Residu Pestisida
Dosen Pengampu: Dr. apt. Yunahara Farida, M.Si
Disusun oleh:
Rosmawati (5422220036)
Peminatan: Kosmetika Bahan Alam
Dampak Pestisida
Pestisida yang seharusnya digunakan untuk membasmi hama ternyata berdampak pada
pencemaran lingkungan baik itu air, udara maupun tanah. Pestisida organoklorin merupakan bahan
kimia yang masuk dalam kategori Persisten Organic Pollutants (POPs) yang berbahaya bagi
kesehatan. Organoklorin Secara kimia tergolong insektisida yang toksisitas relatif rendah akan
tetapi mampu bertahan lama dalam lingkungan. Racun ini bersifat mengganggu susunan syaraf
dan larut dalam lemak Hal ini dapat membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan karena
bahan kimia ini dapat menyebabkan kanker, alergi dan merusak susunan saraf (baik sentral
ataupun peripheral serta dapat juga mengganggu sistem endokrin yang menyebabkan kerusakan
pada sistem reproduksi dan sistem kekebalan yang terjadi pada mahluk hidup, termasuk janin(1).
1. Dampak pestisida organokhlorin
Karakteristik pestisida organoklorin yang dapat memberikan efek negatif adalah
a. Terurai sangat lambat dalam tanah, udara, air dan mahluk hidup serta menetap dalam
lingkungan untuk waktu yang lama.
b. Masuk dalam rantai makanan dan dapat terakumulasi pada jaringan lemak, sehingga sukar
larut dalam air.
c. Dapat terbawa jauh melalui udara dan air
Jurnal Metode Identifikasi Residu Pestisida Organofosfat Pada Bawang Merah Di Kabupaten
Kulon Progo(5)
Metode, Sampel bawang merah 45-50 hari setelah waktu tanam diambil dari 10 petani di
kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulonprogo pada bulan Februari 2016 dan dibagikan kuisioner
mengenai jenis pestisida yang digunakan dan waktu aplikasi pestisida oleh petani, serta frekuensi
penggunaan pestisida. Sebanyak 500 gram sampel kemudian dianalisis residu organofosfat dengan
Gas Cromatography (GC). Analisis residu dilakukan dengan sampel bawang merah dicincang,
dicampurkan jadi satu dan diambil sebanyak 10 gram. Sampel kemudian ditambahkan Na2SO4
anhidrat kemudian dihomogenkan selama 2-3 menit. Sampel kemudian diekstraksi dengan larutan
campuran diklorometana : aseton : petroleum benzena (1:1:1) sebanyak 10 mL. Campuran
didiamkan sampai residu terpisah. Lapisan atas diambil kemudian 1 μL diinjeksikan ke dalam
instrumen GC. Pestisida organofosfat yang diuji residunya adalah diazinon, parathion, ethion,
profenofos, malation dan klorpirifos.
Hasil
Petani bawang merah di Kabupaten Kulon Progo, menggunakan pestisida organofosfat dalam
membasmi insektisida pada tanaman. Selain pestisida jenis organofosfat, petani juga
menggunakan pestisida golongan karbamat dan organoklorin. Instrumen GC yang digunakan
menggunakan detektor Flame Photometric Detector (FPD) dengan kolom HP-5. Kondisi
instrumen pada penelitian ini adalah Kecepatan alir gas 22 mL/menit, suhu injeksi 230 °C, program
suhu 29 °C, suhu detektor 250 °C. Jenis pestisida organofosfat yang dianalisis adalah diazinon,
parathion, ethion, profenofos, malathion, dan klorpirifos.
Tabel. Waktu retensi dan luas area larutan standar pestisida organofosfat
Pestisida Waktu Retensi (menit) Luas Area
Diazinon 4,359 195,7569
Parathion 6,796 6,0834
Ethion 14,240 17,3204
Profenofos 10,818 5,4905
Malation 22,762 14,9587
Klorpirifos 2,397 10,8812
Tabel. Hasil pengukuran pestisida diazinon pada sampel petani A dengan metode GC
Sampel Waktu Retensi Luas Area Kadar (ppb)
(menit)
1 4,444 81,689 2,062
2 4,447 75,297 1,885
3 4,450 78,052 1,979
disimpulkan bahwa sembilan sampel bawang merah dari 10 sampel bawang merah tidak
mengandung pestisida diazinon, parathion, ethion, profenofos, malation, dan klorpirifos. Satu
sampel bawang merah dari 10 sampel bawang merah yang diambil mengandung pestsida jenis
diazinon dengan kadar 1,97 ppb dan tidak mengandung pestisida diazinon, parathion, ethion,
profenofos, malation, dan klorpirifos. Batas Minimum Residu (BMR) yang diizinkan 0,5 ppm
sehingga pestisida diazionon yang terdeteksi masih dalam batas aman. Pesitisida diazinon dari satu
sampel bawang merah yang terdeteksi masih dalam batas aman.
Jurnal Metode Analisis Residu Pestisida Organofosfat Pada Simplisia Temulawak (Curcuma
Xanthorrhiza Roxb.) Dengan Metode Spektrofotometri Visibel(6).
Metode, Sampel dianalisis secara spektrofotometri dengan larutan baku KH2PO4. Sampel diserbuk
kemudian diambil sebanyak 10 gram sampel dibuat duplo dengan berat yang sama. Untuk sampel
yang pertama tidak ditambah larutan standar, sedangkan sampel yang kedua ditambah larutan
standar KH2PO4 12,5 ppm sebanyak 1 mL ke dalam Erlenmeyer, kemudian zat yang diinginkan
diambil menggunakan pelarut (asetonitril : akuabides 6,5 : 3,5) setelah itu disaring. Filtrat 100 mL
ditambahkan HCl 25 mL. Selanjutnya didekstruksi selama 2 jam dengan asam nitrat sebanyak 5
mL berulang kali hingga larutan jernih, kemudian disaring. Diambil 1 mL dan ditambahkan dengan
2,5 mL asam perklorat, 1 mL ammonium molibdat, 2 mL bismuth subnitrat, 5 mL asam askorbat
menggunakan pipet ukur kemudian dimasukkan dalam labu ukur 50 mL dan diencerkan dengan
aquabides kemudian dibaca absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
Tabel. Hasil penetapan kadar organofosfat pada sampel simplisia temulawak
Sampel Berat penimbangan Volume Pelarut Fp Absorbansi Kadar
1 10 g 125 mL 1 0,2892 81,20625 ppm
2 10 g 125 mL 1 0,2603 72,785 ppm
3 10 g 125 mL 1 0,2303 64,04375 ppm
Rata-rata 72,678 ppm
hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa diperoleh kadar rata-rata residu organofosfat sebesar
(72,678 ppm). Kadar yang diperoleh menunjukan kadar yang terkandung dalam simplisia
temulawak tersebut diatas batas maksimum residu pestisida organofosfat menurut BPOM RI,2004
yaitu < 0.005 ppm, sehingga temulawak tersebut kurang aman untuk dikonsumsi dan digunakan
sebagai bahan obat.
Daftar Pustaka