Wanprestasi
2. Apoteker Penanggung Jawab pada Instalasi Farmasi Klinik dengan fasilitas rawat inap,
berdasarkan PP Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, Dalam hal obat yang
diresepkan oleh Dokter praktik mandiri di luar Klinik terdapat obat dengan merek dagang,
maka Apoteker Penanggung Jawab dapat mengganti obat merek dagang dengan obat
generik yang sama komponen aktifnya atau obat dengan merek dagang lain:
3. Berdasarkan Permenkes Nomor 9 Tahun 2017 tentang Apotek, Resep atau salinan Resep
hanya dapat diperlihatkan, antara lain, kepada:
Penyidik Kepolisian.----
Medical representative.
4. Apoteker dalam menjalankan praktiknya, selain harus mematuhi berbagai ketentuan dalam
peraturan perundang-undangan, juga harus mematuhi ketentuan yang tercantum dalam
Kode Etik Apoteker Indonesia. Isi Kode Etik dimaksud berbagai:
Kebolehan
Kewajiban--
Hak
Kewenangan
Kompetensi
Konseling.---
Sistem Elektronik yang dimiliki oleh Industri Farmasi pemasok Pedagang Besar Farmasi.
Sistem Elektronik yang dimiliki oleh pihak lain yang berbadan hukum.
7. Berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, Impor Paralel produk farmasi bukan
merupakan pelanggaran pidana, ketentuan tersebut dimaksudkan:
untuk menjamin adanya harga yang wajar dan memenuhi rasa keadilan dari produk farmasi yang
sangat dibutuhkan bagi kesehatan manusia.
untuk menjamin obat yang beredar memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu.
Untuk menjamin bahwa Industri Farmasi dapat mengimpor produk farmasi untuk kepetingan
registrasi di Indonesia.
Untuk menjamin obat impor memenuhi persyaratan keamanan, khasiat dan mutu yang sama
dengan obat produksi industri farmasi di dalam negeri.
8. Prinsip Etik yang menjadi dasar disusunnya Kode Etik Apoteker Indonesia adalah:
10. Apoteker dalam menjalankan praktik kefarmasian harus menjalankan berbagai standar
secara baik. Standar dalam penyelenggaraan praktik kefarmasian meliputi:
11. Apoteker Penanggung Jawab Pedagang Besar Farmasi dan cabangnya wajib menyampaikan
laporan kegiatan penerimaan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat kepada Direktur
Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Badan POM,
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM setempat secara rutin:
12. Apoteker dalam menjalankan praktik kefarmasian wajib menyimpan rahasia kedokteran dan
rahasia kefarmasian. Pembukaan rahasia dapat dilakukan apabila:
Persetujuan pasien----
Industri farmasi luar negeri yang ditunjuk oleh pemegang hak paten.
industri farmasi dalam negeri bukan pemegang hak paten sesuai “ketentuan impor paralel”
14. Setiap apoteker dalam menjalankan praktiknya harus mematuhi berbagai norma yang
tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Secara garis besar norma tersebut dapat
dikelompokkan dalam:
15. Setiap apoteker dalam menjalankan praktiknya harus mematuhi berbagai norma yang
tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Secara garis besar norma tersebut dapat
dikelompokkan dalam:
17. apt. Sinovac, S.Farm baru selesai mengikuti pendidikan profesi apoteker dan dinyatakan
lulus. apt. Sinovac, S.Farm juga lulus uji kompetensi. Bentuk tertulis pengakuan negara yang
harus dimiliki apt. Sinovac, S.Farm sehingga dia dapat menjalankan praktik kefarmasian di
Indonesia, berupa:
STRA---
SIPA
STRTTK
APOTEKER
SIKA
18. Apoteker Penanggung Jawab Pedagang Besar Farmasi yang dengan sengaja mengedarkan
sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau
kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) UU
Npmor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dapat:
dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).----
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
19. apt. Ahmad Kovidiyanto, S.Farm dalam menjalankan praktik kefarmasian diduga telah
melakukan perbuatan melanggar hukum dan/atau wanprestasi. Pasien telah menggugat apt.
Ahmad Kovidiyanto, S.Farm. Penyelesaian sengketa ini masuk dalam ranah:
Hukum Pidana
Hukum Perdata---
Etika Profesi
20. Kebutuhan adanya Hukum Disiplin bagi apoteker dimaksudkan untuk melindungi
masyarakat, peningkatan mutu praktik kefarmasian, dan adanya kepastian hukum.
Pelanggaran terhadap hukum disiplin diberikan sanksi berupa:
Hukuman Penjara
Denda Pidana
Sanksi Etik---
21. apt. Bernard Covid, S.Farm dalam menjalankan praktik kefarmasian ternyata telah
melakukan kesalahan dalam pemberian obat kepada pasien. Setelah menggunakan obat
yang salah tersebut pasien meninggal dunia. Keluarga pasien melaporkan kejadian tersebut
kepada polisi. Tindakan keluarga pasien dibenarkan oleh hukum dengan didasarkan adanya
dugaan:
Tindak pidana--
Wanprestasi
22. Sesuai dengan Peraturan BPOM Nomor 24 Tahun 2017 tentang Kriteria dan Tata Laksana
Registrasi Obat sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan BPOM
Nomor 27 Tahun 2020, penggunaan Vaksin Covid-19 selama pandemi dapat dilaksanakan
berdasarkan izin yg dikeluarkan oleh BPOM berupa:
23. Yang dimaksud dengan Prekursor Farmasi, berdasarkan Permenkes Nomor 3 Tahun 2015
tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor, Prekursor Farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat
digunakan sebagai bahan baku/penolong untuk keperluan proses produksi industri farmasi
atau produk antara, produk ruahan, dan produk jadi yang mengandung:
24. Berdasarkan PP Nomor 44 Tahun 2010 tentang Prekursor, yang dimaksud dengan Prekursor
adalah:
Bahan Obat yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika dan Psikotropika
Zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika dan
Psikotropika.
Obat yang digolongkan sebagai Obat Bebas yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika dan
Psikotropika.
Obat yang digolongkan sebagai Obat Bebas Terbatas yang dapat digunakan dalam pembuatan
Narkotika dan Psikotropika.
25. Berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, narkotika Golongan I adalah:
narkotika yang digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan
ketergantungan.
dalam jumlah terbatas, dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.---
dalam jumlah terbatas, dapat digunakan untuk terapi dan reagensia diagnostik.
dalam jumlah terbatas, dapat digunakan untuk terapi dan reagensia laboratorium.
26. Hak Asasi Manusia pada dasarnya dimiliki setiap orang tanpa membedakan status. Orang
yang tidak memiliki dan/atau yang tidak dapat mempergunakan Hak Asasinya seperti robot
yang bernafas. Hal ini disebabkan Hak Asasi Manusia diperoleh dari:
Pemerintah
Negara
Tuhan--
Orang Tua
Organisasi Profesi
27. apt. Sigit Lokdon, S.Farm menjalankan praktik kefarmasian di suatu Industri Farmasi. Pihak
manajemen memerintahkan apt. Sigit Lokdon, S.Farm untuk melakukan proses produksi
obat dengan mengenyampingkan CPOB. Namun hasil pengujian laboratorium menyatakan
bahwa obat hasil produksinya tetap memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku bagi
obat tersebut. Apabila dilihat dari sudut pandang hukum, dapat dikatakan bahwa apt. Sigit
Lokdon, S.Farm telah melanggar salah satu unsur Standar Profesi. Unsur yang dimaksud
adalah:
Ceroboh
Ilmu farmasi
Kode Etik---
Tujuan Tindakan
28. Berdasarkan Permenkes Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik, Klinik Utama dengan fasilitas
rawat jalan wajib memiliki instalasi farmasi yang diselenggarakan oleh Apoteker, instalasi
farmasi sebagaimana dimaksud:
Dapat melayani resep dari dokter praktik perorangan maupun klinik lain.---
Dilarang menerima resep dari dokter praktik peseorangan maupun klinik lain.
29. Izin merupakan materi muatan yang penting dalam Hukum Farmasi. Izin dalam bidang
farmasi meliputi:
Sertifikasi, Registrasi, dan lisensi yang mencakup bagi tenaga, fasilitas dan komoditi---
Bukti pembayaran
Dokumentasi---
31. apt. Zaskia Covid, S.Farm melakukan praktik kefarmasian di Pusat Kesehatan Masyarakat
Kecamatan Cilincing. apt. Zaskia Covid, S.Farm diduga telah melakukan kelalaian dalam
pemberian obat kepada pasien. Untuk menilai apakah apt. Zaskia Covid, S.Farm telah
melakukan kelalaian atau tidak, maka harus dilakukan penilaian kemampuan apt. Zaskia
Covid, S.Farm dari:
32. Pedagang Besar Farmasi dapat melakukan penyaluran obat secara daring setelah memiliki
izin Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi (PSEF) dari Kementerian Kesehatan, masa
berlaku izin PSEF adalah untuk jangka waktu:
5 (lima) tahun sesuai dengan masa berlaku STRA Apoteker Penanggung Jawab;
5 (lima) tahun sesuai dengan masa berlaku SIPA Apoteker Penanggung Jawab.
Mengikuti jangka waktu masa berlaku Tanda Terdaftar Penyelenggara Sistem Elektronik.
33. Berdasarkan Permenkes Nomor 14 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha Dan Produk
Pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan, Apoteker
Penanggung Jawab Apotek dalam menyelenggarakan Apotek dapat dibantu oleh:
34. apt. Sri Korini, S.Farm telah memiliki STRA dan SIPA dan menjalankan praktik dengan baik.
Pada pelayanan resep untuk pasien Joko, dimana dokter meminta agar diberikan
Chlorpromazine tablet 25 mg ternyata telah diberikan Chlorpromazine tablet 100 mg. Pada
hari berikutnya pasien baru tahu bahwa obatnya salah. Pasien tidak mau lapor polisi, namun
mau minta ganti rugi. Tuntutan tersebut didasarkan pada:
35. Berdasarkan Permenkes Nomor 9 Tahun 2017 tentang Apotek, Dalam hal obat yang
diresepkan oleh Dokter tidak tersedia di Apotek atau pasien tidak mampu menebus obat
yang tertulis di dalam Resep, Apoteker Penanggung Jawab Apotek dapat mengganti obat:
setelah berkonsultasi dengan Dokter penulis Resep untuk pemilihan obat lain.
setelah berkonsultasi dengan Dokter dan Pasien untuk pemilihan obat lain.
setelah berkonsultasi dengan Dokter dan/atau Pasien untuk pemilihan obat lain.---
36. Apoteker dalam menjalankan praktik kefarmasian harus memahami pengertian dan lingkup
HUKUM FARMASI, lingkup hukum farmasi meliputi:
Seluruh materi muatan peraturan perundang-undangan yang langsung dan tidak langsung
mengatur masalah farmasi.
Peraturan perundang-undangan yang langsung dan tidak langsung mengatur farmasi dan sumber
hukum lain berupa kebiasaan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi dan
hokum.
Aplikasi hukum perdata, administrasi, dan pidana yang tepat untuk diterapkan dalam masalah
farmasi.
Aplikasi hukum perdata, administrasi, dan pidana yang tepat untuk diterapkan dalam masalah
farmasi dan sumber hukum berupa yurisprudensi dan perjanjian internasional.
Peraturan perundang- undangan yang langsung dan tidak langsung mengatur farmasi, aplikasi
hukum perdata, administrasi, dan pidana yang tepat untuk diterapkan dalam masalah farmasi serta
sumber hukum berupa kebiasaan, ilmu pengetahuan dan teknologi, perjanjian internasional, dan
yurisprudensi.—
Sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, sebelum pengadaan obat dilakukan dan untuk
meminimalkan risiko obat dan/atau bahan obat palsu memasuki rantai distribusi resmi, maka
Apoteker Penanggung Jawab di Fasilitas Distribusi Sediaan farmasi harus melakukan:
Bahan obat yang digunakan dan proses pembuatannya sesuai dengan sistem jaminan produk halal.
apt. Mukidi Zeneca, S.Farm menjalankan praktik kefarmasian di apotek dengan dilengkapi perizinan
sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Ada pengaduan bahwa terjadi dugaan apt. Mukidi Zeneca,
S.Farm telah melakukan pelanggaran Kode Etik Apoteker Indonesia. Bila terbukti benar bahwa apt.
Mukidi Zeneca, S.Farm telah melanggar ketentuan dalam Kode Etik Apoteker Indonesia, maka yang
berhak memberikan hukuman adalah:
Menteri Kesehatan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Hubungan hukum antara Apoteker dan pasien pada dasarnya dilandasi pada hubungan kepercayaan.
Banyak ragam hubungan hukum dalam berbagi teori hukum, dapat kita katakan bahwa dalam
hubungan hukum antara apoteker dengan pasien berupa:
Apoteker harus menjamin kesembuhan pasien bila menggunakan obat sesuai dengan petunjuk
apoteker
--Apoteker berdaya upaya maksimal dan menjamin bahwa obat yang diserahkan sesuai dengan
standar dan persyaratan
Apoteker boleh menyerahkan Obat Keras tanpa Resep Dokter, sepanjang obat tersebut tercantum
dalam:
Berdasarkan PP Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, ditetapkan bahwa dalam hal
Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian pada Fasilitas Distribusi Sedian Farmasi dibantu
oleh Apoteker lain dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian, maka Apoteker Penanggung Jawab harus
Menyusun dan menetapkan:
Etika Profesi
Standar Profesi.
Pendelegasian/Pelimpahan Pekerjaan.
Apoteker dalam menjalankan praktik profesinya harus terus-menerus belajar untuk meningkatkan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan dan teknologi farmasi dalam
pengertian dan lingkup Hukum Farmasi merupakan:
Sumber hukum--
Manfaat hukum
Kesepakatan hukum
Tujuan hukum
Pengertian hukum
Seorang Apoteker dalam menjalankan praktik kefarmasian di apotek telah melakukan kesalahan
dalam pemberian obat. Pasien melaporkan kejadian tersebut kepada Polisi. Penyelesaian sengketa
ini masuk dalam ranah:
Hukum Pidana--
Hukum Perdata
Etika Profesi
Apoteker dalam menjalankan praktik kefarmasian harus menjalankan berbagai upaya kefarmasian.
Dalam menjalankan upaya tersebut agar dapat mencapai tujuan kesehatan, maka harus digunakan
pendekatan:
Pengamanan
Kesejahteraan.
Pengaturan harga
Distribusi yang merata
Berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Penyerahan Narkotika oleh dokter hanya
dapat dilaksanakan untuk menjalankan praktik dokter dengan memberikan Narkotika melalui
suntikan, menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan memberikan Narkotika melalui
suntikan, atau menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek, dan narkotika tersebut
hanya dapat diperoleh oleh dokter dari:
Industri Farmasi yang mempunyai izin khusus dari Menteri Kesehatan untuk memproduksi
narkotika.
Pedagang Besar Farmasi yang mempunyai izin khusus dari Menteri Kesehatan untuk
mendistribusikan narkotika.
Apotek.
Berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten, memproduksi produk farmasi yang dilindungi
paten di Indonesia dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum berakhirnya perlindungan paten,
bukan merupakan pelanggaran pidana dan perdata, ketentuan ini ditetapkan dengan tujuan:
--untuk menjamin tersedianya produk farmasi oleh pihak lain setelah berakhirnya masa
perlindungan Paten.
untuk menjamin obat yang beredar memenuhi syarat keamanan, khasiat, dan mutu.
untuk proses perizinan kemudian melakukan pemasaran setelah perlindungan paten tersebut
berakhir.
untuk memastikan bahwa pemegang paten mengeksploitasi hak eksklusif yang diberikan negara
hanya selama 20 (dua puluh) tahun saja.
Berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dalam hal terdapat Narkotika jenis baru
yang akan dimasukan ke dalam salah satu golongan narkotika, maka lampiran penggolongan
narkotika berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dapat diubah dengan:
Undang-Undang perubahan atas UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang dibentuk
Presiden bersama DPR.