Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Undang – Undang No. 36 Tahun 2009, Kesehatan adalah
keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi – tingginya maka perlu dilakukan suatu upaya kesehatan.
Pelaksanaan upaya kesehatan dapat dilakukan dalam bentuk pencegahan
penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan
kesehatan oleh pemerintah dan atau masyarakat.
Dalam pelaksanaan upaya kesehatan, Apoteker memegang peranan
penting demi tercapainya derajat kesehatan masyarakat. Hal tersebut
dilakukan oleh seorang Apoteker dengan melaksanakan pekerjaan
kefarmasian. Apoteker merupakan suatu profesi kesehatan yang berhubungan
dengan pembuatan dan distribusi dari produk yang berkhasiat obat. Pekerjaan
Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan
Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau
penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional. Pengabdian seorang. Apoteker juga meliputi profesi yang sah dan
fungsi ekonomi dari distribusi produk yang berkhasiat obat yang baik dan
aman. Dalam kegiatan farmasi utamanya sangat diperlukan instansi-instansi
kesehatan, balai pengobatan ataupun konsumen lainnya yang telah ditentukan
oleh Menteri Kesehatan. Salah satu distribusi dalam farmasi adalah Pedagang
Besar Farmasi (PBF).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI N0. 34 tahun 2014 atas
perubahan Menteri Kesehatan Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang
pedagang besar farmasi. Pedagang besar farmasi adalah perusahaan berbentuk
hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran
sediaan farmasi dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundangan.
PBF merupakan salah satu unit terpenting dalam kegiatan penyaluran
sediaan farmasi ke fasilitas pelayanan kesehatan seperti apotek, instalasi
farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik dan toko obat agar dapat sampai ke
tangan pasien. Apoteker penanggung jawab di PBF harus mampu melakukan
kegiatan pengelolaan sediaan farmasi di PBF mulai dari pengadaan,
penyimpanan hingga pendistribusian.
Mengingat pentingnya hal tersebut, maka dilakukan Praktek Kerja
Profesi Apoteker di Pedagang Besar Farnasi yaitu di PT. Perusahaan
Perdagangan Indonesia Cabang Regional Bandung. Praktek Kerja Profesi
Apoteker ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman calon apoteker
mengenai peranan apoteker di PBF.

1.2 Tujuan
Praktek Kerja Profesi Apoteker di PBF di PT. Perusahaan
Perdagangan Indonesia cabang regional Bandung bertujuan agar :
1.2.1 Tujuan Umum
a. Memahami dasar-dasar pendistribusian obat dan sediaan farmasi
lainnya di PBF sebagai Apoteker Penanggung Jawab sehingga
mampu berperan sebagai mitra kerja tenaga kesehatan yang siap
pakai.
b. Mampu memahami proses pengelolaan obat dan pendistribusian
sesuai dengan peraturan Perundang – undangan dan etika yang
berlaku dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat.
c. Untuk meningkatkan dan menambah ilmu pengetahuan dan
keterampilan tentang pengadaan, penyimpanan, dan pengelolaan
distribusi dan pelayanan sediaan farmasi dan alat kesehatan di
Pedagang Besar Farmasi.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Untuk meningkatkan atau menambah ilmu pengetahuan dalam hal
mengelola obat, perbekalan farmasi dan pemasarannya.
b. Meningkatkan pengetahuan tentang ruang lingkup tanggung jawab
sebagai Apoteker Penanggung Jawab dibidang kefarmasian
khususnya di PBF.
c. Untuk menghasilkan Apoteker yang professional, jujur dan
bertanggung jawab dalam hal pelayanan kefarmasian kepada
masyarakat.

1.3 Manfaat
a. Menambah ilmu pengetahuan dalam hal mengelola obat,
perbekalan farmasi dan pemasarannya.
b. Dapat mengetahui secara langsung tata laksana pendistribusian dan
pengelolaan sediaan farmasi lainnya di PBF yang sebelumnya
hanya diketahui secara teoritis.
c. Dapat menyesuaikan atau mengembangkan teori yang sudah
diterima dengan kenyataan yang ada di lapangan untuk dijadikan
sebagai pembelajaran.

1.4 Waktu dan Tempat


Waktu Praktek Kerja Profesi Apoteker yaitu selama 1 bulan, mulai
dari ………………… yang bertempat di PT Perusahaan Perdagangan
Indonesia (Persero) Cabang Regional Bandung Jalan Jawa No. 12 -
Bandung, dengan waktu kerja dari pukul 08.00 s/d 17.00 WIB hari
Senin s/d Jumat.
BAB II
TINJAUAN UMUM PEDAGANG BESAR FARMASI

2.1 Gambaran Umum Pedagang Besar Farmasi


2.1.1 Pengertian Pedagang Besar Farmasi (PBF)
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1148 tahun 2011 tentang Pedagang Besar Farmasi pada pasal 1
menyebutkan bahwa : “Pedagang Besar Farmasi, yang selanjutnya
disingkat PBF adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki
izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat
dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang undangan.”PBF
Cabang adalah cabang PBF yang telah memiliki pengakuan untuk
melakukan pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat
dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51
Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian Pasal 1 ayat 12 yang berbunyi
Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang
memilki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran perbekalan
farmasi dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Dalam Peraturan tersebut juga memberikan batasan terhadap
beberapa hal yang berkaitan dengan kegiatan Pedagang Besar Farmasi
yaitu batasan mengenai :
1. Perbekalan Farmasi adalah perbekalan yang meliputi obat, bahan
obat dan alat kesehatan.
2. Sarana pelayanan kesehatan adalah apotik, rumah sakit, atau unit
kesehatan lainnya yang ditetapkan Menteri Kesehatan, Toko Obat
dan pengecer lainnya.
Setiap PBF dan PBF Cabang harus memiliki apoteker penanggung
jawab yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan
pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan
obat.Apoteker penanggung jawab dapat dibantu oleh Apoteker
Pendamping dan atau Tenaga Teknis Kefarmasian. Dalam melaksanakan
pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat, PBF
dan PBF cabang harus menerapkan Cara Distribusi Obat yang Baik yang
telah ditetapkan oleh Menteri dan Standar Prosedur Operasional yang
dibuat secara tertulis dan diperbaharui secara terus menerus sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi
dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

2.1.2 Persyaratan Mendirikan Pedagang Besar Farmasi


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI N0. 34 tahun 2014
atas perubahan Menteri Kesehatan Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011
tentang Pedagang Besar Farmasi, pada pasal 2 mengenai perizinan
Pedagang Besar Farmasi menyebutkan bahwa:
a. Setiap pendirian PBF wajib memiliki izin dari Direktur Jenderal.
b. Setiap PBF dapat mendirikan PBF Cabang.
c. Setiap pendirian PBF Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
wajib memperoleh pengakuan dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi di
wilayah PBF Cabang berada.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 34
Tahun 2014 tentang perubahan atas peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1148/MENKES/ PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF),
pada pasal 4 ayat (1) dan (2) menyebutkan bahwa :
a. Untuk memperoleh izin PBF, pemohon harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
1. Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi
2. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
3. Memiliki secara tetap apoteker Warga Negara Indonesia sebagai
penanggung jawab
4. Komisaris / dewan pengawas dan direksi / pengurus tidak pernah
terlibat baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran
peraturan perundang-undangan di bidang farmasi dalam kurun
waktu 2 (dua) tahun terakhir
5. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat
melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat serta
dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF
6. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan
perlengkapan yang dapat menjamin mutu serta keamanan obat
yang disimpan
7. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain
sesuai CDOB.
b. Dalam hal permohonan dilakukan dalam rangka penanaman modal,
pemohon harus memperoleh persetujuan penanaman modal dari
instansi yang menyelenggarakan urusan penanaman modal sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.1.3 Perizinan Pedagang Besar Farmasi


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 34
Tahun 2014 tentang perubahan atas peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi pada Pasal
7 (ayat 1 dan 2) menyatakan bahwa :
a. Untuk memperoleh izin PBF, pemohon harus mengajukan permohonan
kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan,
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM
b. Permohonan harus ditandatangani oleh direktur / ketua dan apoteker
calon penanggung jawab disertai dengan kelengkapan administratif
secagai berikut:
1. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) / identitas direktur / ketua
2. Susunan direksi / pengurus
3. Pernyataan komisaris / dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak
pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di
bidang farmasi dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir
4. Akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan :
i. Surat Tanda Daftar Perusahaan
ii. Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan
iii. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak
iv. Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang
v. Peta lokasi dan denah bangunan
vi. Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker
penanggung jawab
vii. Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung
jawab.
Tata cara pemberian izin mendirikan PBF menurut Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2014 tentang
Pedagang Besar Farmasi yang tercantum pada pasal 8 yaitu :
a. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya
tembusan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan
kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala
Balai POM, maka Kepala Dinas Kesehatan Provinsi melakukan
verifikasi kelengkapan administratif.
b. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya
tembusan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan
kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala
Balai POM, maka Kepala Balai POM melakukan audit pemenuhan
persyaratan CDOB.
c. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan
memenuhi kelengkapan administratif, Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi mengeluarkan rekomendasi pemenuhan kelengkapan
administratif kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada
Kepala Balai POM dan pemohon dengan menggunakan contoh
Formulir 2 sebagaimana terlampir.
d. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak melakukan audit
pemenuhan persyaratan CDOB, Kepala Balai POM melaporkan
pemohon yang telah memenuhi persyaratan CDOB kepada kepala
Badan.
e. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima laporan,
kepala Badan POM memberikan rekomendasi pemenuhan persyaratan
CDOB kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada kepala
Dinkes Provinsi dan pemohon dengan menggunakan contoh formulir 3
sebagaimana terlampir.
f. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima
rekomendasi serta persyaratan lainnya yang ditetapkan, Direktur
Jenderal menerbitkan izin PBF dengan menggunakan contoh formulir
4 sebagaimana terlampir.
g. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4),
ayat 4 (a) dan ayat (5) tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon
dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada
Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala
Balai POM dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan
menggunakan contoh Formulir 5 sebagaimana terlampir.
h. Paling lama 12 (dua belas) hari kerja sejak diterimanya surat
pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Direktur Jenderal
menerbitkan izin PBF dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dan Kepala Balai POM.

2.1.4 Izin Usaha Pedagang Besar Farmasi


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF),
pasal 3 menyatakan bahwa izin PBF berlaku 5 tahun dan dapat
diperpanjang selama memenuhi persyaratan. Pada pasal 11 Izin PBF
dinyatakan tidak berlaku, apabila masa berlakunya habis dan tidak
diperpanjang, dikenai sanksi berupa penghentian sementara kegiatan dan
izin PBF dicabut. Izin usaha Pedagang Besar Farmasi dapat dicabut
apabila :
a. Tidak memperkerjakan Apoteker atau Asisten Apoteker
penanggung jawab yang memiliki Surat Izin Kerja.
b. Tidak aktif dalam penyaluran obat selama 1 (satu) tahun
c. Tidak lagi memenuhi persyaratan usaha sebagaimana yang
ditetapkan dalam peraturan.
d. Tidak menyampaikan informasi PBF tiga kali secara bereturut
turut.
e. Tidak memenuhi ketentuan Tata Cara Penyaluran Perbekalan
Farmasi.

2.1.5 Sertifikasi Distribusi Pedagang Besar Farmasi


Menurut Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2018 Tentang
Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik. Bahwa
dalam rangka percepatan dan peningkatan penanaman modal dan
berusaha, pemerintah perlu menerapkan pelayanan Perizinan Berusaha
terintegrasi secara elektronik melalui sistem OSS (Online Single
Submission). OSS merupakan sistem yang mengintegrasikan seluruh
pelayanan perizinan berusaha yang menjadi kewenangan Menteri,
Pimpinan Lembaga, Gubernur atau Bupati/Walikota yang dilakukan secara
elektronik. Perizinan Berusaha adalah pendaftaran yang diberikan kepada
Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatan
dan diberikan dalam bentuk persetujuan yang dituangkan dalam bentuk
surat/keputusan atau pemenuhan persyaratan dan/atau Komitmen.
Prinsip Dasar Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik :
1. Perizinan terstandarisasi
2. Terintegrasi dengan K/L/D
3. Menggunakan IT dan dapat diakses dan digunakan oleh Pelaku Usaha
4. Kepercayaan kepada Pelaku Usaha untuk memenuhi standar
(komitmen)
5. Pengawasan dibantu/dilankukan oleh profesi bersertifikat
6. Memastikan terpenuhinya aspek Keselamatan, Kesehatan, Keamanan,
dan Lingkungan (K3L)
Adapun alur proses Perizinan Berusaha Terintegrasi Sistem
Elektronik secara (OSS) adalah sebagai berikut :
1. Izin diberikan di awal berdasarkan pernyataan komitmen penyelesaian
izin.
2. Nomor Induk Berusaha yang selanjutkan disingkat NIB, diterbitkan
oleh Lembaga OSS kepada pelaku usaha setelah pelaku usaha
melakukan pendaftaran. Nomor Induk Berusaha merupakan identitas
Pelaku Usaha.
3. Izin Usaha adalah izin yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan
atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota
setelah Pelaku Usaha melakukan Pendaftaran dan untuk memulai usaha
dan/atau kegiatan sampai sebelum pelaksanaan komersial atau
operasional dengan memenuhi persyaratan dan/atau Komitmen
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 34
Tahun 2014 tentang perubahan atas peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1148/MENKES /PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF),
Pasal 9 mengenai persyaratan memperoleh pengakuan sebagai PBF
Cabang :
a. Untuk memperoleh pengakuan sebagai PBF Cabang, pemohon harus
mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Balai POM, dan
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota
b. Permohonan harus ditandatangani oleh kepala PBF Cabang dan
apoteker calon penanggung jawab PBF Cabang disertai dengan
kelengkapan administratif sebagai berikut
1. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas kepala PBF
Cabang
2. Fotokopi izin PBF yang dilegalisasi oleh Direktur Jenderal
3. Surat penunjukan sebagai kepala PBF Cabang
4. Pernyataan kepala PBF Cabang tidak pernah terlibat pelanggaran
peraturan perundang-undangan di bidang farmasi dalam kurun
waktu 2 (dua) tahun terakhir
5. Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker calon
penanggung jawab
6. Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang
7. Peta lokasi dan denah bangunan dan
8. Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker calon penanggung
jawab.
c. Untuk permohonan pengakuan sebagai PBF Cabang yang akan
menyalurkan bahan obat selain harus memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus melengkapi surat bukti
penguasaan laboratorium dan daftar peralatan.
Menurut Permenkes Nomor 1148/MENKES /PER/VI/2011 tentang
Pedagang Besar Farmasi (PBF), Pasal 11 dan 12 mengenai masa berlaku
PBF yaitu izin PBF dinyatakan tidak berlaku, apabila masa berlakunya
habis dan tidak diperpanjang, dikenai sanksi berupa penghentian
sementara kegiatan atau izin PBF dicabut.
Pengakuan Cabang PBF dinyatakakan tidak berlaku apabila masa
berlakunya habis dan tidak diperpanjang, dikenai sanksi berupa
penghentian sementara kegiatan atau izin PBF dicabut.

2.1.6 Penyelenggaraan Pedagang Besar Farmasi


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 30
Tahun 2017 tentang perubahan atas peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1148/MENKES /PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF),
pasal 13 tentang penyelenggaraaan PBF, memiliki izin untuk
menyelenggarakan kegiataan antara lain:
a. PBF dan PBF Cabang hanya dapat mengadakan, menyimpan dan
menyalurkan obat dan/atau bahan obat yang memenuhi persyaratan
mutu yang ditetapkan oleh Menteri.
b. PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri farmasi
dan / atau sesama PBF.
c. PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan bahan obat dari industri
farmasi, sesama PBF dan/atau melalui importasi.
d. Pengadaan bahan obat melalui importasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
e. PBF Cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dan / atau
bahan obat dari PBF pusat atau PBF Cabang lain yang ditunjuk oleh
PBF pusatnya.
f. PBF dan PBF Cabang dalam melaksanakan pengadaan obat atau bahan
obat harus berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker
penanggung jawab dengan mencantumkan nomor SIPA.

2.1.7 Tata Cara Penyaluran Perbekalan Farmasi


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF)
pada pasal 17 yaitu :
a. Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menjual obat atau bahan obat
secara eceran.
b. Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menerima dan/atau melayani
resep dokter.
Dalam penyaluran perbekalan farmasi di PBF ataupun PBF cabang (pasal
18) memiliki syarat-syarat sebagai berikut :
a. PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF
atau PBF Cabang lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Fasilitas pelayanan kefarmasian yang dimaksud meliputi : Apotek,
Instalasi Farmasi Rumah Sakit, puskesmas, klinik, atau toko obat.
c. PBF cabang tidak dapat menyalurkan obat keras kepada toko obat.
d. Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, PBF dan PBF cabang dapat
menyalurkan obat dan bahan obat kepada instansi pemerintah yang
dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang- undangan.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 30
Tahun 2017 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1148/MENKES/ PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF)
tentang penyaluran :
Pasal 19
a. PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat dan/atau bahan obat di
daerah provinsi sesuai dengan surat pengakuannya.
b. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
PBF
Cabang dapat menyalurkan obat dan/atau bahan obat di daerah
provinsi terdekat untuk dan atas nama PBF pusat yang dibuktikan dengan
Surat Penugasan / Penunjukan.
a. Setiap Surat Penugasan/Penunjukkan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) berlaku hanya untuk 1 (satu) daerah provinsi terdekat yang
dituju dengan jangka waktu selama 1 (satu) bulan.
b. PBF Cabang yang menyalurkan obat dan/atau bahan obat di daerah
provinsi terdekat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menyampaikan
pemberitahuan atas SuratPenugasan/Penunjukan secara tertulis kepada
kepala dinas kesehatan provinsi yang dituju dengan tembusan kepala
dinas kesehatan provinsi asal PBF Cabang, Kepala Balai POM
provinsi asal PBF Cabang dan Kepala Balai POM provinsi yang
dituju.
Pasal 20
a. PBF dan PBF Cabang hanya melaksanakan penyaluran obat
berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker pemegang
SIA, apoteker penanggung jawab, atau tenaga teknis kefarmasian
penanggung jawab untuk toko obat dengan mencantumkan nomor
SIPA atau SIPTTK.
b. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
penyaluran obat berdasarkan pembelian secara elektronik (E-
Purchasing) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/MENKES/
PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF) Pasal 22 Setiap PBF
dan PBF Cabang yang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran narkotika wajib memiliki izin khusus sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.

2.1.8 Gudang dan Pedagang Besar Farmasi


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
34 Tahun 2014 mengenai gudang PBF menyatakan bahwa syarat dan
ketentuan gudang PBF adalah :
a. Gudang dan kantor PBF atau PBF Cabang dapat berada pada lokasi
yang terpisah dengan syarat tidak mengurangi efektivitas pengawasan
intern oleh Direksi / Pengurus dan Penanggung jawab.
b. Dalam hal gudang dan kantor PBF atau PBF Cabang berada dalam
lokasi yang terpisah maka pada gudang tersebut harus memiliki
Apoteker.
c. PBF dan PBF Cabang dapat melakukan penambahan gudang atau
perubahan gudang, dengan setiap penambahan atau perubahan gudang
PBF tersebut harus memperoleh persetujuan dari Direktur Jenderal,
dan untuk setiap penambahan atau perubahan gudang PBF Cabang
harus memperoleh persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
d. Gudang tambahan hanya melakukan penyimpanan dan penyaluran
sebagai bagian dari PBF atau PBF Cabang
2.1.9 Laporan Pedagang Besar Farmasi
Selama menjalankan kegiatannya PBF wajib memberikan laporan
secara rutin dan berkala kepada pihak yang berwenang seperti yang
disebutkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi pasal 30
yaitu:
a. Setiap PBF dan cabangnya wajib menyampaikan laporan kegiatan
setiap 3 (tiga) bulan sekali meliputi kegiatan penerimaan dan
penyaluran obat dan/atau bahan obat kepada Direktur Jenderal dengan
tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
dan Kepala Balai POM.
b. Selain laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur
Jenderal setiap saat dapat meminta laporan kegiatan penerimaan dan
penyaluran obat dan/atau bahan obat.
c. Setiap PBF dan PBF Cabang yang menyalurkan narkotika dan
psikotropika wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran
narkotika dan psikotropika sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
e. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat
dilakukan secara elektronik dengan menggunakan teknologi informasi
dan komunikasi.
f. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) setiap saat harus dapat
diperiksa oleh petugas yang berwenang.

2.2.0 Pelanggaran dan Sanksi


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 34
Tahun 2014 tentang perubahan atas peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1148/MENKES/ PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF),
menyatakan bahwa pelanggaran terhadap semua ketentuan dalam
Peraturan Menteri ini dapat dikenai sanksi sanksi administratif. Sanksi
admnitratif dapat berupa :
a. Peringatan
b. Penghentian sementara kegiatan
c. Pencabutan pengakuan atau
d. Pencabutan izin
e. Penghentian sementara kegiatan berlaku paling lama 21 (dua puluh
satu) hari kerja dan harus dilaporkan kepada Direktur Jenderal.
Dalam hal PBF atau PBF Cabang diberikan sanksi administratif
berupa penghentian sementara kegiatan, pengaktifan kembali izin atau
pengakuan dapat dilakukan jika PBF atau PBF Cabang telah membuktikan
pemenuhan seluruh persyaratan administratif dan teknis sesuai dengan
ketentuan dalam Peraturan Menteri. Direktur Jenderal berwenang
mencabut izin PBF berdasarkan rekomendasi dari Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi dan/atau hasil analisis pengawasan dari Kepala Badan. Kepala
Badan berwenang memberi sanksi administratif dalam rangka pengawasan
berupa peringatan dan penghentian sementara kegiatan PBF dan/atau PBF
Cabang. Kepala Badan wajib melaporkan pemberian sanksi adminitratif
kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi wajib melaporkan pemberian
sanksi administrasi kepada Direktur Jendral dengan tembusan Kepala
Badan dan Kepala Balai POM.

2.2 Aspek Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB


Prinsip-prinsip Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) berlaku untuk
aspek pengadaan, penyimpanan, penyaluran termasuk pengembalian obat
dan/atau bahan obat dalam rantai distribusi. Prinsip-prinsip CDOB berlaku
juga untuk obat donasi, baku pembanding dan obat uji klinis. Bukti bahwa
PBF telah memenuhi persyaratan CDOB dalam mendistribusikan obat atau
bahan obat ada dalam bentuk dokumen yang disebut sertifikat CDOB.
Pedoman CDOB berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan
Pengawasan Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.34.11.12.7542 tahun
2012 meliputi :
2.2.1 Manajemen Mutu
Fasilitas distribusi harus mempertahankan sistem mutu yang
mencakup tanggung jawab, proses dan langkah manajemen risiko terkait
dengan kegiatan yang dilaksanakan. Fasilitas distribusi harus memastikan
bahwa mutu obat dan/atau bahan obat dan integritas rantai distribusi
dipertahankan selama proses distribusi. Seluruh kegiatan distribusi harus
ditetapkan dengan jelas, dikaji secara sistematis dan semua tahapan kritis
proses distribusi dan perubahan yang bermakna harus divalidasi dan
didokumentasikan. Sistem mutu harus mencakup prinsip manajemen
risiko mutu. Pencapaian sasaran mutu merupakan tanggung jawab dari
penanggung jawab fasilitas distribusi, membutuhkan kepemimpinan dan
partisipasi aktif serta harus didukung oleh komitmen manajemen puncak.
Dalam suatu organisasi, pemastian mutu berfungsi sebagai alat
manajemen harus ada kebijakan mutu terdokumentasi yang menguraikan
maksud keseluruhan dan persyaratan fasilitas distribusi yang berkaitan
dengan mutu, sebagaimana dinyatakan dan disahkan secara resmi oleh
manajemen. Sistem pengelolaan mutu harus mencakup struktur
organisasi, prosedur, proses dan sumber daya, serta kegiatan yang
diperlukan untuk memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat yang
dikirim tidak tercemar selama penyimpanan dan/atau transportasi.
Sistem mutu harus memastikan bahwa :
a. obat dan/atau bahan obat diperoleh, disimpan, disediakan, dikirimkan
atau diekspor dengan cara yang sesuai dengan persyaratan CDOB
b. tanggung jawab manajemen ditetapkan secara jelas
c. obat dan/atau bahan obat dikirimkan ke penerima yang tepat dalam
jangka waktu yang sesuai
d. kegiatan yang terkait dengan mutu dicatat pada saat kegiatan tersebut
dilakukan
e. penyimpangan terhadap prosedur yang sudah ditetapkan
didokumentasikan dan diselidiki
f. tindakan perbaikan dan pencegahan (CAPA) yang tepat diambil untuk
memperbaiki dan mencegah terjadinya penyimpangan sesuai dengan
prinsip manajemen risiko mutu

2.2.2 Organisasi, Manajemen dan Personalia


Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik
serta distribusi obat dan/ atau bahan obat yang benar sangat bergantung
pada personil yang menjalankannya. Harus ada personil yang cukup dan
kompeten untuk melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung
jawab fasilitas distribusi. Tanggung jawab masing-masing personil harus
dipahami dengan jelas dan dicatat. Semua personil harus memahami
prinsip CDOB dan harus menerima pelatihan dasar maupun pelatihan
lanjutan yang sesuai dengan tanggung jawabnya.
Adanya struktur organisasi untuk setiap bagian yang dilengkapi
dengan bagan organisasi yang jelas. Tanggung jawab, wewenang dan
hubungan antar semua personil harus ditetapkan dengan jelas.Tugas dan
tanggung jawab harus didefinisikan secara jelas dan dipahami oleh
personil yang bersangkutan serta dijabarkan dalam uraian tugas. Semua
personil harus memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan dalam
CDOB dengan mengikuti pelatihan dan memiliki kompetensi
sebelum memulai tugas, berdasarkan suatu prosedur tertulis dan sesuai
dengan program pelatihan termasuk keselamatan kerja. Penanggung
jawab juga harus menjaga kompetensinya dalam CDOB melalui
pelatihan rutin berkala.
Harus diberikan pelatihan khusus kepada personil yang menangani
obat dan/atau bahan obat yang memerlukan persyaratan penanganan
yang lebih ketat seperti obat dan/ atau bahan obat berbahaya, bahan
radioaktif, narkotika, psikotropika, rentan untuk disalahgunakan, dan
sensitif terhadap suhu.
Personil yang terkait dengan distribusi obat dan/atau bahan obat
harus memakai pakaian yang sesuai untuk kegiatan yang
dilakukan.Personil yang menangani obat dan/atau bahan obat berbahaya,
termasuk yang mengandung bahan yang sangat aktif (misalnya korosif,
mudah meledak, mudah menyala, mudah terbakar), beracun, dapat
menginfeksi atau sensitisasi, harus dilengkapi dengan pakaian pelindung
sesuai dengan persyaratan kesehatan dan keselamatan kerja (K3).

2.2.3 Bangunan dan Peralatan


Fasilitas distribusi harus memiliki bangunan dan peralatan untuk
menjamin perlindungan dan distribusi obat dan/atau bahan obat :
a. Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan
bahwa kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan,
mempunyai keamanan yang memadai dan kapasitas yang cukup
untuk memungkinkan penyimpanan dan penanganan obat yang
baik, dan area penyimpanan dilengkapi dengan pencahayaan yang
memadai untuk memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan
secara akurat dan aman.
b. Harus ada area terpisah dan terkunci antara obat dan/atau bahan
obat yang menunggu keputusan lebih lanjut mengenai statusnya,
meliputi obat dan/atau bahan obat yang diduga palsu, yang
dikembalikan, yang ditolak, yang akan dimusnahkan, yang ditarik,
dan yang kedaluwarsa dari obat dan/atau bahan obat yang dapat
disalurkan.
c. Bangunan dan fasilitas harus dirancang dan dilengkapi, sehingga
memberikan perlindungan terhadap masuknya serangga, hewan
pengerat atau hewan lain. Program pencegahan dan pengendalian
hama harus tersedia.
d. Semua peralatan untuk penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau
bahan obat harus didesain, diletakkan dan dipelihara sesuai dengan
standar yang ditetapkan. Harus tersedia program perawatan untuk
peralatan vital, seperti termometer, genset, dan chiller.
e. Peralatan yang digunakan untuk mengendalikan atau memonitor
lingkungan penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus
dikalibrasi, serta kebenaran dan kesesuaian tujuan penggunaan
diverifikasi secara berkala dengan metodologi yang tepat. Kalibrasi
peralatan harus mampu tertelusur.

2.2.4 Operasional
Semua tindakan yang dilakukan oleh fasilitas distribusi harus
dapat memastikan bahwa identitas obat dan/atau bahan obat tidak hilang
dan distribusinya ditangani sesuai dengan spesifikasi yang tercantum
pada kemasan. Fasilitas distribusi harus menggunakan semua perangkat
dan cara yang tersedia untuk memastikan bahwa sumber obat dan/atau
bahan obat yang diterima berasal dari industri farmasi dan/atau fasilitas
distribusi lain yang mempunyai izin sesuai peraturan perundang-
undangan untuk meminimalkan risiko obat dan/atau bahan obat palsu
memasuki rantai distribusi resmi. Pemasok harus terkualifikasi
Kualifikasi Pemasok yaitu :
a. Fasilitas distribusi harus memperoleh pasokan obat dan/atau bahan
obat dari pemasok yang mempunyai izin sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
b. Pengadaan obat dan/atau bahan obat harus dikendalikan dengan
prosedur tertulis dan rantai pasokan harus diidentifikasi serta
didokumentasikan.
c. Harus dilakukan kualifikasi yang tepat sebelum pengadaan
dilaksanakan. Pemilihan pemasok, termasuk kualifikasi dan
persetujuan penunjukannya, merupakan hal operasional yang penting.
Pemilihan pemasok harus dikendalikan dengan prosedur tertulis dan
hasilnya didokumentasikan serta diperiksa ulang secara berkala.
d. Sebelum memulai kerjasama dengan pemasok baru, fasilitas distribusi
harus melakukan pengkajian guna memastikan calon pemasok
tersebut sesuai, kompeten dan dapat dipercaya untuk memasok obat
dan/atau bahan obat. Dalam hal ini, pendekatan berbasis risiko harus
dilakukan dengan mempertimbangkan :
i. reputasi atau tingkat keandalan serta keabsahan operasionalnya
ii. obat dan/atau bahan obat tertentu yang rawan terhadap pemalsuan
iii. penawaran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar yang
biasanya hanya tersedia dalam jumlah terbatas
iv. harga yang tidak wajar
Pelanggan harus memiliki kualifikasi untuk menjamin penyaluran
obat disalurkan tidak menyimpan, dimana kualifikasi pelanggan yaitu :
1. Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat
hanya disalurkan kepada pihak yang berhak atau berwenang untuk
menyerahkan obat ke masyarakat. Bukti kualifikasi pelanggan harus
didokumentasikan dengan baik.
2. Pemeriksaan dan pemeriksaan ulang secara berkala dapat mencakup
tetapi tidak terbatas pada permintaan salinan surat izin pelanggan.
3. Fasilitas distribusi harus memantau tiap transaksi yang dilakukan dan
melakukan penyelidikan jika ditemukan penyimpangan pola transaksi
obat dan/atau bahan obat yang berisiko terhadap penyalahgunaan,
serta untuk memastikan kewajiban pelayanan distribusi obat dan/atau
bahan obat kepada masyarakat terpenuhi.

2.2.5 Inspeksi Diri


Inspeksi diri harus dilakukan dalam rangka memantau
pelaksanaan dan kepatuhan terhadap pemenuhan CDOB dan untuk bahan
tindak lanjut langkah-langkah perbaikan yang diperlukan.Program
inspeksi diri harus dilaksanakan dalam jangka waktu yang ditetapkan dan
mencakup semua aspek CDOB serta kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan, pedoman dan prosedur tertulis.Inspeksi diri tidak
hanya dilakukan pada bagian tertentu saja.Semua pelaksanaan inspeksi
diri harus dicatat.Laporan harus berisi semua pengamatan yang dilakukan
selama inspeksi.Salinan laporan tersebut harus disampaikan kepada
manajemen dan pihak terkait lainnya.Jika dalam pengamatan ditemukan
adanya penyimpangan dan/atau kekurangan, maka penyebabnya harus
diidentifikasi dan dibuat CAPA (Corrective Action Preventif
Action).CAPA harus didokumentasikan dan ditindaklanjuti.

2.2.6 Penanganan Keluhan Obat dan / atau Bahan Obat


Kembalian, Diduga Palsu dan Penarikan Kembali
Semua keluhan dan informasi lain tentang obat dan/atau bahan
obat berpotensi rusak harus dikumpulkan, dikaji dan diselidiki sesuai
dengan prosedur tertulis. Obat dan/atau bahan obat yang akan dijual
kembali harus melalui persetujuan dari personil yang bertanggung jawab
sesuai dengan kewenangannya. Diperlukan koordinasi dari setiap
instansi, industri farmasi dan fasilitas distribusi dalam menangani obat
dan/atau bahan obat yang diduga palsu.Jika diperlukan, dibutuhkan suatu
sistem yang komprehensif untuk menangani semua kasus, termasuk cara
penarikan kembali. Harus tersedia dokumentasi untuk setiap proses
penanganan keluhan termasuk pengembalian dan penarikan kembali serta
dilaporkan kepada pihak yang berwenang.

2.2.7 Transportasi
Selama proses transportasi, harus diterapkan metode transportasi
yang memadai. Obat dan/atau bahan obat harus diangkut dengan kondisi
penyimpanan sesuai dengan informasi pada kemasan.Metode transportasi
yang tepat harus digunakan mencakup transportasi melalui darat, laut,
udara atau kombinasi.Apapun model transportasi yang dipilih, harus dapat
menjamin bahwa obat dan/atau bahan obat tidak mengalami perubahan
kondisi selama transportasi yang dapat mengurangi mutu.Pendekatan
berbasis risiko harus digunakan ketika merencanakan rute transportasi.
2.2.8 Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak
Cakupan kegiatan kontrak terutama yang terkait dengan
keamanan, khasiat dan mutu obat dan/atau bahan obat:
a. Kontrak antar fasilitas distribusi
b. Kontrak antara fasilitas distribusi dengan pihak penyedia jasa antara
lain transportasi, pengendalian hama, pergudangan, kebersihan dan
sebagainya.
Semua kegiatan kontrak harus tertulis antara pemberi kontrak dan
penerima kontrak serta setiap kegiatan harus sesuai dengan persyaratan
CDOB.

2.2.9 Dokumentasi
Dokumentasi yang baik merupakan bagian penting dari sistem
manajemen mutu. Dokumentasi tertulis harus jelas untuk mencegah
kesalahan dari komunikasi lisan dan untuk memudahkan penelusuran,
antara lain sejarah bets, instruksi, prosedur. Dokumentasi merupakan
dokumen tertulis terkait dengan distribusi (pengadaan, penyimpanan,
penyaluran dan pelaporan), prosedur tertulis dan dokumen lain yang
terkait dengan pemastian mutu.

2.2.10 Aneks 1. Bahan Obat


Aneks I menjelaskan berbagai hal yang terkait dengan distribusi
bahan obat.
a. Pengemasan ulang dan pelabelan ulang
Pelaksanaannya harus sesuai dengan CDOB, pengemasan ulang
dengan bahan kemas primer yang spesifikasinya sama atau lebih baik,
bahan obat boleh dikemas ulang hanya jika ada sistem pengendalian
lingkungan agar mutu bahan obat tetap terjamin dan wadah bahan obat
harus mencantumkan nama dan alamat insdustri asal dan industry yang
mengemas ulang. Contoh pertinggal harus disimpan sekurang-kurangnya 1
(satu) tahun setelah tanggal kadaluarsa, atau 1 (satu) tahun setelah habis
didistribusikan.
b. Penanganan bahan obat yang tidak sesuai
Bahan obat yang tidak sesuai tidak boleh dipasarkan, bahan yang
tidak sesuai harus dipisahkan dengan bahan obat lainnya, penyelidikan
harus dilakukan untuk menentukan ada atau tidaknya pengaruh pada
betch lain, segala aspek yang dilakukan dokumen harus tersedia.

2.2.11 Aneks 2. Produk Rantai Dingin


Untuk Produk Rantai Dingin, terdapat persyaratan khusus yang
harus dipenuhi sebagai standar selain yang dipersyaratkan dalam CDOB,
antara lain meliputi aturan yang berkaitan dengan masalah suhu pada saat
penerimaan, penyimpanan dan pengiriman yang meliputi :
a. Personil dan Pelatihan
Pelatihan dilakukan secara sistematik dan berkala bagi seluruh
personil yang terlibat dalam penanganan produk rantai dingin, mencakup
hal-hal sebagai berikut:
i. Peraturan perundang-undangan
ii. CDOB
iii. Prosedur tertulis
iv. Monitoring suhu dan dokumentasinya
v. Respon terhadap kedaruratan dan masalah keselamatan harus
dipastikan bahwa setiap personil memahami tanggung jawab
khususnya. Pelatihan juga dilakukan terhadap pengemudi yang
bertanggung jawab dalam transportasi produk rantai dingin.
b. Bangunan dan Fasilitas
i. Bangunan
Lokasi penyimpanan strategis, bangunan kuat, akses mudah,
kapasitas bangunan memadai.
ii. Fasilitas
Produk rantai dingin harus dipastikan disimpan dalam ruangan
dengan suhu terjaga, cold room / chiller (-2 s/d -80C).
Chiller and Freezer :
1.Dirancang untuk tujuan penyimpanan produk rantai dingin
(tidak boleh menggunakan kulkas/freezer rumah tangga).
2.Mampu menjaga suhu yang dipersyaratkan.
3.Perlu menggunakan termometer terkalibrasi minimal satu
buah tiap cold room/chiller (dengan mempertimbangkan
ukuran/ jumlah pintu) dan secara rutin dikalibrasi minimal
satu kali dalam setahun.
4.Hendaknya mampu merekam secara terus-menerus dan
dengan sensor yang terletak pada satu titik atau beberapa
titik yang paling akurat mewakili profil suhu selama operasi
normal.
5.Dilengkapi dengan alarm yang menunjukkan jika terjadi
penyimpangan suhu.
6.Dilengkapi pintu/ penutup yang dapat dikunci.
7.Setiap cold room atau chiller harus mempunyai stop kontak
tersendiri.
8.Dilengkapi dengan generator otomatis atau generator
manual yang dijaga oleh personil khusus selama 24 jam.
c. Bangunan dan Fasilitas
Pada saat penerimaan, penerima harus melakukan pemeriksaan
terhadap: nama produk, jumlah produk, kondisi fisik, nomor batch,
tanggal kedaluwarsa, kondisi alat pemantauan suhu, kondisi Vaccine Vial
Monitor (VVM) (khusus untuk vaksin yang telah dilengkapi VVM). Jika
pada saat penerimaan CCP diketahui kondisi alat pemantauan suhu
menunjukkan penyimpangan suhu dan / atau kondisi indikator mendekati
batas layak pakai (misalnya VVM pada posisi C atau D), produk rantai
dingin tetap disimpan pada tempat yang sesuai dan suhu yang
dipersyaratkan dengan menggunakan label khusus. segera melaporkan
penyimpangan tersebut kepada pengirim produk rantai dingin untuk
dilakukan proses penyelidikan dengan membuat berita acara. jumlah
produk yang diterima harus sama dengan jumlah yang tertera pada faktur
atau surat pengantar barang. penerima harus segera memasukkan produk
rantai dingin ke dalam tempat penyimpanan sesuai dengan suhu yang
dipersyaratkan.
Setelah produk rantai dingin diterima, penerima harus segera
menandatangani faktur atau surat pengantar barang atau dokumen lain
yang menyatakan produk rantai dingin diterima dalam kondisi baik dan
utuh. Penerima harus segera memberikan kepada pengantar barang bukti
penerimaan barang yang sudah di tandatangani, diberi identitas penerima
dan distempel. Setelah produk rantai dingin diterima, penerima harus
segera menandatangani faktur atau surat pengantar barang atau dokumen
lain yang menyatakan produk rantai dingin diterima dalam kondisi baik
dan utuh. Penerima harus segera memberikan kepada pengantar barang
bukti penerimaan barang yang sudah di tandatangani, diberi identitas
penerima dan distempel.
d. Penyimpanan
Fasilitas penyimpanan harus memiliki :
i. Chiller atau cold room (suhu +2o s/d +8oC), untuk menyimpan
vaksin dan serum dengan suhu penyimpanan 2o s/d 8oC, biasanya
digunakan untuk penyimpaan vaksin campak, BCG, DPT, TT, DT,
Hepatitis B, DPT-HB.
ii. Freezer atau freezer room (suhu -15 s/d –25oC) untuk menyimpan
produk beku.
e. Pengiriman
Tiap pengeluaran produk harus mematuhi kaidah sebagai berikut:
i. FEFO (First Expire First Out), produk yang tanggal
kedaluwarsanya lebih pendek harus lebih dahulu dikeluarkan.
ii. FIFO (First In First Out), produk yang lebih dulu diterima agar
lebih dulu didistribusikan.
Untuk vaksin yang memiliki indikator, misalnya vaksin dengan VVM
(Vaksin Vial Monitor) dan kondisi indikator sudah mengarah atau
mendekati ke batas layak pakai (atau posisi VVM menunjukkan warna
lebih gelap), maka vaksin tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu
walaupun tanggal kedaluwarsanya masih panjang.
Setiap pengeluaran produk harus dicatat pada form catatan bets
pengiriman yang isinya meliputi tujuan pengiriman, jenis barang,
jumlah, nomor bets dan tanggal kedaluwarsanya.
Dalam faktur/surat pengantar barang harus mencantumkan tujuan
pengiriman, jenis barang, jumlah, nomor bets dan tanggal
kedaluwarsanya.
f. Pemeliharaan
Hindarkan pembekuan vaksin antara lain vaksin DPT, TT, DT,
Hepatitis B, DTP-HB dan serum dengan cara menempatkan vaksin yang
peka terhadap pembekuan jauh dari evaporator berdasarkan hasil validasi.
g. Pemeliharaan chiller / cold room / freezer
Pemeliharaan chiller/cold room/freezer terdiri dari:
i. Pemeliharaan harian
Suhu chiller/ cold room/ freezer harus dimonitor dan dicatat
minimal setiap 3 (tiga) kali sehari, pagi, siang dan sore dan
harus dievaluasi serta didokumentasikan. Jika terjadi
penyimpangan maka harus ditindak-lanjuti dan dicatat.
Hindarkan sering membuka dan menutup chiller/ cold room/
freezer. Jika suhu sudah stabil antara +2 s/d +8°C pada
chiller/cold room atau -15 s/d -25°C pada freezer, posisi
termostat jangan diubah dan jika mungkin disegel.
ii. Pemeliharaan mingguan
Pastikan tidak ada bunga es pada chiller/cold room/freezer.
Bersihkan bagian luar chiller/cold room/freezer untuk
menghindari karat. Periksa sambungan listrik pada stop
kontak, upayakan pastikan tidak longgar. Semua kegiatan
tersebut di atas harus dicatat dan didokumentasikan.
iii. Pemeliharaan mingguan
Bersihkan bagian dalam chiller/cold room/freezer, periksa
kerapatan karet pintu, periksa engsel pintu, jika perlu beri
pelumas, bersihkan karet pintu, semua kegiatan tersebut harus
dicatat dan didokumentasikan

2.2.12 Aneks 2. Produk Narkotika dan Psikotropika


Cara distribusi narkotika dan psikotropika harus dilakukan dalam
rangka pemenuhan CDOB termasuk untuk mencegah terjadinya
penyimpangan dan/atau kehilangan narkotika dan psikotropika dari jalur
distribusi resmi. Distribusi narkotika dan psikotropika wajib memenuhi
ketentuan peraturan perundang- undangan dan CDOB. Penanggung
jawab merupakan seorang Apoteker sesuai dengan perundang –
undangan.
a. Bangunan dan Peralatan
i. Persyaratan bangunan dan peralatan yang digunakan untuk
mengelola narkotika wajib memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No.3 tahun 2015
ii. Gudang atau lemari penyimpanan psikotropika harus aman dan
terkunci.
iii. Kunci lemari atau gudang penyimpanan psikotropika dikuasai
oleh penanggung jawab fasilitas distribus atau asisten apoteker
yang dikuasakan sesuai dengan uraian pekerjaan.
iv. Kapasitas lemari atau gudang khusus penyimpanan narkotika
atau psikotropika harus sesuai dengan yang dipersyaratkan.
v. Gudang khusus penyimpanan psikotropika tidak boleh dimasuki
orang lain tanpa izin penanggung jawab fasilitas distribusi
b. Operasional
Kualifikasi Pemasok
i. Pemasok yang menyalurkan narkotika wajib memiliki ijin khusus
sebagai fasilitas distribusi atau industri farmasi yang
memproduksi narkotika.
ii. Izin khusus menyalurkan atau memproduksi narkotika diterbitkan
oleh Menteri Kesehatan.
Kualifikasi Pelanggan
i. Fasilitas distribusi harus memastikan penyaluran narkotika ke
fasilitas distribusi lain yang memiliki izin khusus penyalur
narkotika, instalasi farmasi, apotek dan rumah sakit yang
memiliki kewenangan menyalurkan atau menyerahkan narkotika
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
ii. Fasilitas distribusi harus memastikan penyaluran psikotropika ke
fasilitas distribusi lain, instalasi sediaan farmasi, apotek dan
rumah sakit.
c. Pengadaan
i. Perencanaan kebutuhan tahunan harus dibuat dalam pengadaan
narkotika atau psikotropika.
ii. Pengadaan narkotika atau psikotropika harus berdasarkan surat
pesanan dengan format khusus sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Surat Pesanan wajib :
i. Asli dan dibuat paling sedikit dalam rangkap 2 (dua) serta tidak
dibenarkan dalam bentuk faksimili dan fotokopi.
ii. Ditandatangani oleh penanggung jawab fasilitas distribusi
dan dilengkapi dengan nama jelas dan nomor Surat Izin Kerja
(SIK)/ Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA).
iii. Mencantumkan nama dan alamat lengkap, nomor telepon /
faksimili, nomor izin dan stempel fasilitas distribusi
iv. Mencantumkan nama industri farmasi atau fasilitas
distribusi pemasok beserta alamat lengkap.
v. Mencantumkan nama narkotika atau psikotropika, jenis dan
kekuatan sediaan, isi kemasan dan jumlah dalam bentuk angka
dan huruf.
vi. Diberi nomor urut dan tanggal dengan penulisan yang jelas dan
dibuat terpisah dari surat pesanan obat lain.
d. Penerimaan
Pada saat penerimaan harus dilakukan pemeriksaan terhadap :
i. Kebenaran nama, jenis, nomor bets, tanggal kadaluwarsa, jumlah
dan kemasan harus sesuai dengan surat pengantar/ pengiriman
barang dan/ atau faktur penjualan.
ii. Kondisi kontainer pengiriman dan/ atau kemasan termasuk segel,
label dan/atau penandaan dalam kondisi baik.
iii. Kebenaran nama, jenis, jumlah dan kemasan dalam surat
pengantar / pengiriman barang dan/ atau faktur penjualan harus
sesuai dengan arsip surat pesanan.
iv. Setelah dilakukan pemeriksaan dan dinyatakan telah sesuai,
penanggung jawab fasilitas distribusi harus menandatangani surat
pengantar/ pengiriman barang dan/ atau faktur penjualan dan
stempel fasilitas distribusi.
v. Jika setelah dilakukan pemeriksaan pada butir 14 terdapat Item
obat yang tidak sesuai dengan surat pesanan atau Kondisi
kemasan tidak baik, maka obat tersebut harus dikembalikan
dengan disertai bukti retur dan surat pesanan asli, dan segera
meminta bukti terima pengembalian dari pemasok.
vi. Jika terdapat ketidaksesuaian nomor bets, tanggal kadaluwarsa
dan jumlah antara fisik dengan dokumen pengadaan harus dibuat
dokumentasi untuk mengklarifikasi ketidaksesuaian dimaksud ke
pihak pemasok.
e. Penyimpanan
i. Penyiapanan narkotika wajib memenuhi ketentuan peraturan
perundang- undangan.
ii. Psikotropika harus disimpan dalam lemari atau gudang terkunci
serta tidak boleh digunakan menyimpan barang selain
psikotropika untuk menjamin keamanan.
f. Pemusnahan
i. Pemusnahan dilakukan oleh penanggung jawab fasilitas distribusi
dan disaksikan oleh petugas Badan POM, serta dibuat berita acara
pemusnahan yang ditandatangani oleh penanggung jawab fasilitas
distribusi dan saksi.
ii. Pelaksanaan pemusnahan dilaporkan ke Badan POM dengan
tembusan disampaikan ke Balai Besar/Balai POM dan Dinas
Kesehatan Provinsi setempat dengan melampirkan berita acara
pemusnahan.
iii. Laporan pemusnahan sekurang-kurangnya memuat:
iv. Nama narkotika atau psikotropika, jenis dan kekuatan sediaan, isi
kemasan, jumlah, nomor bets dan tanggal kedaluwarsa
v. Tanggal, waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan
vi. Cara dan alasan pemusnahan;
vii. Nama penanggung jawab fasilitas distribusi
viii. Nama saksi-saksi.

g. Penyaluran
Pada saat penerimaan pesanan, penanggung jawab fasilitas distribusi
wajib memeriksa hal-hal sebagai berikut:
i. Surat pesanan menggunakan format khusus yang telah ditentukan
dan terpisah dari produk lain
ii. Keaslian surat pesanan, tidak dalam bentuk faksimili, fotokopi
maupun email
iii. nanggung jawab fasilitas distribusi harus memperhatikan
kewajaran jumlah dan frekuensi pesanan
iv. Pesanan yang ditolak atau yang tidak dapat dilayani harus segera
diberitahukan kepada pemesan dengan menerbitkan Surat
Penolakan Pesanan paling lama 7 (tujuh) hari kerja.
v. Surat pesanan narkotika atau psikotropika yang dapat dilayani,
disahkan oleh penanggung jawab fasilitas distribusi dengan
membubuhkan tanda tangan atau paraf atau sistem lain yang
dapat dipertanggungjawabkan.

h. Pengemasan
i. Pengemasan untuk tujuan pengiriman narkotika atau psikotropika
harus dilaksanakan setelah menerima surat pesanan
ii. Setiap pengeluaran narkotika atau psikotropika untuk dilakukan
pengemasan harus dicatat dalam kartu stok dan disahkan dengan
paraf Kepala Gudang
iii. Sebelum dilakukan pengemasan narkotika atau psikotropika yang
akan dikirim harus dilakukan pemeriksaan terhadap:
iv. Kebenaran nama narkotika atau psikotropika, jenis dan kekuatan
sediaan, isi kemasan dan jumlah
v. Nomor bets, tanggal kadaluwarsa dan nama industri farmasi
vi. Kondisi kemasan termasuk penandaan dan segel dari narkotika
atau psikotropika
vii. Kelengkapan dan keabsahan dokumen serta kebenaran
tujuan pengiriman

i. Pengiriman
i. Setiap pengiriman narkotika atau psikotropika harus
disertai dan dilengkapi dengan dokumen pengiriman narkotika
atau psikotropika yang sah, antara lain surat jalan dan/ atau surat
pengantar/ pengiriman barang dan/ atau faktur penjualan yang
dikeluarkan oleh fasilitas distribusi yang ditandatangani oleh
kepala gudang dan penanggungjawab fasilitas distribusi.
ii. Dokumen pengiriman harus terpisah dari dokumen lain
iii. Fasilitas distribusi wajib bertanggung jawab terhadap
pengiriman narkotika atau psikotropika sampai diterima di tempat
pemesan oleh penanggung jawab sarana atau penanggung jawab
produksi, dibuktikan dengan telah ditandatanganinya surat
pengantar/ pengiriman barang (nama, nomor SIKA/ SIPA, tanda
tangan penanggung jawab, tanggal penerimaan dan stempel
sarana).
iv. Pengiriman narkotika atau psikotropika wajib sesuai dengan
alamat yang tercantum pada surat pesanan dan faktur penjualan
atau surat pengantar/pengiriman barang.
v. Setiap narkotika atau psikotropika yang mengalami kerusakan
dalam pengiriman harus dicatat dalam bentuk berita acara dan
dilaporkan segera kepada penanggung jawab fasilitas distribusi
pengirim. Selanjutnya hal tersebut dilaporkan kepada Badan POM
RI dengan tembusa Balai Besar/ Balai POM setempat.
vi. Setiap kehilangan narkotika atau psikotropika selama pengiriman
wajib dicatat dalam bentuk berita acara dan dilaporkan segera
kepada penanggung jawab fasilitas distribusi. Selanjutnya hal
tersebut segera dilaporkan kepada Badan POM RI dengan
tembusan Balai Besar/ Balai POM setempat dilengkapi dengan
bukti lapor kepolisian.
BAB III
PBF PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero)

3.1. Sejarah PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero)

PT Perusahaan perdagangan Indonesia (Persero) merupakan perusahaan


BUMN yang bergerak di bidang perdagangan umum yang didirikan berdasarkan
Akta No.03 tanggal 09 Juni 2003, dibuat di hadapan notaris Sri Rahayu H.
Prasetyo, S.H di Tangerang, yang Anggaran dasarnya telah diumumkan dalam
berita Negara Republik Indonesia tanggal 09 Juni 2003 Nomor 75, Tambahan
Nomor 8784, dan telah disesuaikan dengan UU Nomor 40 tahun 2007 dengan
Akta Nomor 33 tanggal 29 Agustus 2008 dibuat dihadapan Mina NG, S.H.,
Notaris di Jakarta yang telah mendapatkan persetujuan Akta Perubahan Anggaran
Dasar dari Mentri Hukum dan HAM RI NomorPT Perusahaan Perdagangan
Indonesia (Persero) atau selanjutnya disebut PT PPI merupakan hasil marger dari
3 BUMN Niaga yaitu PT Tcipta Niaga (Persero), PT Dharma Niaga (Persero) dan
PT Pantja Niaga (Persero) berlaku efektif sejak tanggal 31 Maret 2003
berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2003.
PT PPI (Persero) Pusat berkedudukan di Jakarta Pusat dan beralamat di
Graha PPI Jl.Abdul Muis Nomor 8-10, Jakarta Pusat 10160, Indonesia
PT PPI mempunyai 2 (dua) anak perusahaan yaitu PT Tri Sari Veem yang
bergerak di bidang Freight Forwarding dan PT Dharma Niaga Putra Steel (DPNS)
yang bergerak dalam bidang galvanis seng.
Tujuan PT PPI (Persero) berdasarkan keputusan Mentri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: AHU-93653. AH.01.02.Tahun 2008
tentang persetujuan Akta Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Mentri Hukum
dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia adalah ‘’ Melakukan usaha di bidang
perdagangan pada umumya, serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya yang
dimiliki perseroan untuk menghasilkan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi
dan berdaya saing kuat untuk mendapatkan/ mengejar keuntungan guna
peningkatan nilai Perseroan dengan menerapkan prinsip-prinsip Perseroan
Terbatas.Komoditi Perdagangan PT PPI (Persero) diantaranya adalah Bahan
Kimia Berbahaya, Pupuk dan Pestisida, Bahan Bangunan, Produk Konsumsi,
Persewaan dan Optimalisasi Aset, Farmasi dan Alat Kesehatan, Produk Bahan
Pokok, Perdagangan Internasional, Produk Pertanian dan Hortikultura.
PT PPI (Persero) Cabang Bandung merupakan perusahaan trading yang
terbagi menjadi 2(dua) divisi yaitu divisi komersil dengan persentase sebesar 70%
dan non komersil sebesar 30%. Bidang farmasi sendiri tergolong ke dalam divisi
komersil. Dalam aktivitas distribusinya, bidang farmasi mendistribusikan obat-
obatan dan alat kesehatan.
Kebijakan Mutu PBF di PT PPI Persero adalah menyediakan produk dan
jasa yang sesuai dengan persyaratan atau standarisasi distribusi obat dan
berkomitmen untuk mencapai standar yang tertinggi guna mencapai kebijakan ini
dan selalu melakukan perbaikan yang berkesinambungan terhadap sistem
manajemen mutu. Setiap individu di dalam organisasi diawajibkan selalu
melakukan segala sesuatu dengan benar dari awal dan mendorong seluruh
karyawan yang terkait untuk Bersama-sama memperbaiki proses bisnis.
PBF PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) adalah perusahaan
berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan,
penyaluran obat dan bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. PBF PT PPI Cabang Bandung memiliki Apoteker
Penanggung Jawab yaitu Ika Rakhmatika, S.Farm.,Apt. dengan No. SIPA
19821129/SIPA_32.73/2018/2281.

3.2. Lokasi PT. PPI

PBF PT Perusahaan Perdagangan Indonesia Cabang Bandung berlokasi di


Jalan Jawa No 12, Kelurahaan Babakan Ciamis kecamatan Sumur Bandung, Kota
Bandung, Jawa Barat.
3.3. Visi dan Misi

Visi dari PBF PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero)adalah


“Menjadi perusahaan perdagangan terpercaya dengan pelayanan terbaik untuk
kesehatan negeri”.
Misi dari PBF PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) adalah:
a. Meningkatkan sarana dan prasarana sesuai standarisasi perusahaan
distribusi obat.
b. Meningkatkan jaringan dan layanan dsitribusi produk kesehatan
c. Melaksanakan proses bisnis yang profesional didukung dengan SDM yang
kompeten dan sistem informasi yang handal.
d. Berkontribusi dalam meningkan kesehatan.
e. Meningkatkan peran internal kontrol dan manajemen resiko untuk
mendorong kegiatan operasi yang efektif dan efisien.
f. Meningkatkan kemampuan teknologi informasi secara berkelanjutan untuk
menghadapi kompetisi global.

3.4. Struktur Organisasi

PT Perusahaan Perdagaangan Indonesia (Persero) cabang Bandung


dipimpin oleh seorang Kepala cabang yang membawahi Manager Komersil,
Manager Non Komersil, Apoteker Penanggung Jawab Obat Jadi dan Apoteker
Penanggung Jawab Alat Kesehatan.

3.5. Tugas dan Tanggung Jawab Perusahaan Perdagangan Indonesia


(Persero)

PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) Cabang Bandung


memiliki Apoteker Penanggung Jawab yang memiliki tugas dan tanggung jawab.

Wewenang dan Tanggung Jawab Apoteker Penanggung Jawab adalah sebagai


berikut.
1. Wewenang Apoteker Penanggung Jawab Obat Jadi
a. Menerima atau menolak Obat yang masuk ke gudang PPI Cabang Bandung
b. Menerima atau menolak Surat Pesanan sesuai dengan ketentuan dan
prosedur yang berlaku
c. Mengusulkan segala sesuatu kepada General Manager terkait dengan tugas
dan tanggung jawabnya terkait proses distribusi obat.
d. Melakukan koordinasi dengan seluruh unit pekerjaan dalam proses
distribusi dan pengawasan proses distribusi serta purna jual.
2. Tanggung Jawab Apoteker Penanggung Jawab Obat Jadi
a. Melaksanakan tugas yang diberikan General Manager/Pimpinan cabang
Fasilitas Distribusi
b. Menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem manajemen
mutu
c. Menyusun dan/atau menyetujui program pelatihan dasar dan pelatihan
lanjutan mengenai CDOB untuk semua personil yang terkait dalam kegiatan
distribusi
d. Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan penarikan
obat
e. Memastikan bahwa keluhan pelanggan ditangani dengan efektif
f. Melakukan kualifikasi dan persetujuan terhadap pemasok dan pelanggan
g. Meluluskan obat kembalian untuk dikembalikan ke dalam stok obat yang
memenuhi syarat jual
h. Turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak dan
penerima kontrak yang menjelaskan mengenai tanggung jawab masing-
masing pihak yang berkaitan dengan distribusi dan/atau transportasi obat
i. Memastikan inspeksi diri dilakukan secara berkala sesuai program dan
tersedia tindakan perbaikan yang diperlukan
j. Mendelegasikan tugasnya kepada tenaga teknis kefarmasian yang telah
mendapatkan persetujuan dari instansi berwenang ketika sedang tidak
berada di tempat dalam jangka waktu tertentu dan menyimpan dokumen
yang terkait dengan setiap pendelegasian yang dilakukan
k. Turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk mengkarantina atau
memusnahkan obat kembalian, rusak, hasil penarikan kembali atau diduga
palsu
l. Memastikan pemenuhan persyaratan lain yang diwajibkan untuk obat
tertentu sesuai peraturanperundang-undangan
3. Tugas Jabatan
a. Memimpin, membina, mengkoordinasi, mengontrol dan mengevaluasi
seluruh staf yang terlibat dalam proses distribusi obat
b. Menyajikan laporan bulanan dan triwulan terkait distribusi obat di Cabang
Bandung
c. Memonitor obat yang masuk dan keluar
d. Melaksanakan semua perintah kerja yang diberikan General Manager sesuai
tanggung jawabnya dengan berpedoman kepada ketentuan Perusahaan yang
berlaku
e. Harus mendapat perintah, ijin dan persetujuan secara tertulis dari General
Manager apabila melaksanakan tugas dan tanggung jawab diluar ketentuan
yang sudah ditetapkan Perusahaan.

3.6 Aspek Cara Distribusi Obat Yang Baik (CDOB)


3.6.1.1 Aspek Manajemen Mutu
Penerapan aspek manajemen mutu yang dilaksanakan bertujuan
untuk mempertahankan sistem manajemen mutu yang mencakup tanggung
jawab, proses dan la ngkah manajemen resiko dimana PT PPI (Persero)
menerapkannya melalui POB (Prosedur Operasional Baku) pada seluruh
kegiatan yang terdapat di PBF untuk menjamin mutu produk dan rantai
distribusi agar dipertahankan selama prosesdistribusi.
Peran apoteker dalam aspek manajemen mutu adalah membuat,
mengevaluasi dan merevisi POB. POB yang telah dibuat oleh apoteker
penanggung jawab akan dievaluasi kemudian di setujui oleh Kepala
Cabang.Bentuk evaluasinya dengan menerapkan sistem manajemen mutu
ISO 9001, yang memberikan perbaikan pada kinerja managerial
perusahaan, berdasarkan tercapainya indikator kerja dan peningkatan
standar minimal pencapaian.PT PPI Cabang Bandung telah menerapkan
ISO 9001 Tahun 2008 yang merupakan standar internasional yang sering
digunakan untuk sertifikasi sistem mutu perusahaan.
Tujuan dari sistem mutu antara lain, adalah menjaga dan
meningkatkan kemampuan organisasi dan memenuhi persyaratan
pelanggan, peraturan dan persyaratan perundangan terkait, selain itu juga
menjamin terselenggaranya suatu sistem jaminan kualitas sehingga produk
yang didistribusikan terjamin mutu, khasiat, keamanan dan keabsahannya
sampai ke tangan konsumen, serta melindungi masyarakat dari kesalahan
penggunaan atau penyalahgunaan.
Manajemen Risiko adalah proses pengelolaan risiko yang
mencakup identifikasi, evaluasi dan pengendalian risiko yang dapat
mengancam kelangsungan usaha atau aktivitas perusahaan. Fokus
manajemen risko ini adalah mengenal pasti risiko dan mengambil tindakan
yang tepat terhadap risiko, yang tujuannya adalah secara terus menerus
menciptakan atau menambah nilai maksimum kepada semua kegiatan
organisasi.
Penerapan ISO 9001:2008 di PT PPI seperti ada nya instruksi kerja
setiap karyawan yang harus ditaati, dokumen-dokumen yang terkontrol,
peralatan yang selalu dikalibrasi, penyimpanan barang sesuai dengan
kondisi yang dipersyaratkan, komplain pelanggan yang ditangani dengan
cepat disertai solusinya, dsb.

3.6.2 Aspek Organisasi, Manajemen dan Personalia


Pelaksanaan aspek organisasi, manajemen, dan personalia telah terlaksana
secara baik, dimana PBF PT PPI (Persero) telah memiliki struktur
organisasi.Struktur organisasi perusahaan dibentuk sebagai penunjang
pelaksanaan operasional sehingga setiap karyawan yang dimiliki memenuhi
kualifikasi sesuai tugas dan tanggung jawabnya masing-masing.Untuk
meningkatkan kualitas kerja dapat dilakukan pelatihan-pelatihan bagi
karyawan.Pelatihan di PBF PT PPI (Persero) terdapat dua jenisyaitu (1) Pelatihan
Internal, yang dilakukan di dalam ruang lingkup internal perusahaan dengan
melibatkan divisi farmasi dan divisi SDM guna meningkatkan kinerja personil
dalam kegiatan distribusi obat.Tema pelatihan ini dilakukan berdasarkan standar
CDOB. (2) Pelatihan Eksternal, dilakukan di luar perusahaan. Dimana untuk
melakukan pelatihan ini, Personil terkait perlu mengajukan Surat Permohonan
mengikuti pelatihan tersebut dilengkapi dengan dasar dan tujuannya kepada Divisi
SDM.
Dalam hal pengelolaan perusahaan di PT. PPI (Persero) Cabang Bandung
dilaksanakan oleh seorang Kepala Cabang yang bertanggung jawab kepada PT.
PPI Pusat.Kepala Cabang membawahi Manager Komersil, Manager Non
Komersil serta Apoteker Penanggung Jawab.
Dalam menjalankan operasionalnya, apoteker penanggung jawab berkoordinasi
dengan:
1. Manager Komersil
Manager Komersil di PT PPI (Persero) membawahi beberapa bagian antara
lain: Asisten Manager, Administrasi Niaga, dan Salesman
2. Manager Non Komersil
Manager Non Komersil membawahi Staf non komersil dan Kepala Gudang.
Kepala Gudang membawahi Staf logistik
Adapun tugas dan tanggung jawab untuk masing-masing personalia adalah
sebagai berikut:
1. Manager Komersil
a. Tercapainya sasaran penjualan (sales target) semua produk yang menjadi
tugasnya dalam hal jumlah (volume) dan harga, serta terpenuhinya
persyaratan dan ketentuan penjualan yang ditetapkan Perusahaan di Area
yang telah ditentukan.
b. Membuat rencana program kerja jangka pendek, menengah dan panjang,
target per salesman, sasaran kerja dan bertanggung jawab atas pencapaian
sasaran dan keuntungan Perusahaan.
c. Bertanggung jawab atas kelancaran kegiatan operasional Cabang Bandung
dan melaksanakan semua tugas yang diberikan General Manager mulai
dari pengadaan, persediaan, pengiriman dan pembayaran barang dagangan.
d. Terciptanya pembinaan hubungan baik dengan pelanggan dan mitra kerja
lainnya.
e. Menjamin kepastian ketersediaan barang sampai ke tangan pelanggan dan
membina hubungan baik dengan pelanggan yang telah ada maupun kepada
calon pelanggan baru.
f. Menjamin terbinanya bawahan yang siap memenuhi semua tugas dan
tanggung jawab sehingga mampu mencapai target penjualan yang
ditetapkan General Manager sesuai RKAP.
g. Bertanggung jawab atas keberhasilan penagihan & pencairan piutang atas
transaksi yang dibuat bawahannya maupun dirinya sendiri.
h. Terjaminnya keamanan dan kerahasiaan dokumen perusahaan maupun
terjaganya citra / nama baik perusahaan dalam pelaksanaan tugas.
i. Melakukan koordinasi dengan Koordinator Divisi dalam mengatur jadwal
untuk kunjungan team salesman ke outlet.
j. Membina, membimbing dan mengkoordinasi team operasional / salesman
agar siap memenuhi semua tugas dan tanggung jawab sehingga mampu
mencapai target penjualan yang ditetapkan General Manager sesuai
RKAP.
k. Membina hubungan baik dengan pelanggan dan mitra kerjanya.
l. Melakukan evaluasi atas daftar penjualan harian dan daftar kunjungan
yang dilakukan salesman setiap sore.
m. Menandatangani Surat Persetujuan Penjualan atas semua transaksi
penjualan dengan memperhatikan aturan Perusahaan sebagaimana yang
tercantum pada Sistem dan Prosedur Penjualan Barang Dagangan.
n. Memberikan paraf pada Faktur Penjualan sebelum ditandatangani General
Manager.
o. Memberikan paraf pada Program Pengadaan Barang (PPB) atas rencana
pengadaan barang dengan memperhatikan sisa stock yang ada dan sisa
piutang yang masih terbuka.
p. Melaksanakan tugas - tugas lain yang diberikan oleh GM.
2. Asisten Manager
a. Sasaran penjualan (sales target) semua produk OTC yang menjadi
tugasnya dalam hal jumlah (volume) dan harga, serta terpenuhinya
persyaratan dan ketentuan penjualan yang ditetapkan Perusahaan.
b. Mengkoordinasi, membimbing dan membina bawahan dengan baik dalam
memenuhi semua tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya.
c. Membuat rencana program kerja jangka pendek, menengah dan panjang,
target per salesman, sasaran kerja dan bertanggung jawab atas pencapaian
sasaran dan keuntungan
d. Menjamin kepastian ketersediaan barang sampai ke tangan pelanggan dan
membina hubungan baik dengan pelanggan yang telah ada maupun kepada
calon pelanggan baru.
e. Menjamin terbinanya bawahan yang siap memenuhi semua tugas dan
tanggung jawab sehingga mampu mencapai target penjualan yang
ditetapkan General Manager sesuai RKAP.
f. Membina, membimbing dan mengkoordinasi team komersial / salesman
agar siap memenuhi semua tugas dan tanggung jawab sehingga mampu
mencapai target penjualan yang ditetapkan General Manager sesuai RKAP
g. Melakukan evaluasi atas daftar penjualan harian dan daftar kunjungan
yang dilakukan salesman setiap sore.
h. Memberikan paraf pada Program Pengadaan Barang (PPB) atas rencana
pengadaan barang dengan memperhatikan sisa stock yang ada dan sisa
piutang yang masih terbuka.
3. Administrasi Niaga
a. Bertanggung jawab atas kelancaran dan ketertiban kegiatan administrasi
niaga/komersil dan melaksanakan semua tugas administrasi niaga mulai
dari pengadaan, persediaan, penjualan, dan pengiriman barang dagangan.
b. Bertanggung jawab atas kebenaran kartu persediaan.
c. Melaporkan/merekap uang masuk hasil penjualan per P2B.
d. Membuat laporan distribusi.
e. Membuat surat persetujuan penjualan di system ERP AX.
f. Bertanggung jawab atas kelancaran dan ketertiban kegiatan administrasi
niaga/komersil dan melaksanakan semua tugas administrasi niaga mulai
dari pengadaan, persediaan, penjualan, dan pengiriman barang dagangan.
4. Salesman
a. Mencapai target penjualan (sales target) barang yang menjadi tugasnya
dalam hal jumlah dan harga, serta terpenuhinya persyaratan dan ketentuan
penjualan yang telah ditetapkan perusahaan di area yang telah ditentukan.
b. Memonitoring & menjamin ketersediaan produk
c. Melakukan kegiatan penjualan ke Apotek, Rumah Sakit atau instansi
pemerintah lainnya sesuai target yang ditetapkan perusahaan.
d. Membuat laporan penyaluran secara berkala sesuai sistem yang ditetapkan
produsen
5. Manager Non Komersil
a. Membuat rencana program kerja jangka pendek, menengah dan panjang
dan bertanggung jawab atas ketepatan dalam pembayaran, pembuatan
laporan keuangan, pengamanan asset perusahaan dan pengadaan inventaris
perusahaan.
b. Berkoordinasi, membimbing dan membina bawahan dengan baik dalam
memenuhi semua tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya
c. Membina hubungan baik dengan bagian operasional maupun mitra
lainnya.
d. Menjamin ketersediaan barang sampai ke tangan pelanggan dan membina
hubungan baik dengan pelanggan yang telah ada maupun kepada calon
pelanggan baru.
e. Menyajikan Laporan Keuangan Lengkap maupun Laporan pengawasan
lainnya secara benar dan tepat waktu sesuai Sistem Pelaporan Perusahaan
yang berlaku serta menyajikan laporan lainnya yang berguna bagi
pengambilan keputusan Kepala Cabang.
f. Menjamin keamanan dan kerahasiaan dokumen perusahaan maupun
terjaganya citra / nama baik perusahaan dalam pelaksanaan tugas.
6. Staf Non Komersil
Staf Non Komersil terdiri dari beberapa bagian dengan masing-masing uraian
tugas sebagai berikut:
1) Fakturis dan Perpajakan
a. Membuat Faktur Penjualan dan Faktur Pajak
b. Membuat Laporan Harian dan Laporan Perpajakan
c. Membuat laporan Realisasi Hasil Usaha harian, mingguan dan bulanan.
2) Akuntansi
a. Bertanggung jawab terhadap dokumen asli transaksi penjualan (DO
dalam Portepel), melakukan pencatatan piutang semua transaksi
penjualan barang dagangan di Cabang Bandung serta monitoring hasil
pencairan piutang.
b. Menjamin ketertiban administrasi piutang yang menjadi tanggung
jawabnya.
c. Mengarsipkan semua dokumen yang terkait dengan piutang Perusahaan
dengan lengkap, urut dan rapi.
d. Menjamin keamanan dan kerahasiaan dokumen perusahaan maupun
terjaganya citra / nama baik perusahaan dalam pelaksanaan tugas.
3) Kasir / Keuangan
a. Bertanggung jawab atas penyimpanan uang kas, cek / giro dalam
portepel, surat berharga maupun dokumen penting lainnya yang
disimpan di brankas Perusahaan.
b. Bertanggung jawab atas proses penerimaan dan pengeluaran Kas / Bank
sesuai dengan prosedur yang berlaku.
c. Mengarsipkan semua dokumen yang terkait dengan penerimaan
maupun pengeluaran Kas / Bank dengan lengkap, urut dan rapi.
d. Menjamin keamanan dan kerahasiaan dokumen perusahaan maupun
terjaganya citra / nama baik perusahaan dalam pelaksanaan tugas.
4) Kepala Gudang
a. Menerima Barang di Gudang sesuai Surat Jalan dari Ekspedisi dan
membuat Laporan Penerimaan Barang.
b. Mengatur sistem penyimpanan Barang sesuai dengan sistem FIFO.
c. Mengeluarkan barang dari Gudang sesuai dengan sistem FEFO
berdasarkan DO yang sudah di verifikasi Manager dan di tandatangani
Apoteker Penanggung Jawab dan General Manager.
d. Menyajikan laporan persediaan secara berkala berdasarkan kartu
persediaan yang telah diisi terlebih dahulu.
e. Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan
proses penerimaan dan pengeluaran obat.
f. Memastikan bahwa seluruh proses penerimaan dan pengeluaran obat
dari Gudang telah sesuai dengan CDOB.
g. Menjamin kualitas obat yang disimpan di gudang dengan melaksanakan
sistem penyimpanan gudang yang sesuai CDOB.
h. Mengkoordinir pelaksanaan Stok Opname yang dilakukan setiap
periode per bulan, per enam bulan ataupun Stok Opename per tahun.
i. Mengerjakan tugas lain yang diberikan oleh Manager Non Komersial
dan General Manager.

3.6.3 Bangunan dan Peralatan

Fasilitas distribusi harus memiliki bangunan dan peralatan untuk


menjamin perlindungan dan distribusi obat dan/atau bahan obat. Bangunan harus
dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi penyimpanan yang
baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan yang memadai dan kapasitas
yang cukup untuk memungkinkan penyimpanan dan penanganan obat yang baik,
dan area penyimpanan dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai untuk
memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan secara akurat dan aman, serta
memiliki sistem pencegahan yang berupa sistem alarm dan kontrol akses yang
memadai.
Bangunan di PT. PPI cabang Bandung memiliki beberapa ruangan untuk
menunjang operasional dalam penyimpanan dan pendistribusian diantaranya
meliputi gudang dan office.Untuk ruang Office meliputi ruang Kepala Cabang,
ruang bagian Komersil beserta stafnya, Ruang bagian Non Komersil beserta
stafnya, ruang Apoteker. PT PPI Cabang Bandung memiliki 1 gudang tempat
dilakukan proses penerimaan, penyimpanan dan penyaluran good stock.Terdapat
beberapa peralatan yang menunjang dalam kegiatan operasional diantaranya AC
untuk menjaga suhu tetap terjaga, troli barang untuk membawa barang dengan
jumlah besar, chiller untuk menyimpan produk yang stabil pada suhu 2 - 8°C,
palet yang terbuat dari plastik untuk menyimpan barang, pest control untuk
mencegah adanya hewan pengerat, data logger untuk memantau suhu dan
kelembaban, freezer untuk produk yang stabil pada suhu -20°C, serta Rak Obat.
Bangunan dan fasilitas penyimpanan bersih dan bebas dari sampah, debu dan
memiliki sirkulasi udara yang baik. Selain itu bangunan dan fasilitas telah
dirancang untuk memberikan perlindungan terhadap masuknya serangga, hewan
pengerat atau hewan lain. Pembersihan dan pemeliharaan bangunan dan fasilitas
di PT. PPI Cabang Bandung dilakukan setiap hari sebelum dan sesudah
melakukan pekerjaan.

3.6.4 Operasional

Dalam aspek operasional, semua tindakan yang dilakukan oleh fasilitas


distribusi harus dapat memastikan identitas obat dan/atau bahan obat yang
diterima berasal dari industri farmasi dan/atau fasilitas distribusi lain yang
mempunyai izin sesuai peraturan perundang-undangan untuk meminimalkan
resiko produk palsu memasuki rantai distribusi resmi. Fasilitas ditribusi juga
harus memastikan bahwa obat/dan atau bahan obat hanya disalurkan kepada pihak
yang berwenang untuk menyerahkan obat ke masyarakat.
Kegiatan distribusi PT Perusahaan Perdagangan Indonesia dimulai pengadaan,
penerimaan, penyimpanan dan penyaluran.
1. Pengadaan Obat
Pengadaan obat dilakukan dengan cara pemesanan kepada pemasok yang
terkualifikasi. Sebelum melakukan pemesanan kepada pemasok yang terpilih,
fasilitas distribusi terlebih dahulu melakukan perencanaan
pembelian.Perencanaan pembelian disusun berdasarkan perkiraan
penjualan.Perkiraan penjualan dibuat dengan mempertimbangkan berbagai
faktor seperti data tren penjualan periode sebelumnya, rencana tender, adanya
aktivitas penjualan khusus.
Berdasarkan perkiraan penjualan tersebut, fasilitas distribusi membuat Surat
Pesanan yang ditujukan kepada pemasok. Surat Pesanan tersebut paling tidak
harus mencantumkan nama dan alamat fasilitas distribusi, tanggal, nomor surat
pesanan, nama, jumlah dan satuan obat yang dipesan, harus ditandatangani
oleh Penanggung Jawab serta distempel perusahaan.
a. Kualifikasi Pemasok
PBF memperoleh pasokan obat dan/atau bahan obat dari pemasok yang
mempunyai izin sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan dan
menerapkan prinsip CPOB. Kualifikasi pemasok bertujuan untuk
memastikan obat yang didistribusikan oleh Fasilitas Distribusi diproduksi
oleh Pemasok yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, bermutu baik dan tidak menimbulkan masalah di kemudian
hari.Kualifikasi pemasok di PT PPI terbagi menjadi 2 yaitu wewenang Pusat
dan wewenang Cabang :
1) Wewenang Pusat
Wewenang PT PPI Pusat adalah kualifikasi pemasok dari pabrik
langsung seperti PT Biofarma dan PT. Satoria Pharma dengan membuat
MOU atau surat perjanjian kerjasama yang ruang lingkupnya terdiri dari
teknis proses penyaluran barang, harga yang diterima oleh distributor dan
target penjualan. Divisi pengadaan PT PPI kantor Pusat harus
melampirkan surat izin edar, ISO, sertifikat CPOB, Nomor Registrasi
untuk memastikan legalitas obat dan pabrik untuk menyeleksi pemasok
yang harus sesuai dengan klasifikasi supplier obat.
2) Wewenang Cabang
Wewenang Cabang, apoteker penanggung jawab sebagai QA dicabang
bertugas melakukan seleksi suplaier terhadap prouduk-prouduk yang
akan disalurkan oleh cabang secara lokal berdasarkan perjanjian
kerjasama dengan distributor lainya dimana, PT PPI cabang Bandung
ditunjuk sebagai sub distibutor dari distributor prouduk tertentu, adapun
kualifikasi yang harus dipenuhi oleh suplaier tersebut harus sesuai
deengan peraturan yang berlaku untuk PBF.
b. Kualifikasi Pelanggan
Kualifikasi pelanggan bertujuan memastikan bahwa obat/atau bahan obat
hanya disalurkan kepada pihak yang berhak atau berwenang untuk
menyerahkan obat ke masyarakat dengan bukti kualifikasi yang
terdokumentasi. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh pelanggan
baru, yakni:
1) Izin dari Departemen Kesehatan dan mempunyai penanggung jawab
sesuaiketentuan.
2) Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
3) Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
4) Untuk sarana apotek harus memiliki Surat Izin Apotek (SIA) dan
contoh surat pesanan (SP)
5) Untuk sarana rumah sakit harus memiliki Surat Izin Operasional
6) Untuk penanggung jawab dari sarana diatas harus ada STRA, SIPA,
KTP dan spesimen tanda tangan penanggung jawab.
7) Untuk penanggung jawab dari toko obat harus memiliki SIKTTK
2. Penerimaan
Dalam proses penerimaan barang dari pusat, diperiksa dokumen
pengiriman surat jalan dari pusat, pemeriksaan surat jalan ekspedisi dan shiplist.
Pemeriksaan barang dilakukan dengan teliti danbenar sesuai prosedur yang
ditetapkan yaitu:
a. Periksa barang yang dikirim, bandingkan dengan dokumen kirim.
Pemeriksaan dilakukan pada jenis barang, jumlah, bets, shelf live expired
date dan kualitas kemasan produk apakah kemasannya original dan
belum pernahdibuka/rusak. Untuk produk rantai dingin Pastikan barang
diterima menggunakan kemasan standar (styrofoam/cold bag)
berpendingin.Periksa suhu barang, hindari thermometer kontak
langsungdenganice gel / dry ice pada saat pemeriksaan suhu. Kemudian
catat suhu pada bukupenerimaan.
Apabila suhu tidak sesuai dibuatkan Berita Acara yang ditandatangani
oleh bagian pengirim dan Gudang untuk mendapatkan keputusan dari
Kantor Pusat apakah akan ditolak atau diterima. Waktu tenggang untuk
penyelesaian Berita Acara maksimal 3 hari dan dimonitor oleh Kepala
Gudang diterima dan laporkan ke APJ untuk mendapatkan keputusan
dari Kantor Pusat apakah masih layak dijual atau tidak.
b. Bila terdapat ketidaksesuaian jenis barang, jumlah, kemasan barang rusak
dan shelf live expired date yang telah ditetapkan makadibuatkan Berita
Acara yang ditandatangani oleh bagian pengiriman dan gudang. Berita
acara tersebut dikirim ke pengirim dan bagian pemesanan untuk
mendapatkan penyelesaian dan dimonitor oleh Kepala Gudang.
Setelah pemeriksaan dilakukan maka dokumen kiriman barang
ditandatangani oleh Kepala Gudang dan diserahkan ke Administrasi
Gudang untuk diproses secara sistem selambat- lambatnya 1 x 24 jam.
Sebelum dokumen diproses secara system maka simpan produk pada
area penerimaan, pastikan tumpukan barang tidak melebihi ketentuan
level tumpukan yang diizinkan. Untuk produk rantai dingin disimpan di
chiller.Setelah diproses secara sistem maka segera simpan produk ke
lokasi penyimpanan sesuai dengan dokumen penerimaan.
3. Penyimpanan
Area dan fasilitas penyimpanan obat harus di design sedemikian rupa
sehingga menjamin kondisi penyimpanan yang baik yaitu bersih, bebas dari
banjir, bebas dari sampah, debu, unggas, serangga, hama, kebocoran atau
pecahan, mikroorganisme dan kontaminasi silang. Pemeliharaan harus
dilakukan untuk menjamin Gudang penyimpanan obat selalu dalam kondisi
yang baik. Gudang penyimpanan obat dibangun dan dipelihara untuk
melindungi obat yang disimpan dari pengaruh perubahan suhu dan kelembaban
(Suhu optimal yang harus dijaga untuk Gudang obat antara (20 – 27)oC dan
tingkat kelembaban yang harus dijaga antara (60% – 80%).
Sistem penyimpanan PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia yaitu FEFO
(First Expired First Out).Penyimpanan obat di gudang dilakukan berdasarkan
kelompok direktorat, prinsipal, bentuk sediaan dan juga berdasarkan pada
kondisi suhu yangsesuai untuk setiap produknya, dengan memperhatikan
kestabilan produk terhadap temperatur dan cahaya.Penyimpanan barang
disusun atau ditumpuk ke atas dengan jumlah tumpukan yang disesuaikan
dengan yang tertera pada kemasan.Produk disusun di atas rak yang telah diberi
alas atau pallet, untuk mencegah kerusakan pada produk karena lembab akibat
kontak langsung antara produk dengan lantai dan juga untuk memudahkan
pada saat pengambilan barang dengan menggunakan alat.Penyusunan barang,
dibedakan juga berdasarkan bentuk sediaan dan kemasan yang mudah pecah
disimpan pada bagian bawah rak untuk mengurangi resiko terjatuh pada saat
pengambilan produk sedangkan obat yang dalam kemasan box seperti tablet
disimpan pada bagian atas.Dalam penyimpanan barang sesuai dengan sifat
stabilitas obatnya. Ruangan penyimpanan obat dibagi menjadi beberapa
klasifikasi, antara lain
a. Suhu Kamar (Ambient room)
Ruangan suhu kamar merupakan ruangan yang digunakan untuk
penyimpanan produk atau obat-obatan yang stabil pada suhu 25°C - 30°C.
b. Suhu Kamar Terkendali (Cool room)
Cool room merupakan ruangan yang digunakan untuk penyimpanan produk
atau obat-obatan yang stabil pada suhu 15°C - 25°C. Produk disimpan pada
ruang yang menggunakan AC dan harus disimpan di atas pallet.Seperti
produk injeksi, produk antibiotik, produk yang bersalut gula, produk yang
berbentuk ointment atau kirm dengan kemasan tube.
c. Cold Room
Terdapat dalam lemari chiller yaitu ruangan yang digunakan untuk
penyimpanan produk atau obat-obatan yang stabil pada suhu 2°C - 8°C.Di
dalam chiller terdapat thermostat yang berfungsi untuk mengatur suhu
chiller (2°C - 8°C) seperti vaksin.
d. Freezer
Suhu freezer yaitu -15°C – (-25°)C. Contoh Obat yang yang disimpan yaitu
vaksin polio.
3.6.5 Inspeksi Diri

Inspeksi diri dilakukan secara berkala, yang bertujuan untuk melihat


kesesuaian dan ketidak sesuaian secara teratur tentang keadaan dan kelengkapan
fasilitas PBF dalam memenuhi persyaratan CDOB.Program inspeksi diri
dirancang untuk memantau pelaksanaan dan kepatuhan terhadap pemenuhan
CDOB, serta untuk menetapkan tindakan perbaikannya.Semua pelaksanaan
inspeksi diri dicatat untuk dibuat laporan yang berisi semua pengamatan yang
dilakukan selama inspeksi.Pelaksanan Inspeksi diri mencakup karyawan,
bangunan dan fasilitas, peralatan, serta dokumentasi dan administrasi.Jika dalam
pengamatan ditemukan adanya penyimpangan dan kekurangan, maka
penyebabnya tersebut diidentifikasi dan dibuat Corrective Action Preventive
Action (CAPA).CAPA kemudian didokumentasikan dan ditindak lanjuti sebagai
bentuk evaluasi.
Kegiatan inspeksi diri dapat dilakukan secara internal atau eksternal oleh
pihak terkait (BPOM, Dinas Kesehatan, PBF Pusat).Umumnya inspeksi diri
internal dilakukan tiap 6 bulan.

3.6.6 Penanganan Keluhan, Obat dan/atau Bahan Obat Kembalian, Diduga


Palsu dan Penarikan Kembali

Penanganan keluhan, obat dan/atau bahan obat kembalian, diduga palsu


dan penarikan kembali, penanganannya diatur sesuai dengan SOP.
1. Penanganan Keluhan
Keluhan pelanggan terhadap produk disampaikan melalui Customer Service,
Salesman atau Medical Sales Representative.Kemudian Customer Service
akan mencatat dan input keluhan tersebut. Proses penanganan keluhan
meliputi penerimaan, analisa dan tindakan perbaikan sampai dengan
konfirmasi kembali ke pelanggan. Keluhan akan dianalisa oleh manager
Komersil dan Apoteker Penanggung Jawab. Apoteker Penanggung Jawab
membuat laporan dan tindakan koreksi serta konfirmasi kepada pelanggan
paling lambat 3 x 24 jam.Agar tidak terjadi kembali keluhan dari pelanggan
dilakuan tindakan preventif yang dikoordinasikan oleh Manager Komersial
kepada Tim nya minimal 1 (satu) minggu sekali.
2. Obat Kembalian
Obat-obat yang dikembalikan dikalsifikasikan menjadi obat salah
pesan/salah kirim, obat rusak (terlihat secara fisik), obat kadaluarsa, dan
obat Recall.Petugas gudang berkewajiban memeriksa dokumen
pengembalian barang apakah alamat sesuai dengan dokumen pembelian
(faktur).Kemudian periksa barang yang dikirim dan bandingkan dengan
dokumen retur barang.Pemeriksaan yang dilakukan meliputi jenis barang,
jumlah, bets, tanggal kadaluarsa, kualitas kemasan produk.Jika terdapat
ketidak sesuaian, dibuatkan Berita Acara yang ditandatangani petugas
pengirim dan gudang untuk kemudian dikirim ke pelanggan dengan waktu
tenggang penyelesaian maksimal 3 hari.
3. Produk yang diduga Palsu
Untuk produk yang diduga palsu dapat terjadi akibat dari temuan BPOM
atau keluhan masyarakat. Untuk produk yang di duga palsu akan mengalami
recall. Produk yang diduga palsu ditarik atas instruksi dari
BPOM/Mandatory yang selanjutnya akan ditindaklanjuti oleh principal.
Principal membuat penarikan produk diduga palsu kepada PBF pusat.
selanjutnya PBF pusat membuat surat perintah penarikan produk diduga
palsu kepada PBF cabang untuk ditarik.
4. Penarikan Kembali (recall)
Penarikan kembali (recall) dapat dilakukan atas permintaan produsen,
intruksi instansi pemerintahan yang berwenang seperti Badan POM atau
karena adanya keluhan pelanggan. Semua produk yang ditarik kemudian
ditempatkan secara terpisah di ruang karantina yang aman dan terkunci serta
diberi label dengan jelas. Ditempatkan di ruang karantina karena produk
hasil recall tersebut belum jelas statusnya apakah good stock atau bad stock.
Kemudiam produk akan diambil oleh prinsipal atau Badan POM untuk
dilakukan pengujian. Dibuat laporan penarikandan di kirim ke Badan POM.
Jika setelah pengujian hasilnya produk tersebut masih bagus maka akan
masuk ke good stock namun jika barang rusak/ terdapat masalah akan
dimusnahkan di pusat dan di buat berita acara pemusnahan.
Dalam hal ini, Apoteker berperan dalam penanganan obat/bahan obat yang
diduga palsu.Jika menemukan obat yang diduga palsu segera melaporkan
kepada instansi yang berwenang, industri farmasi, dan pemegang izin edar
dengan tujuan memastikan obat palsu tidak beredar dipasaran.

3.6.7 Transportasi
Aspek transportasi PT. Perusahaan Perdagangan INdonesia Cabang
Bandung telah memenuhi CDOB. Dengan memiliki kendaraan dan personil yang
telah dilengkapi peralatan keamanan yang memadai untuk mencegah
pencurian.Kendaraan dan peralatan dirawat dan dijaga kebersihannya.Identitas
obat yang dikirimkan juga jelas sehingga tidak terjadi salah kirim.
Penanganan distribusi obat CCP disediakan transportasi khusus yang
memiliki AC. Untuk produk CCP yang akan didistribusikan diletakan didalam
coolbox disertai ice pack dan dikontrol suhunya, menggunakan thermometer min-
max untuk pengiriman dan ada from suhu. Sebelum mengantarkan
barang/kegiatan dilakukan checking kondisi tranportasi distribusi. Sedangkan
untuk produk ethical ada kendaraan yang memakai pendingin biasanya pada suhu
25-30°C (ruang ambient), serta ada control suhu yang terletak di depan dan diatur
oleh driver.
Apoteker disini juga berperan dalam mengontrol kondisi produk dalam
pengiriman telah disesuaikan dengan kondisi penyimpanannya dan memastikan
distribusi produk yang sesuai dengan mutu yang telah dilaksanakan secara CDOB
pada pelanggan yang tepat.

3.6.8 Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak


Cakupan kegiatan kontrak terutama yang terkait dengan keamanan, khasiat
dan mutu obat dan/atau bahan obat. Kontrak yang dimiliki oleh PT PPI Cabang
Bandung adalah kontrak antar fasilitas distribusi, karena PT PPI Cabang Bandung
adalah sub distributor dimana pengadaan barang didapatkan dari distributor lain.
Kontrak tersebut diantaranya seperti pengadaan obat dari PBF Tri Sapta Jaya.
Semua kegiatan kontrak harus tertulis antara pemberi kontrak dan penerima
kontrak serta setiap kegiatan harus sesuai dengan persyaratan CDOB.

3.6.9 Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan untuk mencegah kesalahan dari komunikasi lisan
dan untuk memudahkan penulusuran. Dokumentasi meliputi
pengadaan,penyimpanan, penyaluran, dan pelaporan. Pelaporan oleh PT. PPI
Cabang Bandung selama menjalankan kegiatan dilakukan secara rutin dan berkala
kepada pihak yang berwenang.Pelaporan merupakan salah satu bagian dari
peranan apoteker dalam fasilitas distribusi sediaan farmasi.Secara umum peranan
apoteker dalam pelaporan adalah melaporkan berbagai kegiatan yang terjadi
berkaitan dengan obat/sediaan farmasi yang dikelolanya oleh PBF
tersebut.Dokumentasi disimpan selama 3 tahun setelah 3 (tiga) tahun dokumentasi
baru dapat dimusnahkan.
Untuk pelaporan Nartkotika dan psikotropika dan prekursor tidak
dilakukan karena di PT. PPI tidak menyalurkan Narkotika, Psikotropika dan
prekursor, begitu juga dengan pelaporan 50 zat aktif tidak dilakukan.PT. PPI
hanya melakukan pelaporan e-report yang dilakukan setiap 3 bulan.

Anda mungkin juga menyukai