Anda di halaman 1dari 45

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn.

”S”
DENGAN DIAGNOSA MEDIS APPENDIKSITIS PRO APPENDIKTOMI
DI POLIKLINIK SPESIALIS BEDAH UMUM
RSU GANESHA
TANGGAL 23 AGUSTUS 2021

OLEH :

1. Ns. Kadek Dwityo Kurniawan, S.Kep


2. Ns. I Gusti Ngurah Aditya W, S.Kep
3. Ns. Ni Luh Wayan Wahyuni, S.Kep
4. Ns. Yan Desi Purnamasari, S.Kep
5. Ns. Ni Wayan Yuni, S.Kep

RUMAH SAKIT UMUM GANESHA

2021

1
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat-Nyalah Laporan kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Pasien Tn. ”s”
dengan diagnosa medis Appendiksitis Pro Appendiktomi di poliklinik spesialis Bedah Umum
RSU Ganesha “ pada tanggal 23 Agustus 2021 ” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Laporan kasus ini disusun dalam rangka melaksanakan asuhan keperawatan di RSU
Ganesha. Dalam penyusunan laporan ini, penulis banyak mendapat bimbingan, pengarahan,
dan bantuan dari berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1. dr. Kadek Yudi Fajar , M. Biomed, Sp.B sebagai dokter penanggung jawab pelayanan
2. Ns. Oktarina, S.Kep.,M.M. sebagai Manajer Keperawatan RSU Ganesha
3. Ns. Kadek Ari Rati Asari, S.Kep sebagai Ketua Komite Keperawatan RSU Ganesha
4. Teman-teman Perawat poli spesialis yang selalu memberi dukungan dan motivasi dalam
menyelesaikan makalah Asuhan Keperawatan
Penulis menyadari sepenuhnya laporan kasus ini belum sempurna, oleh karena itu
penulis mengharapkan koreksi, kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan laporan kasus ini. Sehingga nantinya studi kasus ini bermanfaat bagi pembaca.

Gianyar, 23 September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI
Kata pengantar ..........................................................................................................i
Daftar isi .................................................................................................................. ii
BAB I. PENDAHULUAN
I Latar Belakang Masalah ...............................................................................1
II Rumusan Masalah.........................................................................................3
III Tujuan ...........................................................................................................3
IV Manfaat .........................................................................................................4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
I Konsep dasar Appendiksitis
A. Definisi .................................................................................................5
B. Antomi & Fisiologi ..............................................................................5
C. Etiologi.................................................................................................7
D. Patofisiologi .........................................................................................7
E. Klasifikasi ............................................................................................8
F. Manifestasi Klinis ................................................................................9
G. Pemeriksaan Penunjang .......................................................................9
H. Penatalaksanaan Medis ........................................................................9
I. Komplikasi .........................................................................................11
II Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian ..........................................................................................13
B. Diagnosa Keperawatan ......................................................................15
C. Intervensi Keperawatan .....................................................................16
D. Implementasi Keperawatan ................................................................22
E. Evaluasi Keperawatan ........................................................................22
BAB III. TINJAUAN KASUS
I Pengkajian ..........................................................................................24
II Analisa Data ......................................................................................32
III Diagnosa Keperawatan ......................................................................33
IV Intervensi Keperawatan .....................................................................34
V Implementasi ......................................................................................36
VI Evaluasi ..............................................................................................40
Daftar Pustaka .......................................................................................................42

ii
BAB I
PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
Era teknologi informasi dan globalisasi saat ini membawa banyak perubahan dalam
kehidupan masyarakat, antara lain adalah perubahan gaya hidup terutama pada pola makan
(stang dalam Novita, 2017). Pergeseran pola konsumsi pada masyarakat dipengaruhi oleh
perkembangan jumlah dan jenis makanan. Masyarakat dengan kesibukan bekerja atau
berkegiatan yang dilakukan setiap hari meyebabkan mereka tidak memiliki banyak waktu
untuk memasak makanan sendiri. Hal tersebut menyebabkan masyarakat banyak yang
beralih mengkonsumsi makanan cepat saji. Makanan cepat saji menjadi pilihan karena
menurut sebagian masyarakat dengan harga yang cukup terjangkau serta pengolahan yang
praktis mereka sudah dapat menikmati makanan yang lezat rasanya (Goleman, And Others
,2019) .
Junk food yang dikonsumsi secara berlebihan dapat menimbulkan berbagai gangguan
kesehatan, seperti obesitas (kegemukan), diabetes (kencing manis), hipertensi (tekanan darah
tinggi), aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah), penyakit jantung koroner, usus buntu
(appendisitis) stroke, kanker danlain-lain (Ariska &Ali, 2019).
Appendiksitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu
tahun jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu
menurun. Insiden pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-
30 tahun insiden laki-laki lebih tinggi (Sjamsuhidajat & de jong, 2010).
Keluhan appendisitis biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau
periumbilikus yang disertai dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih ke kuadran
kanan bawah, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan. Terdapat juga keluhan
anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi,
tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual, dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit
belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen
bawah akan semakin progresif, dan dengan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan
satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat
membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya juga muncul
(Mansjoer, 2011).
Appendisitis yang tidak segera ditatalaksana akan menimbulkan komplikasi. Salah
satu komplikasi yang paling membahayakan adalah perforasi. Perforasi terjadi 24 jam
1
setelah timbul nyeri. Gejalanya mencakup demam dengan suhu 37,7°C atau lebih tinggi, dan
nyeri abdomen atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu (RAdwan, 2013).
World Health Organization (WHO) menyebutkan insiden appendisitis di dunia tahun
2012 mencapai 7% dari keseluruhan jumlah penduduk dunia (Ambarwati, 2017) . Di Asia
insidensi appendisitis pada tahun 2013 adalah 4,8% penduduk dari total populasi. Sedangkan
dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia pada tahun 2013 jumlah
penderita appendisitis di Indonesia mencapai 591.819 orang dan meningkat pada tahun 2014
sebesar 596.132 orang (Soewito, 2017). Berdasarkan data menurut DEPKES RI jumlah
klien yang menderita penyakit appendisitis berjumlah sekitar 26% dari jumlah penduduk di
Kalimantan Timur (Anas, Kadrianti, E., 2013).
Dampak dari appendisitis terhadap kebutuhan dasar manusia diantaranya kebutuhan
dasar cairan, karena penderita mengalami demam tinggi sehingga pemenuhan cairan
berkurang. Kebutuhan dasar nutrisi berkurang karena klien appendisitis mengalami mual,
muntah, dan tidak nafsu makan. Kebutuhan rasa nyaman penderita mengalami nyeri pada
abdomen karena peradangan yang dialami dan personal hygine terganggu karena penderita
mengalami kelemahan. Kebutuhan rasa aman, penderita mengalami kecemasan karena
penyakit yang di deritanya dan bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi dikarenakan
oleh peritonitis dan syok ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur (Elizabeth J. Corwin,
2011).
Penatalaksanaan klien dengan appendisitis meliputi terapi farmakologi dan terapi
bedah. Terapi farmakologi yang diberikan adalah antibiotik, cairan intravena dan analgetik.
Antibiotik dan cairan intravena diberikan sampai pembedahan dilakukan, analgetik dapat
diberikan setelah diagnosa ditegakkan(W. Sofiah, 2017).
Masalah keperawatan yang akan muncul pada kasus preoperatif appendisitis yaitu
nyeri akut, hipertermia, dan ansietas, sedangkan masalah keperawatan yang akan muncul
pada kasus post operatif appendisitis yaitu nyeri akut, resiko infeksi, resiko hypovolemia.
Sebelum dilakukan pembedahan perawat perlu memprioritaskan tindakan keperawatan yang
dilakukan yaitu dengan mengurangi nyeri, mencegah terjadinya komplikasi pre operatif, dan
memberikan informasi tentang kondisi atau prognosis dan kebutuhan pengobatannya,
terutama yang akan menjalani tindakan operasi agartidak menimbulkan kecemasan bagi klien
(Soewito, 2017).
Mengurangi nyeri dapat dilakukan dengan teknik non farmakologi yaitu teknik
relaksasi berhubungan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Rasubala, 2017)
yang berjudul pengaruh teknik relaksasi benson terhadap skala nyeri pada klien post operasi
2
appendisitis di RSUP. Prof. dr. R.D Kandou dan RS tk. III R.W. Monginsidi Teling Manado
menyatakan bahwa setelah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam sebanyak 3 kali selama
15-30 menit skala nyeri pada klien pre dan post operasi appendisitis menunjukkan terjadinya
penurunan dari nyeri sedang (skala 4 - 6) berubah menjadi nyeri ringan (skala 1-3).
Selama praktik klinik peneliti memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan
melaksanakan peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan (care provider), peneliti
dan pembaharu. Peran perawat dalam pemberi asuhan keperawatan adalah dengan
melakukan intervensi keperawatan mandiri dan kolaborasi. Pelaksanaan peran perawat
sebagai peneliti diantaranya adalah penulis menerapkan intervensi keperawatan yang
didasarkan pada hasil penelitian atau berdasarkan pembuktian (evidence based) dan
melaksanakan peran pembaharu dalam upaya meningkatkan asuhan keperawatan pada klien
dengan kegawat daruratan sistem Gastrointestinal.

II. RUMUSAN MASALAH


Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan appendiksitis?

III. TUJUAN
A. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang
Asuhan Keperawatan pada pasien dengan appendiksitis
B. Tujuan Khusus
1. Melakukan pengkajian pada pasien dengan pre operatif appendiksitis di Poliklinik
Spesialis Bedah Umum RSU Ganesha.
2. Menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien dengan pre operatif appendiksitis
di Poliklinik Spesialis Bedah Umum RSU Ganesha.
3. Menyusun perencanaan tindakan keperawatan yang sesuai dengan masalah
keperawatan pada klien dengan pre operatif appendiksitis di Poliklinik Spesialis
Bedah Umum RSU Ganesha.
4. Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan perencanaan tindakan
keperawatan pada pasien appendiksitis di Poliklinik Spesialis Bedah Umum RSU
Ganesha.
5. Mengevaluasi dari pelaksanaan tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada
pasien appendiksitis di Poliklinik Spesialis Bedah Umum RSU Ganesha.

3
IV. MANFAAT
A. Bagi Penulis
Hasil karya tulis diharapkan dapat menjadikan pengalaman belajar di lahan praktik
dan dapat meningkatkan pengetahuan penulis tentang Asuhan Keperawatan pada
Pasien Dengan Appendiksitis Di RSU Ganesha, sehingga perawat dapat melakukan
tindakan asuhan keperawatan yang tepat.
B. Bagi Institusi Pelayanan
Hasil karya tulis diharapkan dapat memberikan masukan atau saran dan bahan dalam
merencanakan Asuhan Keperawatan pada Pasien Dengan Appendiksitis Di RSU
Ganesha
C. Bagi Profesi Keperawatan
Hasil karya tulis diharapkan dapat memperoleh gambaran tentang aplikasi teori
Asuhan Keperawatan pada Pasien Dengan Appendiksitis Di RSU Ganesha secara
langsung.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Konsep Dasar Penyakit Appendiksitis


A. Definisi
Appendiksitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan
merupakan penyebab nyeri abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini
menyerang semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering
menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun dan merupakan penyebab paling
umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dan merupakan penyebab paling
umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer& Bare, 2013).
Appendiksitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam
kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan
laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi( Docstoc, 2010).

B. Anatomi & Fisiologi


1. Anatomi Appendiksitis
Appendiks vermiformis atau yang sering disebut sebagai apendiks
adalah organ berbentuk tabung dan sempit yang mempunyai otot dan banyak
mengandung jaringan limfoid. Panjang apendiks vermiformis bervariasi dari
3-5 inci (8-13 cm).

5
Dasarnya melekat pada permukaan aspek posteromedial caecum, 2,5
cm dibawah junctura iliocaecal dengan lainnya bebas. Lumennya melebar di
bagian distal dan menyempit di bagian proksimal (S. H. Sibuea, 2014).

Apendiks vermiformis terletak pada kuadran kanan bawah abdomen di


region iliaca dextra. Pangkalnya diproyeksikan ke dinding anterior abdomen
pada titik sepertiga bawah yang menghubungkan spina iliaca anterior
superior dan umbilicus yang disebut titik McBurney (Siti Hardiyanti Sibuea,
2014).

Hampir seluruh permukaan apendiks dikelilingi oleh peritoneum dan


mesoapendiks (mesenter dari apendiks) yang merupakan lipatan peritoneum
berjalan kontinue disepanjang apendiks dan berakhir di ujung apendiks.
Vaskularisasi dari apendiks berjalan sepanjang mesoapendiks kecuali di
ujung dari apendiks dimana tidak terdapat mesoapendiks. Arteri apendikular,
derivate cabang inferior dari arteri ileocoli yang merupakan trunkus
mesentrik superior. Selain arteri apendikular yang memperdarahi hampir
seluruh apendiks, juga terdapat kontribusi dari arteri asesorius. Untuk aliran
balik, vena apendiseal cabang dari vena ileocolic berjalan ke vena mesentrik
superior dan kemudian masuk ke sirkulasi portal (Eylin, 2009).
2. Fisiologis Appendiksitis
Secara fisiologis, apendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml perhari. Lendir
normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalirkan ke
sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks berperan pada patogenesis
apendiks. Immunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT (Gut
Associated Lympoid Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran pencerna
termasuk apendiks ialah IgA. Immunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai
perlindungan terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks
tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfa disini
kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya disaluran cerna dan
diseluruh tubuh (Arifin, 2014).

6
C. Etiologi
Appendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan
sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang
diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit,
tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab
lain yang diduga dapat menimbulkan appendisitis adalah erosi mukosa apendiks
karena parasit seperti E. Histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran
kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap
timbulnya appendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang
berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah
timbulnya appendisitis akut (Jong, 2010).

D. Patofisiologi
Appendiksitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang
disebabkan oleh feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai dengan
pengamatan epidemiologi bahwa appendisitis berhubungan dengan asupan serat
dalam makanan yang rendah.
Pada stadium awal dari appendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi
mukosa. Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan lapisan
muskular dan serosa (peritoneal). Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada
permukaan serosa dan berlanjut ke beberapa permukaan peritoneal yang
bersebelahan, seperti usus atau dinding abdomen, menyebabkan peritonitis lokal
(Burkitt,2007).
Biasanya appendiksitis akan mengakibatkan peradangan pada jaringan
appendiks sehingga menyebabkan penderita menggalami demam. Akibat
peradangan pada dinding mukosa usus menyebabkan penderita mengalami mual
yang jika tidak segera diobati dapat mengakibatkan penderita mengalami muntah.
Pada penderita appendiksitis akan merasakan nyeri yang khas pada titik Mc
Burney akibat sekresi mukus berlebih pada lumen appendiks. Disini perlu
diperhatikan kondisi lain pada pasien yang kemungkinan akan terjadi seperti
gelisah, tegang, sulit tidur, muka tanpa pucat dan frekuensi nadi meningkat.

7
Tindakan yang diambil untuk menangani appendiksitis adalah melalui
pembedahan. Setelah dilakukan pembedahan, penderita akan berisiko mengalami
resiko infeksi pada luka operasi, terlebih jika appendiksitis yang dialami sudah
parah. Penderita juga akan merasakan nyeri pada luka bekas operasi. Perlu
diperhatikan setelah operasi penderita akan mengalami efek dari pembiusan yakni
peristaltik usus yang belum normal akibat dari prosedur puasa yang menimbulkan
masalah mual (Sumber : Nuratif & Kusuma, 2016).

E. Klasifikasi
Klasifikasi appendiksitis terbagi menjadi dua yaitu, appendiksitis akut dan
appendiksitis kronik (Sjamsuhidajat & de jong, 2010):
1. Appendiksitis Akut
Appendiksitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun
tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala appendkisitis akut ialah nyeri
samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium
disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah.
Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah
ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya
sehingga merupakan nyeri somatik setempat.

2. Appendiksitis kronik
Diagnosis appendiksitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya :
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks
secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik appendisitis kronik
adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total
lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan adanya
sel inflamasi kronik. Insiden appendiksitis kronik antara 1-5%.

8
F. Manifestasi Klinis
Menurut (Wijaya & Putri, 2013) adapun manifestasi klinis yang terjadi pada
appendiksitis antara lain:
1. Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya demam ringan
2. Mual, muntah
3. Anoreksia, malaise
4. Nyeri lepas lokal pada titik Mc. Burney
5. Spasme otot
6. Konstipasi, diare

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Kenaikan sel darah putih (Leukosit) hingga 10.000-18.000/mm³. Jika terjadi
peningkatan yang lebih, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami
perforasi.
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang membantu).
b. Ultrasonografi (USG)
c. CT-Scan yaitu untuk mendeteksi appendiksitis dan adanya perforasi
d. C-Reactive Protein (CRP) adalah suatu pemeriksaan sintesis dari reaksi fase
akut oleh hati sebagai respon dari infeksi atau inflamasi. Pada appendiksitis
didapatkan peningkatan kadar CRP (Mutaqqin, Arif & kumala sari, 2011).

H. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Wijaya & Putri, 2013) penatalaksanaan medis pada appendisitis
meliputi :
1. Sebelum operasi
a. Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala appendisitis
seringkali belum jelas, dalam keadaan ini observasi ketat perlu
dilaksanakan. Klien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan.
Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah (leukosit dan
hitung jenis) diulang secara periodik, foto abdomen dan toraks tegak
dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada
9
kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah
kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
b. Antibiotik
Antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi dan abses intra
abdominal luka operasi pada klien apendiktomi. Antibiotik diberikan
sebelum dan setelah operasi dan melalui cara pemberian intravena (IV)
(Sulikhah, 2014).
2. Operasi
Tindakan operasi yang dapat dilakukan adalah apendiktomi.
Apendiktomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan cara membuang
apendiks. Indikasi dilakukannya operasi apendiktomi yaitu bila diagnosa
appendisitis telah ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Pada keadaan yang
meragukan diperlukan pemeriksan penunjang USG atau CT scan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Kiik, 2018) dalam 4 jam
pasca operasi klien sudah boleh melakukan mobilisasi bertahap, dan dalam 8
jam pertama setelah perlakuan mobilisasi dini pada klien pasca operasi
abdomen terdapat peningkatan peristaltik ususbahkan peristaltik usus dapat
kembali normal. Kembalinya fungsi peristaltik usus akan memungkinkan
pemberian diet, membantu pemenuhan kebutuhan eliminasi serta
mempercepat proses penyembuhan.
Operasi apendiktomi dapat dilakukan dengan 2 teknik, yaitu operasi
apendiktomi terbuka dan laparaskopi apendiktomi. Apendiktomi terbuka
dilakukan dengan cara membuat sebuah sayatan dengan panjang sekitar 2 – 4
inci pada kuadran kanan bawah abdomen dan apendiks dipotong melalui
lapisan lemak dan otot apendiks. Kemudian apendiks diangkat atau
dipisahkan dari usus.
Sedangkan pada laparaskopi apendiktomi dilakukan dengan membuat 3
sayatan kecil di perut sebagai akses, lubang pertama dibuat dibawah pusar,
fungsinya untuk memasukkan kamera super mini yang terhubung ke monitor
ke dalam tubuh, melalui lubang ini pula sumber cahaya dimasukkan.
Sementara dua lubang lain di posisikan sebagai jalan masuk peralatan bedah
seperti penjepit atau gunting. Ahli bedah mengamati organ abdominal secara
visual dan mengidentifikasi apendiks. Apendiks dipisahkan dari semua
jaringan yang melekat, kemudian apendiks diangkat dan dikeluarkan melalui
10
salah satu sayatan
Jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka abdomen dicuci dengan
garam fisiologis dan antibiotika.Tindakan pembedahan dapat menimbulkan
luka insisi sehingga pada klien post operatif apendiktomi dapat terjadi resiko
infeksi luka operasi (Hidayatullah, 2014).
3. Pasca operasi
Menurut Hidayatullah, 2014 pasca operasi dilakukan observasi tanda-
tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam, syok
hipertermia atau gangguan pernapasan. Klien dibaringkan dalam posisi
terlentang. Klien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan.
Puasa diteruskan sampaifungsi usus kembali normal.

I. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan appendiksitis. Adapun
jenis komplikasi menurut (Sulekale, 2016) adalah :
1. Abses
Abses merupakan peradangan apendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula- mula berupa flegmon
dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi apabila
appendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum. Operasi
appendektomi untuk kondisi abses apendiks dapat dilakukan secara dini
(appendektomi dini) maupun tertunda (appendektomi interval). Appendektomi
dini merupakan appendektomi yang dilakukan segera atau beberapa hari setelah
kedatangan klien di rumah sakit. Sedangkan appendektomi interval merupakan
appendektomi yang dilakukan setelah terapi konservatif awal, berupa
pemberian antibiotika intravena selama beberapa minggu.

2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar
ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit,
tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam.Perforasi dapat diketahui praoperatif
pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak
sakit, panas lebih dari 38,5° C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan
leukositosis terutama Polymorphonuclear (PMN). Perforasi baik berupa
11
perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan terjadinya
peritonitis. Perforasi memerlukan pertolongan medis segera untuk membatasi
pergerakan lebih lanjut atau kebocoran dari isi lambung ke rongga perut.
Mengatasi peritonitis dapat dilakukan oprasi untuk memperbaiki perforasi,
mengatasi sumber infeksi, atau dalam beberapa kasus mengangkat bagian dari
organ yang terpengaruh.
3. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum. Bila infeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum dapat menyebabkan timbulnya peritonitis umum.
Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang,
dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan
sirkulasi, dan oliguria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat,
muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis. Penderita peritonitis akan
disarankan untuk menjalani rawat inap di rumah sakit. Beberapa penanganan
bagi penderita peritonitis adalah :
a. Pemberian obat-obatan. Penderita akan diberikan antibiotik suntik atau
obat antijamur bila dicurigai penyebabnya adalah infeksi jamur, untuk
mengobati serta mencegah infeksi menyebar ke seluruh tubuh.Jangka waktu
pengobatan akan disesuaikan dengan tingkat keparahan yang dialami
klien.
b. Pembedahan tindakan pembedahan dilakukan untuk membuang jaringan
yang terinfeksi atau menutup robekan yang terjadi pada organ dalam.

12
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Data demografi
Identitas klien : Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Nyeri pada daerah abdomen kanan bawah.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengatakan nyeri pada daerah abdomen kanan bawah yang menembus
kebelakang sampai pada punggung dan mengalami demamtinggi
c. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien pernah mengalami operasi sebelumnya pada colon.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga ada yang mengalami jenis penyakit yang sama.
3. Pemeriksaan fisik ROS (review of system)
a. Kedaan umum : kesadaran composmentis, wajah tampak meringis,
konjungtiva anemis.
b. Sistem kardiovaskuler : ada distensi vena jugularis, pucat, edema,
TD>110/70mmHg; hipertermi.
c. Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada simetris, ada
tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan cuping hidung, tidak
terpasang O2, tidak ada ronchi, whezing, stridor.
d. Sistem hematologi : terjadi peningkatan leukosit yang merupakan tanda
adanya infeksi dan pendarahan.
e. Sistem urogenital : ada ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit
pinggang serta tidak bisa mengeluarkan urin secara lancer.
f. Sistem muskuloskeletal : ada kesulitan dalam pergerakkan karena proses
perjalanan penyakit.
g. Sistem Integumen : terdapat oedema, turgor kulit menurun, sianosis, pucat.
h. Abdomen : terdapat nyeri lepas, peristaltik pada usus ditandai dengan distensi
abdomen.

13
4. Pola Pengkajian Fungsional (menurut Gordon)
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adakah ada kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan
kebiasaan olahraga (lama frekwensinya), karena dapat mempengaruhi
lamanya penyembuhan luka.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Klien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi akibat
pembatasan intake makanan atau minuman sampai peristaltik usus kembali
normal.
c. Pola eliminasi
Pada pola eliminasi urine akibat penurunan daya konstraksi kandung kemih,
rasa nyeri atau karena tidak biasa BAK ditempat tidur akan mempengaruhi
pola eliminasi urine. Pola eliminasi alvi akan mengalami gangguan yang
sifatnya sementara karena pengaruh anastesi sehingga terjadi penurunan
fungsi.
d. Pola aktivitas
Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri,
aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu lamanya setelah
pembedahan.
e. Pola sensorik dan kognitif
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan serta pendengaran,
kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua,
waktu dan tempat.
f. Pola tidur dan istirahat
Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat
mengganggu kenyamanan pola tidur klien.
g. Pola Persepsi dan konsep diri.
Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya kebiasaan gerak segala
kebutuhan harus dibantu. Klien mengalami kecemasan tentang keadaan
dirinya sehingga penderita mengalami emosi yang tidakstabil.
h. Pola hubungan
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan
peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat. penderita mengalami
emosi yang tidak stabil.
14
i. Pola Reproduksi dan Seksualitas
Pada penderita appendisitis fungsi reproduksi dan seksualitas tidak ada
gangguan.
j. Pola Toleransi terhadap Stres-Koping
Pada penderita appendisitis biasanya memiliki emosi stabil dan sabar dalam
proses pengobatan.
k. Pola Nilai dan Kepercayaan
Adapun nilai dan kepercayaan pada penderita appendisitis dapat melakukan
ibadah atau persembahyangan agama yang dianutnya dengan kemampuan
yang dimilikinya.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun potensial (PPNI, 2017).
Berdasarkan pada semua data pengkajian diagnosa keperawatan utama yang
dapat muncul pada kl Appendiksitis, antara lain :
Pre Operasi :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisiologis (inflamasi
Appendiksitis) dibuktikan dengan pasien mengeluh nyeri, wajah tampak
meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, bersikap protektif, pola
nafas berubah, nafsu makan berubah, proses berfikir terganggu, menarik diri,
berfokus pada diri sendiri dan diaforesis.
2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (Infeksi pada Appendiksitis)
dibuktikan dengan suhu tubuh diatas nilai normal, kulit merah,takikardi, kulit
terasa hangat.
3. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi dibuktikan dengan
pasien merasa bingung, merasa khawatir dengan kondisi yag dihadapi, sulit
berkonsenrasi, nampak gelisah, tegang, sulit tidur dan frekuensi nadi meningkat.
4. Risiko Hipovolemia berhubungan dengan faktor risiko kehilangan cairan secara
aktif (muntah).

15
Post Operasi :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik(Prosedur oprasi)
dibuktikan dengan pasien tampak meringis, gelisah,frekuensi nadi meningkat
2. Risiko Hipovolemia berhubungan dengan faktor risiko efek agen farmakologis.
3. Risiko Infeksi berhubungan dengan faktor risiko efek prosedur infasive

C. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan atau intervensi keperawatan adalah perumusan
tujuan, tindakan dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada klien berdasarkan
analisa pengkajian agar masalah kesehatan dan keperawatan klien dapat diatasi
(Nurarif, A. H., & Kusuma, 2016).

16
Tabel Intervensi Pre Operasi

NO Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi


hasil
1. Nyeri akut berhubungan Manajemen Nyeri Manajemen Nyeri
dengan agen pencidera Setelah dilakukan 1. Identifikasi lokasi karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas nyeri,
fisiologis (inflamasi tindakan keperawatan skala nyeri, intensitas nyeri
Appendiksitis) dibuktikan diharapkan tingkat 2. Identifikasi respon nyeri non
nyerimenurun dengan verbal
dengan pasien mengeluh
Kriteria Hasil : 3. Identifikasi faktor yang
nyeri, wajah tampak memperberat nyeri dan
1. Keluhan
meringis, gelisah, frekuensi memperingan nyeri
nyeri menurun.
4. Fasilitasi istirahat dan tidur.
nadi meningkat, sulit tidur, 2. Meringis menurun
5. Kontrol lingkungan yang
bersikap protektif, pola nafas 3. Sikap protektif memperberat rasa nyeri.
berubah, nafsu makan menurun. 6. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
berubah, proses berfikir 4. Gelisah menurun.
5. Frekeunsi nadi 7. Ajarkan teknik nonfarmakologis
terganggu, menarik diri, membaik. untuk mengurangi rasa nyeri.
berfokus pada diri sendiri dan 8. Kolaborasi pemberian
diaforesis. analgetik jika perlu

17
2. Hipertermia berhubungan Manajemen Hipertemia Manajemen Hipertermia
dengan proses penyakit Setelah dilakukan 1. Identifikasi penyebab
(Infeksi pada tindakan keperawatan hipertermia.
Appendiksitis) dibuktikan diharapkan termoregulasi 2. Monitor suhu tubuh.
dengan suhu tubuh diatas membaik dengan 3. Monitor kadar elektrolit
nilai normal, takikardi, Kriteria Hasil : 4. Monitor haluaran urine
kulit merah, kulit terasa 1. Menggigil menurun. 5. Monitor komplikasi akibat
2. Kulit merah menurun
hangat. hipertermia
3. Takikardi menurun.
6. Sediakan lingkungan
4. Suhu tubuh
yang dingin.
membaik.
7. Longgarkan atau
5. Suhu kulit membaik.
lepaskan pakaian.
8. Berikan cairan oral
9. Ganti linen setiap hari
10. Hindari pemberian antipiretik
dan aspirin
11. Berikan oksigen jika perlu
12. Anjurkan tirah baring
13. Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena jika
perlu.
3. Ansietas berhubungan Reduksi Ansietas Reduksi Ansietas
dengan kurang terpapar Setelah dilakukan 1. Identifikasi saat tingkat

informasi dibuktikan tindakan keperawatan ansietas berubah.

dengan pasien merasa diharapkan tingkat ansietas 2. Identifikasi kemampuan


menurun dengan mengambil keputusan
bingung, merasa
Kriteria Hasil : 3. Monitor tanda tanda ansietas
khawatir dengan kondisi
1. Verbalisasi verbal non verbal.
yag dihadapi, sulit
kebingungan 4. Ciptakan suasana terapeutik
berkonsenrasi, nampak menurun. 5. Temani klien untuk
gelisah, tegang,sulit 2. Verbalisasi khawatir mengurangi kecemasan jika
tidur dan frekuensi nadi akibat kondisi yang perlu.
meningkat. dihadapi menurun. 6. Dengarkan dengan penuh
3. Prilaku gelisah perhatian.
menurun. 7. Gunakan pendekatan yang
4. Prilaku tegang tenang dan meyakinkan.

18
menurun 8. Jelaskan prosedur, termasuk
5. Konsentrasi membaik sensasi yang mungkin dialami.
9. Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama klien, jika perlu.
10. Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi.
11. Latih teknik relaksasi.
12. Kolaborasi pemberian obat
antiansietas jika perlu.
4. Risiko Hipovolemia Manajemen Manajemen Hipovolemia
berhubungan dengan faktor Hipovolemia 1. Periksa tanda dan gejala
risiko kehilangan cairan Setelah dilakukan hipovolemia.
secara aktif (muntah). tindakan keperawatan 2. Monitor intake dan output
Status cairan membaik cairan.
dengan 3. Hitung kebutuhan cairan
Kriteria Hasil : 4. Berikan posisi modified
1 Kekuatan nadi trendelenburg
meningkat. 5. Berikan asupan cairan oral
2 Membrane mukosa 6. Anjurkan memperbanyak
membaik. asupan cairan oral.
3 Frekuensi nadi 7. Anjurkan menghindari
membaik. perubahan posisi mendadak.
4 Tekanan darah 8. Kolaborasi peberian cairan IV
membaik. bila diperlukan.
5 Turgor kulit 9. Kolaborasi pemberian produk
meningkat. darah.

19
Tabel Intervensi Post Operasi

NO Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

1. Nyeri akut berhubungan Manajemen Nyeri Manajemen Nyeri


dengan agen pencedera Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi lokasi
karakteristik, durasi,
fisik (Prosedur operasi) keperawatan diharapkan
frekuensi, kualitas nyeri,
dibuktikan dengan pasien tingkat nyeri menurun skala nyeri, intensitas
nyeri
tampak meringis, gelisah, dengan
2. Identifikasi respon nyeri
frekuensi nadi meningkat. Kriteria Hasil :
non verbal
1. Keluhan nyeri
3. Identifikasi factor yang
menurun. memperberat nyeri dan
memperingan nyeri
2. Meringis menurun
4. Fasilitasi istirahat dan
3. Sikap protektifmenurun.
tidur.
4. Gelisah menurun.
5. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri.
5. Frekeunsi nadi membaik.
6. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
7. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
8. Kolaborasi pemberian
analgetik jika perlu

2. Risiko hipovolemia Manajemen Hipovolemia Manajemen Hipovolemia


berhubungan dengan Setelah dilakukan 1. Periksa tanda dan
faktor risiko efek agen tindakan keperawatan Status gejala hipovolemia.
farmakologis (antibiotik cairan membaik dengan 2. Monitor intake dan output
dan efek puasa). Kriteria Hasil : cairan.
1 Kekuatan nadi 3. Hitung kebutuhan cairan
meningkat. 4. Berikan posisi modified
2 Membrane mukosa trendelenburg
membaik. 5. Berikan asupan cairan oral
3 Frekuensi nadi 6. Anjurkan memperbanyak
membaik. asupan cairan oral.
4 Tekanan darah 7. Anjurkan menghindari
membaik. perubahan posisi mendadak.
5 Turgor kulit 8. Kolaborasi peberian cairan
meningkat. IV bila diperlukan.

20
9. Kolaborasi pemberian
produk darah.

3. Risiko Infeksi Perawatan Luka Perawatan Luka


berhubungan dengan Setelah dilakukan 1. Monitor karakteristik
faktor risiko efek prosedur tindakan keperawatan luka
infasive integritas kulit dan jaringan 2. Monitor tanda tanda
meningkat dengan Kriteria infeksi
Hasil : 3. Lepaskan balutan dan
1. Kerusakan jaringan plester secara perlahan
menurun. 4. Cukur rambut disekitar
2. Kerusakan lapisan kulit daerah luka jika perlu
menurun 5. Bersihkan dengan
3. Kemerahan menurun. cairan nacl
4. Nyeri menurun 6. Bersihkan jaringan
5. Perdarahan menurun neckrotik
7. Berikan salep yang
sesuai ke kulit/ lesi
8. Pasang balutan sesuai
jenis luka
9. Pertahankan teknik
steril saat melakukan
perawatan luka
10. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
11. Ajarkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri
12. Kolaborasi prosedur
debridemen jika perlu
13. Kolaborasi pemberian
antibiotik jika perlu.

21
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter, P.,
& Perry, 2014).
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana
rencana keperawatan dilaksanakan melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah
ditentukan, pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas
yang telah dicatat dalam rencana perawatan klien. Agar implementasi perencanaan
dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi
prioritas perawatan klien, kemudian bila perawatan telah dilaksanakan, memantau
dan mencatat respons klien terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan
informasi ini kepada penyedia perawatan kesehatan lainnya. Kemudian, dengan
menggunakan data, dapat mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap
proses keperawatan berikutnya (Wilkinson.M.J, 2012).
Komponen tahap implementasi :
1 Tindakan keperawatan mandiri.
2 Tindakan keperawatan edukatif.
3 Tindakan keperawatan kolaboratif.
4 Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan
keperawatan.

E. Evaluasi Keperawatan
Menurut (Setiadi, 2012) dalam buku konsep dan penulisan asuhan
keperawatan tahapan penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis
dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan
tenaga kesehatan lainnya. Terdapa dua jenis evaluasi:
1 Evaluasi Formatif (Proses)
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan
keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi 4
komponen yang dikenal dengan istilah SOAP :
22
S (subjektif) :Data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali pada klien yang
afasia.
O (objektif) : Data objektif dari hasi observasi yang dilakukan oleh perawat.
A (analisis) : Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang dianalisis atau dikaji
dari data subjektif dan data objektif.
P (perencanaan) : Perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan
keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan datang dengan tujuan
memperbaiki keadaan kesehatan klien.
2 Evaluasi Sumatif (Hasil)
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses
keperawatan selesi dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai dan
memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Ada 3
kemungkinan evaluasi yang terkait dengan pencapaian tujuan keperawatan
(Setiadi, 2012), yaitu:
a. Tujuan tercapai atau masalah teratasi jika klien menunjukan perubahan sesuai
dengan standar yang telah ditentukan.
b. Tujuan tercapai sebagian atau masalah teratasi sebagian atau klien masih
dalam proses pencapaian tujuan jika klien menunjukkan perubahan pada
sebagian kriteria yang telah ditetapkan.
c. Tujuan tidak tercapai atau masih belum teratasi jika klien hanya menunjukkan
sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama sekali.

23
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN.”S”
DENGAN DIAGNOSA MEDIS APPENDIKSITIS PRO APPENDIKTOMI
DI POLIKLINIK SPESIALIS BEDAH UMUM
RSU GANESHA
TANGGAL 23 AGUSTUS 2021

I. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan pada tanggal 23 Agustus 2021 pukul 14.00 wita di Poliklinik
Spesialis Bedah Umum RSU Ganesha. Data diperoleh melalui sumber data dari pasien,
keluarga dan cacatan medis pasien dengan metode wawancara (anamnesa), observasi,
dan pemeriksaan fisik.
A. Identitas Pasien
Nama : “Tn. S”
Umur : 42 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Sudah Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Agama : Hindu
Suku/Bangsa : Bali/Indonesia
Alamat : Br. Dinas Batuaji Batubulan
No. RM : 15.88.39
Diagnosa Medik : Appendiksitis Pro Appendiktomi

B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Pasien datang ke poliklinik spesialis bedah umum dengan keluhan nyeri pada perut
kanan bawah.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang pertama kali ke Poliklinik Spesialis Bedah Umum tanggal 21
Agustus 2021 pukul 10.00 wita dengan keluhan nyeri pada perut kanan bawah
sejak 2 hari yang lalu. Kemudian oleh dr. Fajar,Sp.B pasien disarankan untuk
dilakukan pemeriksaan USG dan cek darah lengkap dan kontrol kembali setelah

24
ada hasil USG dan DL, pasien juga disarankan untuk puasa sebelumnya karena jika
hasil pemeriksaan mengarah ke appendiksitis akan dilakukan tindakan operasi
segera pada saat kontrol selanjutnya. Pada tanggal 23 Agustus 2021 pukul 14.00
wita, pasien kontrol kembali ke Poliklinik Spesialis Bedah Umum untuk
mendapatkan tindakan lebih lanjut. Hasil USG abdomen dan pemeriksaan darah
lengkap menunjukkan bahwa pasien menderita Appendiksitis. Kemudian pasien
disarankan MRS untuk langsung dilakukan tindakan operasi Appendiktomi pukul
16.00 wita. Adapun terapi yang diberikan oleh dr. Fajar, Sp.B sebelum tindakan
operasi yaitu IVFD RL 20tpm, Cefoperazone 2gr pre op dan paracetamol 3x1gr.
Pasien sudah puasa dari pukul 10.00 wita sampai tindakan operasi selesai
dilakukan.
3. Riwayat Pengobatan
Sebelumnya pasien berobat ke klinik BBMC pada tanggal 19 Agustus 2021 untuk
mengatasi keluhan nyeri pada perutnya. Pasien mengatakan diberikan obat pulang
yakni penghilang rasa nyeri (paracetamol 3x500 mg).
4. Riwayat Alergi
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat dan makanan
5. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit seperti DM, HT, Jantung dan penyakit
menular lainnya.
b. Pasien sebelumnya tidak pernah dirawat inap.
c. Pasien sebelumnya tidak pernah dilakukan tindakan operasi.
6. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengtakan tidak memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus, hipertensi,
TBC, dan penyakit menular lainnya.
7. Penilaian Nyeri
Pasien mengakatan nyeri pada perut kanan bawah sejak 5 hari yang lalu tanggal 19
agustus 2021, nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk, skala nyeri 3 dari 0-10, nyeri
dirasakan terus menerus dan nyeri dirasakan memberat ketika berjalan dan pasien
tampak meringis.

25
C. Data Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
1. Pola Manajemen Kesehatan-Persepsi Kesehatan
Pasien mengatakan sudah menjalani pengobatan terhadap kondisi yang di deritanya
saat ini
2. Pola Metabolik – Nutrisi
a. Sebelum sakit : Pasien mengatakan sebelum sakit makan 3x sehari ( habis 1
porsi ), dan minum kurang lebih 8 gelas sehari (1600 ml).
b. Saat sakit : pasien mengatakan pada saat sakit nafsu makannya sedikit
berkurang karena nyeri pada perut 2x sehari ( habis ½ porsi), dan minum kurang
lebih 8 gelas sehari (1600 ml).
Antropometri

TB : 160 cm
BB : 60 kg
IMT : 23 kg/m2
3. Pola Eliminasi
a. BAB
Sebelum sakit : Pasien mengatakan BAB 1 kali sehari, warna kuning
konsistensi lembek, bau khas feces.
Saat sakit : Pasien mengatakan BAB 1 kali sehari, warna kuning
konsistensi lembek, bau khas feces
b. BAK
Sebelum sakit : Pasien mengatakan Kencing 6 kali sehari, warna urin kuning,
bau khas urin
Saat sakit : Pasien mengatakan Kencing 6 kali sehari, warna urin kuning,
bau khas urin
4. Pola Aktivitas – Latihan
Pasien dapat melakukan aktivitas sendiri di rumah sakit seperti berjalan, makan,
mandi dan aktivitas lainnya.

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4


Makan/minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilisasi di tempat tidur √

26
Berpindah √
Ambulasi ROM √

Keterangan:
0: mandiri, 1 : alat bantu, 2 : dibantu orang lain, 3 : dibantu orang lain dan alat, 4 :
tergantung total.

5. Pola Istirahat – Tidur


a. Sebelum sakit : Pasien mengatakan tidak ada masalah pada pola tidurnya.
Pasien sehari tidur 8 jam, tidur mulai pukul 22.00 – 06.00 wita
b. Saat sakit : Pasien mengatakan terkadang sulit tidur karena nyeri yang
dirasakan hilang timbul.
6. Pola Persepsi – Kognitif
Sebelum sakit : Pasien mengatakan tidak mengalami gangguan pendengaran,
penglihatan dan lain lain
Setelah sakit : Pasien mengeluh nyeri pada perut kanan bawah, nyeri
dirasakan seperti tertusuk-tusuk, skala nyeri 3 dari 0-10 skala
nyeri yang diberikan, nyeri dirasakan terus menerus dan nyeri
dirasakan memberat ketika berjalan, pasien tampak meringis.
7. Pola Konsep Diri – Persepsi Diri
a. Citra tubuh : Pasien mengatakan tidak merasa malu dengan kondisi saat ini.
b. Identitas diri : Pasien mengatakan seorang laki-laki yang bekerja sebagai
wiraswasta
c. Peran diri : Pasien mengatakan dalam keluaga adalah seorang kepala
rumah tangga
d. Ideal diri : Pasien mengatakan berharap agar cepat sembuh
e. Harga diri : Pasien mengatakan merasa tidak terganggu dengan kondisinya
8. Pola Hubungan – Peran
Sebelum dan saat sakit hubungan pasien dengan keluarga berjalan seperti biasa.
Keluarga pasien mendampingi pasien ke rumah sakit, dan selama operasi. Dalam
menyelesaikan konflik keluarga pasien selalu membicarakannya terlebih dahulu.
9. Pola Reproduksi – Seksualitas
Tidak terdapat masalah dengan pola reproduksi dan seksualitasnya. Pasien sudah
menikah dan berjenis kelamin laki-laki.

27
10. Pola Toleransi Terhadap Stres – Koping
Pasien mengatakan saat ini merasa gelisah karena akan dilakukan tindakan operasi
untuk pertama kali, pasien merasa khawatir dari akibat tindakan operasi yang akan
dilakukan dan suara pasien terdengar bergetar, pasien tampak tegang.
11. Pola Keyakinan – Nilai
Pasien menganut agama hindu, pasien mempercayai penyakit yang dialaminya
murni karena penyakit medis.
D. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
a. Kesan Umum : Baik
b. Kesadaran : Composmetis (E4V5M6)
c. Bentuk Tubuh : Tegak
d. Warna Kulit : Sawo matang
e. Turgor Kulit : Elastis
f. Kebersihan Diri : Baik
g. Berat Badan : 60 kg
h. Tinggi Badan : 160cm
2. Tanda-Tanda Vital
TD : 130/90 mmHg
Suhu : 36,5oC
Nadi : 100 x/menit
RR : 20 x/menit
3. Keadaan Fisik
a. Kepala
I : Kulit kepala bersih, tidak ada ketombe, rambut berwarna hitam,
rambut lurus
P : Tidak adanya benjolan dan nyeri tekan
b. Mata
I : Mata kanan kiri simetris, kedua pupil isokor, konjungtiva ananemis,
sclera anikterik
P : Tidak adanya tekanan intra okular
c. Hidung
I : Bentuk simetris, tidak adanya pernafasan cuping hidung, tidak
terdapat produksi secret.
28
P : Tidak ada nyeri tekan pada sinus
d. Telinga
I : Bentuk simetris, tidak adanya serumen,
P : Tidak adanya benjolan dan tidak adanya nyeri tekan
e. Mulut
I : Mukosa bibir lembab, tidak adanya pembengkakan pada tonsil
P : Tidak adanya nyeri tekan
f. Leher
I : Leher simetris, tidak ada pembengkakan vena jugularis.
P : Tidak ada nyeri menelan
g. Dada
I : Dada simetris tidak ada kelainan bentuk dada, tidak ada jejas
P : Tidak adanya nyeri tekan intercosta
P : Terdengar suara sonor pada dada kanan dan dullness pada dada kiri
A : Terdengar suara vesukular
h. Abdomen
I : Perut tampak bersih tidak ada nampak luka
A : Suara bising usus terdengar 32x/mnt
P : Terdapat nyeri tekan di daerah perut kanan bawah
P : Terdengar suara tympani di region kiri atas
i. Genetalia
Tidak ditemukan masalah
j. Anus
Tidak ditemukan masalah
k. Ekstremitas
Ekstremitas atas
I : Ekstremitas kanan kiri simetris, tidak ada jejas dan lesi, warna kulit
sawo matang
P : Akral teraba hangat, turgor kulit elastis, CRT < 2 detik
Ektremitas bawah
I : Ekstremitas kanan kiri simetris, tidak ada jejas dan lesi, warna kulit
sawo matang
P : Akral teraba hangat, turgor kulit elastis, CRT < 2 detik

29
Kekuatan otot :
5555 5555

5555 5555

E. DIAGNOSA MEDIK
Appendiksitis Pro Appendiktomi

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Pemeriksaan Darah
PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL

WBC 11.2 4.8-10.8

LYM% 18.4 20.0-40.0

MID% 11.1 3.0-9.0

GRA% 70.5 50.0-70.0

LYM 2.0 0.8-4.8

MID 1.3 0.1-7.0

GRAN 7.9 2.0-7.0

RBC 5.32 4.7-6.1

HGB 14.8 15.4-18.0

HCT 45.3 42.0-52.0

MCV 85.1 79.0-99.0

MCH 27.7 27.0-31.0

MCHC 32.6 33.0-37.0

RDW% 11.4 11.5-14.5

RDWa 101.4 30.0 47.0

PLT 470 150.0-450.0

MPV 6.6 7.2-11.1

30
PDW 11.3 10.0-17.0

PCT 0.31 0.2-0.4

LPCR 8.1 0.1-99.9

Pemeriksaan USG Abdomen Atas-Bawah


✓ Hepar : Ukuran normal, tepi reguler sudut tajam intensitas echoparenkim
normal, tak tampak pelebaran IHHD/EHBD, Vena hepatika, vena porta tampak
normal, tak tampak massa/kista/nodul
✓ GB : Ukuran normal, tak tampak penebalan dinding, tak tampak
batu/sludge/massa
✓ Lien :Ukuran normal, intensitas echoparenkim tampak homogen tak tampak
nodul/kista
✓ Pankreas : Ukuran normal , intensitas echoparenkim tampak normal homogen ,
tak tampak nodul/kista/kalsifikasi
✓ Ginjal kanan : Ukuran normal, intensitas echoparenkim tampak normal
homogen, batas sinus cortex tampak jelas, tak tampak pelebaran pelviocalyceal
system, tak tampak massa/batu/kista
✓ Ginjal kiri : Ukuran normal, intensitas echoparenkim tampak normal homogen,
batas sinus cortex tampak jelas, tak tampak pelebaran pelviocalyceal system, tak
tampak massa/batu/kista
✓ Buli : Tampak terisi penuh , tak tampak penebalan dinding, tak tampak
massa/batu
✓ Prostat : Ukuran normal, tidak tampak massa
✓ MC Burney : Nyeri tekan (+), tampak appendik dengan diameter 1,1 cm disertai
dengan lesi hipoechoic di sekitarnya
Kesan
✓ Sesuai gamaran periappendicular infiltrat (PAI)
✓ Hepar/GB/Lien/Pankreas/Ginjal kanan kiri/Buli/Prostat tak tampak kelainan

G. THERAPY
Pre Operasi : IVFD RL 20 tpm

Injeksi Cefoperazone 2gr pre op

Injeksi Paracetamol Flash 3x 1 gram

31
II. ANALISA DATA
No DATA ETIOLOGI MASALAH

1 DS : Inflamasi akibat obstruksi Nyeri Akut


Pasien mengatakan nyeri lumen
pada perut kanan bawah,
nyeri dirasakan seperti Appendixitis
tertusuk-tusuk, skala
Sekresi mukus berlebih pada
nyeri 3 dari 0-10 skala lumen appendik
nyeri yang diberikan,
nyeri dirasakan terus
Appendik teregang
menerus dan nyeri
dirasakan memberat
ketika berjalan.

DO :

Pasien tampak meringis


kesakitan, adanya nyeri
tekan pada perut kanan
bawah

TD : 130/90 mmHg

N : 100 x/menit

S : 36,5º

RR : 20x/menit

2 DS : Inflamasi akibat obstruksi Ansietas


Pasien mengatakan saat lumen
ini merasa gelisah karena
akan dilakukan tindakan Appendixitis
operasi untuk pertama
Kurang terpapar informasi
kali, pasien merasa
Gelisah, tegang, sulit tidur,
khawatir dari akibat muka tampak pucat, frekuensi

32
tindakan operasi yang nadi meningkat
akan dilakukan.

DO :

Suara pasien terdengar


bergetar dan pasien
tampak tegang

N : 100x/menit

III. Tabel Daftar Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kalaboratif Berdasarkan


Prioritas

No Tgl/ Jam Ditemukan Diagnosa Keperawatan

1 23/08/2021 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisiologis


(inflamasi appendikitis) dibuktikan dengan pasien
14.00 wita
mengakatan mengeluh nyeri pada perut kanan bawah, nyeri
dirasakan seperti tertusuk-tusuk, skala nyeri 3 dari 0-10
skala nyeri yang diberikan, nyeri dirasakan terus menerus
dan nyeri dirasakan ketika berjalan, pasien tampak meringis
kesakitan, TD: 130/90 mmHg , Nadi : 100x/mnt

2 23/08/2021 Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi


dibuktikan dengan pasien mengatakan saat ini merasa
14.00 wita
gelisah karena akan dilakukan tindakan operasi untuk
pertama kali, pasien merasa khawatir dari akibat tindakan
operasi yang akan dilakukan dan suara pasien terdengar
bergetar, pasien tampak tegang, N : 100x/menit

33
IV. INTERVENSI
NO DIAGNOSA KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL

1 Nyeri Akut Setelah dilakukan Asuhan Manajement Nyeri Manajement Nyeri


berhubungan keperawatan selama 1 x 60 1. Untuk mengetahui tingkat nyeri
dengan agen menit, diharapkan nyeri pasien 1. Identifikasi lokasi karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas nyeri, pasien
pencidera fisiologis menurun dengan
skala nyeri, intensitas nyeri
(inflamasi
Kriteria Hasil : 2. Identifikasi respon nyeri non 2. Untuk mengetahui karakteristik
appendikitis) di
1. Keluhan nyeri menurun verbal
buktikan dengan nyeri yang dirasakan
Pasien mengeluh menjadi 2 (dari 0-10) 3. Ajarkan teknik nonfarmakologis
3. Untuk mengurangi tingkat nyeri
nyeri pada perut distraksi untuk mengurangi rasa
2. Meringis menurun nyeri yakni dengan mengajarkan yang dirasakan pasien
kanan bawah nyeri
tekhnik relaksasi napas dalam
dirasakan seperti 3. Frekuensi nadi dan tekanan
tertusuk-tusuk , darah membaik 4. Kolaborasi pemberian analgetik 4. Untuk mengurangi nyeri yang
pasien tampak (paracetamol 3 x 1 gram) parah
Nadi (60-100)x/mnt
meringis kesakitan,
TD: 130/90 mmHg TD 100/70-120/90 mmHg

Nadi : 100x/mnt
2 Ansietas Setelah dilakukan 1x 60 menit Reduksi Ansietas Reduksi Ansietas
berhubungan tindakan keperawatan 1. Monitor tanda-tanda ansietas 1. Untuk mengetahui tingkat
dengan kurang diharapkan tingkat ansietas verbal non verbal. kecemasan pasien
terpapar informasi menurun dengan 2. Temani klien untuk mengurangi 2. Agar pasien merasa lebih
dibuktikan dengan Kriteria Hasil : kecemasan nyaman sehingga cemasnya
pasien mengatakan 1. Ungkapan khawatir pasien 3. Melakukan pendekatan yang berkurang

34
saat ini merasa terhadap tindakan tenang dan meyakinkan. 3. Agar timbul rasa kepercayaan
gelisah karena akan appendiktomi menurun. 4. Sediakan materi dan media dari pasien
dilakukan tindakan 2. Perilaku gelisah menurun pendidikan kesehatan dan beri 4. Agar pasien lebih mudah untuk
operasi untuk 3. Konsentrasi membaik KIE tentang persiapan operasi memahami persiapan operasi
pertama kali, pasien apendiksitis dan menjelaskan apendiksitis
merasa khawatir rencana tindakan yang akan
dari akibat tindakan dilakukan
operasi yang akan
dilakukan dan suara
pasien terdengar
bergetar, pasien
tampak tegang
N:100x/menit

35
V. IMPLEMENTASI
No. Tanggal/jam No Dx Implementasi Evaluasi Paraf

1 23/08/2021 1 Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, kualitas, Ds : Wahyuni


14.10 wita durasi dan skala nyeri pada pasien Pasien mengakatan nyeri pada
perut kanan bawah, nyeri
dirasakan seperti tertusuk-tusuk,
skala nyeri 3 dari 0-10 skala
nyeri yang diberikan, nyeri
dirasakan terus menerus dan
nyeri dirasakan memberat ketika
berjalan.
Do :
Pasien tampak meringis
kesakitan, adanya nyeri tekan
pada perut kanan bawah
TD : 130/90 mmHg
N : 100x/mnt

36
2 23/08/2021 2 Memantau tanda-tanda ansietas verbal non Ds : Wahyuni
14.10 wita verbal paa pasien Pasien mengatakan saat ini
merasa gelisah karena akan
dilakukan tindakan operasi
untuk pertama kali, pasien
merasa khawatir dari akibat
tindakan operasi yang akan
dilakukan
Do :
Pasien tampak cemas dan suara
pasien terdengar bergetar, pasien
tampak tegang
TD : 130/90 mmHg
N : 100x/mnt

3 23/08/2021 1 Mengontrol lingkungan yang dapat Ds : Wahyuni


14.20 wita memperberat rasa nyeri pasien Pasien mengatakan merasa
nyaman diruangan
Do :
Pasien kooperatif

37
4 23/08/2021 2 Menemani pasien untuk mengurangi kecemasan Ds : Wahyuni
14.20 wita Pasien mengatakan merasa
nyaman saat ditemani
Do :
Terlihat wajah pasien tidak
nampak cemas lagi

5 23/08/2021 1 Mengajarkan tekhnik nonfarmakologis untuk Ds : Wahyuni


mengurangi nyeri yakni dengan mengajarkan Pasien mengatakan sudah
14.30 wita
memahami tentang cara
teknik relaksasi napas dalam
melakukan tehnik relaksasi nafas
dalam
Do :
Pasien tampak Kooperatif

6 23/08/2021 2 Melakukan pendekatan yang tenang dan Ds : Wahyuni


meyakinkan pada pasien Pasien mengatakan percaya
14.30 wita
bahwa dia akan sembuh dan saat
ini cemasnya sudah berkurang
Do :
Pasien tampak Kooperatif

38
7 23/08/2021 1 Memberikan analgetik paracetamol flash 1 Ds : Wahyuni
14.40 wita gram melalu intravena Pasien mengatakan bersedia
diberikan obat parasetamol
Do :
Obat paracetamol flash sudah
diberikan melalui intravena
dengan dosis 1 gram

8 23/08/2021 2 Menyediakan materi dan media pendidikan DS : Wahyuni


14.50 wita kesehatan berikan KIE tentang persiapan Pasien dan keluarga mengatakan
operasi apendiksitis dan menjelaskan rencana siap menerima informasi
tindakan yang akan dilakukan: DO :
- Memberika leaflet ke keluarga setelah Pasien dan keluarga tampak
diberikan penjelasan kooperatif

39
VI. EVALUASI
NO. TANGGAL DIAGNOSA EVALUASI PARAF
/JAM
1. 23/08/2021 Nyeri akut berhubungan dengan agen S : Pasien mengatakan nyeri sudah berkurang pada Wahyuni
pencidera fisiologis (inflamasi perut kanan bawah dengan skala nyeri 2 (0-10)
15.00 wita
appendikitis) dibuktikan dengan pasien
O : Pasien terlihat lebih tenang, TD 120/70 mmHg,
mengakatan nyeri pada perut kanan
Nadi 80x/menit, pasien tidak tampak gelisah
bawah, nyeri dirasakan seperti tertusuk-
tusuk, skala nyeri 3 dari 0-10 skala nyeri A : Masalah Teratasi
yang diberikan, nyeri dirasakan terus
P : Pertahankan Kondisi pasien, pasien dibawa ke
menerus dan nyeri dirasakan ketika
ruang OK untuk dilakukan tindakan Operasi
berjalan, pasien tampak meringis
Apendictomy
kesakitan, TD: 130/90 mmHg , Nadi :
100x/mnt

40
2. 23/08/2021 Ansietas berhubungan dengan kurang S : Pasien mengatakan tidak merasa khawatir lagi Wahyuni
15.00 wita terpapar informasi dibuktikan dengan terhadap operasi yang akan dijalaninya dan sudah
pasien mengatakan saat ini merasa memahami tentang penyakit appendiksitis yang
gelisah karena akan dilakukan tindakan dialami serta memahami rencana tindakan yang
operasi untuk pertama kali, pasien akan dilakukan terhadap dirinya
merasa khawatir dari akibat tindakan
O : - Pasien tampak tenang
operasi yang akan dilakukan dan suara
pasien terdengar bergetar, pasien tampak -Pasien tampak mengerti tentang penjelasan
tegang N:100x/menit yang diberikan

A : Masalah teratasi

P : Pertahankan kondisi pasien

41
DAFTAR PUSTAKA

Anas, Kadrianti, E., &amp; I. (2013). Pengaruh Tindakan Mobilisasi Terhadap


Penyembuhan Luka Post Operasi Usus Buntu (Appendiksitis) Di RSI Faisal
Makassar.

Arifin, D. S. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Post Operatif Apendiktomy et
cause Appendisitis Acute.

Ariska, D. W., & Ali, M. S. (2019). Pengaruh Kebiasaan Konsumsi Junk Food Terhadap
Kejadiaan Obesitas Remaja. Jurnal Kesehatan Surya Mitra Husada,1–7.

Bickley Lynn S & Szilagyi Peter G. (2018). Buku Saku Pemeriksaan Fisik & Riwayat
Kesehatan (p. 49). p. 49.

Burkitt, and R. (2007). Appendiksitis. In: Essential Surgery Problems, Diagnosis, &
Management . (4th ed.). London: Elsevier Ltd.

Dewi, A. A. W. T. (2015). Evaluasi Penggunaan Antibiotika Profilaksis Pada klien Operasi


Appendisitis Akut di Instalasi Rawat Inap RS Baptis Batu Jawa Timur.

Elizabeth J. Corwin. (2011). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Adityamedi.

Goleman, daniel; boyatzis, Richard; Mckee, A. (2019). Kebiasaan Konsumsi Makanan


Cepat Saji Pada Siswa Kelas Viii Smp Negeri 1 Yogyakarta. Journal of Chemical
Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Hasanah, H. (2016). Teknik-teknik observasi.

Hidayatullah, R. M. R. (2014). Efektivitas Antibiotik yang Digunakan pada Pasca Operasi


Appendisitis Di RUMKITAL dr . Mintohardjo Jakarta Pusat.

Jong, S. & de. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Kedokteran, F. (2018). Teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Basic Physical
Examination : Teknik Inspeksi, Palpasi, dan auskultasi,(0271)

42

Anda mungkin juga menyukai