Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, kesehatan adalah keadaan
sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Dalam rangka
mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya maka
perlu dilakukan suatu upaya kesahatan. Pelaksanaan upaya kesehatan dapat
dilakukan dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan,
pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau
masyarakat (Presiden Republik Indonesia, 2009).
Dalam pelaksanaan upaya kesehatan, apoteker memegang peranan
penting demi tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya. Hal tersebut dapat dilakukan oleh seorang Apoteker dengan
melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian tersebut yaitu
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan
dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat
atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan
obat dan obat tradisional. Hal tersebut dapat diwujudkan oleh seorang
Apoteker melalui pengabdiannya pada pedagang besar farmasi (Presiden
Republik Indonesia, 2009).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF), PBF
adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk
pengadaan, penyimpanan, penyaluran sediaan farmasi dalam jumlah besar
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pedagang Besar Farmasi
(PBF) sebagai merupakan salah satu unit terpenting dalam kegiatan
penyaluran sediaan farmasi ke fasilitas pelayanan kesehatan seperti apotek,
instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik dan toko obat agar dapat
sampai ke tangan masyarakat. Apoteker sebagai penanggung jawab di PBF
harus mampu melakukan kegiatan pengelolaan sediaan farmasi di PBF
dimulai dari pengadaan, penyimpanan hingga pendistribusian sediaan farmasi
ke sarana pelayanan kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

I.2 Rumusan Masalah

I.3 Tujuan PKL Distribusi Farmasi


a. Sebagai bahan perbandingan antara teori-teori yang telah di dapatkan
dalam PKL ( Praktek Kerja Lapangan )
b. Memahami dasar-dasar pendistribusian obat dan sediaan farmasi lainnya
di PBF sehingga mampu berperan sebagai tenaga kesehatan yang siap
pakai.
c. Mampu memahami proses pengelolaan obat dan pendistribusian sesuai
dengan peraturan Perundang – Undangan dan etika yang berlaku dalam
sistem pelayanan kesehatan masyarakat.
d. Untuk meningkatkan dan menambah ilmu pengetahuan dan keterampilan
tentang pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian sediaan farmasi di
Pedagang Besar Farmasi..
e. Meningkatkan pengetahuan tentang ruang lingkup tanggung jawab
sebagai Tenaga Teknis Kefarmasian di PBF.

I.4 Manfaat PKL Distribusi Farmasi


a Menambah ilmu pengetahuan dalam hal mengelola obat, perbekalan
farmasi dan pemasarannya.
b Dapat mengetahui secara langsung tata laksana pendistribusian dan
pengelolaan sediaan farmasi lainnya di Pedagang Besar Farmasi yang
sebelumnya hanya di ketahui secara teoritis.
c Dapat menyesuaikan atau mengembangkan teori yang sudah di terima di
PBF untuk di jadikan sebagai pembelajaran.
d Dapat menjalin kerja sama antara perusahaan pedagang besar farmasi
dengan dunia pendidikan terutama dalam menyalurkan tenaga kerja
profesional

I.5 Waktu dan Tempat PKL Distribusi Farmasi


A. Tempat Pelaksanaan
Dalam pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan ( PKL ) ini dilakukan PT.
Graha Sejati Medika
B. Waktu pelaksanaan
Waktu pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan ( PKL ) di PT. Graha Sejati
Medika adalah 2 minggu terhitung sejak tanggal 16 s/d 28 September
dimana waktu prakteknya adalah :
Senin s/d Jumat : 08.30 – 12.00
12.00 – 16.00
Sabtu : 08.30– 14.00
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian Sarana Distribusi Farmasi


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesian
No.1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi
(PBF),PBF adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin
untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran sediaan farmasi dalam jumlah
besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
Pedagang Besar Farmasi yang selanjutnya disingkat PBF adalah
perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan,
penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Perka BPOM.
2018).
Pedagang Besar Farmasi (PBF) merupakan salah satu unit terpenting
dalam kegiatan penyaluran sediaan farmasi ke fasilitas pelayanan kesehatan
seperti apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik dan toko
obat agar dapat sampai ke tangan masyarakat. Apoteker sebagai
penanggung jawab di PBF harus mampu melakukan kegiatan pengelolaan
sediaan farmasi di PBF dimulai dari pengadaan, penyimpanan hingga
pendistribusian sediaan farmasi ke sarana pelayanan kesehatan
(Kementerian Kesehatan RI, 2011).
Setiap PBF harus memiliki apoteker penanggung jawab yang
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan,
penyimpanan dan penyaluran obat danatau bahan obat. Apoteker
penanggung jawab harus memiliki izin sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pedagang Besar Farmasi (PBF) tidak boleh lagi mengimpor obat dari
luar negeri. Registrasi obat impor hanya boleh dilakukan industri farmasi
dalam negeri yang mendapat persetujuan tertulis dari industri farmasi di luar
negeri. Ketentuan ini dituangkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI
1010/MENKES/PER/XI/2008 tanggal 3 November 2008 tentang Registrasi
Obat.
Berdasarkan Permenkes No. 1010 Tahun 2008 tentang registrasi obat,
registrasi obat baik produksi dalam negeri, obat impor, obat khusus untuk
ekspor, maupun obat yang dilindungi paten hanya bisa dilakukan industri
farmasi. Impor obat diutamakan untuk obat program kesehatan masyarakat,
obat penemuan baru dan obat yang dibutuhkan tetapi tidak dapat diproduksi
di dalam negeri.
II.2 Tugas dan Fungsi Sarana Distribusi Farmasi
A. Tugas Pedagang Besar Farmasi (PBF)
1. Tempat menyediakan dan menyimpan perbekalan farmasi yang
meliputi obat, bahan obat, dan alat kesehatan.
2. Sebagai sarana yang mendistribusikan perbekalan farmasi ke
sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang meliputi : apotek,
rumah sakit, toko obat berizin dan sarana pelayanan kesehatan
masyarakat lain serta PBF lainnya.
3. Membuat laporan dengan lengkap setiap pengadaan, penyimpanan,
penyaluran, perbekalan farmasi sehingga dapat di pertanggung
jawabkan setiap dilakukan pemeriksaan. Untuk toko obat berizin,
pendistribusian obat hanya pada obat-obatan golongan obat bebas
dan obat bebas terbatas, sedangkan untuk Apotek, rumah sakit dan
PBF lain melakukan pendistribusian obat bebas, obat bebas
terbatas, obat keras dan obat keras tertentu.
4. Untuk toko obat berizin,pendistribusian obat hanya pasa obat-obat
golongan obat bebas dab obat bebas terbatas, sedangkan untuk
apotek,rumah sakit dan PBF lain melakukan pendistribusian obat
bebas obat bebas bebas terbatas dan obat keras tertentu.
B. Fungsi Pedagang Besar Farmasi (PBF)
1. Sebagai sarana distribusi farmasi bagi industri-industri farmasi.
2. Sebagai saluran distribusi obat-obatan yang bekerja aktif ke seluruh
tanah air secara merata dan teratur guna mempermudah pelayanan
kesehatan.
3. Untuk membantu pemerintah dalam mencapai tingkat kesempurnaan
penyediaan obat-obatan untuk pelayanan kesehatan.
5. Tempat menyediakan dan menyimpan sediaan farmasi yang meliputi
obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik.
6. Sebagai sarana yang mendistribusikan sediaan farmasi ke fasilitas
pelayanan kefarmasian meliputi apotek, instalasi farmasi rumah
sakit, puskesmas, klinik dan toko obat berizin.
7. Sebagai tempat pendidikan dan pelatihan.
II.3 Tujuan Sarana Distribusi Farmasi
Tujuan utama pelaksanaan distribusi obat yang baik adalah
terselenggaranya suatu sistem jaminan kualitas oleh distributor, yaitu:

a. Menjamin penyebaran obat secara merata dan teratur agar dapat tersedia
saat diperlukan.
b. Terlaksananya pengamanan lalu lintas dan penggunaan obat tepat sampai
kepada pihak yang membutuhkan secara sah untuk melindungi
masyarakat dari kesalahan penggunaan atau penyalahgunaan.
c. Menjamin keabsahan dan mutu agar obat yang sampai ke tangan
konsumen adalah obat yang efektif, aman dan dapat digunakan sesuai
tujuan penggunaannya.
d. Menjamin penyimpanan obat aman dan sesuai kondisi yang
dipersyaratkan, termasuk selama transportasi

II.4 Persyaratan Sarana Distribusi Farmasi


Suatu PBF baru dapat beroperasi setelah mendapat surat izin. Selama
PBF tersebut masih aktif melakukan kegiatan pengelolaan obat, maka
seluruh kegiatan yang dilaksanakan di PBF tersebut wajib berdasarkan
kepada CDOB. Agar dapat beroperasi, PBF harus mempunyai lokasi dan
bangunan yang memenuhi persyaratan serta menyediakan perlengkapan
yang diperlukan dalam kegiatan distribusi.
A. Tempat/Lokasi
Lokasi PBF dapat dipilih dengan mempertimbangkan segi efisiensi
dan efektifitas dalam pengadaan dan penyaluran obat ke sarana
pelayanan kesehatan dan faktor-faktor lainnya.
B. Bangunan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012)
Suatu PBF harus mempunyai luas bangunan yang cukup dan
memenuhi persyaratan teknis, sehingga dapat menjamin kelancaran
pelaksanaan tugas dan fungsi PBF. Suatu PBF paling sedikit memiliki
ruang tunggu, ruang penerimaan obat, ruang penyiapan obat, ruang
administrasi, ruang kerja apoteker, gudang obat jadi, ruang makan dan
kamar kecil. Bangunan PBF dilengkapi dengan sumber air yang
memenuhi syarat kesehatan, pencahayaan yang memadai, alat pemadam
kebakaran, ventilasi dan sanitasi yang baik.
Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan
bahwa kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan,
mempunyai keamanan yang memadai dan kapasitas yang cukup untuk
memungkinkan penyimpanan dan penanganan obat yang baik, serta
area penyimpanan dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai
untuk memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan secara akurat dan
aman.
Area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman harus terpisah,
terlindung dari kondisi cuaca, dan harus didesain dengan baik serta
dilengkapi dengan peralatan yang memadai. Akses masuk ke area
penerimaan, penyimpanan dan pengiriman hanya diberikan kepada
personil yang berwenang yakni dengan adanya sistem alarm dan kontrol
akses yang memadai.
Selain itu harus disediakan area khusus, antara lain:
1. Harus ada area terpisah dan terkunci antara obat yang menunggu
keputusan lebih lanjut mengenai statusnya, meliputi obat yang
diduga palsu, yang dikembalikan, yang ditolak, yang akan
dimusnahkan, yang ditarik, dan yang kedaluwarsa dari obat yang
dapat disalurkan.
2. Harus tersedia kondisi penyimpanan khusus untuk obat yang
membutuhkan penanganan dan kewenangan khusus sesuai dengan
peraturan perundangundangan (misalnya narkotika).
3. Harus tersedia area khusus untuk penyimpanan obat yang
mengandungbahan radioaktif dan bahan berbahaya lain yang dapat
menimbulkan risiko kebakaran atau ledakan (misalnya gas
bertekanan, mudah terbakar, cairan dan padatan mudah menyala)
sesuai persyaratan keselamatan dan keamanan. Bangunan dan
fasilitas penyimpanan harus bersih, bebas dari sampah dan debu
serta harus dirancang dan dilengkapi, sehingga memberikan
perlindungan terhadap masuknya serangga, hewan pengerat atau
hewan lain. Selain itu, ruang istirahat, toilet dan kantin untuk
personil harus terpisah dari area penyimpanan.
C. Perlengkapan PBF
Suatu PBF baru yang ingin beroperasi harus memiliki perlengkapan
yang memadai agar dapat mendukung pendistribusian obat jadi.
Perlengkapan yang harus dimiliki antara lain :
1. Peralatan dan tempat penyimpanan obat seperti lemari obat
jadi,lemari pendingin (kulkas), lemari untuk menyimpan produk
kembalian, container untuk pengiriman barang dan box es untuk
pengiriman obat dengan suhu penyimpanan rendah
2. Perlengkapan administrasi terkait dokumen penjualan, pembelian
dan penyimpanan. Dokumen tersebut seperti blanko pesanan,
blanko faktur, blanko faktur, bilyet giro, blanko faktur pajak, blanko
surat jalan, kartu stok obat, bukti penerimaan pembayaran, form
retur, blanko faktur pajak dan stempel PBF\
3. Buku-buku dan literatur standar yang diwajibkan, serta kumpulan
perundangundangan yang berhubungan dengan kegiatan di PBF.
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mendirikan suatu PBF
adalah sebagai berikut:

a. Harus ada izin dari Menteri Kesehatan RI


b. Dilakukan oleh badan hukum berbentuk perseroan terbatas,koperasi,
atau perusahaan modal asing yang telah memiliki izin usaha industri
farmasi indonesia dengan perusahaan nasional.
c. Memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP)
d. Memiliki apoteker penanggung jawab (AP)
e. Anggota direksi tidak pernah terlibat pelanggaran ketentuan
perundang-undangan di bidang farmasi.
II.5 Pengelolaan Sarana Distribusi Farmasi
A. Pengadaan Barang
Pengadaan barang dilakukan dengan membuat pesenan atau PO
(percising Order) kepada pabrik untuk periode tertentu. Misalnya satu
pesanan untuk satu bulan penjualan, ini dilakukan PBF yang letaknya
dekat PBF order.
Pelengkapan pengadaan barang adalah:
1. Estimasi pesanan barang
Sebelum membuat pesanan barang, terlebih dahulu harus membuat
perkiraan pemesanan barang yang berguna untuk menentukan
seberapa banyak kita menjua dan untuk menentukan jumlah stok
bulan berikutnya serta menghindari terjadinya penumpukan barang.
2. Surat pesanan (Purcusing order)
Surat ini dibuat setelah berdasarkan estimasi pesanan yang sudah
disetujui oleh semua pihak (team penjualan, marketing, bag.
Keuangan agen gudang dan pimpinan), surat pesanan ini dibagi
atas tiga macam. Surat pesanan obat keras tertentu (OKT), surat ini
berisikan nama dan jumlah pesanan obat OKT periode tertentu.
Surat ini terdiri dari 5 lembaran yang dibedakan dalam berbagai
warna:
a Lembaran 1 putih ditunjukan kepada pabrik (produsen)
b Lembaran 2 merah ditunjukan kepada dinas pengawasan
narkoba.
c Lembaran 3 kuning ditunjukkan kepada departemen kesehatan,
d Lembaran 4 biru ditunjukkan kepada balai POM
e Lembaran 5 hijau ditunjukan kepada apotek yang memesan.

Surat pesanan obat prekursor, ini berisikan obat golongan


prekursor (jumlah dan nama obatnya). Obat prekursor adalah obat
yang bisa di salah gunakan, kegunaannya dari yang seharusnya.
Contohnya formalin, lacoldin, efedrin Hcl, quantidex tab, lapifed.
Surat pesanan obat bebas dan obat keras untuk periode tertentu
dapat digabungkan Perbedaan dari surat pesanan di atas adalah:

a. Jenis surat pesanan


b. Lembaran surat pesanan untuk golongan obat OOT dan
prekursor surat pesanannya dibuat terpisah sementara surat
pesanan obat keras bisa digabung dengan surat pesanan obat
bebas.
B. Penerimaan Barang
Saat penerimaan harus dilakukan pemeriksaan terhadap:
1. Kebenaran nama, jenis, nomor batch, ED, jumlah dan kemasan harus
sesuai dengan surat pengantar atau pengiriman barang dan atau
faktur penjualan.
2. Kondisi kontainer pengiriman dan atau kemasan termasuk segel,
label dan atau penandaan.
3. Kebenaran nama, jenis, jumlah dan kemasan dalam surat pengantar
atau pengiriman barang dan atau faktur penjualan harus sesuai
dengan arsip surat pesanan.
4. Setelah dilakukan pemeriksaan dan dinyatakan telah sesuai,
penanggung jawab fasilitas distribusi harus menandatangani surat
pengantar atau pengiriman barang dan atau faktur penjualan dan
dibubuhi stempel fasilitas distribusi. Kemudian dicatat pada kartu
stock.
C. Pendistribusian Perbekalan Farmasi
Pedagang besar Farmasi (PBF) dalam hal pendistribusian obat wajib
menerapkan pedoman teknis CDOB. Pabrik Farmasi dapat
menyalurkan hasil produksinya langsung ke PBF, Apotik, Toko Obat
dan saran pelayanan kesehatan lainnya. (Permenkes
918/Menkes/Per/X/1993).
Cara distribusi Obat yang Baik (CDOB) yaitu memastikan
bahwa kualitas produk yang dicapai melalui CDOB dipertahankan
sepanjang jalur distribusi. PBF hanya dapat menyalurkan obat kepada
PBF lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan, meliputi apotek, instalasi farmasi
rumah sakit, puskesmas, klinik dan toko obat. (Kementerian Kesehatan
RI, 2011)
D. Penyimpanan
Penyimpanan obat harus disesuaikan dengan suhu tertentu sesuai jenis
obatnya. Tetapi tidak semua obat harus disimpan pada suhu tertentu,
ada pula obat yang disimpan pada suhu normal. Pengaturan suhu
dilakukan dengan tujuan agar kualitas obat tetap terjaga.
Penyimpanan barang pada gudang berdasarkan :
a. Kelompok produk
Kelompok produk ini didasarkan pada OTC, Principal, Ethical
Brand, Generik dan Lisensi tetapi tetap dibedakan berdasarkan
bentuk sediaan obat, hal ini untuk mempermudah dalam memantau
stok obat dalam gudang, dan juga untuk menghindari kontaminasi
sehingga distribusi obat di monitoring.
b. Abjad
Penyusunan obat berdasarkan alphabet dilakukan agar dalam
mengakses atau mengambil obat lebih mudah dan cepat, karena telah
tersusun rapi berdasarkan susunan alphabet tersebut.
c. First In First Out (FIFO)
Barang yang datang pertama kali harus dikeluarkan terlebih dahulu
dari pada yang baru datang, agar tidak terjadi penumpukan barang
atau produk mati yang kemungkinan dapat kadaluarsa sehingga
berakibat pada kerugian.
d. First Expired First Out (FEFO)
Barang yang masa kadaluarsanya lebih awal harus dikeluarkan
terlebih dahulu dari pada masa kadaluarsanya yang masih lama. Hal
ini dilakukan untuk memperkecil kemungkinan penumpukan obat
kadaluarsa yang mengakibatkan kerugian.
E. Penarikan Kembali
Proses ini dilakukan untuk suatu nomor batch atau satu kode
produksi tertentu yang dinyatakan tidak layak untuk dikonsumsi.
Contohnya setelah Balai POM melakukan pengamatan untuk produk
quantidex tab ditemukan ketidak cocokan dengan keadaan fisiknya,
maka balai POM memberi surat kepada pabrik untuk menarik quantidex
tab dari pasaran melalui distributor-distributor yang memesan produk
quantidex tersebut. Dari distributor akan mengirim surat kepada
pelanggan seperti toko obat, apotek dan rumah sakit.
II.6 Peraturan dan Perundang- undangan Sarana Distribusi Farmasi

Penyelengggaraan PBF Menurut Mentri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 1148 / Menkes / Per / VI / 2011:

Pasal 13
1) PBF dan PBF Cabang hanya dapat mengadakan, menyimpan dan
menyalurkan obat dan/atau bahan obat yang memenuhi persyaratan
mutu yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
2) PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri farmasi
dan/atau sesama PBF.
3) PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan bahan obat dari industri
farmasi, sesama PBF dan/atau melalui importasi.
4) Pengadaan bahan obat melalui importasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
5) PBF Cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dan/atau bahan
obat dari PBF pusat.

Pasal 14

1) Setiap PBF dan PBF Cabang harus memiliki Apoteker penanggung


jawab yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan
pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.
2) Apoteker penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
3) Apoteker penanggung jawab dilarang merangkap jabatan sebagai
direksi/pengurus PBF atau PBF Cabang.
4) Setiap pergantian Apoteker penanggung jawab, direksi/pengurus PBF
atau PBF Cabang wajib melaporkan kepada Direktur Jenderal atau
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya dalam jangka
waktu 6 (enam) hari kerja.

Pasal 15

1) PBF dan PBF Cabang harus melaksanakan pengadaan, penyimpanan


dan penyaluran obat dan/atau bahan obat sesuai dengan CDOB yang
ditetapkan oleh Menteri.
2) Penerapan CDOB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sesuai pedoman teknis CDOB yang ditetapkan oleh Kepala Badan.
3) PBF dan PBF Cabang yang telah menerapkan CDOB diberikan
sertifikat CDOB oleh Kepala Badan
Pasal 16

1) Setiap PBF atau PBF Cabang wajib melaksanakan dokumentasi


pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran di tempat usahanya dengan
mengikuti pedoman CDOB.
2) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara
elektronik.
3) Dokumentasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) setiap
saat harus dapat diperiksa oleh petugas yang berwenang.

Pasal 17

1) Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menjual obat atau bahan obat
secara eceran.
2) Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menerima dan/atau melayani
resep dokter.

Pasal 18

1) PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF atau
PBF Cabang lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2) Fasilitas pelayanan kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. apotek;
b. instalasi farmasi rumah sakit;
c. puskesmas;
d. klinik; atau
e. toko obat
3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) PBF
dan PBF Cabang tidak dapat menyalurkan obat keras kepada toko obat.
4) Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, PBF dan PBF Cabang dapat
menyalurkan obat dan bahan obat kepada instansi pemerintah yang
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 19

PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat dan/atau bahan obat di wilayah
provinsi sesuai surat pengakuannya.

Pasal 20

PBF dan PBF Cabang hanya melaksanakan penyaluran obat berupa obat
keras berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola
apotek atau apoteker penanggung jawab.

Pasal 21

1) PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan bahan obat kepada
industri farmasi, PBF dan PBF Cabang lain, apotek, instalasi farmasi
rumah sakit dan lembaga ilmu pengetahuan.
2) Penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan surat
pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola apotek atau apoteker
penanggung jawab.
3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) surat
pesanan untuk lembaga ilmu pengetahuan ditandatangani oleh pimpinan
lembaga.

Pasal 22

Setiap PBF dan PBF Cabang yang melakukan pengadaan, penyimpanan,


dan penyaluran narkotika wajib memiliki izin khusus sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 23

1) Setiap PBF atau PBF Cabang yang melakukan pengubahan kemasan


bahan obat dari kemasan atau pengemasan kembali bahan obat dari
kemasan aslinya wajib melakukan pengujian laboratorium.
2) Dalam hal dilakukan pengubahan kemasan atau pengemasan kembali
bahan obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PBF atau PBF Cabang
wajib memiliki ruang pengemasan ulang sesuai persyaratan CDOB.

Pasal 24

Selain menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat


dan/atau bahan obat, PBF mempunyai fungsi sebagai tempat pendidikan dan
pelatihan.

Syarat gudang PBF Menurut Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1148 / Menkes / Per / VI / 2011:

Pasal 25

1) Gudang dan kantor PBF atau PBF Cabang dapat berada pada lokasi
yang terpisah dengan syarat tidak mengurangi efektivitas pengawasan
intern oleh direksi/pengurus dan penanggung jawab.
2) Dalam hal gudang dan kantor PBF atau PBF Cabang berada dalam
lokasi yang terpisah maka pada gudang tersebut harus memiliki
Apoteker.

Pasal 26

1) PBF dan PBF Cabang dapat melakukan penambahan gudang atau


perubahan gudang.
2) Setiap penambahan atau perubahan gudang PBF sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus memperoleh persetujuan dari Direktur Jenderal.
3) Setiap penambahan atau perubahan gudang PBF Cabang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memperoleh persetujuan dari Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi.

Pasal 27

1) Permohonan penambahan gudang PBF diajukan secara tertulis kepada


Direktur Jenderal dengan mencantumkan :
a. alamat kantor PBF pusat;
b. alamat gudang pusat dan gudang tambahan;
c. nama apoteker penanggung jawab pusat; dan
d. nama apoteker penanggung jawab gudang tambahan.
2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh
direktur/ketua dan dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut :
a. Fotokopi izin PBF;
b. Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker calon penanggung jawab
gudang tambahan;
c. surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung
jawab;
d. surat bukti penguasaan bangunan dan gudang; dan
e. peta lokasi dan denah bangunan gudang tambahan.
3) Permohonan penambahan gudang PBF Cabang diajukan secara
tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan mengikuti
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

Pelaporan kegiatan PBF Menurut Mentri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 1148 / Menkes / Per / VI / 2011:

Pasal 30

1) Setiap PBF dan cabangnya wajib menyampaikan laporan kegiatan


setiap 3 (tiga) bulan sekali meliputi kegiatan penerimaan dan
penyaluran obat dan/atau bahan obat kepada Direktur Jenderal dengan
tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan
Kepala Balai POM.
2) Selain laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur
Jenderal setiap saat dapat meminta laporan kegiatan penerimaan dan
penyaluran obat dan/atau bahan obat.
3) Setiap PBF dan PBF Cabang yang menyalurkan narkotika dan
psikotropika wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran
narkotika dan psikotropika sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat
dilakukan secara elektronik dengan menggunakan teknologi informasi
dan komunikasi.
5) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) setiap saat harus dapat
diperiksa oleh petugas yang berwenang.

II.7 Penggolongan Obat

Penggolongan obat berdasarkan keamanan (Permenkes No. 725a/1989)

1. Obat Bebas

a b c d

Obat bebas adalah obat tanpa peringatan, yang dapat diperoleh tanpa resep
dokter. Tandanya berupa lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam
(gambar a). Contoh :multivitamin (Umar, 2005).
2. Obat Bebas Terbatas
Obat bebas terbatas adalah obat yang dijual bebas dan dapat dibeli tanpa
resep dokter,tapi disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus untuk obat
ini adalah lingkaran berwarna biru dengan garis tepi hitam ( gambar b).
Khusus untuk obat bebas terbatas, selain terdapat tanda khusus lingkaran biru,
diberi pula tanda peringatan untuk aturan pakai obat, karena hanya dengan
takaran dan kemasan tertentu, obat ini aman dipergunakan untuk pengobatan
sendiri. Tanda peringatan berupa empat persegi panjang dengan huruf putih
pada dasar hitam yang terdiri dari 6 macam. Adapun tanda-tanda peringatan
dari obat tersebut adalah sebagai berikut :
a. P.No.1 Awas Obat Keras, Bacalah Aturan Pemakaiannya

Contoh : Procold, Komix dan OBH


b. P.No.2 Awas! Obat Keras, Hanya untuk kumur, jangan ditelan

Contoh : Hexadol, Betadine dan Ttanflex

c. P.No.3 Awas! Obat Keras, Hanya untuk bagian luar dari badan

Contoh : Insto, Betadine dan Kalpanax

d. P.No.4 Awas! Obat Keras, Hanya untuk dibakar

Contoh : Sigaret Atsma, Decoderm dan Neoidoine


e. P.No.5 Awas! Obat Keras, Tidak boleh ditelan

Contoh : Bravoderm, Bufacetin dan Bufacort


f. P.No.6 Awas! Obat Keras, Obat wasir, jangan ditelan

Contoh : Laxarec, Ambeven dan Anusol Suppositoria

3. Obat Keras
Obat keras adalah obat yang hanya dapat diperoleh dengan resep dokter.
Ciri-cirinya adalah bertanda lingkaran bulat merah dengan garis tepi berwarna
hitam, dengan huruf K ditengah yang menyentuh garis tepi ( gambar 1 ). Obat
ini hanya boleh dijual di apotek dan harus dengan resep dokter pada saat
membelinya (Anonim, 2008). Contohnya antibiotic (amoksilin,
klorampenikol), asam mefenamat, obat hipertensi (hidroklortiazid, kaptopril).
4. Psikotropika
Psikotropika atau dulu lebih dikenal dengan nama obat keras tertentu,
sebenarnya termasuk golongan obat keras (gambar 1), tetapi bedanya dapat
mempengaruhi aktivitas psikis (Priyanto dan Batubara, 2008). Berdasarkan
UU Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, psikotropika dibagi menjadi :
a) Golongan I, contohnya brolamfetamina dan etriptamina.
b) Golongan II, contohnya metamfetamina dan fenetilina.
c) Golongan III, contohnya amobarbital dan pentobarbital.
d) Golongan IV, contohnya diazepam dan lorazepam (Anonim, 1997)

5. Narkotika

Narkotika merupakan kelompok obat yang paling berbahaya karena dapat


menimbulkan adiksi (ketergantungan) dan toleransi. Obat ini hanya dapat
diperoleh dengan resep dokter. Dalam kemasannya narkotika ditandai dengan
lingkaran berwarna merah dengan dasar putih yang didalamnya ada gambar
palang medali berwarna merah (gambar a) (Priyanto dan Batubara, 2008).
Berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika,narkotika dibagi
menjadi 3 golongan, yaitu :

a) Golongan I, contohnya kokain dan tanaman ganja.


b) Golongan II, contohnya difenoksilat dan morfin.
c) Golongan III, contohnya dekstropropoksifena dan kodein (Anonim, 2009).
BAB III

TINJAUAN SARANA DISTRIBUSI FARMASI


III. 1 Sejarah PT. Graha Sejati Medika
PT. Graha Sejati Medika atau biasa disingkat dengan PT. GSM adalah
salah satu pedangang besar farmasi (PBF) lokal yang ada di kota Makassar
tepatnya di Jl. Rappocini Raya No. 107 Makassar. PBF salah satu unit terpenting
dalam kegiatan penyalur sediaan farmasi ke fasilitas pelayanan kesehatan seperti
apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas klinik dan toko obat yang
memiliki izin agar dapat sampai ke tangan masyarakat. Tenaga farmasi harus
mampu melakukan kegiatan pengelolaan/pengadaan, penyimpanan hingga
pendistribusian sediaan farmasi ke sarana pelayanan kesehatan.
PT. Graha Sejati Medika ini mulai bekerja sama dengan distributor –
distributor resmi seperti PT. Mensa Bina Sukses (MBS), PT. Anugrah Parmindo
Lestari (APL), PT. Kebayoran dan PBF resmi lainnya, berawal dari membuka
sebuah apotek sejati dengan melihat prospek yang begitu baik, desember tahun
2003 bapak petrus jacob akhirnya berinisiatif mendirikan perseroan terbatas (PT)
Graha Sejati Medika.
III. 2 Visi dan Misi PT. Graha Sejati Medika
Visi : Menjadi distributor farmasi yang unggul dan pilihan pertama
Misi :
1. Memberikan pelayanan yang baik bagi pelanggan
2. Menyediakan produk bermutu guna memenuhi kebutuhan
masyarakat dengan harga terjangkau dan berkualitas
III. 3 Kegiatan Sarana Distribusi PT. Graha Sejati Medika
Kegiatan perbekalan farmasi di PT. Graha Sejati Medika meliputi :

a. Perencanaan dan pengadaan


b. Penerimaan dan penyimpanan
c. Pengeluaran/distribusi
d. Pelaporan
e. Pemusnahan
III. 4 Struktur Organisasi PT. Graha Sejati Medika

PIMPINAN

APOTEKER
PENANGGUNG
JAWAB
APOTEKER
PENANGGUNG
JAWAB

GUDANG FAKTURIS KASIR ADMIN PENGANTAR SALESMEN


BARANG
BAB IV

PEMBAHASAN

PBF (Pedagang Besar Farmasi) adalah perusahaan berbentuk badan hukum


yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan penyaluran perbekalan
farmasi dalam jumlah besar, sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku.
Setiap PBF harus memiliki apoteker penanggung jawab terhadap pelaksanaan
ketentuan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat atau bahan obat,
apoteker penanggung jawab harus memiliki izin sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

PT. Graha Seati Medika adalah sebuah pedagang besar farmasi di Makassar
yang didirikan pada Dember 2003. PT. Graha Sejati Medika yang dipimpin oleh
Bapak Erianto Wong, Yang didampingi oleh Apoteker Penanggung Jawab, ibu
Irmayanti,. S.Farm, Apt

Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Pedagang Besar Farmasi PT.


Graha Sejati Medika yaitu :

Pengadaan obat-obatan dilakukan berdasarkan jumlah persediaan yang ada


digudang melalui kartu stok yang terdata. Jika ada barang yang akan habis maka
segera dilakukan pemesanan barang ke pabrik atau PBF. Pemesanan barang
dilakukan oleh bagian pengadaan dan disetuji oleh Apoteker penganggung jawab
melalui Surat Pesanan (SP) dan disetujui oleh pimpinan/direktur dengan
mengirimkan surat pesanan langsung kepada pabrik atau PBF yang bersangkutan
melalui faximile/whatsapp. Selanjutnya pabrik atau PBF akan mengirimkan
barang sesuai dengan pesanan yang disertai faktur pengiriman barang. Kemudian
Pada saat penerimaan barang, pertama kali dilakukan adalah menerima bukti
permintaan barang dari pengantar obat kemudian melakukan pengecekan atau
pemeriksaan barang sesuai dengan faktur , jika terdapat ketidaksesuain PO maka
dari pihak PBF memberikan informasi kepada sales yang bersangkutan, dan jika
sesuai dengan PO maka dilakukan proses pembongkaran barang dan pemasukan
barang ke gudang sesuai dengan faktur pesanan obat. Setelah itu dilakukan
pengecekan fisik barang yang diterima meliputi nama barng, bentuk dari sediaan
obat, nomor batch, dan expire date, jumlah, kemudian dilakukan pengecekan fisik
dan kemasan dari obat.

Penyimpanan barang dalam gudang menggunakan sistem FEFO (First


Expired Firs Out) dan FIFO (First In First Out) , kemudian diatur berdasarkan
jenis sediaan obat, dan alfabetis serta dipisahkan atau disimpan berdasarkan suhu
dari masing-masing obat tersebut, dan ada pula yang harus diperhatikan adalah
penyimpanan barang dalam gudang yaitu rak tidak menyentuh lantai dan tidak
menempel pada dinding. hal itu dilakukan agar tidak terjadi kelembaban yang bisa
menyebabkan kerusakan pada obat. Penjualan barang (obat) PBF PT. Graha Sejati
Medika hanya menyalurkan obat kepada PBF lain, apotek, instalasi farmasi rumah
sakit, klinik dan toko obat (selain obat keras), melalui surat pesanan (SP) dari
apotek melalui sales dan dapat pula melakukan pemesanan melalui via telfon atau
whatsapp. Kemudian orderan disampaikan ke pada fakturis yang telah di periksa
oleh apoteker, setelah itu orderan atau pesanan di fakturkan dan
disiapkan.Pengeluaran barang yaitu dengan mengeluarkan barang-barang yang
telah di periksa kelengkapan dari barang tersebut, berdasarkan faktur penjualan
kemudian dilakukan penyiapan dan pengemasan barang, dan setelah barang siap
untuk dikirim, dan di cek kembali berapa banyak yang akan dikirim ke masing-
masing Apotek, setelah itu dipisahkan barang yang akan dikirim ke luar daerah
dan dalam daerah, dan siap untuk dikirim.
BAB V

PENUTUP

V. I Kesimpulan

Setelah melakukan PKL selama 2 minggu, kami dapat menyimpulkan


bahwa PBF (Pedagang Besar Farmasi) adalah perusahaan berbentuk badan
hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan penyaluran
perbekalan farmasi dalam jumlah besar, sesuai peraturan perundang
undangan yang berlaku. Setiap PBF harus memiliki apoteker penanggung
jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran obat atau bahan obat, apoteker penanggung jawab harus
memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

PT.Graha Sejati Medika adalah sebuah PBF atau pedagang besar


farmasi, berdiri dan memulai aktivitas penjualan sejak Desember 2003
dengan melakukan penyaluran perbekalan farmasi ke PBF lain, Apotek,
Instalasi Rumah Sakit, Puskesmas dan Toko Obat (hanya obat bebas)

V. 2 Saran

1. Saran kepada institusi


a. Pembimbing PKL seharusnya lebih giat untuk mengontrol
mahasiswa selama PKL berlangsung dan memberikan bimbingan
untuk kemajuan mahasiswa.
2. Saran kepada PBF Pharma Indo Sukses
a. Diharapkan agar lebih melengkapi sarana dan prasarana yang ada di
PBF (Pedagang Besar Farmasi).
b. Diharapkan agar mampu menerapkan CDOB yang lebih maksimal,
agar bisa menjadi PBF yang lebih berkualitas dan lebih baik untuk
kedepannya lagi.

Anda mungkin juga menyukai