

Nyeri akibat pembedahan dapat muncul, setelah proses

pembedahan terjadi respon inflamasi pada daerah sekitar operasi, dimana

terjadi pelepasan zat-zat kimia (prostaglandin, histamin, serotonin,

bradikinin, lekotrein) oleh jaringan yang rusak dan sel-sel inflamasi.

Penulis melakukan pengukuran skala nyeri pada Tn. D dengan

menggunakan skala nyeri deskriptif. Tidak nyeri = 0, nyeri ringan = 1-3,

nyeri sedang = 4-6, nyeri berat = 7-9, nyeri tak tertahankan = 10.

Kemudian perawat membantu pasien untuk memilih secara subjektif

tingkat skala nyeri yang dirasakan pasien (Judha, Sudarti, dan Fauziah,

2012).

Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada Tn. D, Tekanan darah:

110/70 mmHg, nadi: 68 kali per menit irama teratur dan kuat, pernafasan:

20 kali per menit irama teratur, suhu: 36,5oC. peningkatan tekanan darah

dan nadi dapat terjadi sebagai respon terhadap nyeri yang dirasakan akibat

penyakit klien. Pada pengkajian terhadap klien tidak mengalami

peningkatan tekanan darah dan nadi. Peningkatan frekuensi respirasi dapat

terjadi sebagai kompensasi terhadap nyeri dalam upaya peningkatan

penggunaan oksigen, sehingga tubuh berkompensasi dengan

meningkatkan frekuensi pernafasan untuk memenuhi kebutuhan oksigen.

Namun keadaan sebenarnya, klien tidak mengalami peningkatan respirasi

77
karena setiap orang memiliki respon yang berbeda terhadap nyeri sebab

nyeri merupakan suatu hal yang bersifat subjektif (Potter & Perry, 2005).

Pemeriksaan laboratorium untuk menegakan diagnosa dalam

gangguan sistem musculoskeletal. Validasi dari pemeriksaan laboratorium

sangat ditentukan oleh bahan pemeriksaan, persiapan klien, dan alat yang

digunakan, serta bahannya sendiri (Handayani dan Haribowo, 2008). Hasil

pemeriksaan laboratorium yang lakukan pada tanggal 03 Juli 2018 bahwa

semua pemeriksaan dalam batas normal.

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisis data subjektif

dan objektif yang telah diperoleh dari tahap pengkajian untuk menegakan

diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan melibatkan proses berfikir

kompleks tentang data yang di kumpulkan dari klien, keluarga, rekam

medik, dan pemberi pelayanan kesehatan yang lain (Deswani, 2009).

Diagnosa keperawatan utama yang diangkat penulis yaitu nyeri

akut berhubungan dengan agen cedera fisik: post Op ORIF. Nyeri akut

adalah nyeri yang kurang dari 6 bulan yang ditandai dengan adanya

perubahan tekanan darah, nadi, suhu, perilaku atau ekspresi yang

menunjukan nyeri, gangguan istrahat tidur dan melaporkan nyeri secara

verbal (NANDA, 2015).

Saat dilakukan pengkajian didapatkan data subjektif: klien

mengatakan nyeri setelah operasi, dengan kualitas nyeri seperti tertusuk-

tusuk jarum pada ekstermitas bawah kaki paha bagian kanan dengan skala

nyeri 4, klien tampak gelisah, meringis kesakitan, nyeri timbul saat

78
digerakan. Hasil rontgen pada ekstremitas bawah sebelah kanan terdapat

fraktur femur 1/3 proksimal dekstra. Tekanan darah: 110/70 mmHg, nadi:

68 kali per menit irama teratur dan kuat, pernafasan: 20 kali per menit

irama teratur, suhu: 36,5oC. hal ini harus ditangani segera untuk memenuhi

kebutuhan kenyamanan klien, yang merupakan salah satu kebutuhan dasar

manusia.

Nyeri yang dialami oleh Tn. D merupakan nyeri akut yang sedang

karena skala nyeri yang dirasakan adalah berada pada skala 4. Hal ini

sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa nyeri akut timbul dengan

awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat,

dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung

kurang dari enam bulan (NANDA, 2015).

Penulis mengangkat diagnosa nyeri akut karena merupakan

diagnosa prioritas dan aktual, hal ini didasarkan pada teori hirarki maslow.

Menurut maslow terbebas dari nyeri merupakan kebutuhan dasar secara

fisiologis, kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan dasar yang harus di

penuhi dari pada kebutuhan dasar yang lain (Hidayat, 2012). Nyeri

berpengaruh terhadap aktivitas sehari-hari, seperti tidur, nafsu makan,

konsentrasi, pekerjaan, hubungan interpersonal, hubungan pernikahan,

aktivitas dirumah, serta status emosional (Mubarak dan Chayatin, 2007).

79
3. Intervensi keperawatan

Klasifikasi intervensi keperawatan NIC (Nursing intervention

classification) mengategorisasikan aktivitas keperawatan dengan

menggunakan Bahasa baku. Prioritas intervensi merupakan intervensi

yang berdasarkan penelitian yang dikembangkan oleh the lowa

intervention projek sebagai pilihan perawatan untuk suatu keperawatan

tertentu (Wilkinson, 2012).

Intervensi adalah paduan untuk perilaku spesifik yang diharapkan

dari klien. Tindakan intervensi dilakukan untuk membantu klien mencapai

hasil yang diharapkan. Tahap perencanaan berfokus pada prioritas

masalah, merumuskan tujuan, dan kriteria hasil (Deswani, 2009).

Intervensi keperawatan disesuaikan dengan kondisi klien dan

fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat diselesaikan dengan

spesifik, mearsure, archievable, rasional, time (SMART) selanjutnya akan

diuraikan rencana keperawatan dari diagnosa yang ditegakkan (Nursalam,

2011).

Tujuan yang dibuat penulis adalah setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri akut dapat teratasi dengan

kriteria hasil berdasarkan berdasarkan NOC (Nursing Outcomes

Classification) TTV dalam batas normal ( tekanan darah: 110/70-120/80

mmHg, nadi: 60-100 kali per menit, pernafasan: 16-24 kali per menit,

suhu: 36-37oC), nyeri berkurang, skala nyeri 0-2, ekspresi wajah rileks dan

perilaku tidak menunjukan respon nyeri, klien mampu mengontrol nyeri

dan tahu penyebab nyeri (Wilkinson, 2012).

80
Berdasarkan diagnosa yang telah dirumuskan maka penulis

menyusun intervensi keperawatan berdasarkan NIC (Nursing Intervention

Classification):

a. kaji nyeri

b. monitor tanda-tanda vital pasien

c. berikan posisi yang nyaman (posisi semi fowler)

d. ajarkan dan anjurkan melakukakn teknik relaksasi nafas dalam

e. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat analgetik (

ketorolax 1 amp/ 12 jam )

4. Implementasi keperawatan

Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, yaitu

kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk

mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan

yang dilakukan dan diselesaikan. Dalam teori, implementasi dari rencana

asuhan keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari proses

keperawatan (Potter & Perry, 2005).

Dalam melakukan tindakan keperawatan selama tiga hari penulis

tidak mempunyai hambatan, semua rencana yang telah ditetapkan dapat

dilaksanakan. Pada tindakan keperawatan dengan diagnosa nyeri akut

berhubungan dengan agen cedera fisik: Post Op ORIF, tindakan yang

dilakukan pada tanggal 09-11 Juli 2018 yaitu kaji nyeri untuk

mengidentifikasi nyeri dan ketidaknyamanan. Pengkajian pada masalah

nyeri yang dilakukan adalah adanya riwayat nyeri. Pengkajian dapat

dilakukan dengan metode PQRST (Provocate, Quality, Region, Severity,

81
Time). Provocate yaitu apakah ada peristiwa yang menjadi faktor

penyebab nyeri, bagian tubuh yang mengalami cidera akan

menghubungkan nyeri yang dirasakan dengan faktor psikologi. Quality

yaitu seperti apa nyeri yang dirasakan atau digambarkan pasien, misalnya:

apakah nyeri bersifat seperti tertusuk, terbakar, nyeri dalam (superficial),

dan nyeri seperti digencet. Region yaitu lokasi nyeri yang dirasakan.

Severity yaitu tingkat keperahan nyeri yang dirasakan. Time yaitu awitan

nyeri berlangsung, kapan, apakah ada waktu-waktu tertentu yang

menambah rasa nyeri (Muttaqin, 2008).

Memonitor tanda-tanda vital dilakukan untuk mengetahui status

kesehatan klien dan untuk mengetahui respon klien terhadap asuhan

keperawatan yang diberikan sebelumnya (Deswani, 2009).

Memberikan posisi yang nyaman (posisi semi fowler) pada pasien.

Posisi semi fowler yaitu kepala dan tubuh ditinggikan 45-60o . posisi ini

diberikan kepada klien untuk meningkatkan rasa nyaman Dan mengurangi

nyeri (Kozier, 2009).

Terapi nyeri non farmakologi diantaranya adalah teknik relaksasi

nafas dalam dan teknik kognitif distraksi. Mengajarkan teknik relaksasi

nafas dalam untuk melepaskan ketegangan emosional dan otot. Teknik

relaksasi nafas dalam merupakan tindakan keperawatan untuk mengurangi

nyeri dengan cara merelaksasikan ketegangan otot dan dapat menurunkan

nyeri. Teknik relaksasi sederhana terdiri atas nafas abdomen dengan

frekuensi lambat, berirama (Tamsuri, dalam Zees 2012). Klien dapat

memejamkan matanya dan bernafas dengan perlahan dan nyaman. Irama

82
yang konstan dapat dipertahankan dalam menghitung dalam hati dan

lambat bersama setiap inhalasi “hirup, dua, tiga” dan ekshalasi

“hembuskan, dua, tiga”

Tindakan non farmakologi yang dilakukan penulis kepada klien

dengan menggunakan teknik relaksasi nafas dalam.

Memberikan terapi injeksi analgetik ketorolax 1 amp/12 jam untuk

mengurangi nyeri. Analgetik menghambat cyclooxygenase 1 dan 2 (COX-

1 dan COK2). Inhibisi COX-1 mengakibatkan proteksi membran mukosa

pencernaan berkurang dan mencegah pembekuan darah, sedangkan COK 2

mengurangi nyeri dan mensupresi inflamasi sehingga berperan untuk

mengurangi bengkak (Kee & Hayes dalam Ropyanto, 2011)

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah proses keperawatan untuk mengukur respon klien

terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian

tujuan (Potter & Perry, 2005).

Penulis mengevaluasi apakah perilaku atau respon klien

mencerminkan suatu kemajuan atau kemunduran dalam diagnosa

keperawatan. Pada evaluasi, penulis sudah sesuai teori yang ada yaitu

sesuai SOAP (Subjektif, Objektif, Assesment, Planning).

83
Tabel 4.6
Manajemen Kebutuhan Rasa Nyaman
Manajemen Kebutuhan Rasa Nyaman
No. Hari terapi
Skala Nyeri Kriteria Kriteria rasa nyaman

1. Hari pertama 4 NS TN

2. Hari kedua 3 NR TN

3. Hari ketiga 2 NR N

Evaluasi yang dilakukan berdasarkan diagnosis yang ditegakkan

yaitu nyeri akut dan evaluasi dilakukan pada hari rabu, 11 Juli 2018.

Masalah keperawatan teratasi. Didukung dengan data klien mengatakan

nyeri pada kaki bagian paha sebelah kanan berkurang, , skala nyeri 2, dan

nyeri timbul saat digerakan. Data objektif ekspresi wajah rileks, klien

tampak tenang, ekstremitas sebelah bawah kanan terpasang penampung

(draine), dan terpasang verban. Sehingga rencana keperawatan yang sudah

penulis buat dihentikan.

84
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil studi kasus dan pembahasan di atas maka dapat di

tarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengkajian

Hasil pengkajian pada Tn. D: klien mengatakan nyeri setelah

operasi dengan kualitas nyeri seperti tertusuk-tusuk, dengan skala nyeri 4

pada bagian ekstremitas kaki kanan. Nyeri timbul setiap saat dan saat

digerakkan. Klien tampak gelisah, meringis kesakitan dan pada bagian

ekstremitas sebelah bawah kanan terpasang penampung (draine) dan

terpasang verban. Hasil rontgen pada ekstremitas bawah sebelah kanan

terdapat fraktur femur 1/3 proksimal dekstra.

2. Diagnosa keperawatan

Dalam menegakkan diagnosa keperawatan penulis

menggumpulkan data melalui observasi langsung, pemeriksaan fisik serta

menelaah catatan medik maupu perawat, sehingga penulis menegakkan

diagnosa keperawatan Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik:

Post Op ORIF

3. Intervensi keperawatan

Intervensi keperawatan yang sudah penulis buat untuk mengatasi

nyeri yaitu: kaji nyeri, monitor tanda-tanda vital, berikan posisi yang

nyaman (posisi semi fowler), ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, berikan

analgetik sesuai advis dokter (ketorolax 1 amp/12 jam) melalui intravena.

85
4. Implementasi keperawatan

Implementasi keperawatan yang dilakukan yaitu memantau

karakteristik nyeri PQRST (Provoking incident, Quality of pain, Region,

Severity of pain, Time), memonitor tanda-tanda vital, memberikan posisi

yang nyaman (posisi semi fowler), mengajarkan dan menganjurkan

melakukan teknik relaksasi nafas dalam bila nyeri timbul, memberikan

terapi injeksi analgetik ketorolax 1 amp/12 jam melalui intravena.

5. Evaluasi keperawatan

Evaluasi keprawatan yang telah dilaksanakan menggunakan

metode SOAP (Subjektif, Objektif, Assesment, Planning). Hasil evaluasi

subjektif: klien mengatakan nyeri pada kaki bagian paha sebelah kanan

berkurang, skala nyeri 2, dan nyeri timbul saat digerakan. Hasil evaluasi

objektif: ekspresi wajah rileks, klien tampak tenang, ekstremitas sebelah

bawah kanan terpasang penampung (draine), dan terpasang verban. Hasil

evaluasi masalah nyeri akut teratasi.

86
B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberi saran yang

diharapkan bermanfaat antara lain:

1. Bagi Pengembangan Ilmu Dan Teknologi Keperawatan

Bagi tenaga kesehatan khususnya Keperawatan, hendaknya dapat

memberikan tindakan keperawatan pada pasien dalam pemenuhan

kebutuhan rasa nyaman (bebas nyeri) dengan menjelaskan, mengajarkan

dan menerapkan teknik relaksasi nafas dalam.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan agar dapat digunakan untuk penelitian lanjutan

mengenai pemenuhan kebutuhan rasa nyaman pada pasien dengan fraktur

femur, yang relevan dimasa-masa mendatang.

3. Bagi Penulis Selanjutnya

Diharapkan penulis dapat menggunakan atau memanfaatkan waktu

seefektif mungkin, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan pada

klien secara optimal

87
DAFTAR PUSTAKA

Babarah, T & Jauhar, M. 2013. Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi


Perawat Profesional Jilid I. Jakarta : Prestasi Pustaka.

Debora, 2011. Proses Keperawatan Dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Salemba


Medika

Deswani, 2009. Proses Keperawatan Dan Berfikir Kritis. Jakarta: Salemba


Medika

Handayani Dan Haribowo. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Klien
Dengan Gangguan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika

Helmie, 2012. Buku Saku Kedaruratan Dibidang Bedah Ortopedi. Jakarta :


Salemba Medika

Hidayat, A. Aziz Alimul.2012. Keperawatan Dasar Manusia Buku 1. Jakarta:


Salemba Medika

____________________. 2011. Pengantar Dokumentasi Proses Keperawatan


Jakarta: EGC

Judha, Sudarti, Fauziah, 2012. Teori Pengukuran Nyeri Dan Persalinan.


Jogjakarta: Nuha Medika

Kee, Joyce L. Dan Evelyn


R.Hayes.2006. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta:
EGC
Kemenkes RI. 2012. Profil Kesehatan Indonesia 2011. Depkes RI. Jakarta .

Kozier.2009. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses & Praktik,


Volume 1: Edisi 7. Jakarta: EGC

Lukman, Trullyen Vista. 2013. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam


Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Di RSUD. Prof.
Dr. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo. Jurnal. Gorontalo: Program Studi
Ilmu Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo

Mubarak,W.I., & Chayatin, N.2007. Konsep Dasar Manusia Teori & Aplikasi
Dalam Praktik. Jakarta: EGC
Muttaqin,Arif.2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: EGC

NANDA, 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi


10. Jakarta: EGC

Nurarif, A.H., & Kusuma,H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2.Yogyakarta : Medi Action

Nursalam. 2008. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Nursalam. 2011. Proses Dan Dokumentasi Keperawatan, Konsep Dan


Praktek.Jakarta : Salemba Medika

Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika

Potter, Patricia A., & Perry, Anne Griffin.,(Ed. 4.) 2005. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan: Konsep, Proses, & Praktik (Vol. 2). Jakarta: EGC.

Potter & Perry. 2009. Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta : EGC

Prawani ,Dkk, 2011. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi


Dini Pada Pasien Pasca Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah.
Http:/Www.Google.Jurnal/Pdf/Pengertian/Fraktur&Source. Diakses
Tanggal 12 Juli 2018

Priharjo, R. 2003. Perawatan Nyeri. Jakarta: EGC

Profil BLUD RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara (2016)

Rekam Medik BLUD RSU Bahteramas. 2018. Profil BLUD RSU Bahteramas
Provinsi Sulawesi Tenggara. Kendari.

Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.

Jakarta: EGC.

Smeltzer & Bare. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Tamsuri, A. 2007. Konsep Dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta : EGC.

Wilkinson, J. M. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9, Jakarta:


EGC
Lampiran 1

PROSEDUR KEGIATAN

A. Alat dan Bahan

Alat penelitian yang digunakan yaitu alat tulis, alat perekam, dan

kamera. Sedangkan bahan penelitian yang digunakan yaitu lembar pedoman

wawancara.

B. Cara Kerja

1. Tahap persiapan

Tahap ini dilakukan penyusunan proposal dan mengurus surat izin

atau pengantar dari Politeknik Kesehatan Kendari Jurusan Keperawatan

yang ditujukan oleh pihak Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi

Sulawesi Tenggara untuk mendapatkan izin penelitian ditempat tersebut.

2. Tahap penelitian

a. Melakukan peninjuan langsung ke objek penelitian

b. Memberikan informed consent untuk ditanda tangani oleh subyek yang

akan diteliti

c. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien fraktur femur dengan

diagnosa keperawatan nyeri akut diruang rawat inap Rumah Sakit

Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara

3. Tahap pengelolaan data

Melakukan analisa berdasarkan data yang telah dikumpulkan.

Kemudian menyajikan data tersebut untuk memberikan gambaran tentang

asuhan keperawatan pada pasien Fraktur Femur dengan pemenuhan

kebutuhan rasa nyaman.


4. Tahap akhir

Tahap akhir dari penelitian ini yaitu penulisan laporan, yang

disajikan dalam bentuk Karya Tulis Ilmiah.


Lampiran 2
Lampiran 3

INSTRUMEN STUDI KASUS


GAMBARAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASEIN FRAKTUR
FEMUR DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA NYAMAN DI RSU
BAHTERAMAS PROVINSI SULAWESI TENGGARA
TAHUN 2018

A. PENGKAJIAN
I. DATA DEMOGRAFI
3) BIODATA
1. Nama :
2. Usia :
3. Jenis Kelamin :
4. Alamat :
5. Suku/Bangsa :
6. Status Perkawinan:
7. Agama :
8. Pekerjaan :
9. Diagnosa Medik :
10. No. Rekam Medik :
11. Tanggal Masuk :
12. Tanggal Pengkajian :
4) PENANGGUNG JAWAB
1. Nama :
2. Usia :
3. Jenis Kelamin :
4. Pekerjaan :
5. Hubungan Dengan Klien :
II. KELUHAN UTAMA
Keluhan Klien Sehingga Dia Membutuhkan Pertolongan Medik
III. RIWAYAT KESEHATAN
A. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG
1. Waktu Timbulnya Penyakit Kapan?
2. Bagaimana Awal Munculnya?
3. Keadaan Penyakit Apakah Sudah Membaik, Parah Atau Tetap
Sama?
4. Usaha Yang Dilakukan Untuk Mengurangi Keluhan?
5. Kondisi Saat Dikaji (PQRST)?
B. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
1. Identifikasi Berbagai Penyakit Keturunan Yang Umumnya
Menyerang?
2. Buat Bagan Genogram
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
2. Tingkat Kesadaran
3. Tanda-tanda Vital
D. PENGKAJIAN KEBUTUHAN KENYAMANAN
1. Penyebab Nyeri
a. Benda Tajam :
b. Trauma :
c. Benda Tumpul :
d. Dan Lain-Lain :
2. Regional (Daerah)
a. Bagian Dalam :
b. Seluruh Badan :
c. Bagian Permukaan :
d. Apakah Menjalar Kebagian Lain :
3. Intensitas Nyeri
a. Ringan
b. Sedang
c. Parah
d. Sangat Parah
4. Kualitas Nyeri
a. Sakit
b. Terbakar
c. Tertusuk

5. Waktu
a. Apakah Pernah Menderita Penyakit/Trauma Yang
Menyebabkan Rasa Nyeri?
b. Jika Ya, Kapan Terjadi ?
c. Lamanya Berlangsung
d. Interval Nyeri
6. Faktor Yang Meringankan
a. Apakah Pernah Membeli Obat Untuk Menghilangkan Rasa
Nyeri
b. Kalau Pernah, Obat Apa Yang Digunakan
c. Dosis Obat Yang Digunakan
d. Efek Obat Yang Digunakan
e. Selain Obat, Tindakan Apa Yang Dilakukan :
1) Nonton
2) Nyanyi
3) Cerita
4) Dll;
7. Pengaruh Nyeri Terhadap Aktivitas
a. Tidur :
b. Makan :
c. Bekerja :
d. Interaksi Sosial :
8. Gejala Klinik Lain Yang Menyertai Nyeri
a. Mual :
b. Muntah :
c. Pusing :
d. Konstipasi :
e. Suhu Tubuh :
f. Menggil :
g. Dll; :

9. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium :
b. Foto Rontgen :
c. Ekg :
d. Pemeriksaan Lain :

B. ANALISA DATA

TABEL

FORMAT ANALISA DATA KEPERAWATAN

No Data Masalah Etiologi Problem


C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

TABEL

FORMAT DIAGNOSA KEPERAWATAN

No Tanggal Dan Paraf


Diagnosa
D. RENCANA KEPERAWATAN

TABEL
FORMAT RENCANA KEPERAWATAN

Tujuan dan
No Diagnosa Intervensi Rasional
kriteria hasil
E. PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

TABEL

FORMAT PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Hari / Tanggal
No Diagnosa Implementasi Paraf
Jam
F. EVALUASI KEPERAWATAN

Nama Pasien :

No. Rekam Medik :

TABEL

FORMAT EVALUASI KEPERAWATAN

No Hari/tgl Diagnosa Evaluasi Keperawatan Paraf


G. PENGUKURAN INTENSITAS NYERI

Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :

e. Skala Intensitas Nyeri Deskritif

Gambar Skala Intensitas Nyeri Deskritif

Keterangan :

0 : Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi

dengan baik.

4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis,

menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat

mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan

baik.

7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat

mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan,

dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat

mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi

nafas panjang dan distraksi

10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi

berkomunikasi, memukul.
Lampiran 4

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

Teknik Relaksasi Nafas Dalam

A. Tahap Prainteraksi

1. Membaca status pasien

2. Mencuci tangan

3. Ciptakan lingkungan yang tenang

B. Tahap Orientasi

1. Memberikan salam terapeutik

2. Validasi kondisi pasien

Menanyakan bagaimana perasaan bapak/ibu hari ini?

3. Menjaga privasi pasien

Dengan memasang sampiran

4. Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan kepada pasien dan

keluarga,

C. Tahap Kerja

1. Berikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya jika ada yang kurang

jelas.

2. Atur posisi pasien agar fileks dan tanpa beban fisik

3. Instruksikan pasien untuk tarik nafas dalam sehingga rongga paru berisi

udara.

4. Instruksikan pasien secara perlahan dan menghembuskan udara

membiarkannya keluar dari setiap begian anggota tubuh, pada waktu

bersamaan minta pasien untuk memusatkan perhatian.


5. Instruksikan pasien untuk bernafas dengan irama normal beberapa saat (1-

2 menit)

6. Instruksikan pasien untuk bernafas dalam, kemudian menghembuskan

secara perlahan

7. Minta asien untuk memusatkan perhatian pada kaki dan tangan, udara

yang mengalir dan merasakan keluar dari ujung-ujung jari tangan dan kaki

dan rasakan kehangatannya

8. Instruksikan pasien untuk mengulangi teknik-teknik ini apabila nyeri

kembali lagi

9. Setelah pasien merasakan ketenangan , minta pasien untuk melakukannya

secara mandiri.

D. Tahap Terminasi

1. Evaluasi hasil kegiatan

2. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya

3. Akhiri kegiatan dengan baik

4. Cuci tangan

E. Dokumentasi

1. Catat waktu pelaksanaan tindakan

2. Catat respon pasien

3. Paraf dan nama perawat pelaksana


Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 10
Lampiran 11
Lampiran 12
DOKUMENTASI PENELITIAN

Gambar 1 : Meminta tanda tangan persetujuan responden

Gambar 2 : Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam pada responden

Anda mungkin juga menyukai