KEGAWATDARURATAN
KERACUNAN
KERACUNAN PESTISIDA
Disusun Oleh :
Kelompok 8
Anggota : 1. Afif Dwi Pasana PO 71 20 1 11 00
2. Fatimah Hafliah PO 71 20 1 11 024
3. Manda Sari PO 71 20 1 11 0
Tingkat : III C
Dosen : Ishak Bakrie, S.Sos, M.Kes
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pestisida didefenisikan sebagai senyawa kimia yang digunakan untuk
membunuh hama, termasuk serangga, hewan pengerat, jamur dan tanaman yang tidak
diinginkan (gulma). Pestisida digunakan dalam kesehatan masyarakat untuk
membunuh vektor penyakit, seperti nyamuk, dan dalam pertanian, untuk membunuh
hama yang merusak tanaman.
Pestisida dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai cara yakni
melalui kontaminasi memalui kulit (dermal Contamination), terhisap masuk kedalam
saluran pernafasan (inhalation) dan masuk melalui saluran pencernaan makanan
lewat mulut (oral).
Keracunan pestisida merupakan masalah kesehatan yang penting pada
lingkungan kerja karena pestisida digunakan pada sejumlah besar industri. Hal ini
menyebabkan kondisi kategori pekerja beresiko langsung terhadap paparan pestisda.
Namu pekerja di industri lain pun bahkan beresiko untuk terkena juga. Sebagai
contoh, ketersediaan pestisida secara komersial di toko-toko menyebabkan pekerja
ritel berada pada risiko pajanan dan penyakit ketika mereka menangani produk-
produk pestisida (Calvret, 2004)
Fungsi pekerjaan yang berbeda menyebabkan bervariasinya tingkat paparan.
Eksposur pekerjaan Sebagian besar disebabkan oleh penyerapan melalui kulit yang
terbuka seperti wajah, tangan, lengan, leher, dan dada. Paparan ini kadang-kadang
ditingkatkan dengan inhalasi pengaturan termasuk penyemprotan operasi di rumah
kaca dan lingkungan tertutup lain, taksi traktor, dan penyemprotan pestisida
menggunakan blower atau spray (Ecobichon, 2001).
Di negara-negara berkembang keracunan pestisida adalah masalah utama
dengan skala yang
yang besar . Sebagian besar perkiraan mengenai tingkat keracunan
pestisida telah didasarkan pada data dari penerimaan pasien di rumah. Perkiraan
terbaru oleh kelompok tugas WHO menunjukkan bahwa mungkin ada 1 juta kasus
keracunan yang tidak disengaja. Di samping itu terdapat 2 juta orang dirawat di
rumah sakit akibat usaha bunuh diri dengan pestisida, dan hal ini mencerminkan
hanya sebagian kecil dari masalah yang sebenarnya.. Atas dasar survei yang
2
dilaporkan sendiri keracunan ringan dilakukan di kawasan Asia, diperkirakan bahwa
mungkin ada sebanyak 25 juta pekerja pertanian di negara berkembang menderita
sebuah episode dari keracunan setiap tahun (Jeyaratnam J, 1990).
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penyusunan makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui konsep asuhan kegawatdaruratan keracunan pestisida (definisi,
etiologi, klasifikasi, dll )
2. Untuk mengetahui penatalaksanaan keracunan pestisida secara umum dam medis
3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan keracunan pestisida
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Penyakit
2.1 Pengertian
Racun adalah zat yang ketika tertelan, terisap, diabsorbsi, menempel pada kulit
atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relative kecil menyebabkan cedera
dari tubuh dengan adanya reaksi kimia.
Intoksikasi atau keracunan adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam
tubuh dengan berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan
dapat menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, menimbulkan efek merugikan
dan bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan
kimia (peptisida). Istilah peptisida pada umumnya dipakai untuk semua bahan yang
dipakai manusia untuk membasmi hama yang merugikan manusia.Termasuk
peptisida ini adalah insektisida.
Menurut Peraturan Pemerintah No 7 tahun 1973, Pestisida adalah semua zat
kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk :
• Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak
tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian;
• Memberantas rerumputan;
• Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan;
• Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman
tidak termasuk pupuk;
• Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan
• piaraan dan ternak;
• Memberantas atau mencegah hama-hama air;
• Memberantas atau mencegah binatang binatang dan jasad-jasad renik dalam
rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan;
• Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan
pada tanaman, tanah atau air.
4
2.2. Etiologi
Penyebab yang paling umum pada kasus keracunan pestisida adalah keracunan
akibat kecelakaan; keracunan berupa tindakan bunuh diri, pajanan melalui
kontaminasi lingkungan atau tempat kerja (okupasional).
2.3. Klasifikasi
Pestisida dapat digolongkan menurut penggunaannya dan disubklasifikasi
menurut jenis bentuk kimianya. Dari bentuk komponen bahan aktifnya maka
pestisida dapat dipelajari efek toksiknya terhadap manusia maupun makhluk hidup
lainnya dalam lingkungan yang bersangkutan.
Penggolongan pestisida menurut jasad sasaran
• Sintetik
- Anorganik : garam-garam beracun seperti arsenat, flourida, tembaga sulfat
dan garam merkuri.
- Organik
Organo khlorin : DDT, BHC, Chlordane, Endrin dll.
Heterosiklik : Kepone, mirex dll.
Organofosfat : malathion, biothion dll.
Karbamat : Furadan, Sevin dll.
Dinitrofenol : Dinex dll.
Thiosianat : lethane dll.
- Sulfonat, sulfida, sulfon.
Lain-lain : methylbromida dll.
• Hasil alam : Nikotinoida, Piretroida, Rotenoida dll
5
Ada 2 macam insektisida yang paling banyak digunakan dalam pertanian :
1. Insektisida hidrokarbon khorin ( IHK=Chlorinated Hydrocarbon )
2. Isektida fosfat organic ( IFO =Organo Phosphatase insectis ida )
Yang paling sering digunakan adalah IFO yang pemakaiannya terus menerus
meningkat. Sifat dari IFO adalah insektisida poten yang paling banyak digunakan
dalam pertanian dengan toksisitas yang tinggi. Salah satu derivatnya adalah Tabun
dan Sarin. Bahan ini dapat menembusi kulit yang normal (intact) juga dapaat diserap
diparu dan saluran makanan, namun tidak berakumulasi dalam jaringan tubuh seperti
golongan IHK. Macam-macam IFO adalah malathion (Tolly), Paraathion,diazinon,
Basudin, Paraoxon dan lain-lain. IFO ada 2 macam adalah IFO Murni dan golongan
carbamate.Salah satu contoh gol.carbamate adalah baygon.
2.4. Patofisiologi
IFO bekerja dengan cara menghabat ( inaktivasi ) enzim asetikolinesterase
tubuh (KhE). Dalam keadaan normal enzim KhE bekerja untuk menghidrolisis
arakhnoid (AKH) dengan jalan mengikat Akh – KhE yang bersifat inaktif. Bila
konsentrasi racun lebih tinggi dengan ikatan IFO- KhE lebih banyak terjadi.
Akibatnya akan terjadi penumpukan Akh ditempat-tempat tertentu, sehingga timbul
gejala-gejala ransangan Akh yang berlebihan, yang akan menimbulkan efek
muscarinik, nikotinik dan SSP ( menimbulkan stimulasi kemudian depresi SSP).
Pada keracunan IFO, ikatan-ikatan IFO – KhE bersifat menetap (ireversibel),
sedangkan keracunan carbamate ikatan ini bersifat sementara (reversible ).
Secara farmakologis efek akhir dapat dibagi 3 golongan :
1. Muskarini, terutama pada saluran pencernaan, kelenjar ludah dan keringat, pupil,
bronkus dan jantung.
2. Nikotinik, terutama pada otot-otot skeletal, bola mata, lidah, kelopak mata dan otot
pernafasan.
3. SSP, menimbulkan nyeri kepala, perubahan emosi, kejang-kejang (Konvulsi)
sampai koma.
6
2.5. Manifestasi Klinis
Yang palig menonjol adalah hiperaktivitas kelenjar-kelenjar ludah/air mata /
keringat / urine / saluran pencernaan makanan (disngkat dengan SLUD = Salivasi,
Lakrimasi, Urinasi dan diare), kelainan visus dan kesukaran bernapas.
a. Keracunan ringan
- Anoriksia - Nyeri kepala - Rasa lemah
- Rasa takut - Tremor lidah - Tremor kelopak mata
- Pupil miosis
b. Keracunan sedang
- Nausea - Muntah-muntah - Kejang/keram perut.
- Hipersalivasi - Hiperhidrosis - Fasikulasi otot
- Bradikardi
c. Keracunan berat
- Diare - Pupil “pin-Point” - Reaksi cahaya (-)
- Sesak napas - Sianosos - Edema paru
- Inkonteinensia urine - Inkotinensia feses - Konvulsi
- Koma - Blokade jantung - Akhirnya meninggal
7
5. Berikan terapi spesifik atau antagonis fisiologik secepat mungkin untuk
menurunkan efek toksin.
6. Dukung pasien yang mengalami kejang. Racun mungkin memicu system saraf
pusat atau pasien mungkin mengalami kejang karena oksigen tidak adekuat.
7. Bantu dalam menjalankan prosedur untuk mendukung penghilangan zat yang
ditela, yaitu:
Diuresis untuk agens yang dikeluarkan lewat jalur ginjal.
Dialisis
8
c. Keracunan makanan
Keracunan makanan adalah penyakit yang tiba-tiba dan mengejutkan yang
dapat terjadi setelah menelan makanan atau minuman yang terkontaminasi.
Pertolongan Pertama Pada Keracunan Makanan
1. Untuk mengurangi kekuatan racun, berikan air putih sebanyak-banyaknya atau
diberi susu yang telah dicampur dengan telur mentah.
2. Agar perut terbebas dari racun, berikan norit dengan dosis 3-4 tablet selama 3
kali berturut-turut dalam setia jamnya.
3. Air santan kental dan air kelapa hijau yang dicampur 1 sendok makan garam
dapat menjadi alternative jika norit tidak tersedia.
4. Jika penderita dalam kondisi sadar, usahakan agar muntah. Lakukan dengan
cara memasukan jari pada kerongkongan leher dan posisi badan lebih tinggi
dari kepala untuk memudahkan kontraksi
5. Apabila penderita dalam keadaan p[ingsan, bawa egera ke rumah sakit atau
dokter terdekat untuk mendapatkan perawatan intensif.
9
setelah keracunan. Keramas rambut dan memandikan seluruh tubuh dengan sabun.
Emesis, katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila
keracunan terjadi kurang dari 4-6 jam. pada koma derajat sedang hingga berat
tindakan kumbah lambung sebaiknya dukerjakan dengan bantuan pemasangan
pipa endotrakeal berbalon,untuk mencegah aspirasi pnemonia.
3. Anti dotum.
Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh
pada tempat penumpukan.
a. Mula-mula diberikan bolus IV 1 – 2,5 mg
b. Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 – 10 – 15 menit samapi timbul gejala-
gejala atropinisasi (muka merah, mulut kering, takikardi, midriasis, febris dan
psikosis).
c. Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 – 60 menit selanjutnya setiap
2 – 4 – 6 – 8 dan 12 jam.
d. Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam.
Penghentian yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa
edema paru dan kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.
2.8.Pemeriksaan Penunjang
Pengukuran kadar KhE
Pengukuran kadar KhE dengan sel darah merah dan plasma, penting untuk
memastikan diagnosis keracunan IFO akut maupun kronik (Menurun sekian % dari
harga normal ).
1. Kercunan akut : Ringan : 40 – 70 %
2. Sedang : 20 – 40 %
3. Berat : < 20 % 4. Keracunan kronik bila kadar KhE menurun sampai 25 – 50 %
setiap individu yang berhubungan dengan insektisida ini harus segara disingkirkan
dan baru diizinkan bekerja kemballi kadar KhE telah meningkat > 75 % N
Patologi Anatomi ( PA )
Pada keracunan acut, hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak khas. sering
hanya ditemukan edema paru, dilatsi kapiler, hiperemi paru, otak dan organ-oragan
lainnya.
10
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengumpulan Data
a. Pengkajian Primer
1) Airway
Jalan napas bersih
Tidak terdengar adanya bunyi napas ronchi
Tidak ada jejas badan daerah dada
2) Breathing
Peningkatan frekunsi napas
Napas dangkal
Distress pernapasan
Kelemahan otot pernapasan
Kesulitan bernapas : sianosis
3) Circulation
Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
Sakit kepala
Pingsan
berkeringat banyak
Reaksi emosi yang kuat
Pusing, mata berkunang – kunang
4) Disability
Dapat terjadi penurunan kesadaran
Triase : merah
Analisa data
Data Penyebab Masalah
Peningkatan frekunsi napas Bisa ular mengandung toksin yang Gangguan pola
Distress pernapasan : ↓
takipneu, retraksi ↓
11
Menggunakan otot-otot Menyebabkan paralise otot otot lurik
pernapasan ↓
sianosis pernapasan
↓
Kompensasi tubuh dengan cara napas
yang dalam dan cepat
↓
Sesak
↓
Gangguan pola napas
Sakit kepala ↓
kunang ↓
Penurunan curah jantung
Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pola napas berhubungan dengan kelumpuhan otot pernapasan
b. Penurunan curah jantung
b. Pengkajian Sekunder
1) Pengumpulan Data
Aktivitas / Istrahat
13
Tanda ; Reaksi emosi yang kuat, kaget
2) Pengelompokan Data
Data Subyektif
c. Klien mengatakan tidak mampu melakukan aktivitas
d. Klien mengatakan pinggang terasa pegal
e. Klien mengatakan merasa mual dan muntah
f. Rasa sakit di seluruh persendian tubuh
g. Rasa sakit atau berat didada dan perut
h. Pusing, mata berkunang – kunang
i. Klien mengatakan takut dengan keadaannya
Data Obyektif
j. Klien nampak lemah
k. Reaksi emosi yang kuat, kaget
l. Nampak pembengkakan pada luka gigitan ular
m. Ekspresi wajah meringis
n. Tanda-tanda tusukan gigi
o. Klien nampak mual dan muntah
3) Analisa Data
Data Penyebab Masalah
Ds : Gigitan ular yang berbisa Intoleransi
p. Klien mengatakan tidak ↓ aktivitas
mampu melakukan aktivitas Toksin masuk ke tubuh
q. Klien mengatakan ↓
pinggangnya terasa pegal Merangsang saraf saraf
Do : ↓
r. Klien nampak lemah Kelemahan otot
↓
Intoleransi aktivitas
14
Ds : Gigitan ular berbisa yang Nyeri
s. Klien mengatakan rasa sakit di mengandung toksin
seluruh persendian tubuh ↓
t. Klien mengatakan rasa sakit Merangsang saraf saraf seluruh
atau berat didada dan perut tubuh
u. Klien mengatakan pusing, mata ↓
berkunang – kunang Merangsang pengeluaran
Do : bradikin, prostaglandin
v. Nampak pembengkakan pada ↓
luka gigitan ular Impuls di sampaikan ke SSP
w. Ekspresi wajah meringis bagian korteks serebri
↓
Thalamus
↓
Nyeri dipersepsikan
Ds : Gigitan ular berbisa yang Cemas
x. Klien mengatakan takut mengandung toksin
dengan keadaannya ↓
Do : Mempengaruhi saraf saraf
y. Reaksi emosi yang kuat, kaget ↓
Kurang informasi
↓
Koping individu tidak efektif
↓
Cemas
15
Pengkajian Keperawatan keracunan
a. Tanda-tanda vital
- Distress pernapasan
- Sianosis
- Takipnoe
b. Neurologi
IFO menyebabkan tingkat toksisitas SSP lebih tinggi, efek-efeknya termasuk letargi, peka
rangsangan, pusing, stupor & koma.
c. GI Tract
Iritasi mulut, rasa terbakar pada selaput mukosa mulut dan esofagus, mual dan muntah.
d. Kardiovaskuler
Disritmia.
e. Dermal
Iritasi kulit
f. Okuler
Luka bakar kurnea
g. Laboratorium
Eritrosit menurun
Proteinuria
Hematuria
Hipoplasi sumsum tulang
Diagnostik
Radiografi dada dasar/foto polos dada
Analisa gas darah, GDA, EKG
Intervensi secara umum
Perawatan Suportif
1. Jalan nafas
2. Pernapasan
Diagnosa keperawatan
a. Resiko pola napas tidak efektif berhubungan dengan efek langsung toksisitas
IFO, proses inflamasi.
16
b. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kerentanan pribadi,
kesulitan dalam keterampilan koping menangani masalah pribadi.
c. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan hilangnya
cairan tubuh secara tidak normal
Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 :
Resiko pola napas tidak efektif berhubungan dengan efek langsung toksisitas IFO, proses
inflamasi.
Tujuan : Pola napas efektif
Kriteria Evaluasi :
- RR normal : 14 – 20 x/menit
- Alan napas bersih, sputum tidak ada
Intervensi Rasional
1. Pantau tingkat, irama pernapasan & 1. Efek IFO mendepresi SSP yang mungkin
suara napas serta pola pernapasan dapat mengakibatkan hilangnya
2. Tinggikan kepala tempat tidur kepatenan aliran udara atau depresi
3. Dorong untuk batuk/ nafas dalam pernapasan, pengkajian yang berulang
4. Auskultasi suara napas kali sangat penting karena kadar
5. Berikan O2 jika dibutuhkan toksisitas mungkin berubah-ubah secara
6. Kolaborasi untuk sinar X dada, GDA drastis.
2. Menurunkan kemungkinan aspirasi,
diagfragma bagian bawah untuk untuk
menigkatkan inflasi paru.
3. Memudahkan ekspansi paru & mobilisasi
sekresi untuk mengurangi resiko
atelektasis/pneumonia
4. Pasien beresiko atelektasis dihubungkan
dengan hipoventilasi & pneumonia.
5. Hipoksia mungkin terjadi akibat depresi
pernapasan
17
6. Memantau kemungkinan munculnya
komplikasi sekunder seperti
atelektasis/pneumonia, evaluasi
kefektifan dari usaha pernapasan.
Diagnosa 2 :
Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kerentanan pribadi, kesulita n dalam
keterampilan koping menangani masalah pribadi.
Tujuan : Koping individu efektif, tidak terjadi kerusakan perilaku adaptif dalam
pemecahan masalah.
Kriteria Evaluasi :
- Klien mampu mengungkapkan kesadaran tentang penyalahgunaan bahan insektisida.
- Mampu menggunakan keterampilan koping dalam pemecahan masalah
- Mampu melakukan hubungan /interaksi social.
Intervensi Rasional
1. Pastikan dengan apa pasien ingin 1. Menunjukkan penghargaan dan hormat
disebut/dipanggil. 2. Memberi informasi tentang derajat
2. Tentukan pemahaman situasi saat ini & menyangkal, mengidentifikasi koping
metode koping sebelumnya terhadap yang digunakan pada rencana
masalah kehidupan. perawatan saat ini
3. Berikan umpan balik positif 3. Umpan balik yang positif perlu untuk
4. Pertahankan harapan pasti bahwa meningkatkan harga diri dan
pasien ikut serta dalam terapi menguatkan kesadaran diri dalam
5. Gunakan dukungan keluarga/teman perilaku
sebaya untuk mendapatkan cara-cara 4. Keikut sertaan dihubungkan degan
koping. penerimaan kebutuhan terhadap
6. Berikan informasi tentang efek bantuan, untuk bekerja.
meneguk insektisida 5. Dengnan pemahaman dan dukungan
7. Bantu pasien untuk menggunakan dari keluarga /teman sebaya dapat
keterampilan relaksasi membantu menngkatkan kesadaran.
6. Agar klien mengetahui efek samping
18
yang berakibat fatal pada organ-organ
vital bila menelan insektisida (baygon)
7. Relaksasi adalah pengembangan cara
baru menghadapi stress
Diagnosa 3 :
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan hilangnya cair an tubuh
secara tidak normal
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan cairan
Kriteria evaluasi :
Keseimbangan cairan adekuat
- Tanda-tanda vital stabil
- Turgor kulit stabil
- Membran mukosa lembab
- Pengeluaran urine normal 1 – 2 cc/kg BB/jam
Intervensi Rasional
1. Monitor pemasukan dan pengeluaran 1. Dokumentasi yang akurat dapat
cairan. membantu dalam mengidentifikasi
pengeluran dan penggantian cairan.
2. Monitor suhu kulit, palpasi denyut 2. Kulit dingain dan lembab, denyut yang
perifer. lemah mengindikasikan penurunan
sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk
pengantian cairan tambahan.
3. Catat adanya mual, muntah, 3. Mual, muntah dan perdarahan yang
perdarahan berlebihan dapat mengacu pada
4. Pantau tanda-tanda vital hipordemia.
4. Hipotensi, takikardia, peningkatan
5. Berikan cairan parinteral dengan pernapasan mengindikasikan kekurangan
kolaborasi dengan tim medis. cairan (dehindrasi/hipovolemia).
5. Cairan parenteral dibutuhkan untuk
mendukung volume cairan /mencegah
6. Kolaborasi dalam pemberian hipotensi.
19
antiemetic 6. Antiemetik dapat menghilangkan
mual/muntah yang dapat menyebabkan
7. Berikan kembali pemasukan oral ketidak seimbangan pemasukan.
secara berangsur-angsur. 7. Pemasukan peroral bergantung kepada
pengembalian fungsi gastrointestinal.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, dkk (2000), Kapita Selekta Kedokteran ed. 3, jilid 2, Medika. Aesculapius,Jakarta.
20
Departemen kesehatan RI, ( 2000 ) Resusitasi jantung, paru otak Bantuan hidup lanjut (
Advanced Life Support ) Jakarta.
InfoPOM Badan POM Volume 5 No. 1 Januari 2004, Keracunan YanDisebabkan Gas
Karbon Monoksida, Jakarta.
LabUPF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr.Soetomo Surabaya,( 1994 ) Pedoman Diagnosis
dan Terapi, Surabaya.
Olson, KR, 2004 Cargbon Monoxide, Poisoning & Drug Overdose, Fourthedition, Mc.
Graw Hill, Singapore
21