Anda di halaman 1dari 84

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang

digunakan untuk mempengaruhi sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam

rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan

kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Bahan obat adalah bahan baik yang

berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat

dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi. Obat sangat erat kaitannya

dengan kesehatan manusia (Kemenkes RI, 2011).

Menurut Undang-undang No. 36 Tahun 2009, kesehatan adalah sehat baik

secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

untuk hidup produktif secara sosial ekonomis.

Untuk menjamin kesehatan masyarakat diperlukan sediaan farmasi yang

dapat membantu pengobatan. Sediaan Farmasi harus aman, berkhasiat/

bermanfaat, bermutu, dan terjangkau. Pengamanan sediaan farmasi dilaksanakan

untuk melindungi masyarakat dari bahaya karena penggunaan yang tidak

memenuhi persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau khasiat kemanfaatan

(UU No. 36 Tahun 2009).

Untuk itu Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai PBF untuk

menjamin obat sampai ke pelayanan kesehatan dengan aman. Pedagang Besar

Farmasi yang selanjutnya disingkat PBF adalah perusahaan berbentuk badan

hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat

1
dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan (BPOM RI, 2019). PBF cabang adalah cabang PBF yang telah memiliki

pengakuan untuk melakukan pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau

bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pedagang Besar Farmasi merupakan salah satu unit terpenting dalam kegiatan

penyaluran sediaan farmasi kepada fasilitas pelayanan kesehatan seperti apotek,

instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik dan toko obat agar dapat sampai

ke tangan masyarakat. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk

mempertahankan integritas distribusi obat di setiap titik distribusi sejak dari

industri farmasi hingga fasilitas pelayanan kefarmasian yaitu mengharuskan setiap

Pedagang Besar Farmasi (PBF) untuk menerapkan Cara Distribusi Obat yang

Baik (CDOB) (Kemenkes RI, 2011).

Setiap PBF harus memiliki Apoteker penanggung jawab yang bertanggung

jawab terhadap pelaksanaan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat

dan/atau bahan obat. Apoteker penanggung jawab harus memiliki izin sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dengan demikian, apoteker harus mendapatkan bekal pengetahuan dan

pengalaman praktis yang cukup, yang salah satunya dapat diperoleh melalui

kegiatan Praktik Kerja Profesi di Pedagang Besar Farmasi. Pelaksanaan Praktik

Kerja Profesi di Pedagang Besar Farmasi, Fakultas Farmasi bekerja sama dengan

PT. Indofarma Global Medika Cabang Medan, yang berlokasi di Jalan SM Raja

KM 10,8, Komp. ATC, Amplas, Medan, Provinsi Sumatera Utara. PBF PT.

Indofarma Global Medika adalah salah satu PBF cabang yang bersifat BUMN di

Kota Medan.

2
1.2 Tujuan

Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Pedagang Besar Farmasi ini

bertujuan:

a. Mengetahui dan memahami praktek pendistribusian obat secara langsung di

pedagang besar farmasi (PBF).

b. Mengetahui peran, fungsi dan tanggung jawab apoteker di PBF.

c. Memahami Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB).

1.3 Manfaat

Manfaat dari Praktik Kerja Profesi Apoteker di Pedagang Besar Farmasi

antara lain :

1. Mengetahui, memahami praktek pendistribusian obat secara langsung di

Pedagang Besar Farmasi (PBF).

2. Mengetahui peran, fungsi dan tanggung jawab apoteker dalam menjalankan

pekerjaan kefarmasian di PBF.

3. Mendapatkan pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian di PBF

untuk menjadi apoteker yang profesional.

1.4 Pelaksanaan Kegiatan

Praktek Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan selama dua minggu dari

tanggal 10 Juni 2019 sampai 21 Juni 2019 di PT. Indofarma Global Medika

Cabang Medan, yang berlokasi di Jalan SM Raja KM 10,8, Komp. ATC, Amplas,

Medan, Provinsi Sumatera Utara.

3
BAB II

TINJAUAN UMUM
PEDAGANG BESAR FARMASI

2.1 Defenisi Pedagang Besar Farmasi (PBF)

Berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 9 Tahun

2019 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB),

menyebutkan bahwa Pedagang Besar Farmasi, yang selanjutnya disingkat PBF

adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan,

penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.2 Peranan/Tanggung jawab Apoteker di Pedagang Besar Farmasi

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009

tentang Pekerjaan Kefarmasian, yang dimaksud dengan Apoteker adalah sarjana

farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah

jabatan Apoteker. Setiap fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi harus

memiliki seorang Apoteker sebagai penanggung jawab. Apoteker penanggung

jawab dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau tenaga teknis

kefarmasian.

Tenaga kefarmasian dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada

fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi dan alat kesehatan, instalasi

sediaan farmasi dan alat kesehatan milik pemerintah, pemerintah daerah provinsi,

dan pemerintah daerah kabupaten/kota dan/atau fasilitas pelayanan kefarmasian

4
melalui praktik di Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, puskesmas, klinik,

toko obat atau praktek bersama.

Menurut Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan

Kefarmasian, seorang Apoteker harus memiliki keahlian dan kewenangan dalam

menyelenggarakan pekerjaan kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian dalam fasilitas

distribusi atau penyaluran sediaan farmasi merupakan salah satu bagian dari

penyelenggaran pekerjaan farmasi dimana Apoteker sebagai penanggung jawab

harus memenuhi Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), menetapkan Standar

Prosedur Operasional (SPO) yang diperbaharui terus-menerus sesuai dengan

mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi dan

sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan mencatat segala hal yang

berkaitan dengan proses distribusi pada fasilitas distribusi atau penyaluran

sediaan farmasi.

Pelaksanaan pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)

merupakan salah satu tanggung jawab seorang Apoteker dalam fasilitas distribusi

atau penyaluran sediaan farmasi yang bertujuan untuk menjamin produk sampai

ke tangan konsumen dengan keamanan, khasiat, dan mutu sesuai dengan

persyaratan. Pelaksanaan peran Apoteker di fasilitas distribusi atau penyaluran

sediaan farmasi sesuai Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dimulai dari

pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian.

2.3 Perizinan Pedagang Besar Farmasi

2.3.1 Perizinan PBF Pusat

Untuk memperoleh izin PBF, menurut Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No.34 Tahun 2014 tentang Pedagang Besar Farmasi, pasal 4

5
ayat (1) menyebutkan bahwa pemohon harus memenuhi persyaratan sebagai

berikut:

a. Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi;

b. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

c. Memiliki secara tetap apoteker Warga Negara Indonesia sebagai

penanggung jawab;

d. Komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat

baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan

perundang-undangan di bidang farmasi dalam kurun waktu 2 (dua)

tahun terakhir;

e. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat

melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat serta

dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF;

f. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan

yang dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan; dan

g. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai

CDOB.

2.3.2 Tata Cara Pemberian Izin Pedagang Besar Farmasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.34 tahun 2014 tentang

Pedagang Besar Farmasi Pasal 7 dan pasal 8 untuk memperoleh izin PBF,

pemohon harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan

tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala

Balai POM. Permohonan harus ditandatangani oleh Direktur/Ketua dan Apoteker

6
calon penanggung jawab disertai dengan kelengkapan administratif sebagai

berikut:

a. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas direktur/ketua;

b. Susunan direksi/pengurus;

c. Pernyataan komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak

pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang

farmasi dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir;

d. Akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan

perundang- undangan;

e. Surat Tanda Daftar Perusahaan;

f. Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan;

g. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak;

h. Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang;

i. Peta lokasi dan denah bangunan;

j. Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab;

k. Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab.

Tata cara pemberian izin mendirikan PBF menurut Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No. 34 tahun 2014 tentang Pedagang Besar

Farmasi yaitu:

1) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan

permohonan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala

Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM, maka

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi melakukan verifikasi kelengkapan

administratif;

7
2) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan

permohonan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala

Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM, maka

Kepala Balai POM melakukan audit pemenuhan persyaratan CDOB;

3) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi

kelengkapan administratif, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi

mengeluarkan rekomendasi pemenuhan kelengkapan administratif kepada

Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Balai POM dan

pemohon.

4) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak melakukan audit

pemenuhan persyaratan CDOB, Kepala Balai POM melaporkan

pemohon yang telah memenuhi persyaratan CDOB kepada Kepala Badan.

4a) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima laporan

sebagaimana dimaksud pada ayat(4), Kepala Badan POM memberikan

rekomendasi pemenuhan persyaratan CDOB kepada Direktur Jenderal

dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan pemohon.

5) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima

rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4a) serta persyaratan

lainnya yang ditetapkan, Direktur Jenderal menerbitkan izin PBF.

6) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), (4a)

dan ayat (5) tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon dapat membuat

surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Direktur Jenderal

dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Balai POM dan Kepala

Dinas Kesehatan Provinsi.

8
7) Paling lama 12 (dua belas) hari kerja sejak diterimanya surat pernyataan

sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Direktur Jenderal menerbitkan izin

PBF dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan

Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Kepala Balai

POM.

2.3.3 Pengakuan PBF Cabang

1. Untuk memperoleh pengakuan sebagai PBF Cabang, pemohon harus

mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan

tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Balai POM, dan Kepala Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota.

2. Permohonan harus ditandatangani oleh kepala PBF Cabang dan apoteker

calon penanggung jawab PBF Cabang disertai dengan kelengkapan

administratif sebagai berikut:

a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas kepala PBF Cabang;

b. fotokopi izin PBF yang dilegalisasi oleh Direktur Jenderal;

c. surat penunjukan sebagai kepala PBF Cabang;

d. pernyataan kepala PBF Cabang tidak pernah terlibat pelanggaran

peraturan perundang-undangan di bidang farmasi dalam kurun waktu

2 (dua) tahun terakhir;

e. surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker calon penanggung

jawab;

f. surat bukti penguasaan bangunan dan gudang;

g. peta lokasi dan denah bangunan; dan

h. fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker calon penanggung jawab.

9
2.3.4 Tata Cara Pemberian Pengakuan PBF Cabang

Berdasarkan PMK No 1148 Tahun 2011 Pasal 10, menyatakan:

1) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan

permohonan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan

verifikasi kelengkapan administratif.

2) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan

permohonan, Kepala Balai POM melakukan audit pemenuhan persyaratan

CDOB.

3) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi

kelengkapan administratif, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

mengeluarkan rekomendasi pemenuhan kelengkapan administratif kepada

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan kepada Kepala Balai

POM dan pemohon.

4) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi

persyaratan CDOB, Kepala Balai POM mengeluarkan rekomendasi hasil

analisis pemenuhan persyaratan CDOB kepada Kepala Dinas Kesehatan

Provinsi dengan tembusan kepada pemohon.

5) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima rekomendasi

dan telah memenuhi kelengkapan administratif, Kepala Dinas Kesehatan

Provinsi menerbitkan pengakuan PBF Cabang.

6) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak

dilaksanakan pada waktunya, pemohon dapat membuat surat pernyataan

siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan

10
tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Badan, Kepala Balai POM

dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

7) Paling lama 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima surat pernyataan,

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi menerbitkan pengakuan PBF Cabang

dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Badan, Kepala Balai

POM dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

2.4 Izin Usaha Pedagang Besar Farmasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.34 Tahun 2014 tentang

Pedagang Besar Farmasi menyatakan bahwa izin PBF berlaku 5 tahun dan dapat

diperpanjang selama memenuhi persyaratan. Izin PBF dinyatakan tidak berlaku,

apabila:

a. Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang;

b. Dikenai sanksi berupa penghentian sementara kegiatan; atau

c. Izin PBF dicabut

Izin usaha Pedagang Besar Farmasi dapat dicabut apabila:

a. Tidak memperkerjakan Apoteker yang memiliki Surat Izin Kerja

Apoteker.

b. Tidak aktif dalam penyaluran obat selama 1 (satu) tahun.

c. Tidak lagi memenuhi persyaratan usaha sebagaimana yang ditetapkan

dalam peraturan.

d. Tidak lagi menyampaikan informasi pedagang besar farmasi tiga kali

berturut-turut.

e. Tidak memenuhi ketentuan Tata Cara Penyaluran Perbekalan Farmasi.

11
2.5 Penyelenggaraan Pedagang Besar Farmasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.34

tahun 2014 tentang Pedagang besar farmasi menyatakan bahwa Pedagang Besar

Farmasi (PBF) memiliki izin untuk menyelenggarakan kegiataan antara lain:

a. Pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat dan /atau bahan obat dalam

jumlah sesuai peraturan perundang-undangan.

b. PBF dan PBF Cabang yang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan

penyaluran narkotika wajib memiliki izin khusus sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan.

c. PBF atau PBF Cabang yang melakukan pengubahan kemasan bahan obat

dari kemasan atau pengemasan kembali bahan obat dari kemasan aslinya

wajib melakukan pengujian laboratorium dan wajib memiliki ruang

pengemasan ulang sesuai persyaratan Cara Distribusi Obat yang Baik

(CDOB).

d. PBF mempunyai fungsi sebagai tempat pendidikan dan pelatihan.

e. PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri farmasi

dan/sesama PBF.

f. PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan bahan obat dari industri

farmasi, sesama PBF dan/melalui importasi.

g. Menurut Permenkes Nomor 30 Tahun 2017 Pasal 13 ayat 5, PBF Cabang

dapat melaksanakan pengadaan obat dan/bahan obat.

h. PBF dan PBF Cabang dalam melaksanakan pengadaan obat atau bahan

obat harus berdasarkan surat pesanan yang ditanda tangani Apoteker

12
penanggung jawab dengan mencantumkan nomor Surat Izin Praktik

Apoteker (SIPA).

2.6 Gudang di Pedagang Besar Farmasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1148

Tahun 2011 Pasal 25 dan 26 mengenai gudang PBF menyatakan bahwa syarat dan

ketentuan gudang PBF adalah:

a. Gudang dan kantor PBF atau PBF Cabang dapat berada pada lokasi

yang terpisah dengan syarat tidak mengurangi efektivitas pengawasan

intern oleh Direksi/Pengurus dan Penanggung jawab.

b. Dalam hal gudang dan kantor PBF atau PBF Cabang berada dalam

lokasi yang terpisah maka pada gudang tersebut harus memiliki

Apoteker.

c. PBF dan PBF Cabang dapat melakukan penambahan gudang atau

perubahan gudang, dengan setiap penambahan atau perubahan

gudang PBF tersebut harus memperoleh persetujuan dari Direktur

Jenderal, dan untuk setiap penambahan atau perubahan gudang PBF

Cabang harus memperoleh persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan

Provinsi.

d. Gudang tambahan hanya melakukan penyimpanan dan penyaluran

sebagai bagian dari PBF atau PBF Cabang.

13
2.7 Pemetaan (Mapping) Suhu di PBF

Metodologi untuk melakukan studi pemetaan suhu menurut Temperature

mapping of storage areas (2011 )melibatkan langkah-langkah berikut. Penting

untuk dicatat bahwa langkah 1 hingga 5 harus diselesaikan sebelum protokol

pemetaan akhirnya dapat disetujui.

Langkah 1 - pilih electronic data logging monitors (EDLMs) : Pilih jenis EDLM

yang akan digunakan. Pilih perangkat yang memiliki memori yang cukup untuk

durasi studi yang dimaksudkan dan yang dipilih untuk interval rekaman. Semua

penebang harus memiliki NIST-dapat dilacak. Poin suhu kalibrasi yang digunakan

untuk kalibrasi EDLM harus mencakup kisaran suhu yang diperlukan untuk

masing-masing bidang yang dipelajari.

Langkah 2 - tentukan tim pemetaan: Identifikasi dan buat daftar anggota tim.

Merekam tanda tangan dan inisialnya sehingga catatan yang ditandatangani dapat

dilacak kembali ke orang yang menyiapkan dokumen. Pastikan bahwa semua

anggota tim menerima pelatihan yang diperlukan untuk melakukan tugas yang

ditugaskan kepada mereka.

Langkah 3 - survei situs: Melakukan survei situs area yang akan dipetakan.

Informasi berikut diperlukan untuk setiap area yang terpisah secara termal yang

sedang dipetakan:

■ panjang, lebar dan tinggi;

■ menggambar setiap area, menunjukkan elemen, seperti rak atau palet racking,

yang mungkin memiliki efek pemanasan atau pendinginan yang merata pada

ruang dan yang dapat mempengaruhi stabilitas suhunya. Rak atau rak pallet akan

14
digunakan untuk menempatkan EDLM, jadi penting untuk mencatat komponen ini

secara akurat;

■ lokasi komponen pemanas dan pendingin, termasuk udara outlet distribusi dan /

atau kipas langit-langit;

■ lokasi sensor perekaman suhu yang ada dan sensor pengontrol suhu.

Langkah 4 - menetapkan kriteria penerimaan: Protokol harus mendefinisikan yang

diperlukan kriteria penerimaan, batas suhu yang diizinkan di dalam area yang

akan dipetakan – untuk contoh: + 2.0 ° C hingga + 8.0 ° C atau + 15.0 ° C hingga

+ 25.0 ° C. Namun beberapa pemetaan studi dapat dilakukan tanpa menentukan

kriteria penerimaan apa pun. Tipe ini studi dapat digunakan untuk menetapkan

jenis produk yang dapat disimpan dengan aman pada ruang khusus, dan tindakan

perbaikan apa yang harus diambil untuk meningkatkan kinerja termal ruang untuk

mengoptimalkan penggunaannya.

Jika studi pemetaan suhu dirancang untuk memasukkan bukaan pintu, ini harus

dinyatakan dalam metodologi penelitian dan kriteria penerimaan. Juga parameter

pembukaan pintu (frekuensi dan durasi) harus ditentukan. Suhu harus dijaga

dalam batas suhu yang ditentukan kecuali selama maksimal 30 menit setelah

pembukaan pintu.

Langkah 5 - tentukan lokasi EDLM: Gunakan survei situs untuk menandai lokasi

EDLM yang diperlukan. Pendekatan berbasis risiko dapat diterapkan untuk

mendefinisikan lokasi ini. Namun, pedoman berikut ini akan membantu

menentukan jumlahnya dan lokasi EDLM yang diperlukan.

15
Panjang dan lebar: EDLM harus diatur dalam mode kisi di sepanjang lebar dan

panjang area sehingga area tersebut cukup terjangkau, dengan EDLM berada

setiap 5-10 meter.

Kisi sensor yang dipilih harus mempertimbangkan:

■ tata letak area (mis. Apakah itu persegi atau termasuk ceruk)

■ Sejauh mana rak dan produk dapat mempengaruhi aliran udara;

■ tempat produk ditempatkan. Posisi EDLM harus bertepatan dengan lokasi

tempat TTSPP sebenarnya disimpan atau direncanakan disimpan. Misalnya,

mungkin tidak perlu mencocokkan EDLM di area-area seperti bagian atas teluk

pemuatan tinggi;

■ Pertimbangan lain yang mungkin menuntut EDLM lebih banyak atau lebih

sedikit. Tinggi: Pada setiap titik di grid, atur EDLM secara vertikal sebagai

berikut:

■ Jika ketinggian plafon 3,6 meter atau kurang, posisikan EDLM secara langsung

di atas satu sama lain pada level tinggi, sedang dan rendah (mis. satu EDLM di

lantai, satu di 1,2 meter dan satu EDLM di 3,0 meter.

■ Jika ketinggian plafon lebih besar dari 3,6 meter, EDLM bisa jadi diatur dalam

susunan vertikal di bagian bawah, tengah (berganda) dan atas ruang. Misalnya,

untuk area penyimpanan setinggi 6 meter,

EDLM dapat diposisikan di setiap lokasi kisi di ketinggian 0,3 meter, 1,8 meter,

3,6 meter, dan 5,4 meter.

Berikan ID unik setiap lokasi logger. Mungkin bermanfaat untuk menggunakan

obat generik denah atau diagram untuk memutuskan di mana setiap logger harus

diposisikan – lihat Gambar 1 dan 2. Gambar 1 menunjukkan bagian dari kamar

16
dingin dengan rak pallet bersebelahan dengan area pengontrol suhu. Gambar 2

menunjukkan walk-in kecil ruang dingin dengan produk disimpan di rak - rak (di

mana EDLMs harus ditempatkan) telah dihilangkan untuk kejelasan. Jika produk

juga disimpan pada palet di tengah ruangan, EDLM tambahan harus ditempatkan

lokasi ini.

Langkah 6 - rekam EDLM, sensor pemantauan, dan lokasi termostat: Rekam

lokasi EDLM pada tabel lokasi pencatat data suhu. Catat juga identifikasi lokasi

dan titik setel untuk masing-masing termostat di area penyimpanan.

Langkah 7 - beri label dan programkan EDLM: Beri label setiap EDLM dengan

ID unik, diambil dari tabel lokasi data logger suhu. Masukkan serial pabrikan

nomor pada tabel lokasi pencatat data suhu Rekaman nomor seri memastikan

bahwa perangkat dapat dilacak hingga kalibrasi sertifikat. Program setiap

17
perangkat, memastikan bahwa interval perekaman adalah sama - biasanya ini

harus diatur antara 1 dan 15 menit. Atur yang sama waktu mulai untuk semua

unit. Ini penting; jika tidak, bacaan diunduh dari masing-masing perangkat tidak

dapat dihubungkan dengan waktu. Pastikan itu dimulai pengaturan waktu

memungkinkan waktu yang cukup untuk semua unit diperbaiki pada posisinya

sebelumnya rekaman dimulai.

Langkah 8 - memperbaiki EDLM di posisi: Perbaiki EDLM di posisi memastikan

masing-masing ditempatkan persis seperti yang ditunjukkan pada tabel lokasi data

logger suhu. Posisikan dan kencangkan perangkat agar tidak rusak atau

dipindahkan selama operasi toko rutin. Pastikan itu cukup waktu diizinkan bagi

EDLM untuk dikondisikan pada suhu sekitar sebelum latihan pemetaan dimulai.

Langkah 9 - melakukan latihan pemetaan: Tidak ada batasan waktu formal untuk

pemetaan belajar. Biasanya, untuk gudang dan area penyimpanan sekitar,

seharusnya berjalan selama minimal tujuh hari berturut-turut - termasuk lima hari

kerja dan dua hari akhir pekan. Untuk peralatan yang dikontrol suhu yang tidak

kritis dipengaruhi oleh variasi diurnal atau musiman pada suhu sekitar (mis.

Freezer kamar dan ruang dingin), studi pemetaan harus dijalankan antara 24 dan

72 jam, atau lebih lama jika dibenarkan. Jika ruangan dilengkapi dengan unit

pendingin rangkap dengan atau tanpa pergantian otomatis - penting untuk

memetakan suhu periode yang mencakup operasi kedua unit yang berjalan secara

terpisah; lebih baik untuk periode waktu yang sama. Distribusi suhu di ruangan

dapat bervariasi tergantung pada sistem yang sedang berjalan. Di akhir studi,

kumpulkan EDLM dan periksa ulang serial mereka nomor dan lokasi dengan

catatan instalasi.

18
Langkah 10 - unduh dan konsolidasi data: Unduh bacaan EDLM dan

mengkonsolidasikan data untuk analisis.

2.8 Laporan Pedagang Besar Farmasi

Selama menjalankan kegiatannya, PBF wajib memberikan laporan secara

rutin dan berkala kepada pihak yang berwenang seperti yang disebutkan dalam

Peraturan Menteri Kesehatan No. 1148 tahun 2011 pasal 30 tentang Pedagang

Besar Farmasi yaitu:

a. Setiap PBF dan cabangnya wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap3

(tiga) bulan sekali meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat

dan/atau bahan obat kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada

Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM.

b. Selain laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur

Jenderal setiap saat dapat meminta laporan kegiatan penerimaan dan

penyaluran obat dan/atau bahan obat.

c. Setiap PBF dan PBF Cabang yang menyalurkan narkotika dan

psikotropika wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika

dan psikotropika sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

d. Laporan sebagai mana dimaksud pada ayat (1) dan ayat(2) dapat

dilakukan secara elektronik dengan menggunakan teknologi informasi

dan komunikasi.

e. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) setiap saat harus dapat

diperiksa oleh petugas yang berwenang.

19
2.9 Sanksi Terhadap Pedagang Besar Farmasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1148

Tahun 2011 tentang Pedagang Besar Farmasi pasal 33 menyatakan bahwa

pelanggaran terhadap semua ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dapat dikenai

sanksi administratif. Sanksi administratif yang dimaksud dapat berupa peringatan,

penghentian sementara kegiatan, pencabutan pengakuan, atau pencabutan izin.

Penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud berlaku paling lama 21

hari kerja dan harus dilaporkan kepada Direktur Jenderal.

Dalam hal PBF atau PBF Cabang diberikan sanksi administratif berupa

penghentian sementara kegiatan, pengaktifan kembali izin atau pengakuan dapat

dilakukan jika PBF atau PBF Cabang telah membuktikan pemenuhan seluruh

persyaratan administratif danteknis sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan

Menteri ini.

Menurut peraturan BPOM No. 9 tahun 2019 tentang Pedoman Teknis

Cara Distribusi Obat Yang Baik bahwa setiap PBF, PBF Cabang, Instalasi

Sediaan Farmasi, dan Industri Farmasi jika melanggar ketentuan penerapan

CDOB dikenai sanksi administratif berupa: peringatan tertulis, penghentian

sementara kegiatan, dan/ atau pencabutan sertifikat CDOB.

2.10 Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) harus diterapkan dalam setiap

Pedagang Besar Farmasi (PBF) sesuai dengan kebijakan pemerintah yaitu

Peraturan Kepala Badan POM Nomor 9 tahun 2019 tentang Pedoman Teknis

Cara Distribusi Obat yang Baik. Standar distribusi obat yang baik diterapkan

20
untuk memastikan bahwa kualitas produk yang dicapai melalui CPOB

dipertahankan sepanjang jalur distribusi.

Tujuan diterapkannya CDOB disetiap PBF, antara lain:

a. Menjamin penyebaran obat secara merata dan teratur agar dapat

diperoleh yang dibutuhkan pada saat diperlukan.

b. Terlaksananya pengamanan lalu lintas obat dan penggunaan obat tepat

sampai kepada pihak yang membutuhkan secara sah untuk melindungi

masyarakat dari kesalahan penggunaan atau penyalahgunaan.

c. Menjamin keabsahan dan mutu obat, agar obat yang sampai ke tangan

konsumen adalah obat yang efektif, aman, dan dapat digunakan sesuai

dengan tujuan penggunaannya.

d. Menjamin penyimpanan obat aman dan sesuai kondisi yang

dipersyaratkan, termasuk selama transportasi.

Aspek-aspek dari CDOB meliputi 9 aspek dan 3 ketentuan khusus, yaitu:

2.10.1 Manajemen Mutu

Menurut juklak CDOB tahun 2015 menyatakan bahwa Sistem

Manajemen Mutu adalah kegiatan yang terkoordinasi untuk mengarahkan dan

mengendalikan organisasi dalam hal mutu. Manajemen Mutu mencakup semua

aktivitas dari keseluruhan fungsi manajemen yang menentukan kebijakan mutu,

sasaran dan tanggung jawab serta penerapannya untuk mencapai sasaran mutu

yang telah ditetapkan melalui antara lain perencanaan mutu, pengendalian mutu,

pemastian mutu, dan peningkatan mutu di dalam sistem mutu.

Fasilitas distribusi harus mempertahankan sistem mutu yang mencakup

tanggung jawab, proses dan langkah manajemen risiko terkait dengan kegiatan

21
yang dilaksanakan. Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa mutu obat

dan/atau bahan obat dan integritas rantai distribusi dipertahankan selama proses

distribusi. Seluruh kegiatan distribusi harus ditetapkan dengan jelas, dikaji secara

sistematis dan semua tahapan kritis proses distribusi dan perubahan yang

bermakna harus divalidasi dan didokumentasikan. Sistem mutu harus mencakup

prinsip manajemen risiko mutu. Pencapaian sasaran mutu merupakan tanggung

jawab dari penanggung jawab fasilitas distribusi, membutuhkan kepemimpinan

dan partisipasi aktif serta harus didukung oleh komitmen manajemen puncak.

Sistem mutu harus memastikan bahwa:

a. Obat dan/atau bahan obat yang diperoleh, disimpan, disediakan,

dikirimkan, atau diekspor dengan cara yang sesuai dengan persyaratan

CDOB.

b. Tanggung jawab manajemen ditetapkan secara jelas.

c. Obat dan/atau bahan obat dikirimkan kepenerima yang tepat dalam

jangka waktu yang sesuai.

d. Kegiatan yang terkait dengan mutu dicatat pada saat kegiatan tersebut

dilakukan.

e. Penyimpangan terhadap prosedur yang sudah ditetapkan

didokumentasikan dan diselidiki.

f. Tindakan perbaikan dan pencegahan (CAPA) yang tepat diambil untuk

memperbaiki dan mencegah terjadinya penyimpangan sesuai dengan

prinsip manajemen risiko mutu.

Manajemen risiko mutu adalah suatu proses sistematis untuk menilai,

mengendalikan, mengkomunikasikan, dan mengkaji risiko terhadap mutu

22
obat dan/atau bahan obat. Hal ini dapat dilaksanakan baik secara proaktif maupun

retrospektif. Fasilitas distribusi harus melaksanakan penilaian risiko secara

berkesinambungan untuk menilai risiko yang mungkin terjadi terhadap mutu dan

integritas obat dan/atau bahan obat. Sistem mutu harus disusun dan diterapkan

untuk menangani setiap potensi risiko yang teridentifikasi. Sistem mutu harus

ditinjau ulang dan direvisi secara berkala untuk menangani risiko baru yang

teridentifikasi pada saat pengkajian risiko.

2.10.2 Organisasi, Manajemen dan Personalia

Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik serta

distribusi obat dan/atau bahan obat yang benar sangat bergantung pada personil

yang menjalankannya. Harus ada personil yang cukup dan kompeten untuk

melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung jawab fasilitas distribusi.

Tanggung jawab masing-masing personil harus dipahami dengan jelas dan

dicatat.

Harus ada struktur organisasi untuk setiap bagian yang dilengkapi dengan

bagan organisasi yang jelas. Tanggung jawab, wewenang dan hubungan antar

semua personil harus ditetapkan dengan jelas. Tugas dan tanggung jawab harus

didefinisikan secara jelas dan dipahami oleh personil yang bersangkutan serta

dijabarkan dalam uraian tugas.

Manajemen puncak di fasilitas distribusi harus menunjuk penanggung

jawab. Penganggung jawab harus memenuhi tanggung jawabnya, tugas purna

waktu dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Penanggung jawab mempunyai uraian tugas yang harus memuat kewenangan

dalam hal pengambilan keputusan sesuai dengan tanggung jawabnya. Manajemen

23
fasilitas distribusi harus memberikan kewenangan, sumberdaya, dan tanggung

jawab yang diperlukan kepada penanggung jawab untuk menjalankan tugasnya.

Penanggung jawab harus seorang Apoteker yang memenuhi kualifikasi

dan kompetensi, sesuai peraturan perundang-undangan. Disamping itu, telah

memiliki pengetahuan dan mengikuti pelatihan CDOB yang memuat aspek

keamanan, identifikasi obatdan/atau bahan obat palsu kedalam rantai distribusi.

Penanggung jawab memiliki tanggungjawab antara lain:

a. Menyusun, memastikan, dan mempertahankan penerapan sistem

manajemen mutu.

b. Fokus pada pengelolaan kegiatan yang menjadi kewenangannya serta

menjaga akurasi dan mutu dokumentasi.

c. Menyusun dan/atau menyetujui program pelatihan dasar dan pelatihan

lanjutan mengenai CDOB untuk semua personil yang terkait dalam

kegiatan distribusi.

d. Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan

penarikan obat dan/atau bahan obat.

e. Memastikan bahwa keluhan pelanggan ditangani dengan efektif.

f. Melakukan kualifikasi dan persetujuan terhadap pemasokdan pelanggan.

g. Meluluskan obat dan/atau bahan obat kembalian untuk dikembalikan ke

dalam stok obat dan/atau bahan obat yang memenuhi syarat jual.

h. Turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak dan

penerima kontrak yang menjelaskan mengenai tanggung jawab masing-

masing pihak yang berkaitan dengan distribusi dan/atau transportasi obat

dan/atau bahan obat.

24
i. Memastikan inspeksi diri dilakukan secara berkala sesuai program dan

tersedia tindakan perbaikan yang diperlukan.

j. Mendelegasikan tugasnya kepada Apoteker/tenaga teknis kefarmasian

yang telah mendapatkan persetujuan dari instalasi yang berwenang ketika

sedang tidak berada ditempat dalam jangka waktu tertentu dan

menyimpan dokumen yang terkait dengan setiap pendelegasian yang

dilakukan.

k. Turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk mengkaratina atau

memusnahkan obat dan/atau bahan obat kembalian, rusak, hasil

penarikan kembali atau diduga paslu.

l. Memastikan pemenuhan persyaratan lain yang diwajibkan untuk

obat dan/atau bahan obat tertentu sesuai peraturan peraturan-undangan.

Semua personil harus memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan dalam

CDOB dengan mengikuti pelatihan dan memiliki kompetensi sebelum memulai

tugas, berdasarkan suatu prosedur tertulis dan sesuai dengan program pelatihan

termasuk keselamatan kerja. Penanggung jawab juga harus menjaga

kompetensinya dalam CDOB melalui pelatihan rutin berkala. Di samping itu,

pelatihan harus mencakup aspek identifikasi dan menghindari obat dan/atau

bahan obat palsu memasuki rantai distribusi. Harus diberikan pelatihan khusus

kepada personil yang menangani obat dan/atau bahan obat yang memerlukan

persyaratan penanganan yang lebih ketat seperti obat dan/atau bahan obat

berbahaya, bahan radioaktif, narkotika, psikotropika, rentan untuk

disalahgunakan, dan sensitif terhadap suhu. Semua dokumentasi pelatihan harus

25
disimpan, dan efektivitas pelatihan harus dievaluasi secara berkala dan

didokumentasikan.

Personil yang terkait dengan distribusi obat dan/atau bahan obatharus

memakai pakaian yang sesuai untuk kegiatan yang dilakukan. Personil yang

menangani obat dan/atau bahan obat berbahaya, termasuk yang mengandung

bahan yang sangat aktif (misalnya korosif, mudah meledak, mudah menyala

mudahterbakar), beracun, dapat menginfeksi atau sensitisasi, harus dilengkapi

dengan pakaian pelindung sesuai dengan persyaratan kesehatan dankeselamatan

kerja (K3).

Pelatihan karyawan dapat dilakukan baik internal maupun eksternal.

Sebagai pemberi materi dalam pelatihan harus mempunyai kompetensi sesuai

dengan bidang yang dilatihkan. Evaluasi berkala dilakukan secara rutin, misalnya

setiap 6 (enam) bulan sekali atau sesuai dengan kebutuhan masing-masing

Fasilitas Distribusi.

2.10.3 Bangunan dan Peralatan

Fasilitas distribusi harus memiliki bangunan dan peralatan untuk

menjamin perlindungan dan distribusi obat dan/atau bahanobat. Hal-hal yang

harus diperhatikan yang berkaitan dengan bangunan dan peralatan,antara lain:

a. Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa

kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai

keamanan yang memadai dan kapasitas yang cukup untuk

memungkinkan penyimpanan dan penanganan obat yang baik, dan area

penyimpanan dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai untuk

memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan secara akurat dan aman.

26
b. Harus ada area terpisah dan terkunci antara obat dan/atau bahan obat

yang menunggu keputusan lebih lanjut mengenai statusnya (ruang

karantina dan ruang reject).

c. Diperlukan area penyimpanan dengan kondisi khusus untuk obat

dan/atau bahan obat yang membutuhkan penanganan dan kewenangan

khusus sesuai dengan peraturan perundang-undangan (misalnya

narkotika, psikotropika, bahan radioaktif, dan bahan berbahaya). Jika

diperlukan area penyimpanan dengan kondisi khusus harus dilakukan

pengendalian yang memadai untuk menjaga agar semua bagian terkait

dengan area penyimpanan berada dalam parameter suhu, kelembaban,

dan pencahayaan yang dipersyaratkan.

d. Area penerimaan, penyimpanan, dan pengiriman harus terpisah,

terlindung dari kondisi cuaca dan harus didesain dengan baik serta

dilengkapi dengan peralatan yang memadai dan memiliki sistem

pencegahan yang berupa sistem alarm dan kontrol akses yang memadai.

e. Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih dan bebas dari sampah

dan debu. Selain itu bangunan dan fasilitas harus dirancang dan

dilengkapi sehingga memberikan perlindungan terhadap masuknya

serangga, hewan pengerat atau hewan lain. Program-program

pencegahan dan pengendalian hama harus tersedia.

f. Ruang istirahat, toilet, dan kantin untuk personil harus terpisah dari

area penyimpanan.

g. Semua peralatan untuk penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau

bahan obat harus didesain, diletakkan, dan dipelihara sesuai dengan

27
standar yang ditetapkan serta harus ada program perawatan untuk

peralatan vital, seperti termometer, genset, dan chiller.

h. Peralatan yang digunakan untuk mengendalikan dan memonitor

lingkungan penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus dikalibrasi.

i. Sistem komputerisasi yang digunakan sebelumnya harus diuji secara

menyeluruh dan dipastikan kemampuannya memberikan hasil yang

diinginkan.

j. Data harus dilindungi dengan membuat back up data secara berkala

dan teratur. Backup data harus disimpan di lokasi terpisah dan aman

selama tidak kurang dari3 (tiga) tahun atau sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Harus tersedia prosedur tertulis dan peralatan yang sesuai untuk

mengendalikan lingkungan selama penyimpanan obat dan/atau bahan obat.

Faktor lingkungan yang harus dipertimbangkan, antara lain suhu, kelembaban,

dan kebersihan bangunan.

Area penyimpanan harus dipetakan pada kondisi suhu yang mewakili.

Sebelum digunakan, harus dilakukan pemetaan awal sesuai dengan prosedur

tertulis. Pemetaan harus diulang sesuai dengan hasil kajian risiko atau jika

dilakukan modifikasi yang signifikan terhadap fasilitas atau peralatan pengendali

suhu. Peralatan pemantauan suhu harus ditempatkan sesuai dengan hasil

pemetaan.

Semua peralatan untuk penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan

obat harus didesain, diletakkan dan dipelihara sesuai dengan standar yang

28
ditetapkan. Harus tersedia program perawatan untuk peralatan vital, seperti

termometer, genset, dan chiller.

Peralatan yang digunakan untuk mengendalikan atau memonitor

lingkungan penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus dikalibrasi, serta

kebenaran dan kesesuaian tujuan penggunaan diverifikasi secara berkala dengan

metodologi yang tepat. Kalibrasi peralatan harus mampu tertelusur. Kegiatan

perbaikan, pemeliharaan, dan kalibrasi peralatan harus dilakukan sedemikian

rupa sehingga tidak mempengaruhi mutu obat dan/atau bahan obat.

Dokumentasi yang memadai untuk kegiatan perbaikan, pemeliharaan dan

kalibrasi peralatan utama harus dibuat dan disimpan. Peralatan tersebut misalnya

tempat penyimpanan suhu dingin, termohigrometer, atau alat lain pencatat suhu

dan kelembaban, unit pengendali udara dan peralatan lain yang digunakan pada

rantai distribusi.

2.10.4 Operasional

Semua tindakan yang dilakukan oleh fasilitas distribusi harus dapat

memastikan bahwa identitas obat dan/atau bahan obat tidak hilang dan

distribusinya ditangani sesuai dengan spesifikasi yang tercantum pada kemasan.

Sebelum memulai kerjasama dengan pemasok baru, fasilitas distribusi harus

melakukan pengkajian guna memastikan calon pemasok tersebut sesuai,

kompeten dan dapat dipercaya untuk memasok obat dan/atau bahan obat.

Dalam hal ini, pendekatan berbasis risiko harus dilakukan dengan

mempertimbangkan:

a. Reputasi atau tingkat keandalan serta keabsahan operasionalnya melalui

CPOB dan CDOB

29
b. Obat dan/atau bahan obat tertentu yang rawan terhadap pemalsuan

(kemasan, sediaan).

c. Penawaran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar yang biasanya

hanya tersedia dalam jumlah terbatas.

d. Harga yang tidak wajar.

e. Memiliki Nomor Izin Edar.

Selain pemasok, fasilitas distribusi juga harus memastikan bahwa obat

dan/atau bahan obat hanya disalurkan kepada pihak yang berhak atau berwenang

untuk menyerahkan obat ke masyarakat dengan memperhatikan kualifikasi

pelanggan. Fasilitas distribusi juga harus memastikan bahwa proses pengiriman,

penyimpanan, pemisahan obat dan/atau bahan obat, pemusnahan obat dan/atau

bahan obat, pengambilan, pengemasan, pengiriman, ekspor dan impor telah

terlaksana dengan baik dan sesuai dengan prosedurnya.

Untuk pelaporan psikotropika, prekursor dan obat-obat tertentu dilakukan

setiap bulan secara online melalui e-NAPZA maksimal setiap tanggal 10 setiap

bulannya.

2.10.5 Inspeksi Diri

Inspeksi diri harus dilakukan dalam rangka memantau pelaksanaan dan

kepatuhan terhadap pemenuhan CDOB dan sebagai bahan tindak lanjut untuk

langkah-langkah perbaikan yang diperlukan. Program inspeksi diri harus

dilaksanakan dalam jangka waktu yang ditetapkan dan mencakup semua aspek

CDOB serta kepatuhan terhadap peraturan perundang- undangan, pedoman dan

prosedur tertulis. Inspeksi diri harus dilakukan dengan cara yang independen dan

30
rinci oleh personil yang kompeten dan ditunjuk oleh perusahaan dan semua

pelaksanaan inspeksi diri harus dicatat.

2.10.6 Keluhan, Obat kembalian, Diduga Palsu dan Recall

Semua keluhan dan informasi lain tentang obat dan/atau bahan obat yang

berpotensi rusak harus dikumpulkan, dikaji, dan diselidiki sesuai dengan

prosedur tertulis. Tersedia catatan terhadap penanganan keluhan termasuk waktu

yang diperlukan untuk tindak lanjutnya dan didokumentasikan.

Semua keluhan dan informasi lain mengenai produk yang rusak dan

diduga palsu harus diteliti (diidentifikasi)/ditinjau dan dicatat sesuai dengan

prosedur yang menjelaskan tentang tindakan yang harus dilaksanakan dan setiap

keluhan harus dikelompokkan sesuai dengan jenis keluhan dan dilakukan trend

analysis terhadap keluhan.

Tersedia prosedur tertulis untuk penanganan dan penerimaan obat

dan/atau bahan obat kembalian dengan memperhatikan hal berikut:

a. Penerimaan obat dan/atau bahan obat kembalian harus berdasarkan surat

pengiriman barang dari sarana yang mengembalikan.

b. Jumlah dan identifikasi obat dan/atau bahan obat kembalian harus

dicatat dalam catatan penerimaan dan pengembalian barang.

Obat dan/atau bahan obat kembalian harus disimpan terpisah dari obat

dan/atau bahan obat yang memenuhi syarat jual dan dalam area terkunci serta

diberi label yang jelas sampai ada keputusan tindak lanjut. Penilaian yang

diperlukan dan keputusan mengenai status obat dan/atau bahan obat tersebut

harus dilakukan oleh personil yang berwenang. Persyaratan obat dan/atau bahan

obat yang layak dijual kembali antara lain jika:

31
a. Obat dan/atau bahan obat dalam kemasan asli dan kondisi yang

memenuhi syarat serta memenuhi ketentuan.

b. Obat dan/atau bahan obat kembalian selama pengiriman dan

penyimpanan ditangani sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan.

c. Obat dan/atau bahan obat kembalian diperiksa dan dinilai oleh

penanggung jawab atau personil yang terlatih, kompeten, dan berwenang.

d. Fasilitas distribusi mempunyai bukti dokumentasi tentang kebenaran asal

usul obat dan/atau bahan obat termasuk identitas obat dan/atau bahan

obat untuk memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat kembalian

tersebut bukan obat dan/atau bahan obat palsu.

Tersedianya prosedur tertulis untuk penanganan dan penerimaan obat

dan/atau bahan obat diduga palsu. Fasilitas distribusi harus segera melaporkan

obat dan/atau bahan obat diduga palsu kepada isntansi yang berwenang, industri

farmasi dan/atau pemegang izin edar. Setiap obat dan/atau bahan obat diduga

palsu harus dikarantina di ruang terpisah, terkunci, dan diberi label yang jelas.

Penyalurannya harus dihentikan, dan menunggu tindak lanjut dari instansi yang

berwenang. Semua kegiatan tersebut harus terdokumentasi.

Tersedianya prosedur tertulis untuk penanganan obat dan/atau bahan obat

yang ditarik kembali yaitu obat dan/atau bahan obat harus ditempatkan secara

terpisah, aman, dan terkunci serta diberi label yang jelas. Proses penyimpanan

obat dan/atau bahan obat yang ditarik harus sesuai dengan persyaratan

penyimpanan sampai ditindak lanjuti. Perkembangan proses penarikan obat

dan/atau bahan obat harus didokumentasikan dan dilaporkan, serta dibuat

laporan akhir setelah selesai penarikan, termasuk rekonsiliasi antara jumlah yang

32
dikirim dan dikembalikan. Fasilitas distribusi harus mengikuti instruksi penarikan

yang diharuskan oleh instansi berwenang atau industri farmasi dan/atau

pemegang izin edar.

a. Pemusnahan Obat dan/atau Bahan Obat

Pemusnahan dilaksanakan terhadap obat dan/atau bahan obat yang tidak

memenuhi syarat untuk didistribusikan. Obat dan/atau bahan obat yang akan

dimusnahkan harus diidentifikasi secara tepat, diberi label yang jelas, disimpan

secara terpisah dan terkunci serta ditangani sesuai dengan prosedur tertulis.

Prosedur tertulis tersebut harus memperhatikan dampak terhadap

kesehatan, pencegahan pencemaran lingkungan dan kebocoran/ penyimpangan

obat dan/atau bahan obat kepada pihak yang tidak berwenang. Proses pemusnahan

obat dan/atau bahan obat termasuk pelaporannya harus dilaksanakan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan. Dokumentasi terkait pemusnahan obat

dan/atau bahan obat termasuk laporannya harus disimpan sesuai ketentuan.

Pemusnahan menurut Juklak CDOB 2015 dilakukan dengan prosedur

sebagai berikut :

1. Kepala Logistik melakukan pemeriksaan secara berkala (misalnya 1 kali

seminggu) atau secara rutin setiap kali ada obat dan/atau bahan obat yang

akan dimusnahkan. Fisik barang yang akan dimusnahkan tersebut

disimpan di tempat yang sudah disediakan.

2. Obat dan/atau bahan obat yang akan dimusnahkan tersebut dicatat secara

detail di Daftar Pemusnahan Obat dan/atau Bahan Obat oleh Kepala

Logistik.

33
3. Kepala Bagian Logistik menempatkan semua barang yang akan

dimusnahkan di lokasi khusus di lokasi penyimpanan khusus yang

terpisah, bila perlu terkunci. Berikan label/stiker ”SIAP

DIMUSNAHKAN”. Kunci dipegang oleh Kepala Bagian Logistik.

4. Penanggung jawab menghubungi Prinsipal untuk mendapatkan konfirmasi

apakah fisik barang akan dimusnahkan oleh Prinsipal atau harus

dimusnahkan.

5. Apabila Prinsipal mengkonfirmasikan bahwa pemusnahan akan dilakukan

oleh Prinsipal, maka fisik barang segera dikirimkan ke gudang Prinsipal.

Konfirmasi Pemusnahan oleh Prinsipal ini harus berupa konfirmasi

tertulis.

6. Apabila Prinsipal mengkonfirmasikan bahwa pemusnahan akan dilakukan

oleh Lembaga Pemusnah Limbah Resmi, maka Kepala Logistik akan

menghubungi Lembaga Pemusnah Limbah Resmi yang ditunjuk oleh

Prinsipal untuk mengordinasikan jadwal pemusnahan.

7. Penanggung Jawab memberikan informasi pemusnahan barang kepada

sebagai pemilik barang yang siap dimusnahkan. Untuk obat dan/atau

bahan obat yang harus dimusnahkan karena kesalahan vendor transportasi

eksternal, maka Penanggung jawab juga harus memberikan informasi

pemusnahan barang kepada vendor transportasi eksternal tersebut.

Prinsipal dan vendor transportasi eksternal tersebut akan mengutus

perwakilannya untuk menjadi saksi jika dianggap diperlukan.

8. Penanggung Jawab menandatangani dokumen serah terima barang.

Penanggung Jawab dan/atau Kepala Logistik harus menyaksikan semua

34
barang saat dimasukkan kedalam mobil box vendor Lembaga Pemusnah

Limbah Resmi. Penanggung Jawab dan/atau Kepala Logistik ikut serta

atau memberikan wakilnya untuk menyaksikan proses pemusnahan barang

di vendor. Proses pemusnahan dapat disaksikan oleh prinsipal (jika

prinsipal mengirimkan utusannya), vendor transportasi eksternal (jika

mengirimkan utusannya) dan Instansi Pemerintah: BPOM dan serta vendor

disposal.

9. Proses pemusnahan barang harus didokumentasikan, bila perlu disertai

foto.

10. Penanggung Jawab dan Kepala Logistik harus menandatangani dan

menerima Berita Acara Pemusnahan Barang yang juga sudah

ditandatangani oleh para saksi yang hadir, pejabat pemerintahan setempat

(RT/RW/Lurah), BPOM dengan cap dan juga tandatangan nama jelas.

b. Pemilihan Pelanggan dan Pemasok dan Penanganan Keluhan Pelanggan

Kualifikasi Pelanggan :

- Pemilihan pelanggan mencakup kualifikasi dan persetujuan.

- Harus mempunyai persyaratan sebagai standard dari suatu pelanggan

(antara lain meliputi: izin industri farmasi/PBF/fasilitas pelayanan

kefarmasian)

- Pelanggan yang berwenang sesuai dengan Permenkes 1148/2011 pasal

17 s/d 21.

- Keluaran dari POB: harus ada daftar pelanggan yang disetujui.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kualifikasi pelanggan

35
Dokumen resmi Pelanggan saat pendataan :

a. Ijin Depkes dan mempunyai penanggung jawab sesuai ketentuan.

b. NPWP

c. SIUP

d. Dan lain-lain sesuai form pelanggan baru terlampir

Prosedur kualifikasi pelanggan menurut Juklak CDOB 2015 :

1. Pelanggan mengisi Formulir Data Pelanggan secara lengkap, ketika

mengajukan diri untuk menjadi Pelanggan baru PBF dan melampirkan data

yang tertera sesuai Formulir Data Pelanggan termasuk nomor telepon yang

dapat dihubungi sebagai data pendukung.

2. Alamat Gudang Penerima harus disertai dengan ijin gudang penyimpanan

obat dari Dinas Kesehatan atas rekomendasi BPOM.

Khusus untuk produk vaksin, pengiriman atas pesanan paramedis (dokter)

dapat dikirimkan alamat paramedis yang mempunyai SIP (surat ijin praktek)

dan fasilitas penunjang penyimpanan vaksin.

3. Pelanggan dapat mengajukan Alamat Gudang Penerima lebih dari 1 dengan

ketentuan .

Note: khusus untuk produk Psikotropika dapat dikirim ke gudang yang

berbeda dengan catatan pada dokumen penerimaan barang/ faktur, harus

ditandatangani oleh Apoteker pemesan (contoh Apotik Group).

4. Salesman mengecek langsung validitas Alamat Gudang Penerima ke

Pelanggan.

36
5. Bagian Keuangan memeriksa kelengkapan dokumen: Pastikan semua

pelanggan memiliki ijin dari yang berwenang sesuai jenis pelanggan dan

peraturan pemerintah serta masih berlaku.

6. Data tersebut di atas akan diinput ke sistem setelah Formulir Data

Pelanggan ditandatangani oleh Salesman / Pimpinan dan bag Keuangan,

karena data tersebut akan tertera pada dokumen penjualan/ pengiriman.

7. Untuk mencegah terdistribusinya jenis produk tertentu yang tidak

semestinya, maka sistem harus di-setting restriction pembelian customer.

Kualifikasi pemasok bertujuan untuk memilih pemasok/prinsipal yang

tepat untuk memastikan obat dan/atau bahan obat yang didistribusikan oleh

Fasilitas Distribusi diproduksi oleh Pemasok yang sah sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, bermutu baik dan tidak menimbulkan masalah

di kemudian hari.

Prosedur kualifikasi pemasok menurut Juklak CDOB 2015:

1. Proses seleksi pemasok wajib dilakukan sebelum Fasilitas Distribusi

menentukan Pemasok yang dipilih.

2. Proses seleksi dilakukan dengan menganalisa profil pemasok dengan

memperhatikan kriteria antara lain sebagai berikut :

a. Pemasok memiliki ijin sesuai dengan peraturan perundangundangan

yang berlaku.

b. Profil perusahaan pemasok memiliki manajemen dan struktur

organisasi yang jelas, sistem pengendalian operasional (termasuk

pelaporan, pengendalian mutu dan sistem pengendalian persediaan)

serta sistem komunikasi yang baik dan personil yang kompeten.

37
c. Obat dan/atau bahan obat yang ditawarkan oleh pemasok dibuat sesuai

dengan standar CPOB, memiliki mutu yang baik dan sesuai dengan

standard mutu maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku.

d. Kepatuhan terhadap prosedur perusahaan

e. Fasilitas dan kapasitas produksi obat dan/atau bahan obat.

f. Harga obat dan/atau bahan obat yang sepadan dengan mutu yang

dimiliki.

g. Kemampuan pemasok untuk memenuhi jadwal pengiriman

h. Posisi pemasok dalam industri

i. Lokasi geografis pemasok

j. Reputasi pemasok, baik dari kepatuhan terhadap peraturan

perundang-undangan yang berlaku, mutu produk, mutu operasional

layanan, posisi keuangan dan kriteria lain yang dianggap relevan.

3. Informasi yang dibutuhkan untuk proses pemilihan Pemasok bisa

didapatkan dari berbagai sumber baik dari data primer (misal: interaksi

langsung dengan kandidat Pemasok, survey, dll) maupun sekunder (misal:

internet, berita, dll)

4. Apabila dari proses seleksi sudah ditetapkan pemasok obat dan/atau bahan

obat yang dipilih, maka selanjutnya dilakukan proses

penawaran/penjajakan kerjasama dengan Pemasok terpilih.

5. Kesepakatan kerjasama, termasuk hak dan kewajiban masing-masing

pihak antara Fasilitas Distribusi dan Pemasok harus dibuat secara tertulis

dalam Surat Perjanjian/Kontrak Kerjasama Pendistribusian. Surat

38
Pernjanjian/Kontrak Kerjasama tersebut harus mencakup ketentuan yang

terkait dengan pengelolaan mutu obat dan/atau bahan obat.

6. Masing-masing pihak harus mematuhi berbagai ketentuan yang tercantum

dalam Surat Perjanjian/Kontrak Kerjasama tersebut.

7. Untuk memonitor kinerja masing-masing pihak, maka evaluasi kinerja

harus dilakukan secara berkala, baik oleh Pemasok/Prinsipal terhadap

Fasilitas Distribusi maupun sebaliknya.

c. Penanganan Keluhan Pelanggan

Penerimaan Keluhan Produk dari pelanggan disampaikan melalui

Customer Service, Salesman PBF atau Medical Representative Principal.

a. Customer Service akan mencatat dan input keluhan tersebut ke program

Complaint Handling on line untuk ditindak lanjuti oleh Tim Sales terkait ke

pihak Prinsipal

b. Apabila melalui Salesman PBF, maka Salesman menyampaikan kepada Tim

Sales untuk diteruskan kepada Pihak Prinsipal

c. Berdasarkan laporan keluhan tersebut, maka Med Rep Prinsipal akan

mengisi Form Keluhan Kualitas Produk yang mereka miliki untuk

permohonan persetujuan sesuai tingkatan otoritas sebagai bahan penelitian

lebih lanjut.

d. Penarikan Produk Keluhan

a. Prinsipal mengirimkan Form Keluhan Kualitas Produk yang telah disetujui

oleh Manajemen mereka kepada Tim Sales sebagai instruksi untuk penarikan

barang dari Pelanggan max 2 x 24 jam.

39
b. Untuk penarikan produk yang “tidak diikuti” oleh penggantian barang, maka

Tim Sales akan meminta Salesman untuk menarik barang dengan mengisi

Form Retur, dilampiri Form Keluhan Kualitas Produk yang telah disetujui dan

mengembalikan produk keluhan ke Gudang.

c. Sedangkan untuk penarikan produk yang “diikuti” oleh penggantian barang,

maka Tim Sales akan meneruskan kepada Kepala Logistik Cabang untuk

mengeluarkan barang pengganti dan sekaligus menarik barang dari Pelanggan.

d. Penanganan Keluhan Bukan Produk

Bertujuan untuk menentukan proses penanganan dan penyelesaian keluhan

dari pelanggan, prinsipal, dan pihak internal & external secara proporsional dalam

rangka melakukan perbaikan pelayanan perusahaan kepada pelanggan dan

prinsipal.

Prosedur :

1. Customer Service menerima keluhan dan kemudian dicatat

2. Atasan langsung (minimal supervisor) melakukan analisa keluhan

3. Membuat tindakan koreksi dan konfirmasi ke pelanggan dalambatas waktu 3 x

24 jam

4. Tindakan preventif (minimal supervisor) diformulasikan pada setiap akhir

minggu.

5. Atasan yang lebih tinggi lagi memeriksa dan memverifikasi penyelesaian

keluhan dari point 4 dan disampaikan kepada bagian terkait.

2.10.7 Transportasi

Selama proses transportasi harus diterapkan metode transportasi yang

40
memadai. Obat dan/atau bahan obat harus diangkut dengan kondisi penyimpanan

sesuai dengan informasi pada kemasan. Metode transportasi yang tepat harus

digunakan mencakup transportasi melalui darat, laut, udara atau kombinasi di

atas. Adapun metode transportasi yang dipilih, harus dapat menjamin bahwa obat

dan/atau bahan obat tidak mengalami perubahan kondisi selama transportasi yang

dapat mengurangi mutu.

Pengiriman obat dan/atau bahan obat harus aman dan dilengkapi dengan

dokumentasi yang sesuai untuk mempermudah identifikasi dan verifikasi

kepatuhan terhadap persyaratan yang ditetapkan. Kebijakan dan prosedur tertulis

harus dilaksanakan oleh semua personil yang terlibat dalam transportasi. Untuk

obat dan/atau bahan obat yang memerlukan kondisi khusus selama transportasi

(misalnya suhu dan kelembaban), industri farmasi harus mencantumkan kondisi

khusus tersebut pada penandaan dan dimonitor serta dicatat. Transportasi dan

penyimpanan obat dan/atau bahan obat yang mengandung zat berbahaya

lainnya yang dapat menimbulkan risiko khusus dalam hal penyalahgunaan,

kebakaran atau ledakan (cairan mudah terbakar/menyala, padatan dan gas

bertekanan) harus disimpan dalam area terpisah dan aman, dan diangkut dalam

kontainer dan kendaraan yang aman, dengan desain yang sesuai. Disamping itu,

harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di

tingkat nasional dan kesepakatan internasional.

Pelanggan harus mendapatkan data suhu pada saat serah terima obat

dan/atau bahan obat. Jika diperlukan, pelanggan dapat memperoleh dokumen data

suhu untuk menunjukkan bahwa obat dan/atau bahan obat tetap dalam kondisi

suhu penyimpanan yang dipersyaratkan selama transpotasi.

41
2.10.8 Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak

Cakupan kegiatan kontrak terutama yang terkait dengan keamanan,

khasiat, dan mutu obat dan/atau bahan obat yaitu kontrak antar fasilitas distribusi

(PBF pusat dengan PBF cabang atau PBF cabang dan subyek divisi cabang) dan

kontrak antara fasilitas distribusi dengan pihak penyedia jasa antara lain

transportasi, pengendalian hama, pergudangan, kebersihan dan sebagainya.

Pemberi kontrak bertanggung jawab untuk menilai kompetensi yang diperlukan

oleh penerima kontrak. Pemberi kontrak harus melakukan pengawasan terhadap

penerima kontrak dalam melaksanakan tugas yang dikontrakkan sesuai dengan

prinsip dan pedoman CDOB.

Penerima kontrak harus memiliki tempat personil yang kompeten,

peralatan, pengetahuan, dan pengalaman dalam melaksanakan tugas yang

dikontrakkan oleh pemberi kontrak. Fasilitas distribusi yang ditunjuk oleh

fasilitas distribusi lain untuk melaksanakan kegiatan distribusi, harus

memenuhi persyaratan CDOB.

Di dalam persyaratan kontrak harus mencakup beberapa hal yaitu:

a. Penanganan kehilangan/kerusakan produk obat selama pengiriman dan

dalam kondisi tidak terduga.

b. Kewajiban penerima kontrak untuk mengembalikan obat dan/atau bahan

obat kepada pemberi kontrak jika terjadi kerusakan selama pengiriman

dengan menyertakan berita acara kerusakan.

c. Kehilangan selama pengiriman oleh penerima kontrak, penerima kontrak

wajib melaporkan kepada pihak kepolisian dan pemberi kontrak.

42
d. Pemberi kontrak berhak melakukan audit terhadap penerima kontrak

setiap saat.

2.10.9 Dokumentasi

Sistem mutu harus didokumentasikan secara lengkap dan dipantau

efektivitasnya. Semua kegiatan yang terkait dengan mutu harus didefinisikan dan

didokumentasikan. Harus ditetapkan adanya sebuah panduan mutu tertulis atau

dokumen lainnya yang setara.

Dokumentasi terdiri dari semua prosedur tertulis, petunjuk, kontrak,

catatan dan data, dalam bentuk kertas maupun elektronik. Dokumentasi yang jelas

dan rinci merupakan dasar untuk memastikan bahwa setiap personil melaksanakan

kegiatan, sesuai uraian tugas sehingga memperkecil risiko kesalahan.

Menurut Permenkes NO 1148/MENKES/PER/VI/2011 mengenai

dokumentasi :

1. Setiap PBF atau PBF Cabang wajib melaksanakan dokumentasi

pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran di tempat usahanya dengan

mengikuti pedoman CDOB.

2. Dokumen sebagimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara

elektronik.

3. Dokumentasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) setiap saat

harus dapat diperiksa oleh petugas yang berwenang.

Dokumentasi yang baik merupakan bagian penting dari sistem manajemen

mutu. Dokumentasi tertulis harus jelas untuk mencegah kesalahan dari

komunikasi lisandan untuk memudahkan penelusuran, antara lain sejarah bets,

instruksi, prosedur. Dokumentasi merupakan dokumen tertulis terkait dengan

43
distribusi (pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pelaporan), prosedur tertulis

dan dokumen lain yang terkait dengan pemastian mutu distribusi (pengadaan,

penyimpanan, penyaluran dan pelaporan), prosedur tertulis dandokumen lain yang

terkait dengan pemastian mutu.

2.11 Ketentuan Khusus

2.11.1 Ketentuan Bahan Obat

Pengemasan Ulang Dan Pelabelan Ulang

Pelaksanaan penggabungan bahan obat dalam bets yang sama,

pengemasan ulang dan/atau pelabelan ulang adalah proses pembuatan bahan obat

sehingga pelaksanaannya harus sesuai dengan CPOB.

Perhatian khusus harus diberikan kepada hal-hal sebagai berikut:

 pencegahan terhadap kontaminasi, kontaminasi silang dan campur baur;

 pengamanan stok label, pemeriksaan jalur pengemasan, pemeriksaan dalam

proses, pemusnahan kelebihan label yang sudah tercetak nomor betsnya;

 cara sanitasi dan higiene yang baik;

 menjaga integritas bets (pencampuran bets yang berbeda dari bahan obat yang

sama tidak boleh dilakukan);

 semua label yang dilepas dari wadah aslinya dan contoh label baru yang

dipasang selama kegiatan harus disimpan sebagai bagian catatan pengemasan

bets;

 jika dalam prosesnya digunakan lebih dari satu bets label, maka contoh

masing-masing bets label harus disimpan sebagai bagian catatan pengemasan

bets.

44
Sertifikat analisis asli dari industri farmasi asal harus disertakan. Jika pengujian

ulang dilakukan, sertifikat analisis asli dari industri farmasi asal dan sertifikat

analisis baru harus disertakan. Bets pada sertifikat analisis yang baru harus dapat

tertelusur dengan sertifikat analisis asli. Pengemasan ulang bahan obat harus

dilakukan dengan bahan kemas primer yang spesifikasinya sama atau lebih baik

dari kemasan aslinya. Tidak diperbolehkan menggunakan kemasan bekas atau

daur ulang sebagai kemasan primer. Bahan obat boleh dikemas ulang hanya jika

ada sistem pengendalian lingkungan yang efisien untuk memastikan tidak ada

kemungkinan kontaminasi, kontaminasi silang, degradasi, perubahan fisikokimia

dan/atau campur baur. Mutu udara yang dipasok ke area pengemasan ulang

tersebut harus sesuai untuk kegiatan yang dilakukan, misalnya sistem filtrasi yang

efisien. Prosedur yang sesuai harus diikuti untuk memastikan pengendalian label

yang benar. Wadah bahan obat yang dikemas ulang harus mencantumkan nama

dan alamat industri farmasi asal dan fasilitas distribusi yang melakukan

pengemasan ulang.

Prosedur tertulis harus tersedia untuk memastikan identitas dan mutu

bahan obat dengan cara yang tepat, sebelum dan sesudah pengemasan ulang.

Prosedur pelulusan bets harus tersedia sesuai dengan CPOB. Metode analisis yang

digunakan harus mengacu kepada farmakope resmi atau metode analisis yang

telah divalidasi. Contoh pertinggal bahan obat harus disimpan dalam jumlah yang

memadai sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun setelah tanggal kedaluwarsa atau

tanggal uji ulang, atau 1 (satu) tahun setelah habis didistribusikan. Fasilitas

distribusi yang melakukan pengemasan ulang harus memastikan bahwa stabilitas

bahan obat tidak terpengaruh oleh pengemasan ulang. Uji stabilitas untuk

45
menetapkan tanggal kedaluwarsa atau tanggal uji ulang harus dilakukan jika

bahan obat dikemas dalam wadah yang berbeda dengan yang digunakan oleh

industri farmasi asal.

Penanganan Bahan Obat yang Tidak sesuai

Bahan obat yang tidak sesuai harus ditangani dengan prosedur yang dapat

mencegah masuk bahan obat ke pasar. Dokumentasi harus tersedia, mencakup

kegiatan termasuk pemusnahan dan pengembalian. Penyelidikan harus dilakukan

untuk menentukan ada atau tidaknya pengaruh terhadap bets lain. Jika perlu

dilakukan tindakan korektif.

2.11.2 Ketentuan Khusus Cold Chain Product

Personil

Pelatihan dilakukan secara sistematik dan berkala bagi seluruh personil

yang terlibat dalam penanganan produk rantai dingin, mencakup hal-hal berikut:

- peraturan perundang-undangan

- CDOB

- prosedur tertulis

-monitoring suhu dan dokumentasinya

- respon terhadap kedaruratan dan masalah keselamatan

Bangunan dan Fasilitas

Lokasi penyimpanan dipilih dan dibangun untuk meminimalkan risiko

yang diakibatkan banjir, dan/atau kondisi cuaca ekstrim dan bahaya alamiah

lainnya. Lokasi mudah terjangkau dan mudah diberihkan.

46
Produk rantai dingin harus dipastikan disimpan dalam ruangan dengan

suhu terjaga, cold room / chiller (+2 s / d +8oC), freezer room / freezer (-25 s / d -

15oC). Ruangan dirancang agar dapat menjaga suhu sesuai persyaratan dan

dilengkapi dengan sistem auto-defrost yang tidak mempengaruhi suhu selama

siklus defrost. Ruangan juga harus dilengkapi dengan sistem pemantauan suhu

secara terus-menerus dengan menggunakan sensor pada tempat yang mewakili

perbedaan suhu ekstrim. Ruangan juga dilengkapi generator otomatis atau

generator manual yang dijaga oleh personil khusus selama 24 jam.

Operasional

Penerimaan produk rantai dingin harus melakukan pemeriksaan terhadap:

- Nama produk rantai dingin yang diterima

- Jumlah produk rantai dingin yang diterima

- Kondisi fisik produk rantai dingin

- Nomor bets

- Tanggal kadaluarsa

- Kondisi alat pemantauan suhu

- Kondisi Vaccine Vial Monitor (VVM) (Khusus untuk vaksin yang telah

dilengkapi VVM).

Penyimpanan

Fasilitas penyimpanan harus memiliki:

 chiller atau cold room (suhu +20 s/d +80C), untuk menyimpan vaksin dan

serum dengan suhu penyimpanan 20 s/d 80C, biasanya digunakan untuk

penyimpaan vaksin campak, BCG, DPT, TT, DT, Hepatitis B, DPT-HB.

47
 freezer atau freezer room (suhu -15 s/d –250C) untuk menyimpan vaksin

OPV.

Pengiriman

Tiap pengeluaran produk harus mematuhi kaidah sebagai berikut :

 FEFO (First Expire First Out), produk yang tanggal kedaluwarsanya lebih

pendek harus lebih dahulu dikeluarkan

 FIFO (First In - First Out), produk yang lebih dulu diterima agar lebih

dulu didistribusikan

 Untuk vaksin yang memiliki indikator, misalnya vaksin dengan VVM

(Vaksin Vial Monitor) dan kondisi indicator sudah mengarah atau

mendekati ke batas layak pakai (atau posisi VVM menunjukkan warna

lebih gelap), maka vaksin tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu

walaupun tanggal kedaluwarsanya masih panjang.

Kualifikasi, Kalibrasi dan Validasi

Chiller/cold room/freezer dikualifikasi pada awal penggunaan atau dalam

hal terjadi perubahan kondisi sesuai dengan spesifikasi. Termometer dikalibrasi

sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun. Validasi proses pengiriman perlu

dilakukan untuk memastikan suhu pengiriman tidak menyimpang dari yang

dipersyaratkan. Semua kegiatan harus didokumentasi.

2.11.3 Ketentuan Khusus Narkotika dan Psikotropika

Personalia

Penanggung jawab merupakan seorang apoteker sesuai dengan peraturan

perundang undangan.

48
Bangunan Dan Peralatan

1. Persyaratan bangunan dan peralatan yang digunakan untuk mengelola

narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi wajib memenuhi ketentuan

peraturan perundang-undangan.

2. Tempat penyimpanan narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi harus

aman dan terkunci sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

3. Kunci tempat penyimpanan narkotika, psikotropika, atau prekursor

farmasi dikuasai oleh penanggung jawab fasilitas distribusi dan personil

lain yang dikuasakan sesuai dengan uraian pekerjaan.

4. Personil lain yang dimaksud pada butir 4 adalah Tenaga Teknis

Kefarmasian, atau Kepala Gudang.

5. Bila penanggung jawab fasilitas distribusi berhalangan hadir, kunci tempat

penyimpanan narkotika psikotropika, dan/atau prekursor farmasi dapat

dikuasakan kepada Pimpinan Puncak atau Tenaga Kefarmasian.

6. Akses personil ke tempat penyimpanan narkotika, psikotropika, atau

prekursor farmasi harus dibatasi.

Operasional

a. Kualifikasi Pemasok

Pemasok yang menyalurkan narkotika wajib memiliki izin khusus

sebagai fasilitas distribusi atau industri farmasi yang memproduksi

narkotika yang diterbitkan oleh Menteri Kesehatan.

b. Kualifikasi Pelanggan

Fasilitas distribusi harus memastikan penyaluran narkotika ke

fasilitas distribusi lain yang memiliki ijin khusus penyalur narkotika,

49
instalasi farmasi pemerintah, apotek, klinik dan rumah sakit yang memiliki

kewenangan menyalurkan atau menyerahkan narkotika sesuai dengan

peraturan perundang-undangan dan harus memastikan penyaluran

psikotropika atau prekursor farmasi ke fasilitas industri farmasi, fasilitas

distribusi lain, apotek, rumah sakit, klinik dan puskesmas yang memiliki

kewenangan memproduksi, menyalurkan atau menyerahkan psikotropika

atau prekursor farmasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pengadaan

Pengadaan narkotika, psikotropika atau prekursor farmasi harus

berdasarkan surat pesanan dengan format khusus sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Surat Pesanan dapat dilakukan menggunakan sistem elektronik. Ketentuan

surat pesanan secara elektronik sebagai berikut:

a) sistem elektronik harus bisa menjamin otoritas penggunaan sistem hanya

oleh Apoteker Penanggung Jawab.

b) mencantumkan nama sarana sesuai izin (disertai nomor izin) dan alamat

lengkap (termasuk nomor telepon/faksimili bila ada) dan stempel sarana;

c) mencantumkan nama fasilitas pemasok beserta alamat lengkap;

d) mencantumkan nama, bentuk dan kekuatan sediaan, jumlah (dalam bentuk

angka dan huruf) dan isi kemasan (kemasan penyaluran terkecil atau tidak

dalam bentuk eceran) dari narkotika, psikotropika dan/atau prekursor

farmasi yang dipesan;

e) mencantumkan nomor urut surat pesanan, nama kota dan tanggal dengan

penulisan yang jelas;

50
f) sistem elektronik yang digunakan harus bisa menjamin ketertelusuran

produk, sekurang-kurangnya dalam batas waktu 3 (tiga) tahun terakhir.

g) Surat Pesanan elektronik harus dapat ditunjukan dan

dipertanggungjawabkan kebenarannya pada saat pemeriksaan, baik oleh

pihak yang menerbitkan surat pesanan maupun pihak yang menerima

menerima surat pesanan.

h) harus tersedia sistem backup data secara elektronik.

i) sistem pesanan elekronik harus memudahkan dalam evaluasi dan

penarikan data pada saat dibutuhkan oleh pihak yang menerbitkan surat

pesanan dan/atau oleh pihak yang menerima surat pesanan.

j) pesanan secara elektronik yang dikirimkan ke pemasok harus dipastikan

diterima oleh pemasok, yang dapat dibuktikan melalui adanya

pemberitahuan secara elektronik dari pihak pemasok bahwa pesanan

tersebut telah diterima.

k) Surat pesanan manual (asli) harus diterima oleh pemasok

selambatlambatnya 7 (tujuh) hari setelah adanya pemberitahuan secara

elektronik dari pihak pemasok bahwa pesanan elektronik telah diterima .

Apabila Surat Pesanan dibuat secara manual, maka Surat Pesanan harus:

a) asli dan dibuat sekurang-kurangnya rangkap 3 (tiga) serta tidak dibenarkan

dalam bentuk faksimili dan fotokopi. Dua rangkap surat pesanan

diserahkan kepada pemasok dan 1 (satu) rangkap sebagai arsip; Dua

rangkap yang diserahkan kepada pemasok digunakan untuk arsip di

pemasok dan untuk kelengkapan dokumen pengiriman.

51
b) ditandatangani oleh Apoteker Penanggung Jawab, dilengkapi dengan nama

jelas, dan nomor Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) sesuai ketentuan

perundang-undangan;

c) mencantumkan nama sarana sesuai izin (disertai nomor izin) dan alamat

lengkap (termasuk nomor telepon/faksimili bila ada) dan stempel sarana;

d) mencantumkan nama fasilitas pemasok beserta alamat lengkap;

e) mencantumkan nama, bentuk dan kekuatan sediaan, jumlah (dalam bentuk

angka dan huruf) dan isi kemasan (kemasan penyaluran terkecil atau tidak

dalam bentuk eceran) dari narkotika, psikotropika dan/atau prekursor

farmasi yang dipesan;

f) diberikan nomor urut, nama kota dan tanggal dengan penulisan yang jelas;

g) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

Surat Pesanan sebagaimana dimaksud hanya dapat berlaku untuk masing

masing narkotika, psikotropika, atau prekursor farmasi. Surat Pesanan narkotika

hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) jenis Narkotika. Surat Pesanan psikotropika

atau prekursor farmasi hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) atau beberapa jenis

psikotropika atau prekursor farmasi.

Penerimaan

Pada saat penerimaan harus dilakukan pemeriksaan terhadap:

a. kebenaran nama, jenis, nomor bets, tanggal kedaluwarsa, jumlah dan

kemasan harus sesuai dengan surat pengantar / pengiriman barang

dan/atau faktur penjualan, serta Certificate of Analysis untuk bahan

obat.

52
b. kondisi kontainer pengiriman dan/atau kemasan termasuk segel, label

dan/atau penandaan dalam kondisi baik;

c. kebenaran nama, jenis, jumlah dan kemasan dalam surat pengantar /

pengiriman barang dan/atau faktur penjualan harus sesuai dengan arsip

surat pesanan.

Setelah dilakukan pemeriksaan dan dinyatakan telah sesuai, penanggung

jawab fasilitas distribusi harus menandatangani surat pengantar /

pengiriman barang dan/atau faktur penjualan dan dibubuhi stempel fasilitas

distribusi. Jika setelah dilakukan pemeriksaan terdapat:

a) item obat yang tidak sesuai dengan surat pesanan atau

b) kondisi kemasan tidak baik, maka obat tersebut harus segera dikembalikan

dengan disertai bukti retur dan surat pesanan asli, dan segera meminta

bukti terima pengembalian dari pemasok.

Selama menunggu proses pengembalian maka narkotika, psikotropika atau

prekursor farmasi disimpan di area karantina dalam tempat penyimpanan

narkotika, psikotropika atau prekursor farmasi. Jika terdapat

ketidaksesuaian nomor bets, tanggal kedaluwarsa dan jumlah antara fisik

dengan dokumen pengadaan harus dibuat dokumentasi untuk

mengklarifikasi ketidak sesuaian dimaksud ke pihak pemasok.

Penyimpanan

Penyimpanan narkotika, psikotropika atau prekursor farmasi wajib

memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyimpanan

prekursor farmasi dalam bentuk obat jadi dilakukan secara aman

berdasarkan analisis risiko dari masing-masing fasilitas distribusi, antara

53
lain penyimpanan dilakukan pada satu area dan mudah diawasi oleh

penanggung jawab fasilitas distribusi. Memisahkan dan memberi status

yang jelas terhadap Narkotika, Psikotropika atau Prekursor Farmasi :

a. Hasil penarikan kembali (recall);

b. Kedaluwarsa;

c. Rusak; dan

d. Kembalian. sebelum dilakukan investigasi dan pemusnahan atau

dikembalikan ke pemasok.

Pemusnahan

Pemusnahan dilakukan oleh penanggung jawab fasilitas distribusi

dan disaksikan oleh petugas Dinkes Provinsi dan/ atau Balai Besar/Balai

POM setempat, serta dibuat berita acara pemusnahan yang ditandatangani

oleh penanggung jawab fasilitas distribusi dan saksi. Bila tempat

pelaksanaan pemusnahan berbeda provinsi dengan lokasi fasilitas

distribusi, pengajuan permohonan saksi pemusnahan tetap disampaikan

kepada Dinas Kesehatan Provinsi dan atau Balai POM tempat fasilitas

distribusi berada dengan tembusan Dinas Kesehatan Provinsi dan atau

Balai POM tempat pelaksanaan pemusnahan.

Bila pemusnahan dilakukan oleh pihak ketiga, maka pihak ketiga

termasuk bagian dari saksi selain pemilik Narkotika, Psikotropika, dan

Prekursor Farmasi dan saksi dari Dinas Kesehatan Provinsi dan atau Balai

POM.

Pelaksanaan pemusnahan dilaporkan ke Balai Besar/Balai POM

tempat fasilitas distribusi berada dan Balai Besar/Balai POM tempat

54
pelaksanaan pemusnahan dengan tembusan disampaikan ke Dinas

Kesehatan Provinsi tempat fasilitas distribusi dan Dinas Kesehatan

Provinsi tempat pelaksanaan pemusnahan dengan melampirkan berita

acara pemusnahan.

Laporan pemusnahan sekurang-kurangnya memuat:

a) nama narkotika, psikotropika atau prekursor farmasi, jenis dan kekuatan

sediaan, isi kemasan, jumlah, nomor bets dan tanggal kedaluwarsa;

b) tanggal, waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan;

c) cara dan alasan pemusnahan;

d) nama penanggung jawab fasilitas distribusi; dan

e) nama saksi-saksi.

Penyaluran

Dalam penyaluran harus memperhatikan tahap-tahap penerimaan pesanan,

pengemasan dan pengiriman. Penerimaan pesanan

a) Pada saat penerimaan pesanan, penanggung jawab fasilitas distribusi

wajib memeriksa hal-hal sebagai berikut:

i) surat pesanan menggunakan format khusus yang telah ditentukan dan

terpisah dari produk lain

ii) keaslian surat pesanan, tidak dalam bentuk faksimili, fotokopi, scan

dokumen yang di print atau email

iii) kebenaran surat pesanan, meliputi:

• nama dan alamat penanggung jawab sarana pemesan;

• nama, alamat dan nomor telepon fasilitas distribusi;

55
• nama narkotika, psikotropika atau prekursor farmasi, jenis dan kekuatan

sediaan, isi kemasan dan jumlah dalam bentuk angka dan huruf;

• nomor surat pesanan;

• nama, alamat dan izin sarana pemesan

• tanggal surat pesanan

iv) Keabsahan surat pesanan, meliputi:

• tanda tangan dan nama jelas penanggung jawab

• nomor Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) penanggung jawab

• stempel fasilitas distribusi atau sarana pelayanan kefarmasian

Penanggung jawab fasilitas distribusi harus memperhatikan kewajaran

jumlah dan frekuensi pesanan serta hal-hal lain yang berpotensi terjadinya

diversi. Pesanan yang ditolak atau yang tidak dapat dilayani harus segera

diberitahukan kepada pemesan dengan menerbitkan Surat Penolakan

Pesanan paling lama 7 (tujuh) hari kerja. Surat pesanan narkotika,

psikotropika atau prekursor farmasi yang dapat dilayani, disahkan oleh

penanggung jawab fasilitas distribusi dengan membubuhkan tanda tangan

atau paraf atau sistem lain yang dapat dipertanggungjawabkan.

Pengemasan

a) Pengemasan untuk tujuan pengiriman narkotika atau psikotropika harus

dilaksanakan setelah menerima surat pesanan

b) Setiap pengeluaran narkotika atau psikotropika untuk dilakukan

pengemasan harus dicatat dalam kartu stok dan disahkan dengan paraf

Kepala Gudang

56
c) Sebelum dilakukan pengemasan narkotika atau psikotropika yang akan

dikirim sesui terhadap :

i) kebenaran nama narkotika, psikotropika atau prekursor farmasi, jenis

dan kekuatan sediaan, isi kemasan dan jumlah

ii) nomor bets, tanggal kedaluwarsa dan nama industri farmasi

iii) kondisi kemasan termasuk penandaan dan segel dari narkotika,

psikotropika atau prekursor farmasi

iv) kelengkapan dan keabsahan dokumen serta kebenaran tujuan

pengiriman.

d) Kepala gudang dan penanggung jawab fasilitas distribusi harus

memastikan bahwa pengemasan terhadap narkotika, psikotropika atau

prekursor farmasi yang akan dikirim telah dilakukan sesuai butir c yang

dibuktikan dengan telah ditandatanganinya faktur penjualan dan/atau Surat

Pengiriman Barang.

e) Pengemasan harus dilakukan sedemikian rupa untuk menghindari

terjadinya pencurian/penyalahgunaan selama proses pengiriman.

- Pengiriman

a) Setiap pengiriman narkotika atau psikotropika harus disertai dan

dilengkapi dengan dokumen pengiriman narkotika atau psikotropika yang

sah, antara lain surat jalan dan/atau surat pengantar/pengiriman barang

dan/atau faktur penjualan yang dikeluarkan oleh fasilitas distribusi yang

ditandatangani oleh kepala gudang dan penanggungjawab fasilitas

distribusi.

57
b) setiap pengiriman Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam

bentuk bahan obat harus disertai dan dilengkapi dengan dokumen

sebagaimana disebut pada juga disertai dan dilengkapi dengan fotokopi

SPI dan fotokopi Certificate of Analysis (CoA)

c) Dokumen pengiriman harus terpisah dari dokumen lain.

d) Fasilitas distribusi wajib bertanggung jawab terhadap pengiriman

narkotika atau psikotropika sampai diterima di tempat pemesan oleh

penanggung jawab sarana atau penanggung jawab produksi, dibuktikan

dengan telah ditandatanganinya surat pengantar/pengiriman barang (nama,

nomor SIK/SIPA, tanda tangan penanggung jawab, tanggal penerimaan,

dan stempel sarana)

e) Pengiriman narkotika atau psikotropika wajib sesuai dengan alamat

yang tercantum pada surat pesanan dan faktur penjualan atau surat

pengantar/pengiriman barang

e) Setiap narkotika atau psikotropika yang mengalami kerusakan dalam

pengiriman harus dicatat dalam bentuk berita acara dan dilaporkan segera

kepada penanggung jawab fasilitas distribusi pengirim. Selanjutnya hal

tersebut dilaporkan kepada Badan POM RI dengan tembusan Balai

Besar/Balai POM setempat.

f) Setiap kehilangan narkotika atau psikotropika selama pengiriman wajib

dicatat dalam bentuk berita acara dan dilaporkan segera kepada

penanggung jawab fasilitas distribusi. Selanjutnya hal tersebut segera

dilaporkan kepada Badan POM RI dengan tembusan Balai Besar / Balai

POM setempat dilengkapi dengan bukti lapor kepolisian.

58
Ekspor dan Impor

- Setiap pengadaan narkotika atau psikotropika melalui impor harus

memenuhi peraturan perundang-undangan.

- Narkotika, Psikotropika atau Prekursor Farmasi yang diimpor untuk

keperluan Industri farmasi pengguna akhir harus segera disalurkan kepada

Industri Farmasi tersebut selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah

produk impor diterima.

- Setiap pengadaan narkotika dan psikotropika impor harus dilengkapi

dengan surat pesanan dan estimasi kebutuhan tahunan dari industri farmasi

pengguna. Setiap kegiatan ekspor narkotika atau psikotropika, harus

memenuhi peraturan perundang-undangan.

Narkotika Dan Psikotropika Kembalian

a) Narkotika atau psikotropika kembalian harus disimpan terpisah dari obat

dan/atau bahan obat kembalian lain, terkunci dan aman untuk mencegah

pendistribusian kembali.

b) Penanganan produk kembalian dan tindak lanjutnya harus didokumentasikan.

Untuk produk kembalian yang akan dimusnahkan harus dilaporkan ke Badan

POM RI.

Dokumentasi

- Pencatatan mutasi narkotika, psikotropika, atau prekursor farmasi wajib

dilakukan dengan tertib dan akurat. Pencatatan mutasi dapat dilakukan

dalam bentuk kartu stok manual maupun elektronik. Pencatatan mutasi

paling sedikit terdiri atas:

59
a. nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan

Prekursor Farmasi;

b. jumlah persediaan;

c. tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan

d. jumlah yang diterima;

e. tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran;

f. jumlah yang disalurkan;

g. nomor batch dan kadaluarsa setiap penerimaan atau penyaluran;

h. paraf atau identitas petugas yang ditunjuk.

- Melakukan stock opname secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu)

bulan sekali.

- Melakukan investigasi adanya selisih stok dengan fisik saat stock opname

dan mendokumentasikan hasil investigasi dalam bentuk berita acara hasil

investigasi selisih stok serta melaporkan ke Badan POM RI dengan

tembusan Balai Besar/Balai POM setempat.

- Dokumen pengadaan meliputi arsip surat pesanan, faktur penjualan

dan/atau surat pengantar/pengiriman barang / dari industri farmasi atau

fasilitas distribusi lain, bukti retur dan/atau nota kredit, wajib diarsipkan

menjadi satu berdasarkan nomor urut atau tanggal penerimaan barang dan

terpisah dari dokumen lain.

- Dokumen penyaluran meliputi surat pesanan, faktur penjualan dan/atau

surat penyerahan/pengiriman barang, bukti retur dan/atau nota kredit,

wajib diarsipkan menjadi satu berdasarkan nomor urut atau tanggal

penyaluran barang dan terpisah dari dokumen produk lain.

60
- Surat pesanan yang tidak dapat dilayani tetap diarsipkan dengan diberi

tanda pembatalan yang jelas.

- Dokumen berita acara pemusnahan, berita acara kerusakan, berita acara

kehilangan dan berita acara hasil investigasi selisih stok, wajib

didokumentasikan, dipisahkan dari dokumen obat dan/atau bahan obat lain

dan disusun berdasarkan urutan tanggal berita acara.

- Arsip kartu stok manual wajib disimpan secara terpisah dari kartu stok

produk lain dan disusun berdasarkan tanggal sehingga mudah ditampilkan

dan dapat ditelusuri pada saat diperlukan.

- Fasilitas distribusi wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran

narkotika dan atau psikotropika sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

- Fasilitas distribusi yang melakukan importasi narkotika dan/atau

psikotropika wajib menyampaikan laporan realisasi impor sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

- Fasilitas distribusi yang melakukan eksportasi narkotika dan/atau

psikotropika wajib menyampaikan laporan realisasi ekspor sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

61
BAB III

TINJAUAN KHUSUS PT. INDOFARMA GLOBAL MEDIKA

3.1 Sejarah, Visi dan Misi PT. Indofarma Global Medika

3.1.1 Sejarah Perkembangan Perusahaan PT. Indofarma Global Medika

Pada tahun 1996, PT. Indofarma (Persero) Tbk sebagai Badan Usaha Milik

Negara (BUMN) di bidang farmasi, membentuk unit distribusi yang dimulai

dengan 4 cabang di Pulau Jawa selama masa pengembangan distribusi. Tahun

1999, PT. Indofarma (Persero) Tbk telah memperluas jaringan distribusi secara

nasional di 22 cabang. Satu tahun kemudian tepatnya di tahun 2000, PT.

Indofarma (Persero) Tbk melakukan restrukturisasi unit distribusi menjadi anak

perusahaan dengan nama PT. Indofarma Global Medika (PT. IGM), termasuk 22

cabangnya. Bisnis utama PT. Indofarma Global Medika adalah sebagai distributor

dari produk-produk PT. Indofarma (Persero) Tbk. Akhir tahun 2006, PT.

Indofarma Global Medika telah memiliki 28 cabang di Indonesia. Tahun 2007,

PT. Indofarma Global Medikamelakukan reorganisasi menjadi divisi perdagangan

dan distribusi dengan jumlah cabang yang totalnya bertambah menjadi 30 cabang

dan di tahun 2008, cakupan layanan di 30 cabang tersebut telah menerapkan

sistem informasi berbasis ERP Azecsoft yang bersifat online dan terintegrasi di

seluruh cabang untuk mengembangkan bisnis alat kesehatan. Tahun 2010,

cakupan layanan di 30 cabang PT. Indofarma Global Medika telah memiliki

sistem manajemen mutu (ISO 9001-2008, OHSAS 18001-2007) dari Internasional

Standart Certification Pty, Ltd, di tahun yang sama (2010) PT. Indofarma Global

Medika mengembangkan usaha kerjasama operasi dengan 4 (empat) Rumah Sakit

62
Pemerintah (Kelas A). Tahun 2018 PT. Indofarma Global Medika, melakukan

pengaplikasian System Analysis and Program Development (SAP), pengaplikasian

tagline baru perusahaan yaitu “Si Jempol”, menyiapkan dan memproses Sertifikat

“Cara Distribusi Obat yang Baik” (CDOB) dan “Cara Distribusi Alat Kesehatan

yang Baik” (CDAKB) dan 21 cabang PT. Indofarma Global Medika telah

mendapat sertifikat CDOB, sedangkan yang lain masih dalam proses (Company

Profil PT. Indofarma Global Medika, 2019).

3.1.2 Visi dan Misi PT. Indofarma Global Medika

Visi PT. Indofarma Global Medika adalah menjadi pilihan utama

pelanggan, sedangkan Misi PT. Indofarma Global Medika adalah memperkuat

dan memperluas jaringan, menyediakan layanan inovatif, serta meningkatkan

produktifitas secara efisien dan efektif (Company Profil PT. Indofarma Global

Medika, 2019).

3.2 Logo PT. Indofarma Global Medika

63
3.3 Budaya Perusahaan PT. Indofarma Global Medika

Budaya perusahaan, yaitu:

1. S (Solid)

Insan IGM selalu memastikan terwujudnya satu rasa, satu pikiran dan satu

tindakan untuk saling menyayangi, melindungi, serta membela sehingga

terbangun rasa saling percaya.

2. I (Integrasi)

Insan IGM selalu memastikan rasa, pikiran dan tindakanya selaras dengan

tujuan perusahaan. Walaupun dari unsur-unsur yang berbeda namun tetap

menghasilkan keserasian fungsi.

3. J (Jujur)

Insan IGM selalu mengutamakan kejujuran dalam setiap aspek pekerjaan

melalui ketulusan, kedisiplinan dan komitmen untuk membangun

kepercayaan.

4. E (Ekselen atau Unggul)

Insan IGM selalu melakukan perbaikan terus menerus untuk menjadi yang

terbaik melalui inovasi dan kreatifitas yang berorientasi pada memberikan

nilai tambah dan hasil terbaik.

5. M (Mutu)

Insan IGM selalu menjamin layanan dan produk yang ditawarkan

memiliki kualitas mutu yang prima.

64
6. P (Profesional)

Insan IGM selalu mengedepankan keahlian dan kompetensi dalam

menjalankan tugas dan tanggung jawab serta berkomitmen untuk

senantiasa memberikan solusi yang terbaik

7. O (Optimis)

Insan IGM selalu berpengharapan baik dalam menghadapi segala

tantangan dan selalu optimis akan kuasa Tuhan Yang Maha Esa.

8. L (Loyalitas)

Insan IGM harus tetap menunjukkan loyalitas tinggi demi kemajuan

perusahaan.

3.4 Mitra Usaha PT. Indofarma Global Medika

PT. Indofarma Global Medika (PT. IGM) merupakan anak perusahaan PT.

Indofarma (Persero) Tbk dan merupakan bagian dari perusahaan BUMN yang

bergerak di bidang farmasi, alat kesehatan dan makanan sehat. PT. Indofarma

Global Medika didukung oleh Tim Sales, Marketing yang profesional, IT dan

teknologi yang mengikuti perkembangan zaman, serta didukung adanya jaringan

distribusi di seluruh Indonesia. PT. Indofarma Global Medika juga memiliki mitra

usaha dibidang obat-obatan, alat kesehatan dan makanan. Adapun daftar mitra PT.

Indofarma Global Medika, yaitu:

a. Mitra obat-obatan

 PT. Biofarma

 PT. Erela

 PT. Etercon Pharma

65
 PT. Ifars Pharmaceutical

 PT. Indofarma

 PT. Lucas Djaya

 PT. Marin Liza

 PT. Novapharin

 PT. Novell Pharmaceutical

 PT. Otsuka Indonesia

 PT. Sampharindo Perdana

 PT. Tropica Mas Pharmaceutical

 PT. Widatra Bhakti

 PT. Graha Farma

 PT. Harsen

 PT. Sanbe Farma

 PT. Imfarmind

 PT. Ikapharmindo

b. Mitra alat Kesehatan

 PT. Kirana

 PT. Rafa Topaz

 PT. Permana Putra Mandiri

 PT. Cendawan Medicatama Indonesia

 PT. Jaya Abadi Medika

 PT. Medihop

 PT. Muzamal Ventures Indonesia

 PT. Argarindo Biological Company

66
 PT. Kasa Husada

c. Mitra makanan

 PT. Indofood (Tbk)

 PT. Goodwill

3.5 Letak dan Luas PT. Indofarma Global Medika

PT. Indofarma Global Medika Cabang Medan terletak di Jalan.

Sisingamangaraja, Km 10,8, Komplek ATC (Amplas Trade Center) Medan.

Memiliki 2 Gedung utama, yaitu gedung perkantoran dan gedung yang

dikhususkan sebagai gudang untuk menyimpan bahan obat dan alat kesehatan

yang ada. Waktu operasional dilakukan setiap hari Senin-Jum’at pukul 08.00-

17.00 WIB, serta pada hari Sabtu pukul 08.00- 13.30 WIB. Denah dan luas

bangunan dapat dilihat pada Lampiran 1-2 halaman 86-86.

3.6 Struktur Organisasi

PT. Indofarma Global Medika Cabang Medan dipimpin oleh Kepala

Cabang yang ditunjuk oleh Pimipnan utama. PBF ini memiliki 1 orang apoteker

penanggung jawab yang terhubung ke semua bidang, serta dibantu oleh beberapa

personil lainnya.

Struktur organisasi PT. Indofarma Global Medika Cabang Medan dapat dilihat

pada Lampiran 3 halaman 87.

67
3.7 Pemetaan (Mapping) Suhu di PBF

3.7.1 Waktu dan Peralatan Pengujian

Pengujian dilakukan selama 7 hari dengan pengambilan data 3x sehari (pagi,

siang, sore).

Alat ukur yang digunakan yaitu:

a. Digital Thermo Hygro Meter (Dekko-642N) sebanyak 5 buah, terdapat pada

titik 1-5.

b. Digital Thermo Hygro Meter (BNQ HTC-1) sebanyak 1 buah, terdapat pada

titik 6.

3.7.2 Metode Pemetaan Suhu

a. Tentukan titik penempatan suhu Digital Thermo Hygro Meter, dimana

penempatan 3 titik di lokasi yang banyak mengalami fluktuasi suhu dengan

ketentuan sebagai berikut:

1. Level bawah (LB) 0,5 m dari lantai

2. Level atas (LA) 0,5 m dari penyimpanan produk paling tinggi

3. Level tengah (LT) diantara LB dan LA

b. Lakukan pencatatan hasil monitoring pada formulir pemantauan suhu secara

konsisten 3 x sehari

c. Setelah 7 hari dilakukan analisa data hasil mapping suhu, dimana suhu yang

tertinggi, maka dijadikan penempatan suhu.

3.8 Kegiatan Operasional Perbekalan Farmasi dan Alkes PT. Indofarma


Global Medika

Kegiatan operasional perbekalan farmasi dan alkes meliputi perencanaan

dan pengadaan, penerimaan, penyimpanan, dan distribusi.

68
1. Perencanaan dan Pengadaan

Perencanaan dan pengadaan dilakukan dengan dua cara, yaitu:

a. Make to Stock, yaitu dropping dari pusat berdasarkan riwayat

penjualan tahun sebelumnya yang ditambahkan 10% dari target

penjualan.

b. Make to Order, yaitu pemesanan yang dilakukan karena adanya

permintaan tambahan dari outlet baik SP manual ataupun E-

Purchasing dimana stok yang di dropping atau make to stok tidak

mencukupi untuk melayani permintaan tersebut.

2. Penerimaan

Setelah barang datang kepala gudang dan apoteker melakukan

pemeriksaan terhadap produk meliputi nama obat, no batch, tanggal

kadaluwarsa dan jumlah yang diterima sesuai dengan dokumen SPB .

3. Penyimpanan

Obat yang diterima harus dalam kondisi yang baik secara fisik dan sesuai

dengan SPB. Penyimpanan produk berdasarkan:

a. Produk yang masih dalam kemasan tersier/kolian disimpan di gudang

kolian. Produk dalam kemasan sekunder/box dapat disimpan di

rak/gudang retail

b. Suhu penyimpanan dari setiap obat berbeda-beda. Untuk obat vaksin

disimpan pada suhu 2-8˚C kecuali vaksin polio (-40 sampai -20˚C),

obat sediaan injeksi dan sediaan sirup disimpan pada suhu AC (15-

25˚C). sediaan tablet, kapsul, kaplet dan krim disimpan pada suhu

ruangan Non-AC ( 25-30˚C).

69
c. Golongan obat psikotropika, prekursor dan OOT (obat-obat tertentu)

disimpan dalam ruang khusus yang aman dan terkunci.

d. Jika ada barang retur, recall, reject diletakkan di ruang terpisah dan

terkunci (ruang karantina).

e. Jika ada barang kadaluwarsa disimpan di ruang terpisah dan terkunci

(ruang expired).

f. Penyusunan berdasarkan secara alfabetis dan sistem FEFO (First

Expired First Out) dimana produk yang mendekati kadaluwarsa akan

keluar terlebih dahulu.

4. Penyaluran atau Distribusi

PT. Indofarma Global Medikamenyalurkan obat ke rumah sakit, apotek,

instansi pemerintah, toko obat dan sesama PBF. Proses penyaluran

dilakukan dengan cara setiap hari sales akan berkunjung ke outlet untuk

menawarkan obat-obat PT. Indofarma Global Medika, sales akan

menerima pesanan dari outlet baik secara langsung dengan menerima SP

atau melalui telepon. Setelah pesanan diterima sales, sales akan melakukan

orderan ke faktur baik secara langsung menyerahkan SP atau telepon,

setelah menerima orderan dari sales fakturis akan membuat SOA, SOA

akan diserahkan ke bagian gudang, petugas gudang akan membuat packing

list, kemudian petugas gudang mengambil obat berdasarkan packing list.

Setelah obat diambil, petugas gudang akan menerbitkan SPB, SPB ini

akan di verifikasi oleh apoteker dan ditandatangani, SPB diserahkan ke

gudang, kemudian barang diserah terimakan ke pengantar barang

berdasarkan SPB dan selanjutnya barang diantar ke outlet. SPB akan

70
diterima oleh outlet yang akan di paraf dan di stempel, kemudian SPB

dikembalikan ke gudang, petugas gudang akan menyerahkan SPB ke

Inkaso, setelah itu Inkaso akan menerbitkan faktur penjualan yang

nantinya akan diserahkan ke kolektor untuk dilakukan penagihan.

3.9 Penanganan Pengembalian Barang (Retur)

3.9.1 Penanganan Pengembalian Barang (Retur) Penjualan

Penanganan barang retur harus sesuai dengan kriteria retur yang ditetapkan

oleh PBF, yaitu:

a. Kemasan tidak sesuai

b. Produk rusak

c. Produk tidak sesuai

d. Sudah mendekati tanggal kedaluwarsa

Obat yang diantar oleh pengantar barang, jika tidak sesuai maka outlet

akan langsung menyerahkan ke pengantar barang, pengantar barang akan

menyerahkan kembali ke bagian gudang. Selanjutnya bagian gudang akan

memeriksa obat dan meletakkan obat ke ruang karantina dan diberi label. Setelah

itu kepala gudang akan memeriksa obat apakah obat masih layak jual atau tidak

layak jual. Obat layak jual akan dikembalikan ke stok, untuk yang tidak layak jual

akan dimasukkan ke ruangan expired dan rusak.

3.10 Penarikan Kembali (Recall)

Recall dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu

a. Mandatori, diperintahkan oleh pihak berwenang (BPOM)

71
b. Voluntery, diperintahkan oleh QC (Quality Control) pabrik.

Prosedur recall:

- Surat perintah penarikan dai pabrik ke PBF pusat

- PBF pusat mengeluarkan surat perintah penarikan dari pusat ke daerah

(PBF Cabang)

- PBF Cabang mengeluarkan surat perintah penarikan kepada sales-man

untuk disampiakn ke seluruh outlet

3.11 Pemusnahan Barang

Tujuan pemusnahan barang adalah untuk mencegah beredarnya barang ke

tangan yang tidak bertanggung jawab dan mengurangi penumpukan barang di

gudang penyimpanan. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai

dengan jenis dan bentuk sediaan. Untuk pemusnahan sediaan farmasi dilakukan

oleh apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan dan Badan Pengawas Obat

dan Makanan (BPOM), pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan.

PBF PT. Indofarma Global Medika Cabang Medan tidak dapat melakukan

pemusnahan barang secara sendiri dikarenakan tidak ada vendor untuk melakukan

pemusnahan barang, sehingga pemusnahan barang dilakukan di Pusat dengan cara

mengirimkan barang ke Pusat.

3.12 Pelaporan

Pelaporan kegiatan di PT. Indofarma Global Medika dilakukansecara

elektronik pada dua sistem, yaitu E-Napza dan E-report. E-Napza untuk pelaporan

psikotropika, prekursor dan OOT (obat-obat tertentu) yang dilaporkan setiap

72
bulan sebelum tanggal 10. E-Report untuk obat psikotropika, prekursor yang

dilaporkan setiap bulan seblum tanggal 10 dan melaporkan selain obat

psikotropika dan prekursor yang dilaporkan setiap triwulan.

3.13 Pelayanan Obat

Outlet-outlet yang disalurkan oleh PT. Indofarma Global Medika, yaitu:

a. Rumah sakit

b. Apotek

c. Toko obat

d. PBF

e. Instansi pemerintah

73
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PBF PT. Indofarma Global

Medika Cabang Medan di Jalan Sisingamangaraja Km. 10,8 Komplek ATC

Amplas, Kota Medan, Sumatera Utara dilakukan selama 2 minggu (mulai dari

tanggal 10 Juni – 21 Juni 2019). Pelaksanaan PKPA ini bermanfaat bagi calon

apoteker karena dapat melihat langsung kegiatan yang dilakukan di sarana

distribusi yaitu PBF.

4.1 Manajemen Mutu

Berdasarkan PerKBPOM Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pedoman Teknis

Cara Distribusi Obat Yang Baik, pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen

mutu yang baik serta distribusi obat dan/ atau bahan obat yang benar sangat

bergantung pada personil yang menjalankannya. Harus ada personil yang cukup

dan kompeten untuk melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung jawab

fasilitas distribusi. Tanggung jawab masing-masing personil harus disosialisasikan

langsung ke setiap personil dengan jelas dan dicatat. Semua personil harus

memahami prinsip CDOB dan harus menerima pelatihan dasar maupun pelatihan

lanjutan yang sesuai dengan tanggung jawabnya. Sejalan dengan itu, selain

adanya SOP atau protap yang jelas personil juga diberikan pelatihan khusus.

Biasanya materi pelatihan berbeda setiap bulannya meliputi pelatihan terhadap

operasional di gudang dalam menangani obat.Pedagang Besar Farmasi PT.

Indofarma Global Medika telah melakukan tugas dan fungsinya dengan baik

74
sebagai tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan

sumpah jabatannya, melakukan perencanaan, pengadaan, penerimaan,

penyimpanan, penjualan dokumentasi dan inspeksi diri serta sebagai sarana

penyalur perbekalan farmasi yang aman dan bermutu kepada masyarakat.

Apoteker penanggung jawab di PBF Indofarma Global Medikatelah melakukan

tugas dan fungsingya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

PT. Indofarma Global Medika Cabang Medan sebagai sarana distribusi

harus dapat memastikan mutu obat, dimana kajian manajemen mutu di PT.

Indofarma Global Medika Cabang Medan dilakukan secara berkala yang

ditetapkan oleh pimpinan tertinggi (Dirut) dan disosialisasikan keseluruh personil

dan ditempatkan ditempat yang startegis, begitu pula dengan protap dilakukan

pebaikan secara berkala.

4.2 Lokasi dan Tata Ruang

Fasilitas distribusi PT. Indofarma Global Medika Medan memiliki

bangunan dan peralatan yang menjamin perlindungan mutu obat. Bangunan

dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi penyimpanan yang

baik dapat dipertahankan, masing-masing ruangan memiliki fasilitas pendukung

penyimpanan yang disesuaikan dengan kategori penyimpanan obat. Gudang

Indofarma Global Medika Medan mempunyai keamanan yang lengkap meliputi

CCTV, Jalur Evakuasi dan APAR serta pengendali hama yang terdapat pada

ruangan-ruangan yang diberi penanandaan yang jelas. Ada area terpisah dan

terkunci antara obat yang menunggu keputusan lebih lanjut mengenai statusnya

yaitu area karantina. Penyimpanan khusus untuk obat CCP, obat psikotropika dan

75
obat prekusor farmasi yang membutuhkan penanganan dan kewenangan khusus

sesuai peraturan perundang – undangan.

PT. Indofarma Global Medika Cabang Medan dalam kegiatannya

memiliki satu orang apoteker. Apoteker tersebut berada langsung dibawah Kepala

Cabang PT. Indofarma Global Medika Medan. Dalam pelaksanaan kegiatannya

Apoteker Penanggung Jawab mempunyai akses keseluruh bagian sebagaimana

tercantum di struktur organisasi.

PBF PT. Indofarma Global Medika Medan berada di Jalan

Sisingamangaraja Km. 10,8 Komplek ATC Amplas, Kota Medan, Sumatera

Utara, mudah dijangkau oleh kendaraan umum, terletak di daerah perkotaan dan

pemukiman penduduk yang cukup padat, sehingga memungkin pendistribusian obat

yang tanggap dan cepat.

Berdasarkan PerKBPOM Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pedoman Teknis

Cara Distribusi Obat Yang Baik, PBF dan PBF Cabang dalam menyelenggarakan

pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat dan/atau bahan obat wajib

menerapkan Pedoman Teknis CDOB. PT. Indofarma Global Medika Cabang

Medan telah memiliki sertifikat CDOB sejak tahun 2018. Padatahun 2018, PT.

Indofarma Global Medika Cabang Medan telah memiliki sertifikat CDOB dengan

kategori Distribusi Aktifitas Distribusi Produk Rantai Dingin (Cold Chain

Product Distribution). Sehingga dengan adanya sertifikat CDOB ini maka PT.

Indofarma Global Medika Medan telah memenuhi persyaratan CDOB dalam

mendistribusikan obat.

Perencanaan perbekalan farmasi meliputi perencanaan pemesanan,

pengadaan, penerimaan, penyimpanan, dan distribusi.

76
1. Pengadaan

Pengadaan PT. Indofarma Global Medika Cabang Medan terdiri dari dua

jenis, yaitu make to stock melalui pengadaan secara pusat disertai

dokumen SPB dan make to order secara lokal disertai dokumen PR.

2. Penerimaan

Produk dicocokkan dengan dokumen SPB, dengan melakukan

pemeriksaan spesifikasi produk. Jika tidak sesuai, maka dibuat berita acara

tentang ketidaksesuaian produk yang datang. Untuk produk yang telah

sesuai, maka produk disimpan sesuai tempatnya dan diinput ke dalam

sistem disertai dokumen Good Receipt.

3. Penyimpanan

Berdasarkan PerKBPOM Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pedoman

Teknis Cara Distribusi Obat Yang Baik, penyimpanan harus dilakukan

sesuai dengan rekomendasi kondisi penyimpanan dari industri farmasi.

Penyimpanan obat di PT Indofarma Global Medika Cabang Medan

dilakukan dengan memperhatikan suhu penyimpanan dari masing-masing

obat yang terbagi dalam bagian suhu Non-AC (250C – 300C), AC (150C-

250C), Chiller (20C – 8 0C), dan Freezer (-40 0C – (-200C)). Selain

berdasarkan suhu, penyimpanan juga dilakukan berdasarkan jenis produk

dan juga disimpan berdasarkan golongan obat yaitu psikotropika dan

prekursor yang memerlukan tempat penyimpanan terpisah. Sediaan

psikotropika disimpan diruang psikotropika yang terkunci dan kuncinya

dipegang oleh Apoteker. Sediaan obat-obat tersebut disusun rapi di dalam

rak dengan posisi no. batch dan tanggal kadaluarsa dihadapkan ke depan

77
dengan tujuan untuk memudahkan petugas gudang dalam mengambil

barang yang dituju. Sediaan obat diletakkan di atas palet sehingga sediaan

tidak berkontak langsung dengan lantai yang dapat menyebabkan

kerusakan pada obat. Sebagai pemastian mutu penyimpanan, dilakukan

pencatatan suhu pada Formulir Pemantauan Suhu dan Kelembaban

Ruangan dimana untuk chiller diamati tiga kali sehari pada pagi (pukul

08.00-09.00 WIB), siang (pukul 11.00 – 13.00 WIB) dan sore (14.00-

16.00 WIB). Jika terjadi penyimpangan dalam hal kondisi suhu

penyimpanan maka dilakukan Corrective Action and Preventive Action

(CAPA) untuk dapat menanggulangi terjadi penyimpangan yang terjadi.

Penyimpanan obat dan alat kesehatan disimpan berdasarkan tempat

penyimpanan yang sesuai. Ada 9 ruang penyimpanan pada PT. Indofarma

Global Medika Cabang Medan, yaitu:

 Ruang Obat Retail

Penyimpan obat dalam jumlah kecil dengan suhu ruangan non

AC (250C – 300C)

 Ruang Obat Kolian

Penyimpanan obat dalam jumlah besar dengan suhu non AC

(250C – 300C)

 Ruang CCP

Penyimpanan produk rantai dingin. Terdiri dari 2 jenis yaitu

chiller (20C – 8 0C) dan freezer (-400C –(-20) 0C).

78
 Ruang Psikotropika

Penyimpanan produk psikotropika dengan suhu ruangan AC

(150C - 250C)

 Ruang Sirup

Penyimpanan produk obat sediaan sirup suhu ruangan non AC

(250C – 300C).

 Ruang Injeksi

Penyimpanan sediaan injeksi dengan suhu ruangan AC (150C-

250C).

 Ruang Prekursor

Penyimpanan obat-obat tertentu dan obat mengandung

prekursor dengan suhu ruang AC (150C - 250C)

 Ruang Karantina

Suhur ruang Non AC (250C – 300C)

 Ruang ED dan Rusak

Suhu ruang non AC (250C – 300C)

4. Distribusi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF, PBF hanya dapat

menyalurkan obat kepada PBF, dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan (apotek, instalasi farmasi rumah

sakit, puskesmas, klinik, dan toko obat). Dalam hal pendistribusiannya,

PT. Indofarma Global Medika menyalurkan obat ke rumah sakit, apotek,

instansi pemerintah, toko obat dan sesama PBF. Proses penyaluran

79
dilakukan dengan cara setiap hari sales akan berkunjung ke outlet untuk

menawarkan obat-obat PT. Indofarma Global Medika, sales akan

menerima pesanan dari outlet baik secara langsung dengan menerima SP

atau melalui telepon. Setelah pesanan diterima sales, sales akan melakukan

orderan ke faktur baik secara langsung menyerahkan SP atau telepon,

setelah menerima orderan dari sales, fakturis akan membuat SOA, SOA

akan diserahkan ke bagian gudang, petugas gudang akan membuat packing

list, kemudian petugas gudang mengambil obat berdasarkan packing list.

Setelah obat diambil, petugas gudang akan menerbitkan SPB, SPB ini

akan diverifikasi oleh apoteker dan ditandatangani berdasarkan SPB pihak

gudang, kemudian barang diserah terimakan ke pengantar barang dan

selanjutnya barang diantar ke outlet. SPB akan diterima oleh outlet yang

akan di paraf dan di stempel, kemudian SPB dikembalikan ke gudang,

petugas gudang akan menyerahkan SPB ke Inkaso, setelah itu Inkaso akan

menerbitkan faktur penjualan yang nantinya akan diserahkan ke kolektor

untuk dilakukan penagihan.

4.3 Pengendalian

Pengendalian barang di gudang PT. Indofarma Global Medika Medan

dilakukan dengan melakukan stok opname harian dan stok opname bulanan. Stok

opname harian dilakukan terhadap beberapa item obat, tidak semua obat yang ada

di gudang. Stok opname dilakukan berdasarkan daftar obat yang keluar dari

sistem komputer, obat tersebut dihitung mulai dari yang disimpan di rak dalam

80
bentuk eceran sampai obat yang masih disimpan di dalam kotak yang bersegel dan

tersimpan di dalam ruang kolian.

4.4 Penerimaan Obat Kembalian

Berdasarkan PerKBPOM Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pedoman Teknis

Cara Distribusi Obat Yang Baik, Penerimaan obat dan/atau bahan obat kembalian

harus berdasarkan surat pengiriman barang dari sarana yang mengembalikan, serta

jumlah dan identifikasi obat dan/atau bahan obat kembalian harus dicatat dalam

catatan penerimaan dan pengembalian barang. Barang kembalian (Return) dari

pelanggan kepada PT. Indofarma Global Medika Cabang Medan dapat dilakukan

dengan alasan kadaluarsa, rusak, recall, atau salah input. Untuk pengembalian

dikarenakan barang kadaluarsa dilakukan sesuai dengan ketentuan dari masing-

masing principal. Penerimaan return barang dari pelanggan ke PT. Indofarma

Global Medika Cabang Medan dapat dilakukan dengan mengembalikan barang ke

salesman beserta copy faktur, kemudian pelanggan akan menyiapkan dokumen

returnya.

4.5 Pelaporan dan Pemusnahan

Berdasarkan Permenkes nomor 3 tahun 2015 tentang peredaran,

penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika, psikotropika, dan prekursor

farmasi pada pasal 45 menyatakan, PBF yang melakukan penyaluran Narkotika,

Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi wajib membuat,

menyimpan, dan menyampaikan laporan pemasukan dan penyaluran Narkotika,

Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi setiap bulan kepada

81
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan Kepala Badan/Kepala Balai.

maka PT. IGM cabang Medan melaksanakan pelaporan secara elektronik dan

terdiri dari 2 jenis, yaitu

a. E-napza

Produk yang dilaporkan yaitu narkotika, psikotropika, prekursor, dan

obat-obat tertentu, meliputi stok awal, barang masuk, barang keluar,

dan sisa stok. Dilaporkan setiap bulannya sebelum tanggal 10 bulan

berikutnya.

b. E-report

1. Obat psikotropika dan prekursor. Dilaporkan setiap bulannya.

2. Obat selain psikotropika dan prekursor. Dilaporkan berkala secara

triwulan.

4.6 Pemusnahan

Menurut PerKBPOM No 9 Tahun 2019, Pemusnahan dilaksanakan

terhadap obat dan/atau bahan obat yang tidak memenuhi syarat untuk

didistribusikan. Proses pemusnahan obat dan/atau bahan obat termasuk

pelaporannya harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pemusnahan barang atau obat di PT. Indofarma Global Medika tidak

dilakukan di cabang, dikarenakan vendor yang akan melakukan pemusnahan tidak

ada di Sumatera Utara, sehingga semua barang akan dimusnahkan di gudang

pusat. Selain di pusat, pemusnahan bisa juga dilakukan oleh masing-masing

principal sesuai dengan kesepakatan.

82
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktik kerja profesi apoteker yang dilaksanakan di PBF PT.

Indofarma Global Medika Cabang Medan, dapat disimpulkan bahwa:

a. PBF PT. Indofarma Global Medika telah melakukan proses

pendistribusian obat dan alkes kepada sarana pelayanan kefarmasian

secara baik.

b. Tugas Apoteker penanggung jawab PT. Indofarma Global Medika yaitu

bertanggung jawab memastikan pelaksanaan pengadaan, penerimaan,

penyimpanan, dan penyaluran sesuai dengan CDOB.

c. PT. Indofarma Global Medika Cabang Medan telah menerapkan Cara

Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dalam pelaksanaan kegiatan sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan dan telah memiliki sertifikat

CDOB.

5.2 Saran

Meningkatkan konsistensi dalam hal penyimpanan secara FEFO. Karena

masih ditemukan beberapa penyusunan yang tidak sesuai secara FEFO.

83
DAFTAR PUSTAKA

BPOM RI. (2015). Petunjuk Pelaksanaan Cara Distribusi Obat yang Baik.
Jakarta: BPOM RI.
BPOM RI. (2019). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pedoman Teknis
Cara Distribusi Obat yang Baik. Jakarta: BPOM RI.
Menkes RI. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta:
Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Menkes RI. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34
Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi.
Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Menkes RI. (2015). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, Dan
Pelaporan Narkotika, Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi. Jakarta:
Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Menkes RI. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30
Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar
Farmasi. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Presiden RI. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun
2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Presiden Republik
Indonesia.
WHO. (2015). Suplement 8. Temperature Mapping of Storage Areas. Nomor 992
Annex 5. Switzerland: WHO Press.

84

Anda mungkin juga menyukai