Anda di halaman 1dari 26

STANDART DISTRIBUSI

FARMASI DI PBF

Nama Kelompok :
• ANGGRAENI EKA (13513013)
• ELIVIN RENAWATI (13513026)
• ILLA MAHILA (13513040)
• MARSTA RAVITRI F (12513053)
• ROSSALIA DEWI (13513069)
DEFINISI PBF

• Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 1148/ MENKES/ PER/ VI/ 2011
tentang Pedagang Besar Farmasi yang dimaksud
dengan Pedagang Besar Farmasi, yang selanjutnya
disingkat PBF adalah perusahaan berbentuk badan
hukum yang memiliki izin untuk pengadaan,
penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan
obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.PBF ada 2
macam yaitu PBF obat dan PBF bahan baku obat.
PERSYARATAN PBF
• Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011
tentang Pedagang Besar Farmasi , untuk memperoleh izin PBF, pemohon
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi;
b. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
c. memiliki secara tetap apoteker Warga Negara Indonesia sebagai
penanggung jawab;
d. komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat baik
langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-
undangan di bidang farmasi dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir;
e. menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan
pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat serta dapat menjamin
kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF;
f. menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang
dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan; dan
g. memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai
CDOB.
FUNGSI PBF

1) Sebagai sarana distribusi farmasi bagi industri-industri


farmasi.
2) Sebagai saluran distribusi obat-obatan yang bekerja
aktif ke seluruh tanah air secara merata dan teratur
guna mempermudah pelayanan kesehatan.
3) Untuk membantu pemerintah dalam mencapai tingkat
kesempurnaan penyediaan obat-obatan untuk
pelayanan kesehatan.
4) Sebagai penyalur tunggal obat-obatan golongan
narkotik dimana PBF khusus, yang melakukannya
adalah PT. Kimia Farma.
5) Sebagai aset atau kekayaan nasional dan lapangan
kerja.
KEWAJIBAN PBF

( Berkaitan dengan apoteker ) :
1. PBF atau PBF cabang harus memiliki apoteker
penanggung jawab dalam melakukan pengadaan,
penyimpanan dan penyaluran obat dan atau bahan obat.
2. Apoteker penanggung jawab harus memiliki izin sesuai
ketentuan peraturan perundang undangan
3. Apoteker tidak boleh merangkap jabatan sebagai
direksi/pengurus PBF atau PBF cabang
4. Setiap pergantian apoteker penanggung jawab,
direksi/pengurus PBF atau PBF cabang harus
melaporkan kepada Dirjen atau KA.Dinkes Provinsi
selambat-lambatnya enam hari kerja.
( Berkaitan dengan CDOB)

1. PBF atau PBF cabang dalam melaksanakan
Pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat
atau bahan obat harus menerapak CDOB yang
ditetapkan oleh Menteri
2. Penerapan CDOB mengikuti pedoman teknis
CDOB yang ditetapkan oleh kepala badan
3. PBF atau PBF cabang yang telah menerapkan
CDOB diberikan sertifikat CDOB oleh kepala badan
( Berkaitan dengan dokumentasi)

1. PBF atau PBF cabang wajib mendokumentasikan
setiap pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat
dan atau bahan obat sesuai pedoman CDOB
2. Dokumentasi boleh dilakukan secara elektronik.
3. Dokumentasi harus dapat diperiksa setiap saat oleh
petugas
( Berkaitan dengan larangan )


1. Larangan bagi Pedagang Besar Farmasi yaitu menjual
perbekalan farmasi secara eceran baik ditempat kerjanya
maupun ditempat lain; melayani resep dokter; melakukan
pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran Narkotika tanpa
izin khusus dari Mentri Kesehatan.
2. Izin usaha Pedagang Besar Farmasi akan dicabut jika, tidak
mempekerjakan Apoteker penanggung jawab yang memilki
surat izin kerja ; tidak aktif lagi dalam penyaluran obatselama
satu tahun ; tidak lagi memenuhi persyaratan usaha
sebagaimana ditetapkan dala peraturan ; tidak lagi
menyampaikan informasi Pedagang Besar Farmasi tiga kali
berturut turut ; tidak memenuhi ketentuan tat cara penyaluran
perbekalan farmasi sebagaimana yang ditetapkan
Untuk PBF bahan baku obat memiliki kewajiban
tambahan yaitu:
1. Laboratorium, yang mempunyai kemampuan untuk

melakukan pengujian bahan baku obat sesuai
ketentuan yang ditetapkan dirjen.
2. Gudang khusus tempat penyimpanan
GUDANG
Gudang dan kantor PBF atau PBF cabang boleh
terpisah selama tidak mengurangi efektivitas
pengawasan internal oleh direksi /pengurus dan
penanggung jawab, dan gudang tersebut harus
memiliki seorang apoteker penanggung jawab.
PBF boleh melakukan penambahan gudang
atau perubahan gudang dengan syarat mendapat
persetujuan dari Dirjen Bidang Pembinaan Kefarmasian
dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan.Gudang
tambahan hanya melaksanakan penyimpanan dan
penyaluran sebagai bagian dari PBF atau PBF cabang.
PBF cabang juga boleh melakukannya bila mendapat
persetujuan dari Ka.Dinkes Provinsi setempat.
PENYALURAN DI PBF
1. PBF atau PBF cabang menyalurkan obat berdasarkan
pesanan apoteker pengelola apotek atau apoteker
penanggung jawab.
2. Untuk kepentingan lembaga ilmu pengetahuan, surat
pesanan ditandatangani oleh pimpinan lembaga.
3. Untuk peyaluran obat atau bahan obat berupa obat keras,
surat pesanan harus ditandatangai oleh apoteker
penanggung jawab atau apoteker pengelola apotik.
4. PBF atau PBF cabang yang melakukan pengadaan,
penyimpanan, dan penyaluran narkotik harus memiliki izin
khusus sesuai peraturan perundang
 PBF hanya bisa menyalurkan obat kepada:
1. PBF lain
2. PBF cabang lain
3. Fasilitas pelayanan kefarmasian:
- Apotek
- Klinik
- Puskesmas
- Toko obat
- Praktek bersama
- Instalasi Farmasi Rumah sakit
4. Pemerintah, bila pemerintah membutuhkan sesuai ketentuan
peraturan yang berlaku
5. PBF cabang hanya bisa menyalurkan obat dialam batas wilayah
provinsi pengakuannya
6. Lembaga Ilmu Pengetahuan
PELAPORAN
Setiap PBF atau PBF cabang wajib membuat laporan setiap 3
bulan sekali yang ditujukan kepada dirjen dengan tembusan
kepala badan POM, Ka. Dinkes Provinsi, Kepala Balai POM.
Kecuali untuk PBF atau PBF cabang yang menyalurkan Narkotika
dan psikotropika wajib membuat laporan bulanan penyaluran
Narkotika dan Psikotropika sesuai peraturan perundang-
undangan
PBF wajib melakukan pembukuan, sebagai beriku :
1. Pengarsipan Surat Pesanan
2. Faktur Penerimaan barang dari pusat
3. Faktur Pengiriman dan penyerahan barang
4. Kartu persediaan

PBF wajib membuat laporan pendistribusian obat pertriwulan,


sehingga bila di lakukan pemeriksaan dapat di pertanggung jawabkan.
Pencatatan jumlah obat pada kartu stock harus sesuai dengan
jumlah barang yang masuk atau keluar sesuai dengan faktur
penjualan/ penyerahan barang. Jumlah penerimaannya harus sesuai
dengan dokumen penerimaan barang
PEMBINAAN

 Pemerintah, Pemda, atau Pemkot melakukan pembinaan
terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan
peredaran obat dan bahan obat.
 Pembinaan bertujuan untuk:
- Menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan
obat atau bahan obat untuk upaya kesehatan
- Melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan obat
atau bahan obat yang tidak tepat, atau tidak memenuhi
persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan.
• Pasal 14 PP No.51 th 2009 ttg pekerjaan kefarmasian
Ayat (1)
Setiap fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi (PBF) harus
memiliki seorang Apoteker sebagai penanggung jawab.
Ayat (2)
Apoteker sebagai penanggung jawab sebagaimana diatur dalam ayat (1)
dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Tehnis Kefarmasian

• Pasal 17 PP No.51 tahun 2009 ttg Pekerjaan Kefarmasian


Pekerjaan kefarmasian yang barkaitan dengan proses distribusi atau
penyaluran sediaan farmasi pada fasilitas Distribusi atau Pnyaluran sediaan
farmasi (PBF) wajib dicatat oleh Tenaga kefarmasian sesuai tugas dan fungsinya
• Pasal 18
Tenaga Kefarmasian dalam melakukan Pekerjaan kefarmasian dalam
fasilitas Distribusi atau Penyaluran sediaan farmasi (PBF) harus mengikuti
perkembangan IPTEK dibidang farmasi dan penyaluran
• S.K. Menkes tanggal 28 Januari no.809/Ph/64/b Peraturan
tentang Penyaluran Obat Keras oleh PBF ( berlaku 1 Februari
1964 ) :
Surat Pesanan Apotik harus ditandatangani Apoteker.
Pesanan PBF : oleh Apoteker/Asisten Apoteker.
Larangan Penjualan Dari PBF ke dokter langsung kecuali
mempunyai surat ijin menyimpan obat sesuai SK Menkes tgl 8
Juli 1962 No.33148/Kb/176, namun telah diubah dg SK
Menkes No.3987/A/SK/73 tidak diperkenankan menjual
obat langsung kepada dokter, dokter gigi dan dokter hewan
• Permenkes Tentang Pedagang Besar Farmasi
No.163/Kab/B/Vii/73 tanggal 16 Agustus 1972, PBF harus :
Menjual /menyerahkan bungkus asli.
Tidak boleh menjual eceran.
Dilarang menyimpan dan memperdagangkan obat Narkotika
apabila tidak memiliki ijin khusus.
Tidak boleh melayani Resep
Penyerahan obat bebas terbatas disertai tanda peringatan
• Permenkes No: 918/Menkes/Per /X/1993 tentang PBF
Pabrik Farmasi dapat menyalurkan hasil produksinya langsung ke
PBF, Apotik , Toko Obat dan sarana pelayanan kesehatan lainnya (
untuk Obat keras , psikotropika dan narkotika sesuai ketentuan )
Pengadaan dari sumber yang sah berdasarkan per-uu -an yg
berlaku
Dilarang menjual perbekalan farmasi secara eceran, baik
ditempat kerjanya atau ditempat lain
Dilarang melayani resep dokter
Dilarang Pengadaan dan penyaluran narkotika dan psikotropika
tanpa ijin khusus
• Permenkes No: 918/Menkes/Per/X/1993, diubah menjadi Kep
Menkes No: 1191 /Menkes/SK/1X/2002. Namun Ketentuan tentang
pengadaan dan penyaluran tidak ada perubahan sesuai dengan permenkes
No.918/Menkes/Per/X/1993
• Undang-undang RI No.35 tahun 2009 tentang narkotika mengatur bahwa distribusi obat
meliputi hal-hal sebagai berikut :
• (Pasal 35)
 Peredaran Narkotika meliputi setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan
Narkotika, baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan maupun pemindahtanganan, untuk
kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
• (Pasal 39)
 Narkotika hanya dapat disalurkan oleh Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana
penyimpanan sediaan farmasi pemerintah sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. (2)
Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki izin khusus penyaluran Narkotika dari Menteri
• (Pasal 40)
 Industri Farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada:
a. pedagang besar farmasi tertentu;
b. apotek;
c. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu; dan
d. rumah sakit.
Pedagang besar farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada:
a. pedagang besar farmasi tertentu lainnya;
b. apotek;
c. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu;
d. rumah sakit; dan
e. lembaga ilmu pengetahuan
PENYALURAN
NARKOTIKA
 ULS (UNIT
LOGISTIK
INDUSTRI SENTRAL)
FARMASI KIMIA
FARMA

PBF KIMIA FARMA LAIN


APOTEK
PBF
RUMAH SAKIT
KIMIA FARMA
SARANA PELAYANAN
PEMERINTAH
UU RI No. 5 Th 1997 tentang psikotropika mengatur
bahwa distribusi obat meliputi hal-hal sebagai berikut
• Penyaluran
a. Penyaluran psikotropika hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat, PBF
dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah (SPSFP).
b. PBF hanya dapat menyalurkan psikotropika kepada PBF lain, apotek,
SPSFP, rumah sakit, lembaga penelitian dan / atau lembaga
pendidikan.
c. SPSFP hanya dapat menyalurkan psikotropika kepada rumah
sakit pemerintah, puskesmas, BP pemerintah
d. Psikotropika Golongan I hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan
PBF kepada lembaga penelitian dan / atau lembaga pendidikan guna
kepentingan ilmu pengetahuan.
e. Psikotropika yang dapat digunakan untuk ilmu pengetahuan hanya
dapat disalurkan oleh pabrik obat dan PBF kepada lembaga
penelitian dan / atau lembaga pendidikan atau. Diimpor langsung
oleh lembaga penelitian dan / atau lembaga pendidikan.
PENYALURAN
PSIKOTROPIKA

INDUSTRI
PBF
FARMASI

PBF LAIN
PBF APOTEK
RUMAH SAKIT
SARANA PELAYANA
PEMERINTAH
KASUS

 SEMARANG- Penertiban terhadap kebocoran jalur
resmi penyaluran obat-obatan terus dilakukan,
termasuk melalui pedagang besar farmasi (PBF)
yang memasok obat ke produsen jamu.
 Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)
di Semarang menyegel PBF PT SM Asia Jaya yang
beralamat di Jl Tugu Barat No 31 A Sampang
Cilacap. Dua puluh koli obat dengan jenis mencapai
132 item kini masih dalam penyegelan. Dari jumlah
itu, 90 persen merupakan obat daftar G yang harus
dengan resep dokter.
 PBF tersebut terbukti menyalurkan obat-obatan ke
produsen jamu atau perorangan. ''Padahal sesuai
ketentuan harus menyalurkannya ke apotik, rumah

sakit atau ke PBF lain’’. Sebagian besar obat itu,
digunakan sebagai campuran jamu, di antaranya
parasetamol, dextrometorfan, pyroxicam, as
mevenamat, dan furosemid. ''Pemakaian obat daftar G
itu harus dengan resep dokter. Kalau dicampurkan
dengan jamu dan dikonsumsi terus menerus, bisa
berdampak bagi organ tubuh seperti ginjal atau hati.''
 Dasar penyegelan dari Badan POM RI, menurut
Maringan, dilakukan karena PBF terbukti melanggar
Permenkes 1191/ SK/ IX/ 2002 tentang pendistribusian
penyaluran PBF. Jika hingga tiga kali nanti kesalahan itu
tak diperbaiki maka perizinannya akan dicabut.
SEKIAN DAN TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai