Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pedagang Besar Farmasi (PBF)

Pedagang besar farmasi yang selanjutnya disingkat PBF adalah perusahaan

berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan,

penyaluran obat dan / atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan. (BPOM, 2022).

PBF cabang adalah cabang PBF yang telah memiliki pengakuan untuk

melakukan pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/ atau bahan obat dalam

jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan. (BPOM, 2022).

B. Tugas dan Fungsi PBF

a. Tugas

PBF dan PBF cabang hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF atau

PBF Cabanag lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan. Fasilitas pelayanan kefarmasian sebagaimana

yang dimaksud meliputi : apotek, Instansi farmasi rumah sakit, puskesmas,

klinik atau took obat. PBF dan PBF Cabang tidak dapat menyalurkan obat keras

kepada took obat. (BPOM 2022)

b. Fungsi

1. Tempat menyediakan dan menyimpan sediaan farmasi yang meliputi obat,

bahan obat, obat tradisional dan kosmetik.


2. Sebagai sarana yang mendistribusikan sediaan farmasi ke fasilitas pelayanan

kefarmasian meliputi apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas,

klinik dan toko obat berizin.

3. Sebagai sarana untuk mendistribusikan sediaan farmasi di wilayah sesuai

surat pengakuannya/surat izin edar.

4. Sebagai tempat pendidikan dan pelatihan.

5. PBF dan PBF Cabang harus melaksanakan Pengadaan, penyimpanan dan

penyaluran obat dan / atau bahan obat sesuai dengan CDOB yang ditetapkan

oleh Mentri. (BPOM 2022)

C. Ketentuan Umum dan peraturan perundang-undangan

Ketentuan-ketentuan umum yang berlaku yang berlaku tentang

pendistribusian Farmasi sesuai Keputusan Mentri Kesehatan No.

1332/MENKES/SK/X/2002 adalah sebagai berikut :

- Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan

sumpah jabatan apoteker, mereka yang berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di indonesia

sebagai apotekerSurat

- Izin Apoteker (SIA) adalah surat izin yang di berikan oleh menteri kepada

apoteker atau apoteker bekerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek untuk

menyelanggarakan apotek di suatu tempat tertentu. Asisten Apoteker adalah


mereka yang berdasarakan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak

melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai asisten apoteker.

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan

untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi

dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,

peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.

2. Cara Distribusi Obat yang Baik, yang selanjutnya disingkat CDOB adalah cara

distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan untuk

memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan

tujuan penggunaannya.

D. Penanggung Jawab PBF

Penanggung jawab harus seorang Apoteker yang memenuhi kualifikasi dan

kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan. Di samping itu telah memiliki

pengetahuan dan mengikuti pelatihan CDOB yang memuat aspek keamanan,

identifikasi obat dan/ atau bahan obat, deteksi dan pencegahan masuknya obat

atau bahan obat palsu ke dalam rantai distribusi. (BPOM 2020).

Penanggung jawab dalam pelaksanaan tugasnya harus memastikan bahwa

fasilitas distibusi telah menerapkan CDOB dan memenuhi pelayanan publik.

(BPOM 2020).
Menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) tahun 2020,

kewajiban apoteker hendaklah :

1. Menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan menejemen mutu.

2. Fokus pada pengelolaan kegiatan yang menjadi kewenangannya serta menjaga

akurasi dan mutu dokumentasi.

3. Menyusun dan/atau menyetujui program pelatihan dasar dan pelatihan

lanjutan mengenai CDOB untuk semua personil yang terkait dalam kegiatan

distribusi.

4. Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan penarikan

obat dan/atau bahan obat.

5. Memastikan bahwa keluhan pelanggan dapat ditangani dengan efektif.

6. Melakukan kualifikasi dan persetujuan terhadap pemasok dan pelanggan.

7. Meluluskan obat dan/atau bahan obat kembalian untuk dikembalikan ke dalam

stok obat dan/atau bahan obat yang memenuhi syarat jual.

8. Turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak dan penerima

kontrak yang menjelaskan mengenai tanggung jawab masing-masing pihak

yang berkaitan dengan distribusi dan/atau transportasi obat dan/atau bahan

obat.

9. Memastikan inspeksi diri dilakukan secara berkala sesuai program dan

tersedia tindakan perbaikan yang diperlukan.

10. Mendelegasikan tugasnya kepada apoteker atau tenaga teknis kefarmasian

yang telah mendapatkan persetujuan dari instansi yang berwenang ketika


sedang tidak berada ditempat dalam jangka waktu tertentu dan menyimpan

dokumen yang terkait dengan pendelegasian yang dilakukan.

11. Turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk mengkarantina atau

memusnahkan obat dan/atau bahan obat kembalian, rusak, hasil penarikan

kembali atau diduga palsu.

12. Memastikan pemenuhan persyaratan lain yang diwajibkan untuk obat

dan/atau bahan obat tertentu sesuai peraturan perundang-undangan.

E. Kewajiban PBF

1. PBF dan PBF cabang hanya dapat mengadakan, menyimpan dan menyalurkan

obat/bahan obat yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh

Menteri.

2. PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri farmasi dan

sesama PBF.

3. PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan bahan obat dari industri farmasi,

sesama PBF dan atau melalui importasi.

4. PBF cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dan atau bahan obat

dari PBF pusat.

5. Setiap PBF dan PBF cabang harus memiliki apoteker penanggung jawab yang

bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan

dan penyaluran obat, bahan obat.

6. PBF cabang hanya dapat menyalurkan obat/bahan obat di wilayah Provinsi

sesuai surat pengakuannya.


7. PBF dan PBF cabang harus melaksanakan pengadaan, penyimpanan,dan

penyaluran obat atau bahan obat sesuai dengan CDOB.

8. Setiap PBF dan PBF cabang wajib melaksanakan dokumentasi pengadaan,

penyimpanan dan penyaluran di tempat usahanya dengan mengikuti pedoman

CDOB yang dapat dilakukan secara elektronik dan akan diperiksa sewaktu-

waktu.

9. Setiap PBF dan PBF cabang yang melakukan pengadaan, penyimpanan dan

penyaluran narkotika wajib memiliki izin khusus sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan.

10. PBF dan PBF cabang hanya melaksanakan penyaluran obat berupa obat keras

berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola apotek atau

apoteker penanggung jawab.

11. Setiap PBF dan PBF cabang wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap 3

bulan sekali meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat/bahan obat

kepada Dirjen dengan tembusan Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan

Provinsi dan Kepala Balai POM. Dan untuk PBF penyalur narkotika dan

psikotropika wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika dan

psikotropika.

F. Larangan Bagi PBF

Berdasarkan PerMenKes RI No. 1148/Menkes/Per/VI/2011, larangan bagi

PBF terdiri dari :

1. PBF dan PBF Cabang dilarang menjual obat atau bahan obat secara eceran.
2. Setiap PBF dan PBF cabang dilarang menerima dan/atau melayani resep dokter.

3. PBF dan PBF Cabang dilarang menyalurkan obat keras ke toko obat.

4. PBF atau PBF cabang dilarang melakukan pengubahan kemasan bahan obat

atau pengemasan kembali bahan obat dari kemasan aslinya.

5. PBF dan PBF cabang dilarang menyimpan dan mengeluarkan obat golongan

narkotika/psikotropika tanpa izin apoteker penanggung jawab.

G. Pelaporan PBF

Pelaporan untuk Obat dan Bahan Aktif Obat berupa Narkotika, Psikotropika,

Prekursor Farmasi, dan ObatObat Tertentu wajib disampaikan kepada Kepala

Badan secara berkala setiap 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan paling lambat

tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya. (BPOM 2022)

Untuk obat Narkotika wajib disampaikan kepada Kepala Badan paling

lambat 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya Narkotika atau dilaksanakannya ekspor

Narkotika. (BPOM 2022)

Untuk obat Psikotropika dan/atau Prekursor Farmasi wajib disampaikan

kepada Kepala Badan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak - 8 - diterimanya

Psikotropika dan/atau Prekursor Farmasi, atau dilaksanakannya ekspor

Psikotropika dan/atau Prekursor Farmasi. (BPOM,2022)

H. Bangunan dan Peralatan PBF

1. Fasilitas distribusi harus :


a. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan

pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat mserta dapat menjamin

kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF

b. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang

dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan.

2. Penyimpanan dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai untuk

memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan secara akurat dana man

3. Jika bangunan bukan milik sendiri maka harus tersedia kontrak tertulis

4. Harus ada area terpisah dan terkunci antara obat yang diduga palsu, obat yang

dikembalikan, yang ditolak, yang akan dimusnahkan, yang ditarik, yang

kadaluarsah, dari obat yang dapat disalurkan.

5. Penyimpanan harus berada dalam parameter suhu, klembaban dan pencahayaan

yang dipersyaratkan

6. Harus tersedia area khusus penyimpanan obat yang mengandung radioaktif dn

bahan berbahaya lain yang dapat menimbulkan risiko kebakaran atau ledakan

(misalnya gas bertekanan, mudah terbakar)

7. Area penerimaan, penyimpnan dan pengiriman harus trerpisah, terlindung dari

kondisi cuaca.

8. Akses masuk dan keluar untuk masing-masing area penerimaan dan pengiriman

dapat bergabung namun harus ada system pencegahan atau penjaminan tidak

terjadinya campur baur antara proses penerimaan dan pengiriman


9. Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih dan bebas dari sampah dan

debu.

10. Bangunan dan fasilitas harus dirancang dan dilengkapi sehingga memberikan

perlindungan terhadap masuknya serangga, hewan pengerat atau hewan lain.

Progrma pencegahan dan penendalian hama harus tersedia.

11. Ruang istirahat, toilet dan kantin untuk personel harus terpisah dari area

penyimpanan. (BPOM 2020)

I. Prosedur Penerimaan Hingga Pendistribusian Obat di PBF

1. Perencanaan dan Pengadaan

Perencanaan merupakan proses pemilihan jenis, jumlah dan harga

perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk

menghindari dari kekosongan obat. Tujuan dari perencanaan obat adalah untuk

mendapatkan jenis dan jumlah obat yang sesuai dengan kebutuhan menghindari

terjadinya stock out (kekosongan) obat, dan meningkatkan penggunaan obat

secara rasional. Hal ini dikarenakan perencanaan merupakan hal penting dalam

pengadaan obat. Apabila dalam perencanaan lemah maka akan mempengaruhi

dan mengakibatkan kekacauan siklus manajemen secara keseluruhan mulai dari

pemborosan dalam penganggaran, membengkaknya biaya pengadaan dan

penyimpanan, serta tidak tersalurnya obat hingga rusak atau kadaluwarsa

(Aryo, 2012).

Dalam pelaksanaan pengadaan di PBF, pengadaan obat harus

dikendalikan dengan prosedur tertulis dan rantai pasokan harus diidentifikasi


serta didokumentasikan. Selain itu, Harus dilakukan kualifikasi yang tepat

sebelum pengadaan dilaksanakan. Pemilihan pemasok, termasuk kualifikasi dan

persetujuan penunjukannya, merupakan hal operasional yang penting.

Pemilihan pemasok harus dikendalikan dengan prosedur tertulis dan hasilnya

didokumentasikan serta diperiksa ulang secara berkala. Pengadaan obat melalui

importasi dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan.

Pemesanan dilakukan dengan menggunakan surat Pemesanan (SP)

untuk setiap supplier surat pemesanan ada empat macam yaitu surat pesanan

narkotika, surat pesanan prekursor, surat pesanan psikotropika dan surat

pesanan untuk obat selain narkotika, prekursor dan psikotropika. SP minimal

dibuat 2 rangkap (untuk supplier dan arsip) dan ditandatangani oleh APA

dengan mencantumkan nama dannomor SIPA serta cap PBF, apotek atau rumah

sakit yang melakukan pemesanan.

Surat pesanan golongan obat bebas, bebas terbatas dan keras dibuat dua

rangkap satu untuk pemesan dan satu untuk supplier. Dalam satu lembar SP

dapat diisi dengan beberapa jenis (item) obat. Pemesanan dapat dilakukan

secara langsung melalui sales supplier ataupun secara tidak langsung, misalnya

melalui telepon.

SP untuk prekursor dan psikotropika, format telah ditetapkan oleh Dinas

Kesehatan, dibuat rangkap 2, satu lembar (asli) untuk supplier dan lembar

lainnya (tembusan) untuk arsip pemesan. Dalam satu SP dapat memuat lebih

dari satu item obat, pemesanan bisa dilakukan selain ke PT. Kimia Farma.
Pemesanan narkotika, prekursor dan psikotropika hanya dapat dilakukan secara

langsung ke sales supplier tidak dapat melalui telepon.

Surat Pemesanan (SP) pembelian narkotika dibuat 4 rangkap, 1 lembar

merupakan arsip untuk administrasi pemesan dan 3 lembar dikirim ke PBF

Kimia Farma, selanjutnya PBF Kimia Farma menyalurkan kepada kepala Dinas

Kesehatan Kota atau Kabupaten, BPOM dan penanggung jawab narkotika di

Depot Kimia Farma Pusat. Satu lembar surat pesanan untuk memesan satu jenis

narkotika (Menkes, 2012).

2. Penerimaan

a. Proses penerimaan bertujuan untuk memastikan bahwa kiriman obat atau

bahan obat yang diterima benar, berasal dari pemasok yang disetujui, obat

tidak rusak atau tidak mengalami perubahan selama transportasi.

b. Obat tidak boleh diterima jika kadaluwarsa atau mendekati tanggal

kadaluwarsa sehingga kemungkinan besar obat telah kadaluwarsa sebelum

digunakan oleh konsumen

c. Obat memerlukan penyimpanan atau tindakan pengamanan khusus.

d. Nomor bets dan tanggal kadaluwarsa obat harus dicatat pada saat

penerimaan. Untuk memudahkan penelusuran

e. Jika ditemukan obat yang diduga palsu, bets tersebut harus segera dipisahkan

dan dilaporkan ke instansi berwenang, dan pemegang izin edar.

f. Pengiriman obat harus diperiksa sebagai bentuk verifikasi. (BPOM,2020)


Proses penrimaan bertujuan untuk memastikan bahwa kiriman obat dan

bahan obat yang diterima benar berasal dari pemasok yang disetujui tidak rusak

atau tidak mengalami perubahan selama transportasi. Pada saat penerimaan

harus melakukan pemeriksaan terhadap: nama produk, jumlah produk, kondisi

fisik, nomor bets, tanggal kadaluarsa dan kondisi alat pemantauan suhu. .

(Menkes, 2012).

3. Penyimpanan

a. Penyimpanan dan penanganan obat harus mematuhi peraturan perundang-

undnagan.

b. Volume pemesanan obat harus memperhitungkan kapasitas sarana

penyimpanan

c. Obat harus disimpan terpisah dari produk selain obat dan terlindung dari

dampak yang tidak diinginkan akibat paparan cahaya matahari, suhu,

kelembapan, atau factor eksternal lain.

d. Perhatian khusus harus diberikan untuk obat yang membutuhkan kondisi

penyimpanan khusus.

e. Kontainer obat yang diterima harus dibersihkan sebelum disimpan.

f. Harus diambil langkah untuk memastikan rotasi stock sesuai dengan tanggal

kadaluwarsa obat mengikuti kaidah First Expired Fist Out (FEFO).

g. Obat harus ditangani dan disimpansedemikian rupa untuk mencegah

tumpahan, kerusakan, kontaminasi dan campur-baur. Obat tidak boleh

langsung diletakkan di lantai.


h. Obat yang kadaluwarsa harus segera ditarik, dipisahkan secara fisik dan

diblokir secara elektronik.

i. Untuk menjaga akurasi persediaan stok, harus dilakukan Stock Opname

secara berkala

j. Pebedaan stok harus diselidiki. (BPOM,2020)

Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk

sediaan dan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai

dan disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out

(FEFO) dengan cara menempatkan obat-obatan yang mempunyai ED (expired

date) lebih lama diletakkan di belakang obat-obatan yang mempunyai ED lebih

pendek. dan First In First Out (FIFO) yaitu obat-obatan yang baru masuk

diletakkan di belakang obat yang terdahulu, disertai sistem informasi

manajemen. Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis

Habis Pakai yang penampilan dan penamaan yang mirip LASA (Look Alike

Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus

untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan obat.

Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi di

fasilitas produksi, fasilitas distribusi, dan fasilitas pelayanan kefarmasian harus

mampu menjaga keamanan, khasiat, dan mutu Narkotika, Psikotropika, dan

Prekursor Farmasi.
(1) Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi

dapat berupa gudang, ruangan, atau lemari khusus, untuk Narkotika dan

Psikotropika memiliki 2 pintu lemari

(2) Tempat penyimpanan Narkotika dilarang digunakan untuk menyimpan

barang selain Narkotika.

(3) Tempat penyimpanan Psikotropika dilarang digunakan untuk menyimpan

barang selain Psikotropika. (Menkes, 2015)

4. Pemisahan Obat

a. Jika diperlukan, obat yang mempunyai persyaratkan khusus harus disimpan

di tempat terpisah dengan label yang jelas dan akses masuk dibatasi hanya

untuk personel yang berwenang.

b. Harus teredia tempat khusus dengan label yang jelas, aman dan terkunci

untuk penyimpanan obat yang ditolak, kadaluwarsa, penariakn kembali,

produk kembalian dan obat diduga palsu.

c. Obat yang ditolak atau dikembalikan harus diberi label yang jelas dan

ditangani sesuai prosedur tertulis. (BPOM,2020)

Harus tersedia tempat khusus dengan label yang jelas, aman, dan terkunci

untuk penyimpanan obat dan bahan obat yang ditolak, kedaluarsa, penarikan

kembali, produk kembalian dan obat diduga palsu (Menkes, 2012)

5. Pemusnahan Obat

a. Pemusnahan dilaksanakan terhadap obat yang tidak memenuhi syarat untuk

didistribusikan.
b. Obat yanag akan dimusnahkan harus diidentifikasi secara tepat, diberi label

yang jelas, disimpan secara terpisah dan terkunci serta ditangani sesuai

dengan prosedur tertulis.

c. Jika pemusnahan menggunakan jasa pihak ketiga, maka harus disaksiskan.

d. Obat yang akan dimusnahkan dilakukan predestory dengan merusak bentuk

sediaan dan menghilangkan identitas produk.

e. Dokumentasi dan pelaporan harus disimpan sesuai ketentuan. (BPOM,2020)

Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi Menurut

(Menkes:2015) hanya dilakukan dalam hal:

a. diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau

tidak dapat diolah kembali;

b. telah kadaluarsa;

c. tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau

untuk pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk sisa penggunaan;

d. dibatalkan izin edarnya; atau e. berhubungan dengan tindak pidana.

Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dilakukan

dengan tahapan sebagai berikut:

a. penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan

kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan menyampaikan

surat pemberitahuan dan permohonan saksi kepada:

1. Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan, bagi

Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat;


2. Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan

Makanan setempat, bagi Importir, Industri Farmasi, PBF, Lembaga Ilmu

Pengetahuan, atau Instalasi Farmasi Pemerintah Provinsi; atau

3. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas

Obat dan Makanan setempat, bagi Apotek, Instalasi Farmasi Rumah

Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Instalasi Farmasi Pemerintah

Kabupaten/Kota, Dokter, atau Toko Obat.

b. Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Dinas

Kesehatan Provinsi, Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan

setempat, dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menetapkan petugas di

lingkungannya menjadi saksi pemusnahan sesuai dengan surat permohonan

sebagai saksi. .

c. Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam bentuk bahan baku,

produk antara, dan produk ruahan harus dilakukan sampling untuk

kepentingan pengujian oleh petugas yang berwenang sebelum dilakukan

pemusnahan.

d. Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi harus

dilakukan pemastian kebenaran secara organoleptis oleh saksi sebelum

dilakukan pemusnahan.

6. Penerimaan Pesanan

Penerimaan surat pesanan baik secara manual maupun secara elektronik

penanggung jawab harus memastikan:


a. Pemesanan terdaftar sebagai pelanggan atau anggota yang terverifikasi

dalam system

b. Kebenaran dan keabsahan surat pesanan melputi:

 Nama dan alamat penangung jawab saranan pemesanan

 Nama, bentuk dan kekuatan sediaan, jumlah dan isi kemasan dari obat yang

dipesan

 Nomor surat pesanan

 Nama, alamat dan izin sarana pemesanan

 Nama, (SIPA) / (SIPTTK) penanggung jawab sarana pemesanan.

c. Terdapat kecurigaan terhadap keabsahan dan kewajaran pesanan harus

dilakukan konfirmasi kepada penanggung jawab sarana pemesan.

(BPOM,2020)

7. Pengambilan

Proses pengambilan obat harus dilakukan dengan tepat sesuai dengan

dokumen yang tersedia untuk memastikan obat yang diambil benar. Obat yang

diambil harus memiliki masa simpan yang cukup sebelum kadaluwarsa dan

berdasarkan FEFO. Nomor bets obat harus dicatat. Pengecualian dapat

diizinkan jika ada control yang memadai untuk mencegah pendistribusian obat

kadaluwarsa. (BPOM,2020)

8. Pengemasan
Obat harus dikemas sedemikian rupa sehingga kerusakan, kontaminasi dan

pencurian dapat dihindari. Kemasan harus memadai untuk mempertahankan

kondisi penyimpanan obat selama transportasi. Kontainer obat yang akan

dikirimkan harus disegel. (BPOM,2020)

9. Pengiriman

a. Pengiriman obat harus ditujukan kepada pelanggan yang mempunyai izin

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undnagan.

b. Proses pengiriman dan kondisi penyimpanan harus sesuai dengan

persyaratan obat dari industri farmasi. Dokumentasi harus disimpan dan

mampu tertelusur.

c. Prosedur tertulis untuk pengiriman obat harus tersedia. Prosedur tersebut

harus mempertimbangkan sifat obat serta tindakan pencegahan khusus.

(BPOM,2020)

Sistem penyaluran obat bebas dan bebas terbatas yang ideal menurut SK

Menkes No.3987/A/SK/73 adalah distribusi dari:

1) Distributor ke sarana penyaluran/pedagang besar farmasi (PBF), kemudian.

2) Dari PBF akan didistribusikan ke sarana pelayanan seperti apotek, instalasi

farmasi, praktek bersama dan toko obat.

Penyaluran Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi.

1) Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk

obat jadi hanya dapat dilakukan oleh:


 Industri Farmasi kepada PBF dan Instalasi Farmasi Pemerintah;

 PBF kepada PBF lainnya, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah


Sakit,Instalasi Farmasi Klinik, Instalasi Farmasi Pemerintah dan
Lembaga Ilmu Pengetahuan;
 PBF milik Negara yang memiliki Izin Khusus Impor Narkotika kepada
Industri Farmasi, untuk penyaluran Narkotika;
 Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat kepada Instalasi Farmasi Pemerintah
Daerah, Instalasi Farmasi Rumah Sakit milik Pemerintah, dan Instalasi
Farmasi Tentara Nasional Indonesia atau Kepolisian; dan
 Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah kepada Instalasi Farmasi Rumah
Sakit milik Pemerintah Daerah, Instalasi Farmasi Klinikmilik
Pemerintah Daerah, dan Puskesmas.
2) Selain kepada PBF lainnya, Apotek, Rumah Sakit, Instalasi Farmasi
Pemerintah dan Lembaga Ilmu Pengetahuan. PBF dapat menyalurkan
Prekursor Farmasi golongan obat bebas terbatas kepada Toko Obat.
3) Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk
obat jadi oleh Industri Farmasi kepada PBF hanya dapat dilakukan oleh
Industri Farmasi pemilik izin edar.
 Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk
obat jadi hanya dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan dari Apoteker
penanggung jawab atau Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan untuk
kebutuhan penelitian dan pengembangan.
 Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud untuk penyaluran
kepada Instalasi Farmasi Pemerintah, surat pesanan dapat ditandatangani
oleh Apoteker yang ditunjuk.
 Dalam hal penyaluran Prekursor Farmasi dari PBF kepada Toko Obat,
hanya dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan dari Tenaga Teknis
Kefarmasian.
10. Pelaporan
a. Setiap PBF dan cabangnya wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap 3
(tiga) bulan sekali meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat
dan/atau bahan obat kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada
Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM.
b. Direktur Jenderal setiap saat dapat meminta laporan kegiatan penerimaan
dan penyaluran obat dan/atau bahan obat.
c. Setiap PBF dan PBF Cabang yang menyalurkan narkotika dan
psikotropika wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika
d. Laporan dapat dilakukan secara elektronik dengan menggunakan
teknologi informasi dan komunikasi.
e. Laporan setiap saat harus dapat diperiksa oleh petugas yang berwenang.
(Menkes 2011).
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan, (2022).Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan RI. No. 2 tahun 2022 tentang pelaporan kegiatan industry farmasi
dan oedagang besar farmasi. Jakarta: Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan RI.

Badan Pengawas Obat dan Makanan, (2020).Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan RI. No. 6 tahun 2020 tentang perubahan atas peraturan badan
pengawasan obat dan makanan No. 9 tahun 2019 tentang pedoman teknis
cara distribusi obat yang baik . Jakarta: Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan RI.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.(2015). Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia No. 3 Tahun 2015. Tentang Peredaran, Penyimpanan,
Pemusnahan, Dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, Dan Prekursor
Farmasi

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.(2012).


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.(2011). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 1148/MENKES/PER/VI/2011 Tentang
PedagangBesar Farmasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI., 2012.,PedomanTekhnis


Cara Distribusi Obat Yang Baik., BPOM : Jakarta

Peraturan Menteri Kesehatan RI,2011, Pedagang Besar Farmasi, Permenkes :Jakarta

Anda mungkin juga menyukai