Anda di halaman 1dari 66

LAPORAN KEGIATAN PELAKSANAAN MASA PROBATION

di
PT. MULTIMAS NABATI ASAHAN

Oleh:

Indri Suci Astuti


6219032703

Department: Research & Development

1
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

PT. Multimas Nabati Asahan (MNA) merupakan salah satu perusahaan swasta di
Indonesia yang tergabung dalam Wilmar International Limited (Wilmar Gorup) yang
bergerak dibidang agribisnis dan industri kelapa sawit. PT. Multimas Nabati Asahan terdiri
dari unit pengolahan minyak sawit kasar (Dept. Refinery), unit pengolahan inti sawit (Dept.
Palm kernel Plant), dan unit pengolahan kelapa sawit (Dept. PKS). PT. Multimas Nabati
Asahan terletak di Kuala Tanjung Kabupaten Batu Bara bergerak di bidang pengolahan
minyak kelapa sawit dan turunannya untuk menghasilkan minyak goreng, produk shortening,
produk specialty fats seperti CBS (Cocoa Butter Substitute), CBR (Cocoa Butter Replacer),
dan CBE (Cocoa Butter Equivalent). Adapun produk minyak goreng yang telah dipasarkan
dan dikenal oleh masyarakat luas seperti minyak goreng Sania Royal, Sania, Fortune, Sovia,
dan minyak goreng Siip.
Kelapa sawit adalah satu jenis tanaman yang banyak tumbuh dan dibudidayakan
secara luas di Indonesia, serta menjadi salah satu penyumbang devisa terbesar bagi Indonesia.
Pemanfaatan minyak sawit pada produk pangan yang terbesar yaitu minyak goreng, terutama
di negara-negara yang memiliki pola hidup banyak mengonsumsi makanan melalui proses
penggorengan. Selain minyak goreng, produk olahan minyak sawit lainnya sebagai bahan
makanan yaitu margarin, shortening, lemak pengganti cokelat atau CBA (cocoa butter
alternative, dan berbagai produk emulsifier lainnya. Namun, saat ini telah berkembang lebih
luas pada sektor non-makanan, yaitu produk sabun, produk farmasi dan kosmetik, biodiesel,
dan lainnya. Pemanfaatan minyak sawit dan inti sawit untuk produk pangan lebih mengarah
pada stabilitasnya serta digunakan sebagai substitusi lemak hewani dan minyak. Selain itu,
minyak sawit dan turunannya memiliki harga yang lebih murah dibandingkan soft oil seperti
minyak kedelai, minyak jagung, minyak canolla.
Melihat perkembangan industri kelapa sawit yang semakin meluas dan memiliki
potensi untuk dikembangkan lebih jauh, maka dilakukan berbagai upaya peningkatan yang
berkaitan dengan produksi untuk mengimbangi kemajuan dan kebutuhan manusia saat ini.
Untuk mencapai hal tersebut, dibutuhkan tenaga ahli yang ikut berperan dalam
perkembangan industri kelapa sawit melalui pemahaman ilmu dan pengetahuan serta

2
keterampilan yang menjadi dasar untuk memahami berbagai parameter-parameter yang
menjadi acuan keberterimaan suatu produk. Dalam kegiatan training ini, dilakukan untuk
mengetahui sistem kerja di department Research and Development dan memahami analisa
yang dilakukan di laboratorium department Quality Control dari mulai material sampai finish
produk di PT. Multimas Nabati Asahan Kuala Tanjung.

Tujuan Training
Tujuan dari dilaksanakannya masa training ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui secara langsung bagaimana keadaan lingkungan kerja yang sebenarnya
2. Mengetahui proses produksi di PT. Multimas Nabati Asahan
3. Menganalisa kualitas produk minyak kelapa sawit dan turunannya di PT. Multimas Nabati
Asahan

Manfaat Training
Manfaat dari dilaksanakannya masa training ini adalah sebagai berikut:
1. Menambah pengetahuan dan keterampilan agar dapat menjalankan tugas dan pekerjaan
dengan baik dan benar sesuai dengan penempatannya di department Research and
Development.
2. Peserta Training dapat menganalisa segala bentuk permasalahan yang ada di lapangan
sehingga dapat memberikan saran dan solusi bagi kemajuan perusahaan dan karyawan.
3. Dengan pelaksanaan Training ini diharapkan peserta/calon karyawan menjadi tenaga
kerja yang handal dan profesional pada bidangnya.
4. Dapat memahami manfaat dari proses-proses kegiatan yang di lakukan di lapangan
pekerjaan selama Training.

Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Waktu pelaksanaan Training ini selama 3 bulan yaitu pada tanggal 11 April –
10 Juli 2019 di Research and Development Departement PT. Multimas Nabati Asahan Kuala
Tanjung, Asahan – Sumatera Utara.

BAB II
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

3
Sejarah Singkat Perusahaan
PT. Multimas Nabati Asahan adalah salah satu perusahaan swasta yang termasuk
dalam Wilmar Group. PT. Multimas Nabati Asahan terdiri dari unit pengolahan minyak sawit
kasar (Departemen Refinery), unit pengolahan inti sawit (Departemen Palm Kernel Plant),
dan unit pengolahan kelapa sawit (Departemen PKS) yang dikelola secara terpisah. PT.
Multimas Nabati Asahan awalnya hanya mendirikan satu plant refinery dengan kapasitas
1500 ton per hari dan mulai berproduksi pada 9 September 1996. Untuk mengantisipasi
permintaan pasar yang terus meningkat maka pada tahun 1999, PT. Multimas Nabati Asahan
mendirikan plant kedua dengan kapasitas 1000 ton per hari. Plant refinery ini terdiri dari
beberapa stasiun, yaitu refined deodorized palm oil, refined bleached deodorized stearin,
refined bleached deodorized olein, dan palm fatty acid destilat.
Unit pengolahan kelapa sawit (Departemen PKS) pada PT. Multimas Nabati Asahan
didirikan tahun 2004. Pembangunan pabrik dimulai tahun 2004 dengan kapasitas 60 ton/hari
dan selesai pembangunan tahun 2005. Oktober 2005 pabrik mulai beroperasi sebagai langkah
awal, dilakukan trial run, pemanasan perlahan-lahan, individual tes, dan pembersihan. PT.
Multimas Nabati Asahan terletak di Kuala Tanjung Kecamatan Sei Suka, Kabupaten
Batubara. Sebelah barat berbatasan dengan PT. Inalum, sebelah timur berbatasan dengan PT.
Bakrie Plantation, sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka, dan sebelah selatan
berbatasan dengan Desa Alay.
PKS PT. Multimas Nabati Asahan bergerak dalam bidang pengolahan kelapa sawit
menjadi minyak sawit kasar (Crude Palm Oil) dan inti sawit (Palm Kernel). Kelapa sawit
yang diolah termasuk dalam varietas dura dan tenera yang berasal dari perkebunan rakyat dan
berasal dari berbagai supplier. Hasil sampingan proses pengolahan kelapa sawit seperti serat,
cangkang, dan serat tandan kosong digunakan untuk bahan bakar boiler. PKS PT. Multimas
Nabati Asahan memiliki kapasitas olah 1500 ton TBS/hari. Konsep pengolahan kelapa sawit
yang diterapkan adalah proses perebusan atau sterilisasi, pembantingan, pengepresan,
pemurnian minyak, dan pemisahaan inti sawit. Pemasaran hasil produksi PKS PT. Multimas
Nabati Asahan dikelola oleh Kantor Pusat (Main Office) yang berada di kawasan PT.
Multimas Nabati Asahan. Hasil produksi dikirimkan langsung ke unit pengolahan CPO
(Crude Palm Oil) dan unit pengolahan inti sawit (Palm Kernel). Jadi CPO dan inti sawit yang
dihasilkan, akan diolah kembali oleh perusahaan itu sendiri menjadi minyak goreng dan
minyak inti pada unit pengolahan yang berbeda.

4
Lokasi dan Letak Geografis
PT. Multimas Nabati Asahan (Wilmar Group) terletak di Jl. Access Road Dusun IV
Tanjung Permai, Desa Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batubara Asahan
21257 – Indonesia.

Visi dan Misi Perusahaan


Visi
Menjadi perusahan kelas dunia yang dinamis dibisnis agrikultur dan industri terkait
dengan pertumbuhan yang dinamis dengan tetap mempertahankan posisinya sebagai
pemimpin pasar di dunia melalui kemitraan dan manajemen yang baik.

Misi
Menjadi mitra bisnis yang unggul dan layak dipercaya bagi stakeholders.

Nilai-Nilai Inti Wilmar


Dalam bekerja wilmar memiliki nilai-nilai inti yang dianut, dipercaya, dan
dilaksanakan dengan sepenuh hati oleh seluruh karyawan yaitu :
1. Professionalisme yang didasari rasa memiliki.
2. Kerendahan hati yang didasari kesederhanaan.
3. Integritas yang didasari kejujuran.
4. Kerja keras yang didasari sinergi tim.
5. Kepemimpinan yang berwawasan global.

Kebijakan Perusahaan
Adapun kebijakan dari PT. Multimas Nabati Asahan antara lain :
1. Kepuasan pelanggan merupakan komitmen kami.
2. Menghasilkan produk yang aman, halal, dan berkualitas tinggi sesuai dengan undang-
undang yang berlaku dan persyaratan pelanggan.
3. Melindungi, Mengelola, dan Mengendalikan lingkungan hidup yang aman, bersih, dan
sehat sesuai dengan undang-undang yang berlaku dan prosedur kerja yang telah
ditetapkan.
4. Meningkatkan dan Memelihara profesionalisme karyawan/ti dalam pelaksanaan prosedur
kerja untuk menghasilkan produk yang aman, halal, dan berkualitas tinggi.
5. Meningkatkan dan Memelihara System Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
dan kinerjanya untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
6. Melaksanakan dan Memelihara Sistem Manajemen Energi dengan menggunakan energi
yang efektif dan efisien melalui penggunaan peralatan, jasa & produk yang hemat energi

5
serta pemanfaatan sumber energi alternatif yang dapat diperbaharui sesuai dengan
peraturan dan undang-undang yang berlaku.
7. Memelihara dan Mengembangkan prosedur kerja, kerangka kerja yang aman, benar, dan
efisien untuk meningkatkan mutu dan pemanfaatan energi yang efektif dan efisien secara
berkesinambungan dengan memastikan ketersediaan informasi dan kebutuhan sumber
daya untuk mencapai target produksi dan efisiensi energi sesuai dengan target yang telah
ditetapkan secara berkala.
8. Melaksanakan Community Social Responsibility sesuai dengan kebutuhan masyarakat
dan kemampuan perusahaan.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Adapun prinsip manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada PT.
Multimas Nabati Asahan adalah sebagai berikut:
1. Semua kecelakaan dan cedera dapat dicegah.
2. Keterlibatan dari semua karyawan merupakan syarat dasar.
3. Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan tanggung jawab manajemen dan semua
karyawan.
4. Semua dampak dari pekerjaan dapat dijaga.
5. Pelatihan karyawan untuk bekerja dengan aman merupakan syarat dasar.
6. Bekerja dengan aman adalah syarat dari pekerjaan.
7. Manajemen wajib melakukan audit.
8. Semua kekurangan harus segera diperbaiki.
9. Keselamatan kerja di dalam dan di luar tempat kerja sangat dijunjung tinggi.
10. Prosedur dan peraturan kesehatan dan keselamatan kerja harus dilaksanakan dengan
baik.

Etika Bisnis dan Etika Kerja


Etika Bisnis Perusahaan
- Perusahaan memberikan kesempatan yang sama kepada karyawan yang memiliki
kemampuan untuk mengembangkan karir tanpa membedakan grader, senioritas dan
SARA.
- Perusahaan memperlakukan karyawan sebagai asset yang berharga, karena itu perlu
dihargai dan ditingkatkan kompetensi dan karakter kerjanya.

6
- Perusahaan membangun suasana keterbukaan dan komunikasi dua arah secara layak
di dalam masalah tugas dan tanggung jawab kerja.
- Perusahaan memberi penghargaan kepada karyawan yang berprestasi.

Etika Kerja Karyawan Terhadap Perusahaan


- Menjadi warga perusahaan yang baik, memiliki kemauan dan jujur dalam bekerja,
mentaati peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
- Menggunakan dan mengembangkan profesinalisme secara optimal untuk kepentingan
perusahaan.
- Turut menciptakan lingkungan kerja yang kondusif dan secara bersama-sama
membangun budaya kerja yang baik.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Secara umum minyak adalah untuk semua cairan organik yang tidak dapat bercampur
dalam air namun dalam larut dalam pelarut organik, minyak merupakan golongan senyawa
yang termasuk dalam golongan lipid, yang bersifat tidak dapat larut dalam air namun larut
dalam pelarut organik non-polar seperti dietil eter, koloroform, heksan, dan hidrokarbon
lainnya yang polaritasnya sama. Minyak merupakan senyawa trigliserida dari gliserol, yang
dimana hasil hidrolisis minyak adalah asam karboksilat dan gliserol. Dalam pembentukannya,

7
trigliserida merupakan hasil proses pembentukan satu molekul gliserol dan tiga molekul
asam lemak yang menghasilkan satu molekul trigliserida dan satu molekul air
(Herlina dan Ginting 2012).
Salah satu dari tanaman golongan palm yang dapat menghasilkan minyak adalah
kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq). Produk utama yang diperoleh dari tanaman kelapa sawit
adalah minyaksawit yang dikenal dengan CPO (crude palm oil) dan minyak inti kelapa sawit
yang dikenal dengan PKO (palm kernel oil). Minyak sawit diperoleh dari lapisan sarabut atau
mesokarp buat sawit melalui proses pengolahan minyak sawit. Pada suhu kamar minyak
sawit memiliki bentuk semi solid. Warna merah jingga pada minyak sawit dipengaruhi oleh
karena adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak. Komponen asam lemak dominan
pada CPO adalah asam palmitat dan oleat, sedangkan komponen asam lemak dominan
penyusun PKO adalah asam laurat, miristat, dan oleat. Berikut ini merupakan komponen sam
lemak dalam minyak kelapa sawit dan minyak inti kelapa sawit, sebagai berikut:
Tabel 1. Komposisi Asam Lemak dalam Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti Kelapa Sawit
Asam lemak Minyak kelapa sawit Minyak inti sawit
(persen) (persen)
Kaprilat - 3–4
Kaproat - 3–7
Laurat - 46 -52
Miristat 1,1 – 2,5 14 -17
Palmitat 40 – 46 6,5 – 9
Stearat 3,6 – 4,7 1 – 2,5
Oleat 39 – 45 13 -19
Linoleat 7 – 11 0,5 – 2
Sumber : Ketaren (2008)

Berikut ini merupakan komponen penyusun minyak sawit dan minyak inti sawit,
yaitu:
Tabel 2. Komponen penyusun minyak sawit
Komponen Komposisi (%)
Trigliserida 95,62
Asam lemak bebas 4
Air 0,2
Phosphatida 0,07
Karoten 0,03
Aldehid 0,07
Sumber: Gunstone (1997)

8
Tabel 3. Komponen penyusun inti sawit
Komponen Jumlah
Minyak 47-52
Air 6-8%
Protein 7,5-9%
Selulosa 5%
Abu 2%

Sifat fisik-kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau, flavor, kelarutan, titik cair,
titik didih, bilangan iod, bilangan penyabunan, dan beberapa parameter lainnya. Sifat-sifat ini
dapat berubah tergantung dari kemurnian dan mutu minyak kelapa sawit yang dihasilkan.
Beberapa sifat fisik dan kimia dari minyak kelapa sawit dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4. Sifat fisikomia minyak sawit kasar (CPO)


Kriteria uji Syarat mutu
Warna Jingga kemerahan
Kadar air 0,5%
Asam lemak bebas 0,5%
Bilangan iod 50 – 55 g I/100 g minyak
Bilangan asam 6,9 mg KOH/g minyak
Bilangan penyabunan 224 – 249 mg KOH/g minyak
Titik leleh 21 – 24 oC
Sumber: SNI (2006)

Minyak sawit yang belum dimurnikan mengandung dalam jumlah kecil komponen
bukan minyak misalnya fosfatida, gum, sterol, tokoferol, dan asam lemak bebas (ALB).
Untuk mendapatkan minyak atau lemak bermutu tinggi yang sesuai dengan kegunaannya,
maka perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut atau pemurnian yang spesifik terhadap minyak
kasar (crude oil). Tujuan pemurnian tersebut adalah menghilangkan rasa serta bau yang tidak
enak, warna yang tidak menarik, dan memperpanjang masa simpan minyak. Tahapan
pemurnian tersebut yaitu pemisahan gum (degumming), netralisasi (deasidifikasi),
pemucatan (bleaching), dan penghilangan bau (deodorizing) (Winarno, 2008).
Pengolahan kelapa sawit menjadi minyak sawit dilakukan melalui beberapa tahap
yaitu ekstraksi, pemurnian, dan fraksinasi. Secara umum, ekstraksi dilakukan dengan cara
pengepresan, pemurnian dilakukan dengan cara menghilangkan gum dan kotoran lain,
penyabunan untuk memisahkan asam lemak bebas, pemucatan untuk menghilangkan warna
merah minyak, dan selanjutnya deodorisasi untuk menghilangkan bau minyak; dan fraksinasi

9
untuk memisahkan fraksi padat dengan fraksi cair minyak yang dilakukan melalui proses
pendinginan (Ketaren, 2005).
Minyak inti sawit merupakan hasil pengolahan biji inti sawit dengan cara ekstraksi
terutama secara mekanis. Tahap pertama yaitu dilakukan metode ekstraksi dengan
menggunakan mesin screw press (press ulir), hasil dari ekstraksi ini kemudian ditampung
dalam bak penampungan lalu dilanjutkan dengan proses penyaringan menggunakan oil filter.
Setelah diperoleh minyak inti sawit kemudian dilakukan analisis mutu produk, hal ini
bertujuan agar produk yang dihasilkan sesuai dengan standar yang ditentukan analisis mutu
minyak inti sawit meliputi analisis kadar air (maks 0,5%), kadar kotoran (maks 0,05%), kadar
FFA (maks 5,00%) dan bilangan peroksida (maks 2,2 meq) (Herlinda, 2003).
Refined bleached deodorized palm stearin (RBDPS) merupakan hasil fraksinasi dari
minyak kelapa sawit (CPO) yang memiliki bentuk lebih padat, serta mengandung asam
lemak dominan palmitat, stearat, dan oleat. Dari setiap kg minyak kelapa sawit yang telah
mengalami pemurnian diperoleh sekitar 300-400 gram stearin sawit, bergantung pada minyak
kelapa sawit yang digunakan (Bailey, 1990).
Olein sawit merupakan fraksi cair dari minyak sawit yang didapatkan dari proses
fraksinasi minyak sawit. Minyak ini didominasi oleh asam lemak tak jenuh sehingga bersifat
cair pada suhu ruang. Fraksinasi minyak sawit dapat dilakukan karena triasilgliserol di dalam
minyak mempunyai SMP yang berbeda. Pada suhu tertentu, triasilgliserol yang mempunyai
SMP lebih rendah akan mengkristal menjadi padatansehingga memisahkan minyak sawit
menjadi fraksi cair (olein) dan fraksi padat (stearin). Fraksi yang terbentuk kemudian
dipisahkan dengan penyaringan (O’Brien 1994). Adapun standar dari RBDP Stearin dan
RBDP Olein dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 5. Sifat Fisika RBDP Stearin dan RBDP Olein


Fraksi Minyak Sawit
Karakteristik
Olein Stearin
Trigliserida (%) 99,90 99,97 - 99,99
Densitas (kg/l) 0,96 0,847
Bilangan iod 51 – 61 22 – 49
Bilangan penyabunan 194 – 202 193 – 206
Zat yang tidak tersabunkan 0,06 - 0,1 0,01 - 0,03
Titik cair (oC) 21 - 30 44
Titik didih (oC) 215 283
Viskositas (cP) 2,0970 2,3924
Warna Kuning kecokelatan Putih

10
Sumber : O’Brien (2009) dan SNI (1998)
Olein sawit hasil dari fraksinasi dikenal dengan secara umum dalam bentuk minyak
goreng yang telah dikemas. Olein sawit juga dikenal sebagai minyak dengan stabilitas tinggi
terhadap proses degradasi selama penggorengan. Olein sawit memiliki slip melting point
sekitar 22.7 ± 0.4°C atau maksimal 24°C dan dapat digunakan untuk menggantikan
permintaan terhadap lemak hewan serta fungsinya sebagai lemak roti (shortening) maupun
minyak goreng (frying fats) (Basiron, 2005).
Setelah CPO melalui tahapan proses pemurninan dan fraksinasi, maka diperoleh
minyak goreng. Minyak goreng yang dihasilkan harus dapat memenuhi persyaratan
berdasarkan standar yang berlaku agar konsumen terhindarkan dari kerugian kesehatan dan
kerugian lain. Adapun SNI daripada minyak goreng dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 6. Standar Mutu Minyak Goreng Berdasarkan SNI – 3741 – 1995
Kriteria Persyaratan
Bau dan Rasa Normal
Warna Muda Jernih
Kadar Air Max 0,3%
Berat Jenis 0,900 g/liter
Asam lemak bebas Max 0,3%
Bilangan Peroksida Max 1,6 mg Oksigen/100 g
Bilangan Iod 45-46
Bilangan Penyabunan 196-206
Indeks Bias 1,448 – 1,450
Cemaran Logam Max 0,1 mg/kg
Sumber : BSN (1992)
Kualitas minyak goreng dapat ditentukan melalui sifat fisik maupun kimia dari
minyak tersebut. Salah satu sifat fisik pada minyak yaitu viskositas. Viskositas merupakan
tingkat kekentalan minyak goreng yang menentukan tingkat kecepatan alir minyak. Semakin
panjang rantai karbon minyak maka viskositas minyak yang dihasilkan akan semakin tinggi
atau kental. Dengan adanya perlakuan pemanasan pada minyak maka viskositas semakin
menurun, minyak semakin encer dan mutu menurun (Sutiah, dkk., 2008).
Selain dalam bentuk minyak goreng, minyak sawit dapat dimanfaatkan menjadi
berbagai macam produk olahan pangan lain yaitu margarin, shortening, vanaspati,
confectionaries fat, filling cream, spread fat, filled milk, cocoa butter alternatives dan produk
emulsifier lainnya. Shortening atau dikenal dengan mentega putih adalah lemak padat yang
umumnya berwarna putih dan mempunyai titik leleh, sifat plastis, dan kestabilan tertentu.
Shoretening banyak digunakan dalam pembuatan kue dan roti panggang (BPDP, 2018).

11
Blending merupakan salah satu metode modifikasi minyak/lemak yang mudah dan
ekonomis dengan mencampurkan dua jenis minyak atau lebih dengan tujuan untuk mengubah
sifat minyak/lemak agar sesuai yang diinginkan. Selain itu, blending merupakan salah satu
cara untuk menghindari terbentuknya asam lemak trans. Namun, kelemahan metode ini yaitu
hasil yang diperoleh kurang stabil dalam jangka waktu yang cukup lama (Haumann, 1994).

BAB IV
RESEARCH AND DEVELOPMENT (R&D)

Department Research and Development (R&D) PT. Multimas Nabati Asahan


Research adalah suatu rangkaian kegiatan untuk menemukan suatu produk baru,
proses baru dan bahan tambahan & pendukung baru yang bertujuan untuk tercapainya sasaran
business. Development adalah suatu rangkaian kegiatan yang merupakan bagian dari
penelitian yang bertujuan untuk mengefisienkan dan mengefektifkan suatu produk atau
proses atau bahan tambahan/pendukung.

12
Demi tercapainya sasaran bisnis unit PT. Multimas Nabati Asahan, maka dibuat
prosedur proses R&D untuk mendokumentasikan suatu sistem mutu yang baik dan terkontrol
sehingga produk yang dikeluarkan PT. Multimas Nabati Asahan mempunyai daya guna dan
daya saing yang tinggi, yaitu dengan melakukan suatu penelitian yang mendukung
terciptanya suatu produk baru, pengembangan produk yang sudah berjalan, penyelesaian
masalah di plant yang terkait dengan plant proses, selain itu memberikan/melakukan ide
terkait pengembangan/ proses baru di plant yang keseluruhannya bertujuan meningkatkan
kualitas produk, efesiensi dan efektifitas proses dan menginformasikannya ke unit Wilmar
lain yang membutuhkan.

Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari proses R&D di PT. Multimas Nabati Asahan mencakup
melakukan persiapan sampel marketing skala lab berdasarkan permintaan pembeli sebagai
mendukung pencapaian target pihak sales baik lokal maupun eksport, melakukan evaluasi
dan rekomendasi terhadap setiap bahan tambahan baru/ bahan pendukung baru yang
berkualitas tinggi sebelum digunakan di plant, dan sebagai pusat informasi bagi setiap unit
kerja yang lain. Agar proses R&D yang dijalankan terkendali maka hanya bisa di lakukan
oleh personil yang berkualifikasi untuk menghasilkan produk yang bermutu sesuai dengan
yang diinginkan dan dibantu oleh control form terhadap unit unit proses yang sedang
berjalan.

Tanggung Jawab
R&D Departemen Head bertanggung jawab terhadap jalannya proses R&D di unit
PT. Multimas Nabati Asahan, berperan aktif untuk memberikan informasi yang akurat dalam
penyelesaian permasalahan di departemen yang terkait, menjalin komunikasi yang baik
dengan pihak external (sales, purchasing), serta menangani dan merespon secara positif setiap
keluhan pelanggan akan ketidakpuasan secara teknis untuk oil/fat yang dikeluhkan.

Prosedur

13
1. Proses R&D akan berjalan mengacu kepada munculnya ide untuk terciptanya produk
baru dan pengembangan suatu produk/ proses berjalan dan evaluasi kelayakan bahan
tambahan /bahan pe ndukung baru sebelum digunakan di unit Wilmar yang tertuang di
dalam SOP/MNA-R&D-02-001 Product Development, SOP/MNA-R&D-02-008 Plant
Process Development, dan SOP/MNA- R&D-02-002 New Ingredient/New Supporting
Material.
2. Semua persyaratan yang terkait dengan spesifikasi mutu produk, kondisi proses/ tekstur
produk dan kondisi penyimpanan produk yang sudah disepakati dengan pelanggan harus
dituangkan dalam Lembar Informasi Produk dan Resep Produk sebagai acuan untuk
produksi selanjutnya.
3. Melakukan pengawalan dan ikut serta selama proses produksi produk baru atau setiap
ada percobaan baru terhadap pengembangan produk di plant, melakukan
evaluasi/observasi terhadap kondisi produk selama proses penyimpanan dan sebelum
produk di keluarkan dari pabrik sesuai permintaan pembeli.
4. Hanya personil-personil yang berkualifikasi yang menjalankan proses R&D tersebut dan
dibantu oleh kontrol form terhadap unit-unit proses yang sedang berjalan.
5. Hanya produk yang memenuhi spesifikasi yang diminta oleh pasar/ pelanggan yang akan
dikeluarkan dan dikirimkan ke pelanggan dan bahan tambahan/ bahan pendukung yang
betul-betul bermutu tinggi yang digunakan di dalam proses produksi dan produk akhir.
6. Laporan penelitian dan pengembangan produk baru/ proses di plant dan kelayakan bahan
tambahan/ bahan pendukung yang baru dan semua kegiatan lain akan diterbitkan oleh
pihak R&D.

Pilot Plant Department Research and Development PT. Multimas Nabati Asahan
1. Texturing skala pilot plant
Dalam department R&D terdapat plant texturing untuk mengolah produk specialty
fats seperti shortening dalam skala pilot plant dengan kapasitas yang lebih kecil yaitu skala
laboratorium dengan kapasitas sekitar 1,5 kg. Untuk tahapan pembuatan shortening diawali
dengan proses blending antara 2 atau lebih campuran minyak, yang diperoleh dari department
produksi. Bahan baku minyak yang digunakan dapat berupa RPO, RPS, RCNO, RKL, RKS,
RKO. Untuk jenis bahan baku dan formulasi yang digunakan tergantung pada permintaan
buyer dan packing instruction yang diberikan.

14
Alat-alat yang digunakan dalam proses texturing skala pilot plant yaitu waterbath,
wadah stainless steel, dan hand mixer. Minyak yang telah ditimbang sesuai formulasi,
dilakukan blending terlebih dahulu untuk menghomogenkan campuran jenis minyak yang
digunakan dengan cara dilakukan pemanasan pada suhu 80oC. Kemudian disiapkan waterbath
yang telah berisi air dan ditunggu beberapa saat agar temperatur air dalam waterbath turun
hingga mencapai 3 – 0oC. Wadah yang telah berisi minyak dimasukkan ke dalam waterbath
untuk dilakukan mixing dengan kecepatan rendah hingga membentuk tekstur mengental atau
semi padat. Mixing dilakukan secara merata hingga minyak homogen, pada bagian tengah
dan sesekali pada bagian pinggir yang akan mengalami pembekuan terlebih dahulu.
Setelah terbentuk tekstur yang diinginkan, maka selanjutnya minyak dimasukkan ke
dalam box yang telah dilapis dengan plastik polietilen untuk di-packing dan dilakukan
tempering pada suhu 19-21 oC untuk penyempurnaan kristal dalam shortening agar terbentuk
tekstur yang lebih stabil.

2. Interesterifikasi
Interesterifikasi merupakan reaksi pengaturan kembali ikatan ester, dimana ester asam
lemak bereaksi dengan ester asam lemak lain membentuk ester baru melalui reaksi pertukaran
gugus asam lemak. Interesterifikasi merupakan suatu bentuk modifikasi minyak atau lemak
yang dilakukan dengan menggunakan satu jenis atau campuran dari kedua jenis minyak
dengan menggunakan enzim atau bahan kimia sebagai katalis. Hal ini dilakukan dengan
tujuan untuk mengubah karakteristik minyak yang dihasilkan seperti solid fat dan melting
point, agar memenuhi spesifikasi sesuai permintaan customer. Interesterifikasi tidak
mempengaruhi tingkat kejenuhan asam lemak atau menyebabkan terjadinya isomerisasi asam
lemak yang memiliki ikatan ganda, tetapi mengubah susunan trigliserida yang berbeda.
Metode ini merupakan salah satu alternatif proses yang dapat digunakan untuk menghindari
terbentuknya asam lemak trans.
Adapun prosedur proses interesterifikasi sesuai dengan skala lab di department R&D
PT. Multimas Nabati Asahan, yaitu:
- Memastikan alat dan pompa vakum yang digunakan agar bekerja dengan baik, kondisi
reactor bersih dari minyak trial sebelumnya.
- Dimasukkan dan dipanaskan minyak ke dalam tabung reactor alat interesterifikasi
hingga suhu 90-110oC pada suasana vakum, kira-kira 1 jam, untuk memastikan kadar
air di bawah 0,1%.
- Ditambahkan katalis sodium metoksida 0,2% sesuai kebutuhan dengan membuka
pulp discharge sampel dan dicampur katalis ke dalam minyak melalui pipa inlet dan

15
dibiarkan bereaksi selama 30 menit (terbentuk warna cokelat pada sampel). Pada saat
pengambilan dan penimbangan katalis diharuskan memakai sarung tangan dan masker
karena material ini berbentuk serbuk dan sangat higroskopis.
 Penambahan sodium metoksida berperan dalam menyebabkan adanya
pertukaran gugus ester antar trigliserida baik secara intermolekuler maupun
intramolekuler, sehinga minyak yang dihasilkan memiliki kompisisi kimia dan
karakteristik yang berbeda pula.
- Ditambahkan larutan asam sitrat 50% (0,85%), diaduk rata selama 45 menit untuk
menginaktifkan katalis.
- Ditambahkan bleaching earth 0,6-1% sesuai kebutuhan dan aduk rata 30 menit untuk
menyerap sisa sabun.
- Dikeluarkan sampel dari reaktor, kemudian disaring.
Sampel disaring secara vakum dengan kertas whatman no. 42 serta penambahan filter
aid.
- Dilakukan analisa sebelum dan sesudah reaksi (SFC, FAC, MP, IV).
Trial interesterifikasi dilakukan dalam skala pilot plant dengan kapasitas yang lebih
kecil, dalam trial ini dilakukan dengan kapasitas 1300 g. Bahan baku minyak yang digunakan
yaitu blending oil antara SST dan RHPS dengan 2 formulasi yang berbeda. Dari trial yang
dilakukan, kemudian akan dilakukan analisa terhadap beberapa parameter, yaitu solid fat
content dan melting point. Hasil analisa trial produk dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 7. Hasil analisa trial blending oil sebelum proses interesterifikasi

Parameter
Sampel
SFC (oC)
SMP (oC)
SST : RHPS 10oC 20oC 25oC 30oC 35oC 40oC
70 : 30 87,57 78,18 70,61 61,66 52,54 44,14 53,6
75 : 25 86,52 75,7 67,35 56,82 47,48 39,09 53

Tabel 8. Hasil analisa trial produk setelah proses interesterifikasi

Parameter
Sampel o
SFC ( C)
o o o SMP (oC)
SST : RHPS 10 C 20 C 25 C 30oC 35oC 40oC
70 : 30 90,21 80,25 71,69 60,28 48,61 36,49 50,2
75 : 25 89,97 77,77 68,55 56,6 44,05 32,85 50,3

Dari hasil yang diperoleh, menunjukkan bahwa minyak hasil interesterifikasi


memiliki melting point yang lebih rendah dibandingkan dengan minyak hasil blending, yang
dimana minyak akan lebih cepat melebur. Selain itu, kandungan SFC setelah proses
interesterifikasi juga mengalami perubahan. Hal ini disebabkan karena adanya penataan ulang

16
molekul-molekul asam lemak dari minyak semula sehingga melting point dan nilai SFC juga
berubah. Berdasarkan hasil analisa tersebut, pada formulasi yang digunakan, semakin rendah
konsentrasi SST dan semakin tinggi RHPS yang digunakan menyebabkan nilai SFC akan
semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena RHPS bersifat lebih solid dan memiliki nilai
melting point yang lebih tinggi setelah mengalami proses hidrogenasi.

3. Hidrogenasi
Hidrogenasi merupakan salah satu proses pengolahan minyak yang bertujuan untuk
menjenuhkan ikatan rangkap pada rantai karbon asam lemak agar dihasilkan minyak dengan
karakteristik tekstur yang lebih padat dan stabilitas yang meningkat. Prinsip proses
hidrogenasi yaitu dengan menambahkan gas hidrogen pada ikatan rangkap dari asam lemak
dengan bantuan katalis nikel. Dengan hidrogenasi, terjadi penambahan atom hidrogen ke
dalam ikatan rangkap asam lemak sehingga jumlah ikatan rangkap tersebut berkurang atau
ikatan rangkapnya terlepas.
Parameter Proses Hidrogenasi yang dicapai adalah penurunan angka iodium atau IV
(Iodine Value) ,dengan berkurangnya ikatan rantai rangkap maka angka IV-nya juga semakin
turun. Dan sebaliknya nilai Slip Melting Point (SMP) menjadi naik, secara fisik minyaknya
menjadi lebih keras/solid, makanya bisa juga disebut Harden Fat. Hasil dari proses
Hidrogenasi, banyak diaplikasikan untuk produk coating, substitusi seperti coklat, wafer,
candy, ice cream dan lain-lain. Tujuan dilakukannya hidrogenasi antara lain :
- Memodifikasi minyak agar didapatkan Solid Fat Content (SFC) yang diinginkan.
- Mengubah Iodine Value (IV) produk.
- Menghilangkan ikatan rangkap, sehingga produk lebih stabil terhadap oksidasi.
- Mengubah Fatty Acid composition produk.
- Mengubah Slip melting point produk.
Proses hidrogenasi dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu :
a. Fully Hydrogenation adalah proses hidrogenasi untuk menghilangkan ikatan rangkap
secara keseluruhan. Target penurunan IV maksimal hingga 0-2.
b. Partial Hydrogenation adalah proses hidrogenasi untuk menghilangkan hanya sebagian
ikatan rangkap.
c. Selective Hydrogenation adalah proses hidrogenasi untuk menghilangkan sebagian ikatan
rangkap pada posisi yang selektif sesuai dengan Solid Fat Content (SFC) yang diinginkan.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses hidrogenasi, yaitu:
1. Suhu
Laju reaksi meningkat seiring dengan kenaikan suhu, kenaikan suhu akan
menurunkan kelarutan gas hidrogen dalam minyak. Penurunan 1 (satu) iodine value akan
menaikkan suhu reaksi sebesar 1,6 oC hingga 1,7 oC. Kenaikan suhu ini akan mempercepat

17
reaksi hingga dicapai titik optimum, sebagian besar minyak mencapai titik optimumnya pada
suhu maksimum 230 oC hingga 260oC.
2. Tekanan
Hidrogenasi edible fats dan oil dilakukan pada tekanan antara 0,8 hingga 4 atm. Pada
tekanan rendah, gas hidrogen yang terlarut dalam minyak tidak dapat menyelimuti
permukaan katalis sedangkan pada tekanan tinggi, gas hidrogen siap untuk menjenuhkan
ikatan rangkap minyak.
3. Agitasi atau pengadukan
Fungsi utama dari agitasi adalah untuk menyuplai hidrogen terlarut pada permukaan
katalis, tapi massa reaksi tersebut harus pula diaduk agar terjadi distribusi panas ataupun
pendinginan sebagai kontrol suhu dan distribusi suspensi katalis dalam minyak sebagai
penyeragaman reaksi.
4. Konsentrasi katalis
Kecepatan reaksi hidrogenasi meningkat seiring dengan peningkatan jumlah katalis
hingga suatu titik. Peningkatan kecepatan reaksi tersebut disebabkan oleh peningkatan
permukaan aktif dari katalis.
5. Jenis katalis
Katalis adalah suatu bahan kimia yang dapat meningkatkan laju suatu reaksi tanpa
bahan tersebut menjadi ikut terpakai; dan setelah reaksi berakhir, bahan tersebut akan
kembali ke bentuk awal tanpa terjadi perubahan kimia. Penggunaan katalis dapat menurunkan
tingkat aktivasi energi yang dibutuhkan, membuat reaksi terjadi lebih cepat atau pada suhu
yang lebih rendah.
Beberapa contoh aplikasi produk hidrogenasi pada bidang confectionery adalah cocoa
butter. Produk ini biasanya digunakan sebagai bahan pengganti cokelat (substitute) atau
sebagai coating / pelapis dari bahan makanan seperti biskuit, cake dan sebagainya. Beberapa
jenis cocoa butter adalah:
1. Cocoa butter equivalent (CBE) – dibuat dari beberapa specialty fat yang tak
terhidrogenasi, yang mengandung asam lemak dan trigliserida tak jenuh yang sama. Produk
ini dapat menggantikan komposisi cokelat asli hingga kadar 90-100%. Contoh produk CBE:
Illipe Butter, Wilchoc.
2. Lauric cocoa butter substitute (CBS) – merupakan produk yang dibuat dari minyak inti
sawit dan minyak kelapa, yang dapat diproses lewat hidrogenasi, interesterifikasi, fraksinasi,
ataupun gabungan proses-proses tersebut. Produk ini dapat menggantikan komposisi cokelat
asli hingga kadar 5-10%. Contoh dari produk CBS: Wilmic, Wilfil, Beschoc, Ultrachoco.
3. Cocoa butter replacer (CBR), berasal dari minyak nabati non laurat yang dihidrogenasi
parsial. Contoh dari produk CBR adalah Willarine.

18
Adapun prosedur proses hidrogenasi sesuai dengan skala lab di department R&D PT.
Multimas Nabati Asahan, yaitu:
- Dihidupkan power, inverter, controller, kemudian atur kecepatan agitator mencapai 25
Hz.
- Ditimbang 1300 gr bahan baku yang akan digunakan dan 0,2% katalis nikel.
- Pastikan reaktor benar-benar bersih, jika diperlukan lakukan flushing. Dibuka valve
ventilasi dan masukkan minyak serta katalis nikel berturut-turut. (menggunakan masker,
kacamata safety dan jas lab).
- Ditutup valve ventilasi, set suhu minyak pada kontrol panel 170 cC.
- Dibuka valve gas hidrogen, kemudian tutup kembali jika tekanan di reaktor sudah
menunjukkan 1 bar.
- Dibuka valve gas hidrogen untuk drain gas hidrogen. Pastikan tekanan di pressure sudah
nol.
- Dibuka valve gas hidrogen dan masukkan gas hidrogen sedikit demi sedikit sesuai
dengan kebutuhan, atur tekanan 2-3 bar dan reaksi hidrogenasi akan berlangsung.
- Selama proses berlangsung pastikan gas hidrogen tidak sampai habis. (diambil sampel
untuk analisa IV).
- Ditutup valve hidrogen jika IV sudah tercapai, dibuka valve ventilasi untuk
menghabiskan gas hidrogen.
- Diturunkan suhu hingga 50-60 oC untuk cooling down, jika sudah mencapai suhu
tersebut, turunkan kecepatan agitator secara perlahan-lahan.
- Dibuka valve discharge reaktor dan keluarkan semua produk.
- Dicatat kondisi proes yang dilakukan pada form trial result.
- Disaring minyak dengan kertas whatman no. 42 dengan pompa vakum kemudian ambil
filtrat dan dilakukan analisa.
Trial proses hidrogenasi dilakukan dengan menggunakan bahan baku ROL, sebanyak
1300 gr, kemudian dari hasil proses ini dilakukan analisa IV, SFC, dan MP secara bertahap.
Berikut ini hasil analisa IV proses hidrogenasi sampel ROL, yaitu:
Tabel 9. Hasil analisa trial proses hidrogenasi

Sampel (ROL)
Analisa
ROL HROL1 HROL2 HROL 3 HROL 4
IV 56,88 52,83 51,39 50,65 49,73
MP (oC) 19,8 25,7 26,6 27,6 29,6
10 32,48 48,63 49,83 52,79 57,23
20 2,24 18,7 19,98 22,97 27,25
25 0,07 6,9 7,8 9,32 13,27
SFC (oC)
30 0,05 1,96 2,42 3,47 5,76
35 -0,16 -0,06 0,11 0,35 0,54
40 - - - - 0,001
FAC C16:0 38,69 41,03

19
C18:0 4,35 4,80
C18:1 tr 0,04 1,50
C18:1 cis 44,66 44,03
C18:2 tr 0,21 0,28
C18:2 cis 10,36 6,11
Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa setelah proses hidrogenasi diperoleh nilai IV
(Iodine Value) yang semakin rendah, dengan berkurangnya ikatan rantai rangkap maka nilai
IV-nya juga semakin turun. Dan sebaliknya nilai Slip Melting Point (SMP) menjadi semakin
meningkat, dan kandungan solid fat (SFC) juga akan semakin meningkat karena secara fisik
minyak yang dihasilkan menjadi lebih keras/solid. Hal ini juga dibuktikan berdasarkan
jumlah kandungan asam lemak (FAC) pada sampel yang dimana asam lemak yang memiliki
ikatan rangkap yaitu asam linoleat telah berkurang.

Proses Pengolahan Kelapa Sawit di PT. Multimas Nabati Asahan


Bahan baku utama yang digunakan di PKS PT. Multimas Nabati Asahan adalah buah
kelapa sawit, yang diperoleh dari eksternal yaitu dari perkebunan warga maupun perkebunan
lainnya yang telah bekerja sama dengan PT. MNA. Proses pengolahan yang dilakukan di
PKS PT. MNA meliputi proses pengolahan buah kelapa sawit menjadi CPO (crude palm oil)
beserta turunannya, CPKO (crude palm kernel oil) beserta turunannya, hingga proses
pengolahan cooking oil, dan shoretening.
Terdapat beberapa tahap proses pengolahan buah kelapa sawit menjadi CPO di PT.
MNA, yaitu:
1. Jembatan Timbang
Tandan buah segar yang diangkut melalui truk sebelum masuk ke PKS untuk disortasi
ditimbang terlebih dahulu. Penimbangan buah ini bertujuan untuk mengetahui berapa banyak
buah yang masuk dan akan diolah.
2. Sortasi
Setelah melewati timbangan, selanjutnya dilakukan sortasi. Hal ini bertujuan dalam
menentukan buah dengan tingkat kematangan yang baik melalui kriteria-kriteria tertentu,
yang nantinya akan berpengaruh terhadap mutu minyak kelapa sawit yang dihasilkan. Sortasi
dilakukan dengan memisahkan buah yang baik dari buah mentah, buah sakit, maupun buah
busuk. Adapun kapasitas TBS yang diolah di PT. MNA yaitu 75 ton/jam. Buah mentah atau
kosong dapat dikembalikan ataupun diperhitungkan sesuai kesepakatan bersama dengan
pihak terkait.Adapun kriteria tandan buah segar kelapa sawit sesuai dengan porla dapat
dilihat pada Tabel.

Tabel 10. Kriteria Tandan Buah Segar Kelapa Sawit


20
Kriteria Keterangan
Buah Mentah Untuk buah mentah : Berondolan ditolak oleh PKS
Buah Mengkal Untuk buah mengkal : Brodolan < 10 Brondolan
Buah Masak Untuk buah masak : Brodolan >10 Brondolan
Buah Tangkai Panjang Untuk tangkai panjang : Panjang Tangkai > 25 cm
Buah Lewat Busuk Untuk buah lewat masak : Brondolan > 50% Lepas
Buah Busuk Untuk buah busuk : Brondolan < 10% , Brondolan Lengket dalam
Janjang dan Warna Kehitaman (Ditolak PKS)
Tandan Kosong Untuk Tandan Kosong : 0% Brondolan yang Tanggal (Ditolak PKS)

3. Loading Ramp
Setelah dilakukan penyortiran, Tandan buah segar (TBS) tersebut dimasukkan ke
dalam tempat penampungan sementara yang dilengkapi dengan pintu untuk selanjutnya
dimasukkan ke dalam lori. Kapasitas lori yaitu 10 ton. Pada saat pintu dibuka lori yang
berada di bawah akan terisi dengan TBS. Lantai bangunan ini dibuat miring dengan tujuan
untuk mempermudah dalam memasukkan buah (TBS) ke dalam lori-lori yang telah
disediakan. Selanjutnya, setelah lori terisi penuh dengan TBS tersebut, maka lori tersebut
dimasukkan ke dalam sterilizer.
4. Sterilisasi
Sterilizer merupakan bejana uap bertekanan yang digunakan untuk merebus TBS
dengan uap (steam). Pada PKS PT. MNA terdapat alat sterilizer berkapasitas 6 buah lori (60
ton). Dalam proses perebusan TBS dipanaskan pada suhu maksimal 140 oC selama 90 menit
tergantung pada tingkat kematangan buah. Pada PKS PT. MNA sistem sterilisasi yang
dilakukan dengan menggunakan proses perebusan tiga puncak (triple peak), yang dimana
dua puncak sebelumnya digunakan untuk pembebasan udara disekeliling tandan dan dua
puncak terakhir digunakan untuk mematangkan serta melunakkan daging buah. Peak pertama
dimulai pada tekanan 1,5 bar (± 13 menit), pembuangan uap hingga tekanan 0 bar (3 menit)
peak kedua 2,5 bar (± 14 menit), pembuangan uap hingga tekanan 0 bar (4 menit) dan 2,8
bar (± 48 menit), pembuangan uap akhir (8 menit). Perebusan TBS memiliki beberapa tujuan
yaitu:
 Menghentikan aktivitas enzim lipase yang menstimulir pembentukan ALB.
 Mempermudah pelepasan buah dari tandan dan inti dari cangkang serta memudahkan
pelepasan minyak dari sel-selnya pada waktu pengepresan.
 Memperlunak daging buah sehingga memudahkan proses penebahan.
 Untuk mengendapkan protein sehingga memudahkan pemisahan minyak.
 Menurunkan kadar air.

21
5. Tippler
Lori yang berisi buah hasil perebusan kemudian dipindahkan dengan menggunakan
transfer carriage untuk dituangkan ke dalam bunch feeder melalui tippler menuju proses
selanjutnya. Tippler merupakan suatu alat yang berfungsi untuk mengangkat dan
menuangkan TBS dalam lori yang telah selesai dilakukan perebusan menuju bunch feeder.
Cara kerjanya yaitu lori diangkat ke dalam bunch feeder dengan menggunakan tippler, kemudian
dengan cara menggerakkan tuas yang tersedia, lori akan berputar 180º sehingga TBS akan jatuh
ke bunch feeder. Setelah habis dituang, gerakkan tuas untuk membalikkan lori kembali pada
posisi semula.
6. Thresher
Selanjutnya buah dihantarkan masuk ke dalam thresher melalui alat berupa conveyor.
thresher yang merupakan suatu alat yang berfungsi untuk memisahkan brondolan dari
janjangannya dengan cara mengangkat dan membanting. Fungsi dari thresher ini adalah
sebagai alat untuk melepaskan buah dari janjangan yang telah direbus dengan cara
membanting didalam thresher yang mempunyai kisi – kisi dan sebagai tempat pemisahan
antara buah dengan tandan kosong.
Tandan buah yang telah direbus akan dibanting selama berada didalam thresher
sehingga buah akan terlepas dari jenjangan. Buah akan jatuh ke bottom thresher conveyor
melalui kisi-kisi thresher untuk kemudian diolah pada proses selanjutnya, sedangkan (tandan
kosong) terlempar keluar dari ujung thresher. Kemudian tandan kosong ini akan dicacah
hingga membentuk serabut yang akan digunakan sebagai bahan bakar.
7. Pressing Process
Brondolan yang telah lepas dari tandan kosong kemudian masuk ke dalam bottom
thresher conveyor untuk selanjutnya dituang ke dalam fruit elevator kemudian didistribusikan
ke dalam digester. Pada stasiun ini terjadi pemisahan daging buah (mesokarp) dengan biji
(nut) dan proses pengambilan minyak kasar dari daging buah. Digester merupakan tempat
pengaduk dengan menggunakan pisau yang berfungsi untuk melumatkan fruit sehingga
daging buah (mesocarp) terpisah dari bijinya (nut) yang selanjutnya akan dilakukan
pengepresan untuk mengeluarkan minyak dari mesocarp tersebut. Disini fruit akan dicacah
oleh pisau pelumat yang berputar pada porosnya.
Selama proses pelumatan berlangsung, steam dimasukkan dengan menggunakan suhu
95 – 97 C. Tujuan dari pelumatan ini adalah untuk mempermudah pemerasan pada screw
o

press, melekangkan mesokarp dari nut, melumatkan mesokarp, dan menghancurkan sel-sel

22
minyak pada mesokarp. Fruit akan perlahan-lahan turun ke bawah dan akan didorong oleh
pisau pelempar menuju press melalui sebuah corong. Sel-sel minyak yang telah lepas dari
daging buah akan turun ke bawah.
Presser merupakan alat memeras minyak yang terkandung didalam mesocarp dengan
adanya tekanan dari cone dan ulir (screw). Alat ini dilengkapi dengan silinder berlubang
(stainer) sebagai tempat keluarnya minyak kasar hasil dari pengepresan. Mesocarp dan nut
akan masuk kedalam screw press dan kemudian didorong oleh kedua screw press yang berputar
berlawanan arah menuju cone. Pada saat mesocarp sampai di ujung screw press kemudian
mesocarp tersebut akan ditekan oleh cone sehingga minyak yang terkandung didalam mesocarp
akan terperas dan keluar dari melalui stainer. Lalu minyak tersebut akan jatuh ke bawah dan
keluar menuju CST (continuous settling tank). Sedangkan fiber keluar bersama kernel untuk
kemudian dipisahkan.
8. Proses Pemurnian Minyak
Minyak yang keluar dari hasil pengepresan masih mengandung kotoran, pasir, cairan,
dan benda kasar lainnya. Oleh Karena itu harus dilakukan pemurnian untuk mengurangi
kandungan yang tidak sesuai dengan ketentuan standar pabrik yang telah ditetapkan. Proses
pemisahan ini dimaksudkan untuk memisahkan minyak, air, pasir, serabut, dan lumpur
dengan sistem sentrifuge dan pengendapan.
Minyak kasar (crude oil) yang dihasilkan kemudian disaring menggunakan vibrating
screen. Vibrating screen merupakan suatu alat berbentuk silinder stainless steel yang
dilengkapi dengan dua jenis ayakan masing-masing berukuran 200 mikron pada bagian atas
dan pada bagian bawah berukuran 400 mikron dan berfungsi untuk memisahkan minyak dari
serabut (fiber) kasar dan halus yang terikut pada minyak. Sistem vibrating screen ini bekerja
dengan cara bergetar. Dengan adanya getaran maka minyak yang berada pada saringan 1
akan turun ke bawah (menuju ke saringan 2 dan saringan 3) sedangkan kotoran yang masih
terikut akan terdorong keluar dan jatuh ke bottom conveyor untuk diolah lagi. Minyak yang
jatuh ke saringan ke 3 akan diperlakukan sama dengan pada saringan 1, kotorannya akan
keluar dan jatuh ke bottom conveyor. Sedangkan minyak akan keluar melalui sebuah pipa
menuju crude oil tank (COT).
Suhu didalam COT1 dipertahankan berkisar 80-950C agar kualitas minyak yang
terbentuk tetap baik Di dalam COT, minyak dialirkan secara underflow kemudian menuju ke
CST (Continous Settling Tank) yang didalamnya berisi minyak yang belum murni. Dalam
CST dilakukan pemisahan minyak dengan air berdasarkan berat jenisnya. Minyak yang

23
terpisah dialirkan ke oil tank sedangkan air dialirkan ke COT2 kemudian ke decanter untuk
dipisahkan 3 komponen yaitu minyak, air, dan solid dengan menggunakan sistem sentrifugal.
Minyak yang dihasilkan akan masuk ke CST kembali kemudian menuju oil tank yang masih
memiliki moisture 1% lalu dipompa ke vacum dryer untuk menurunkan moisture minyak
hingga 0,2% kemudian disimpan dalam storage tank lalu akan dipompa ke pump house untuk
diolah lebih lanjut CPO yang dihasilkan.

Proses Pengolahan Nut dan fiber


Setelah fiber dan nut selesai di-press pada presser kemudian fiber dan nut dibawa oleh
conveyor menuju stasiun kernel. Nut dari fiber dipisahkan dengan cara fiber yang memiliki
berat jenis lebih ringan akan terangkat ke atas dengan bantuan blower untuk digunakan
sebagai bahan bakar boiler, sedangkan nut dengan berat jenis lebih besar akan dijatuhkan ke
bawah ke dalam polishing drum. Di dalam polishing drum, nut diaduk dengan cara dilempar
ke atas dan dibanting dengan pelat pelempar. Sebagian besar serabut yang masih menempel
pada nut kemudian dapat terlepas karena adanya gesekan antar nut yang dibanting di dalam
polishing drum. Serabut yang terlepas kemudian terbawa oleh udara yang dihisap blower
menuju fiber cyclone. Nut yang sudah cukup bersih kemudian akan dibawa menuju nut silo
yang merupakan tempat penampungan sementara sebelum nut dipecah oleh ripple mill.
Ripple mill merupakan suatu alat untuk memecahkan nut agar inti (kernel) dan cangkang
dapat dipisahkan. Nut masuk kedalam ripple mill kemudian nut akan dibawa oleh rotor bar
yang berputar, lalu nut akan dihempaskan ke rotor disk (rotor plat) sebagai alat pemecah. Nut
yang telah pecah akan jatuh ke bawah dan dibawa oleh conveyor.
Clay bath merupakan alat pemisahan inti dengan cangkang, dimana proses pemisahan
inti dan cangkang pada claybath ini menggunakan penambahan larutan berupa kalsium
karbonat (CaCO3) dengan prinsip pemisahan berdasarkan perbedaan gravitasi inti, cangkang,
dan larutan pada claybath. Berat jenis cangkang = 1,16 sedangkan berat jenis kernel = 1,09.
Bagian ringan akan mengapung dan bagian berat akan tenggelam. Cangkang yang merupakan
bagian berat akan mengendap kebawah yang kemudian akan dimanfaatkan sebagai bahan
bakar boiler (biomass) sedangkan kernel inti yang merupakan fraksi ringan akan berada di
atas dan akan di bawa ke kernel silo untuk disimpan dengan suhu tertentu. Inti yang masih
mengandung air, perlu dikeringkan sampai kadar air (moisture) 8% dalam kernel silo tersebut
dengan menggunakan steam kering untuk proses pengeringannya. Apabila moisture kernel
telah mencapai 8% maka akan diproses atau diolah lebih lanjut di PK Plant.

24
Refinery dan fraksinasi plant
Plant produksi PT. MNA terdiri dari beberapa unit yaitu yaitu refinery 1000, refinery
1500, refinery 400, refinery 200, fractionation 1000, fractionation 1500, serta Refinery dan
fractionation 3000 yang merupakan plant produksi dengan kapasitas terbesar di PT. MNA.
Proses refining merupakan proses pemurnian minyak untuk memisahkan asam lemak jenuh
dan proses penghilangan bau terhadap bahan baku CPO. Proses pemurnian minyak atau
refining terdiri dari beberapa tahap yaitu:
a. Degumming
Pada proses degumming CPO akan ditambahkan phosphoric acid sebanyak 0,04% -
0,07% kemudian dihomogenkan dengan agitator. Asam fosfat berfungsi untuk mengikat
fosfatida (gum/getah) dan kotoran lainnya menjadi gumpalan-gumpalan kecil. CPO yang
akan diolah terlebih dahulu mengalami pemanasan dengan mengalirkan CPO ke plate heat
exchanger(PHE). Pada PHE pertama, pemanasan menggunakan RBDPO (Refined Bleached
Deodorized Palm Oil) yang berasal dari pompa sentrifugal, sedangkan pada PHE kedua,
pemanasan dilakukan dengan menggunakan steam. Hal ini bertujuan agar temperatur CPO
dari tangki timbun dapat dinaikkan sebelum masuk ke dalam mixer tank, yang akan
menghomogenkan pencampurannya dengan asam fosfat. Pada proses ini CPO akan
dipanaskan hingga temperatur 110oC yang bertujuan untuk mengilangkan air agar tidak
terjadi peningkatan ALB, Temperatur 110oC dibuat karena diharapkan pada temperatur
tersebut pereaksian proses degumming bisa optimal, dan diharapkan suhu CPO bisa bertahan
di suhu 95oC - 105oC.

b. Bleaching
CPO yang telah mengalami proses degumming dialirkan ke tangki bleacher. Suhu di
dalam tangki dinaikkan dengan sparging steam pada suhu 108,6oC, agar dapat mempermudah
proses absorbsi dan penghilangan impurities dengan cepat. Penambahan Bleaching earth
adalah sebanyak 0,8% - 1,7% untuk mencapai warna dan kestabilan yang diinginkan. BPO
(bleached palm oil) yang terbentuk kemudian dipompakan dengan pompa sentrifugal menuju
niagara filter.

c. Niagara filter
Setelah proses bleaching minyak akan disaring atau di filtrasi. Filtrasi pada Niagara
Filter bertujuan agar impurities, fosfatida, dan trans metal yang sudah digumpalkan oleh

25
bleaching earth bisa ditangkap, sehingga minyak menjadi bersih dan jernih. Filtrasi Niagara
terdiri atas 10 tahapan, yaitu:
1. Standby, pada step ini dipastikan valve berada dalam posisi tertutup untuk menghindari
kebocoran ketika filling.
2. Vakum,
3. Filling, pada step ini tangki diinjek dengan CPO yang sudah melalui proses bleaching.
Waktu filling memiliki set point 15 menit tetapi hanya dibutuhkan 2 menit untuk
membuat 1 unit Niagara penuh, Tekanan ketika proses filling adalah 3,5 bar.
4. Blackrun, pada tahap ini ukuran lubang filter akan mengecil dan BPO yang mengandung
Bleaching Earth dilewatkan.
5. Filtrasi, dilakukan selama 130 menit - 160 menit, dengan set point 180 menit.
6. Circulation, sirkulasi minyak niagara kembali ke buffer tank ketika tangki BPO dalam
keadaan hampir penuh atau sekitar 83% dari total isi tangki.
7. Emptying, dilakukan selama 10 detik dimana pengosongan minyak jernih ke filter
tambahan dan kemudian ke catdriges kemudian minyak jernih dimasukkan ke tangki
tangki BPO.
8. Cake drying, pada step ini sisa kotoran yang menempel di filter dan dalam tangki niagara
dikeringkan dengan menggunakan steam secara vakum dengan tekanan 2,6 bar. Proses
dilakukan selama 5 menit dengan set point menit.
9. Ventilation, proses ini membuang tekanan udara dari cake drying dengan menurunkan
tekanan menjadi 0,01 bar - 0,02 bar.
10. Discharge, jika tekanan menunjukkan low maka dilanjutkan ke tahap pembuangan spent
earth ke dalam penampungan spent earth.

d. Deodorized
Setelah proses filtrasi, maka minyak BPO dibuat dalam kondisi vakum dengan
temperatur 257-26oC. BPO dipanaskan pada PHE dengan menggunakan steam, kemudian
BPO dialirkan ke tangki deodorizer. Setelah minyak yang dipanaskan mencapai temperatur
yang diinginkan Minyak BPO yang sudah di panaskan dengan menggunakan kedua heat
exchanger ini akan dipanaskan untuk terakhir kalinya di dalam final heater yang
menggunakan pemanas high preasure boiler yang berbahan bakar MFO. Pemanasan di dalam
final heater dihantarkan dengan menggunakan coil yang menghasilkan uap panas untuk
memanaskan minyak. Temperatur di dalam final heater mencapai 256oC - 260oC dengan

26
tekanan 60 bar. Suhu yang sangat tinggi ini bertujuan untuk membantu proses penguapan
asam lemak bebas, senyawa aromatik, pigmen dan air. Setelah minyak mencapai suhu 256 oC
- 260oC maka minyak panas ini akan dipompa menuju pre striper atau tangki deo 1 untuk
memulai proses deodorisasi.
Pada tangki pre striper minyak memiliki luas permukaan yang lebih besar. Ketika
luas permukaan minyak besar maka penguapan dari senyawa aromatik, asam lemak bebas
dan air akan sangat mudah terjadi karena temperatur minyak sudah sangat tinggi. Zat-zat
yang sudah menguap ini akan ditangkap oleh scrubber untuk didestilasi dan disimpan sebagai
palm fatty acid distillate. Sedangkan minyak sudah melewati malapa akan dipompa menuju
tangki deodorizer atau tangki deo 2. Pada tangki deodorizer minyak akan diuapkan dengan
sistem spurging, yaitu sistem pemanasan dengan steam vacuum yang memanaskan minyak
sehingga senyawa aromatik, pigmen, asam lemak bebas dan air akan menguap hingga
maksimal. Minyak di dalam tangki deodorizer akan di tamping didalam tray deodorize
sebanyak 15 tingkat yang dialirkan secara overflow ke tingkat bawah sehingga ketika minyak
sudah melewati 15 tray maka diharapkan semua senyawa aromatik, pigmen, asam lemak
bebas dan air sudah habis menguap. Minyak yang sudah menyelesaikan tahapan proses ini
diberi nama RBDPO (refined bleach deodorized palm oil) kemudian akan didinginkan
dengan plate heat exchanger dan spiral heat exchanger hingga mencapai temperatur 75oC
kemudian disimpan di tangki bulking.

Proses fraksinasi di PT. MNA terdiri atas 2 bagian yaitu :


- Kristalisasi
Crystallizer adalah tangki yang berfungsi sebagai pemisah dua fraksi padat (stearin)
dan cair (olein) dari minyak. Proses crystallizer dimulai dengan pre-cooling yaitu
mendinginkan RBDPO dengan menggunakan plate heat exchanger dengan pendinginnya air
hingga temperature 60oC. Setelah proses pre-cooling minyak dipompa ke tangki crystallizer
dan dimulai proses pemisahan fraksi stearin dan olein. Pemisahan fraksi olein dan stearin
dilakukan dengan pendinginan agar terbentuk kristal-kristal minyak stearin. Pendinginan
tangki crystallizer menggunakan cooling system tengan pengantar air yang dialirkan ke dalam
coil yang mengelilingi bagian dalam tangki crystallizer. Di dalam tangki crystallizer juga
terdapat agitator yang berfungsi agar minyak mengalami pengadukan agar pendinginan dan
proses pembentukan Kristal bisa merata. Minyak RBDPO yang ber temperatur 60 oC

27
didinginkan dalam 10 segmen/tahapan pendinginan, dimulai dari suhu 60 oC hingga suhu
14oC selama kurang lebih 16 jam. Setelah proses pembentukan Kristal selesai maka akan
dilakukan proses holding. Holding adalah keadaan yang dibuat untuk mempertahan
kekerasan Kristal yang sudah terbentuk dengan cara mempertahankan temperatur dari minyak
tersebut. Setelah holding selesai maka minyak akan siap untuk di filtrasi.
- Filtrasi
Kristal-kristal yang sudah terbentuk dari minyak RBDPO akan di filtrasi agar
diperoleh fraksi olein dan stearin. Minyak yang sudah melalui proses kristalisasi di tangki
crystallizer akan di filtrasi di dalam filter press. Minyak dipompa dengan tekanan 2 bar
melewati filter cloth berukuran 5 mikron. Minyak yang sudah melewati filter cloth akan di
filtrasi lagi dengan filter bag sebelum disimpan ke dalam tangki olein. Setelah proses filtrasi
selesai maka sisa minyak dan butir-butir Kristal minyak stearin yang menempel di filter cloth
akan di press agar sisa minyak bisa dikeluarkan dari dalam butir-butir Kristal stearin. Proses
pressing ini dinamakan squeezing. Squeezing dilakukan dalam 5 tahapan penaikan tekanan.
Dari tekanan awal 2 bar ketika minyak masuk hingga tekanan 5 bar. Tekanan yang diberikan
akan mengisi filter cloth dengan udara yang padat sehingga butir-butir kristral tertekan dan
fraksi olein yang terdapat dalam kristal bisa dikeluarkan dengan maksimal. Proses filtrasi dan
pressing diharapkan memberikan yield olein sebanyak 60%. Setelah proses squeezing selesai
maka cake atau stearin padat yang menempel di filter press akan dilepaskan/discharge dan
disimpan dalam stearin tank kemudian di panaskan untuk disimpan dalam bulking tank.
Minyak yang dihasilkan dari proses fraksinasi adalah RBDP Olein dan RBDP Stearin.

Adapun RBDPO juga dapat dibagi berdasarkan nilai IV (Iodine Value) dan waktu
holding nya yaitu sebagai berikut :
- Olein 1, memiliki nilai IV 65 cg I2/g , dengan waktu holding 36 jam.
- Olein 2, memiliki nilai IV 59-60 cg I2/g, dengan waktu holding 13 jam.
- Olein 3, memiliki nilai IV 57-58 cg I2/g, dengan waktu holding 12 jam.
- Olein 4, memiliki nilai IV 56 cg I2/g , dengan waktu holding 11 jam.
Adapun RBDPL terdiri atas 4 jenis yang dibedakan berdasarkan nilai CP (Cloud
Point), yaitu:

1. Olein 1, dengan nilai CP = 4ºC - 6ºC. Digunakan oleh industri dan untuk ekspor.
2. Olein 2, dengan nilai CP = 6ºC - 7ºC. Banyak digunakan untuk keperluan industri,
minyak goreng kemasan, dan ekspor.
3. Olein 3, dengan nilai CP = 8ºC - 10ºC. Banyak digunakan oleh industri seperti industri
mie, minyak goreng kemasan dan juga diekspor.
28
4. Olein 4, dengan nilai CP > 10ºC. Umumnya dijual di pertokoan dan pasar tradisional
yang sering disebut sebagai minyak curah. Minyak ini dihasilkan dari proses agitasi yang
singkat.

Texturing Plant
Plant texturing PT. MNA mengolah berbagai produk specialty fats seperti shortening,
spread fat, fat untuk creaming, fat untuk filling, cocoa butter substitute (CBS), cocoa butter
equivalent (CBS), cocoa butter replacer (CBR). Plant texturing ini bertujuan untuk
mengubah bentuk minyak menjadi bentuk semi solid maupun solid. Minyak yang digunakan
dapat berasal dari minyak inti swit, serta minyak sawit melalui proses fraksinasi ataupun
hidrogenasi.
Adapun proses pengolahan specialty fats PT. MNA dimulai dari minyak yang telah
melalui proses refinery dan fraksinasi kemudian dipompa ke dalam tanki pump house untuk
kemudian dikirimkan ke storage tank. Dalam pengolahannya, minyak jenis lauric dan
palmatic dipisahkan dalam plant ini. Pada masing-masing tanki storage tank, sebelum minyak
dilakukan proses blending, dilakukan sampling pada department QC (quality control) terlebih
dahulu untuk mengetahui kualitas minyak yang digunakan. Apabila kondisi minyak telah
sesuai, proses blending akan dilakukan dengan mencampurkan minyak sesuai formulasi yang
diinginkan, untuk penambahan bahan additive tertentu akan dilakukan proses mixing ke
dalam emulsifier. Sirkulasi akan berlangsung selama 1 jam dengan menggunakan agitator
untuk melarutkan bahan additive ke dalam minyak.
Minyak yang telah di-blending selanjutnya akan dipompa menuju mixing, setelah
sebelumnya dilakukan filtrasi dengan menggunakan filter bag berukuran 1 mikron. Proses
mixing mengggunakan agitator dengan menggunakan temperatur sesuai dengan minyak yang
digunakan yaitu 10oC di atas melting point, untuk memastikan minyak telah mencair secara
sempurna. Proses pemanasan dengan menggunakan lapisan besi untuk menyelimuti tanki
minyak dengan air yang dipanaskan. Apabila temperatur blending minyak belum sesuai
dengan temperatur yang diinginkan, minyak akan dialirkan ke PHE (plate heat exchanger).
Terdapat 2 jenis PHE, yaitu PE heat dan PE cool. Penggunaan PHE ini berdasarkan kondisi
temperatur minyak, apabila minyak yang diingkan bersuhu lebih tinggi, sedangkan keadaan
minyak di dalam mixing tank bersuhu rendah maka minyak akan dilewatkan pada PHE heat
dan sebaliknya.
Selanjutnya, minyak akan dibawa menuju kombinator dengan sistem HPP (high
pressure pump), dimana dengan menggunakan tekanan lebih tinggi untuk menarik campuran

29
minyak yang telah berbentuk semi solid sehingga tidak terjadi pengblokan pada bagian pipa-
pipa. Di dalam kombinator terdapat sistem cooling dan cystalizer yang berlangsung secara
gantian dengan urutan tertentu. Proses cooling dengan menggunakan amonia sebagai media
pendingin, dimana terdapat scrubber di dalamnya untuk mengeruk bagian pinggir minyak
yang telah membeku sehingga tidak terjadi pemblokan kristal yang terlalu banyak. Sebelum
masuk pada bagian kombinator yaitu sebelum proses cooling, minyak hasil mixing
diinjeksikan dengan nitrogen untuk memutihkan atau pengembang, namun penambahan
nitrogen pada produk tertentu sesuai dengan permintaan buyer.
Adapun urutan prinsip kerja untuk kombinator 1 dan 2 adalah sebagai berikut :
- Kombinator 1 : S1-C1-S2-C2 (Cooling 1 - Kristalizer 1 - Cooling 2 - Kristalizer
2).
- Kombinator 2 : S1-S2-C1-S3-C2 (Cooling 1 - Cooling 2 - Kristalizer 1 - Cooling
3 - Kristalizer 2).
Adapun S1 dikenal dengan proses shock chilling (suhu minyak akan diturunkan
secara drastis) yang mana merupakan awal pembentukan inti kristal, S2 disebut tahap
nukleasi yaitu pengabutan atau pembentukan kristal, dan S3 adalah tahapan yang bertujuan
agar kristal yang sudah terbentuk tidak pecah. Pada proses kristalizer (C) terdapat pin rotor
berjarak 2 mm yang memiliki fungsi untuk mencacah (C1) sehingga dapat menjaga kristal
yang terbentuk tidak terlalu besar (C2), yang memiliki prinsip seperti mixer. Prinsip shock
chilling ini akan mengubah wujud minyak yang tadinya masih cair akan menjadi lebih keras
dan apabila sudah keras jika disimpan tidak kembali lagi menjadi cair.
Proses selanjutnya yaitu tahap filling. Suhu pada saat keluar nozzle filling disesuaikan
dengan minyak yang akan diproses, suhu yang terlalu rendah dapat menyebabkan terjadi
pemblokan pada saat filling. Filling produk dalam kemasan plastik PE (Poly Etylene),
kemudian dimasukkan ke dalam box karton dengan ukuran yang telah disesuaikan.
Selanjutnya, yaitu proses sealing, serta pengecekan oleh metal detector, dan secara manual
untuk mendeteksi adanya kebocoran pada plastik. Sebelum didistribusikan, produk disimpan
di ruangan warehouse selama 3-4 hari untuk melewati tahap tempering dengan temperatur
28-30oC. Tujuan aging atau tempering ini adalah agar produk yang dihasilkan memiliki
tekstur lebih stabil dan pembentukan kristal telah sempurna.

Consumer Pack dan Warehouse


Minyak yang telah melalui proses refined selanjutnya ditransfer ke dalam tangki
penampungan atau storage tank di consumer pack plant untuk proses filling. Dalam hal ini

30
jenis produk yang akan diproduksi oleh PT. MNA yaitu cooking oil (minyak goreng) dengan
berbagai merk lokal seperti sania royal, sania, fortune, siip, sovia, maupun jenis minyak yang
untuk ekspor seperti golden farm, viking, dan lainnya.
Sebelum dilakukan proses filling, minyak di dalam buffer tank memiliki temperatur
30oC – 35oC untuk jenis minyak palmatic, sedangkan suhu minyak jenis lauric di dalam
buffer tank berkisar 40oC. Selanjutnya dilakukan proses pre-mixing setelah sebelumnya
dilakukan analisa kualitas minyak oleh analis QC. Proses pre-mix dilakukan dalam ruangan
khusus dengan penambahan berbagai bahan aditive, seperti Vitamin A, vitamin D, BHA,
BHT, TBHQ, asam sitrat, STS, dan berbagai bahan aditive lainnya. Untuk ruangan
penyimpanan bahan additive disimpan dalam ruangan khusus dengan temperatur maks 20C.
Proses penambahan bahan additive dilakukan dalam masing-masing tangki yang berbeda
dengan komposisi yang telah ditentukan. Proses pre-mix ini dilakukan selama 1 jam dengan
menggunakan sistem pengadukan di bagian atas dalam tangki. Kemudian, minyak yang telah
di-blending dengan penambahan bahan additive di-transfer ke dalam buffer tank kembali,
serta dilakukan analisa oleh QC sebelum proses filling.
Minyak yang telah ditransfer untuk proses filling, sebelumnya dilakukan filtrasi
dengan menggunakan 2 filter bag yaitu berukuran 5 mikron dan 1 mikron. Selanjutnya
dilakukan analisa oleh QC untuk memastikan hasil sampel telah sesuai sebelum proses
filling. Proses filling cooking oil dilakukan secara otomatis sesuai dengan kemasannya
masing-masing yang telah ditentukan. PT. MNA memproduksi cooking oil dalam berbagai
kemasan seperti jerry can, pouch, pillow pack, BIB, dan botol plastik. Proses filling diawali
dengan kemasan yang telah memiliki label lengkap yang telah disusun, kemudian secara
otomatis minyak akan terisi ke dalam kemasan sesuaai dengan komposisi berat yang telah
ditentukan. Selanjutnya dilakukan penutupan botol, dan sealing untuk kemasan pouch dan
piilow pack.
Produk yang telah dikemas, akan melewati mesin metal detector untuk mengetahui
ada tidaknya unsur logam pada produk yang telah dikemas serta dilakukan visual check untuk
mengecek ada tidaknya kebocoran sampel. Selain itu juga dilakukan pemberian kode
produksi pada masing-masing kemasan. Untuk produk jenis kemasan pouch, pillow pack, dan
botol plastik akan dikemas kembali ke dalam kotak kertas. Kemudian produk yang telah
selesai filling akan melalui proses palleting untuk dimasukkan ke dalam warehouse.

31
V. ANALISA MUTU SAMPEL PRODUKSI MINYAK KELAPA SAWIT DI
LABORATORIUM PT. MULTIMAS NABATI ASAHAN

Adapun jenis analisa yang dilakukan pada proses produksi minyak kelapa sawit di
PT. Multimas Nabati Asahan, dapat dilihat sebagai berikut:

1. Peroxide value (PV)

Prinsip : menentukan banyaknya larutan thiosulfat yang tepat bereaksi dengan iodium yang
terlepas akibat reaksi antara senyawa peroksida dengan KI jenuh dalam suasana asam,
dimana jumlah iodium yang terlepas ekivalen dengan jumlah senyawa peroksida yang
terdapat dalam minyak. Jumlah peroksida yang terbentuk sebagai hasil dari proses oksidasi
asam lemak tidak jenuh yang mengikat oksigen pada ikatan rangkap. Semakin rendah nilai
PV makan semakin baik kualitas minyak tersebut dan sebaliknya.

32
Reagensia: Asam asetat, kloroform, larutan standar natrium tiosulfat 0,01 N, pati 1%, larutan
KI jenuh

Referensi : AOCS of Method Cd 8-53 revisi 2003


AOCS of Method Cd 8b-90 Revisi 2011

Prosedur:
- Ditimbang sampel sebanyak 5 g ke dalam erlenmeyer bertutup.
- Ditambahkan larutan (asam asetat : kloroform = 3:2) sebanyak 30 ml kemudian
diaduk hingga larut.
- Ditambahkan larutan KI jenuh sebanyak 0,5 ml.
- Didiamkan selama 1 menit.
- Ditambahkan aquadest sebanyak 30 ml.
- Ditambahkan pati 1% sebanyak 0,5 ml.
- Dilakukan titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,01 N hingga warna hitam hilang.
Perhitungan:
mEq/kg = (Volume titrasi*N Na2S2O3*1000) / berat sampel

Pembahasan
Pada SOP (Standard Operating Procedure), sampel yang telah ditimbang dilarutkan
dengan menggunakan jenis pelarut (asam asetat : isooctan = 3:2) sebanyak 50 ml, namun
pada analisa ini digantikan dengan menggunakan kloroform, penggunaan kloroform bersifat
nonpolar yang merupakan pelarut yang baik untuk minyak maupun larutan KI. Penggunaan
larutan asam asetat dan kloroform bertujuan untuk membuat pH minyak menjadi asam dan
sebagai pelarut asam-asam lemak yang terkandung dalam minyak. Kemudian sampel
ditambahkan larutan KI yang berperan sebagai reduktor dengan senyawa peroksida
(oksidator) yang terkandung dalam minyak untuk melepaskan iodium. Penggunaan KI jenuh
diharapkan agar iodium tidak bereaksi lagi dengan asam lemak tidak jenuh, sehingga
senyawa peroksida dapat mengoksidasi larutan KI untuk melepas iodium. Penambahan pati
1% sebagai indikator sehingga larutan berwarna kehitaman, lalu dilanjutkan titrasi dengan
Na2S2O3 0,01 N hingga warna hitam hilang.

KI + CH3COOH  HI + CH3COOK

ROOH + 2HI  I2 + H2O + ROH

33
2Na2S2O3 + I2  2NaI + Na2S4O6

Data
Berikut ini hasil analisa beberapa sampel lemak/minyak yaitu:
Bahan Berat bahan Volume N Na2S2O3 PV Hasil analis
(g) titrasi (ml) (mEq/kg) QC
RPS 5,02 0,256 0,0103 0,5252 0,368
RPO 5,04 0,73 0,0103 1,49 1,35
Sampel 1 5,6 1,94 0,0103 3,5682 3,33

Kesimpulan
Perbedaan hasil dengan analis QC dapat dipengaruhi beberapa hal seperti penggunaan KI
jenuh yang harus dibuat pada saat pengujian hendak dilakukan, serta penentuan titik akhir
titrasi yang tidak berlebihan. Penggunaan KI jenuh rentan terhadap udara maupun cahaya
sehingga dapat menyebabkan data yang diperoleh tidak efektif, oleh karena itu larutan KI
hendaklah dibuat pada saat melakukan pengujian. Pada saat penentuan titik akhir titrasi,
ketika setelah penambahan indikator pati 1% warna larutan tidak berubah menjadi gelap
maka volume titrasi yang digunakan sangat sedikit, yang mengindikasikan bahwa sampel
tersebut memiliki kadar PV yang sangat rendah.

2. Free Fatty Acid (FFA)

Prinsip: minyak atau lemak yang terlebih dahulu dilarutkan ke dalam pelarut akan bereaksi
dengan NaOH menghasilkan sabun (garam karboksilat) dan air. Sabun yang bersifat basa
akan bereaksi dengan phenolphtalein membentuk ion fenolat yang berwarna merah muda
dalam larutan. Jumlah asam lemak bebas yang terbentuk dapat disebabkan oleh enzim, hasil
oksidasi, maupun hidrolisa dengan cara menghitung jumlah NaOH yang dibutuhkan untuk
menetralkan asam-asam lemak bebas pada minyak.

Reagensia: larutan standar NaOH 0,1 N, isopropil alkohol teknis, phenolphtalein 1% dalam
etanol

Referensi: AOC of Method : 2012

Prosedur:

34
- Ditimbang sampel sebanyak 5 g (Crude oil) atau 20 g (Refined oil).
- Ditambah pelarut isopropil alkohol sebanyak 50 ml.
- Ditambahkan indikator pp 1% sebanyak 5 tetes.
- Dihomogenkan sampel dengan pelarut tersebut pada waterbath selama 5-10 detik
serta diaduk.
- Dilakukan titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N (crude oil) atau 0,02 N (Refined oil)
hingga terbentuk warna merah muda dan tidak berubah warna selama 10 detik.
Perhitungan:
(Palmatic) %FFA = (Volume titrasi * N NaOH * 25,6) / Berat sampel
(Lauric) %FFA = (Volume titrasi * N NaOH * 20) / Berat sampel

Pembahasan
Asam lemak bebas dihasilkan ketika suatu trigliserida mengalami hidrolisis, asam
lemak berlebih menyebabkan kestabilan minyak terganggu dan cepat rusak. Kandungan asam
lemak bebas yang tinggi, mengakibatkan rendemen minyak turun. Selain itu, kandungan FFA
tinggi pada CPO menyebabkan warna akan sukar direduksi, dikarenakan Bleaching Earth
yang ditambahkan bersifat polar dan akan mudah berikatan dengan FFA membentuk stubborn
red yang lebih stabil sehingga warna susah direduksi.
Dalam analisa FFA dilakukan dengan metode titrasi asam basa antara minyak yang
terdapat asam lemak dengan NaOH. Minyak atau lemak dilarutkan terlebih dahulu dengan
pelarut Isopropil alkohol sebagai peng-ion asam lemak bebas sehingga lebih mudah bereaksi
dan terdeteksi oleh NaOH pada saat titrasi. Pemanasan dilakukan untuk meningkatkan
kelarutan asam lemak. Penggunaan NaOH berfungsi untuk mengukur seberapa besar asam
lemak yang bebas dari minyak. Garam karboksilat (sabun) yang dihasilkan bersifat basa kuat
sehingga digunakan Phenolphtalein sebagai indikator titrasi untuk mengetahui tingkat
equivalen larutan tersebut, yaitu berwarna merah muda.
RCOOH + NaOH  RCOONa + H2O

Data
Hasil analisa data beberapa sampel, yaitu:
Berat bahan Volume titrasi
Sampel N NaOH %FFA Hasil analis
(g) (N)
ROL 20,18 2,24 0,022 0,062 0,055
CPO 5,05 4,95 0,1023 2,567 2,035

35
CKS 5,16 1,73 0,1023 0,685 0,685
CNO 5,07 7,72 0,1023 2,756 3,11
CPKO 6,97 8,83 0,1023 2,591 2,596
RPO 1500 20,33 1,69 0.022 0,0468 0,047
RPO 3000 20,03 1,9 0,022 0,053 0,052
RCNO 1000 20,42 0,8 0,022 0,017 0,016

Kesimpulan
Berdasarkan hasil data di atas, dapat disimpulkan bahwa:
- Dalam pengujian %FFA diperoleh hasil data yang tidak persis sama dengan hasil
analis, namun telah mendekati hasil analis QC. Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor seperti penimbangan berat bahan yang berbeda maupun saat penentuan titik
akhir titrasi.
- Nilai %FFA pada jenis minyak crude lebih tinggi dibandingkan dengan hasil produk
turunannya, hal ini dapat dipengaruhi oleh suhu pemanasan yang digunakan pada saat
proses deodorize. Kondisi vakum pada proses deodorization juga dapat
mempengaruhi kadar FFA, karena pada kondisi vakum inilah gas oksigen yang masih
terikut akan hilang sehingga FFA menguap, yang kemudian disebut PFAD.

3. Iodida Value (IV)

Prinsip : larutan Wijs sebagian akan bereaksi dengan ikatan rangkap pada minyak, kemudian
larutan wijs lebihnya akan bereaksi lanjut dengan KI membentuk I 2, gas I2 ini nantinya akan
dihitung sebagai larutan wijs yang tidak bereaksi dengan ikatan rangkap. Kemudian I 2 yang
terbentuk akan dititrasi dengan natrium tiosulfat. Sehingga volume titrasi yang digunakan
akan sebanding dengan gas I2 yang dihasilkan. Semakin tinggi bilangan iod yang terbentuk
menunjukkan semakin banyaknya ikatan rangkap yang terbentuk yang menyebabkan minyak
akan semakin tidak jenuh.

Alat: labu iodin dengan tutup, pipet volume

Reagensia: pati 1% dalam air, larutan Wijs, larutan KI 10%, aquadest

Referensi: AOCS of method Cd 1b-87, 2012


AOCS of method Cd 1-25, 2009
AOCS of method Cd 1d - 92, 2009
Prosedur :

36
- Dicairkan sampel bila sampel berupa padatan.
- Ditimbang sampel sesuai material ke dalam labu iodin.
- Ditambahkan pelarut (asam asetat : sikloheksan = 1:1) sebanyak 10 ml.
- Ditambahkan larutan Wijs sebanyak 10 ml.
- Ditambahkan katalis 2,5% (Na. Asetat).
- Disimpan ke dalam ruangan gelap selama 5 menit.
 Hal ini disebabkan kerena larutan sangat peka terhadap cahaya, panas, dan udara,
sehingga harus disimpan pada tempat gelap yang tertutup rapat.
 Pada SOP, larutan disimpan selama 30 menit dalam ruangan gelap, namun
dilakukan penambahan katalis untuk mempercepat reaksi sehingga disimpan
hanya selama 5 menit.
- Ditambahkan larutan KI 10% sebanyak 10 ml, larutan berwarna cokelat
- Ditambahkan aquadest sebanyak 100 ml.
- Dilakukan titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N hingga larutan berubah warna dari
cokelat gelap menjadi kuning pucat.
- Ditambahkan larutan pati 1% sebanyak 2 ml (larutan berwarna biru gelap).
- Dilanjutkan titrasi dengan larutan Na2S2O3 hingga warna biru hilang dan berubah
menjadi warna putih.
- Dibuat larutan blanko dengan perlakuan yang sama tanpa menggunakan sampel.

Perhitungan:
%IV = [(Volume blanko – Volume titrasi sampel)*12,691*N Na2S2O3 ] / Berat sampel

Referensi: AOCS of method Cd 1b-87, 2012


AOCS of method Cd 1-25, 2009
AOCS of method Cd 1d-92, 2009

Pembahasan
Metode yang digunakan dalam analisa IV adalah dengan menggunakan metode Wijs.
Iodin yang ada pada larutan Wijs akan bereaksi untuk memutus ikatan rangkap pada minyak
sehingga ikatan rangkapnya akan terputus, sedangkan larutan Wijs berlebih akan bereaksi
dengan air dan KI membentuk gas I2. Gas I2 yang terbentuk selanjutnya akan dititrasi dengan
natrium tiosulfat. Maka volume tiosulfat yang dipakai sebanding dengan gas I2 yang
dihasilkan. Pada penentuan IV, adanya gas I2 ini sangat berpengaruh terhadap hasil yang

37
diperoleh, saat penambahan aquadest dilakukan dengan hati-hati dengan menampung
aquadest pada permukaan labu iodin kemudian penutup dibuka sedikit agar gas I 2 tidak
terlepas ke udara. Titik kritis penentuan bilangan iod terjadi pada saat proses penimbangan,
penambahan larutan KI 10%, serta titik akhir titrasi.

ICl + H2O  HIO + HCl


HIO + HCl + KI  I2 + KCl + H2O

ICl + KI  I2 + KCl

I2 + 2Na2S2O3  2NaI + Na2S4O5

Data
Hasil analisa IV pada beberapa jenis sampel
Bahan/ Berat Volume Volume N IV (cg I2/ g IV
sampel bahan (g) blanko (ml) sampel (ml) Na2S2O3 sampel) (Hasil Analis)
RPO 0,1768 18,7540 11,63 0,1021 51,13 52,2
Olein 0,1799 18,7540 10,372 0,1021 60,36 59,6
RPS 0,3252 18,7540 9,2120 0,1021 38,01 38,16
Texturing 0,1807 18,7540 11,896 0,1021 49,17 49,81

Hasil analisa IV 64

Berat Volume Volume N Hasil


Sampel IV
sampel blanko titrasi Na2S2O3 analis QC
SOL 0,1593 18,48 10,7140 0,1037 64,158 -
404 0,1490 18,5040 11,2020 0,1037 64,5 65

Hasil analisa IV 60

Sampel Berat Volume Volume N IV Hasil


sampel
blanko titrasi Na2S2O3 analis QC
ROS (B20 0,1699 18,48 10,7540 0,1037 59,84 -
Maizan)
ROL 0,1538 18,48 11,586 0,1037 58,99 -
B20 Maizan 0,1744 18,48 10,5940 0,1037 60,55 -
B15 fortune 0,1784 18,48 10,39 0,1037 59,68 -
38
ROS 0,1684 18,5040 10,8380 0,1037 59,91 -
SOL (201) 0,1604 18,5260 11,1040 0,1037 60,89 60,68
SOL (005) 0,1422 18,5260 12,0840 0,1037 59,62 59,75

Kesimpulan
 Data IV yang diperoleh memiliki sedikit perbedaan dengan hasil analis, yang
dipengaruhi oleh beberapa hal seperti pada saat penimbangan, penggunaan KI dan
larutan Wijs, serta penentuan titik akhir titrasi. Adanya gas I 2 sangat berpengaruh
dalam penentuan hasil IV, sehingga I2 harus dijaga agar tidak terlepas ke udara,
yang menyebabkan hasil data kurang efektif.
 Dari hasil di atas diperoleh bahwa semakin tinggi bilangan iod maka minyak akan
semakin cair, hal ini terlihat pada jenis minyak RPS dengan nilai IV lebih rendah
dibandingkan nilai IV pada minyak olein. Nilai IV rendah menunjukkan bahwa
kandungan asam lemak tak jenuhnya sedikit, sehingga ikatan rangkap pada
minyak juga sedikit maka masssa jenis dari senyawa tersebut semakin lebih dari
satu yang mengindikasikan minyak semakin terlihat lebih kental atau padat.

4. Determination of Deterioration of Bleachability Index (DOBI)

Prinsip: pengukuran spektro dengan melarutkan sampel ke dalam pelarut isooktan atau
n-heksana. Semakin tinggi nilai DOBI pada CPO menunjukkan bahwa mutu minyak tersebut
semakin baik. Nilai DOBI tinggi menunjukkan bahwa jumlah senyawa karoten yang
terkandung semakin besar dan jumlah senyawa yang telah teroksidasi sedikit, sehingga
minyak akan semakin mudah untuk dilakukan reduksi warnanya.

Alat: spektrophotometer UV-VIS 269 nm dan 446 nm. Cuvet 10 mm,labu ukur 25 ml

Reagensia: Isooktan
Prosedur:
- Ditimbang sampel sebanyak 0,1 gram ke dalam labu ukur 25 ml.
- Dilarutkan sampel dengan menambahkan larutan isooktan hingga batas tera.
- Diaduk hingga larut dengan vortex.
- Dibiarkan beberapa menit.
- Dimasukkan sampel yang telah dilarutkan dengan pelarut ke dalam kuvet
- Diukur absorbansi sampel pada panjang gelombang 269 nm dan 446 nm.
Perhitungan:

39
Absorbansi  446 nm
=
Absorbansi  269 nm
Pembahasan
DOBI merupakan nilai yang menyatakan tingkat kemudahan pemucatan dari CPO.
Nilai ini diperoleh berdasarkan nilai perbandingan antara jumlah karoten terhadap nilai
kerusakannya (nilai oksidasi). Panjang gelombang 446 nm merupakan panjang gelombang
dari senyawa karoten yang mana senyawa ini akan menyerap sinar pada panjang gelombang
tersebut. Sedangkan senyawa hasil oksidasi akan menyerap pada panjang gelombang 269 nm.

Data
Bahan/sampel  446 nm 269 nm 1/2 QC
Sampel 1 1,103 0,547 2,0165 2,45
Sampel 2 2,2356 2,03

Kesimpulan
Semakin tinggi nilai DOBI, maka akan semakin mudah untuk mereduksi warna
tersebut, hanya dengan menambahkan sedikit bleaching earth (BE). Nilai yang semakin kecil
DOBI <2 akan sangat sulit dilakukan reduksi warna meskipun dilakukan penambahan BE
dalam jumlah besar. Hal ini dikarenakan BE digunakan untuk mengikat senyawa karoten,
karena senyawa hasil oksidasi banyak maka BE akan lebih suka untuk berikatan dengan
dengan senyawa hasil oksidsi terlebih dahulu. Bleaching earth yang bersifat polar akan lebih
suka berikatan dengan senyawa lebih polar seperti senyawa hasil oksidasi (aldehid, keton, dll)
dibandingkan karoten.

5. Lovibond color

Prinsip: dengan pencocokan warna menggunakan panel warna pada alat lovibond. Warna sisi
kiri merupakan warna sampel, sementara warna sisi kanan merupakan warna standar yang
harus disamakan dengan sisi kiri agar mendapatkan nilai color. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui kualitas minyak goreng dengan melihat warna yang terbentuk.

Alat: Lovibond color tintometer, cuvet

Referensi : AOCS Official Method Cc 13e – 92 Revisi 2009

Prosedur:

40
- Dihubungkan kabel power Lovibond color tintometer Ke 220 V.
- Dibuka cover sampel, lalu dimasukkan cuvet isi sampel ke tempat cuvet.
- Ditutup cover sampel.
- Ditekan tombol on/off pada sisi depan (lampu menyala).
- Dilihat color melalui lensa viewing tube.
- Diamati dan dicocokkan warna sisi kiri dengan warna sisi kanan. Dibandingkan color
sampel dengan color Lovibond dengan cara menarik color red, yellow, blue hingga
mendekati warna color sampel.
- Ditekan tombol off.
- Dibuka cover sampel lovibond lalu diambil cuvet sampel.
- Ditutup cover sampel lovibond.

Pembahasan
Warna dalam minyak dipengaruhi oleh adanya zat-zat yang terkandung secara alami
dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstraksi seperti α dan β karoten, klorofil,
dan antosianin. Zat warna ini menyebabkan minyak berwarna kuning, kehijau-hijauan, dan
kemerah-merahan. Pigmen berwarna merah jingga atau kuning disebabkan oleh karotenoid
yang bersifat larut dalam minyak. Karotenoid merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak
jenuh dan bersifat tidak stabil pada suhu tinggi, dan jika minyak diolah menggunakan uap
panas, maka warna kuning akan hilang. Pada alat lovibond color, terdapat skala warna
merah, kuning, biru dan putih. Skala warna merah menunjukkan kemampuan minyak dalam
proses deodorized untuk menguapkan beta karoten, skala warna kuning, menunjukkan jumlah
beta karoten yang tertinggal, skala warna biru menunjukkan sempurna atau tidaknya
penghilangan klorofil pada buah kelapa sawit, sedangkan skala warna putih untuk
menetralkan sehingga memudahkan pada saat pembacaan.
Faktor yang mempengaruhi dalam penentuan analisa ini yaitu temperatur sampel,
kebersihan alat, serta kesehatan mata. Untuk penentuan warna pada minyak jenis palmatic
dan turunannya dilakukan berdasarkan rumus 1:10 merah dan kuning, sedangkan untuk
minyak turunan lauric tidak berlaku aturan tersebut. Untuk jenis minyak lauric, warna merah
akan berkontribusi lebih besar dibandingkan warna kuning.

41
Data
Hasil Analisa Lovibond color dari beberapa jenis sampel

Bahan/sampel LC (R/Y) Hasil Analis (R/Y)


Olein 1,7/17 1,8/18
Stearin 1,7/17 1,7/17
CPO 5,1/51 5,1/51
CPKO 5,5/55 5,5/55
CKS 3,2/32, B=0,1 3,2/32, B=0,2
CKO 4,7/47 4,7/47
RRPO 1,1/11 1,2/12
RHCNO 0,6/30 0,6/30
RPO 1,6/16 2,0/20
RCNO 1,4/14 1,6/16
RPO 1500 1,7/17 1,8/18

Kesimpulan
- Pada sampel jenis minyak palmatic seperti CPO, RPO, olein memberikan hasil bahwa
nilai yellow (Y) yang berasal dari pigmen karoten memberikan kontribusi yang lebih
besar dibandingkan nilai R. Perubahan warna atau pucat tidaknya warna minyak yang
dihasilkan dipengaruhi oleh kualitas CPO serta Bleaching earth yang ditambahkan
saat proses bleaching. Selain itu, kurang maksimal suhu pemanasan pada saat
bleaching dapat menyebabkan CPO dan Bleaching earth yang tercampur tidak
maksimal.

6. Moisture
Prinsip: pengukuran kehilangan berat akibat menguapnya air dari bahan. Air di dalam
minyak dapat mempercepat proses kerusakan minyak yaitu terjadi reaksi hidrolisis. Semakin
rendah kadar air pada minyak maka ketahanan minyak serta kualitas minyak akan semakin
baik.

Alat: oven listrik, cawan penguap, desikator

42
Referensi: AOCS of Method Ca 2c-25, rev. 2009

Prosedur:
- Dikeringkan cawan di dalam oven pada suhu 130oC selama 15 menit.
- Dimasukkan ke dalam desikator.
- Ditimbang sampel ke dalam cawan sebanyak 10 g (refined oil) atau 5 g (crude oil).
- Dimasukkan sampel ke dalam oven pada suhu 130oC selama 30 menit.
 Penggunaan suhu 130oC dilakukan selain untuk menguapkan air juga untuk
menguapkan zat-zat volatil.
- Dimasukkan sampel ke dalam desikator selama 15 menit.
- Ditimbang berat akhir sampel.

Perhitungan: {[(berat cawan-berat sampel)- berat akhir setelah dikeringkan)]*100%} / berat


sampel
7. Slip melting point

Prinsip: Titik lebur (melting point) merupakan suhu dimana minyak/lemak dalam pipa
kapiler mulai naik atau minyak/lemak mulai mencair. Nilai MP ini berperan penting apabila
suatu material minyak/lemak akan di aplikasikan. Pipa kapiler yang mengandung minyak
dicelupkan ke dalam penangas air yang dihangatkan dengan kecepatan putar tertentu sampai
titik leleh didapati.

Alat: tabung pipa kapiler, termometer, beaker glass, hot plate, magnetic stirer, test tube,
thermometer waterbath

Referensi : SOP/MNA – QC – 00 – 071


AOCS Official Method Cc 3 – 25 Revisi 2009
Prosedur:
- Dicairkan sampel dan disaring dengan kertas saring.
- Dimasukkan pada refrigerator 4-10oC selama 16 jam. Untuk metode cepat dengan
maksud quality control 16 jam, mungkin dikurangi menjadi 2 jam/1 jam, hasilnya
dilaporkan slip point 2 jam/1 jam.
 Pada analisa ini, dilakukan penyimpanan sampel dalam refrigerator selama 2 jam,
sedangkan penyimpanan selama 16 jam dilakukan pada tempering method.

43
- Dipindahkan pipa kapiler dari tempat dengan menggunakan sarung karet dan
dilengkapi dengan termometer, ujung pipa kapiler sama tingginya dengan ujung
bawah termometer merkuri
- Dimasukkan termometer ke dalam beaker berisi air, ujung bawah dicelup sampai 30
mm.
- Diatur suhu mula-mula 8-10oC, diaduk penangas air dengan stirer, dipanaskan
sehingga kenaikan suhu sekitar 1oC per menit perlahan-lahan sampai kecepatan 0,5oC
per menit sampai titik lebur yang diharapkan dapat tercapai.
- Diteruskan pemanasan sampai kolom sampel naik. Diamati suhu air pada setiap
kenaikan pada kolom, dihitung rata-rata pada semua pipa.
Pembahasan
Pada analisa MP, 3 pipa kapiler dicelupkan ke dalam minyak dengan panjang yang sama.
Kemudian dimasukkan ke dalam refrigerator agar memadat, kemudian dimasukan kedalam
penangas air yang dihangatkan dengan kecepatan berputar tertentu sampai titik lebur, yaitu
pada saat minyak mulai bergerak ke atas. Faktor kritis dalam analisa ini yaitu sebelum
dilakukan analisa, sampel harus benar-benar homogen, tidak ada kristal yang telah terbentuk
dahulu di dalam sampel, tinggi dari sampel dalam pipa kapiler harus sama dan tidak boleh
ada rongga udara didalam pipa kapiler. Selain itu, suhu air penangas pada saat mulai akan
dipanaskan agar disesuaikan dengan suhu kulkas. Hal ini dimaksudkan agar, minyak dengan
IV tinggi tidak melebur dahulu sebelum dilakukan analisa, karena faktor suhu lingkungan
(25 oC).

Data
Berikut hasil analisa SMP pada beberapa jenis sampel yaitu:
SMP (oC)
Sampel IV (cg I2/g) IV (Spec) SMP (Spec)
Ulangan 1 Ulangan 2
RPO 51,7 50-55 36,2 35,8 33-36
ROL 57,37 56 min 19,8 19,8 24 Max
RPS 36,66 40 max 52,8 52 52-54
RKO 17,28 19 max 26 25,6 20-26
RKL 21,04 21 min 24,2 24 20-26
RKS 6,27 7 max 32,2 32 31-33

Kesimpulan

44
Berdasarkan hasil yang diperoleh terlihat bahwa minyak dengan IV tinggi memiliki nilai
MP yang rendah. Hal ini disebabkan karena minyak dengan IV tinggi memiliki kandungan
fraksi cair yang lebih banyak dibandingkan dengan fraski padatnya. Akibatnya ketahanan
minyak yang mempunyai IV tinggi terhadap perubahan ke bentuk cair semakin cair atau
minyak akan semakin cepat melebur. Begitu pula sebaliknya, pada minyak dengan IV rendah
memiliki fraksi padat yang lebih banyak. Akibatnya ketahanan minyak untuk mengalami
perubahan bentuk menuju cair semakin tinggi.

8. Solid Fat Content (SFC)


Alat : NMR Spectrometer, sample tubes, waterbath thermostastic, tisu, termometer

Referensi : SOP/MNA – QC – 00 – 073


AOCS Official Method Cd 16 – 81 Revisi 2009
AOCS Official Method Cd 16b – 93 Revisi 2009

Prosedur
 Persiapan sampel
- Dicairkan sampel pada suhu 80oC-100oC. Disaring jika diperlukan
- Diiskan sampel ke dalam 6 tabung (jumlah tabung disesuaikan dengan keperluan
pengukuran) sebanyak 3 cm - 4 cm.
 Analisis rutin tidak memerlukan perlakuan thermal khusus
- Ditempatkan tabung yang berisi sampel pada rak waterbath 80oC selama 30 menit.
- Dipindahkan tabung pada ke regulated bath 0 oC selama 60 menit.
- Diangkat dan dikeringkan.
- Dipindahkan ke dalam regulated bath pada suhu yang diinginkan (10 oC, 20 oC, 25 oC,
30 oC, 35 oC, 40 oC).
- Dibiarkan selama 30 menit.
- Diangkat dan dikeringkan tabung.
- Diukur secepatnya pada NMR.

Pembahasan
SFC merupakan nilai yang menunjukkan jumlah padatan yang terkandung dalam
sampel minyak/lemak pada suhu tertentu. Tahapan dalam melakukan analisa SFC adalah
minyak/lemak dipanaskan terlebih dahulu agar homogen. Kemudian dituang ke dalam tabung

45
dan di masukkan ke dalam waterbath 70-80 oC selama 30 menit dengan tujuan untuk
menseragamkan suhu pada semua sampel dan memastikan bahwa semua bibit kristal telah
larut. Lalu dimasukkan ke dalam waterbath 0 oC selama 1 jam, untuk proses pembentukan
kristal minyak. Waktu pada proses ini harus benar-benar diperhatikan karena pada proses ini
pembentukkan fraksi-fraksi dari kristal, semakin cepat waktu ini maka akan berakibat fraski
kristal yang harusnya terbentuk sempurna menjadi tidak terbentuk. Semakin lama waktu pada
proses ini juga akan berpengaruh, karena fraksi kristal yang terbentuk yang harusnya tidak
memadat, akan memadat dan semakin mengikatkan kristal-kristal sehingga kristal akan
semakin kuat. Akibatnya jika tidak dikontrol waktunya akan menggangu nilai SFC.
Kemudian sampel dimasukkan ke dalam waterbath masing-masing mulai dari 10-40 oC
selama 30 menit, lalu dilakukan pembacaan dengan NMR.

Data
Berikut ini merupakan hasi analisa SFC pada beberapa sampel yaitu:
SFC (oC)
Sampel Suhu Ulangan 1 Ulangan 2 SFC (Spec)
RPS 10 oC 78,92 79.31 75-81
20 oC 64,198 64,068 65-70
25 oC 53,05 52,95 NA
30 oC 42,207 45,563 44-48
35 oC 32,192 33,21 NA
40 oC 25,698 25,51 25-40
RPO 10 oC 50,197 51,23 NA
20 oC 24,73 24,82 22-30
25 oC 14,247 14,34 12-20
30 oC 9,419 9,088 6-14
35 oC 6,258 6,206 4-11
40 oC 3,626 3,878 8 Max
RKS 10 oC 93,463 92,987 90 Min
20 oC 85,645 85,761 80 min
25 oC 70,291 69,865 65 min
30 oC 35,597 35,374 30 min
35 oC 0,068 0,029 0,5 max
40 oC -0,136 0,09 Nil

46
Sampel Suhu Ulangan 1 Ulangan 2 Spec
o
RKO 10 C 72,124 72,331 66-76
20 oC 42,414 43,134 36-44
25 oC 16,262 19,816 10-21
30 oC -0,168 -0,016 Nil
RKL 10 oC 57,669 50-62
20 oC 19,282 12-24
25 oC 0,044 4 Max
30 oC -0,004 Nil
ROL 10 oC 31,58 31,452 23-44
20 oC 2,705 2,619 10 Max
25 oC 0,094 -0,1 Nil

Kesimpulan
Dapat dilihat pada data di atas, bahwa analisa yang dilakukan pada masing-masing
sampel telah memenuhi speksifikasi. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam analisa ini yaitu
suhu ruang dan penggunaan suhu masing-masing pada waterbath harus dikontrol agar stabil
serta pada saat pembacaan sampel harus dilakukan secara cepat agar tidak mempengaruhi
hasil analisa SFC. Berdasarkan data SFC maka dapat diprediksikan sampel akan mempunyai
nilai MP pada suhu berapa. Karena pada data tersebut ditunjukkan komposisi padatan pada
minyak dari tiap-tiap interval suhu. Sehingga untuk memperkirakan minyak mengalami
peleburan semuanya akan diketahui. Selain itu, dapat diketahui bahwa minyak/lemak akan
mengalami kekerasan maksimal pada suhu berapa dan akan mengalami pencairan total pada
suhu berapa, sehingga akan memudahkan adalam aplikasi.

9. Titik Kabut atau Cloud Point (CP)

Prinsip : Titik kabut adalah suhu dimana pada saat pertama suatu sampel akan melewati
tahap pengkristalan pada keadaan tertentu. Dengan mendinginkan minyak pada suhu rendah
maka akan terjadi proses kristalisasi pada minyak.
Alat: beaker glass, termometer, waterbath thermostatic
Referensi: AOCS Official Method Cc 6 – 25 Revisi 2009

Prosedur

47
- Sampel harus betul-betul kering sebelum dilakukan percobaan. Disaring kira-kira
60ml - 75ml minyak yang telah cair dengan kertas saring berkualitas No. 1 (bila
diperlukan).
- Dipanaskan minyak yang telah disaring sampai kira-kira 70⁰C - 80⁰C selama 5
menit.
 hal ini dilakukan dengan tujuan agar minyak benar-benar homogen secara
sempurna, dan tidak ada kristal dalam minyak yang telah terbentuk lebih
dahulu, sehingga nilai CP yang diperoleh akan lebih akurat.
- Didinginkan sampel hingga mencapai suhu ruang.
- Dimasukkan sampel ke dalam waterbath atau penangas air (disesuaikan dengan nilai
IV sampel). Mulailah dengan mengaduk dengan arah lingkaran untuk mencegah
terjadinya pendinginan mendadak dan pemadatan kristal dari sisi samping dan sisi
bawah botol.
 Nilai CP dipengaruhi oleh nilai IV pada sampel, semakin tinggi nilai IV maka
fraksi cair (olein) semakin banyak, sedangkan fraksi padat akan semakin
sedikit, sehingga kemampuan minyak pada suhu tertentu untuk cloudy akan
semakin sulit dikarenakan fraksi padatnya sedikit.
- Dari saat ini jangan sekali-sekali memindahkan thermometer dari sampel karena hal
ini dapat menyebabkan masuknya rongga udara kedalam sampel. Beaker glass yang
berisi sampel diletakkan sedemikian rupa dimana bagian atas sampel dan air berada
pada posisi yang sama.
- Dipindahkan sampel dari penangas air secara teratur dan perlahan-lahan. Titik kabut
adalah suhu dimana saat bagian skala pembacaan pada thermometer yang dicelupkan
kedalam sampel tidak lagi terlihat jelas.

10. Titik Beku atau Cold Test (C-Test)


Prinsip: Metode ini digunaan untuk mengukur ketahanan suatu sampel untuk mengkristalkan.
Minyak disimpan pada suhu dingin 5oC sampai mengkabut, waktu yang dibutuhkan
didefinisikan sebagai hasil.

Prosedur
 Cold test dengan metode pemanasan
- Disaring sampel secukupnya melalui sebuah kertas saring dan kemudian dipanaskan
kembali bagian yang telah disaring (bila perlu). Diaduk sampel saat pemanasan dan
dipindahkan sampel dari sumber panas sesegera mungkin saat suhu mencapai 70⁰C.

48
- Diisi minyak sebanyak 115 ml kedalam botol sampel dan ditutup. Jika suhu sampel
telah mencapai suhu kamar, atur suhu menjadi 5⁰C pada incubator dan sampel
dimasukkan kedalamnya.
- Dimonitor terus kekeruhan secara visual setiap periode 0,5/1 jam pertama dan setiap 5
menit untuk selanjutnya, catat pada jam ke berapa mulai terjadi kekeruhan.
 Cold test tanpa pemanasan
- Disaring sampel secukupnya melalui sebuah kertas saring dan kemudian dipanaskan
kembali bagian yang telah disaring (bila perlu).
- Diisi minyak sebanyak 115 ml kedalam botol sampel dan ditutup. Diatur suhu menjadi
5⁰C pada inkubator dan sampel dimasukkan kedalamnya.
- Dimonitor terus kekeruhan secara visual setiap periode 0,5/1 jam sertama dan setiap 5
menit untuk selanjutnya, catat pada jam ke berapa mulai terjadi kekeruhan.

11. Penentuan Kandungan Trigliserida Dengan GLC


Prosedur
a. Operating Condition of GC
- Flow rate gas
- Temperatur
b. Persiapan Sampel
- Ditimbang sekitar 0,02-0,03 gram sampel ke dalam botol vial
- Ditambahkan 1,5 ml larutan iso-oktana
- Dengan menggunakan syringe, injeksikan 1,0 ul ke dalam kolom dan jalankan QC
Perhitungan

% Ci, w1% =

i = karbon atom dari komponen


Fci = respon faktor relatif dari trigliserida Ci
Aci = area dari trigliserida Ci
12. Fatty Acid Composition (GLC Kapiler)
Prinsip : Fatty acid methyl ester (FAME) pada sampel dipisahkan dengan kapiler GLC yang
memiliki Fase stationary dengan kepolaran tinggi sesuai dengan panjang rantai, derajat
ketidakjenuhan, dan geometri serta posisi rantai rangkap pada minyak/lemak nabati.

Prosedur:
a. Operating condition of Gas Chromatograph
b. Persiapan sampel
- Ditimbang 50 2 mg sampel minyak/lemak yang sudah dipanaskan hingga 100C di

atas titik lelehnya (SMP) ke dalam erlenmeyer 50 ml.

49
- Ditambahkan 2 ml larutan NaOH metanolik 0,5 N dan panaskan selama 10 menit
dengan menggunakan kondensor/pendingin tegak dalam penangas air yang dikontrol

pada temperatur 60 10C.


- Ditunggu hingga dingin kemudian tambahkan 2,5 ml reagen BF3-metanol, dan

dipanaskan selama 2 menit dalam penangan air dikontrol pada temperatur 60 10C.
- Ditunggu hingga dingin, ditambahkan 2 ml n-heksana dan lanjutkan pemanasan

selama 1 menit lagi dalam penangas yang dikontrol pada 60 1oC, ditambahkan 8 ml

Larutan NaCl jenuh, aduk selama 15 detik.


- Diambil 1 ml larutan dari lapisan hexane di posisi bagian atas dan dipindahkan ke
tabung reaksi bertutup.
- Ditambahkan sedikit Na2SO4 anhidrat, dikocok, dan biarkan mengendap.
- Diambil 1 L larutan sampel dan disuntikkan ke kromatografi gas dengan kondisi

yang sudah ditentukan.


c. Larutan Standar
- Dibuat larutan standar FAME dengan N-hexane 1:1
- Ditempel label pada larutan standar tersebut. Dicegah pemanasan yang tidak perlu
atau kontaminasi dari pengenceran standar kerja.
d. Injeksi Standar
- Dibuat 3 injeksi dari standar yang telah diencerkan dengan kondisi operasi yang sama
dengan digunakan untuk sampel
Perhitungan
a. Identifikasi puncak berdasarkan waktu retensi masing-masing yang dibandingkan dengan
komponen standar yang digunakan
b. Puncak yang tidak dapat diidentifikasi tidak dapat dimasukkan ke dalam total luas area
c. Perhitungan konsentrasi masing-masing jenis asam lemak individual adalah sebagai
berikut :

% Fatty acid (x)

Pembahasan
Gas Chromatography (GC) merupakan salah satu instrumen yang mampu medeteksi
berbagai macam jenis asam lemak. Prinsip dasar pemisahan dalam kromatografi gas adalah
pemisahan senyawa berdasarkan perbedaan titik didih dan interaksi antara komponen dengan
fase diam. Pada kromatografi gas terjadi pemisahan dimana komponen-komponen yang
dianalisis akan terdistribusi di antara dua fase yang tidak dapat bercampur, yaitu fase diam
dan fase gerak. Fase diam pada kromatografi gas berupa padatan yang tersusun dalam kolom,
dan fase gerak berupa gas yang mengalir.

50
Asam lemak yang akan dianalisis dengan GC-MS menggunakan metode kromatografi
gas harus melalui reaksi metilasi, yang bertujuan untuk menghasilkan fatty acid methyl ester
(FAME) yang bersifat volatil (mudah menguap). Fase gerak akan membawa FAME yang
bersifat volatil untuk dipisahkan secara partisi melalui fase diam dalam sebuah kolom.
Persiapan sampel dalam melakukan analisa FAC menggunakan instrumen GC-MS
terdiri dari beberapa tahapan yaitu persiapan sampel, reaksi saponifikasi, reaksi esterifikasi,
reaksi ekstraksi dan pemurnian sampel untuk menghilangkan senyawa lain atau pengotor,
sehingga tidak mengganggu kerja instrument GC-MS dalam menganalisa komposisi asam
lemak dari sampel. Tahapan persiapan sampel merupakan proses metilasi asam lemak agar
menjadi FAME yang bersifat volatil. Sampel yang akan dianalisa ditimbang terlebih dahulu
sebanyak 0,1 gr ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 2 ml NaOH metanolik 0,5 N
untuk memulai reaksi saponifikasi agar trigliserida dapat terurai menjadi asam lemak bebas
dan gliserol. Setelah itu larutan dipanaskan dalam penangas air pada suhu 80 oC dan
dihomogenkan dengan vortex untuk mempercepat proses reaksi. Selanjutnya tabung reaksi
diangkat dan didinginkan hingga suhu ruang untuk menghentikan reaksi saponifikasi.
Larutan kemudian ditambahkan BF3-metanol sebanyak 2,5 ml untuk memulai
terjadinya reaksi esterifikasi asam lemak. Pada reaksi ini terbentuk metilasi asam lemak
dengan BF3 sebagai katalisator. Lalu larutan dipanaskan di dalam penangas air dan di-vortex
untuk mempercepat proses reaksi, kemudian didingkan hingga suhu ruang. Tahap selanjutnya
yaitu tahap ekstraksi dengan menambahkan n-heksan sebanyak 2 ml untuk mengekstrak metil
ester dari sampel. Setelah itu ditambahkan NaCl jenuh untuk mengikat NaOH yang ikut
terekstrak, karena Na yang teresktrak akan mengganggu kinerja dan dapat merusak kolom
instrumen dalam menganalisa komponen asam lemak dalam sampel. Kemudian larutan di-
vortex dan didiamkan untuk diambil fraksi heksan-FAME pada lapisan atas, lalu dimasukkan
ke dalam vial.

Tahap berikutnya yaitu tahap pemurnian dengan menambahkan Natrium sulfat


anhidrat secukupnya untuk menghilangkan adanya air yang terikut dalam larutan sampel.

51
Lalu larutan di-vortex, hingga dibiarkan natrium sulfat mengendap, yang menandakan
natrium sulfat yang ditambahkan sudah cukup jenuh untuk menyerap air. Adanya air di dalam
larutan uji apabila masuk ke dalam instrument GC-MS dapat mengganggu kerja detektor MS.

13. Penentuan Senyawa Tak Tersabunkan (Unsaponifiable matter)

Prinsip: sampel mula-mula disaponifikasikan, lalu diekstraksi dengan petroleum eter. Residu
yang tinggal setelah menguakan ekstrask adalah zat yang tidak tersaponifikasi, kemudian
sampel ditimbang.
Reagensia: Etil akohol 95%, ptroleum benzine, KOH 50%, Etil alkohol 10% dalam air,
NaOH 0,02 N, PP 1%.
Perhitungan:
% Unsap = {(A-B) – [(C-D) * N * 0,28]} * 100
W
A = Berat residu dari sampel
B = Berat residu dari blanko
C = Volume NaOH 0,02 N yang terpakai (sampel)
D = Volume NaOH 0,02 N yang terpakai (blanko)
W = Berat sampel
N = Normalitas NaOH
Referensi:
AOCS Official Method : Tk 1a-64, Rev 2009
AOCS Official Method : Ca 6a-40, Rev 2011

Prosedur:
- Ditimbang 5 g sampel ke dalam erlenmeyer.
- Ditambahkan 30 ml etanol 95% dan 5 ml KOH 50% ke dalam larutan sampel,
kemudian didihkan.
- Larutan sampel dituang ke dalam corong pisah kemudian dicuci dengan 40 ml etanol
95%, ditambahkan aquadest hangat sampai keseluruhan larutan 100 ml, dicusi dengan
5 ml petroleum benzine.
- Dituang ke dalam corong pisah, lalu dinginkan sampai suhu ruang.
- Ditambahkan 50 ml petroleum benzine.
- Ditutup dan dikocok kuat minimal 1 menit, hingga terbentuk 2 lapisan.
- Dikeluarkan lapisan air-alkohol (lapisan atas) ke dalam beaker dan dekantasi lapisan
petroleum benzine (lapisan bawah) ke dalam beaker lain.
- Diulangi ekstraksi hingga 6 kali, dengan penambahan 50 ml petroleum benzine pada
masing-masing larutan ekstraski.
- Dikumpulkan semua ektrak ke dalam 1 beaker.
- Dicuci ekstrak di dalam corong pisah dengan 25 ml etil alkohol 10% setiap kali
sampai fasa air-alkohol setelah pencucian tidak bersifat basa.

52
- Dipindahkan ekstrak petroleum ke dalam erlenmeyer 500 ml kemudian diuapkan
sampai kering di atas penangas uap, disempurnakan penegringan di dalam oven
105 oC.
- Didinginkan di dalam desikator lalu ditimbang.
- Dilarutkan residu dengan 50 ml etanol 95% hangat dan mengandung pp 1% serta
telah dinetralkan hingga warna merah muda.
- Dititrasi dengan NaOH 0,02N sampai warna merah muda.

14. Crystalization Rate


Tujuan: untuk mengetahui kecepatan pembentukan kristal pada minyak.
Prosedur:
- Dilelehkan sampel terlebih dahulu, lalu dimasukkan ke dalam 5 tabung SFC.
- Ditempatkan pada suhu 70oC selama 30 menit.

- Tempering ke-5 tabung ke dalam waterbath 10oC pada waktu yang disesuaikan, yaitu:
1. Lauric fat: Selama 10 menit, dalam interval waktu 2 menit.
2. Palmatic fat: selama 30 menit, dalam interval waktu 3 menit pada 15
menit pertama, serta dalam interval waktu 5 menit pada 15 menit
kedua.
3. Hydro palmatic, yang mengandung high trans atau high MP, selama 10
menit dengan interval waktu 2 menit.
- Dibaca hasil dengan NMR.
Perhitungan :
Rate% = SFC Value
SFC Value 10oC

15. Creaming value test and specific gravity value (SG)


Tujuan: untuk mengetahui creamin properties dan SG dari shortening atau margarin (krim
oles dan krim isi) pada sampel kompetitor dan sampel referensi.
Prosedur:
- Ditimbang bahan (gula dan lemak) ke dalam wadah mixing bowl. (gula= 150
gram, fat= 300 gram).
- Dipasang mixing bowl dan beater pada mixer.
- Dijalankan mixer dan bersihkan dinding wadah dengan menarik krim ke tengah
wadah dengan scraper.
- Dilanjutkan pencampuran selama 5 menit.
- Dimatikan mixer dan dibersihkan dinding wadah.
- Diubah kecepatan mixer ke kecepatan ke-2.

53
- Dipasang wadah dan mulai mixing selama 5 menit.
- Dimatikan mixer dan isi krim tersebut ke dalam cup kecil sampai penuh dengan
permukaan rata lalu ditimbang.
- Dikembalikan krim ke wadah mixing bowl.
- Diulangi mixing sampel pada kecepatan ke-2 sebanyak 3 kali.
Perhitungan:
Volume of cup (ml) = berat air(g)
Massa jenis air (g/ml)
Creaming value = volume of cup (ml)
Berat cream (g)
SG = berat cream (g)
Volume of cup (ml)

KESIMPULAN

1. Department Research and Development PT. Multimas Nabati Asahan berperan dalam
proses perkembangan terkait produk baru, pengembangan produk yang sudah berjalan,
maupun penyelesaian masalah di plant yang terkait dengan plant proses.
2. Setiap proses analisa produk maupun pengolahan produk dari tahap hulu sampai hilir
dilakukan analisa sesuai dengan SOP (Standard Operating Procedure) yang berlaku

54
untuk mengetahui kualitas yang dihasilkan apakah telah sesuai dengan spesifikasi atau
tidak.
3. Setiap produk PT. Multimas Nabati Asahan diproduksi berdasarkan berdasarkan
spesifikasi masing-masing produk yang telah ditetapkan. Adapun jenis-jenis produk yang
diproduksi oleh PT. Multimas Nabati Asahan yaitu minyak goreng dengan merk Sania
Royal, Sania, Fortune, Sovia, Siip, dan berbagai produk shortening dan specialty fats.

DAFTAR PUSTAKA

Bailey, 1990. Industrial Oil and Fats Product. Fourth Edition. Fels Research Institute and
Temple University, New York.
Basiron, Y. 2005. Palm Oil. Bailey’s Industrial Oil and Fat Product. John Wiley and Sons,
New York.
BPDP, 2018. Produk Pangan Olahan Kelapa Sawit. www.bpdp.or.id. (05 Juli 2019).

Gunstone, F. D. 1997. Lipid Technologies and Applications. CRC-Press, New York.


HaumanN, B. F. 1994. Tools: Hydrogenation, Insteresterification. Inform.
Herlina, N. dan Ginting M. H. S. 2002. Lemak dan Minyak. Fakultas Teknik Jurusan Teknik
Kimia Universitas Sumatera Utara.

Ketaren, S. 2008. Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press, Jakarta.


O’Brien, R. D. 1994. Fats and Oils: Formulating and Processing for Applications. New York,
Technomic.

55
Sutiah, Firdausi, K. S. dan Budi, W. S. 2008. Studi Kualitas Minyak Goreng dengan
Parameter Viskositas dan Indeks Bias. Jurnal Berkala Fisika. 11(2):53-58.

Winarno F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor, M-Brio.

Lampiran 1
RINCIAN KEGIATAN PELAKSANAAN MASA PROBATION
di PT. MULTIMAS NABATI ASAHAN

Nama : Indri Suci Astuti


Department : Research and Development (R&D)
Minggu : ke-1

Hari / Tanggal Lokasi Kegiatan Kegiatan Keterangan


Kamis, 11 April 2019 Office - Penyerahan berkas
administrasi
- Membahas perjanjian kerja
sama dan kontrak kerja
- Penjelasan tentang profil
perusahaan

56
- Perkenalan dengan department
R&D serta staff
- Perkenalan dengan department
Laboratorium QC serta staff
- Mengenal R&D secara singkat
- Mempelajari SOP analisa (PV,
AV, IV, DOBI)
Lapangan - Safety talk
- Mempelajari SOP analisa
Jumat, 12 April 2019 (Moisture, Lovibond, Slip
Laboratorium
melting point, SFC)
- Mengenal analisa uji sensori General
- Perkenalan alat analisa (OSI),
Sabtu, 13 April 2019 Laboratorium General
PV
- Mempelajari SOP analisa
Teori (Lanjutan)
(DOBI, FFA, PV, IV)
Senin, 15 April 2019 Laboratorium
- Pengenalan alat (Lovibond,
SFC)
- Analisa FFA (sampel: CPO,
Selasa, 16 April 2019 Laboratorium RPO) Praktik
- Analisa color (Lovibond)
Rabu, 17 April 2019
- Analisa Iodin Value (IV)
Kamis, 18 April 2019 Laboratorium (Sampel: RPO, Olein, Stearin, Praktik
texturing)

Nama : Indri Suci Astuti


Department : Research and Development (R&D)
Minggu : ke-2

Lokasi
Hari / Tanggal Kegiatan Keterangan
Kegiatan
Jumat, 19 April 2019
- Analisa FFA (Free Fatty
16 sampel
Sabtu, 20 April 2019 Laboratorium Acid)
- Analisa Lovibond color 16 sampel
Analisa peroxide value (PV) 7 sampel
Senin, 22 April 2019 Laboratorium Analisa FFA 4 sampel
Membahas job desk R&D Lampiran 1
Selasa, 23 April 2019 Laboratorium Analisa FFA 21 sampel
Analisa FFA 11 sampel
Rabu, 24 April 2019 Laboratorium
Lovibond color 16 sampel
Kamis, 25 April 2019 Laboratorium Analisa Peroxide value (PV) 13 sampel

57
DOBI 5 sampel

Nama : Indri Suci Astuti


Department : Research and Development (R&D)
Minggu : ke-3

Lokasi
Hari/Tanggal Kegiatan Keterangan
Kegiatan
Analisa FFA 2 sampel
Analisa color
Jum’at/ 26 April 2019 Laboratorium Analisa IV
Analisa moisture (Karl
Fischer Titrino)
Analisa PV
Analisa PV 5 sampel
Sabtu/27 April 2019 Laboratorium Analisa FFA 5 sampel
Analisa Color 12 sampel
Analisa SFC (Solid Fat
6 sampel (duplo)
Content)
Senin/29 April 2019 Laboratorium Analisa SMP (Slip
6 sampel (duplo)
Melting Point)
Analisa IV 60 3 sampel
Selasa/30 April 2019 Laboratorium Mempelajari
Trigliserida
Analisa SFC (ulangan) 2 sampel

58
Analisa IV 6 sampel
Analisa IV 64 2 sampel
Analisa IV 60 5 sampel
Rabu/ 01 Mei 2019
Analisa IV 5 sampel
Analisa FFA 4 sampel
Kamis/02 Mei 2019 Laboratorium Analisa Cold Test 4 sampel
Mempelajari analisa
Cloud Point

Nama : Indri Suci Astuti


Department : Research and Development (R&D)
Minggu : ke-4

Lokasi
Hari/Tanggal Kegiatan Keterangan
Kegiatan
Analisa SFC 4 sampel
Analisa color 4 sampel
Jum’at/ 03 Mei 2019 Laboratorium
Analisa Cloud point 2 sampel
Analisa Cold Test 4 sampel
Analisa Cloud Point 2 sampel
Sabtu/04 Mei 2019 Laboratorium
Analisa PV 4 sampel
Analisa cold point 2 sampel (ulangan)
Senin/06 Mei 2019 Laboratorium Analisa SMP (Slip
4 sampel
Melting Point)
Analisa PV
Selasa/07 Mei 2019 Laboratorium Analisa FFA 19 sampel (Fortune)
Analisa Color
Analisa PV
Rabu/ 08 Mei 2019 Laboratorium Analisa FFA 20 sampel (Sania)
Analisa Color
Analisa PV
Kamis/09 Mei 2019 Laboratorium Analisa FFA 16 sampel
Analisa Color

59
Nama : Indri Suci Astuti
Department : Research and Development (R&D)
Minggu : ke-5

Lokasi
Hari/Tanggal Kegiatan Keterangan
Kegiatan
Belajar Analisa
Jum’at/ 10 Mei 2019 Laboratorium trigliserida
Belajar analisa FAC
Analisa FFA 6 sampel (minyak
Sabtu/11 Mei 2019 Laboratorium zaitun)
Analisa PV
Analisa FFA
Senin/13 Mei 2019 Laboratorium 20 sampel
Analisa PV
Heat stability (Analisa
2 sampel
FFA, PV, Color)
Selasa/14 Mei 2019 Laboratorium
Prepare sample
(blending)
Heat stability (Analisa
2 sampel
FFA, PV, Color)
Rabu/ 15 Mei 2019 Laboratorium
Prepare sample
(blending)
Heat stability (Analisa
2 sampel
FFA, PV, Color)
Kamis/16 Mei 2019 Laboratorium
Mempelajari analisa
unsaponifikasi

60
Nama : Indri Suci Astuti
Department : Research and Development (R&D)
Minggu : ke-6

Lokasi
Hari/Tanggal Kegiatan Keterangan
Kegiatan
Heat stability (PV, FFA,
Jum’at/ 17 Mei 2019 Laboratorium
FAC)
Texturing sampel
(Wilkote 1100)
Sabtu/18 Mei 2019 Laboratorium
Heat stability (PV, FFA,
color)
Analisa Cystal Rate
Senin/20 Mei 2019 Laboratorium Heat stability (PV, FFA,
2 sampel
FAC)
Heat stability (Analisa
2 sampel
FFA, PV, Color)
Interesterifikasi (trial) 2 sampel
Selasa/21 Mei 2019 Laboratorium
Analisa SFC, MP, TG
(sampel
interesterifikasi)
Heat stability (Analisa
2 sampel
FFA, PV, Color)
Interesterifikasi (trial) 2 sampel
Rabu/ 22 Mei 2019 Laboratorium
Analisa SFC, MP, TG
(sampel 2 sampel
interesterifikasi)
Heat stability (Analisa
2 sampel
Kamis/23 Mei 2019 Laboratorium FFA, PV, Color)
Analisa IV, SMP, SFC 2 sampel

61
Nama : Indri Suci Astuti
Department : Research and Development (R&D)
Minggu : ke-7

Lokasi
Hari/Tanggal Kegiatan Keterangan
Kegiatan
Analisa FAC
Jum’at/ 24 Mei 2019 Laboratorium Heat Stability (PV, 2 sampel
FFA, color)
Analisa Trigliserida, 5 sampel
FAC
Sabtu/25 Mei 2019 Laboratorium
Heat stability (PV, FFA, 1 sampel
color)
Blending sampel
dengan penambahan
additive (PGE)
Senin/27 Mei 2019 Laboratorium
Analisa sampel
shortening (FFA. PV, 2 sampel
Color)
Hidrogenasi (sampel
ROL 56)
Analisa IV (Sampel
6 sampel
hidrogenasi)
Sampel data base
10 sampel
(ROL:RHPS)
Selasa/28 Mei 2019 Laboratorium
Analisa SFC (sampel
10 sampel
data base)
Analisa MP (sampel
6 sampel
data base)
Analisa IV (sampel data
7 sampel
base)

62
Sampel data base
10 sampel
(ROL:RHPS)
Analisa SFC(sampel
10 sampel
data base)
Rabu/ 29 Mei 2019 Laboratorium Analisa IV (data base) 13 sampel
Analisa MP (sampel
9 sampel
data base)
Analisa SFC, MP
4 sampel
(Sampel hidrogenasi)
Kamis/ 30 Mei 2019

Nama : Indri Suci Astuti


Department : Research and Development (R&D)
Minggu : ke-8

Lokasi
Hari/Tanggal Kegiatan Keterangan
Kegiatan
Analisa FAC, OSI
Jum’at/ 31 Mei 2019 Laboratorium
Analisa IV 2 sampel
Sabtu/ 01 Juni 2019
Senin/03 Juni 2019 Laboratorium Analisa IV, SFC, MP 5 sampel
Data base
20 sampel
(SOL 64 : RHPS)
Selasa/04 Juni 2019 Laboratorium
Analisa IV, SFC
6 sampel
(sampel data base)
Analisa SFC (sampel
10 sampel
data base)
Jumat/07 Juni 2019 Laboratorium
Analisa MP, IV
10 sampel
(Sampel data base)
Analisa IV (Sampel
4 sampel
data base)
Sabtu/08 Juni 2019 Laboratorium
Analisa SFC, MP
4 sampel
(sampel data base)
Analisa MP (data base) 6 sampel
Senin/10 Juni 2019 Laboratorium Analisa IV (data base) 4 sampel (ulangan)
Analisa FFA, PV, LC
Analisa FFA, PV, LC
Selasa/ 11 Juni 2019 Laboratorium 20 sampel (Sania)
(Bulan ke-2)
Rabu/ 12 Juni 2019 Laboratorium Blending sampel
(RHKL + RKL)
Blending sampel
(RHKL + RKO)

63
Analisa SFC (sampel
2 sampel
blending)
Analisa PV, FFA, LC 10 sampel (Fortune)
Analisa PV, FFA, LC 9 sampel (Fortune)
Kamis/ 13 Juni 2019 Laboratorium Analisa FFA 7 sampel
Analisa SFC 2 sampel (ulangan)

Nama : Indri Suci Astuti


Department : Research and Development (R&D)
Minggu : ke-9

Hari/Tanggal Lokasi Kegiatan Kegiatan Keterangan


Analisa IV, FFA, LC Sampel trial
Jum’at/ 14 Juni 2019 Laboratorium (6 sampel)
Analisa PV, SFC, TG Sampel trial
Analisa PV, FFA Sampel bulan ke-2
Sabtu/15 Juni 2019 Laboratorium
(Minyak zaitun)
Sampel Fortune,
Analisa FFA, PV, LC
Senin/17 Juni 2019 Laboratorium Sania, Siip, Sovia
(Bulan ke-2)
(10 sampel)
Pengolahan buah
Selasa/18 Juni 2019 PKS Plant Tour plant
kelapa sawit
Laboratorium Creaming test
Rabu/19 Juni 2019 Proses refinery dan
Refinery Plant Tour plant
fraksinasi
Kamis/20 Juni 2019 Laboratorium Analisa FFA, PV, LC 6 sampel
Jumat/21 Juni 2019 Texturing Plant Proses texturing Tour plant
CPC dan Proses CPC dan
Sabtu/ 22 Juni 2019 Warehouse Tour Plant
Warehouse Plant

64
Nama : Indri Suci Astuti
Department : Research and Development (R&D)
Minggu : ke-10

Hari/Tanggal Lokasi Kegiatan Kegiatan Keterangan


Creaming Test
Senin/ 24 Juni 2019 Laboratorium
Diskusi
Selasa/25 Juni 2019 Laboratorium Blending sample
Analisa FAC
Analisa FAC, PV, IV,
Rabu/26 Juni 2019 Laboratorium
FFA
Analisa FAC, PV,
Kamis/27 Juni 2019 Laboratorium
FFA, Color
Laboratorium Analisa FAC
Jumat/28 Juni 2019
Refinery Plant
Sabtu/29 Juni 2019 Laboratorium Analisa FFA, color

65
Nama : Indri Suci Astuti
Department : Research and Development (R&D)
Minggu : ke-11

Hari/Tanggal Lokasi Kegiatan Kegiatan Keterangan


Analisa IV, MP
Senin/ 01 Juli 2019 Laboratorium
Analisa SFC
Blending sample
minyak dengan
Laboratorium lecitin
Analisa OSI, SFC
Selasa/02 Juli 2019 Mengamati proses Tour plant
Flakers plant
pembentukan flakers
Mengetahui Tour plant
penyimpanan produk
Warehouse
specialty fats dan
flakers
Laboratorium Analisa cloud point
Rabu/03 Juli 2019
Analisa MCPD 3 sampel
Analisa MCPD Lanjutan
Kamis/04 Juli 2019 Laboratorium Analisa MCPD 3 sampel
Analisa MCPD Lanjutan
Analisa OSI
Jumat/05 Juli 2019 Laboratorium Analisa FFA, PV,
3 sampel
Color
Sabtu/06 Juli 2019 Laboratorium MCPD Lanjutan
Antioksidan
Laboratorium
Senin/08 Juli 2019 Analisa MCPD
PK Plant PK Plant Tour plant
Analisa MCPD
Selasa/09 Juli 2019 Laboratorium Analisa
Cristalization Rate
Rabu/10 Juli 2019 Laboratorium Analisa MCPD
Kamis/11 Juli 2019 Laboratorium Analisa MCPD

66

Anda mungkin juga menyukai