Anda di halaman 1dari 76

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyelenggaraan upaya kesehatan secara menyeluruh merupakan faktor penting yang
menandakan suatu keberhasilan tercapainya derajat kesehatan yang baik di
masyrakat. Dalam upaya mewujudkan masyarakat yang sehat salah satunya
dibutuhkan penyediaan obat berkualitas. Obat yang beredar perlu dijamin kualitasnya
agar tetap sesuai dengan desain pada saat digunakan oleh pasien. Begitu pentingnya
obat dalam hidup manusia sehingga dalam pembuatannya obat harus memenuhi
kriteria : efficacy, safety, dan quality. Kriteria tersebut harus terpenuhi mulai dari
pembuatan, pendistribusian hingga penyerahan obat ke tangan konsumen harus
diperhatikan kualitas obat agar tetap terjaga sampai pada akhirnya obat tersebut
dikonsumsi oleh pasien.

Penjaminan mutu obat tidak terlepas dari peran serta tenaga farmasi salah satunya
adalah Apoteker. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 Tahun 2009,
Pekerjaan kefarmasian merupakan pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran
obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat,
serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Dalam peraturan tersebut
dijelaskan bahwa Apoteker sebagai salah satu tenaga kefarmasian tidak hanya
berperan dalam produksi atau pelayanan obat saja, tetapi Apoteker juga berperan
dalam proses pendistribusian atau penyaluran obat Proses pendistribusian sediaan
farmasi menggunakan jasa distributor atau disebut juga Pedagang Besar Farmasi
(PBF).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 Tahun 2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi, yang
dimaksud Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan berbentuk badan hukum
yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan atau bahan
obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan perundang - undangan. PBF merupakan
sarana distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan yang betanggung jawab dalam
menjamin ketersediaan sediaan farmasi (obat, bahan obat, obat tradisional, kosmetik)
dan alat kesehatan, selain itu bertanggung jawab dalam menjaga mutu, keamanan dan
khasiat dari produk yang didistribusikan sampai ke tangan konsumen.

Untuk menjamin obat yang disalurkan Pedagang Besar Farmasi sesuai dengan
spesifikasinya, aman dan berkualitas, pemerintah mengeluarkan persyaratan dan
ketentuan yang menjadi pedoman bagi setiap PBF dalam menerapkan Cara Distribusi
Obat yang Baik (CDOB) berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Nomor 9 Tahun 2019 tentang Penerapan Pedoman Cara Distribusi Obat
yang Baik. Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) merupakan ketentuan dan
standar yang harus dijalankan oleh setiap pelaku bisnis distribusi farmasi. Aturan
tersebut bersifat mutlak dan akan ada sanksi apabila tidak dijalankan. Sumber daya
manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu
dalam pendistribusian obat oleh Pedagang Besar Farmasi. Oleh sebab itu, Pedagang
Besar Farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi
dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan tugasnya. Dalam pelaksanaanya
semua proses distribusi dan pelaksanaan CDOB diawasi langsung oleh Apoteker
Penanggug Jawab setiap PBF.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka Program Pendidikan Profesi Apoteker


Universitas Bhakti Kencana bekerja sama dengan PT. Indofarma Global Medika
untuk memberikan kesempatan kepada calon Apoteker dalam melaksanakan Praktik
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) agar calon Apoteker dapat menjadi Apoteker yang
dapat menjalankan tugasnya secara professional terutama dalam bidang distribusi
farmasi dimasa yang akan datang. Pelaksanaan praktik kerja berlangsung dari tanggal
3 hingga 15 Agustus 2020.

1.2 Tujuan PKPA


Tujuan dari diadakannya Praktik Kerja Profesi Apoteker di PBF PT. Indofarma
Global Medika yaitu untuk :
1. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi, posisi dan
tanggung jawab apoteker dalam pelayanan kefarmasian di bidang distribusi
farmasi (PBF).
2. Membekali calon Apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan,
dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di bidang
distribusi farmasi (PBF)
3. Mahasiswa Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) mampu mempelajari Cara
Distribusi Obat yang Baik (CDOB) di PBF dan mempunyai gambaran nyata
terkait pemecahan masalah yang terjadi di PBF

1.3 Waktu dan Tempat PKPA


Tempat pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Pedagang Besar Farmasi
(PBF) PT. Indofarma Global Medika yang terletak di Jalan Cibolerang No.40,
Bandung 40224 dan dilaksanakan pada tanggal 3-15 Agustus 2020. Jam praktek
dimulai dari jam 09.00-14.30 WIB.
BAB II
TINJAUAN UMUM PEDAGANG BESAR FARMASI (PBF)

2.1 Pengertian Pedagang Besar Farmasi


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
1148/MENKES/PER/VI/2011 Tahun 2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF),
menyebutkan bahwa Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan
hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau
bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. PBF
Cabang adalah cabang PBF yang telah memiliki pengakuan untuk melakukan
pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam proses pelaksanaannya, Pedagang Besar Farmasi harus memiliki seorang


Apoteker sebagai penangggung jawab dan dapat dibantu oleh Apoteker pendamping
dan atau tenaga teknis kefarmasian. Dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian di
fasilitas distribusi, apoteker melaksanakannya berdasarkan ketentuan Cara Distribusi
Obat yang Baik yang ditetapkan oleh Menteri dan menerapkan Standar Prosedur
Operasional yang dibuat secara tertulis dan diperbaharui secara terus menerus sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi dan sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan.

2.2 Penyelenggaraan dan Tata Cara Perizinan PBF


2.2.1. Tugas dan Fungsi PBF
Tugas PBF
1. Tempat menyediakan dan menyimpan alat kesehatan, bahan obat, obat, obat
tradisional dan kosmetik.
2. Sebagai sarana yang mendistribusikan perbekalan farmasi ke sarana pelayanan
kesehatan masyarakat yang meliputi : apotek, rumah sakit, puskesmas, klinik
dan toko obat berizin.
3. Membuat laporan dengan lengkap setiap pengadaan, penyimpanan, penyaluran,
sehingga dapat dipertanggungjawabkan setiap dilakukan pemeriksaan.

Fungsi PBF
1. Sebagai sarana distribusi farmasi bagi industri-industri farmasi
2. Sebagai saluran distribusi obat-obatan yang bekerja aktif ke seluruh tanah air
secara merata dan teratur guna mempermudah pelayanan kesehatan
3. Untuk membantu pemerintah dalam mencapai tingkat kesempurnaan
penyediaan obat - obatan untuk pelayanan kesehatan
4. Sebagai aset atau kekayaan nasional dan lapangan kerja

2.2.2. Persyaratan Mendirikan PBF


Persyaratan dalam pendirian PBF menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 30 Tahun 2017, pasal 2 ayat (1) adalah sebagai berikut :
1. Setiap pendirian PBF wajib memiliki izin dari Direktur Jenderal pada
Kementrian Kesehatan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
pengawasan obat dan alat kesehatan.
2. Setiap PBF dapat mendirikan PBF Cabang.
3. Setiap pendirian PBF Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib
memperoleh pengakuan dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi di wilayah PBF
Cabang berada.
4. NIB (Nomor Induk Berusaha)
5. Sertifikat CDOB

Untuk memperoleh izin mendirikan PBF menurut Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia No. 34 Tahun 2014 tentang Pedagang Besar Farmasi, pasal 4 ayat
(1) menyebutkan bahwa pemohon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi
2. Memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP)
3. Memiliki secara tetap apoteker warga negara indonesia sebagai penanggung
jawab
4. Komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat, baik
langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan
di bidang farmasi dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir
5. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan
pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat serta dapat menjamin kelancaran
pelaksanaan tugas dan fungsi PBF
6. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang
dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan; dan
7. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai
CDOB.

2.2.3. Pemberian Izin PBF


Pemberian izin kepada PBF diberikan apabila persyaratan administrasi telah
memenuhi syarat seperti yang tertera pada Bab 2.2.2. kemudian telah di supervisi
oleh petugas, seperti dari BPOM dan Dinkes Provinsi. Tugas BPOM terkait teknis di
lapangan, gudang dan luasnya, peralatan yang dimiliki serta SDM yang kompeten.
Sedangkan, Dinkes Provinsi memeriksa legalitas PBF seperti adanya SIPA, Akta
Notaris dan rekomendasi dari BPPOM.

Semua persyaratan tersebut diajukan secara Online melalui sistem OSS. Hal tersebut
dilakukan untuk memangkas birokrasi, mengurangi petugas bertemu dengan pelaku
usaha. Bila semua persyaratan telah memenuhi syarat kelengkapan, maka izin akan
diterbitkan oleh Dirjen Yanfar.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011


tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF), pasal 3 menyatakan bahwa izin PBF berlaku
5 tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan. Pada pasal 11. Izin
PBF dinyatakan tidak berlaku, apabila:
a. Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang.
b. Dikenai sanksi berupa penghentian sementara kegiatan, atau,
c. Izin PBF dicabut.

Izin usaha Pedagang Besar Farmasi dapat dicabut apabila:


a. Tidak memperkerjakan Apoteker atau Asisten Apoteker penanggung jawab yang
memiliki Surat Izin Kerja.
b. Tidak aktif dalam penyaluran obat selama 1 (satu) tahun.
c. Tidak lagi memenuhi persyaratan usaha sebagaimana yang ditetapkan dalam
peraturan.
d. Tidak lagi menyampaikan informasi pedagang besar farmasi tiga kali berturut-
turut.
e. Tidak memenuhi ketentuan Tata Cara Penyaluran Perbekalan Farmasi.

2.2.4. Penyelenggaraan PBF


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 dan
perubahannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 30 Tahun 2017
tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF). Pasal 13 menyatakan bahwa Pedagang
Besar Farmasi (PBF) memiliki izin untuk menyelenggarakan kegiataan antara lain:
1. PBF dan PBF Cabang hanya dapat mengadakan, menyimpan dan menyalurkan
obat dan/atau bahan obat yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan
oleh Menteri.
2. PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri farmasi dan/atau
sesama PBF.
3. PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan bahan obat dari industri farmasi,
sesama PBF dan/atau melalui importasi.
4. Pengadaan bahan obat melalui importasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. PBF Cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dan/atau bahan obat
dari PBF pusat atau PBF Cabang lain yang ditunjuk oleh PBF pusatnya.
6. PBF dan PBF Cabang dalam melaksanakan pengadaan obat atau bahan obat
harus berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker penanggung
jawab dengan mencantumkan nomor SIPA.

2.2.5. Pemberian Pengakuan Sebagai PBF Cabang


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 34 Tahun 2014
tentang perubahan atas peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF), Pasal 9
mengenai persyaratan memperoleh pengakuan sebagai PBF Cabang :
a. Untuk memperoleh pengakuan sebagai PBF Cabang, pemohon harus
mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan
tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Balai POM, dan Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
b. Permohonan harus ditandatangani oleh kepala PBF Cabang dan apoteker calon
penanggung jawab PBF Cabang disertai dengan kelengkapan administratif
sebagai berikut:
a) Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas kepala PBF Cabang;
b) Fotokopi izin PBF yang dilegalisasi oleh Direktur Jenderal;
c) Surat penunjuka sebagai kepala PBF Cabang;
d) Pernyataan kepala PBF Cabang tidak pernah terlibat pelanggaran
peraturan perundang-undangan di bidang farmasi kurun waktu 2 (dua)
tahun terakhir;
e) Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker calon penanggung
jawab;
f) Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang;
g) Peta lokasi dan denah bangunan; dan
h) Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker calon penanggung jawab.
2.2.6. Penyaluran Perbekalan Farmasi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF) pada pasal 17
yaitu :

1. Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menjual obat atau bahan obat secara
eceran.
2. Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menerima dan/atau melayani resep
dokter.

Dalam penyaluran perbekalan farmasi di PBF ataupun PBF cabang pada pasal 18
memiliki syarat-syarat sebagai berikut :
1. PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF atau PBF
Cabang lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. Fasilitas pelayanan kefarmasian yang dimaksud meliputi: Apotek, Instalasi
Farmasi Rumah Sakit, puskesmas, klinik, atau toko obat.
3. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) PBF dan PBF
cabang tidak dapat menyalurkan obat keras kepada toko obat.
4. Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, PBF dan PBF cabang dapat
menyalurkan obat dan bahan obat kepada instansi pemerintah yang dilakukan
sesuai dengan ketentuan perundang- undangan.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 30 Tahun 2017


tentang perubahan atas peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF), pasal 19 dan
20 tentang penyaluran:
1. PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat dan/atau bahan obat di daerah
provinsi sesuai dengan surat pengakuannya.
2. Dikecualikan dari ketentuan, PBF Cabang dapat menyalurkan obat dan/atau
bahan obat di daerah provinsi terdekat untuk dan atas nama PBF pusat yang
dibuktikan dengan Surat Penugasan/Penunjukan.
3. Setiap Surat Penugasan/Penunjukkan, berlaku hanya untuk 1 (satu) daerah
provinsi terdekat yang dituju dengan jangka waktu selama 1 (satu) bulan.
4. PBF Cabang yang menyalurkan obat dan/atau bahan obat di daerah provinsi
terdekat, menyampaikan pemberitahuan atas Surat Penugasan/Penunjukan
secara tertulis kepada kepala dinas kesehatan provinsi yang dituju dengan
tembusan kepala dinas kesehatan provinsi asal PBF Cabang, Kepala Balai POM
provinsi asal PBF Cabang dan Kepala Balai POM provinsi yang dituju (pasal
19).
5. PBF dan PBF Cabang hanya melaksanakan penyaluran obat berdasarkan surat
pesanan yang ditandatangani apoteker pemegang SIA, apoteker penanggung
jawab, atau tenaga teknis kefarmasian penanggung jawab untuk toko obat
dengan mencantumkan nomor SIPA atau SIPTTK.

2.2.7. Gudang PBF


Syarat dan ketentuan gudang PBF menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30
tahun 2011 dan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 34 tahun 2017 tentang Pedagang
Besar Farmasi yang tercantum pada Bab IV tentang gudang PBF adalah:
1. Gudang dan kantor PBF atau PBF Cabang dapat berada pada lokasi yang
terpisah dengan syarat tidak mengurangi efektivitas pengawasan intern oleh
Direksi/Pengurus dan Penanggung jawab.
2. Dalam hal gudang dan kantor PBF atau PBF Cabang berada dalam lokasi yang
terpisah maka pada gudang tersebut harus memiliki Apoteker.
3. Permohonan penambahan gudang PBF diajukan secara tertulis kepada Direktur
Jendral dengan tembusan Kepala Dinkes Provinsi, Kepala Badan, dan Kepala
Balai POM dengan mencantumkan:
a. Alamat kantor PBF Pusat
b. Alamat gudang pusat dan gudang tambahan
c. Nama apoteker penanggung jawab pusat
d. Nama apoteker penanggung jawab gudang tambahan.
4. Permohonan tersebut ditandatangani oleh Direktur/Ketua dan dilengkapi dengan
persyaratan sebagai berikut:
a. Fotokopi izin PBF
b. Fotokopi surat tanda registrasi apoteker calon penanggung jawab gudang
tambahan.
c. Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab
d. Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang
e. Peta lokasi dan denah bangunan gudang tambahan.
Permohonan penambahan gudang PBF Cabang diajukan secara tertulis kepada
Kepala Dinkes Provinsi dengan mengikuti ketentuan sebagaimana point
sebelumnya.
5. Permohonan perubahan gudang PBF diajukan secara tertulis kepada Direktur
Jendral dengan tembusan Kepala Dinkes Provinsi, Kepala Badan dan Kepala
Balai POM dengan mencantumkan:
a. Alamat kantor PBF Pusat
b. Alamat gudang
c. Nama apoteker penanggung jawab.
6. Permohonan ditandatangai oleh direktur/ketua dan dilengkapi dengan
persyaratan sebagai berikut:
a. Fotokopi izin PBF dan
b. Peta lokasi dan denah bangunan gudang.
7. Permohonan perubahan gudang PBF Cabang diajukan secara tertulis kepada
Kepala Dinkes Provinsi dengan mengikuti ketentuan sebagaimana point
sebelumnya.

2.2.8. Pelaporan PBF


Selama menjalankan kegiatannya PBF wajib memberikan laporan secara rutin dan
berkala kepada pihak yang berwenang seperti yang disebutkan dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar
Farmasi Bab V pasal 30 yaitu :
1. Setiap PBF dan cabangnya wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap 3
(tiga) bulan sekali meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat dan/atau
bahan obat kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan,
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM.
2. Selain laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal
setiap saat dapat meminta laporan kegiatan penerimaan dan penyaluran obat
dan/atau bahan obat.
3. Setiap PBF dan PBF Cabang yang menyalurkan narkotika dan psikotropika
wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika dan psikotropika
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan
secara elektronik dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.
5. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) setiap saat harus dapat diperiksa
oleh petugas yang berwenang.

2.2.9. Pelanggaran dan Sanksi


Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang
Pedagang Besar Farmasi (PBF) pasal 32. Pengawasan sebagaimana dimaksud
diarahkan untuk:
a. Menjamin obat dan bahan obat yang beredar memenuhi persyaratan mutu,
keamanan dan kemanfaatan.
b. Menjamin terselenggaranya penyaluran obat dan bahan obat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 34 Tahun 2014 pasal
34 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF).
1. Dalam hal PBF atau PBF Cabang diberikan sanksi administratif berupa
penghentian sementara kegiatan paling lama 21 hari kerja, pengaktifan kembali
izin atau pengakuan dapat dilakukan jika PBF atau PBF Cabang telah
membuktikan pemenuhan seluruh persyaratan administratif dan teknis sesuai
dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri.
2. Direktur Jenderal berwenang mencabut izin PBF berdasarkan rekomendasi dari
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau hasil analisis pengawasan dari
Kepala Badan.
3. Kepala Badan berwenang memberi sanksi administratif dalam rangka
pengawasan berupa peringatan dan penghentian sementara kegiatan PBF
dan/atau PBF Cabang.
4. Kepala Badan wajib melaporkan pemberian sanksi adminitratif kepada Direktur
Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
5. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi wajib melaporkan pemberian sanksi
administrasi kepada Direktur Jendral dengan tembusan Kepala badan dan
Kepala Balai POM.

2.3. Cara Distribusi Obat yang Baik


Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) harus diterapkan oleh setiap Pedagang Besar
Farmasi (PBF) sesuai dengan kebijakan pemerintah yaitu peraturan badan pengawas
obat dan makanan nomor 9 Tahun 2019 tentang pedoman teknis cara distribusi obat
yang baik. Standar distribusi obat yang baik diterapkan untuk memastikan bahwa
kualitas produk yang dicapai melalui CPOB dipertahankan sepanjang jalur distribusi
dengan CDOB.
Tujuan diterapkan CDOB di setiap PBF antara lain:
1. Menjamin penyebaran obat secara merata dan teratur agar dapat diperoleh yang
dibutuhkan pada saat diperlukan.
2. Terlaksananya pengamanan lalu lintas obat dan penggunaan obat tepat sampai
kepada pihak yang membutuhkan secara sah untuk melindungi masyarakat dari
kesalahan penggunaan atau penyalahgunaan.
3. Menjamin keabsahan dan mutu obat, agar obat yang sampai ke tangan
konsumen adalah obat yang efektif, aman, dan dapat digunakan sesuai dengan
tujuan penggunaannya.
4. Menjamin penyimpanan obat aman dan sesuai kondisi yang dipersyaratkan
termasuk selama transportasi.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 Tahun 2017 tentang tata cara
sertifikasi CDOB, PBF dan PBF Cabang yang telah menerapkan Pedoman Teknis
CDOB dibuktikan dengan adanya Sertifikat CDOB. Sertifikat CDOB sendiri
diberikan untuk kegiatan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat dan/atau
bahan obat. Termasuk produk rantai dingin meliputi vaksin dan produk biologi
lainnya, narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi. Terkait Pemohonan Sertifikat
CDOB, sertifikat CDOB hanya dapat diajukan oleh PBF atau PBF Cabang yang
memenuhi persyaratan. (memiliki izin PBF untuk PBF, atau memiliki pengakuan
sebagai PBF Cabang untuk PBF Cabang). Berikut adalah aspek-aspek yang tertera
dalam CDOB yang harus dijalani oleh setiap PBF, antara lain:

2.3.1. Manajemen Mutu


Fasilitas distribusi harus mempertahankan sistem mutu yang mencakup tanggung
jawab, proses dan langkah manajemen resiko terkait dengan kegiatan yang
dilaksanakan. Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa mutu obat dan/atau bahan
obat dan integritas, rantai distribusi dipertahankan selama proses distribusi. Seluruh
kegiatan distribusi harus ditetapkan dengan jelas, dikaji secara sistematis dan semua
tahapan kritis proses distribusi dan perubahan yang bermakna harus divalidasi dan
didokumentasikan. Harus ada kebijakan mutu terdokumentasi yang menguraikan
maksud keseluruhan dan persyaratan fasilitas distribusi yang berkaitan dengan mutu.
Sistem mutu harus memastikan bahwa:
1. Obat dan atau bahan obat yang diperoleh, disimpan, disediakan, dikirimkan,
atau diekspor dengan cara yang sesuai dengan persyaratan CDOB.
2. Tanggung jawab manajemen ditetapkan secara jelas.
3. Obat dan atau bahan obat dikirimkan ke penerima yang tepat dalam jangka
waktu yang sesuai.
4. Kegiatan yang terkait dengan mutu dicatat pada saat kegiatan tersebut
dilakukan.
5. Penyimpangan terhadap prosedur yang sudah ditetapkan didokumentasikan dan
diselidiki.
6. Tindakan perbaikan dan pencegahan (CAPA) yang tepat diambil untuk
memperbaiki dan mencegah terjadinya penyimpangan sesuai dengan prinsip
manajemen resiko mutu.

Sistem manajemen mutu harus mencakup pengendalian dan pengkajian berbagai


kegiatan berdasarkan kontrak. Proses ini harus mencakup manajemen risiko mutu
yang meliputi:
a) Penilaian terhadap kesesuaian dan kompetensi pihak yang ditunjuk untuk
melaksanakan kegiatan berdasarkan kontrak sebelum kegiatan tersebut
dijalankan, serta memeriksa status legalitasnya jika diperlukan
b) Penetapan tanggung jawab dan proses komunikasi antar pihak yang
berkepentingan dengan kegiatan yang terkait mutu. Untuk kegiatan berdasarkan
kontrak harus dituangkan dalam perjanjian tertulis antara pemberi dan penerima
kontrak
c) Pemantauan dan pengkajian secara teratur kinerja penerima kontrak, identifikasi
dan penerapan setiap perbaikan yang diperlukan

Manajemen puncak harus memiliki proses formal untuk mengkaji sistem manajemen
mutu secara periodik. Kajian tersebut mencakup:
a) Pengukuran capaian sasaran sistem manajemen mutu;
b) Penilaian indikator kinerja yang dapat digunakan untuk memantau efektivitas
proses dalam sistem manajemen mutu, seperti keluhan, penyimpangan, CAPA,
perubahan proses; umpan balik terhadap kegiatan berdasarkan kontrak; proses
inspeksi diri termasuk pengkajian risiko dan audit; penilaian eksternal seperti
temuan inspeksi badan yang berwenang dan audit pelanggan.
c) Peraturan, pedoman, dan hal baru yang terkait dengan mutu yang dapat
mempengaruhi sistem manajemen mutu;
d) Inovasi yang dapat meningkatkan kinerja sistem manajemen mutu
e) Perubahan iklim usaha dan sasaran bisnis yang sudah ditetapkan sebelumnya.

Kajian manajemen mutu harus dilakukan secara berkala dan hasilnya


dikomunikasikan secara efektif.
Manajemen risiko mutu adalah suatu proses sistematis untuk menilai, mengendalikan,
mengkomunikasikan dan mengkaji risiko terhadap mutu obat dan/atau bahan obat.
Hal ini dapat dilaksanakan baik secara proaktif maupun retrospektif.Fasilitas
distribusi harus melaksanakan penilaian risiko secara berkesinambungan untuk
menilai risiko yang mungkin terjadi terhadap mutu dan integritas obat dan/atau bahan
obat. Sistem mutu harus disusun dan diterapkan untuk menangani setiap potensi
risiko yang teridentifikasi. Sistem mutu harus ditinjau ulang dan direvisi secara
berkala untuk menangani risiko baru yang teridentifikasi pada saat pengkajian risiko.
Manajemen risiko mutu harus memastikan bahwa evaluasi risiko didasarkan pada
pengetahuan ilmiah, pengalaman terhadap proses yang dievaluasi dan berkaitan erat
dengan perlindungan pasien. Usaha perbaikan, formalitas dan dokumentasi
pengkajian risiko mutu harus setara dengan tingkat risiko yang ditimbulkan. Harus
tersedia prosedur yang mengatur tentang pembuatan dan pengelolaan dokumentasi
yang terkait dengan informasi obat dan/atau bahan obat. Harus ada ketentuan
mengenai identifikasi visual terhadap obat dan/atau bahan obat yang berpotensi
dipalsukan. Prosedur tersebut harus mencakup ketentuan untuk melaporkan obat
dan/atau bahan obat diduga palsu ke pemegang izin edar dan/atau produsen dan
badan regulator nasional (misalnya Badan POM RI).
2.3.2. Organisasi, Manajemen dan Personalia
Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik serta distribusi obat
dan/ atau bahan obat yang benar sangat bergantung pada personil yang
menjalankannya. Harus ada personil yang cukup dan kompeten untuk melaksanakan
semua tugas yang menjadi tanggung jawab fasilitas distribusi. Tanggung jawab
masing-masing personil harus dipahami dengan jelas dan dicatat. Semua personil
harus memahami prinsip CDOB dan harus menerima pelatihan dasar maupun
pelatihan lanjutan yang sesuai dengan tanggung jawabnya

Harus ada struktur organisasi untuk tiap bagian yang dilengkapi dengan bagan
organisasi yang jelas. Tanggung jawab, wewenang dan hubungan antar semua
personil harus ditetapkan dengan jelas. Tugas dan tanggung jawab harus didefinisikan
secara jelas dan dipahami oleh personil yang bersangkutan serta dijabarkan dalam
uraian tugas. Kegiatan tertentu yang memerlukan perhatian khusus, misalnya
pengawasan kinerja, dilakukan sesuai dengan ketentuan dan peraturan. Personil yang
terlibat di rantai distribusi harus diberi penjelasan dan pelatihan yang memadai
mengenai tugas dan tanggung jawabnya. Personil yang bertanggungjawab dalam
kegiatan manajerial dan teknis harus memiliki kewenangan dan sumber daya yang
diperlukan untuk menyusun, mempertahankan, mengidentifikasi dan memperbaiki
penyimpangan sistem mutu.Tiap personil tidak dibebani tanggung jawab yang
berlebihan untuk menghindari risiko terhadap mutu obat dan/atau bahan obat. Harus
tersedia aturan untuk memastikan bahwa manajemen dan personil tidak mempunyai
konflik kepentingan dalam aspek komersial, politik, keuangan dan tekanan lain yang
dapat berpengaruh terhadap mutu pelayanan atau integritas obat dan/atau bahan obat.
Harus tersedia prosedur keselamatan yang berkaitan dengan semua aspek yang
sesuai, misal keamanan personil dan sarana, perlindungan lingkungan dan integritas
obat dan/atau bahan obat.
Penanggung jawab memiliki tanggung jawab antara lain:
a) menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem manajemen
mutu;
b) fokus pada pengelolaan kegiatan yang menjadi kewenangannya serta menjaga
akurasi dan mutu dokumentasi;
c) menyusun dan/atau menyetujui program pelatihan dasar dan pelatihan lanjutan
mengenai CDOB untuk semua personil yang terkait dalam kegiatan distribusi;
d) mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan penarikan
obat dan/atau bahan obat;
e) memastikan bahwa keluhan pelanggan ditangani dengan efektif;
f) melakukan kualifikasi dan persetujuan terhadap pemasok dan pelanggan;
meluluskan obat dan/atau bahan obat kembalian untuk dikembalikan ke dalam
stok obat dan/atau bahan obat yang memenuhi syarat jual;
g) turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak dan penerima
kontrak yang menjelaskan mengenai tanggung jawab masing-masing pihak
yang berkaitan dengan distribusi dan/atau transportasi obat dan/atau bahan obat;
h) memastikan inspeksi diri dilakukan secara berkala sesuai program dan tersedia
tindakan perbaikan yang diperlukan;
i) mendelegasikan tugasnya kepada Apoteker/tenaga teknis kefarmasian yang
telah mendapatkan persetujuan dari instansi berwenang ketika sedang tidak
berada di tempat dalam jangka waktu tertentu dan menyimpan dokumen yang
terkait dengan setiap pendelegasian yang dilakukan;
j) turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk mengkarantina atau
memusnahkan obat dan/atau bahan obat kembalian, rusak, hasil penarikan
kembali atau diduga palsu;
k) memastikan pemenuhan persyaratan lain yang diwajibkan untuk obat dan/atau
bahan obat tertentu sesuai peraturan perundang-undangan.

Harus dipastikan tersedianya personil yang kompeten dalam jumlah yang memadai di
tiap kegiatan yang dilakukan di rantai distribusi, untuk memastikan bahwa mutu obat
dan atau bahan obat tetap terjaga, personil harus menjalankan prosedur kesehatan,
hygiene dan keselamatan (safety shoes, safety helmet, dan lainnya).

Semua personil harus memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan dalam CDOB


dengan mengikuti pelatihan dan memiliki kompetensi sebelum memulai tugas,
berdasarkan suatu prosedur tertulis dan sesuai dengan program pelatihan termasuk
keselamatan kerja. Penanggung jawab juga harus menjaga kompetensinya dalam
CDOB melalui pelatihan rutin berkala. Di samping itu, pelatihan harus mencakup
aspek identifikasi dan menghindari obat dan/atau bahan obat palsu memasuki rantai
distribusi.

Di samping itu, pelatihan harus mencakup aspek identifikasi dan menghindari obat
dan atau bahan obat palsu memasuki rantai distribusi.Harus diberikan pelatihan
khusus kepada personil yang menangani obat dan atau bahan obat yang memerlukan
persyaratan penanganan yang lebih ketat seperti obat dan atau bahan obat berbahaya,
bahan radioaktif, narkotika, psikotropika, rentan untuk disalahgunakan, dan sensitif
terhadap suhu.Semua dokumentasi pelatihan harus disimpan, dan efektivitas pelatihan
harus dievaluasi secara berkala dan didokumentasikan.

2.3.3. Bangunan dan Peralatan


Fasilitas distribusi harus memiliki bangunan dan peralatan untuk menjamin
perlindungan dan distribusi obat dan/atau bahan obat.
1. Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi
penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan yang
memadai dan kapasitas yang cukup untuk memungkinkan penyimpanan dan
penanganan obat yang baik, dan area penyimpanan dilengkapi dengan
pencahayaan yang memadai untuk memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan
secara akurat dan aman.
2. Harus ada area terpisah dan terkunci antara obat dan/atau bahan obat yang
menunggu keputusan lebih lanjut mengenai statusnya, meliputi obat dan/atau
bahan obat yang diduga palsu, yang dikembalikan, yang ditolak, yang akan
dimusnahkan, yang ditarik, dan yang kedaluwarsa dari obat dan/atau bahan obat
yang dapat disalurkan.
3. Bangunan dan fasilitas harus dirancang dan dilengkapi, sehingga memberikan
perlindungan terhadap masuknya serangga, hewan pengerat atau hewan lain.
Program pencegahan dan pengendalian hama harus tersedia.
4. Semua peralatan untuk penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat
harus didesain, diletakkan dan dipelihara sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Harus tersedia program perawatan untuk peralatan vital, seperti termometer,
genset, dan chiller.
5. Peralatan yang digunakan untuk mengendalikan atau memonitor lingkungan
penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus dikalibrasi, serta kebenaran dan
kesesuaian tujuan penggunaan diverifikasi secara berkala dengan metodologi
yang tepat. Kalibrasi peralatan harus mampu tertelusur.

2.3.4. Operasional
Semua tindakan yang dilakukan oleh fasilitas distribusi harus dapat memastikan
bahwa identitas obat dan/atau bahan obat tidak hilang dan distribusinya ditangani
sesuai dengan spesifikasi yang tercantum pada kemasan. Fasilitas distribusi harus
menggunakan semua perangkat dan cara yang tersedia untuk memastikan bahwa
sumber obat dan/atau bahan obat yang diterima berasal dari industri farmasi dan/atau
fasilitas distribusi lain yang mempunyai izin sesuai peraturan perundang-undangan
untuk meminimalkan risiko obat dan/atau bahan obat palsu memasuki rantai
distribusi resmi.

Fasilitas distribusi harus memperoleh pasokan obat dan/atau bahan obat dari pemasok
yang mempunyai izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jika obat
dan/atau bahan obat diperoleh dari fasilitas distribusi lain, maka fasilitas distribusi
wajib memastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai izin serta menerapkan prinsip
dan Pedoman CDOB. Jika obat dan/atau bahan obat diperoleh dari industri farmasi,
maka fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai izin
serta menerapkan prinsip dan Pedoman CPOB. Jika bahan obat diperoleh dari industri
non-farmasi yang memproduksi bahan obat dengan standar mutu farmasi, maka
fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai izin serta
menerapkan prinsip CPOB. Pengadaan obat dan/atau bahan obat harus dikendalikan
dengan prosedur tertulis dan rantai pasokan harus diidentifikasi serta
didokumentasikan. Harus dilakukan kualifikasi yang tepat sebelum pengadaan
dilaksanakan. Pemilihan pemasok, termasuk kualifikasi dan persetujuan
penunjukannya, merupakan hal operasional yang penting. Pemilihan pemasok harus
dikendalikan dengan prosedur tertulis dan hasilnya didokumentasikan serta diperiksa
ulang secara berkala. Harus tersedia prosedur tertulis yang mengatur kegiatan
administratif dan teknis terkait wewenang pengadaan dan pendistribusian, guna
memastikan bahwa obat hanya diperoleh dari pemasok yang memiliki izin dan
didistribusikan oleh fasilitas distribusi resmi. Sebelum memulai kerjasama dengan
pemasok baru, fasilitas distribusi harus melakukan pengkajian guna memastikan
calon pemasok tersebut sesuai, kompeten dan dapat dipercaya untuk memasok obat
dan/atau bahan obat. Dalam hal ini, pendekatan berbasis risiko harus dilakukan
dengan mempertimbangkan:
a) reputasi atau tingkat keandalan serta keabsahan operasionalnya
b) obat dan/atau bahan obat tertentu yang rawan terhadap pemalsuan
c) penawaran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar yang biasanya hanya
tersedia dalam jumlah terbatas
d) harga yang tidak wajar

Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat hanya
disalurkan kepada pihak yang berhak atau berwenang untuk menyerahkan obat ke
masyarakat. Bukti kualifikasi pelanggan harus didokumentasikan dengan baik.
Pemeriksaan dan pemeriksaan ulang secara berkala dapat mencakup tetapi tidak
terbatas pada permintaan salinan surat izin pelanggan. Fasilitas distribusi harus
memantau tiap transaksi yang dilakukan dan melakukan penyelidikan jika ditemukan
penyimpangan pola transaksi obat dan/atau bahan obat yang berisiko terhadap
penyalahgunaan, serta untuk memastikan kewajiban pelayanan distribusi obat
dan/atau bahan obat kepada masyarakat terpenuhi.

Proses penerimaan bertujuan untuk memastikan bahwa kiriman obat dan/atau bahan
obat yang diterima benar, berasal dari pemasok yang disetujui, tidak rusak atau tidak
mengalami perubahan selama transportasi. Obat dan/atau bahan obat tidak boleh
diterima jika kedaluwarsa, atau mendekati tanggal kedaluwarsa sehingga
kemungkinan besar obat dan/atau bahan obat telah kedaluwarsa sebelum digunakan
oleh konsumen. Obat dan/atau bahan obat yang memerlukan penyimpanan atau
tindakan pengamanan khusus, harus segera dipindahkan ke tempat penyimpanan yang
sesuai setelah dilakukan pemeriksaan. Nomor bets dan tanggal kedaluwarsa obat
dan/atau bahan obat harus dicatat pada saat penerimaan, untuk mempermudah
penelusuran. Jika ditemukan obat dan/atau bahan obat diduga palsu, bets tersebut
harus segera dipisahkan dan dilaporkan ke instansi berwenang, dan ke pemegang izin
edar. Pengiriman obat dan/atau bahan obat yang diterima dari sarana transportasi
harus diperiksa sebagai bentuk verifikasi terhadap keutuhan kontainer / sistem
penutup, fisik dan fitur kemasan serta label kemasan.

Penyimpanan dan penanganan obat dan/atau bahan obat harus mematuhi peraturan
perundang-undangan. Kondisi penyimpanan untuk obat dan/atau bahan obat harus
sesuai dengan rekomendasi dari industri farmasi atau non-farmasi yang memproduksi
bahan obat standar mutu farmasi. Volume pemesanan obat dan/atau bahan obat harus
memperhitungkan kapasitas sarana penyimpanan. Obat dan/atau bahan obat harus
disimpan terpisah dari produk selain obat dan/atau bahan obat dan terlindung dari
dampak yang tidak diinginkan akibat paparan cahaya matahari, suhu, kelembaban
atau faktor eksternal lain. Perhatian khusus harus diberikan untuk obat dan/atau bahan
obat yang membutuhkan kondisi penyimpanan khusus. Kontainer obat dan/atau
bahan obat yang diterima harus dibersihkan sebelum disimpan. Kegiatan yang terkait
dengan penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus memastikan terpenuhinya
kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan dan memungkinkan penyimpanan secara
teratur sesuai kategorinya; obat dan/atau bahan obat dalam status karantina,
diluluskan, ditolak, dikembalikan, ditarik atau diduga palsu. Harus diambil langkah-
langkah untuk memastikan rotasi stok sesuai dengan tanggal kedaluwarsa obat
dan/atau bahan obat mengikuti kaidah First Expired First Out (FEFO).

Obat dan/atau bahan obat harus ditangani dan disimpan sedemikian rupa untuk
mencegah tumpahan, kerusakan, kontaminasi dan campur-baur. Obat dan/atau bahan
obat tidak boleh langsung diletakkan di lantai. Obat dan/atau bahan obat yang
kedaluwarsa harus segera ditarik, dipisahkan secara fisik dan diblokir secara
elektronik. Penarikan secara fisik untuk obat dan/atau bahan obat kedaluwarsa harus
dilakukan secara berkala. Untuk menjaga akurasi persediaan stok, harus dilakukan
stock opname secara berkala berdasarkan pendekatan risiko. Perbedaan stok harus
diselidiki sesuai dengan prosedur tertulis yang ditentukan untuk memeriksa ada
tidaknya campur-baur, kesalahan keluar-masuk, pencurian, penyalahgunaan obat
dan/atau bahan obat. Dokumentasi yang berkaitan dengan penyelidikan harus
disimpan untuk jangka waktu yang telah ditentukan.

Pemusnahan dilaksanakan terhadap obat dan/atau bahan obat yang tidak memenuhi
syarat untuk didistribusikan. Obat dan/atau bahan obat yang akan dimusnahkan harus
diidentifikasi secara tepat, diberi label yang jelas, disimpan secara terpisah dan
terkunci serta ditangani sesuai dengan prosedur tertulis. Prosedur tertulis tersebut
harus memperhatikan dampak terhadap kesehatan, pencegahan pencemaran
lingkungan dan kebocoran/ penyimpangan obat dan/atau bahan obat kepada pihak
yang tidak berwenang. Proses pemusnahan obat dan/atau bahan obat termasuk
pelaporannya harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dokumentasi terkait pemusnahan obat dan/atau bahan obat termasuk laporannya
harus disimpan sesuai ketentuan
Pengiriman obat dan/atau bahan obat harus ditujukan kepada pelanggan yang
mempunyai izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Untuk penyaluran
obat dan/atau bahan obat ke orang / pihak yang berwenang atau berhak untuk
keperluan khusus, seperti penelitian, special access dan uji klinik, harus dilengkapi
dengan dokumen yang mencakup tanggal, nama obat dan/atau bahan obat, bentuk
sediaan, nomor bets, jumlah, nama dan alamat pemasok, nama dan alamat pemesan /
penerima. Proses pengiriman dan kondisi penyimpanan harus sesuai dengan
persyaratan obat dan/atau bahan obat dari industri farmasi. Dokumentasi harus
disimpan dan mampu tertelusur. Prosedur tertulis untuk pengiriman obat dan/atau
bahan obat harus tersedia. Prosedur tersebut harus mempertimbangkan sifat obat
dan/atau bahan obat serta tindakan pencegahan khusus. Dokumen untuk pengiriman
obat dan/atau bahan obat harus disiapkan dan harus mencakup sekurang-kurangnya
informasi berikut:

a) Tanggal pengiriman;
b) Nama lengkap, alamat (tanpa akronim), nomor telepon dan status dari penerima
(misalnya Apotek, rumah sakit atau klinik);
c) Deskripsi obat dan/atau bahan obat, misalnya nama, bentuk sediaan dan
kekuatan (jika perlu);
d) Nomor bets dan tanggal kadaluarsa
e) Kuantitas obat dan/atau bahan obat, yaitu jumlah kontainer dan kuantitas per
kontainer (jika perlu);
f) Nomor dokumen untuk identifikasi order pengiriman
g) Transportasi yang digunakan mencakup nama dan alamat perusahaan ekspedisi
serta tanda tangan dan nama jelas personil ekspedisi yang menerima (jika
menggunakan jasa ekspedisi) dan kondisi penyimpanan;

2.3.5. Inspeksi Diri


Inspeksi diri harus dilakukan dalam rangka memantau pelaksanaan dan kepatuhan
terhadap pemenuhan CDOB dan untuk bahan tindak lanjut langkah-langkah
perbaikan yang diperlukan. Program inspeksi diri harus dilaksanakan dalam jangka
waktu yang ditetapkan dan mencakup semua aspek CDOB serta kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan, pedoman dan prosedur tertulis. Inspeksi diri tidak
hanya dilakukan pada bagian tertentu saja. Semua pelaksanaan inspeksi diri harus
dicatat. Laporan harus berisi semua pengamatan yang dilakukan selama inspeksi.
Salinan laporan tersebut harus disampaikan kepada manajemen dan pihak terkait
lainnya. Jika dalam pengamatan ditemukan adanya penyimpangan dan/atau
kekurangan, maka penyebabnya harus diidentifikasi dan dibuat CAPA. CAPA harus
didokumentasikan dan ditindaklanjuti.

2.3.6. Keluhan Obat dan/atau Bahan Obat Kembalian, Diduga palsu dan
Penarikan kembali
1. Keluhan
Semua keluhan dan informasi lain tentang obat dan/atau bahan obat berpotensi
rusak harus dikumpulkan, dikaji dan diselidiki sesuai prosedur tertulis.
2. Obat dan/ atau Bahan Obat Kembalian
a) Penerimaan obat dan/atau bahan obat kembalian harus berdasarkan surat
pengiriman barang dari sarana yang mengembalikan.
b) Penerimaan obat dan/atau bahan obat kembalian sesuai dengan persyaratan
dari industri farmasi/fasilitas distribusi lain.
c) Obat dan/atau bahan obat kembalian harus disimpan terpisah serta diberi
label yang jelas sampai ada keputusan tindak lanjut.
d) Penilaian dan keputusan mengenai status obat dan/atau bahan obat harus
dilakukan oleh personil yang berwenang.
e) Obat dan/atau bahan obat yang akan dijual kembali harus melalui
persetujuan dari personil yang bertanggung jawab sesuai dengan
kewenangannya.
f) Obat dan/atau bahan obat yang memerlukan kondisi suhu penyimpanan
yang rendah tidak dapat dikembalikan.
3. Obat dan/ atau Bahan Obat yang diduga Palsu
a) Harus tersedia prosedur tertulis untuk penanganan dan penerimaan obat
dan/atau bahan obat diduga palsu.
b) Fasilitas distribusi harus segera melaporkan obat dan/atau bahan obat diduga
palsu kepada instansi berwenang, industri farmasi dan/atau pemegang izin
edar.
c) Setiap obat yang diduga palsu harus dikarantina dan diberi label yang jelas.
d) Obat dan/atau bahan obat yang diduga palsu penyalurannya harus
dihentikan.
e) Setelah pemastian obat dan/atau bahan obat tersebut diduga palsu, maka
harus segera ditindak lanjuti sesuai dengan instruksi dari instansi yang
berwenang.
f) Semua kegiatan harus terdokumentasi.

4. Penarikan Kembali Obat dan/ Bahan Obat


a) Harus tersedia prosedur tertulis.
b) Penanggung jawab membentuk tim khusus yang bertanggung jawab
terhadap penanganan obat dan/atau bahan obat yang ditarik dari peredaran.
c) Semua obat dan/atau bahan obat harus disimpan terpisah, aman, terkunci
dan diberi label yang jelas.
d) Harus didokumentasikan dan dibuat laporan.
e) Pelaksanaan penarikan harus segera dilakukan setelah ada pemberitahuan.
f) Fasilitas distribusi harus mengikuti instruksi penarikan yang diharuskan
oleh instansi berwenang.
g) Fasilitas distribusi harus mempunyai dokumentasi tentang informasi
pelanggan.
h) Pelaksanaan penarikan kembali harus diinformasikan ke industri farmasi
dan/atau pemegang izin edar.
2.3.7. Transportasi
Selama proses transportasi harus diterapkan metode transportasi yang memadai.
Metode transportasi yang dipilih harus dapat menjamin bahwa obat dan/atau bahan
obat tidak mengalami perubahan kondisi selama transportasi yang dapat mengurangi
mutu. Hal hal yang perlu diperhatikan :
1. Transportasi dan Produk dalam Transit
a) Obat dan/atau bahan obat dan kontainer harus aman dilengkapi dengan
dokumentasi.
b) Kendaraan dan peralatan yang digunakan tepat untuk mencegah obat
dan/atau bahan obat kena paparan yang dapat mempengaruhi mutu obat.
c) Obat dan/atau bahan obat harus disimpan dan diangkut sesuai prosedur.
d) Pengemudi pengiriman harus dilatih CDOB dalam bidang yang terkait
dalam pengiriman.
e) Obat dan/atau bahan obat dalam transit harus disertai dengan dokumentasi
yang sesuai.
2. Obat dan/atau Bahan Obat dalam Pengiriman
a) Harus ditangani sedemikian rupa sehingga identitas obat dan/atau bahan
obat tidak hilang.
b) Tidak tercemar oleh produk lain.
c) Harus aman dan tidak terpengaruh oleh cahaya, suhu, kelembaban dan
kondisi buruk lain yang tidak sesuai.
d) Transportasi yang sensitif terhadap suhu harus sedemikian rupa sehingga
produk rantai dingin tetap terjaga.
e) Obat dan/atau bahan obat yang mengandung narkotika dan zat yang dapat
menyebabkan ketergantungan harus di angkut sesuai dengan peraturan
perundang-undangan
f) Harus tersedia prosedur tertulis terkait keamanan obat dan/atau bahan obat.
3. Kontainer, Pengemasan dan Pelabelan
a) Obat dan/atau bahan obat harus disimpan dan diangkut dalam kontainer
yang tidak mempengaruhi mutu, dapat memberi perlindungan memadai
terhadap pengaruh eksternal termasuk kontaminasi.
b) Pemilihan kontainer dan kemasan harus didasarkan pada persyaratan
penyimpanan dan transportasi dari obat dan/atau bahan obat.
c) Kontainer harus mempunyai label yang memberi informasi yang cukup
tentang penanganan, persyaratan penyimpanan dan tindakan pencegahan
untuk memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat ditangani benar dan
aman.
d) Harus tersedia prosedur tertulis untuk penanganan kontainer pengiriman
yang rusak.
e) Transportasi obat dan/atau bahan obat yang memerlukan kondisi khusus.
f) Obat dan/atau bahan yang memerlukan kondisi khusus selama transportasi
industri farmasi harus mencantumkan kondisi khusus tersebut pada
penandaan.
g) Transportasi dan penyimpanan obat dan/atau bahan obat yang mengandung
zat berbahaya harus disimpan dalam area terpisah dan aman. Pengangkutan
harus pada kendaraan dengan desain yang sesuai.
4. Kendaraan dan Peralatan
a) Kendaraan dan peralatan yang digunakan untuk mengirimkan, menyimpan
dan menangani obat dan/atau bahan obat harus sesuai persyaratan dan
lengkap untuk mencegah terjadinya paparan obat dan/atau bahan obat pada
kondisi yang dapat mempengaruhi stabilitas dan integritas kemasan serta
untuk mencegah kontaminasi.
b) Peralatan yang digunakan untuk pemantauan kondisi (misalnya suhu dan
kelembaban) dalam kendaraan dan kontainer harus dikalibrasi secara
berkala.
5. Kontrol Suhu Selama Transportasi
a) Harus tersedia kontrol suhu yang tervalidasi untuk memastikan kondisi
transportasi yang benar dipertahankan antara fasilitas distribusi dan
pelanggan.
b) Alat pemantau suhu selama transportasi harus dipelihara dan dikalibrasi
secara berkala.
c) Jika menggunakan cool pack dalam kotak terlindung harus diletakkan
sedemikian rupa sehingga tidak bersentuhan langsung dengan obat dan/atau
bahan obat.
d) Harus tersedia prosedur tertulis yang menjelaskan tentang pengiriman obat
dan/atau bahan obat yang sensitif terhadap suhu.

2.3.8. Fasilitas distribusi berdasarkan kontrak


Cakupan kegiatan kontrak terutama yang terkait dengan keamanan, khasiat dan mutu
obat dan/atau bahan obat :
a. Kontrak antar fasilitas distribusi
b. Kontrak antara fasilitas distribusi dengan pihak penyedia jasa antara lain
transportasi, pengendalian hama, pergudangan, kebersihan dan sebagainya.

Semua kegiatan kontrak harus tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak
serta setiap kegiatan harus sesuai dengan persyaratan CDOB. Di dalam persyaratan
kontrak harus mencakup antara lain:
1. Penanganan kehilangan/kerusakan selama pengiriman dan dalam kondisi tidak
terduga.
2. Kewajiban penerima kontrak untuk mengembalikan obat dan atau bahan obat
jika terjadi kerusakan selama pengiriman dengan menyertakan berita acara
kerusakan.
3. Kehilangan selama pengiriman oleh penerima kontrak wajib melaporkan
kepada pihak kepolisian dan pemberi kontrak.
4. Pemberi kontrak berhak melakukan audit terhadap penerima kontrak setiap saat.
Dokumen kontrak harus dapat ditunjukkan kepada petugas yang berwenang pada saat
pemeriksaan.
2.3.9. Dokumentasi
Dokumentasi yang baik merupakan bagian penting dari sistem manajemen mutu.
Dokumentasi tertulis harus jelas untuk mencegah kesalahan dari komunikasi lisan dan
untuk memudahkan penelusuran, antara lain sejarah bets, instruksi, prosedur.
Dokumentasi merupakan dokumen tertulis terkait dengan distribusi (pengadaan,
penyimpanan, penyaluran dan pelaporan), prosedur tertulis dan dokumen lain yang
terkait dengan pemastian mutu.

Dokumentasi terdiri dari semua prosedur tertulis, petunjuk, kontrak, catatan dan data,
dalam bentuk kertas maupun elektronik. Dokumentasi yang jelas dan rinci merupakan
dasar untuk memastikan bahwa setiap personil melaksanakan kegiatan, sesuai uraian
tugas sehingga memperkecil risiko kesalahan. Dokumentasi harus komprehensif
mencakup ruang lingkup kegiatan fasilitas distribusi dan ditulis dalam bahasa yang
jelas, dimengerti oleh personil dan tidak berarti ganda. Prosedur tertulis harus
disetujui, ditandatangani dan diberi tanggal oleh personil yang berwenang. Prosedur
tertulis tidak ditulis tangan dan harus tercetak. Setiap perubahan yang dibuat dalam
dokumentasi harus ditandatangani, diberi tanggal dan memungkinkan pembacaan
informasi yang asli. Jika diperlukan, alasan perubahan harus dicatat. Dokumen harus
disimpan selama minimal 3 tahun. Seluruh dokumentasi harus tersedia sebagaimana
mestinya. Semua dokumentasi harus mudah didapat kembali, disimpan dan dipelihara
pada tempat yang aman untuk mencegah dari perubahan yang tidak sah, kerusakan
dan/atau kehilangan dokumen. Dokumen harus dikaji ulang secara berkala dan dijaga
agar selalu up to date. Jika suatu dokumen direvisi, harus dijalankan suatu sistem
untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku. Dokumentasi
permanen, tertulis atau elektronik, untuk setiap obat dan/atau bahan obat yang
disimpan harus menunjukkan kondisi penyimpanan yang direkomendasikan, tindakan
pencegahan dan tanggal uji ulang khusus untuk bahan obat (jika ada) harus
diperhatikan. Persyaratan farmakope dan peraturan nasional terkini tentang label dan
wadah harus dipatuhi. Dokumentasi distribusi harus mencakup informasi berikut:
tanggal, nama obat dan/atau bahan obat; nomor bets; tanggal kedaluwarsa; jumlah
yang diterima / disalurkan; nama dan alamat pemasok / pelanggan. Dokumentasi
harus dibuat pada saat kegiatan berlangsung, sehingga mudah untuk ditelusuri.

2.4. Peranan Apoteker di PBF


Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 2009 memberikan perhatian tentang pentingnya
menjamin kualitas obat di level distribusi. Oleh karena itu, diwajibkan memiliki
seorang apoteker penanggung jawab pada fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan
farmasi. Seorang tenaga kefarmasian dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasiannya
pada fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi melalui pedagang besar
farmasi, penyalur alat kesehatan, instalasi pemerintah, pemerintah daerah provinsi,
dan pemerintah daerah kabupaten/kota.

Secara umum peran apoteker dalam fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan
farmasi adalah menjamin produk sampai ke tangan konsumen pengguna dengan
keamanan, khasiat, dan mutu yang sesuai dengan persyaratan, mengontrol legalitas
penyaluran obat (recheck kebenaran surat pesanan apotek dan apoteker penanggung
jawab, mengontrol penyimpanan obat sesuai peraturan dan mengontrol jika terdapat
produk retur dan penarikan obat.

Menurut Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian,


seorang apoteker harus memiliki keahlian dan kewenangan dalam menyelenggarakan
pekerjaan kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian dalam fasilitas distribusi atau
penyaluran sediaan farmasi merupakan salah satu bagian dari penyelenggaraan
pekerjaan farmasi dimana apoteker sebagai penanggung jawab harus memenuhi Cara
Distribusi Obat yang Baik (CDOB), menetapkan Standar Prosedur Operasional (SOP)
yang diperbaharui terus-menerus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi di bidang farmasi dan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan
mencatat segala hal yang berkaitan dengan proses distribusi pada fasilitas distribusi
atau penyaluran sediaan farmasi.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2014
Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi pasal 14 yaitu :
1. Setiap PBF dan PBF Cabang harus memiliki apoteker penanggung jawab yang
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan
dan penyaluran obat danatau bahan obat.
2. Apoteker penanggung jawab harus memiliki izin sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3. Apoteker penanggung jawab dilarang merangkap jabatan sebagai
direksi/pengurus PBF atau PBF Cabang.
4. Dalam hal apoteker penanggung jawab tidak dapat melaksanakan tugas,
apoteker yang bersangkutan harus menunjuk apoteker lain sebagai pengganti
sementara yang bertugas paling lama dalam waktu 3 (tiga) bulan
5. Penggantian harus mendapat persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA PBF INDOFARMA GLOBAL MEDIKA

3.1 PBF Indofarma Global Medika


3.1.1 Sejarah Perusahaan
Indofarma Global Medika (PT. IGM) merupakan anak perusahaan PT. Indofarma
(Persero), Tbk dan merupakan bagian dari perusahaan BUMN yang bergerak di bidang
farmasi, alat kesehatan, dan makanan  sehat. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan
masyarakat terhadap  pelayanan kesehatan dan seiring dengan era teknologi dalam
bidang  kesehatan di Indonesia yang semakin berkembang, PT. IGM yang  didukung
oleh Tim Sales dan Marketing yang profesional, IT dan  teknologi yang mengikuti
perkembangan zaman, serta didukung adanya  jaringan distribusi di seluruh Indonesia
yang dimiliki, PT. IGM siap  menjadi Partner Handal di Industri Kesehatan (Reliable
Partner in  Healthcare Industry). Berikut perjaalanan perkembangan PT.
INDOFARMA GLOBAL MEDIKA dari tahun ke tahun;
1. Tahun 1996
Indofarma (Persero), Tbk merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di
bidang Farmasi yang membentuk unit distribusi dan dimulai dengan 4 cabang di Pulau
Jawa, selama masa pengembangan distribusi.

2. Tahun 1999
Indofarma (Persero), Tbk memperluas jaringan distribusi secara nasional di 22
cabang.

3. Tahun 2000
Indofarma (Persero), Tbk melakukan restrukturisasi unit distribusi menjadi anak
perusahaan dengan nama PT. Indofarma Global Medika (PT.IGM), termasuk 22
cabangnya. Bisnis utama PT. IGM ialah sebagai distributor dari produk-produk  PT.
Indofarma  (Persero), Tbk dan perdagangan alat kesehatan.

4. Tahun 2006
Akhir tahun 2006 PT. IGM mempunyai 28 cabang di Indonesia.
5. Tahun 2007
Awal tahun 2007, PT. IGM melakukan reorganisasi menjadi divisi perdagangan
dan distribusi dengan jumlah cabang yang totalnya bertambah menjadi 30 cabang.

6. Tahun 2008
Cakupan layanan di 30 cabang PT. IGM tersebut telah menerapkan sistem
informasi berbasis ERP Azecsoft yang bersifat online dan terintegrasi di seluruh
cabang dalam mengembangkan bisnis alat kesehatan.

7. Tahun 2010 – 2012


 Cakupan layanan di 30 cabang telah memiliki sistem manajemen mutu (ISO 9001-
2008, OHSAS 18001-2007) dari Internasional Standard Certification Pty, Ltd.
 Mengembangkan usaha kerjasama operasi dengan 4 (empat) Rumah Sakit
Pemerintah (Kelas A)

8. Tahun 2013-2017
 Cakupan layanan bertambah menjadi 34 cabang
 PT. IGM Menjadi salah satu distributor dalam Program E-Katalog and E-
Purchasing Pemerintah

9. Tahun 2018
 Pengaplikasian System Analysis and Program Development (SAP)
 Pengaplikasian Tag Line baru perusahaan “Si Jempol”
 Menyiapkan dan memproses Sertifikasi Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)
dan Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB). Beberapa cabang (25
Cabang) telah mendapatkan Sertifikat CDOB

3.1.2 Visi dan Misi


Visi
Menjadi pilihan utama pelanggan
Misi
 Memperkuat dan memperluas jaringan
 Menyediakan layanan inovatif
 Meningkatkan produktifitas secara efisien dan efektif
3.2 Fungsi dan Peran PBF Indofarma Global Medika
Sebagai perantara (Intermediatory) antara principlae ke outlet, maka PBF Indofarma
Global Medika memiliki beberapa fungsi kegiatan yaitu;
1. Pengadaan/pembelian barang (purchase)
2. Penerimaan, penyimpanan dan perawatan barang di gudang
3. Pendistribusian (distribution) atau pelayanan penjualan (service after seller)
4. Pencatatan (accounting) dan pelaporan
5. Pengevaluasian dan pengendalian (evaluations and controlling)

3.3 Persyaratan Mendirikan PBF Indofarma Global Medika


Dalam pendirian PBF Indofarma Global Medika persyaratan yang disiapkan seperti
persyaratan yang tertulis pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2017 pasal 4
ayat (1) yang menyebutkan bahwa persyaratan pendirian PBF adalah sebagai berikut :
1. Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi.
2. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
3. Memiliki secara tetap Apoteker Warga Negara Indonesia sebagai penanggung jawab.
4. Komisaris atau Dewan pengawas dan Direksi atau Pengurus tidak pernah terlibat, baik
langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di
bidang farmasi dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir.
5. Mempunyai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan
pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat serta dapat menjamin kelancaran
pelaksanaan tugas dan fungsi PBF.
6. Mempunyai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang dapat
menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan, dan
7. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai pedoman
CDOB.

3.4 Jenis Produk pada PT. Indofarma Global Medika Cabang Bandung
PT. Indofarma Global Medika memiliki dua jenis kategori produk yang
didistribusikan,
antara lain :
a. Produk Reguler
Produk reguler meliputi : obat-obatan yang kebanyakan adalah obat generik yang
diambil dari PT. Indofarma sebesar 70% dan sisanya diambil dari perusahaan seperti
Ikhapharmindo, Sampharindo, Mersi Farma, Graha Farma, selain obat-obatan ada
juga produk cairan infus yang didapat dari Otsuka, dan Widatra. Dalam memasarkan
produknya PT. IGM menargetkan pangsa pasarnya antara lain : rumah sakit, klinik,
apotek, toko obat yang berada diwilayah Bandung. Beberapa kriteria tentang produk
regular adalah sebagai berikut.
1. Harga sewaktu-waktu bisa berubah
2. Barang bisa diretur ketika akan mendekati tanggal kadaluarsa

b. Produk Tender
Produk tender adalah produk hasil penjualan lelang. Dalam memasarkan produk
tender PT. IGM sepenuhnya menggunakan sistem dengan internet misalnya produk e-
katalog. Kriteria produk atau penjualan secara tender adalah
1. Harga tidak boleh berubah
2. Pembayaran diperoleh setelah seluruh barang diterima 100% oleh panitia dan tidak
melebihi batas waktu pengiriman sesuai kontrak
3. Ada sanksi berupa denda bagi PBF yang tidak mengirim barang tepat waktu

3.5 Manajemen Mutu


PBF Indofarma Global Medika telah menerapkan sistem pengelolaan mutu dalam
melakukan manajemen dengan tujuan memastikan mutu produk/barang dipertahankan
selama proses distribusi. Fasilitas distribusi harus mempertahankan sistem mutu yang
mencakup tanggung jawab, proses dan langkah manajemen risiko terkait dengan kegiatan
yang dilaksanakan. PBF Indofarma Global Medika telah menerapkan sistem pengelolaan
mutu dalam melakukan manajemen dengan tujuan memastikan mutu produk/barang
dipertahankan selama proses distribusi. Fasilitas distribusi harus mempertahankan sistem
mutu yang mencakup tanggung jawab, proses dan langkah manajemen risiko terkait
dengan kegiatan yang dilaksanakan. Prosedur penerapan manajemen mutu dituangkan
dalam bentuk SOP (Standar Operasional Prosedur) dimana setiap kegiatan yang dilakukan
dari pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian harus berdasarkan SOP
yang telah dibuat. Pemilihan principale juga mempengaruhi kualitas mutu obat, principale
yang dipilih harus yang sudah memiliki izin sesuai perundang-undangan yang berlaku.
3.6 Standar Operasional dan Organisasi di PBF Indofarma Global Medika
Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik serta distribusi
sediaan farmasi yang benar sangat bergantung pada personil yang menjalankannya.
Pelaksanaan aspek organisasi, manajemen dan personalia di PBF Indofarma Global
Medika secara umum telah terlaksana secara baik. PBF Indofarma GlobalMedika memiliki
struktur organisasi yang jelas sehingga masing-masing personel mengetahui tugas serta
tanggung jawabnya masing-masing

Kepala Cabang
Asep Supriatna, SE., MM

Apoteker Penanggung Jawab


PBF/PAK
Tomy Heryato, S.Farm., Apt
Herry Sukmana, S.Farm

Wakil Kepala Cabang


Sutrisno, SE

Fungsi Sales Combo Fungsi Administrasi


(Reguler & Institusi)
Muhammad Syuteri
Mehyar Irwansyah

Supervisor Administrasi Kepala Gudang


Salesman
Ragil Manik RN Ahmad Rafli
1. Yono Mulyonoi
2. Agung Syarifuddin Akuntansi dan Keuangan
3. Nur Beto Agatha Pelaksana Gudang
4. Bambang Herfyanto Syaiful Rafii
5. M. Jenal Arifin Maman
6. Taufiq Firdaus INKASSO
Desi Nurmalinda
7. Dede Syarifudin Tini Marlinda
8. Maman
9. Wahyu
Fakturis
Dede
Ahsyar

Pengantar Barang
Yosep
Administrasi Umum
Juwita
Seluruh karyawan yang ikut serta secara langsung dalam kegiatan pendistribusian obat
telah dilatih mengenai kegiatan CDOB dan dimotivasi untuk mendukung standar CDOB
oleh apoteker penanggung jawab. Agar semua personil yang terlibat di PT. Indofarma
Global Medika kompeten, maka diikutkan pada pelatihan-pelatihan, baik yang diadakan
diluar PT. Indofarma Global Medika maupun yang diadakan secara khusus oleh PT.
Indofarma Global Medika sehingga tiap kegiatan yang dilakukan di rantai distribusi tetap
menjamin mutu obat dan/atau bahan obat tetap terjaga. Misalnya APJ PT. Indofarma
Global Medika diikutsertakan pada seminar mengenai CDOB, kemudian APJ tersebut
mengadakan pelatihan untuk personel gudang sesuai dengan yang Ia peroleh ketika
seminar. Semua dokumentasi pelatihan disimpan, serta efektivitas pelatihan dievaluasi
secara berkala.
Evaluasi kerja tiap personil dilakukan setiap setahun sekali oleh bagian Supervisor
Administrasi dan Kepala Cabang dengan mengisi lembar penilaian khusus.

3.7 Peran dan Fungsi Apoteker di PFB Indofarma Global Medika


Apoteker Penanggung Jawab (APJ) di PBF Indofarma Global Medika mempunyai
beberapa peran dan tugas yang secara terorganisir dijelaskan pada lembar job description.
Adapun tugas dan fungsi apoteker yang tercantum dalam job description PBF Indofarma
Global Medika adalah :
1) Fungsi Utama
Melakukan implementasi dan pengelolaan system mutu sediaan farmasi di cabang
sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan regulasi yang berlaku.
2) Tugas
a. Melakukan implementasi, perencanaan dan melaksanakan sistem mutu atas
kegiatan pengadaan, penerimaan, penyimpanan. pendistribusian, pelaporan
dan pengembalian barang dagangan obat baik recall maupun retur di
cabang sesuai dengan pedoman CDOB.
b. Menyampaikan Intruksi penarikan produk (recall) kepada Supervisor Sales/
Salesman dan Kepala Logistik serta melakukan pemeriksaan barang dan
verifikasi dokumen tanda terima penarikan produk (recall) dari customer
dan menyampaikan laporan pengembalian produkpenarikan (recall) ke
Apoteker Penanggung Jawab Kantor Pusat.
c. Melakukan Inspeksi diri sesuai dengan program dan jadwal inspeksi diri
yang telah ditetapkan oleh Bidang Regulatory & Busines.s Development.
d. Melakukan pelaporan bulanan kegiatan penyaluran Obat - obat Tertentu,
Psikotropika, Prekursor, obat jadi mengandung prekursor serta penerimaan
dan penyaluran obat setiap 3bulan sekali ke instansi terkait sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
e. Menyampaikan Laporan Hasil Pelaksanaan Pemusnahan Barang berupa
Berita Acara Pemusnahan Barang kepada instansi yang berwenang
bilamana terdapat perintah pemusnahan product dari Kantor Pusat.
f. Melakukan koordinasi dengan Personil terkait atas pemeriksaan dari pihak
eksternal dan Internal Audit untuk penyelesaian Corrective Action
Preventive Action (CAPA) atas BeritaAcara hasil pemeriksaan tersebut.
g. Menyampaikan Laporan produk diduga palsu ke lntansi yang berwenang
sesuai denganketentuan yang berlaku.
h. Memberikan edukasi yang berkaitan dengan ketentuan CDOB serta
peraturan yang berlakukepada seluruh personil terkait.
3) Tanggung Jawab Apoteker Penanggung Jawab Cabang:
a. Memastikan tercapainya sasaran mutu barang dagangan melalui
implementasi sistem mutu atas proses pengadaan, penerimaan.
penyimpanan, pendistribusian, pelaporan dan pengembalianbarang
dagangan obat dicabang sesuai dengan pedoman CDOB.
b. Memastikan salesman menjalankan intruksi penarikan barang dagangan
dengan mengembalikan dokumen tanda terima penarikan barang dagangan
(Recall) secara lengkap dan melaporkan ke Apoteker Penanggung Jawab
Kantor Pusat.
c. Memastikan pelaksanaan Inspeksi diri telah dilaksanakan sesuai dengan
program dan jadwalyang telah ditetapkan oleh Bidang Regulatory.
d. Memastikan laporan bulanan atas penyaluran Obat - obat Tertentu,
Psikotropika, Prekursor,obat jadi mengandung prekursor serta pelaporan
kegiatan penerimaan dan penyaluran obatsetiap 3 bulan sekali telah
dilaporkan ke instansi terkait sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
e. Memastikan Laporan Hasil Pelaksanaan Pemusnahan Barang berupa Berita
Acara PemusnahanBarang telah dilaporkan kepada instansi terkait sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
f. Memastikan Personil terkait telah menyelesaikan Corrective Action
Preventive Action (CAPA) berdasarkan temuan atas pemeriksaan dari
pihak eksternal dan Internal Audit.
4) Wewenang Apoteker Penanggung Jawab Cabang
a. Mendelegasikan tugasnya kepada Apoteker/ tenaga teknis kefarmasian
yang telahmendapatkan persetujuan dari instansi berwenang ketika sedang
tidak berada di tempat dakanjangka waktu tertentu.
b. Menyetujui atau menolak surat pesanan customer atas barang dagangan
obat (regular danPPO).
c. Menguasai kunci gudang penyimpanan obat - obat tertentu, psikotropika
dan prekursor.
d. Mengusulkan perubahan atas Prosedur Tetap dan Instruksi Kerja (lK)
kepada Bidang Regulatory and Business Developmen sesuai dengan
kebutuhan dan peraturan yang berlaku.
e. Mengajukan kepada Branch Manager atas usulan pelatihan, penambahan
sarana dan prasarana,kalibrasi peralatan, pemusnahan barang ED di cabang.
f. Mengusulkan kepada Branch Manager atas barang diduga palsu, rusak, ED,
recall, dan rejectuntuk dilakukan karantina serta menginformasikan barang
digudang karantina bilamana telah memenuhi syarat jual sesuai dengan
ketentuan yg berlaku.
g. Mengusulkan penyelesaian Corrective Action Preventive Action (CAPA)
atas temuan pemeriksaan dari pihak eksternal maupun lntemal kepada
personil terkait sesuai dengan batas waktu yang telah ditetapkan.

3.8 Bangunan dan Peralatan


Bangunan bebas dari banjir dan aman dari pencurian. Letak bangunan di PBF Indofarma
Global Medika dibedakan berdasarkan tempat/area dari arus penerimaan barang (In) dan
arus pengeluaran (Out) barang sehingga tidak terjadi benturan satu sama lain. Bangunan di
lantai 1 PBF Indofarma Global Medika terdiri dari gudang yang berfungsi sebagai tempat
pengadaan, penyimpanan, pendistribusian sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan.
Gudang terdiri atas gudang obat yang digunakan menyimpan sediaan farmasi sesuai
dengan peraturan berlaku dan suhu penyimpanannya.Beberapa contoh penyimpanan di
gudang PBF Indofarma Global Medika yaitu gudang koli,gudang ritel (receh), suhu
khusus, gudang CCP,gudang OMP, dan gudang OOT. Kemudian ada ruang retur yaitu
ruang yang digunakan untuk menyimpan produk kembalian dan tempat untuk verifikasi
dokumen produk kembalian, ruang karantina yaitu ruangan yang digunakan untuk produk
yang belum jelas statusnya, terdapat juga gudang recall/ED tempat menyimpan produk
yang rusak atau kadaluarsa sebelum dimusnahkan, dan yang terakhir terdapat gudang
psikotropik yang kunci pintu dan lemari nya dipegang oleh apoteker.

Gudang tempat penyimpanan sediaan farmasi di PBF Indofarma Global Medika sudah
memiliki penerangan yang cukup sehingga memudahkan proses penerimaan sampai
dengan penyaluran, tidak terkena sinar matahari secara langsung sehingga dapat
melindungi produk dari penurunan kualitas dan mutunya, lantai gudang dibuat lebih tinggi
atau di tinggikan dari permukaan tanah untuk menghindari banjir, tidak lembab, bebas dari
hewan pengerat, dan dilengkapi dengan alat pengatur suhu serta pengontrol suhu. Gudang
juga dilengkapi rak, palet dan garis yang terpisah untuk memisahkan penyimpanan obat
dengan golongan yang berbeda. Selain itu di gudang terdapat alat pengontrol suhu CCP
secara otomatis yang bisa mengukur suhu penyimpanan, suhu ruang dan kelembaban yang
akan terekam secara otomatis tiap 5 menit. Dengan penerapan sistem informasi yang
terintegrasi dengan baik akan mendukung kelancaran pengiriman barang serta komunikasi
yang terjalin dengan baik. PBF Indofarma Global Medika juga sudah menggunakan sistem
komputerisasi dalam beberapara kegiatan operasionalnya, misalnya ketersediaan stok
barang di gudang beserta tanggal kadaluwarsa dan no. batchnya, dapat terlihat secara
otomatis di komputer sehingga dapat memudahkan maintenance stok ketika ada pesanan.

Pemeliharaan kebersihan ruangan baik di gudang ataupun kantor dilakukan secara berkala
sesuai dengan SOP. Frekuensi pembersihan bisa dilakukan setiap hari, 1 minggu sekali
dan 1 bulan sekali. Pembersihan ruangan yang dilakukan setiap hari meliputi pembersihan
lantai, meja dan kursi, jendela dan pintu, rak/lemari file dan keranjang sampah.
Pembersihan 1 minggu sekali meliputi pembersihan dinding dan kaca serta langit-langit
ruangan sementara untuk pembersihan ruangan yang sebulan sekali meliputi pembersihan
AC/Blower/kipas angin/lampu. Bila terjadi kerusakan fasilitas maka petugas gudang dapat
melaporkan jenis kerusakan ke bagian Supervisor Administrasi cabang kemudian akan
dianalasi kerusakannya lalu mengajukan perbaikan/pergantian.

3.8.1 Peralatan Pendukung


Peralatan pendukung yang terdapat di PBF Indofarma Global Medika seperti
APAR (alat pemedam api ringan), trolly, pest control, rak-rak obat, palet, seperangkat
komputer dan lain-lain. Termasuk juga alat-alat kebersihan berupa penyedot debu,
pembersih lantai dan sebagainya. Alat-alat lain yang digunakan untuk menjamin mutu
sediaan farmasi misalnya pengatur suhu ruang, suhu kulkas, dan alat pengatur suhu
CCP. Semual alat-alat yang menjamin mutu sediaan tersebut dilakukan kalibrasi secara
berkala setiap setahun sekali di kantor pusat dengan melampirkan surat pengajuan
kalibrasi dari PBF cabang.

3.9 Pengelolaan Inventori di PBF


3.9.1 Perencanaan
Suatu kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga dalam rangka
pengadaan dengan tujuan mendapatkan jenis dan jumlah yang sesuai dengan
kebutuhan dan anggaran. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam kegiataan
perencanaan sediaan farmasi di PBF Indofarma Global Medika antara lain;
a) Kertas Kerja Per Bulan
Pembuatan Kertas Kerja (KK) merupakan langkah awal dalam kegiataan
perencanaan, dimana melalui kertas kerja ini dapat dihitung dan
diverifikasi berapa jumlah obat yang akan dipesan. Kertas Kerja mencakup
 nama obat
 kemasan
 target principale
 Rata-rata penjualan (historicale sales) perbulan
 Lead time
 Buffer stock/stock level ; stok pengaman yang harus ada.
Didapatkan dari rata-rata penjualan dikali dengan lead time.
 Stok akhir ; sisa stok di gudang
 Good in Transit (GIT); barang dalam perjalanan yang sudah
dipesan
 Total stok ; didapat dari GIT + Stok Akhir
 Permintaan; didapatkan dari Stok Level – Totatl Stok
 Adjussment Stok (permintaan) ; jumlah barang yang akan dipesan
dan sudah disetujui oleh apoteker
b) Historical sales tiap bulan
c) Diskon dari prinsipale
d) Trend penggunaan obat per bulan
e) Kapasitas gudang
f) Lead time

3.9.2 Pengadaan
Proses penyediaan obat yang dibutuhkan di PBF dan diperoleh dari PBF
pusat dan Principale. Tujuannya untuk memperoleh obat/alkes yang dibutuhkan
dengan harga layak, mutu terjamin dan proses pengiriman berjalan baik dan tepat
waktu.
Alur Pengadaan sediaan farmasi di PBF Indofarma Global Medika dapat
dijelaskan sebagai berikut.

Gambar 2. Alur pengadaan PBF Indofarma Global Medika

Keterangan alur pengadaan :

1) PBF Cabang Distributor membuat surat pesanan ke kantor pusat atau yang
disebut Purchase Requesition (PR) berdasarkan Kertas Kerja yang dibuat
kemudian ditandatangani oleh APJ. PR berisi nama PBF, tanggal pesanan,
nama obat, jumlah obat, kemasan, nama pabrik, dan tanda tangan APJ.
2) Kantor pusat akan menerima PR dari cabang dan terlebih dahulu melihat dan
mengevaluasi stok obat di tiap cabang terlebih dahulu. Jika obat yang dipesan
oleh PBF stoknya ada di cabang lain maka kantor pusat akan menerbitkan
dokumen RPL ke cabang terdekat dab cabang terdekat akan mengirimkan
barang ke PBF Cabang pemesan.
3) Jika di kantor pusat tidak ada stok barang yang dipesan, maka kantor pusat
akan memesan ke pabrik Indofarma atau non – Indofarma dengan
melampirkan Purchase Order (PO) yang ditandatangani apoteker penanggung
jawab. Kemudian dari pabrik akan mengirimkan barang langsung ke PBF
cabang yang memesan dengan melampirkan faktur penjuakan atau barang
dapat dikirim terlebih dahulu ke kantor pusat baru setelah itu kantor pusat
akan mengirimkan ke PBF cabang yang memesan dengan melampirkan SPB
(Surat Pengantar Barang) .

3.9.3 Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi,
jumlah, mutu, yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik
yang diterima. Prosedur penerimaan perbekalan farmasi di PBF Indofarma;
1) Barang datang dari pabrik dengan membawa Surat Pengantar Barang
2) Apoteker memeriksa kesesuaian fisik barang dengan SPB dan PO yang
mencakup nama pabrik, nama barang, kemasan, jumlah, kekuatan sediaan,
no.batch, tanggal expired. Apoteker juga melakukanverifikasi keutuhan
wadah/ box, fisik dan fitur kemasan dan label kemasan.
3) Setelah sesuai SPB di print lagi menjadi GR (Good Receipt) sebagai bentuk
ceklist penerimaan barang yang ditandatangani kepala gudang dan Apoteker
4) Setelah sesuai dan apoteker menandatangani GR, input stock obat datang ke
dalam sistem dan input juga lokasi penyimpanan obat tersebut secara virtual.
Lokasi penyimpanan virtual secara komputerisasi dibagi menjadi beberapa
kode yaitu,
A : Gudang Normal/Reguler
B : Konsinyasi
C : ED
F : Trading/tender
I/G/H : E-katalog
P : Penyisihan
5) Selain diinput secara system, pencatatan pemasukan barang juga dilakukan di
kartu stok barang. Faktur/ surat jalan dan bukti ekspedisi disatukan, dan
diarsipkan.
6) Jika pada saat penerimaan barang terdapat barang yang rusak/ pecah, maka
harus segera dilaporkan dan dicatat pada faktur/ surat jalan.

3.9.3.1 Retur Pembelian ke Supplier/ Pabrik :


a. Barang yang diretur disiapkan dan disimpan terpisah dari barang lainnya
oleh staff gudang. Apoteker membuat form retur yang memuat barang-
barang tersebut ditandatangani oleh Apoteker dan Kepala Cabang
b. Barang dikirim ke Supplier/Pabrik beserta form retur. Apoteker
mengarsip copy form retur yang disatukan dengan bukti ekspedisi.
Pengeluaran barang dicatat di buku pengeluaran barang.
c. Apoteker meminta bukti ekspedisi/tanda terima untuk barang yang sudah
diterima oleh Supplier (ada tanda tangan penerima) paling lambat 1
minggu setelah barang dikirim.
d. Dokumen retur di arsip oleh Apoteker.

3.9.4 Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara
menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman
dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. Sistem
penyimpanan obat di gudang menggunakan sistem First Expired First Out (FEFO);
obat-obat yang tanggal kadaluarsanya lebih dekat dijual atau didistribusikan
terlebih dahulu, penempatan pada rak-rak yang telah dikelompokkan berdasarkan
sumber prinsipal. Sistem pengeluaran dan pemasukan stok obat semua dicatat di
kartu stok. Ada beberapa kategori penyimpanan obat di gudang yaitu:
1. Gudang koli; gudang utama untuk menyimpan obat yang masih dalam dus dan
dalam jumlah yang besar dan tempat penyimpanan infus.
2. Gudang ritel/receh; tempat menyimpan obat obat OTC, sirup, tablet, salep,
injeksi yang jumlahnya tidak sebanyak di gudang umum/koli seperti obat-obat
captopril, ibuprofen sirup, biovision tablet.
3. Gudang Psikotropik; Tempat penyimpanan psikotropik Farmasi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Kunci pintu dan kunci lemari
psikotropik sepenuhnya dipegang dan menjadi tanggungjawab apoteker.
4. Gudang OOT (Obat-Obat Tertentu) ; Tempat penyimpanan OOT dan obat lain
dipisahkan, paletnya juga dipisahkan dari palet obat lain dan terdapat garis
pembata.
5. Gudang Obat Mengandung Prekursor (OMP); Prekursor adalah bahan obat/
bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan narkotik dan psikotropik.
Palet yang digunakan juga dipisahkan dari palet obat lain dan terdapat garis
pembatas.
6. Gudang CCP (Cold Chain Product); Penyimpanan produk rantai dingin yang
dikontrol secara berkala suhu penyimpanannya. Contohnya : Vaksin Hepatitis
B recombinan,vaksin BCG, serum biosave. Suhu ruang rata-rata 2-8 derajat
celcius.
7. Gudang Khusus ; Penyimpanan produk yang memiliki suhu penyimpanan
khusus. Contohnya : ranitidin tablet, amoksisilin sirup. Suhu ruang rata-rata 15-
25
8. Gudang Recall dan gudang ED; Penyimpanan produk kembalian, ED, atau
rusak yang siap dimusnahkan.
9. Ruang Retur; Ruang yang digunakan untuk menyimpan produk kembalian dan
tempat untuk verifikasi dokumen produk kembalian
10. Ruang Karantina; ruangan yang digunakan untuk produk yang belum jelas
statusnya.

Perawatan penyimpanan obat juga dilakukan seperti menjaga dan merawat


kondisi barang terkait kerapihan, kebersihan, kemanan di suhu penyimpanan yang
sesuai. Selain itu harus memiliki data mutasi up to date di kartu barang pada setiap
item dan melakukan kategori barang laku tidak laku seperti; Laku (umur stok 1-20
hari), Kurang laku (2 bulan), Tidak laku ( >5 bulan) , Rusak/ED, dan Barang hilang.

3.9.4 Pendistribusian
PBF disebutkan sebagai “peratara” antara pabrik dengan fasyankes seperti apotek,
RS, Klinik, Toko obat, Puskesmas yang telah memiliki izin untuk menyalurkan
sediaan farmasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Alur
pendistribusian di PBF meliputi

1. PBF menerima surat pesanan dari outlet melaluis salesman ataupun telp/fax
(Apotek, RS, Klinik, Puskesmas)
2. APJ melakukan screening terhadap SP dari sarana dengan mmperhatikan hal-hal
berikut :
a) Periksa kebenaran SP meliputi :
Keaslian SP.
 Nama dan alamat penanggung jawab sarana pemesan.
 Nama obat, bentuk sediaan, kekuatan/potensi, jumlah dalam bentuk
angka dan huruf.
 Nomor dan tanggal SP.
 Nama, alamat, dan izin sarana pemesan.
b) Periksa keabsahan SP meliputi :
 Tandatangan dan nama jelas penanggung jawab.
 No SIKA penanggung jawab.
 Stempel fasilitas distribusi/sarana pelayanan kefarmasian.
c) Kewajaran jumlah dan frekuensi pemesanan dari pemesan.
3. Surat Pesanan yang sudah di screening diinput oleh bagian fakturis (Administrasi)
menjadi SOA (Sales Order Acknolegement) yang diverifikasi oleh APJ
4. SOA kemuadian di print lagi menjadi Picking list yang berisi nama barang,
jumlah, kemasan, No.Batch, Exp.date sebagai dokumen yang digunakan untuk
tahap penyiapan barang.
5. Petugas gudang menyiapkan barang yang sesuai dengan Picking list dan tanda
tangan “penyedia” pada lembar picking list dan. Barang yang dikeluarkan secara
FEFO dan ditulis di kartu stok kemudian di paraf penyedia.
6. Barang yang sudah disiapkan kemudian di kemas dengan melampirkan dokumen
Packing List yang akan ditanda tangani petugas gudang dan pengirim barang
sebagai tanda barang siap dikirim. Setelah sesuai pemeriksaan, ttd pemeriksa dan
isi jam pengantar barang kemudian dokumen diserahkan ke Adm untuk dicetak
faktur penjualan dan di tandatangani oleh APJ dan Kepala cabang.
7. Barang dikirim oleh pengirim barang dengan melampirkan faktur penjualan.
Untuk Surat pesanan untuk OOT, Presursor dan Psikotropik disesuaikan dengan
peraturan perundang-undangan dan untuk penyaluran produk rantai dingin (CCP)
dikemas dalam icebox agar suhu terjaga selama proses pengiriman.

3.9.5 Transportasi

Aspek transportasi PT. Indofarma Global Medika Cabang Bandung diterapkan


sesuai dengan standar CDOB. Selama proses transporasi obat dan atau bahan obat
dipertahankan pada kondisi penyimpanan yang sesuai dengan informasi pada
kemasan. Kendaraan dan personil yang terlibat dalam pengiriman akan dilengkapi
dengan peralatan kemananan tambahan yang sesuai untuk mencegah pencurian
obat dan atau bahan obat serta penyelewengan selama transportasi dengan adanya
surat jalan untuk setiap expedisi dan lembar faktur. Terdapatnya sistem control
suhu yang tervalidasi untuk memastikan kondisi transportasi yang benar
dipertahankan antara fasilitas distribusi dan pelanggan dimana pelanggan akan
dapat memperoleh dokumen data suhu untuk menunjukkan bahwa obat tetap
dalam kondisi suhu penyimpanan yang dipersyaratkan selama transportasi dengan
terdapatnya form laporan pengiriman produk dengan suhu 2-80 C. Desain dan
penggunaan kendaraan serta peralatan PT. Indofarma Global Medika sudah sesuai
dengan aspek CDOB dimana desain dan penggunaan kendaraan serta peralatan
bertujuan untuk meminimalkan resiko kesalahan, memudahkan dalam
pembersihan atau pemeliharaan untuk menghindari kontaminasi, penumpukan
kotoran atau debu yang dapat mempengaruhi mutu obat dan atau bahan obat.

3.10 Penanganan Pasca Distribusi


3.10.1 Retur
Retur adalah kegiatan pengembalian barag dari outlet ke PBF. Retur dapat
dilakukan oleh outlet jika terdapat kesalahan pengiriman barang, barang rusak,
dan barang expired. Tahapan untuk pegajuan retur barang yaitu;
1. Salesman menerima Form Pengajuan Retur dari outlet dan melakukan
verifikasi persyaratan retur sesuai ketentuan sebagai berikut:\
 Kemasan produk utuh
 Pelanggan menyerahkan copy faktur penjualan
 Barang retur sesuai dengan faktur penjualan
 Umur faktur maksimal 2 tahun
 Form pengajuan retur dari outlet
 Expired date sesuai dengan ketentuan MOU dengan principale.
2. Salesman melakukan verifikasi setelah menerima form pengajuan retur dari
outlet dan diajukan persetujuan kepada kepala cabang.
3. Jika kepala cabang tidak setuju maka akan kembali ke point 1.
4. Jika kepala cabang setuju maka selanjutnya salesman akan mengintruksikan
pengantar barang untuk mengambil produk retur dari pelanggan
5. Pengirim barang akan menyarahkan barang retur ke gudang cabang dan
meletakkannya di ruang retur.
6. Kepala gudang dan APJ akan akan melakukan serah terima barang sesuai
dengan copy faktur dengan melakikan stempel pemeriksaan barang terkait
kesesuaian barang, jumlah, kemasan, kondisi fisik.
7. Jika barang mendekati ED atau produk diduga palsu maka setelah masuk
ruang retur akan diletakkan di ruang karantina untuk di evaluasi.
8. Jika produk retur masih memenuhi standar mutu atau hanya salah kirim saja,
maka produk retur tersebut setelah masuk ruang retur akan langsung masuk ke
ruang good stok untuk didistribusikan kembali dan kepala gudang akan
membuat adjussment stok untuk pengembalian produk tersebut.

3.10.2 Produk Recall

Penarikan kembali produk adalah permintaan dari pabrikan untuk mengembalikan


suatu produk setelah ditemukannya masalah keselamatan atau cacat produk yang
dapat membahayakan konsumen atau membuat pembuat / penjual dalam risiko
tindakan hukum. Penarikan produk recall ada 2 jenis yaitu;

a) Mandatory recall; Penarikan wajib atas perintah BPOM. BPOM menemukan


barang yang tidak layak/tidak memenuhi syarat mutu maka, BPOM akan
membuat surat ke Pabrik untuk penarika barang di seluruh outlet dan harus
lapor kembali ke BPOM.
b) Voluntary recall; Penarikan atas perintah pabrik sendiri (Pemilik izin edar).
QA pabrik melakukan evaluasi post market dan menemukan kegagalan produk
atau ketidaksesuaian ijin edar , maka dari pabrik akan mengeluarkan surat
penarikan. Misalnya, Direktur Distribution IGM menerbitkan surat penarikan
ke PBF cabang lalu membuat hasil laporan penarikan dari cabang ke pusat

Saat mendapat surat perintah penarikan produk dari pimpinan pusat dan data
distribusi produk recall, maka APJ/PJT cabang akan segera melakukan:

1. APJ/PJT membuat surat perintah penarikan dan tanda terima penarikan


(TTPP) yang ditandatangani kepala Cabang.
2. Surat Perintah Penarikan dan TTP disampaikan oleh salesman kepada
pelanggan maksimal 1 x 24 jam.
3. Setelah pelanggan menerima informasi atas produk yang dilakukan
penarikan selanjutnya pelanggan melakukan pengecekan stok produknya.
 Jika ada sisa produk recall di Pelanggan, maka pelanggan akan
menginformasikan sisa stok dan mengisi form Tanda terima Penarikan,
menandatanganidilengkapi nama APJ Pelanggan, nomor SIPA dan
stempel pelanggan.
 Pelanggan menyerahkan produk yang ditarik ke salesman beserta form
TTP. Untuk PBF biasanya dilampirkan juga data distribusi produknya.
 Selanjutnya melakukan serah terima barang dengan petugas IGM.
 Petugas gudang dan APJ akan memeriksa produk recall dari salesman
dan memberikan lebel “produk penarikan” dan disimpan di gudang
karantina.

Penanganan Produk Recall di Gudang Cabang juga dilakukan dengan tahapan


sebagai berikut:

1. Menginstruksikan petugas gudang untuk memindahkan sisa stok baik secara


system ataupun fisik ke gudang karantina
2. APJ/PJT akan membuat laporan rekapitulasi recall ke pusat
3. APJ/PJT Pusat akan memproses hasil laporan recall cabang dan membuat
dokumen transfer order.
4. Pusat akan menginstruksikan petugas cabang untuk mengirimkan sisa
produk recall tersebut ke gudang pusat dalam batas waktu 1x 24jam.

3.10.3 Survey Kepuasan Pelanggan


Sebagai bagian dari pelayanan purna jual, setiap 6 bulan sekali, Spv Sales Cabang
memberikan Form Kuesioner Survey Kepuasan Pelanggan kepada salesman sesuai
area masing masing dan menyampaikan cara pengisian form kepuasan pelanggan.
Dari hasil survey tersebut nantinya akan di analisa apakah terdapat keluhan keluhan
dari pelanggan. Jenis keluhan dapat dikelompokkan, misalnya keluhan pelayanan
atau keluhan produk (mutu produk atau produk diduga palsu).

3.10.4 Stok Opname (SO)

Stok Opname bisa dilakukan harian/minnguan/bulanan/triwulan/semester/tahunan.


Stok Opname harian atau mingguan dapat dilakukan dengan cara sampling obat yang
fast moving saja. Stok Opname bulanan dapat dilakukan dengan cara :

1. Menghentikan terlebih dahulu transaksi pemasukan dan pengeluaran barang di


sistem selama stok opname berlangsung
2. Memisahkan barang yang belun terkirim dan memilah barang sesuai pembagian
gudang
3. Tim opname melakukan perhitungan stok fisik barang
4. Tim opname memasukkan hasil perhitungan ke dalam sistem
5. Jika sudah sesuai maka data akan diverifikasi.

3.10.4 Inspeksi Diri

Inspeksi diri bertujuan untuk mengevaluasi seluruh sistem operasional di fasilitas


distribusi dalam semua aspek yang dapat mempengaruhi mutu obat dan/atau bahan
obat serta memastikan keefektikan Sistem Mutu yang diterapkan. Secara umum
pelaksanaan inspeksi diri di PBF Indofarma Global Medika yaitu;

1. Jadwal inspeksi diri setiap 3 bulan sekali.


2. Daftar periksa disiapkan oleh tim inspeksi diri yang ditunjuk oleh Pusat.
3. Semua temuan dicatat pada daftar periksa oleh tim inspeksi diri.
4. Kelompokkan temuan ke dalam kelompok tingkat kekritisan.
5. Buat laporan temuan dan rekomendasi rencana perbaikan dan tindak lanjut.
6. Siapkan daftar dan rencana perbaikan laporan inspeksi diri dalam Corrective
Action and Preventive Action (CAPA).
7. Tentukan timeline dan penanganan temuan yang menjadi masalah.
8. Bagikan laporan semuanya kepada tim untuk dilakukan perbaikan.

3.10.5 Corrective Action and Preventive Action (CAPA).


Temuan hasil inspeksi diri serta tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki atau
mencegah ketidaksesuaian tersebut timbul kembali. Dalam lembar CAPA sendiri
terdapat beberapa kolom yang harus diisi terkait temuan yang didapat, contoh
pengisian CAPA di PBF Indofarma Global Medika:
 Point di CDOB : 3.6
 Aspek Detail : Bangunan dan Peralatan; Apakah luas ruang
penyimpanan memadai?
 Tingkat Kekritisan : M (Mayor; kekurangan yang memengaruhi mutu
Obat tetapi tidak berdampak fatal terhadap
kesehatan konsumen)
 Sesuai/tidak sesuai : Tidak sesuai
 Temuan dan Observasi : Masih ada obat (cairan) yang disimpan di luar area
gudang
 Akar Penyebab : Kapasitas gedung sudah overload (tempat
penyimpanan sudah tidak sebanding dengan
persediaan yang ada)
 Corretive Action : Mengajukan pindah kantor dan gudang dengan luas
yang sesuai dengan kapasitas persediaan
 Preventive Action : Sosialisasi protap penyimpanan barang
 Time Line : 31 Juli 2019
 PIC (Person In charge) : Kacab, APJ, Tim Pusat
 Bukti Perbaikan :Foto kantor dan gudang cibolerangdan lampirkan
ijin PBF cabang. Kemudian lampiran hasil
sosialisasi protap.
 Status : Closed

3.10.6 Dokumentasi dan Pelaporan


Penerapan aspek dokumentasi yang dilakukan PT. Indofarma Global Medika Cabang
Bandung meliputi dokumen tertulis terkait dengan distribusi (pengadaan,
penyimpanan, penyaluran dan pelaporan), prosedur tertulis (SOP), Instruksi Kerja,
Form, dan dokumen lain yang terkait dengan pemastian mutu. Penyimpanan
dokumen minimal selama 3 tahun dan setelah itu dapat dimusnahkan. Apoteker
bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan dokumentasi. Tujuan dari dokumentasi
yaitu mempermudah penelusuran data dan dokumentasi merupakan aspek penting
apabila ada sidak dari BPOM, karena segala sesuatu yang dilakukan harus di
dokumentasikan. Secara umum peranan apoteker dalam pelaporan adalah
melaporkan berbagai kegiatan yang terjadi berkaitan dengan obat/sediaan farmasi
yang dikelolanya oleh PBF tersebut.

a. Laporan distribusi Narkotika, Psikotropika, OOT dan prekursor (Laporan e-


Napza)
Laporan ini berisikan data keluar masuknya obat Narkotika, Psikotropika, OOT
dan prekursor dari dan ke PBF selama satu bulan, dimana pada laporan ini harus
detail nama apotek penerima dan alamat apotek penerima. Laporan ini ditujukan
kepada Badan POM yang diserahkan maksimal tiap tanggal 10 pada bulan
berikutnya.

b. Laporan e-Report
Laporan e-report yaitu laporan yang berisikan data logistik obat yang mencakup
pengeluaran dan pemasukan produk ethical selama 3 bulan. Pelaporan ini
dilakukan setiap 3 bulan sekali kepada Kementrian Kesehatan. Prosedur sistem e-
report yaitu buka website Kementerian Kesehatan, pilih e-report masukan nomor
dan password, kemudian data diimport.

3.10 Mengelola Penjualan dan Pelayanan

3.10.1 Menentukan Data Base Pelanggan

Database pelanggan dapat digunakan sebagai salah satu penunjuk arah penjualan
agar produk dapat memasuki pasar yang tepat. Aktivitas penjualan akan berjalan
secara cepat dan efisien jika tenaga penjual telah dilengkapi dengan database
pelanggan yang prospektif dan menjadi target pendistribusian.Penentuan data base
pelanggan bisa dilakukan dengan melihat potensi Fasyankes yang telah memiliki izin
dalam populasi dan melihat banyaknya fasyankes yang sudah terdaftar di PBF.
Populasi merupakan banyaknya fasilitas penjualan obat pada suatu daerah. Contoh :
10rb fasilitas penjual obat (Bandung dan sekitarnya). Setelah mendapatkan data base
berupa outlet/fasyankes yang sudah dilayani, maka dilakukan klasifikasi pelanggan
untuk menentukan administrasi, menganalisa rata-rata penjualan di masing masing
outlet. Kemudian dilakukan mapping area untuk menentukan dan mengelola berapa
tenaga salesman yang dibutuhkan untuk masing masing area. Setelah semua terdata,
maka dibuat kesepakatan antara kedua belah pihak dari pihak PBF dan fasyankes
yang disebut sebagai Service Level Aggrement (SLA) terkait lead time, metode
pembayaran dan jadwal pengiriman barang di dalam dan luar kota.

3.10.2 Metode Pembayaran dan Pengelolaan Piutang Dagang


Metode pembayaran dikelola berdasarkan historical sales dan lama tidaknya menjadi
customer.
a) Customer baru : Customer baru harus melakukan metode pembayaran Cash
On Delivey (COD) minimal pembelian Rp 2.00.000,00
selama 3 kali. Steelah itu baru mendapatkan limit awal
sebesar Rp 1.000.000,00. Limit akan betambah jika
historical sales-nya baik.
b) Customer lama : Limit kredit diberikan berdasarkan historical transaksi dan
historical sales. Jika rata-rata pembelian 5 sampai 10 juta
selama 6 bulan sampai 1tahun dan historical
pembayarannya baik maka limit dapat naik secara bertahap.
BAB IV
TUGAS KHUSUS
DOKUMENTASI DAN PENGARSIPAN

Berdasarkan juklak CDOB pada BAB IX tentang Dokumentasi dijelaskan bahwa


dokumentasi meliputi:
a) Dokumen pengadaan: surat pesanan, faktur atau surat jalan dari pemasok harus
disatukan.
b) Dokumen penyimpanan; meliputi kartu stok
c) Dokumen penyaluran meliputi: surat pesanan dari pelanggan, faktur atau surat
jalan/surat penyerahan barang harus disatukan.

Pengarsipan dokumen pengadaan di PBF Indofarma Global Medika disimpan sesuai


dengan CDOB. Purchase Requerement (surat pesanan ke principale) yang memuat nama
obat, jumlah obat dan nama principale dipisahkan masing masing golongan obat (OOT,
Psikotropik, OMP, dan Obat regular) kemudian disatukan dengan dokumen GR (good
receipt) dan SPB (Surat Pengantar Barang) yang sudah diverifikasi oleh apoteker
dijadikan 1 dalam filebook dokumen kemudian disimpan dalam lemari yang terpisah.
Penyimpanan dokumen tersebut diurutkan dari nomor PR terendah ke tertinggi supaya
lebih mudah pencarian.

Pengarsipan dokumen penyaluran di PBF Indofarma Global Medika juga merujuk pada
pedoman CDOB. Kegiatan pendokumentasian penyaluran yang dilakukan yaitu;
1. Memisahkan faktur penjualan per bulan dengan cara mengurutkan nomor DO dari
yang terendah sampai tertinggi.
2. Memisahkan faktur penjualan masing masing golongan obat
3. Menyatukan surat pesanan pelanggan yang sudah di cap dan di tandatangan oleh
apoteker dengan faktur penjualan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di PBF PT.
Indofarma Global Medika Cabang Bandung, dapat disimpukan bahwa:

1. Peran dan tugas Apoteker Penanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya di PBF
PT. Indofarma Global Medika Cabang Bandung adalah melaksanakan dan
mengawasi kegiatan pengelolaan obat dan alat kesehatan sebagai komoditi utama yang
disalurkan oleh PBF ini serta melakukan evaluasi mutu obat dan proses pelaksanaan
ditribusi.
2. Penerapan aspek manajemen pengelolaan obat dan alat kesehatan di PBF PT.
Indofarma Global Medika telah didukung oleh system aplikasi yang terintegrasi
keseluruh perangkat computer yang ada di kantor PBF, sehingga dapat
meningkatkan aktifitas dan efisiensi operasional PBF.
3. Praktek Kerja Profesi Apoteker yang dilakukan di PBF dapat merasakan suasana
kerja sebagai tenaga farmasi yang professional di bidang distribusi farmasi, dan dapat
mengetahui gambaran nyata tentang penerapan prinsip CDOB di PT. Indofarma
Global Medika yang meliputi proses perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, penyaluran perbekalan farmasi baik obat reguler, obat golongan
prekusor, obat golongan psikotropika dan OOT.

5.2 Saran
Ada beberapa saran yang dapat dijadikan pertimbangan untuk perkembangan PT.
Indofarma Global Medika Cabang Bandung, yaitu:
1. Penyimpanan obat di gudang ritel maupun gudang koli sebaiknya dipisahkan
berdasarkan sediaan. Misalkan tempat untuk penyimpanan sirup dan injeksi sebaiknya
dipisahkan dan diberi jarak.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009


Tentang Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI

Departemen Kesehatan RI. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014


Tentang Tenaga Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI

Departemen Kesehatan RI. 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51


tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Departemen Kesehatan RI : Jakarta

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


1148/MENKES/PER/VI/2011 Tahun 2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


34 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


30 Tahun 2017 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta

Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 9 Tahun 2019. Tentang Pedoman
teknis cara distribusi obat yang baik. Jakarta

Badan POM RI. 2015. Petunjuk Pelaksanaan Cara Distribusi Obat Yang Baik
LAMPIRAN

Lampiran 1. Denah Bangunan PT. Indofarma Global Medika Cabang Bandung


Lampiran 2. Contoh Kartu Stok Gudang
Lampiran 3 Macam-Macam Penyimpanan di Gudang
Gudang Umum Gudang Ritel

Gudang Psikotropik dan Lemari


Psikotropik
Gudang OOT Gudang OMP

Gudang Khusus suhu 15-25


P
derajat celcius
Gudang Recall dan ED Alat pengontrol suhu otomatis

Ruang Retur
Ruang Karantina
Lampiran 4 Dokumentasi Pengadaan

 Contoh surat pesanan ke principale


 Surat Pesanan OOT
 Produk Psikotropik

Lampiran 5
Dokumen
Penerimaan
Barang

 Surat
Pengantar
Barang
(SPB)
 Good Receipt (Tanda Terima Barang)
Lampiran 6 Dokumen Pendistribusian

 Surat Pesanan Outlet


 SOA (Sales Order Acknomlegement)
 Picking list (lembar penyediaan barang)
 Packing list (lembar pengemasan barang)

 Faktur Penjualan
Lampiran 6 Form Retur Barang dagangan dari outlet
Lampiran 7 Lembar Inspeksi Diri
Lampiran 8 Lembar Dokumentasi Pelatihan Karyawan

Anda mungkin juga menyukai