Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pedagang Besar Farmasi (PBF)


Pedagang Besar Farmasi (PBF) sebagai salah satu unit terpenting
dalam kegiatan penyaluran sediaan farmasi ke fasilitas pelayanan
kesehatan seperti apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik
dan toko obat agar dapat sampai ke tangan masyarakat. Apoteker sebagai
penanggung jawab di PBF harus mampu melakukan kegiatan pengelolaan
sediaan farmasi di PBF dimulai dari pengadaan, penyimpanan hingga
pendistribusian sediaan farmasi ke sarana pelayanan kesehatan
(Kementerian Kesehatan RI, 2011).
PBF dan PBF Cabang dalam menyelenggarakan pengadaan,
penyimpanan, dan penyaluran obat dan/atau bahan obat wajib menerapkan
pedoman teknis cara distribusi obat yang baik (CDOB). CDOB adalah
cara distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan
memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan
dan tujuan penggunaannya (PERBPOM, 2019).
Pedagang Besar Farmasi yang selanjutnya disingkat PBF adalah
perusahaan berbentuk badan hokum yang memiliki izin untuk pengadaan,
penyimpanan, penyaluran obat dan/ atau bahan obat dalam jumlah besar
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (PERBPOM, 2019).
PBF Cabang adalah cabang PBF yang memiliki pengakuan untuk
melakukan pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/ atau bahan
obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
(PERBPOM, 2019).
B. Tugas dan Fungsi PBF
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1148/MENKES/PER/VI/200 tentang PBF. Tugas dan fungsi PBF yaitu :
1. Menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat
2. Memastikan mutu obat dan/atau bahan obat sepanjang jalur distribusi atau
penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaanya.
3. PBF mempunyai fungsi sebagai tempat pendidikan dan pelatihan
Selain memiliki fungsi suatu PBF memiliki kewajiban yang harus
dipenuhi yaitu :
1. PBF harus memiliki Apoteker Penanggung Jawab dalam melakukan
pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat dan/atau bahan obat.
2. PBF dalam melaksanakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat
atau bahan obat harus menerapkan CDOB yang ditetapkan oleh Menteri.
3. PBF wajib mendokumentasikan setiap pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran obat atau bahan obat sesuai pedoman CDOB.
4. PBF dilarang menerima/melayani resep
5. PBF hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF lain, fasilitas pelayanan
kefarmasian, PBF Cabang, lembaga ilmu pengetahuan.
C. Ketentuan Umum dan Perundang-undangan
PBF memiliki landasan hukum yang diatur dalam :
1. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011
tentang Pedagang Besar Farmasi.
2. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 34 Tahun 2014 tentang
Perubahan pertama atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi.
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 30 Tahun 2017 tentang
Perubahan kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi.
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 889/MENKES/PER/V/2011
tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.
5. Peraturan Meneteri Kesehatan RI Nomor 31 Tahun 2016 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin
Kerja Tenaga Kefarmasian.
6. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 3 Tahun 2017 tentang Perubahan
Pengolongan Psikotropika.
8. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
9. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan
Pengolongan Narkotika.
10. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian.
11. Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 7 Tahun
2016 tentang Pedoman Pengelolaan Obat-Obat Tertentu yang sering
Disalahgunakan.
12. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2011 tentang Prekursor.
13. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 3 Tahun 2015 tentang Peredaran,
Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi.
D. Tugas dan Tanggung Jawab Apoteker di PBF
Menurut Pedoman Teknis CDOB tahun 2019, tugas dan tanggung
jawab apoteker di PBF adalah sebagai berikut :
1. Menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem
manajemen mutu
2. Fokus pada pengelolaan kegiatan yang menjadi kewenangannya serta
menjaga akurasi dan mutu dokumentasi
3. Menyusun dan/atau menyetujui program pelatihan dasar dan pelatihan
lanjutan mengenai CDOB untuk semua personil yang terkait dalam
kegiatan distribusi
4. Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan
penarikan obat dan/atau bahan obat
5. Memastikan bahwa keluhan pelanggan ditangani dengan efektif
6. Melakukan kualifikasi dan persetujuan terhadap pemasok dan pelanggan
7. Meluluskan obat dan/atau bahan obat kembalian untuk dikembalikan ke
dalam stok obat dan/atau bahan obat yang memenuhi syarat jual
8. Turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak dan
penerima kontrak yang menjelaskan mengenai tanggung jawab masing-
masing pihak yang berkaitan dengan distribusi dan/atau transportasi obat
dan/atau bahan obat
9. Memastikan inspeksi diri dilakukan secara berkala sesuai program dan
tersedia tindakan perbaikan yang diperlukan
10. Mendelegasikan tugasnya kepada Apoteker/tenaga teknis kefarmasian
yang telah mendapatkan persetujuan dari instansi berwenang ketika sedang
tidak berada di tempat dalam jangka waktu tertentu dan menyimpan
dokumen yang terkait dengan setiap pendelegasian yang dilakukan
11. Turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk mengkarantina atau
memusnahkan obat dan/atau bahan obat kembalian, rusak, hasil penarikan
kembali atau diduga palsu
12. Memastikan pemenuhan persyaratan lain yang diwajibkan untuk obat
dan/atau bahan obat tertentu sesuai peraturan perundang-undangan
BAB III
TINJAUAN UMUM TEMPAT PKPA

A. Sejarah
PT. Kimia Farma Trading & Distribution cabang Malang
merupakan anak perusahaan dari dari PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.
Oleh karena itu, sejarah umum PT Kimia Farma Trading &
Distribution (PT KFTD) tidak dapat dilepaskan dari sejarah PT Kimia
Farma (Persero) Tbk.
Kimia farma adalah perusahaan industri Farmasi pertama di Indonesia
yang didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1817.
Nama perusahaan ini pada awalnya adalah NV Chemicalien Handle
Rathkamp & Co. Berdasarkan kebijaksanaan nasionalisasi atas eks
perusahaan Belanda di masa awal kemerdekaan, Pemerintah Republik
Indonesia melakukan peleburan sejumlah perusahaan farmasi menjadi
PNF (Perusahaan Negara Farmasi) Bhineka Kimia Farma pada tahun
1958. Kemudia pada tanggal 16 Agustus 1971, bentuk badan hukum
PNF diubah menjadi Perseroan Terbatas sehingga nama perusahaan
berubah menjadi PT Kimia Farma (Persero).

Gambar III.1 Logo PT. Kimia Farma Trading & Distribution

PT Kimia Farma Trading & Distribution (KFTD) adalah


anak perusahaan Perseroan yang didirikan pada tanggal 4 Januari 2003
yang bergerak dibidang layanan distribusi dan perdagangan produk
kesehatan dan memiliki wilayah layanan yang luas mencakup 34
Provinsi dan 511 Kabupaten atau Kota. Sebagai penyedia jasa layanan
distribusi, KFTD menyalurkan aneka produk dari perseroan, produk
dari keagenan lainnya, serta produk-prodik non-keagenan. KFTD
mendistribusikan produk-produk tersebut melalui penjualan reguler ke
apotek (apotek Kimia Farma dan apotek non Kimia Farma), rumah
sakit, toko obat, supermarket dan sebagainya.
Dalam operasionalnya, PT KFTD didukung dengan fasilitas
pergudangan yang besar dan peralatan yang efisien serta armada
transportasi yang terintegrasi dengan sistem informasi untuk
mendukung kelancaran pengiriman barang.Adapun saluran pasar dari
PT KTFD di antaranya apotek, rumah sakit/instansi pemerintah, toko
obat, modern market, grosir, PBF, hotel, toko jamu, dan toko
kosmetik.
B. Visi dan Misi
1. Visi
“Meningkatkan perusahaan terkemuka di bidang distribusi dan
perdagangan produk kesehatan”
2. Misi
1. Meningkatkan jaringan dan layanan distribusi serta aktivitas
perdagangan produk kesehatan.
2. Melaksanakan proses bisnis berkualitas yang didukung oleh
Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten dan sistem
informasi yang handal.
3. Memberikan nilai tambah dan manfaat yang berkesinambungan
kepada stakeholder.
C. Lokasi PT Kimia Farma Trading & Distribution
PT Kimia Farma Trading & Distribution terletak di Jalan
Wendit Utara No.60 Genitri, Tirtomoyo, Kec. Pakis, Malang, Jawa
Timur 65154.
Gambar III.2 Lokasi PT Kimia Farma Trading & Distribution

D. Struktur Organisasi
Gambar III. 3 Struktur Organisasi PT Kimia Farma Trading &
Distribution

BAB IV
KEGIATAN PKPA DAN PEMBAHASAN

A. Kegiatan yang dilakukan


Kegiatan PKPA PBF dilaksanakan secara daring pada tanggal 27-
28 Maret 2021. PBF PT. Kimia Farma Trading & Distribution merupakan
salah satu distributor resmi yang ditunjuk oleh industri Kimia Farma.
Pada pelaksanaan PKPA ini bersifat pengetahuan sebagai wawasan
bagi mahasiswa tentang kegiatan kefarmasian yang berlangsung di PBF.
Dalam materi tersebut dijelaskan tentang CDOB dan alur pendistribusian
obat. PBF PT. Kimia Farma Trading & Distribution merupakan satu-
satunya PBF yang ditunjuk untuk mendistribusikan jenis narkotika.

B. Tugas Selama PKPA


1. Tata Cara Perizinan PBF
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Menteri Kesehatan RI No
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF, setiap pendirian PBF wajib
memiliki izin dari Direktur Jenderal yang dapat diperoleh apabila
pemohon mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan
tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan
Kepala Balai POM. Izin PBF berlaku 5 (lima) tahun dan dapat
diperpanjang selama memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh izin
PBF, pemohon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi.
b. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
c. Memiliki secara tetap apoteker Warga Negara Indonesia sebagai
penanggung jawab.
d. Komisaris/ dewan pengawas dan direksi/ pengurus tidak pernah
terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran
perundang – undangan di bidang farmasi.
e. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat
melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat serta
dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF.
f. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan
perlengkapan yang dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang
disimpan.
g. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain
sesuai CDOB.
Permohonan harus ditandatangani oleh direktur/ ketua dan
apoteker calon penanggung jawab disertai dengan kelengkapan
administratif sebagai berikut:
a. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas direktur/ketua.
b. Susunan direksi/pengurus.
c. Pernyataan komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak
pemah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang
farmasi.
d. Akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan
perundang - undangan.
e. Surat Tanda Daftar Perusahaan.
f. Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan.
g. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak.
h. Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang.
i. Peta lokasi dan denah bangunan.
j. Surat pemyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung
jawab.
k. Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab.
2. Pemberian Izin PBF
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
34 Tahun 2014, pasal 7 ayat (1) untuk memperoleh izin PBF, pemohon
harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan
tembusan kepada Kepala Badan POM, Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi dan Kepala Balai POM dengan menggunakan contoh Formulir
1 sebagaimana terlampir. Pada pasal 2 menyebutkan bahwa
Permohonan harus ditandatangani oleh Direktur/Ketua danApoteker
calon penanggung jawab disertai dengan kelengkapan administratif
sebagai berikut :
a. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas direktur/ketua.
b. Susunan direksi/pengurus.
c. Pernyataan komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak
pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang
farmasi dalam kurun waktu 2 tahun terakhir.
d. Akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
e. Surat Tanda Daftar Perusahaan.
f. Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan.
g. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak.
h. Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang.
i. Peta lokasi dan denah bangunan.
j. Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung
jawab.
k. Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab.
Tata cara pemberian izin mendirikan PBF menurut Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2014 tentang
Pedagang Besar Farmasi yang tercantum pada pasal 8 yaitu:
a. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya
tembusan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan
kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala
Balai POM, maka Kepala Dinas Kesehatan Provinsi melakukan
verifikasi kelengkapan administratif.
b. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya
tembusan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan
kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala
Balai POM, maka Kepala Balai POM melakukan audit pemenuhan
persyaratan CDOB.
c. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan
memenuhi kelengkapan administratif, Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi mengeluarkan rekomendasi pemenuhan kelengkapan
administratif kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada
Kepala Balai POM dan pemohon dengan menggunakan contoh
Formulir 2 sebagaimana terlampir.
d. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak melakukan audit
pemenuhan persyaratan CDOB, Kepala Balai POM melaporkan
pemohon yang telah memenuhi persyaratan CDOB kepada Kepala
Badan.
e. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima
laporan, Kepala Badan POM memberikan rekomendasi pemenuhan
persyaratan CDOB kepada Direktur Jenderal dengan tembusan
kepada Kepala Dinkes Provinsi dan pemohon dengan menggunakan
contoh formulir 3 sebagaimana terlampir.
f. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima
rekomendasi serta persyaratan lainnya yang ditetapkan, Direktur
Jenderal menerbitkan izin PBF dengan menggunakan contoh
Formulir 4 sebagaimana terlampir.
g. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4),
ayat 4 (a) dan ayat (5) tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon
dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada
Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala
Balai POM dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan
menggunakan contoh Formulir 5 sebagaimana terlampir.
h. Paling lama 12 (dua belas) hari kerja sejak diterimanya surat
pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Direktur Jenderal
menerbitkan izin PBF dengan tembusan kepada Kepala Badan,
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan Kepala Balai POM.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
34 Tahun 2014 tentang Pedagang Besar Farmasi yang tercantum pada
pasal 11, menjelaskan Izin PBF berlaku 5 tahun dan dapat diperpanjang
selama memenuhi persyaratan. Izin PBF dinyatakan tidak berlaku,
apabila :
a. Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang.
b. Dikenai sanksi berupa penghentian sementara kegiatan.
c. Izin PBF dicabut.
3. Pencabutan Izin PBF
Berdasarkan Keputusan Direktur Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian Nomor HK.03.06/01/424/2011 tentang Pedoman
Pelayanan Perizinan Pedagang Besar Farmasi, izin pedagang besar
farmasi beserta cabangnya dicabut apabila :
a. Tidak mempekerjakan Apoteker Penanggung Jawab yang memiliki
surat izin kerja, atau
b. Tidak aktif lagi dalam penyaluran obat selama 1 (satu) tahun
c. Tidak lagi memenuhi persyaratan usaha sebagaimana ditetapkan
dalam peraturan atau
d. Tidak lagi menyampaikan informasi Pedagang Besar Farmasi tiga
kali dalam berturut-turut dan/atau
e. Tidak memenuhi tata cara penyaluran perbekalan farmasi sesuai
peraturan perundang-undangan.
4. Gudang PBF
Gudang dan kantor PBF dapat berapa pada lokasi yang
terpisahdengan syarat tidak mengurangi efektivitas pengawasan intern
oleh direksiatau pengurus dan penanggung jawab. Apabila gudang dan
kantor PBFberada dalam lokasi yang terpisah maka gudang tersebut
harus memiliki apoteker.

PBF dapat melakukan penambahan gudang atau perubahan gudang


dimana setiap penambahan atau perubahan PBF tersebut harus
memperoleh persetujuan dari Direktur Jenderal dan Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi. Pada akhirnya, gudang tambahan hanya melakukan
kegiatan penyimpanan dan penyaluran sebagai bagian dari PBF.
Permohonan penambahan gudang PBF diajukan secara tertulis kepada
Direktur Jenderal dengan mencantumkan :
a. Alamat kantor PBF pusat.
b. Alamat gudang pusat dan gudang tambahan.
c. Nama apoteker penanggung jawab pusat.
d. Nama apoteker penanggung jawab gudang tambahan.
Permohonan penambahan gudang tersebut ditandatangani oleh
Direktur/ ketua dan dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut :
a. Fotokopi izin PBF.
b. Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker calon penanggung jawab
gudang tambahan
c. Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung
jawab.
d. Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang.
e. Peta lokasi dan denah bangunan gudang tambahan.
Sedangkan untuk permohonan perubahan gudang PBF
ditandatangani oleh direktur/ketua dan dilengkapi dengan fotokopi izin
PBF serta peta lokasi dan denah bangunan gudang. Permohonan
perubahan gudang tersebut diajukan secara tertulis kepada Direktur
Jenderal dengan mencantumkan alamat kantor PBF pusat; alamat
gudang; nama apoteker penanggung jawab.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
34 tentang Pedagang Besar Farmasi Tahun 2014, Bab III tentang
penyelenggaraan menyatakan bahwa Pedagang Besar Farmasi (PBF)
memiliki izin untuk menyelenggarakan kegiataan antara lain:
a. Pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat dan/atau bahan obat
dalam jumlah sesuai peraturan perundang-undangan.
b. PBF dan PBF Cabang yang melakukan pengadaan, penyimpanan,
dan penyaluran narkotika wajib memiliki izin khusus sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. PBF atau PBF Cabang yang melakukan pengubahan kemasan bahan
obat dari kemasan atau pengemasan kembali bahan obat dari
kemasan aslinya wajib melakukan pengujian laboratorium. Dalam
hal dilakukan pengubahan kemasan atau pengemasan kembali bahan
obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PBF atau PBF Cabang
wajib memiliki ruang pengemasan ulang sesuai persyaratan CDOB.
d. PBF mempunyai fungsi sebagai tempat pendidikan dan pelatihan.
e. PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri farmasi
dan/atau sesama PBF.
f. PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan bahan obat dari industri
farmasi, sesama PBF dan/atau melalui importasi.
g. PBF Cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dan/bahan
obat dari PBF Pusat.
h. PBF dan PBF Cabang dalam melaksanakan pengadaan obat atau
bahan obat harus berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani
apoteker penanggung jawab dengan mencantumkan nomor SIPA.
5. Pelaporan kegiatan PBF
Selama menjalankan kegiatannya PBF wajib memberikan laporan
secara rutin dan berkala kepada pihak yang berwenang seperti yang
disebutkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 tahun 2014
tentang Pedagang Besar Farmasi yang tercantum pada Bab V
diantaranya:
a. Setiap PBF dan cabangnya wajib menyampaikan laporan kegiatan
setiap 3 (tiga) bulan sekali meliputi kegiatan penerimaan dan
penyaluran obatdan/atau bahan obat kepada Direktur Jenderal
dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi dan Kepala Balai POM
b. Selain laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Direktur Jenderal setiap saat dapat meminta laporan kegiatan
penerimaan dan penyaluran obat dan/atau bahanobat
c. Setiap PBF dan PBF Cabang yang menyalurkan narkotika dan
psikotropika wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran
narkotika dan psikotropika sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan
d. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat
dilakukan secara elektronik dengan menggunakan teknologi
informasi dan komunikasi
e. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) setiap saat harus dapat
diperiksa oleh petugas yang berwenang.
6. Larangan PBF
Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menjual obat atau bahan obat
secara eceran dan Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menerima
dan/atau melayani resep dokter.
7. Sistem Pengadaan di PBF
a. Pengadaan Bahan Obat dari PBF harus berdasarkan Surat Pesanan.
Surat Pesanan (SP), harus:
1) Dapat ditunjukkan pada saat dilakukan pemeriksaan;
2) Ditandatangani oleh Apoteker Penanggung Jawab Produksi
dengan mencantumkan nama lengkap, nomor Surat Izin Praktik
Apoteker (SIPA) dan stempel perusahaan;
3) Mencantumkan nama dan alamat kantor, lokasi sarana, dan lokasi
gudang bila berada di luar sarana, nomor telepon/faksimile,
nomor izin sarana
4) Diberi nomor urut tercetak dan tanggal dengan penulisan yang
jelas atau cara lain yang dapat tertelusur.
5) Memberikan tanda pembatalan yang jelas untuk Surat Pesanan
yang tidak digunakan (Perpom 28,2018)
b. Menyimpan barang
1) Petugas logistik memasukkan barang dari ruang transito in ke
ruang penyimpanan sesuai dengan lokasinya masing–masing
barang.
2) Mencatat barang masuk di sistem informasi dan masing-masing
kartu barangnya.
3) Melaporkan penerimaan barang ke TU sebagai pembelian dan
hutang.
c. Mengeluarkan barang dari gudang
1) Petugas logistik berdasarkan SP dan faktur penjualan dari
fakturis, mengeluarkan barang dari gudang ke transito out.
2) Mencatat mutasi barang di kartu barang dan system informasi.
3) Mencatat penyerahan barang dari gudang ke pengantar barang di
buku ekspedisi hantaran barang dan meminta paraf pengantar
barang.
4) Memeriksa kembali penyerahan barang dari pengantar barang ke
pelanggan melalui faktur yang ada tanda terima dari pelanggan.
d. Membuat laporan mutasi barang di gudang
1) Petugas gudang membuat laporan mutasi barang
2) Petugas gudang menghitung saldo barang setiap periode tertentu
(1 bulan, 3 bulan), lalu membuat berita acara stock opname
barang kemudian mengirim laporan tersebut ke fungsi TU.
8. Keluhan, Obat dan/ atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu, dan
Penarikan Kembali
Jika terjadi keluhan maka semua keluhan dan informasi lain
tentang obat dan/ atau bahan obat berpotensi rusak harus dikumpulkan,
dikaji dan diselidiki sesuai dengan prosedur tertulis serta harus tersedia
dokumentasi untuk setiap proses penanganan keluhan termasuk
pengembalian dan penarikan kembali serta dilaporkan kepada pihak
yang berwenang. Jika obat ternyata dapat dijual kembali maka harus
melalui persetujuan dari personil yang bertanggung jawab sesuai
dengan kewenangannya. Adapun persyaratan obat dan/ atau bahan obat
yang layak dijual kembali, antara lain jika:
a. Obat dan/ atau bahan obat dalam kemasan asli dan kondisi yang
memenuhi syarat serta memenuhi ketentuan.
b. Obat dan/ atau bahan obat kembalian selama pengiriman dan
penyimpanan ditangani sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan.
c. Obat dan/ atau bahan obat kembalian diperiksa dan jawab dinilai
oleh penanggung atau personil yang terlatih, kompeten dan
berwenang
d. Fasilitas distribusi mempunyai bukti dokumentasi tentang kebenaran
asal-usul obat dan/ atau bahan obat termasuk identitas obat dan/ atau
bahan obat untuk memastikan bahwa obat dan/ atau bahan obat
kembalian tersebut bukan obat dan/ atau bahan obat palsu.
Sedangkan untuk obat dan/ atau bahan obat diduga palsu,
penyalurannya harus dihentikan, segera dilaporkan ke instansi terkait
dan menunggu tindak lanjut dari instansi yang berwenang.Setelah ada
pemastian bahwa obat dan/ atau bahan obat tersebut palsu, maka harus
segera ditindaklanjuti sesuai dengan instruksi dari instansi yang
berwenang CDOB dari Kimia Farma.
C. Tinjauan CDOB di PBF
Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) harus diterapkan dalam
setiap Pedagang Besar Farmasi (PBF) sesuai dengan kebijakan pemerintah
yaitu Surat Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK 00.05.3.2522 tahun
2003 tentang Penerapan Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik. Standar
distribusi obat yang baik diterapkan untuk memastikan bahwa kualitas
produk yang dicapai melalui CDOB dipertahankan sepanjang jalur
distribusi.

Tujuan diterapkannya CDOB di setiap PBF antara lain:


1. Menjamin penyaluran obat secara merata dan teratur agar dapat
diperoleh yang dibutuhkan pada saat diperlukan.
2. Terlaksananya pengamanan lalu lintas obat dan penggunaan obat tepat
sampai kepada pihak yang membutuhkan secara sah untuk melindungi
masyarakat dari kesalahan penggunaan atau penyalahgunaan.
3. Menjamin keabsahan dan mutu obat, agar obat yang sampaike tangan
konsumen adalah obat yang efektif, aman, dan dapat digunakan sesuai
dengan tujuan penggunaannya.
4. Menjamin penyimpanan obat aman dan sesuai kondisi yang
dipersyaratkan, termasuk selama transportasi.
Aspek-aspek yang terdapat dalam CDOB/GDP antara lainmeliputi:
1. Manajemen Mutu
Fasilitas distribusi harus mempertahankan sistem mutu yang
mencakup tanggung jawab,proses dan langkah manajemen resiko terkait
dengan kegiatan yang dilaksanakan. Fasilitas distribusi harus
memastikan bahwa mutu obatdan/atau bahan obat dan integritas.
2. Organisasi, Manajemen dan Personalia
Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik
serta distribusi obat dan/atau bahan obat yang benar sangat bergantung
pada personil yang menjalankannya.Harus ada personil yang kompeten
untuk melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung jawab fasilitas
distribusi.
3. Bangunan dan Peralatan
Fasilitas distribusi harus memiliki bangunan dan peralatan untuk
menjamin perlindungan dan distribusi obat dan/atau bahan obat.
a. Bangunan
1) Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan
bahwa kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan.
2) Jika bangunan bukan milik sendiri harus tersedia kontrak tertulis
dan pengelolaan bangunan tersebut harus menjadi tanggung
jawab dari fasilitas distribusi.
3) Harus tersedia kondisi penyimpanan khusus untuk obat dan/atau
bahan obat yang membutuhkan penanganan dan kewenangan
khusus sesuai dengan peraturan perundang undangan (misalnya
psikotropika).
4) Area penerimaan,penyimpanan dan pengiriman harus terpisah
terlindung dari kondisi cuaca dan harus didesain dengan baik
serta dilengkapi dengan peralatan yang memadai.
5) Harus tersedia prosedur tertulis yang mengatur personil.
6) Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih dan bebas dari
sampah dan debu.
7) Bangunan dan fasilitas harus dirancang dan dilengkapi sehingga
memberikan perlindungan terhadap masuknya serangga,hewan
pengerat atau hewan lain.
b. Peralatan
1. Semua peralatan untuk penyimpanan dan penyaluran obat
dan/atau bahan obat harus didesain,diletakkan dan dipelihara
sesuai dengan standar yang ditetapkan. Harus tersedia program
perawatan untuk peralatan vitalseperti termometer,genset,chiller.
2. Peralatan harus terkalibrasi.
3. Dokumentasi yang memadai untuk kegiatan perbaikan,
pemeliharaan dan kalibrasi peralatan utama harus dibuat dan
disimpan.
4. Kualifikasi dan validasi
Fasilitas distribusi harus menetapkan kualifikasi dan/atau validasi
yangdiperlukan untuk pengendalian kegiatan distribusi.Kegiatan
validasi harus direncanakan dan didokumentasikan.Laporan dan
bukti pelaksanaan validasiharus dibuat dan disetujui oleh personil
yang berwenang.
4. Operasional
Fasilitas distribusi harus menggunakan semua perangkat dan cara
yang tersedia untuk memastikan bahwa sumber obat/bahan obat yang
diterima berasal dari industri farmasi/fasilitas distribusi lain yang
mempunyai izin sesuai peraturan perundang-undangan untuk
meminimalkan risiko obat/bahan obat palsu memasuki rantai distribusi
resmi.
a. Kualifikasi Pemasok
1) Fasilitas distribusi harus memperoleh pasokan obat/bahan obat
dari pemasok yang mempunyai izin sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
2) Jika obat/bahan obat diperoleh dari fasilitas distribusi lain, maka
fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa pemasok tersebut
mempunyai izin serta menerapkan prinsip dan pedoman CDOB.
3) Jika obat/bahan obat diperoleh dari industri farmasi, maka
fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa pemasok tersebut
mempunyai izin serta menerapkan prinsip dan pedoman CDOB.
Kualifikasi pemasok bertujuan untuk memastikan bahwa
produk berasal dari industri atau distributor yang mempunyai izin
sesuai dengan peraturan yang berlaku, sehingga dapat dipastikan
bahwa produk yang diterima berkualitas. Kualifikasi pemasok di
PBF PT. KFTD dilakukan dengan memberikan spesimen, nama
pemilik, tanda tangan apoteker, dan stempel PBF resmi.
b. Kualifikasi Pelanggan
1) Harus memastikan bahwa obat/bahan obat hanya disalurkan
kepada pihak yang berhak berwenang untuk menyerahkan obat
ke masyarakat.
2) Melakukan pemeriksaan secara berkala
3) Harus memantau tiap transaksi yang dilakukan dan melakukan
tindakan jika terjadi penyimpangan.
Kualifikasi pelanggan yang dilakukan oleh PBF PT. KFTD
dilakukan untuk memastikan bahwa pesanan memiliki izin dan
kriteria sebagai penerima sesuai dengan peraturan yang berlaku
seperti SIPA dan SIA (Surat Izin Apotek) untuk apotek dan RS serta
NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak).
4. Inspeksi Diri
Inspeksi diri harus dilakukan dalam rangka memantau pelaksanaan
dan kepatuhan terhadap pemenuhan CDOB dan untuk bahan tindak lanjut
langkah-langkah perbaikan yang diperlukan.
a. Harus dilaksanakan dalam jangka waktu yang ditetapkan dan
mencakup semua aspek CDOB.
b. Harus dilakukan dengan cara independen dan rinci oleh personil yang
ditunjuk oleh perusahaan.
c. Audit terhadap kegiatan yang disubkontrakkan harus menjadi bagian
inspeksi diri.
d. Semua pelaksanaan inspeksi harus dicatat.
Inspeksi diri harus dilakukan oleh tim yang independen dan tidak
bertanggung jawab langsung terhadap area atau kegiatan yang akan
dilakukan inspeksi. Tim inspeksi memiliki syarat mampu mendeteksi
kelemahan atau kekurangan dalam pelaksanaan CDOB, menetapkan dan
mengevaluasi tindakan perbaikan yang diperlukan.Penilaian harus
dilakukan secara objektif dan hasil yang diperoleh kemudian
didokumentasikan mengenai semua pengamatan yang dilakukan selama
inspeksi.Apabila dalam inspeksi ditemukan adanya kekurangan, maka
perlu dibuat CAPA untuk mengidentifikasi penyebab yang terjadi.
5. Keluhan Obat, Diduga Palsu dan Penangan obat Kembali
a. Keluhan Obat
Keluhan dari pelanggan dapat disampaikan kepada salesman,
dapat langsung disampaikan di kantor PBF PT. KFTD atau terdapat
beberapa sarana untuk menyampaikan keluhan diantarnya melalui
media social whatsapp, email dan telefon. Keluhan dari pelanggan
kemudian dicatat pada form keluhan obat dan disertai bukti
pendukung dan selanjutnya dilakukan identifikasi dan dicari solusi
terkait keluhan tersebut. Hasil laporan dari penangan keluhan
kemudian disampaikan ke distributor bila terkait distribusi produk
dan kepada industri farmasi bila terkait dengan kualitas produk.
b. Diduga Palsu
Dalam menangani masalah obat yang diduga palsu adalah
dengan memasukkan obat-obat tersebut ke area karantina dan diberi
label khusus. Apabila obat tersebut terbukti palsu maka akan
dilakukan penarikan kembali dan jika tidak terbukti maka obat
tersebut dapat masuk ke rak penyimpanan dan didistribusikan
kembali ke pelanggan.
c. Penanganan Obat Kembali
Kegiatan penanganan obat kembali pada PBF PT. KFTD
dilakukan oleh Apoteker Penanggung Jawab, kemudian penerimaan
surat pengembalian barang dan fotocopy faktur penjualan atau
penyerahan barang. Selanjutnya akan dilakukan verifikasi yang
meliputi kesesuaian nama obat, bentuk sediaan, jumlah sediaan, besar
dan jenis kemasan, nomor batch dan expired date. Apabila terdapat
obat kembalian maka akan disimpan di area karantina terlebih
dahulu, diberikan identitas/label yang jelas, dan dikunci terpisah
dengan obat yang lainnya.
6. Transportasi
Selama proses transportasi harus diterapkan metode transportasi
yang memadai. Metode transportasi yang dipilih harus dapat menjamin
bahwa obat dan/atau bahan obat tidak mengalami perubahan kondisi
selama transportasi yang dapat mengurangi mutu. Hal hal yang perlu
diperhatikan :
a. Transportasi dan produk dalam transit
Obat dan/atau bahan obat dan kontainer dilengkapi dengan
dokumentasi.Kendaraan dan peralatan yang digunakan berupa
kontainer/boc sehingga mencegah obat dan/atau bahan obat kena
paparan yang dapat mempengaruhi mutu obat.Obat dan/atau bahan
obat harus disimpan dan diangkut sesuai SPO.Pengemudi pengiriman
telah dilatih CDOB dalam bidang yang terkait dalam
pengiriman.Obat dan/atau bahan obat dalam transit harus disertai
dengan dokumentasi yang sesuai.
b. Obat dan/atau bahan obat dalam pengiriman
Identitas obat dan/atau bahan obat ditangani dengan baik.
Tidak tercemar oleh produk lain. Harus aman dan tidak terpengaruh
oleh cahaya, suhu, kelembaban, dan kondisi buruk lain yang tidak
sesuai. Transportasi yang sensitif terhadap suhu harus sedemikian
rupa sehingga CCP tetap terjaga.Obat dan/atau bahan obat yang
mengandung narkotika dan zat yang menyebabkan ketergantungan
diangkut sesuai perundang-undangan.Tersedia SPO terkait keamanan
obat dan/atau bahan obat.
c. Kontainer, pengemasan, dan pelabelan
Obat dan/atau bahan obat harus disimpan dan diangkut dalam
kontainer yang tidak mempengaruhi mutu, dapat memberi
perlindungan memadai terhadap pengaruh eksternal termasuk
kontaminasi.Pemilihan kontainer dan kemasan harus didasarkan pada
persyaratan penyimpanan dan transportasi dari obat dan/atau bahan
obat. Kontainer harus mempunyai label yang memberi informasi
yang cukup tentang penanganan, persyaratan penyimpanan, dan
tindakan pencegahan untuk memastikan bahwa obat dan/atau bahan
obat ditangani dengan benar dan aman. Tersedia SPO terkait
penanganan kontainer pengiriman yang rusak.
d. Transportasi obat dan/atau bahan obat dengan kondisi khusus
Obat dan/atau bahan yang memerlukan kondisi khusus selama
transportasi industri farmasi harus mencantumkan kondisi khusus
tersebut pada penandaan.Transportasi dan penyimpanan obat dan/atau
bahan obat yang mengandung zat berbahaya harus disimpan dalam
area terpisah dan aman.Pengangkutan harus pada kendaraan dengan
desain sesuai.

e. Kendaraan dan Peralatan


Kendaraan dan peralatan yang digunakan untuk mengirimkan,
menyimpan, dan menangani obat dan/atau bahan obat harus sesuai
persyaratan dan lengkap untuk mencegah terjadinya paparan obat dan
bahan obat pada kondisi yang dapat mempengaruhi stabilitas dan
integritas kemasan serta untuk mencegah kontaminasi.Peralatan yang
digunakan untuk pemantauan kondisi (suhu dan kelembaban) dalam
kendaraan dan kontainer dikalibrasi secara berkala.
f. Kontrol suhu selama transportasi
Kontrol suhu yang tervalidasi untuk memastikan kondisi
transportasi dipertahankan antara fasilitas distribusi dan
pelanggan.Termometer untuk pemantau suhu selama transportasi
harus dipelihara dan dikalibrasi secara berkala setiap minimal 1 tahun
sekali.Jika menggunakan coolpack dalam kotak terlindung harus
diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak bersentuhan langsung
dengan obat dan/atau bahan obat.Adanya SPO yang menjelaskan
tentang pengiriman obat dan/atau bahan obat yang sensitif terhadap
suhu.
7. Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak
Pengertian distribusi berdasarkan kontrak adalah mengalihkan
pekerjaan pendistribusian kepada pihak lain. Hal ini dapat terjadi karena
permintaan yang overload sehingga tidak semua permintaan barang dapat
didistribusikan sendiri.
Semua kegiatan kontrak harus tertulis antara pemberi kontrak dan
penerima kontrak serta setiap kegiatan harus sesuai dengan persyaratan
CDOB, mencakup antara lain :
a. Penanganan kehilangan/kerusakan selama pengiriman dan dalam
kondisi tidak terduga.
b. Kewajiban penerima kontrak untuk mengembalikan obat dan/atau
bahan obat jika terjadi kerusakan selama pengiriman dengan
menyertakan berita acara kerusakan.
c. Kehilangan selama pengiriman oleh penerima kontrak wajib
melaporkan kepada pihak kepolisian dan pemberi kontrak.
d. Pemberi kontrak berhak melakukan audit terhadap penerima kontrak
setiap saat. Dokumen kontrak harus dapat ditunjukkan kepada
petugas yang berwenang pada saat pemeriksaan.
8. Dokumentasi
Dokumentasi bertujuan untuk menjamin seluruh pelaksanaan
distribusi dan manajemennya berjalan sesuai dengan panduan mutu dan
aturan yang ditetapkan.Dokumentasi berguna untuk menelusuri
perjalanan distribusi produk apabila terjadi kesalahan sistem, terutama
apabila terjadi penarikan produk dari industri atau BPOM.Dokumen yang
dibuat harus disimpan dalam 3 tahun dari tanggal pembuatan dokumen
dan mudah ditelusuri setiap saat.
Kegiatan dokumentasi PBF PT. KFTD yaitu pelaporan triwulan
menggunakan E-Report. Adapun yang tercantum dalam pelaporan
triwulan, antara lain :
a. Data penyaluran meliputi nama obat, jumlah yang keluar
b. Tanda terima
Laporan ke Menteri Kesehatan RI dengan tembusan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM paling lambat
pelaporan PBF adalah tanggal 20 disetiap bulan.

Anda mungkin juga menyukai