PENDAHULUAN
Penjaminan mutu obat tidak terlepas dari peran serta tenaga farmasi salah satunya
adalah Apoteker. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 Tahun 2009,
Pekerjaan kefarmasian merupakan pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran
obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat,
serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Dalam peraturan tersebut
dijelaskan bahwa Apoteker sebagai salah satu tenaga kefarmasian tidak hanya
berperan dalam produksi atau pelayanan obat saja, tetapi Apoteker juga berperan
dalam proses pendistribusian atau penyaluran obat Proses pendistribusian sediaan
farmasi menggunakan jasa distributor atau disebut juga Pedagang Besar Farmasi
(PBF).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 Tahun 2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi, yang
dimaksud Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan berbentuk badan hukum
yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan atau bahan
obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan perundang - undangan. PBF merupakan
sarana distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan yang betanggung jawab dalam
menjamin ketersediaan sediaan farmasi (obat, bahan obat, obat tradisional, kosmetik)
dan alat kesehatan, selain itu bertanggung jawab dalam menjaga mutu, keamanan dan
khasiat dari produk yang didistribusikan sampai ke tangan konsumen.
Untuk menjamin obat yang disalurkan Pedagang Besar Farmasi sesuai dengan
spesifikasinya, aman dan berkualitas, pemerintah mengeluarkan persyaratan dan
ketentuan yang menjadi pedoman bagi setiap PBF dalam menerapkan Cara Distribusi
Obat yang Baik (CDOB) berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Nomor 9 Tahun 2019 tentang Penerapan Pedoman Cara Distribusi Obat
yang Baik. Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) merupakan ketentuan dan
standar yang harus dijalankan oleh setiap pelaku bisnis distribusi farmasi. Aturan
tersebut bersifat mutlak dan akan ada sanksi apabila tidak dijalankan. Sumber daya
manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu
dalam pendistribusian obat oleh Pedagang Besar Farmasi. Oleh sebab itu, Pedagang
Besar Farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi
dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan tugasnya. Dalam pelaksanaanya
semua proses distribusi dan pelaksanaan CDOB diawasi langsung oleh Apoteker
Penanggug Jawab setiap PBF.
Fungsi PBF
1. Sebagai sarana distribusi farmasi bagi industri-industri farmasi
2. Sebagai saluran distribusi obat-obatan yang bekerja aktif ke seluruh tanah air
secara merata dan teratur guna mempermudah pelayanan kesehatan
3. Untuk membantu pemerintah dalam mencapai tingkat kesempurnaan
penyediaan obat - obatan untuk pelayanan kesehatan
4. Sebagai aset atau kekayaan nasional dan lapangan kerja
Semua persyaratan tersebut diajukan secara Online melalui sistem OSS. Hal tersebut
dilakukan untuk memangkas birokrasi, mengurangi petugas bertemu dengan pelaku
usaha. Bila semua persyaratan telah memenuhi syarat kelengkapan, maka izin akan
diterbitkan oleh Dirjen Yanfar.
1. Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menjual obat atau bahan obat secara
eceran.
2. Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menerima dan/atau melayani resep
dokter.
Dalam penyaluran perbekalan farmasi di PBF ataupun PBF cabang pada pasal 18
memiliki syarat-syarat sebagai berikut :
1. PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF atau PBF
Cabang lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. Fasilitas pelayanan kefarmasian yang dimaksud meliputi: Apotek, Instalasi
Farmasi Rumah Sakit, puskesmas, klinik, atau toko obat.
3. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) PBF dan PBF
cabang tidak dapat menyalurkan obat keras kepada toko obat.
4. Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, PBF dan PBF cabang dapat
menyalurkan obat dan bahan obat kepada instansi pemerintah yang dilakukan
sesuai dengan ketentuan perundang- undangan.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 34 Tahun 2014 pasal
34 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF).
1. Dalam hal PBF atau PBF Cabang diberikan sanksi administratif berupa
penghentian sementara kegiatan paling lama 21 hari kerja, pengaktifan kembali
izin atau pengakuan dapat dilakukan jika PBF atau PBF Cabang telah
membuktikan pemenuhan seluruh persyaratan administratif dan teknis sesuai
dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri.
2. Direktur Jenderal berwenang mencabut izin PBF berdasarkan rekomendasi dari
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau hasil analisis pengawasan dari
Kepala Badan.
3. Kepala Badan berwenang memberi sanksi administratif dalam rangka
pengawasan berupa peringatan dan penghentian sementara kegiatan PBF
dan/atau PBF Cabang.
4. Kepala Badan wajib melaporkan pemberian sanksi adminitratif kepada Direktur
Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
5. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi wajib melaporkan pemberian sanksi
administrasi kepada Direktur Jendral dengan tembusan Kepala badan dan
Kepala Balai POM.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 Tahun 2017 tentang tata cara
sertifikasi CDOB, PBF dan PBF Cabang yang telah menerapkan Pedoman Teknis
CDOB dibuktikan dengan adanya Sertifikat CDOB. Sertifikat CDOB sendiri
diberikan untuk kegiatan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat dan/atau
bahan obat. Termasuk produk rantai dingin meliputi vaksin dan produk biologi
lainnya, narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi. Terkait Pemohonan Sertifikat
CDOB, sertifikat CDOB hanya dapat diajukan oleh PBF atau PBF Cabang yang
memenuhi persyaratan. (memiliki izin PBF untuk PBF, atau memiliki pengakuan
sebagai PBF Cabang untuk PBF Cabang). Berikut adalah aspek-aspek yang tertera
dalam CDOB yang harus dijalani oleh setiap PBF, antara lain:
Manajemen puncak harus memiliki proses formal untuk mengkaji sistem manajemen
mutu secara periodik. Kajian tersebut mencakup:
a) Pengukuran capaian sasaran sistem manajemen mutu;
b) Penilaian indikator kinerja yang dapat digunakan untuk memantau efektivitas
proses dalam sistem manajemen mutu, seperti keluhan, penyimpangan, CAPA,
perubahan proses; umpan balik terhadap kegiatan berdasarkan kontrak; proses
inspeksi diri termasuk pengkajian risiko dan audit; penilaian eksternal seperti
temuan inspeksi badan yang berwenang dan audit pelanggan.
c) Peraturan, pedoman, dan hal baru yang terkait dengan mutu yang dapat
mempengaruhi sistem manajemen mutu;
d) Inovasi yang dapat meningkatkan kinerja sistem manajemen mutu
e) Perubahan iklim usaha dan sasaran bisnis yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Harus ada struktur organisasi untuk tiap bagian yang dilengkapi dengan bagan
organisasi yang jelas. Tanggung jawab, wewenang dan hubungan antar semua
personil harus ditetapkan dengan jelas. Tugas dan tanggung jawab harus didefinisikan
secara jelas dan dipahami oleh personil yang bersangkutan serta dijabarkan dalam
uraian tugas. Kegiatan tertentu yang memerlukan perhatian khusus, misalnya
pengawasan kinerja, dilakukan sesuai dengan ketentuan dan peraturan. Personil yang
terlibat di rantai distribusi harus diberi penjelasan dan pelatihan yang memadai
mengenai tugas dan tanggung jawabnya. Personil yang bertanggungjawab dalam
kegiatan manajerial dan teknis harus memiliki kewenangan dan sumber daya yang
diperlukan untuk menyusun, mempertahankan, mengidentifikasi dan memperbaiki
penyimpangan sistem mutu.Tiap personil tidak dibebani tanggung jawab yang
berlebihan untuk menghindari risiko terhadap mutu obat dan/atau bahan obat. Harus
tersedia aturan untuk memastikan bahwa manajemen dan personil tidak mempunyai
konflik kepentingan dalam aspek komersial, politik, keuangan dan tekanan lain yang
dapat berpengaruh terhadap mutu pelayanan atau integritas obat dan/atau bahan obat.
Harus tersedia prosedur keselamatan yang berkaitan dengan semua aspek yang
sesuai, misal keamanan personil dan sarana, perlindungan lingkungan dan integritas
obat dan/atau bahan obat.
Penanggung jawab memiliki tanggung jawab antara lain:
a) menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem manajemen
mutu;
b) fokus pada pengelolaan kegiatan yang menjadi kewenangannya serta menjaga
akurasi dan mutu dokumentasi;
c) menyusun dan/atau menyetujui program pelatihan dasar dan pelatihan lanjutan
mengenai CDOB untuk semua personil yang terkait dalam kegiatan distribusi;
d) mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan penarikan
obat dan/atau bahan obat;
e) memastikan bahwa keluhan pelanggan ditangani dengan efektif;
f) melakukan kualifikasi dan persetujuan terhadap pemasok dan pelanggan;
meluluskan obat dan/atau bahan obat kembalian untuk dikembalikan ke dalam
stok obat dan/atau bahan obat yang memenuhi syarat jual;
g) turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak dan penerima
kontrak yang menjelaskan mengenai tanggung jawab masing-masing pihak
yang berkaitan dengan distribusi dan/atau transportasi obat dan/atau bahan obat;
h) memastikan inspeksi diri dilakukan secara berkala sesuai program dan tersedia
tindakan perbaikan yang diperlukan;
i) mendelegasikan tugasnya kepada Apoteker/tenaga teknis kefarmasian yang
telah mendapatkan persetujuan dari instansi berwenang ketika sedang tidak
berada di tempat dalam jangka waktu tertentu dan menyimpan dokumen yang
terkait dengan setiap pendelegasian yang dilakukan;
j) turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk mengkarantina atau
memusnahkan obat dan/atau bahan obat kembalian, rusak, hasil penarikan
kembali atau diduga palsu;
k) memastikan pemenuhan persyaratan lain yang diwajibkan untuk obat dan/atau
bahan obat tertentu sesuai peraturan perundang-undangan.
Harus dipastikan tersedianya personil yang kompeten dalam jumlah yang memadai di
tiap kegiatan yang dilakukan di rantai distribusi, untuk memastikan bahwa mutu obat
dan atau bahan obat tetap terjaga, personil harus menjalankan prosedur kesehatan,
hygiene dan keselamatan (safety shoes, safety helmet, dan lainnya).
Di samping itu, pelatihan harus mencakup aspek identifikasi dan menghindari obat
dan atau bahan obat palsu memasuki rantai distribusi.Harus diberikan pelatihan
khusus kepada personil yang menangani obat dan atau bahan obat yang memerlukan
persyaratan penanganan yang lebih ketat seperti obat dan atau bahan obat berbahaya,
bahan radioaktif, narkotika, psikotropika, rentan untuk disalahgunakan, dan sensitif
terhadap suhu.Semua dokumentasi pelatihan harus disimpan, dan efektivitas pelatihan
harus dievaluasi secara berkala dan didokumentasikan.
2.3.4. Operasional
Semua tindakan yang dilakukan oleh fasilitas distribusi harus dapat memastikan
bahwa identitas obat dan/atau bahan obat tidak hilang dan distribusinya ditangani
sesuai dengan spesifikasi yang tercantum pada kemasan. Fasilitas distribusi harus
menggunakan semua perangkat dan cara yang tersedia untuk memastikan bahwa
sumber obat dan/atau bahan obat yang diterima berasal dari industri farmasi dan/atau
fasilitas distribusi lain yang mempunyai izin sesuai peraturan perundang-undangan
untuk meminimalkan risiko obat dan/atau bahan obat palsu memasuki rantai
distribusi resmi.
Fasilitas distribusi harus memperoleh pasokan obat dan/atau bahan obat dari pemasok
yang mempunyai izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jika obat
dan/atau bahan obat diperoleh dari fasilitas distribusi lain, maka fasilitas distribusi
wajib memastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai izin serta menerapkan prinsip
dan Pedoman CDOB. Jika obat dan/atau bahan obat diperoleh dari industri farmasi,
maka fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai izin
serta menerapkan prinsip dan Pedoman CPOB. Jika bahan obat diperoleh dari industri
non-farmasi yang memproduksi bahan obat dengan standar mutu farmasi, maka
fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai izin serta
menerapkan prinsip CPOB. Pengadaan obat dan/atau bahan obat harus dikendalikan
dengan prosedur tertulis dan rantai pasokan harus diidentifikasi serta
didokumentasikan. Harus dilakukan kualifikasi yang tepat sebelum pengadaan
dilaksanakan. Pemilihan pemasok, termasuk kualifikasi dan persetujuan
penunjukannya, merupakan hal operasional yang penting. Pemilihan pemasok harus
dikendalikan dengan prosedur tertulis dan hasilnya didokumentasikan serta diperiksa
ulang secara berkala. Harus tersedia prosedur tertulis yang mengatur kegiatan
administratif dan teknis terkait wewenang pengadaan dan pendistribusian, guna
memastikan bahwa obat hanya diperoleh dari pemasok yang memiliki izin dan
didistribusikan oleh fasilitas distribusi resmi. Sebelum memulai kerjasama dengan
pemasok baru, fasilitas distribusi harus melakukan pengkajian guna memastikan
calon pemasok tersebut sesuai, kompeten dan dapat dipercaya untuk memasok obat
dan/atau bahan obat. Dalam hal ini, pendekatan berbasis risiko harus dilakukan
dengan mempertimbangkan:
a) reputasi atau tingkat keandalan serta keabsahan operasionalnya
b) obat dan/atau bahan obat tertentu yang rawan terhadap pemalsuan
c) penawaran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar yang biasanya hanya
tersedia dalam jumlah terbatas
d) harga yang tidak wajar
Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat hanya
disalurkan kepada pihak yang berhak atau berwenang untuk menyerahkan obat ke
masyarakat. Bukti kualifikasi pelanggan harus didokumentasikan dengan baik.
Pemeriksaan dan pemeriksaan ulang secara berkala dapat mencakup tetapi tidak
terbatas pada permintaan salinan surat izin pelanggan. Fasilitas distribusi harus
memantau tiap transaksi yang dilakukan dan melakukan penyelidikan jika ditemukan
penyimpangan pola transaksi obat dan/atau bahan obat yang berisiko terhadap
penyalahgunaan, serta untuk memastikan kewajiban pelayanan distribusi obat
dan/atau bahan obat kepada masyarakat terpenuhi.
Proses penerimaan bertujuan untuk memastikan bahwa kiriman obat dan/atau bahan
obat yang diterima benar, berasal dari pemasok yang disetujui, tidak rusak atau tidak
mengalami perubahan selama transportasi. Obat dan/atau bahan obat tidak boleh
diterima jika kedaluwarsa, atau mendekati tanggal kedaluwarsa sehingga
kemungkinan besar obat dan/atau bahan obat telah kedaluwarsa sebelum digunakan
oleh konsumen. Obat dan/atau bahan obat yang memerlukan penyimpanan atau
tindakan pengamanan khusus, harus segera dipindahkan ke tempat penyimpanan yang
sesuai setelah dilakukan pemeriksaan. Nomor bets dan tanggal kedaluwarsa obat
dan/atau bahan obat harus dicatat pada saat penerimaan, untuk mempermudah
penelusuran. Jika ditemukan obat dan/atau bahan obat diduga palsu, bets tersebut
harus segera dipisahkan dan dilaporkan ke instansi berwenang, dan ke pemegang izin
edar. Pengiriman obat dan/atau bahan obat yang diterima dari sarana transportasi
harus diperiksa sebagai bentuk verifikasi terhadap keutuhan kontainer / sistem
penutup, fisik dan fitur kemasan serta label kemasan.
Penyimpanan dan penanganan obat dan/atau bahan obat harus mematuhi peraturan
perundang-undangan. Kondisi penyimpanan untuk obat dan/atau bahan obat harus
sesuai dengan rekomendasi dari industri farmasi atau non-farmasi yang memproduksi
bahan obat standar mutu farmasi. Volume pemesanan obat dan/atau bahan obat harus
memperhitungkan kapasitas sarana penyimpanan. Obat dan/atau bahan obat harus
disimpan terpisah dari produk selain obat dan/atau bahan obat dan terlindung dari
dampak yang tidak diinginkan akibat paparan cahaya matahari, suhu, kelembaban
atau faktor eksternal lain. Perhatian khusus harus diberikan untuk obat dan/atau bahan
obat yang membutuhkan kondisi penyimpanan khusus. Kontainer obat dan/atau
bahan obat yang diterima harus dibersihkan sebelum disimpan. Kegiatan yang terkait
dengan penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus memastikan terpenuhinya
kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan dan memungkinkan penyimpanan secara
teratur sesuai kategorinya; obat dan/atau bahan obat dalam status karantina,
diluluskan, ditolak, dikembalikan, ditarik atau diduga palsu. Harus diambil langkah-
langkah untuk memastikan rotasi stok sesuai dengan tanggal kedaluwarsa obat
dan/atau bahan obat mengikuti kaidah First Expired First Out (FEFO).
Obat dan/atau bahan obat harus ditangani dan disimpan sedemikian rupa untuk
mencegah tumpahan, kerusakan, kontaminasi dan campur-baur. Obat dan/atau bahan
obat tidak boleh langsung diletakkan di lantai. Obat dan/atau bahan obat yang
kedaluwarsa harus segera ditarik, dipisahkan secara fisik dan diblokir secara
elektronik. Penarikan secara fisik untuk obat dan/atau bahan obat kedaluwarsa harus
dilakukan secara berkala. Untuk menjaga akurasi persediaan stok, harus dilakukan
stock opname secara berkala berdasarkan pendekatan risiko. Perbedaan stok harus
diselidiki sesuai dengan prosedur tertulis yang ditentukan untuk memeriksa ada
tidaknya campur-baur, kesalahan keluar-masuk, pencurian, penyalahgunaan obat
dan/atau bahan obat. Dokumentasi yang berkaitan dengan penyelidikan harus
disimpan untuk jangka waktu yang telah ditentukan.
Pemusnahan dilaksanakan terhadap obat dan/atau bahan obat yang tidak memenuhi
syarat untuk didistribusikan. Obat dan/atau bahan obat yang akan dimusnahkan harus
diidentifikasi secara tepat, diberi label yang jelas, disimpan secara terpisah dan
terkunci serta ditangani sesuai dengan prosedur tertulis. Prosedur tertulis tersebut
harus memperhatikan dampak terhadap kesehatan, pencegahan pencemaran
lingkungan dan kebocoran/ penyimpangan obat dan/atau bahan obat kepada pihak
yang tidak berwenang. Proses pemusnahan obat dan/atau bahan obat termasuk
pelaporannya harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dokumentasi terkait pemusnahan obat dan/atau bahan obat termasuk laporannya
harus disimpan sesuai ketentuan
Pengiriman obat dan/atau bahan obat harus ditujukan kepada pelanggan yang
mempunyai izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Untuk penyaluran
obat dan/atau bahan obat ke orang / pihak yang berwenang atau berhak untuk
keperluan khusus, seperti penelitian, special access dan uji klinik, harus dilengkapi
dengan dokumen yang mencakup tanggal, nama obat dan/atau bahan obat, bentuk
sediaan, nomor bets, jumlah, nama dan alamat pemasok, nama dan alamat pemesan /
penerima. Proses pengiriman dan kondisi penyimpanan harus sesuai dengan
persyaratan obat dan/atau bahan obat dari industri farmasi. Dokumentasi harus
disimpan dan mampu tertelusur. Prosedur tertulis untuk pengiriman obat dan/atau
bahan obat harus tersedia. Prosedur tersebut harus mempertimbangkan sifat obat
dan/atau bahan obat serta tindakan pencegahan khusus. Dokumen untuk pengiriman
obat dan/atau bahan obat harus disiapkan dan harus mencakup sekurang-kurangnya
informasi berikut:
a) Tanggal pengiriman;
b) Nama lengkap, alamat (tanpa akronim), nomor telepon dan status dari penerima
(misalnya Apotek, rumah sakit atau klinik);
c) Deskripsi obat dan/atau bahan obat, misalnya nama, bentuk sediaan dan
kekuatan (jika perlu);
d) Nomor bets dan tanggal kadaluarsa
e) Kuantitas obat dan/atau bahan obat, yaitu jumlah kontainer dan kuantitas per
kontainer (jika perlu);
f) Nomor dokumen untuk identifikasi order pengiriman
g) Transportasi yang digunakan mencakup nama dan alamat perusahaan ekspedisi
serta tanda tangan dan nama jelas personil ekspedisi yang menerima (jika
menggunakan jasa ekspedisi) dan kondisi penyimpanan;
2.3.6. Keluhan Obat dan/atau Bahan Obat Kembalian, Diduga palsu dan
Penarikan kembali
1. Keluhan
Semua keluhan dan informasi lain tentang obat dan/atau bahan obat berpotensi
rusak harus dikumpulkan, dikaji dan diselidiki sesuai prosedur tertulis.
2. Obat dan/ atau Bahan Obat Kembalian
a) Penerimaan obat dan/atau bahan obat kembalian harus berdasarkan surat
pengiriman barang dari sarana yang mengembalikan.
b) Penerimaan obat dan/atau bahan obat kembalian sesuai dengan persyaratan
dari industri farmasi/fasilitas distribusi lain.
c) Obat dan/atau bahan obat kembalian harus disimpan terpisah serta diberi
label yang jelas sampai ada keputusan tindak lanjut.
d) Penilaian dan keputusan mengenai status obat dan/atau bahan obat harus
dilakukan oleh personil yang berwenang.
e) Obat dan/atau bahan obat yang akan dijual kembali harus melalui
persetujuan dari personil yang bertanggung jawab sesuai dengan
kewenangannya.
f) Obat dan/atau bahan obat yang memerlukan kondisi suhu penyimpanan
yang rendah tidak dapat dikembalikan.
3. Obat dan/ atau Bahan Obat yang diduga Palsu
a) Harus tersedia prosedur tertulis untuk penanganan dan penerimaan obat
dan/atau bahan obat diduga palsu.
b) Fasilitas distribusi harus segera melaporkan obat dan/atau bahan obat diduga
palsu kepada instansi berwenang, industri farmasi dan/atau pemegang izin
edar.
c) Setiap obat yang diduga palsu harus dikarantina dan diberi label yang jelas.
d) Obat dan/atau bahan obat yang diduga palsu penyalurannya harus
dihentikan.
e) Setelah pemastian obat dan/atau bahan obat tersebut diduga palsu, maka
harus segera ditindak lanjuti sesuai dengan instruksi dari instansi yang
berwenang.
f) Semua kegiatan harus terdokumentasi.
Semua kegiatan kontrak harus tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak
serta setiap kegiatan harus sesuai dengan persyaratan CDOB. Di dalam persyaratan
kontrak harus mencakup antara lain:
1. Penanganan kehilangan/kerusakan selama pengiriman dan dalam kondisi tidak
terduga.
2. Kewajiban penerima kontrak untuk mengembalikan obat dan atau bahan obat
jika terjadi kerusakan selama pengiriman dengan menyertakan berita acara
kerusakan.
3. Kehilangan selama pengiriman oleh penerima kontrak wajib melaporkan
kepada pihak kepolisian dan pemberi kontrak.
4. Pemberi kontrak berhak melakukan audit terhadap penerima kontrak setiap saat.
Dokumen kontrak harus dapat ditunjukkan kepada petugas yang berwenang pada saat
pemeriksaan.
2.3.9. Dokumentasi
Dokumentasi yang baik merupakan bagian penting dari sistem manajemen mutu.
Dokumentasi tertulis harus jelas untuk mencegah kesalahan dari komunikasi lisan dan
untuk memudahkan penelusuran, antara lain sejarah bets, instruksi, prosedur.
Dokumentasi merupakan dokumen tertulis terkait dengan distribusi (pengadaan,
penyimpanan, penyaluran dan pelaporan), prosedur tertulis dan dokumen lain yang
terkait dengan pemastian mutu.
Dokumentasi terdiri dari semua prosedur tertulis, petunjuk, kontrak, catatan dan data,
dalam bentuk kertas maupun elektronik. Dokumentasi yang jelas dan rinci merupakan
dasar untuk memastikan bahwa setiap personil melaksanakan kegiatan, sesuai uraian
tugas sehingga memperkecil risiko kesalahan. Dokumentasi harus komprehensif
mencakup ruang lingkup kegiatan fasilitas distribusi dan ditulis dalam bahasa yang
jelas, dimengerti oleh personil dan tidak berarti ganda. Prosedur tertulis harus
disetujui, ditandatangani dan diberi tanggal oleh personil yang berwenang. Prosedur
tertulis tidak ditulis tangan dan harus tercetak. Setiap perubahan yang dibuat dalam
dokumentasi harus ditandatangani, diberi tanggal dan memungkinkan pembacaan
informasi yang asli. Jika diperlukan, alasan perubahan harus dicatat. Dokumen harus
disimpan selama minimal 3 tahun. Seluruh dokumentasi harus tersedia sebagaimana
mestinya. Semua dokumentasi harus mudah didapat kembali, disimpan dan dipelihara
pada tempat yang aman untuk mencegah dari perubahan yang tidak sah, kerusakan
dan/atau kehilangan dokumen. Dokumen harus dikaji ulang secara berkala dan dijaga
agar selalu up to date. Jika suatu dokumen direvisi, harus dijalankan suatu sistem
untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku. Dokumentasi
permanen, tertulis atau elektronik, untuk setiap obat dan/atau bahan obat yang
disimpan harus menunjukkan kondisi penyimpanan yang direkomendasikan, tindakan
pencegahan dan tanggal uji ulang khusus untuk bahan obat (jika ada) harus
diperhatikan. Persyaratan farmakope dan peraturan nasional terkini tentang label dan
wadah harus dipatuhi. Dokumentasi distribusi harus mencakup informasi berikut:
tanggal, nama obat dan/atau bahan obat; nomor bets; tanggal kedaluwarsa; jumlah
yang diterima / disalurkan; nama dan alamat pemasok / pelanggan. Dokumentasi
harus dibuat pada saat kegiatan berlangsung, sehingga mudah untuk ditelusuri.
Secara umum peran apoteker dalam fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan
farmasi adalah menjamin produk sampai ke tangan konsumen pengguna dengan
keamanan, khasiat, dan mutu yang sesuai dengan persyaratan, mengontrol legalitas
penyaluran obat (recheck kebenaran surat pesanan apotek dan apoteker penanggung
jawab, mengontrol penyimpanan obat sesuai peraturan dan mengontrol jika terdapat
produk retur dan penarikan obat.
2. Tahun 1999
Indofarma (Persero), Tbk memperluas jaringan distribusi secara nasional di 22
cabang.
3. Tahun 2000
Indofarma (Persero), Tbk melakukan restrukturisasi unit distribusi menjadi anak
perusahaan dengan nama PT. Indofarma Global Medika (PT.IGM), termasuk 22
cabangnya. Bisnis utama PT. IGM ialah sebagai distributor dari produk-produk PT.
Indofarma (Persero), Tbk dan perdagangan alat kesehatan.
4. Tahun 2006
Akhir tahun 2006 PT. IGM mempunyai 28 cabang di Indonesia.
5. Tahun 2007
Awal tahun 2007, PT. IGM melakukan reorganisasi menjadi divisi perdagangan
dan distribusi dengan jumlah cabang yang totalnya bertambah menjadi 30 cabang.
6. Tahun 2008
Cakupan layanan di 30 cabang PT. IGM tersebut telah menerapkan sistem
informasi berbasis ERP Azecsoft yang bersifat online dan terintegrasi di seluruh
cabang dalam mengembangkan bisnis alat kesehatan.
8. Tahun 2013-2017
Cakupan layanan bertambah menjadi 34 cabang
PT. IGM Menjadi salah satu distributor dalam Program E-Katalog and E-
Purchasing Pemerintah
9. Tahun 2018
Pengaplikasian System Analysis and Program Development (SAP)
Pengaplikasian Tag Line baru perusahaan “Si Jempol”
Menyiapkan dan memproses Sertifikasi Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)
dan Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB). Beberapa cabang (25
Cabang) telah mendapatkan Sertifikat CDOB
3.4 Jenis Produk pada PT. Indofarma Global Medika Cabang Bandung
PT. Indofarma Global Medika memiliki dua jenis kategori produk yang
didistribusikan,
antara lain :
a. Produk Reguler
Produk reguler meliputi : obat-obatan yang kebanyakan adalah obat generik yang
diambil dari PT. Indofarma sebesar 70% dan sisanya diambil dari perusahaan seperti
Ikhapharmindo, Sampharindo, Mersi Farma, Graha Farma, selain obat-obatan ada
juga produk cairan infus yang didapat dari Otsuka, dan Widatra. Dalam memasarkan
produknya PT. IGM menargetkan pangsa pasarnya antara lain : rumah sakit, klinik,
apotek, toko obat yang berada diwilayah Bandung. Beberapa kriteria tentang produk
regular adalah sebagai berikut.
1. Harga sewaktu-waktu bisa berubah
2. Barang bisa diretur ketika akan mendekati tanggal kadaluarsa
b. Produk Tender
Produk tender adalah produk hasil penjualan lelang. Dalam memasarkan produk
tender PT. IGM sepenuhnya menggunakan sistem dengan internet misalnya produk e-
katalog. Kriteria produk atau penjualan secara tender adalah
1. Harga tidak boleh berubah
2. Pembayaran diperoleh setelah seluruh barang diterima 100% oleh panitia dan tidak
melebihi batas waktu pengiriman sesuai kontrak
3. Ada sanksi berupa denda bagi PBF yang tidak mengirim barang tepat waktu
Kepala Cabang
Asep Supriatna, SE., MM
Pengantar Barang
Yosep
Administrasi Umum
Juwita
Seluruh karyawan yang ikut serta secara langsung dalam kegiatan pendistribusian obat
telah dilatih mengenai kegiatan CDOB dan dimotivasi untuk mendukung standar CDOB
oleh apoteker penanggung jawab. Agar semua personil yang terlibat di PT. Indofarma
Global Medika kompeten, maka diikutkan pada pelatihan-pelatihan, baik yang diadakan
diluar PT. Indofarma Global Medika maupun yang diadakan secara khusus oleh PT.
Indofarma Global Medika sehingga tiap kegiatan yang dilakukan di rantai distribusi tetap
menjamin mutu obat dan/atau bahan obat tetap terjaga. Misalnya APJ PT. Indofarma
Global Medika diikutsertakan pada seminar mengenai CDOB, kemudian APJ tersebut
mengadakan pelatihan untuk personel gudang sesuai dengan yang Ia peroleh ketika
seminar. Semua dokumentasi pelatihan disimpan, serta efektivitas pelatihan dievaluasi
secara berkala.
Evaluasi kerja tiap personil dilakukan setiap setahun sekali oleh bagian Supervisor
Administrasi dan Kepala Cabang dengan mengisi lembar penilaian khusus.
Gudang tempat penyimpanan sediaan farmasi di PBF Indofarma Global Medika sudah
memiliki penerangan yang cukup sehingga memudahkan proses penerimaan sampai
dengan penyaluran, tidak terkena sinar matahari secara langsung sehingga dapat
melindungi produk dari penurunan kualitas dan mutunya, lantai gudang dibuat lebih tinggi
atau di tinggikan dari permukaan tanah untuk menghindari banjir, tidak lembab, bebas dari
hewan pengerat, dan dilengkapi dengan alat pengatur suhu serta pengontrol suhu. Gudang
juga dilengkapi rak, palet dan garis yang terpisah untuk memisahkan penyimpanan obat
dengan golongan yang berbeda. Selain itu di gudang terdapat alat pengontrol suhu CCP
secara otomatis yang bisa mengukur suhu penyimpanan, suhu ruang dan kelembaban yang
akan terekam secara otomatis tiap 5 menit. Dengan penerapan sistem informasi yang
terintegrasi dengan baik akan mendukung kelancaran pengiriman barang serta komunikasi
yang terjalin dengan baik. PBF Indofarma Global Medika juga sudah menggunakan sistem
komputerisasi dalam beberapara kegiatan operasionalnya, misalnya ketersediaan stok
barang di gudang beserta tanggal kadaluwarsa dan no. batchnya, dapat terlihat secara
otomatis di komputer sehingga dapat memudahkan maintenance stok ketika ada pesanan.
Pemeliharaan kebersihan ruangan baik di gudang ataupun kantor dilakukan secara berkala
sesuai dengan SOP. Frekuensi pembersihan bisa dilakukan setiap hari, 1 minggu sekali
dan 1 bulan sekali. Pembersihan ruangan yang dilakukan setiap hari meliputi pembersihan
lantai, meja dan kursi, jendela dan pintu, rak/lemari file dan keranjang sampah.
Pembersihan 1 minggu sekali meliputi pembersihan dinding dan kaca serta langit-langit
ruangan sementara untuk pembersihan ruangan yang sebulan sekali meliputi pembersihan
AC/Blower/kipas angin/lampu. Bila terjadi kerusakan fasilitas maka petugas gudang dapat
melaporkan jenis kerusakan ke bagian Supervisor Administrasi cabang kemudian akan
dianalasi kerusakannya lalu mengajukan perbaikan/pergantian.
3.9.2 Pengadaan
Proses penyediaan obat yang dibutuhkan di PBF dan diperoleh dari PBF
pusat dan Principale. Tujuannya untuk memperoleh obat/alkes yang dibutuhkan
dengan harga layak, mutu terjamin dan proses pengiriman berjalan baik dan tepat
waktu.
Alur Pengadaan sediaan farmasi di PBF Indofarma Global Medika dapat
dijelaskan sebagai berikut.
1) PBF Cabang Distributor membuat surat pesanan ke kantor pusat atau yang
disebut Purchase Requesition (PR) berdasarkan Kertas Kerja yang dibuat
kemudian ditandatangani oleh APJ. PR berisi nama PBF, tanggal pesanan,
nama obat, jumlah obat, kemasan, nama pabrik, dan tanda tangan APJ.
2) Kantor pusat akan menerima PR dari cabang dan terlebih dahulu melihat dan
mengevaluasi stok obat di tiap cabang terlebih dahulu. Jika obat yang dipesan
oleh PBF stoknya ada di cabang lain maka kantor pusat akan menerbitkan
dokumen RPL ke cabang terdekat dab cabang terdekat akan mengirimkan
barang ke PBF Cabang pemesan.
3) Jika di kantor pusat tidak ada stok barang yang dipesan, maka kantor pusat
akan memesan ke pabrik Indofarma atau non – Indofarma dengan
melampirkan Purchase Order (PO) yang ditandatangani apoteker penanggung
jawab. Kemudian dari pabrik akan mengirimkan barang langsung ke PBF
cabang yang memesan dengan melampirkan faktur penjuakan atau barang
dapat dikirim terlebih dahulu ke kantor pusat baru setelah itu kantor pusat
akan mengirimkan ke PBF cabang yang memesan dengan melampirkan SPB
(Surat Pengantar Barang) .
3.9.3 Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi,
jumlah, mutu, yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik
yang diterima. Prosedur penerimaan perbekalan farmasi di PBF Indofarma;
1) Barang datang dari pabrik dengan membawa Surat Pengantar Barang
2) Apoteker memeriksa kesesuaian fisik barang dengan SPB dan PO yang
mencakup nama pabrik, nama barang, kemasan, jumlah, kekuatan sediaan,
no.batch, tanggal expired. Apoteker juga melakukanverifikasi keutuhan
wadah/ box, fisik dan fitur kemasan dan label kemasan.
3) Setelah sesuai SPB di print lagi menjadi GR (Good Receipt) sebagai bentuk
ceklist penerimaan barang yang ditandatangani kepala gudang dan Apoteker
4) Setelah sesuai dan apoteker menandatangani GR, input stock obat datang ke
dalam sistem dan input juga lokasi penyimpanan obat tersebut secara virtual.
Lokasi penyimpanan virtual secara komputerisasi dibagi menjadi beberapa
kode yaitu,
A : Gudang Normal/Reguler
B : Konsinyasi
C : ED
F : Trading/tender
I/G/H : E-katalog
P : Penyisihan
5) Selain diinput secara system, pencatatan pemasukan barang juga dilakukan di
kartu stok barang. Faktur/ surat jalan dan bukti ekspedisi disatukan, dan
diarsipkan.
6) Jika pada saat penerimaan barang terdapat barang yang rusak/ pecah, maka
harus segera dilaporkan dan dicatat pada faktur/ surat jalan.
3.9.4 Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara
menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman
dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. Sistem
penyimpanan obat di gudang menggunakan sistem First Expired First Out (FEFO);
obat-obat yang tanggal kadaluarsanya lebih dekat dijual atau didistribusikan
terlebih dahulu, penempatan pada rak-rak yang telah dikelompokkan berdasarkan
sumber prinsipal. Sistem pengeluaran dan pemasukan stok obat semua dicatat di
kartu stok. Ada beberapa kategori penyimpanan obat di gudang yaitu:
1. Gudang koli; gudang utama untuk menyimpan obat yang masih dalam dus dan
dalam jumlah yang besar dan tempat penyimpanan infus.
2. Gudang ritel/receh; tempat menyimpan obat obat OTC, sirup, tablet, salep,
injeksi yang jumlahnya tidak sebanyak di gudang umum/koli seperti obat-obat
captopril, ibuprofen sirup, biovision tablet.
3. Gudang Psikotropik; Tempat penyimpanan psikotropik Farmasi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Kunci pintu dan kunci lemari
psikotropik sepenuhnya dipegang dan menjadi tanggungjawab apoteker.
4. Gudang OOT (Obat-Obat Tertentu) ; Tempat penyimpanan OOT dan obat lain
dipisahkan, paletnya juga dipisahkan dari palet obat lain dan terdapat garis
pembata.
5. Gudang Obat Mengandung Prekursor (OMP); Prekursor adalah bahan obat/
bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan narkotik dan psikotropik.
Palet yang digunakan juga dipisahkan dari palet obat lain dan terdapat garis
pembatas.
6. Gudang CCP (Cold Chain Product); Penyimpanan produk rantai dingin yang
dikontrol secara berkala suhu penyimpanannya. Contohnya : Vaksin Hepatitis
B recombinan,vaksin BCG, serum biosave. Suhu ruang rata-rata 2-8 derajat
celcius.
7. Gudang Khusus ; Penyimpanan produk yang memiliki suhu penyimpanan
khusus. Contohnya : ranitidin tablet, amoksisilin sirup. Suhu ruang rata-rata 15-
25
8. Gudang Recall dan gudang ED; Penyimpanan produk kembalian, ED, atau
rusak yang siap dimusnahkan.
9. Ruang Retur; Ruang yang digunakan untuk menyimpan produk kembalian dan
tempat untuk verifikasi dokumen produk kembalian
10. Ruang Karantina; ruangan yang digunakan untuk produk yang belum jelas
statusnya.
3.9.4 Pendistribusian
PBF disebutkan sebagai “peratara” antara pabrik dengan fasyankes seperti apotek,
RS, Klinik, Toko obat, Puskesmas yang telah memiliki izin untuk menyalurkan
sediaan farmasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Alur
pendistribusian di PBF meliputi
1. PBF menerima surat pesanan dari outlet melaluis salesman ataupun telp/fax
(Apotek, RS, Klinik, Puskesmas)
2. APJ melakukan screening terhadap SP dari sarana dengan mmperhatikan hal-hal
berikut :
a) Periksa kebenaran SP meliputi :
Keaslian SP.
Nama dan alamat penanggung jawab sarana pemesan.
Nama obat, bentuk sediaan, kekuatan/potensi, jumlah dalam bentuk
angka dan huruf.
Nomor dan tanggal SP.
Nama, alamat, dan izin sarana pemesan.
b) Periksa keabsahan SP meliputi :
Tandatangan dan nama jelas penanggung jawab.
No SIKA penanggung jawab.
Stempel fasilitas distribusi/sarana pelayanan kefarmasian.
c) Kewajaran jumlah dan frekuensi pemesanan dari pemesan.
3. Surat Pesanan yang sudah di screening diinput oleh bagian fakturis (Administrasi)
menjadi SOA (Sales Order Acknolegement) yang diverifikasi oleh APJ
4. SOA kemuadian di print lagi menjadi Picking list yang berisi nama barang,
jumlah, kemasan, No.Batch, Exp.date sebagai dokumen yang digunakan untuk
tahap penyiapan barang.
5. Petugas gudang menyiapkan barang yang sesuai dengan Picking list dan tanda
tangan “penyedia” pada lembar picking list dan. Barang yang dikeluarkan secara
FEFO dan ditulis di kartu stok kemudian di paraf penyedia.
6. Barang yang sudah disiapkan kemudian di kemas dengan melampirkan dokumen
Packing List yang akan ditanda tangani petugas gudang dan pengirim barang
sebagai tanda barang siap dikirim. Setelah sesuai pemeriksaan, ttd pemeriksa dan
isi jam pengantar barang kemudian dokumen diserahkan ke Adm untuk dicetak
faktur penjualan dan di tandatangani oleh APJ dan Kepala cabang.
7. Barang dikirim oleh pengirim barang dengan melampirkan faktur penjualan.
Untuk Surat pesanan untuk OOT, Presursor dan Psikotropik disesuaikan dengan
peraturan perundang-undangan dan untuk penyaluran produk rantai dingin (CCP)
dikemas dalam icebox agar suhu terjaga selama proses pengiriman.
3.9.5 Transportasi
Saat mendapat surat perintah penarikan produk dari pimpinan pusat dan data
distribusi produk recall, maka APJ/PJT cabang akan segera melakukan:
b. Laporan e-Report
Laporan e-report yaitu laporan yang berisikan data logistik obat yang mencakup
pengeluaran dan pemasukan produk ethical selama 3 bulan. Pelaporan ini
dilakukan setiap 3 bulan sekali kepada Kementrian Kesehatan. Prosedur sistem e-
report yaitu buka website Kementerian Kesehatan, pilih e-report masukan nomor
dan password, kemudian data diimport.
Database pelanggan dapat digunakan sebagai salah satu penunjuk arah penjualan
agar produk dapat memasuki pasar yang tepat. Aktivitas penjualan akan berjalan
secara cepat dan efisien jika tenaga penjual telah dilengkapi dengan database
pelanggan yang prospektif dan menjadi target pendistribusian.Penentuan data base
pelanggan bisa dilakukan dengan melihat potensi Fasyankes yang telah memiliki izin
dalam populasi dan melihat banyaknya fasyankes yang sudah terdaftar di PBF.
Populasi merupakan banyaknya fasilitas penjualan obat pada suatu daerah. Contoh :
10rb fasilitas penjual obat (Bandung dan sekitarnya). Setelah mendapatkan data base
berupa outlet/fasyankes yang sudah dilayani, maka dilakukan klasifikasi pelanggan
untuk menentukan administrasi, menganalisa rata-rata penjualan di masing masing
outlet. Kemudian dilakukan mapping area untuk menentukan dan mengelola berapa
tenaga salesman yang dibutuhkan untuk masing masing area. Setelah semua terdata,
maka dibuat kesepakatan antara kedua belah pihak dari pihak PBF dan fasyankes
yang disebut sebagai Service Level Aggrement (SLA) terkait lead time, metode
pembayaran dan jadwal pengiriman barang di dalam dan luar kota.
Pengarsipan dokumen penyaluran di PBF Indofarma Global Medika juga merujuk pada
pedoman CDOB. Kegiatan pendokumentasian penyaluran yang dilakukan yaitu;
1. Memisahkan faktur penjualan per bulan dengan cara mengurutkan nomor DO dari
yang terendah sampai tertinggi.
2. Memisahkan faktur penjualan masing masing golongan obat
3. Menyatukan surat pesanan pelanggan yang sudah di cap dan di tandatangan oleh
apoteker dengan faktur penjualan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di PBF PT.
Indofarma Global Medika Cabang Bandung, dapat disimpukan bahwa:
1. Peran dan tugas Apoteker Penanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya di PBF
PT. Indofarma Global Medika Cabang Bandung adalah melaksanakan dan
mengawasi kegiatan pengelolaan obat dan alat kesehatan sebagai komoditi utama yang
disalurkan oleh PBF ini serta melakukan evaluasi mutu obat dan proses pelaksanaan
ditribusi.
2. Penerapan aspek manajemen pengelolaan obat dan alat kesehatan di PBF PT.
Indofarma Global Medika telah didukung oleh system aplikasi yang terintegrasi
keseluruh perangkat computer yang ada di kantor PBF, sehingga dapat
meningkatkan aktifitas dan efisiensi operasional PBF.
3. Praktek Kerja Profesi Apoteker yang dilakukan di PBF dapat merasakan suasana
kerja sebagai tenaga farmasi yang professional di bidang distribusi farmasi, dan dapat
mengetahui gambaran nyata tentang penerapan prinsip CDOB di PT. Indofarma
Global Medika yang meliputi proses perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, penyaluran perbekalan farmasi baik obat reguler, obat golongan
prekusor, obat golongan psikotropika dan OOT.
5.2 Saran
Ada beberapa saran yang dapat dijadikan pertimbangan untuk perkembangan PT.
Indofarma Global Medika Cabang Bandung, yaitu:
1. Penyimpanan obat di gudang ritel maupun gudang koli sebaiknya dipisahkan
berdasarkan sediaan. Misalkan tempat untuk penyimpanan sirup dan injeksi sebaiknya
dipisahkan dan diberi jarak.
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 9 Tahun 2019. Tentang Pedoman
teknis cara distribusi obat yang baik. Jakarta
Badan POM RI. 2015. Petunjuk Pelaksanaan Cara Distribusi Obat Yang Baik
LAMPIRAN
Ruang Retur
Ruang Karantina
Lampiran 4 Dokumentasi Pengadaan
Lampiran 5
Dokumen
Penerimaan
Barang
Surat
Pengantar
Barang
(SPB)
Good Receipt (Tanda Terima Barang)
Lampiran 6 Dokumen Pendistribusian
Faktur Penjualan
Lampiran 6 Form Retur Barang dagangan dari outlet
Lampiran 7 Lembar Inspeksi Diri
Lampiran 8 Lembar Dokumentasi Pelatihan Karyawan