Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH MANAJEMEN FARMASI

“ APOTEK “

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK VI

SERLY MARSELINA (PO713251191041)

SHERLY SEPTIA NURFADLI (PO713251191042)

SILVI ALFITRI (PO713251191043)

SRI RAHMADANI (PO713251191044)

SURYANTI SUARDI (PO713251191046)

SYAFIRA RAMADANI (PO713251191047)

TRILTY WINDY (PO713251191048)

UMY KALSUM (PO713251191049)

USWATUN HASANAH (PO713251191050)

HARLITA APRILIA (PO713251171018)

KELAS/ TINGKAT : A / II

JURUSAN FARMASI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Definisi apotek menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian yang dimaksud dengan apotek adalah sarana pelayanan
kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker ( Menkes, 2009 ). Menurut
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia yang terbaru Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Apotek
juga menyebutkan bahwa apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan
praktek kefarmasian oleh apoteker dan tenaga kefarmasian lainnya ( Menkes, 2017 ).Pekerjaan
kefarmasian yang dimaksud diatas adalah pembuatan, termasuk pengendalian mutu sediaan
Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Dalam pelayanan kesehatan apotek sangat berperan penting untuk memberikan pengetahuan
tentang obat kepada pasien karena obat merupakan komponen yang penting karena diperlukan
dalam sebagian besar upaya kesehatan baik untuk menghilangkan gejala/symptom dari suatu
penyakit, obat juga dapat mencegah penyakit bahkan obat juga dapat menyembuhkan penyakit.
Tetapi di lain pihak obat dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan apabila penggunaannya
tidak tepat. Oleh sebab itu, penyediaan informasi obat yang benar, objektif dan lengkap akan
sangat mendukung dalam pemberian pelayanan kesehatan yang terbaik kepada masyarakat
sehingga dapat meningkatkan kemanfaatan dan keamanan penggunaan obat.

Pesatnya perkembangan IPTEK mendorong percepatan teknologi dan penelitian di bidang


obat. Dewasa ini meningkatnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan juga
mendorong masyarakat menuntut pelayanan kesehatan termasuk pelayanan informasi tentang
obat. Di sisi lain, hubungan antara dokter dan pasien yang masih belum sejajar, membuat
komunikasi yang terbangun antar dokter dan pasien juga relatif terbatas. Pada umumnya dokter
hanya memberikan penjelasan secukupnya sesuai pertanyaan pasien. Sementara pasien dengan
keawamannya terkadang tidak tahu apa yang harus ditanyakan. Informasi mengenai penyakit dan
obat yang disampaikan oleh dokter sering kali terbatas oleh sebab itu dalam sebuah apotek peran
apoteker dan asisten apoteker sangat penting untuk memberikan penyuluhan kepada masyarakat
tentang obat.

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi fokus permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini dapat
dirumuskan sebagai berikut;

1. Apa pengertian dari apotek?
2. Bagaimana pengelolaan obat dan non obat di apotek?
3. Bagaimana administrasi di apotek?
C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut;

1. Untuk mengetahui tentang apotek


2. Unruk mengetahui pengelolaan abat dan non obat apotek 
3. Untuk mengetahui administrasi di apotek
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Apotek

Definisi apotek menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian yang dimaksud dengan apotek adalah sarana pelayanan
kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker ( Menkes, 2009 ).

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia yang terbaru Nomor 9 Tahun 2017
Tentang Apotek juga menyebutkan bahwa apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian
tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker dan tenaga kefarmasian lainnya ( Menkes,
2017 ).

1. Landasan Hukum Apotek

Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang diatur dalam;

1. Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.


2. Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
3. Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.
4. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan atas PP  No. 26 tahun
1965 mengenai Apotek.
5. Peraturan Pemerintah No 41 tahun 1990 tentang Masa Bakti dan Izin kerja
Apoteker, yang disempurnakan dengan Peraturan Menteri kesehatan No.
184/MENKES/PER/II/1995.
6. Peraturan Menteri Kesehatan No. 695/MENKES/PER/VI/2007 tentang perubahan
kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 184 tahun 1995 tentang
penyempurnaan pelaksanaan masa bakti dan izin kerja apoteker.
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin
Apotek.
8. Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No. 1027/MENKES/SK/IX/2004
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.

2. Persyaratan Apotek

Untuk menciptakan sarana pelayanan kesehatan yang mengutamakan kepentingan


masyarakat, maka apotek harus memenuhi syarat yang meliputi lokasi, bangunan, perlengkapan
apotek, perbekalan farmasi dan tenaga kesehatan yang harus menunjang penyebaran dan
pemerataan pelayanan kesehatan kepada masyarakat tanpa mengurangi mutu pelayanan. (SK
Menkes RI No.278/Menkes/SK/V/1981)           

3. Lokasi

Lokasi apotek sangat berpengaruh terhadap maju mundurnya usaha, sehingga lokasi
apotek sebaiknya berada di daerah yang;

1. Ramai.
2. Terjamin keamanannya.
3. Dekat dengan rumah sakit / klinik.
4. Sekitar apotek ada beberapa dokter yang praktek.
5. Mudah dijangkau.
6. Cukup padat penduduknya.

4. Perlengkapan Apotek

Apotek harus memiliki perlengkapan sebagai berikut;

1. Alat pembuatan, pengelolaan dan peracikan obat / sediaan farmasi.


2. Perlengkapan dan alat penyimpanan khusus narkotika dengan ukuran 140 x 80 x 100
cm dan terbuat dari kayu.
3. Kumpulan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan dengan apotek,
Farmakope Indonesia dan Ekstra Farmakope Indonesia edisi terbaru serta buku lain
yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal.

5. Perbekalan Kesehatan di Bidang Farmasi

           Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan yang meliputi sediaan farmasi, alat kesehatan dan
perbekalan lainnya. Perbekalan kesehatan dikelola dengan memperhatikan
pemenuhan kebutuhan, kemanfaatan, harga dan faktor yang berkaitan dengan pemerataan
penyediaan perbekalan kesehatan. Pemerintah ikut serta dalam mem-bantu penyediaan
perbekalan kesehatan yang menurut pertimbangan diperlukan oleh sarana kesehatan.

6. Tenaga Kesehatan

Disamping Apoteker Pengelola Apotek (APA), di apotek sekurang-kurangnya harus


mempunyai seorang tenaga kefarmasian. Bagi apotek yang Apoteker Pengelola Apotek-nya
pegawai instalasi pemerintah lainnya harus ada apoteker pendamping atau tenaga teknis
kefarmasian.

7. Struktur Organisasi
Struktur organisasi di apotek diperlukan untuk mengoptimalkan kinerja apotek dalam
pelayanan kesehatan terhadap masyarakat dan dengan adanya struktur organisasi dalam apotek
maka setiap pegawai memiliki tugas dan tangung jawab masing-masing, sesuai dengan jabatan
yang diberikan, serta untuk mencegah tumpang tindih kewajiban serta wewenang maka dengan
adanya suatu struktur organisasi sebuah Apotek akan memperjelas posisi hubungan antar elemen
orang.

8. Personalia

Sikap karyawan yang baik, ramah dan cepat melayani pembeli, mengenal pasien di
daerah sekeliling apotek sebanyak mungkin dapat membangkitkan kesan baik, sehingga peran
karyawan sangat penting dalam laba yang diinginkan atau direncakan. Untuk mendapatkan
karyawan yang baik di dalam apotek, perlu dilakukan kegiatan-kegiatan;

1. Mengadakan pendidikan dan pelatihan bagi karyawan.


2. Mendorong para karyawan untuk bekerja lebih giat.
3. Memberi dan menempatkan mereka sesuai dengan pendidikannya.
4. Merekrut calon karyawan dan mendidik sebagai calon pengganti yang tua. 

B. Tugas dan Fungsi Apotek


1. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah
jabatan.
2. Sarana farmasi yang melakukan pengubahan bentuk dan penyerahan obat atau
bahan obat.
3. Sarana penyaluran perbekalan farmasi.

C. Syarat-Syarat Apotek
1. Untuk mendapatkan izin APA dan AA yang bekerjasama dengan PSA yang telah
memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan
farmasi dan perbekalan lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.
2. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan
farmasi dan dapat didirikan pada lokasi yang sama.
BAB III

PENGELOLAAN APOTEK

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 9 Tahun 2017 tentang tujuan
didirikannya apotek adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di apotek;


2. Memberikan perlindungan pasien dan masyarakat dalam memperoleh pelayanan
kefarmasian di apotek;
3. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dalam memberikan pelayanan
kefarmasian di apotek ( Menkes, 2017 ).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014, tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek untuk sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai meliputi :
1. Perencanaan;
2. Pengadaan;
3. Penerimaan;
4. Pemusnahan;
5. Pengendalian;
6. Pencatatan dan pelaporan ( Menkes, 2014 ).
Pekerjaan Kefarmasian menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009
yaitu pembuatan, antara lain pengendalian mutu sediaan farmasi, pengadaan obat, pengamanan
obat, penyimpanan obat, dan pendistribusian obat atau pengelolaan obat, penyaluran obat,
pelayanan obat atas resep dari dokter, pengembangan obat serta pelayanan informasi obat, bahan
obat dan obat tradisional. Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat
tradisional, dan kosmetika. Pada dasarnya apotek harus dikelola oleh Apoteker, yang telah
mengucapkan sumpah jabatan dan telah memperoleh Surat Izin Apotek (SIA) dari Dinas
Kesehatan setempat. (Presiden RI, 2009b).

 Tugas dan Fungsi Apotek

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
dijelaskan bahwa tugas dan fungsi apotek adalah:

1. Sebagai tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan


sumpah jabatan.
2. Apotek memiliki fungsi sebagai sarana pelayanan yang dapat dilakukan pekerjaan
kefarmasian berupa peracikan, pengubahan benuk, pencampuran dan penyerahan
obat.
3. Apotek berfungsi sebagai sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus
menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata
4. Apotek berfungsi sebagai tempat pelayanan informasi meliputi:
a. Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang
diberikan baik kepada dokter, perawat, bidan dan tenaga kesehatan lainnya
maupun kepada masyarakat.
b. Pelayanan informasi mengenai khasiat obat, keamanan obat, bahaya dan mutu
obat serta perbekalan farmasi lainnya.

 Tugas dan Tanggung Jawab Tenaga Teknis Kefarmasian

Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian, Tenaga
Teknis Kefarmasian yaitu tenaga yang terdiri dari Analis Farmasi, dan Tenaga Teknis
Kefarmasian/Asisten Apoteker, Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi yang akan membantu
Apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian.

Pelayanan Kefarmasian merupakan suatu bentuk pelayanan dan bentuk tanggung jawab secara
langsung oleh apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk menigkatkan kualitas hidup pasien
(Menkes RI,2004) Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 pelayanan kefarmasian
yaitu merupakan suatu pelayanan yang bertanggung jawab langsung kepada pasien berkaitan
dengan sediaan farmasi yang bertujuan untuk mencapai hasil yang pasti dan untuk menigkatkan
mutu kehidupan pasien. Pekerjaan kefarmasian yang harus dilaksanakan oleh seorang Tenaga
Teknis Kefarmasian (menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MENKES/X/2002
adalah sebagai berikut:

1. Melayani resep dokter sesuai dengan tanggung jawab dan standart profesi masing-
masing.
2. Memberi informasi kepada pasien yang berkaitan dengan penggunaan atau pemakaian
obat.
3. Menghormati hak setiap pasien dan menjaga kerahasiaan identitas serta data kesehatan
pasien.
4. Melakukan pengelolaan pada apotek.
5. Pelayanan informasi obat mengenai sediaan farmasi.
BAB IV

PENGELOLAAN OBAT DAN NON OBAT

A. Obat Bebas

Obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter. Misalnya ; Oralit, Glisery Guaicolate,
dan lain-lain.

B. Obat Bebas Terbatas

Obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter dengan penyerahan dalam
bungkus asli da nada tanda peringatan P1-P6. Misalnya ; Paracetamol, Anti Histamin,
Isonidazid, dan lain-lain.

C. Obat Keras

Semua obat yang berbahaya bila pemakaiannya tanpa resep dokter, yaitu obat
yang ;  

a. Punya dosis maximum.


b. Sediaan parenteral.
c. Obat baru yang dinyatakan oleh Depkes tidak berbahaya. Misalnya; Antibiotik,
Adrenalium, Acetanilidium, dan lain-lain.

D.  Obat Wajib Apoteker (OWA)

Obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter. Misalnya; pil KB, obat
cacing, dan lain-lain.

E. Obat Narkotik

Obat yang diperlukan dalam bidang pengetahuan dan pengobatan yang


menimbulkan ketergantungan bila digunakan tanpa batas. Misalnya; Morfin, Heroin,
Petidin, Dionin, dan lain-lain.

F. Obat Psikotropik

Obat yang mempengaruhi proses mental, bisa merangsang atau menenangkan


serta mengubah kelakuan seseorang. Misalnya; Diazepam, Esilgan, Nitrazepam,
Flunitrazepam, dan lain-lain.

G.  ALKES dan PKRT

Alat kesehatan; bahan, instrument, mesin implant yang tidak mengandung obat
digunakan untuk mencegah, mendiagnosa, menyembuhkan dan meringankan penyakit.
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; alat, bahan, atau campuran bahan untuk
memelihara dan perawatan kesehatan manusia, hewan, rumah tangga, dan lain-lain.
Misalnya;

1. Alkes berupa PKRT; kapas, kasa pembalut, sikat gigi, sabun cuci, insektisida, dan
lain-lain.
2. Alkes bukan PKRT; pengeriting rambut, peralatan gigi, peralatan kimia, dan ;ain-
lain.

 
BAB V

ADMINISTRASI PEMBELIAN

A. Perencanaan

Perencanaan kebutuhan / perbekalan farmasi disusun berdasarkn obat yang


diresepkan dokter. Obat bebas dan barang swalayan disusun berdasarkan kebutuhan dan
iklan. Pengadaan obat dan non obat dalam apotek disesuaikan dengan kecepatan penjualan
barang dengan sumber pembelian adalah PBF yang ditunjuk / dipercaya.

B. Pemesanan

Dilakukan oleh APA berdasarkan tingkat kebutuhan dan keadaan keuangan apotek.


Prosedur pembelian;

1. Petugas pembelian membuat surat pesanan (SP) dan Bon Permintaan Barang
Apotek (BPBA) ke PBF yang ditunjuk dan disahkan oleh APA.
2. SP dan BPBA dibuat rangkap 2; Lembar 1 untuk PBF, lembar 2 untuk apotek dan
disimpan sebagai arsip.

C. Penyimpanan
1. Bagian gudang menerima kiriman barang dari PBF
2. Bagian gudang memeriksa keadaan fisik barang, kesesuaian dengan faktur dan SP.
3. Barang disimpan di gudang secara alfabetis, dicatat pada kartu stock
dan     melakukan entri pada komputer sesuai dengan barang yang diterima.
4. Bagian gudang mengeluarkan barang ke ruang peracikan sesuai dengan permintaan
bagian pelayanan untuk penjualan.

Dalam penyimpanan obat digolong-golongkan menjadi;

1. Bahan baku disusun secara abjad dan dipisahkan antara serbuk, cairan, setengah padat,
dan lain-lain.
2. Obat jadi disusun menurut abjad atau menurut bentuk sediaan.
3. Obat yang mudah rusak atau meleleh disimpan di almari es.
4. Obat narkotik dan psikotropik dalam almari terkunci.
5. Penyusunan obat dapat diatur secara pabrik
6. Obat antibiotik diberi kartu kadaluarsa.

D. Pelaporan Pembelian
1. Kartu stok, untuk mencatat ketersediaan obat.
2. Buku defecta, untuk mencatat barang yang hampir atau habis.
3. AP dan BPBA, untuk mencatat permintaan barang dari peracikan yang kemudian
diserahkan pada bagian pemberian (PBF).

E. Pelaporan Penggunaan Pengeluaran
1. Laporan penjualan harian (LPH)

Laporan seluruh hasil penjualan yang berasal dari laporan tiga shift kerja yang
disetorkan koordinasi penanggung jawab keuangan.

2. Laporan penggunaan narkotik dan psikotropik.

Dilakukan tiap awal bulan selambatnya tanggal 10. Laporan dibuat berdasarkan
stock opname, bila ada ketidaksesuian ditelusuri lewat komputer. Khusus petidin dan
morphin, injeksi resep harus dilampiri KTP pembeli. Membuat laporan tembusan
kepada : kepala Dinkes propinsi Jawa Timur,kepala BPOM Jawa Timur, kepala Dinkes
kota yang bersngkutan, Penanggung jawab narkotik dan OKT,arsip Apotek.

3. Stock Opname

Pengontrolan atas semua pengunaan barang di apotek dengan cara mencocokkan


jumlah barang yang ada dengan jumlah yang tertulis pada kartu stock barang.

Tujuan Stock Opname;

 Mengetahui jumlah barang yang tersisa.


 Mengetahui barang yang kadaluarsa.
 Mengetahui barang yang termasuk fastmoving dan slowmoving.

F. Pembelian

Cara melakukan pembelian;

a. Pembelian dalam jumlah terbatas

             Pembelian sesuai dengan kebutuhan dalam jangka waktu pendek.

b.  Pembelian secara spekulasi

Pembelian dalam jumlah lebih besar dari kebutuhan dengan harapan ada
kenaikan harga dalam waktu dekat aatau karena ada diskon / bonus.

c. Pembelian berencana

Berhubungan dengan pengendalian persediaan dengan pengawasan stock obat, dengan


cara;
 Membandingkan jumlah pembelian dengan penjualan tiap bulan
 Cara pembelian ekonomis yaitu supaya memperoleh diskon / bonus.
BAB VI

ADMINISTRASI PENJUALAN

A. Penjualan Narkotik
1. Dilayani bila ada resep asli dan sah.
2. Jumlah narkotik yang keluar dipotong di kartu stok dan di entri di komputer.
3. Pasien membubuhkan paraf dibalik resep.

B. Penjualan Tunai

        Penerimaan uang tunai dicatat oleh kasir kecil pada laporan penjualan harian dan
kemudian diserahkan pada kasir besar untuk dicatat dalam buku penjualan kasir besar membuat
bukti penerimaan kas dan mencatat dalam buku kas lalu direkap menjadi laporan penjualan
bulanan.

C. Penjualan Kredit

       Penjualan barang dalam jangka waktu tertentu berdasarkan kesepakatan, biasanya


kepada; BUMN, instansi pemerintah, perusahaan swasta.

D. Penjualan Bebas / HV

       Pelayanan non resep meliputi ; obat bebas, obat bebas terbatas dan alkes.

E. Laporan Penjualan

Ditulis pada nota penjualan. Nota penjualan ada 2 yaitu;

a. Nota HV ( penjualan bebas dan bebas terbatas)


b. Nota OWA

        Masing-masing ditulis; nama barang, jumlah barang, dan harga. Semua transaksi dientri
dalam komputer sebagai Laporan Penjualan Harian. Total omzet LPH harus sama dengan nota
dan fisik uang yang ada. LPH diserahkan pada kasir besar beserta uangnya. Bila yang tidak
sesuai dengan LPH mungkin untuk kegiatan lain seperti beli bensin, foto copy dilampiri dengan
tanda bukti LPH yang direkap per bulan diserahkan pada kantor TU.
BAB VII

ADMINISTRASI PERSONALIA

A. PSA (Pemilik Sarana Apotek)


a. Bertanggung jawab pada jalannya apotek.
b. Mengadakan pendidikan dan pelatihan bagi karyawan.
c. Mendorong karyawan agar giat bekerja.
d. Memilih dan menempatkan karyawan sesuai keahlian.
e. Merekrut calon karyawan.
f. Sama dengan APA.
g. Mengatur keuangan apotek.

B. APA (Apoteker Pengelola Apotek)

Secara Umum

a. Bertanggung jawab atas segala kegiatan apotek.


b. Membuat rencana anggaran, keuangan unit tiap tahun.
c. Menyusun laporan hasil pelaksanaan kegiatan di apotek.
d. Meningkatkan produktivitas karyawan.
e. Layanan informasi kepada pasien dan masyarakat.

Bidang Pengabdian Profesi

a. Pengontrolan bagian pembuatan, pelayanan resep yang dibuat.


b. Memberikan informasi pada pasien, dokter, dan lain-lain.
c. Komunikasi untuk melancarkan hubungan dengan pasien, dan dokter.

Bidang Administrasi

a. Membuat laporan dan surat menyurat.


b. Memimpin, mengatur, dan mengawasi pekerjaan TU, keuangan, perdagangan, dan
statistik.
c. Pengawasan penggunaan dan pemiliharaan aktiva pendek.

Bidang Komersial

a. Merencanakan dan mengatur kebutuhan barang.


b. Mengatur dan mengawasi penjualan.
c. Menentukan kebijakan harga.
d. Meningkatkan permintaan dan mencari langganan baru.

C.  AA (Asisten Apoteker)


Secara Umum

a. Menginventarisir, mensistematika dan menganalisa resep yang masuk.


b. Menentukan jenis obat dalam resep dan diberi etiket.
c. Evaluasi dan menyusun konsep rencana kebutuhan obat.
d. Menghubungi dokter bila resep kurang jelas.

AA Bagian Kasir

Bertanggung jawab kepada APA

a. Menerima setoran penjualan tunai harian beserta bukti setoran.


b. Mengatur pembayaran uang atas persetujuan APA / PSA.
c. Menyimpan uang dan setor ke bank.
d. Membuat buku kas harian.

AA Bagian Pelayanan

Dipimpin AA senior

a. Koordinasi dan pengawasan kerja bawahannya, mengatur jadwal dinas dan bembagian
tugas harian.
b. Mengatur dan mengawasi kelengkapan obat sesuai persyaratan farmasi.
c. Membina dan memberi pengarahan tentang pelaksanaan teknis farmasi kepada
bawahannya.
d. Mengatur dan mengawasi penyediaan dan penyimpanan obat / non obat.
e. Memeriksa ulang resep yang telah dilayani.
f. Membuat laporan narkotik-psikotropik
BAB VIII

PENUTUP

A. Kesimpulan

Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan
penyaluran perbekalan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.

Sistem Manajemen di Apotek

Manajemen Apotek, adalah manajemen farmasi yang diterapkan di apotek. Sekecil apapun
suatu apotek, sistem manajemennya akan terdiri atas setidaknya beberapa tipe manajemen,
yaitu :

a. Manajemen keuangan
b. Manajemen pembelian
c. Manajemen penjualan
d. Manajemen Persediaan barang
e. Manajemen pemasaran
f. Manajemen khusus
g. Struktur Organisasi yang ada di apotek terdiri dari;
h. Direktur / Pemilik Apotek
i. Kepala / Pengelola Apotek
j. Tenaga Teknis Kefarmasian (Asisten Apoteker)
k. Bagian Penjualan
l. Bagian Gudang
m. Bagian pembelian

Fungsi dan Personalia di Apotek adalah;

Koordinator Kepala bertugas Secara aktif berusaha sesuai dengan bidang tugasnya untuk
meningkatkan atau mengembangkan hasil usaha apotek, mengatur dan mengawasi penyimpanan
serta kelengkapan obat sesuai dengan teknis farmasi terutama di ruang peracikan.

Seorang Apotek bertugas untuk memimpin seluruh kegiatan apotek.  Serta mengatur,


melaksanakan dan mengawasi administrasi.

Tenaga Teknis Kefarmasian (Asisten Apoteker) bertugas untuk mengerjakan pekerjaan


sesuai dengan profesinya

B.  Saran

Semoga makalah ini bisa memberi pengetahuan yang mendalam kepada para
mahasiswa.Semoga makalah ini bisa dimanfaatkan dan dipergunakan dengan sebaik-baiknya.
DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. Apt. 2005. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek. Cetakan ke -12. Gajah      Mada
University Press. Yogyakarta.

Hartono HDW, Drs. 1998 . Manaiemen Apotik. Depot Informasi Obat. Jakarta

Umar. Apt. M.M. 2004. Manaiemen Apotek Praktis. Caraka Nusantara. Jakarta

Hartanto, Dicki. MM. 2007. Manajemen Farmasi. Candra Naya. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai