Anda di halaman 1dari 123

LAPORAN KERJA PRAKTIK

EMERGENCY RESPONSE PLAN PT. PERTAMINA


(PERSERO) REFINERY UNIT IV CILACAP JAWA TENGAH

PERIODE NOVEMBER – DESEMBER 2017

Disusun Oleh:

GILANG MAHESA KAMESWARA


14020032

PROGRAM STUDI FIRE AND SAFETY


AKADEMI MINYAK DAN GAS BALONGAN
INDRAMAYU
2017
LAPORAN KERJA PRAKTIK

EMERGENCY RESPONSE PLAN (ERP)

PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT IV

CILACAP

Oleh

GILANG MAHESA KAMESWARA

NIM 14020032

PROGRAM STUDI FIRE & SAFETY

AKADEMI MINYAK DAN GAS BALONGAN

INDRAMAYU

2017
EMERGENCY RESPONSE PLAN (ERP) DI
PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT IV CILACAP

Nama Mahasiswa : Gilang Mahesa Kameswara


NIM : 14020032
Pembimbing Lapangan : Ery Puspiartono

ABSTRAK

Kasus kecelakaan kerja yang hampir selalu mengalami kenaikan tiap


tahunnya akan menimbulkan berbagai kerugian dan permasalahan baru. Kerugian
yang ditimbulkan akibat kecelakaan kerja bisa berupa kerugian langsung dan tidak
langsung. Kerugian langsung yang timbul adalah kehilangannya sumber daya
manusia dan kehilangan waktu kerja. Sedangkan kerugian tidak langsung bisa
berupa kerugian material seperti kerusakan alat produksi, produk, bangunan dan
aset perusahaan, kerugian finansial berupa pengeluaran keuangan yang melebihi
budget akibat waktu kerja yang hilang dan terhentinya produksi atau bisnis dan
kerugian citra atau image dimata klien atau perusahaan yang menjadi mitra kerja.
Beragamnya kerugian yang timbul akibat dari banyaknya kasus kecelakaan kerja
yang terjadi merupakan akibat dari tidak ada/kurang dilaksanakannya pengelolaan
dan pelaksanaan manajemen tanggap darurat yang baik. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui pembuatan program ERP, mengetahui keefektifan
sosialisasi PPKD , dan mengetahui implementasi ERP di PT. Pertamina (Persero)
RU IV Cilacap. Metodologi pelaksanaan KP ini menggunakan teknik
pengumpulan data melalui dokumen dan observasi. Dari hasil pelaksanaan KP ini,
penulis menyimpulkan bahwa pembuatan proedur ERP di perusahaan ini sudah di
atur dalam Pedoman Penanggulangan Keadaan Darurat Terpadu dengan Nomor A-
016/E14000/2017-S9 revisi ke 2, berlaku terhitung mulai tanggal 27 Juni 2017.
Untuk identifikasi bahaya kritis penyebab keadaan darurat telah terlaksana dengan
baik. Dan untuk pemahaman pekerja terkait sistem tanggap darurat di perusahaan
sudah baik dan perlu ditingkatkan.

Kata Kunci : Emergency Response Plan


LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KERJA PRAKTIK


PERIODE NOVEMBER – DESEMBER 2017

Dengan ini menerangkan bahwa laporan kerja praktik disusun sebagai salah satu
syarat kelulusan pada Program Studi FIRE AND SAFETY AKADEMI MINYAK
DAN GAS BALONGAN Indramayu

Dengan judul:
EMERGENCY RESPONSE PLAN DI PT. PERTAMINA (PERSERO)
REFINERY UNIT IV CILACAP JAWA TENGAH

Disusun Oleh:
Gilang Mahesa Kameswara
14020032
Telah diperiksa dan disetujui oleh :

Safety Section Head Pembimbing Lapangan

Achmad Thamrin Ery Puspiartono


NOPEK: 693225 NOPEK: 747874
Mengetahui

HSE Manager

Leodan Haadin
NOPEK: 734843
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa atas berkat-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan Kerja Praktek dan laporan Kerja Praktik di PT.

Pertamina (Persero) RU IV Cilacap yang telah dilaksanakan selama bulan

November sampai Desember 2017.

Kerja praktik merupakan salah satu prasyarat kelulusan program Diploma

III pada Prodi Fire and Safety AKAMIGAS BALONGAN Indramayu. Tujuan dari

Kerja Praktik ini adalah untuk menerapkan ilmu yang diperoleh di perkuliahan

dengan kenyataan yang ada di lapangan yang dalam hal ini di lingkungan PT.

Pertamina (Persero) RU IV Cilacap.

Dalam pelaksanaan Kerja Praktik dan pembuatan laporan, penulis tidak

lepas dari bantuan yang berupa fasilitas dan bimbingan secara material dan

spiritual. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada :

1. Orang Tua yang senantiasa mendoakan, memberi dukungan, rasa kasih

sayang, materi, petunjuk dan nasehat yang sangat berarti bagi penulis serta

selalu sabar mendengarkan keluh-kesah penulis selama berada jauh dari

mereka.

2. Bapak Leodan Haadin selaku Manager Health Safety and Enviroment PT.

Pertamina (Persero) RU IV Cilacap.


3. Bapak Achmad Thamrin selaku Section Head Fire & Insurance PT.

Pertamina (Persero) RU IV Cilacap.

4. Bapak Waslan Subang selaku Senior Supervisor Emergency Response PT.

Pertamina (Persero) RU IV Cilacap.

5. Bapak Ery Puspiartono selaku Supervisor Fire Maintenance sekaligus

pembimbing lapangan Kerja Praktik di PT. Pertamina (Persero) RU IV

Cilacap. Penulis sangat berterima kasih atas bimbingannya, nasehat, ilmu,

kesabaran, waktu serta masukan-masukannya yang diberikan kepada

penulis.

6. Personil Fire Station selaku pembimbing lapangan yang sudah sangat baik

meluangkan waktunya untuk memadu di lapangan. Terima kasih banyak

atas informasi yang telah diberikan dan membimbing kami melakukan

kerja praktek yang selalu sedia menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait

laporan penulis.

7. Seluruh staf Pekerja dan Mitra Kerja di PT. Pertamina (Persero) RU IV

Cilacap yang telah membantu dalam praktek lapangan Pertamina RU IV.

8. Teman-teman senasib seperjuangan Febriyansyah, Ridwan Herlambang ,

Hikam Falahi. Terima kasih atas kebersamaannya, canda tawa kalian yang

selalu menghibur.

9. Teman-teman AKAMIGAS Balongan yang tidak bisa disebutkan satu

persatu, terima kasih buat persahabatan selama ini dan mari kita sama-

sama terus berjuang.

10. Pihak-pihak lain yang tidak sempat penulis sebut, terima kasih telah

membantu pelaksanaan dan penyelesaian kerja praktek ini.


Penulis menyadari bahwa dalam menyusun laporan ini masih banyak

kekurangan sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan

penulis demi hasil yang lebih baik di masa mendatang.

Cilacap, Desember 2017

Penulis
DAFTAR ISI

JUDUL............................................................................................................................................i

ABSTRAK.....................................................................................................................................ii

LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................................iii

KATA PENGANTAR.................................................................................................................iv

DAFTAR ISI..............................................................................................................................vii

DAFTAR GAMBAR................................................................................................................x

DAFTAR TABEL

DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................................................xii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1

1.2 Tema...........................................................................................................................4

1.3 Tujuan........................................................................................................................5

1.3.1 Tujuan Umum...............................................................................................5

1.3.2 Tujuan Khusus..............................................................................................5

1.4 Manfaat......................................................................................................................5

1.4.1 Mahasiswa/i..................................................................................................5

1.4.2 Akademi Minyak dan Gas (AKAMIGAS) Balongan.......................6

1.4.3 PT. PERTAMINA (Persero) Refinery Unit IV Cilacap....................6

BAB II TINJAUAN TEORI....................................................................................................7

2.1 Pengertian Keadaan Darurat...............................................................................7


2.2 Penyebab Keadaan Darurat.................................................................................8

2.3 Kategori/Jenis Keadaan Darurat......................................................................10

2.3.1 Berdasarkan NFPA (1992).................................................................. 11

2.3.2 Berdasarkan Departemen Tenaga Kerja (1987)...............................12

2.4 Emergency Planning dan Manajemen Strategis.........................................13

2.5 Komandan Kondisi Darurat.............................................................................16

BAB III METODOLOGI KEGIATAN PELAKSANAAN KERJA


PRAKTEK 21

3.1 Metode yang Digunakan Dalam Kerja Praktek..........................................21

3.1.1 Metode Observasi....................................................................................21

3.1.2 Metode Wawancara..................................................................................21

3.1.3 Metode Study Literature.........................................................................21

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN.........................................................23

4.1 Gambaran Umum PT.PERTAMINA..............................................................23

4.2 Gambaran Umum PT.PERTAMINA RU IV Cilacap................................24

4.3 Sejarah PT. PERTAMINA (PERSERO).......................................................25

4.4 Sejarah PT. PERTAMINA RU IV Cilacap...................................................28

4.5 Sarana Penunjang Operasi Kilang..................................................................36

4.6 Sistem Kepegawaian PT. PERTAMINA RU IV Cilacap.........................40

4.7 Sistem Organisasi PT. PERTAMINA RU IV Cilacap...............................42

4.8 Visi dan Misi Perusahaan..................................................................................43

4.9 Logo Perusahaan..................................................................................................43

4.10 Tata Nilai Perusahaan.......................................................................................44

4.11 Lokasi Perusahaan.............................................................................................46

4.12 Proses Produksi PT. PERTAMINA RU IV Cilacap................................46

4.13 Potensi Bahaya dan Resiko pada Proses Kerja..................................47


4.14 Pengendalian yang telah dilakukan Perusahaan ................................ 49
4.15 Health Safety Environment ................................................................ 50

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 60

5.1 Mengidentifikasi Bahaya Kritis Penyebab Keadaan Darurat .............. 60

5.2 Keefektifan Sosialisasi Penanggulangan Keadaan Darurat ................. 67

5.3 Implementasi Penanggulangan Keadaan Darurat ................................ 72

5.3.1 Fire Drill ................................................................................... 72

5.3.1 General Fire Drill ..................................................................... 77

BAB VI PENUTUP .............................................................................................. 87

6. 1 Kesimpulan .........................................................................................87

6.2 Saran .................................................................................................... 89

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Pertamina Refenery Unit di Indonesia

Gambar 4.2 Konfigurasi Kilang Minyak RU IV Cilacap

Gambar 4.3 Blok Diagram FOC I, LOC I/II/III

Gambar 4.4 Blok Diagram FOC II & Paraxylene, LPG & Sulfur Recovery
Gambar 4.5 Logo PT Pertamina (Persero)
Gambar 5.1 Kebakaran Besar 32T-102
Gambar 5.2 Ledakan Besar, Seluruh Area Menjadi Kolam Api

Gambar 5.3 Sosialisasi PPKD melalui Web resmi PT. Pertamina RU IV Cilacap

Gambar 5.4 Perhitungan dengan Software Archie

Gambar 5.5 Plot Plan Hydrant Location Gambar


5.6 Fire Fighting and Radiation Zone Gambar 5.7
Fire Truck Tiba Di Lokasi Gambar 5.8 Fire
Brigade Menyiapkan Selang Gambar 5.9 Fire
Brigade Melakukan Pemadaman Gambar 5.10
Komunikasi dengan Fire Station Gambar 5.11
Perhitungan menggunakan ARCHIE Gambar 5.12
Menuju Lokasi Gambar 5.13 Tim Fire Tiba di
Lokasi

Gambar 5.14 Rescue Korban

Gambar 5.15 Pemadaman Api

Gambar 5.16 Kondisi Sudah Aman


DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Tabel Kesesuaian Program Identifikasi Bahaya Keadaan Darurat dengan
Dasar Hukum

Tabel 5.2 Tabel survey pemahaman pekerja mengenai PPKD RU IV Cilacap

Tabel 5.3 Tabel Kesesuaian Sosialisasi Keadaan darurat dengan Dasar Hukum

Tabel 5.4 Kesesuaian Implementasi ERP dan Dasar Hukum PT. Pertamina RU IV
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Surat Penerimaan Kerja Praktik di PT. PERTAMINA RU IV Cilacap

Lampiran 3 Surat Pengantar Kerja Praktik Lampiran 4 Badge dan HSE Passport

Lampiran 5 Visi dan Misi Pertamina RU IV Cilacap


Lampiran 6 Kebijakan K3 Pusat

Lampiran 7 Kebijakan Sistem Manajemen Terpadu Lampiran


8 Kebijakan Sistem Manajemen Keselamatan Proses

Lampiran 9 Struktur Organisasi Keadaan Darurat PERTAMINA RU IV Cilacap


Lampiran 10 Diagram Penanggulangan Keadaan Darurat RU IV Cilacap
Lampiran 11 Diagram Penanggulangan Keadaan Darurat Fungsi HSE RU IV
Lampiran 12 Peta Evakuasi, Lokasi Assembly Point dan Muster Area
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sektor industri menjadi salah satu sektor yang mengalami

perkembangan pesat dan signifikan pada era globalisasi. Hal ini mendorong

perusahaan untuk meningkatkan produktivitas, kualitas dan efisiensi kerja.

Penggunaan teknologi yang modern dengan bahan baku/material yang

berbahaya dan proses kerja yang kompleks dalam proses produksi

memungkinkan untuk terjadinya keadaan darurat dan kecelakaan karena

mengandung potensi bahaya dan risiko besar jika tidak dikelola dengan baik.

Hal ini menjadi ancaman keselamatan dan kesehatan bagi 14,21 juta orang

pekerja di sektor tersebut, dimana menurut Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah

tenaga kerja sektor industri pada Februari 2012 masih terus mengalami

peningkatan jika dibandingkan dengan Februari 2011 yang hanya berjumlah

13,70 juta (BPS, 2012).

Menurut data International Labor Organization (ILO) yang diterbitkan

dalam peringatan Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja Se-dunia pada 28

April 2010, tercatat setiap tahunnya lebih dari 2 juta orang yang meninggal

akibat kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Sekitar 160 juta orang menderita

penyakit akibat kerja dan terjadi sekitar 270 juta kasus kecelakaan kerja per

tahun di seluruh dunia (DEPNAKERTRANS, 2010). Sedangkan menurut

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, angka

kecelakaan kerja di Indonesia tahun 2011 mencapai 99.491 kasus. Jumlah


tersebut meningkat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya dimana pada tahun

2007 terjadi kecelakaan kerja sebanyak 83.714 kasus, tahun 2008 sebanyak 94.736

kasus, tahun 2009 sebanyak 96.314 kasus dan tahun 2010 sebanyak 98.711 kasus

(Purnomo, 2012).

Kasus kecelakaan kerja yang hampir selalu mengalami kenaikan tiap

tahunnya akan menimbulkan berbagai kerugian dan permasalahan baru.

Kerugian yang ditimbulkan akibat kecelakaan kerja bisa berupa kerugian

langsung dan tidak langsung. Kerugian langsung yang timbul adalah

kehilangannya sumber daya manusia dan kehilangan waktu kerja. Sedangkan

kerugian tidak langsung bisa berupa kerugian material seperti kerusakan alat

produksi, produk, bangunan dan aset perusahaan, kerugian finansial berupa

pengeluaran keuangan yang melebihi budget akibat waktu kerja yang hilang dan

terhentinya produksi atau bisnis dan kerugian citra atau image dimata klien atau

perusahaan yang menjadi mitra kerja. Beragamnya kerugian yang timbul akibat

dari banyaknya kasus kecelakaan kerja yang terjadi merupakan akibat dari tidak

ada/kurang dilaksanakannya pengelolaan dan pelaksanaan manajemen tanggap

darurat yang baik. Oleh karena itu diwajibkan bagi setiap perusahaan dari

berbagai sektor untuk melakukan perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan

program tanggap darurat menjadi suatu sistem yang baik dan terencana.

Fenomena kebakaran, ledakan bom maupun bencana alam serta konflik

horizontal di masyarakat sudah selayaknya menjadi perhatian para pelaku bisnis

di negeri ini untuk segera memulai perencanaan keadaan darurat. Jika tidak
direncanakan dengan baik sejak awal maka kerugian yang akan muncul yang

disebabkan terjadinya keadaan darurat akan lebih besar lagi. Kondisi Emergency

bahkan disaster menjadi pemandangan yang sering terjadi di Indonesia beberapa

tahun terakhir ini. Baik bencana yang bersifat natural seperti Tsunami yang

masih belum hilang dari ingatan kita, meletusnya gunung Merapi, gempa bumi di

Yogyakarta, banjir dan tanah longsor yang melanda kota-kota di Indonesia, selain

itu yang harus diperhatikan salah satunya keadaan Emergency di Perusahaan,

seperti kebakaran dan ledakan khususnya di Industri Minyak dan Gas (MIGAS).

Industri Minyak dan Gas (MIGAS) dikenal sebagai industri yang padat

modal dan beresiko tinggi. Sebagai suatu industri yang beresiko tinggi, seluruh

upaya untuk meningkatkan keselamatan instalasi baik dari segi proses, peralatan

dan sumber daya manusianya dilakukan, sehingga instalasi aman dari gangguan

operasi dan dampak terhadap masyarakat sebagai akibat terjadinya suatu keadaan

darurat. Khusus PT. PERTAMINA (Persero) Refinery Unit IV Cilacap sebagai

lokasi pelaksanaan Kerja Praktek , kilang ini sangat strategis khususnya dalam

penyediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bagi masyarakat di Pulau Jawa,

sehingga gangguan proses maupun keadaan darurat dapat mengganggu

pemasokan Bahan Bakar Minyak (BBM) bagi masyarakat.

PT. PERTAMINA (Persero) Refinery Unit IV Cilacap berlokasi di

Provinsi Jawa Tengah dengan kapasitas 348.000 barrel/hari, dan terlengkap

fasilitasnya. Kilang ini bernilai strategis karena memasok 34% kebutuhan BBM
Nasional atau 60% kebutuhan BBM di pulau Jawa. Dengan kapasitas kilang yang

besar, akan sangat besar pula bahan baku crude oil, minyak dalam proses

maupun produk Bahan Bakar Minyak (BBM) yang disimpan kilang minyak ini,

disamping proses pemasakan minyak yang sewaktu-waktu dapat menimbulkan

bahaya/keadaan darurat. Melihat kenyataan ini PT. PERTAMINA (Persero)

Refinery Unit IV Cilacap telah melakukan langkah-langkah pengamanan dari

segi peralatan sesuai standar yang berlaku untuk sebuah industri Minyak dan Gas

(MIGAS) termasuk upaya penanggulangan darurat atau emergency.

Emergency atau keadaan darurat adalah suatu kondisi yang tidak di

inginkan yang dapat terjadi sewaktu-waktu tanpa dapat diduga sebelumnya.

Konsekuensinya apabila kondisi tersebut terjadi akan sangat mempengaruhi

sebagian atau bahkan semua kegiatan proses produksi dan aktifitas yang

dilaksanakan, kejadian tersebut dapat juga mengakibatkan kerugian yang sangat

besar baik terhadap fasilitas yang ada maupun jiwa manusia, jika sistem yang ada

tidak dapat mengendalikan keadaan. Besar kecilnya kerugian yang dapat di

akibatkan oleh suatu keadaan darurat kilang sangat tergantung pada keputusan,

kecepatan, ketepatan dan keamanan dari tindakan yang dilakukan. Oleh sebab itu

maka persiapan dan antisipasi dari seluruh jajaran terhadap semua kemungkinan

keadaan darurat dan fasilitas sangat diperlukan, persiapa-persiapan yang

dilakukan tentunya harus mencakup segala sumber daya yang ada baik manusia,

peralatan maupun sistem proses produksi yang ada.


1.2 Tema

Tema yang akan di ambil dalam Kerja Praktek ini adalah

Emergency Response Plan (ERP).

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui implementasi program Emergency Response Plan

(ERP) di PT. PERTAMINA (Persero) Refinery Unit IV Cilacap.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui Identifikasi Bahaya Kritis penyebab keadaan darurat di


PT. PERTAMINA (Persero) Refinery Unit IV Cilacap.

2. Mengetahui Keefektifan sosialisasi PPKD terhadap pemahaman


pekerja di PT. PERTAMINA (Persero) Refinery Unit IV Cilacap.

3. Mengetahui Implementasi Emergency Response Plan (ERP) di PT.


PERTAMINA (Persero) Refinery Unit IV Cilacap.

1.4 Manfaat

1.4.1 Mahasiswa/i

1. Dapat mengetahui berbagai masalah di lapangan.

2. Mendapat pengetahuan dan keterampilan yang lebih aplikatif dalam

bidang yang diminati.

3. Bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah.

4. Menggunakan metodologi yang relevan untuk menganalisa situasi,

mengidentifikasi masalah, menetapkan alternatif pemecahan masalah,


merencanakan program intervensi, menerapkan program intervensi,

melakukan pemantauan kegiatan intervensi serta menilai keberhasilan

intervensi.

1.4.2 Akademi Minyak dan Gas (AKAMIGAS) Balongan

1. Terbinanya suatu jaringan kerjasama dengan institusi tempat Kerja

Praktek dalam upaya meningkatkan keterkaitan dan kesepadanan antara

substansi akademik dengan pengetahuan dan keterampilan Sumber Daya

Manusia (SDM) yang dibutuhkan dalam dunia industri.

2. Tersusunnya kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan nyata di

lapangan.

3. Meningkatkan kapasitas dan kualitas pendidikan dengan melibatkan

tenaga terampil dari lapangan dalam kegiatan Kerja Praktek

1.4.3 PT. PERTAMINA (Persero) Refinery Unit IV Cilacap

1. Dapat memanfaatkan tenaga mahasiswa/i untuk membantu kegiatan

operasional.

2. Dapat mengembangkan kemitraan dengan Akademi Minyak dan Gas

(AKAMIGAS) Balongan dan PT. PERTAMINA (Persero) Refinery

Unit IV Cilacap dalam kegiatan Kerja Praktek dan Tugas Akhir, baik

untuk kegiatan penelitian maupun pengembangan.


BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Keadaan Darurat

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), darurat memiliki tiga arti

penting secara harfiah, antara lain keadaan sukar atau sulit yang tidak tersangka-

sangka (dalam bahaya, kelaparan dan lainnya) yang memerlukan

penanggulangan segera. Dalam hal ini pemerintah harus dapat bertindak cepat

untuk mengatasi keadaan tersebut. Kedua adalah keadaan terpaksa dimana

pemerintah dapat segera memutuskan tindakan yang tepat dan yang ketiga adalah

keadaan sementara dimana mereka ditampung di suatu bangunan (KBBI, 2012).

Menurut Federal Emergency Management Agency (FEMA) dalam

Emergency Management Guide for Business and Industry (1993) keadaan darurat

(emergency) merupakan segala kejadian yang tidak direncanakan yang dapat

menyebabkan kematian atau cidera serius pada pekerja, pelanggan/klien atau

masyarakat umum, atau yang dapat mematikan bisnis atau usaha, menghentikan

kegiatan operasional, menyebabkan kerusakan fisik atau lingkungan dan sesuatu

yang dapat mengancam kerugian finansial atau citra perusahaan di mata

masyarakat.

Keadaan darurat menurut David A. Colling dalam Franky Septiadi (2008)

adalah segala situasi yang memerlukan respon dengan segera dikarenakan


bencana yang tidak dapat diduga, tidak diharapkan dan tidak memuaskan yang

dapat menyebabkan kerusakan yang besar dan kerusakan lainnya.

2.2 Penyebab Keadaan Darurat

Keadaan darurat timbul akibat adanya kejadian yang tidak disangka, tidak

diduga dan tidak dikehendaki. Kejadian itu antara lain kecelakaan saat bekerja

dan bencana. Menurut International Labour Organization (ILO) tahun 1989

dalam Rini Kadarwati (2010), kecelakaan merupakan kejadian yang tidak

diharapkan dan tidak direncanakan yang dapat mengakibatkan cidera. Sedangkan

kecelakaan kerja adalah kejadian kecelakaan yang terjadi karena pekerjaan atau

terjadi pada waktu tenaga kerja melakukan pekerjaan. Kecelakaan kerja dibagi

menjadi dua kategori yaitu :

2 Kecelakaan industri (industrial accident) yaitu kecelakaan yang terjadi di

tempat kerja karena adanya sumber bahaya atau bahaya kerja.

3 Kecelakaan dalam perjalanan (accidents on the way) yaitu kecelakaan yang

terjadi di luar tempat kerja dalam kaitannya dengan hubungan kerja.

Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2007, bencana di

artikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh

faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga

mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian

harta benda dan dampak psikologis.

Bencana sendiri terbagi menjadi tiga yaitu bencana alam, bencana non
alam dan bencana sosial. Bencana alam adalah bencana yang di akibatkan oleh

peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain

berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan

dan tanah longsor. Sedangkan yang di akibatkan oleh peristiwa atau rangkaian

peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi,

epidemi dan wabah penyakit disebut dengan bencana non alam. Dan bencana

sosial adalah bencana yang di akibatkan oleh peristiwa atau serangkaian

peristiwa yang di akibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar

kelompok antar komunitas masyarakat dan teror.

Jenis-jenis kejadian atau bencana yang ada semuanya dapat menyebabkan

timbulnya keadaan darurat. Menurut Erkins dalam Franky Septiadi (2008), ada

tiga kategori kejadian yang dapat menimbulkan keadaan darurat antara lain :

1. Operational emergencies, yaitu kebakaran, peledakan, tumpahan bahan kimia,

kebocoran gas, pelepasan energi dan kecelakaan besar.

2. Public disturbance, yaitu ancaman bom, kerusakan, demonstrasi, sabotase,

jatuhnya pesawat, radiasi dan lain sebagainya.

3. Natural disaster, yaitu banjir, gempa bumi, tsunami dan lain sebagainya.

2.3 Kategori/Jenis Keadaan Darurat


Setiap industri proses memiliki karakteristik, teknologi dan peralatan

berbeda sehingga kondisi tanggap darurat yang dapat terjadi juga sangat

beragam. Kondisi darurat atau insiden proses biasanya disebabkan oleh


terjadinya penyimpangan (devisiasi) dari kondisi operasi normal. Kondisi normal

ini berkaitan dengan parameter rancangan atau parameter operasi yang

ditetapkan misalnya tekanan, temperatur, aliran, level, reaksi dan lainnya. Dalam

teknik HAZOPS, hal ini disebut design intent yang diinginkan untuk

kelangsungan proses.

Penyimpangan atau deviasi dapat terjadi pada parameter operasi tersebut,

yang akan menjurus terjadinya kecelakaan atau bencana. Temperatur atau

tekanan yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan kebocoran, kerusakan pada

instalasi dan mengakibatkan terjadinya penyebaran bahan yang tidak diinginkan.

Kondisi darurat yang dapat terjadi pada proses unit antara lain:

a. Kerusakan peralatan yang mengakibatkan kondisi operasi tidak normal,

misalnya pompa tidak bekerja baik, instrumen tidak berfungsi dan lainnya.

b. Gangguan pada sumber tenaga (power failure) yang mengakibatkan gangguan

proses bahkan unit proses terpaksa harus dihentikan (emergency shutdown)

c. Kebocoran pada peralatan seperti pipa, vessel, kompresor dan lainnya yang

mengakibatkan bahan berbahaya menyebar ke daerah sekelilingnya.

d. Reaksi yang berlebihan diluar rancangan, misalnya adanya impuriti yang

masuk. Contoh kasus Bhopal, adanya air yang masuk kedalam sistem

sehingga menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan.

e. Tumpahan bahan proses berupa gas atau cairan yang masuk ke lingkungan

misalnya tumpahan minyak (oil spill), katup pengaman membuka dan lainnya.

f. Sistem instrumentasi tidak bekerja dengan baik umtuk mengontrol dan


mnegendalikan operasi.

g. Faktor eksternal, seperti gangguan alam atau sosial yang membahayakan

operasi unit.

Jika dilihat dari jenisnya maka kondisi darurat yang dapat terjadi dalam

operasi proses antara lain:

a. Kecelakaan kerja terhadap operator atau pekerja lainnya yang ada di unit

proses.

b. Kebocoran gas atau bahan kimia (gas release)

c. Kebakaran pada instalasi proses

d. Ledakan akibat adanya kebocoran atau tekanan berlebihan dalam peralatan

proses.

e. Pencemaran akibat kebocoran atau tumpahan bahan proses ke lingkungan.

2.3.1 Berdasarkan NFPA (1992)

Keadaan darurat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :

1. Keadaan Darurat Besar

Apabila keadaan darurat yang terjadi diperkirakan dapat

mempengaruhi jalannya operasi perusahaan atau mempengaruhi

tatanan lingkungan sekitar dan penanggulangannya diperlukan

pengerahan tenaga yang banyak dan besar.

2. Keadaan Darurat Kecil

Apabila keadaan darurat yang terjadi dapat di atasi sendiri oleh

petugas setempat dan tidak membutuhkan tenaga banyak.


2.3.2 Berdasarkan Departemen Tenaga Kerja (1987)

Keadaan darurat dapat dibagi menjadi tiga kategori antara lain :

1. Keadaan Darurat Tingkat I

Keadaan darurat tingkat I adalah keadaan darurat yang

berpotensi mengancam jiwa manusia dan harta benda (aset) yang secara

normal dapat di atasi oleh personil jaga dari suatu instansi atau pabrik

dengan menggunakan prosedur yang telah dipersiapkan tanpa perlu

adanya regu bantuan yang di konsinyalir. Keadaan darurat tipe ini

termasuk dalam kategori kecelakaan kecil yang menempati suatu daerah

tunggal (satu sumber saja), kerusakan aset dan luka korban terbatas dan

penanganannya cukup dilakukan oleh petugas yang ada di perusahaan.

Akan tetapi pada tipe ini kemungkinan timbulnya bahaya yang lebih

besar dapat terjadi. Untuk itu, program pelatihan yang bermutu,

konsisten dan teratur sangat diperlukan untuk mencegah bahaya yang

lebih besar.

2. Keadaan Darurat Tingkat II

Keadaan darurat tingkat II ialah suatu kecelakaan besar dimana

semua karyawan yang bertugas dibantu dengan peralatan dan material

yang tersedia di instansi perusahaan tersebut tidak lagi mampu

mengendalikan keadaan darurat seperti kebakaran besar, ledakan

dahsyat, bocoran Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) yang kuat,


semburan liar sumur minyak/gas dan lainnya, yang mengancam nyawa

manusia/lingkungannya dan/atau aset dan instalasi/pabrik tersebut

dengan dampak bahaya atas karyawan/daerah/masyarakat sekitarnya.

Bantuan tambahan yang diperlukan masih berasal dari industri sekitar,

pemerintah setempat dan masyarakat sekitarnya.

Keadaan darurat kategori ini adalah suatu kecelakaan/bencana

besar yang mempunyai konsekuensi antara lain sebagai berikut :

A. Terjadi beberapa korban manusia.

B. Meliputi beberapa unit atau beberapa peralatan besar yang dapat

melumpuhkan kerugian instalasi/pabrik.

C. Dapat merusak harta benda pihak lain di daerah setempat (di luar

daerah instalasi).

D. Tidak dapat dikendalikan oleh tim tanggap darurat dan dalam pabrik

itu sendiri, bahkan harus minta bantuan pihak luar.

3. Keadaan Darurat Tingkat III

Keadaan darurat tingkat III adalah keadaan darurat berupa

malapetaka/bencana dahsyat dengan akibat lebih besar dibandingkan

dengan keadaan darurat tingkat II dan memerlukan bantuan koordinasi

pada tingkat nasional.


2.4 Emergency Planning dan Manajemen Strategis

Emergency planning merupakan faktor penting dalam usaha mencegah

kerugian bagi perusahaan. Manajemen strategis dari suatu perusahaan dalam

industri apalagi industri dengan tingkat bahaya yang tinggi perlu

mempertimbangkan emergency planning di dalam manajemen strategis

perusahaan atau bisnis.

Selama ini manajemen strategis hanya dilihat dari segi ekonomi mikro

perusahaan dan atmosfir perekonomian makro negara atau internasional. Padahal

manajemen strategis dari perusahaan harus mengidentifikasi setiap faktor yang

mungkin akan merugikan perusahaan. Dalam hal ini termasuk keadaan

emergency bahkan disaster yang mungkin terjadi. Bahkan dalam suatu business

plan dimana kepentingan suatu perusahaan untuk mendapatkan dana investasi

dari lembaga keuangan perlu dijelaskan aspek emergency atau disaster planning.

Dalam industri tertentu, sebut saja Industri Migas, emergency planning

menjadi salah satu elemen daya saing perusahaan. Sebab bagaimana pembeli

(buyer) yakin dengan pengiriman rutin dari produk gas atau minyak jika

perusahaan penghasil produk tidak mempersiapkan emergency planning. Artinya

hubungan industrial dapat saja terganggu karena terputusnya pengiriman produk

yang disebabkan karena kondisi emergency/disaster.

Sebagai salah satu bentuk begitu pentingnya emergency planning dalam

industri migas diperlihatkan pada hampir seluruh perusahaan besar yang bermain

dalam industri migas dan kimia menerapkan sistem keselamatan tersendiri bagi
para kontraktor yang ingin menjadi rekanan perusahaan atau yang hendak

mengikuti tender pekerjaan yang akan diberikan oleh perusahaan pemberi kerja.

salah satu elemen penilaian terhadap kontraktor adalah apakah kontraktor

tersebut telah memiliki safety management system yang baik dimana didalamnya

terdapat emergency planning.

Seharusnya persoalan emergency planning tidak hanya menjadi bagian

penting perusahaan Migas tapi juga harus merambah pada industri non migas.

Sebagai contoh seringnya terjadi kebakaran pada industri kertas, tekstil, bahkan

gedung perkantoran, hotel termasuk juga jasa angkutan.

Kenyataan ini tentu tidak bisa dipandang sebelah mata oleh para pelaku

usaha. Tentunya para pelaku usaha harus sudah mempertimbangkan untuk

mempersiapkan emergency planning guna mencegah dan jika terjadi emergency

maka kerugian dapat diperkecil.

Pada lingkungan industri sekarang ini telah banyak perubahan dalam

proses produksi atau operasi dimana telah berkembangnya teknologi dan bahan

kimia yang berbahaya. Kondisi ini akan menciptakan potensi emergency bahkan

disaster. Selain itu semakin tingginya tuntutan regulasi dan standar internasional

dalam hal kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan membawa perubahan

pula dalam pola bisnis yang dilakukan oleh perusahaan.

Paradigma manajemen strategis bisnis perusahaan harus berorientasi

pada kinerja kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan yang prima.

Perusahaan tidak bisa lagi hanya berfikir keuntungan bagi organisasinya sendiri,
melainkan juga harus memikirkan juga lingkungan sekitar area operasionalnya.

Kenyataan demikian membawa puncak perusahaan harus melakukan

komitmen ke arah perubahan filosofi operasionalnya. Sebelumnya mungkin

manajemen belum menyadari betul fungsi emergency planning, tetapi dengan

komitmen tersebut emergency planning mulai dijadikan elemen penting dalam

operasional perusahaan. Untuk terus dapat menjalankan operasi perusahaan

berbasis emergency planning maka manajemen puncak perlu untuk terus

menguatkan kembali dan mendefinisikan kembali filosofi operasi yang aman

dalam kerangka keadaan yang berubah secara dinamis.

2.5 Komandan Kondisi Darurat

1. KOMANDO

Adanya pusat komando yang efektif dalam setiap kejadian musibah.

Jika tidak ada komando yang jelas maka sistem operasi akan terpecah secara

parsial kedalam 7 aspek yang diprediksikan sbb: a. Operasi lapangan

b. Komando dan pengendalian

c. Koordinasi

d. Perencanaan

e. Pengorganisasian

f. Komunikasi

g. Keselamatan
2. Operasi Lapangan

Dalam beberapa kejadian seringkali para personil pemadam kebakaran

masih sering melakukan kesalahan fatal sehingga mengakibatkan kerugian

jiwa maupun materi yang tidak perlu, seperti pemadaman api dari arah yang

salah.

Solusi, adanya seorang komandan yang memahami tentang strktur

bangunan, kemudian menetapkan sebuah rencana taktis, serta memastikan

agar setiap personil melakukan manuver sesuai dengan rencana yang

digariskan.

3. Komando dan Pengendalian

Unit pemadam kebakaran tanpa komando terpusat atau terdapat

beberapa komando sekaligus cenderung untuk kebingungan / chaos, sehingga

tidak efektif dalam bertindak.

Solusi, adanya komando terpusat dengan seorang pimpinan yang

ditunjuk untuk mengepalai seluruh operasi. Sistem komando bersifat cepat,

tepat, tegas serta jelas. Untuk itu dibutuhkan sebuah sistem komando yang

didukung oleh organisasi supporting yang menyediakan setiap kebutuhan

untuk pengambilan keputusan, sehingga bisa melahirkan sebuah metoda

komando dan pengendalian yang baik.


4. Koordinasi

Ketika terjadi bencana kebakaran, umumnya banyak pihak yang sama-

sama berjuang untuk mematikan api, karena tidak adanya koordinasi, tindakan

mereka seringkali tumpang tindih dengan petugas, sehingga seluruh tindakan

menjadi tidak efektif dan efisien.

Solusi, seluruh jajaran tugas, baik petugas khusus maupun pihak lain /

relawan harus tetap dalam sebuah garis komando terpusat / centralized, yang

akan mengarahkan seluruh dan setiap tindakan dilapangan, agar usaha yang

akan mengarahkan seluruh dan setiap tindakan dilapangan, agar usaha

memadamkan api kebakaran dapat berjalan secara produktif, efektif, dan

efisien.

5. Perencanaan

Sistem pemadaman kebakaran membutuhkan sebuah sistem

perencanaan yang didasarkan pada arah penyebaran api, serta tindakan

pencegahan apa yang harus di ambil secepatnya. Jika tidak ada pemusatan

komando, maka tidak ada perencanaan yang jelas. Demikian pula perubahan-

perubahan dalam rencana operasi tidak akan bekerja secara efisien.

Solusi, harus terdapat seorang komandan lapangan yang melakukan

instruksi-instruksi pada bawahan nya. Instruksi ini harus mampu

mengkombinasikan setiap aspek yang relevan seperti situasi dan kondisi

normal, sistem monitoring / pengawasan, pengolahan data / informasi,


sehingga tercipta sebuah sistem perencanaan yang komprehensif. Seorang

komandan yang mampu menggabungkan antara basis teori serta pengalaman

dilapangan, seperti tindak-tanduk api, lingkungan, struktur dan konstruksi,

area-area penyekat, area-area yang mudah terbakar, assets penting yang harus

diamankan, dan lain-lain, kemudian menuangkannya dalam sebuah

perencanaan yang bersifat kesisteman.

6. Organisasi

Dengan tidak adanya perencanaan yang utuh dan menyeluruh, maka

setiap pelaku lapangan akan kebingungan dan ragu-ragu dalam bertindak.

Ketidak jelasan dalam peran dan tugas melahirkan tindakan yang tidak

terkordinasi, dan berakibat buruk untuk tingkat strategis, taktis maupun teknis

dilapangan.

Solusi, ditunjuk seorang komandan yang akan mengembangkan

sebuah sistem perencanaan, lengkap dengan fungsi-fungsi pemeranan, sistem

kesaling-hubungan serta koordinasi diantara mereka.

7. Komunikasi

Kesulitan dalam komunikasi seringkali merupakan pencerminan dari

adanya mis-manajemen dalam sebuah struktur organisasi, pada saat bencana

terjadi. Perusahaan membutuhkan sistem pengolahan informasi yang akan

dipertukarkan dengan lembaga / institusi lainnya guna seling melengkapi.

Ketika aliran pertukaran informasi ini melambat, terputus atau berubah

terlampau cepat, maka kebingunganpun akan terjadi.


Solusi, harus adanya seorang komandan yang mampu menjalankan

seluruh sistem operasi dalam sebuah prosedur baku yang ditetapkan, termasuk

sistem komunikasi, yaitu guna memberikan dukungan sepenuhnya bagi

langkah-langkah koordinasi dan koordinasi dan organisasi dalam setiap

elemen sistem operasi yang berada di bawahnya, khususnya pada saat bencana

terjadi.

8. Safety

Sebuah operasi pemadaman kebakaran, seringkali mengakibatkan

cedera bagi petugas, yang boleh jadi tingkat kegawatannya sebanding dengan

korban kebakaran itu sendiri.

Solusi, harus terdapat seorang komandan yang mengerti dan

memahami metoda safety procedure yang baku sebagai hal yang paling utama.

Sistem ini harus didukung oleh sarana-sarana tertentu lainnya sehingga

memudahkannya untuk melakukan pengawasan dan pengendalian dalam

setiap kejadian bencana.


BAB III

METODOLOGI KEGIATAN PELAKSANAAN KERJA

PRAKTEK

3.1 Metodologi yang Digunakan Dalam Kerja Praktek

3.1.1 Metode Observasi

Metode Observasi atau pengamatan langsung adalah pengumpulan

data dengan melakukan pengamatan langsung di perusahaan mengenai

Emergency Response Plan (ERP).

3.1.2 Metode Wawancara

Metode Wawancara adalah pengumpulan data dengan mengajukan

pertanyaan – pertanyaan kepada Narasumber untuk mendapatkan data yang

sebenarnya yaitu tentang Emergency Response Plan (ERP).

3.1.3 Metode Study Literature

Metode Study Literature adalah pengumpulan data dengan sumber

dari dokumen, buku, dan laporan sebelumnya di perusahan yang berkaitan

dengan topik permasalahan ini yaitu Emergency Response Plan (ERP).


3. 2 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Kerja Praktek ini akan dilaksanakan terhitung dari tanggal 21 November

2017 sampai dengan 20 Desember 2017. Adapun lokasi pelaksanaannya adalah

di PT. PERTAMINA (Persero) Refinery Unit IV Cilacap, Jalan Letjen Haryono

MT. 77 Lomanis, Cilacap Jawa Tengah 53221, Indonesia. Telepon (0282)

531051, 7362001 (Hunting). Fax (0282) 531284. Telex 25480, 25494, 22380,

PEKCCP . Email (pippru4@pertamina.com).


BAB IV

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

4.1 Gambaran Umum PT Pertamina (Persero)

PT Pertamina (Persero) mengemban tugas Negara untuk

mengusahakan dan mengembangkan potensi sumber daya alam minyak, gas

dan panas bumi, berdasarkan pada landasan UU No.22 tahun 2001, dan PP

No. 31/tahun 2003. Berdasarkan UU tersebut status Pertamina dari

sebelumnya sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) menjadi

Persero, dan diwajibkan oleh stake holder-nya dalam hal ini pemerintah untuk

menjadi perusahaan yang profit oriented.

PT. Pertamina (Persero) didirikan berdasarkan akta Notaris Lenny Janis Ishak,

SH No. 20 tanggal 17 September 2003, dan disahkan oleh Menteri Hukum &

HAM melalui Surat Keputusan No.C-24025 HT.01.01 pada tanggal 09

Oktober 2003. Pendirian Perusahaan ini dilakukan menurut ketentuan-

ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1995 tentang

Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1998 tentang

Perusahaan Perseroan (Persero), dan Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2001

tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1998 dan

peralihannya berdasarkan PP No.31 Tahun 2003 “Tentang Pengalihan Bentuk

Perusahaan Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi Negara (Pertamina)


Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero)”. Sesuai akta pendiriannya,

maksud dari perusahaan perseroan adalah untuk menyelenggarakan usaha di

bidang minyak dan gas bumi, baik di dalam maupun di luar negeri serta

kegiatan usaha lain yang terkait atau menunjang kegiatan usaha di bidang

minyak dan gas bumi tersebut.

Ada tiga tugas pokok PT. Pertamina, yaitu :

1. Menyediakan dan menjamin pemenuhan kebutuhan Bahan Bakar

Minyak (BBM)

2. Sumber devisa Negara

3. Menyediakan kesempatan kerja sekaligus pelaksanaan alih teknologi

dan pengetahuan

4.2 Gambaran Umum PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap

Refinery Unit IV Cilacap merupakan salah satu unit kilang minyak

PT Pertamina (Persero) yang memiliki kapasitas terbesar dan terlengkap

fasilitasnya di tanah air dibandingkan tujuh kilang lainnya. Ketujuh kilang

tersebut adalah:

1. Unit Pengolahan I di Pangkalan Brandan – Sumatera Utara (ditutup

pada Januari 2006)

2. Unit Pengolahan II di Dumai – Riau – 170,000 BPSD (16.3 %)

3. Unit Pengolahan III di Plaju Sungai Gerong Palembang–Sumatera

Selatan– 132,500 BPSD (12.7 %)

4. Unit Pengolahan IV di Cilacap–Jawa Tengah – 348,000 BPSD (33.3 %)


5. Unit Pengolahan V di Balikpapan–Kalimantan Timur–253,500 BPSD

(24.3%)

6. Unit Pengolahan VI di Balongan Indramayu–Jawa Barat–125,000

BPSD (12.0 %)

7. Unit Pengolahan VII di Sorong – Papua – 10,000 BPSD (1.0 %)

Gambar 4.1 Pertamina Refinery Unit di Indonesia

(Sumber: slide HR Pertamina)

4.3 Sejarah PT Pertamina (Persero)

Di Indonesia, pemboran sumur minyak pertama dilakukan pada

tahun 1871 di Cirebon oleh pemerintah Belanda. Meski dilakukan

pengeboran pertama kali di Cirebon, sumur produksi pertama adalah Telaga

Tunggal yang berlokasi di Sumatera Utara. Pada tahun 15 Juni 1885, seorang

pemimpin perkebunan Belanda bernama Aeilco Janszoon Zylker berhasil

melakukan pengeboran di lokasi tersebut pada kedalaman kira-kira 400 kaki.

Sejak penemuan ini, pencarian minyak bumi terus berlanjut dan ditemukan
beberapa sumber minyak bumi di Indonesia, seperti desa Ledok di Jawa

Tengah, desa Minyak Hitam di daerah Muara Enim di Sumatera Selatan dan

Riam Kiwa dekat Sangasanga di Kalimantan Timur.

Di Indonesia penemuan minyak bumi mengakibatkan banyak

tumbuhnya perusahaan minyak asing dan pada akhir abad XIX tidak kurang

dari 18 buah perusahaan asing secara aktif mengusahakan sumber-sumber

minyak di Indonesia. Karena usaha eksploitasi dan kekuatan finansial, maka

pada tahun 1902 Royal Dutch Company yang merupakan perusahaan yang

mengambil alih konsesi Zylker dapat menyisihkan perusahaan-perusahaan

yang ada pada waktu itu dan inilah cikal bakal eksploitasi minyak di

Indonesia. Maka, Pemerintah Indonesia mengeluarkan UU No. 19/1960

Tentang Perusahaan Negara dan UU No. 44/1960 Tentang Pertambangan

Minyak dan Gas Bumi. Atas dasar kedua Undang-Undang tersebut, maka

pada tahun 1961 dibentuk perusahaan negara sektor Minyak dan Gas Bumi,

yaitu:

1. PN PERTAMIN (Perusahaan Pertambangan Minyak)

2. PN PERMINA (Perusahaan Minyak Nasional)

Kedua perusahaan tersebut bertindak selaku kuasa pertambangan yang usahanya

meliputi bidang gas dan minyak bumi dengan kegiatan sebagai berikut:

1. Eksplorasi

2. Eksploitasi

3. Pemurnian dan Pengelolaan

4. Pengangkutan
Pada tahun 1968 kedua perusahaan tersebut digabung menjadi PN

Pertamina (Perusahaan Pertambangan Milik Nasional). Demi kelanjutan

perkembangannya, pada tanggal 15 September 1971 pemerintah mengeluarkan

UU No. 8/1971 tentang Pertamina sebagai pengelolaan tunggal di bidang minyak

gas dan bumi di Indonesia, sehingga pada tanggal 1 Januari 1972 PN Pertamina

diubah namanya menjadi Pertamina.

Pertamina terus tumbuh dan berkembang menjadi salah satu Badan Usaha

Milik Negara (BUMN) yang handal. Berdasarkan UU No. 22 Tahun 2001 dan UU

No. 31 Tahun 2003, status Pertamina mengalami perubahan dari Lembaga

Pemerintahan Non Departemen (LPND) menjadi Perusahaan Persero

(PERSERO). Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Migas yang baru,

Pertamina tidak lagi menjadi satu-satunya perusahaan yang memegang penuh

industri migas dan kegiatan usaha minyak dan gas bumi tersebut kemudian

diserahkan kepada mekanisme pasar.

Melalui Surat Ketetapan Direktur Utama No. 53/C00000/2008-SO,

Pertamina Unit Pengolahan IV Cilacap (UP IV) berubah namanya menjadi

Pertamina Refinery Unit IV Cilacap. Perubahan ini diharapkan dapat

mempercepat transformasi Pertamina menjadi Kilang Minyak yang unggul dan

menuju Perusahaan Minyak bertaraf internasional. Pertamina Refinery Unit IV

Cilacap berada dibawah tanggung jawab Direktorat Hilir Pertamina.


4.4 Sejarah PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap

PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap dibangun pada tahun 1974 dengan

tujuan untuk mengurangi ketergantungan terhadap BBM dari luar negeri dan

untuk meningkatkan efisiensi pengadaan serta penyaluran BBM di Pulau Jawa.

Dipilihnya Cilacap sebagai kilang minyak didasarkan atas :

1. Studi kebutuhan BBM menunjukkan bahwa konsumen terbesar adalah

penduduk di Pulau Jawa.

2. Tersedianya sarana sebagai pusat pengembangan industri untuk wilayah

Jawa Tengah bagian Selatan.

3. Tersedianya lahan yang memenuhi persyaratan untuk pembangunan kilang

minyak.

PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap merupakan salah satu unit operasi

dari Direktorat Hilir Pertamina. Pertamina RU IV Cilacap memiliki 5 bagian

kilang dan dilengkapi dengan fasilitas, yaitu:

1. Kilang Minyak Pertama

Kilang minyak pertama antara lain terdiri dari: Fuel Oil Complex (FOC) I,

Lube Oil Complex (LOC) I, Utilities Complex (UTL) dan Offsite Facilities yang

dibangun pada tahun 1974, dan baru beroperasi pada tahun 1976. Kilang ini

dirancang oleh Shell International Petroleum Maatschappij (SIPM), sedangkan

pembangunannya dilakukan oleh kontraktor Fluor Eastern Inc. dan dibantu oleh

kontraktor-kontraktor dalam negeri. Kilang ini dibangun khusus untuk mengelola


minyak mentah dari Timur Tengah. FOC I memproduksi BBM (Premium,

Kerosene, ADI/IDO, dan IFO), sedangkan LOC I menghasilkan produk Non

BBM (LPG, Base Oil, Minarex, Slack Wax, Parafinic, dan aspal) .

Kilang inilah satu-satunya di tanah air saat ini yang menghasilkan aspal,

dan bahan baku pelumas (lube oil). Sejalan dengan laju peningkatan permintaan

BBM pada tahun 1996 dilaksanakan peningkatan kapasitas produksi melalui

proyek debottlenecking, sehingga saat ini kilang minyak pertama memiliki

kapasitas dari semula 100 ribu barrel menjadi 118 barrel/hari.

Gambar 4.2 Konfigurasi Kilang Minyak RU IV Cilacap

(Sumber: Majalah Pertamina RU IV Cilacap)


Gambar 4.3 Blok Diagram FOC I, LOC I/II/III

(Sumber: Majalah Pertamina RU IV Cilacap)

2. Kilang Minyak Kedua

Kilang minyak kedua terdiri dari: Fuel Oil Complex II (FOC II) dan Lube

Oil Complex II (LOCII ) & LOC III dibangun tahun 1981 dan diresmikan oleh

Presiden Soeharto serta baru beroperasi pada tahun 1983. FOC II dirancang oleh

Universal Oil Product sedangkan LOC II & LOC III dirancang oleh Shell

International Petroleum Maatschappij (SIPM). Kontraktor utama pembangunan

kilang ini adalah Fluor Eastern Inc. dan dibantu oleh kontraktor-kontraktor

nasional. Kilang ini dibangun khusus untuk mengolah minyak mentah campuran

(cocktail) baik dari dalam maupun luar negeri. Kilang ini diproyeksikan

menghasilkan produk BBM, namun juga menghasilkan produk Non BBM antara

lain LPG, Base Oil, Minarex, Slack Wax, Naphta, dan aspal. Kilang ini pada
awalnya memiliki kapasitas sebesar 200 ribu barrel/hari, pada tahun 1996

bersamaan dengan kilang minyak pertama, kapasitasnya ditingkatkan dari semula

200 ribu barrel menjadi 238 barrel/hari (setelah diadakan proyek debottlenecking).

Gambar 4.4 Blok Diagram FOC II & Paraxylene, LPG & Sulfur Recovery

(Sumber: Majalah Pertamina RU IV Cilacap)

3. Kilang Petrokimia Paraxylene

Mengingat tersedianya bahan baku naphta produksi kilang minyak II,

disamping tersedianya sarana pendukung seperti dermaga, tanki-tanki dan


utilities, maka pada tahun 1988 dibangun lagi kilang petrokimia Paraxylene.

Kilang ini mulai beroperasi pada tahun 1990 dan memproduksi Paraxylene,

Benzene, dan produk utama serta raffinate, heavy aromate, toluene, dan LPG

sebagai produk sampingan. Kapasitas produksi KPC adalah 590.000 ton/tahun

naphta.

Produk paraxylene sebagian memenuhi kebutuhan bahan baku ke pusat

yaitu aromatic ke Plaju, Sumatera Selatan dan sebagian lagi di ekspor. Sedangkan,

produk benzene di ekspor dan produk lainnya digunakan untuk keperluan dalam

negeri dan keperluan sendiri.

4. Debottlenecking Project Cilacap (DPC)

Debottlenecking Project Cilacap (DPC) dilakukan untuk meningkatkan

kapasitas operasional Pertamina RU IV. Proyek ini dibangun pada awal tahun

1996 dan mulai beroperasi pada awal oktober 1998. Sebenarnya kegiatan

perencanaan proyek ini sudah dimulai sejak tanggal 16 Desember 1995 dan

bertindak sebagai pelaksana engineering, Procurement and Construction (EPC)

adalah Fluor Daniel. Sedangkan perancang dan pemilik lisensi untuk LOC adalah

Shell International Petroleum Maatschappij (SIPM). Proyek ini dilaksanakan

dengan modernisasi instrumen kilang yang meliputi unit pada FOC I, FOC II,

Utilities I, Utilities II, LOC I, LOC II. Modernisasi instrumen tersebut juga

ditambah beroperasinya Utilities IIA yang dihubungkan dengan Utilities I dan II

serta beroperasinya LOC III juga secara otomatis akan meningkatkan kinerja

operasional RU IV yang berdampak pada efisiensi dan kehandalan.


Tujuan dari proyek ini adalah untuk :

1. Meningkatkan kapasitas produksi Kilang Minyak I dan II dalam rangka

memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri

2. Meningkatkan kapasitas produksi Lube Oil Plant dalam rangka memenuhi

kebutuhan Lube Base Oil dan Asphalt

3. Menghemat/menambah devisa negara.

Lingkup dari proyek ini adalah:

1. Modifikasi FOC I dan II, LOC I dan II, dan Utilities II/offsite

2. Pembangunan LOC III (Lube Oil Complex III)

3. Pembangunan Utilities III dan LOC III Tankage

4. Modernisasi Insrumentasi Kilang dengan DCS (Distributed Control

System).

Dengan selesainya proyek ini, kapasitas pengolahan Kilang Minyak I

meningkat 118.000 barrel/hari, dan Kilang Minyak II meningkat menjadi 230.000

barrel/hari. Total kapasitas keseluruhan menjadi 348.000 barrel/hari. Sementara

kapasitas produk minyak dasar pelumas (Lube Base Oil) meningkat menjadi

428.000 ton/tahun. Produksi aspal juga mengalami peningkatan dari 512.000

ton/tahun menjadi 720.000 ton/tahun.


5. Sulphur Recovery Unit (SRU)

Kilang ini adalah unit pengolahan gas buang (waste gas) dari proses proses

yang ada untuk diambil kandungan sulfurnya. Luas area kilang adalah 24.200 m2,

terdiri dari unit proses dan fasilitas penunjang. Kilang yang dibangun pada tahun

2004 dan mulai beroperasi tahun 2006 ini menghasilkan produk berupa gas LPG

dan sulfur cair untuk keperluan kosmetik. Sedangkan tujuan dari pembangunan

kilang Sulphur and LPG Recovery Unit ini antara lain:

1. Menaikkan nilai tambah Off Gas sebagai refinery fuel gas maupun flare

gas menjadi LPG & naptha (kondensat)

2. Memanfaatkan dan mengolah ekses gas serta mengurangi emisi gas dari

kilang, khususnya emisi SO2

3. Meningkatkan produk LPG dalam rangka memenuhi kebutuhan LPG

nasional.

Kilang SRU terdiri dari lima buah unit proses dan unit common facilities.

1. Unit 91(Gas Treating Unit)

2. Unit 92 (LPG Recovery Unit)

3. Unit 93 (Sulfur Recovery Unit)

4. Unit 94 (Tail Gas Unit)

5. Unit 95 (Refrigeration)

Unit-unit tersebut terhubung satu sama lain sehingga mampu

menghasilkan produk berupa fuel gas, LPG, kondensat dan sulfur cair.
6. Kilang Residue Fluid Catalytic Cracking (RFCC)

Kilang ini sedang dalam tahap pembangunan dan ditargetkan akan selesai

akhir tahun 2014. Tujuan RFCC sendiri adalah untuk meningkatkan margin kilang

RU IV Cilacap dengan produksi bernilai tinggi yaitu Gasoline ON 93 dan

Propylene, mengurangi atau meniadakan import HOMC sebagai komponen

blending Gasline, meningkatkan produksi LPG untuk peningkatan kehandalan

supply LPG.

4.5 Sarana Penunjang Operasi Kilang

Untuk mendukung kelancaran operasi kilang, baik BBM, Non BBM,

maupun kilang paraxylene, tidak lepas dari sarana-sarana penunjang. Adapun

sarana dimaksud adalah :

1. Utilities

Utilities merupakan jantung operasional suatu industri, yang menyediakan

tenaga listrik, uap, dan air untuk kebutuhan industri itu sendiri maupun

perkantoran, perumahan, rumah sakit dan fasilitas lainnya. Utilities RU IV

kapasitasnya sebagai berikut :

1) Generator (pembangkit tenaga listrik) : 102 MW

2) Boiler : 730 ton/jam

3) Sea Water Desalination (Desalinasi air laut) : 450 ton/jam


2. Laboratorium

Laboratorium yang telah mendapatkan sertifikat SNI 19 – 17025 berfungsi

sebagai pengontrol spesifikasi dan kualitas bahan baku serta produk antara

maupun produk akhir. Keberadaan fasilitas ini amat menentukan suatu

keberhasilan perusahaan, terlebih pada era perdagangan bebas. Karena itu

laboratorium diperlengkapi dengan fasilitas penelitian dan pengembangan,

sehingga produk yang dihasilkan senantiasa terjaga kualitasnya, agar tetap mampu

bersaing di pasaran.

3. Bengkel Pemeliharaan

Sudah merupakan suatu kelengkapan, bahwa setiap ada perlengkapan tentu

harus ada sarana pemeliharaan untuk menjaga kehandalan kilang. Karena itu di

RU IV fasilitas bengkel dilengkapi dengan peralatan-perlalatan untuk perawatan

permesinan dan lain-lain. Fungsi bengkel di RU IV tidak hanya sebagai perbaikan

peralatan, tertapi juga sebagai sarana pembuatan suku cadang pengganti yang

diperlukan. Disamping itu dapat melayani perbaikan dan pemeliharaan sarana

permesinan bagi industri lainnya.

4. Pelabuhan Khusus

Bahan baku minyak mentah RU IV seluruhnya didatangkan melalui

fasilitas kapal tanker. Dan hasil produksinya dijual tidak hanya melalui fasilitas

pemipaan, mobil tanki, tanki kereta api, tetapi juga melalui kapal, sehingga

diperlukan fasilitas pelabuhan yang memadai. Pada saat ini UP IV memiliki


fasilitas pelabuhandengan kapasitas terbesar 250.000 DWT, yang terdiri dari

pelabuhan untuk bongkar minyak mentah, dan memuat produk-produk kilang

untuk tujuan domestik maupun manca negara lainnya.

5. Tangki Penimbun

Tangki-tangki dibangun untuk menampung bahan baku minyak mentah, produk

antara, produk akhir, maupun untuk menampung air bersih guna keperluan

operasional.

6. Sistem Informasi & Komunikasi

Untuk menunjang kelancaran opersional kilang, Sistem Informasi &

Komunikasi dilengkapi dengan fasilitas komputer main frame, maupun fasilitas

PC untuk mendukung tugas perkantoran. Selain itu diinstalasi kilang telah

dilakukan outomatisasi dengan melengkapi sistem komputerisasi seperti : DCS,

SAP dan lain-lain. Selain itu sesuai dengan perkembangan dunia komunikasi,

maka telah dikembangkan pula sarana komunikasi melalui e-mail, intranet dan

internet. Untuk mempermudah komunikasi dipasang sarana radio, public

automatic branch exchange (PABX) dan peralatan elektronika lainnya.


7. Lindungan Lingkungan dan Keselamatan & Kesehatan Kerja

Sebagai suatu prasyarat bagi suatu industri adalah adanya bidang yang

menangani masalah lindungan lingkungan dan keselamatan & Kesehatan Kerja.

Fungsi ini yang memantau dan menangani masalah limbah agar tidak mencemari

lingkungan, disamping menangani aspek keselamatan dan kesehatan bagi pekerja.

Karena itu RU IV terus menerapkan sistem Manajemen Lingkungan (SML),

Sistem Manajemen Kesehatan Kerja (SMKK) dan Manajemen Keselamatan

Proses (MKP) untuk mendukung terjaminnya kualitas lingkungan dan

keselamatan

kerja. Tercatat Pertamina RU IV beberapa kali memperoleh penghargaan zero

accident dan Menaker RI, dan penghargaan Patra Karya Raksa Madya dari

Menteri Pertambangan & Energi RI. Disamping itu beberapa kali memperoleh

penghargaan Sword of Honor dari British Safety Council, London, dan Sertifikat

ISO 14001: 2004, ISO 9001:2008 dan OHSAS 18001:2007 mengenai Sistem

Manajeman Integrasi dari PT TUV Jerman. Sarana Lindungan Lingkungan yang

ada di PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap meliputi:

1. Sour Water Stripper, merupakan sarana untuk memisahkan gas-gas

beracun dan berbau dari air bekas processing.

2. CPI ( Corrugated Plate Interceptor ), yaitu sarana untuk meniadakan dan

memisahkan minyak yang terbawa air buangan.

3. Holding Bassin dan Waste Water Treatment (WWT) suatu sarana

mengembalikan atau memperbaiki kualitas air buangan, terutama


mengembalikan kandungan oxygen dan menghilangkan kandungan

minyak.

4. Flare, adalah cerobong asap/api untuk meniadakan pencemaran udara

sekeliling.

5. Silincer, dibangun sebagai sarana untuk mengurangi kemungkinan

pencemaran air buangan.

6. Groyne, sarana pelindung pantai dari kikisan gelombang laut

4.6 Sistem Kepegawaian PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap

Dalam kegiatan sehari-hari, PT Pertamina mempunyai pekerja-pekerja

dilingkungannya. Secara garis besar, pekerja PT Pertamina dibagi menjadi :

 Pegawai Pembina : golongan 2 ke atas


 Pegawai Utama : golongan 5 - 3

 Pegawai Madya : golongan 9 - 6

 Pegawai Biasa : golongan 16 - 10

1) Pekerja Harian

Untuk pekerja harian bekerja selama 40 jam kerja setiap minggu dengan

perincian sebagai berikut :

Hari Senin - Kamis : 07.00 - 16.00 (Istirahat : 12.00 - 13.00)

Hari Jumat : 07.00 - 16.30 (Istirahat : 11.30 - 13.30)


2) Pekerja Shift

Pekerja shift bekerja dengan sistem 3:1, artinya 3 hari kerja dan 1 hari

libur. Periode tersebut berjala secara bergantian dari shift pagi, sore dan

malam dengan jam kerja sebagai berikut :

Untuk Pekerja Operasi


Shift pagi : 08.00 - 16.00

Shift sore : 16.00 - 24.00

Shift malam : 00.00 - 08.00

Untuk Pekerja Security


Shift pagi : 06.00 - 14.00

Shift sore : 14.00 - 22.00

Shift malam : 22.00 - 06.00

4.7 Sistem Organisasi PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap

PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap dipimpin oleh

seorang General Manager yang membawahi :

 Operation and Manufacturing Senior Manager

 Engineering and Development Manager

 Legal and General Affair Manager

 Health, Safety Environment Manager

 Procurement Manager

 Reliability Manager
 OPI Coordinator

 Human Resource Area Manager (Hirarki ke Pusat)

 Refinery Internal Audit Cilacap Manager (Hirarki ke Pusat)

 Marine Region IV Manager ( Hirarki ke Pusat)

 Refinery Finance Offsite Support Region IV Manager (Hirarki ke Pusat)

Sedangkan Senior Manager Operation and Manufacturing membawahi :

 Production Manager I

 Production Manager II

 Refinery Palnning and Support Manager

 Maintenance Planning and Support Manager

 Maintenance Execution Manager

 Turn Around Manager

4.8 Visi dan Misi Perusahaan

4.8.1 PT Pertamina (Persero)

Visi : “Menjadi perusahaan energi nasional kelas dunia.”

Misi : Menjalankan usaha minyak, gas, serta energi baru dan terbarukan

secara terintegrasi, berdasarkan prinsip-prinsip komersial yang kuat.

4.8.2 PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap

Visi : “Menjadi Kilang Minyak dan Petrokimia yang Unggul di Asia pada

tahun 2020.”

Misi : Mengoperasikan kilang yang aman, handal, efisien, dan berwawasan

lingkungan serta menghasilkan keuntungan yang tinggi.


4.9 Logo Perusahaan

Gambar 4.5 Logo PT Pertamina (Persero)

(Sumber: PT Pertamina (Persero))

Elemen logo merupakan representasi huruf PERTAMINA

yang membentuk anak panah dengan arah ke kanan. Hal ini berarti PT

Pertamina (Persero) bergerak melesat maju dan progesif. Secara

keseluruhan, logo Pertamina menggunakan warna-warna yang berani.

Hal ini menunjukkan langkah besar kedepan yang diambil perusahaan

dan aspirasi perusahaan akan masa depan yang lebih positif dan dinamis.

Warna-warna tersebut yaitu:

Biru : Mencerminkan handal, dapat dipercaya, dan bertanggung jawab.

Hijau : Mencerminkan sumber daya energi yang berwawasan lingkungan.

Merah: Keuletan, ketegasan dan keberanian menghadapi berbagai macam

keadaan.
4.10 Tata Nilai Perusahaan

Pertamina menetapkan enam tata nilai perusahaan yang dapat

menjadi pedoman bagi seluruh karyawan dalam menjalankan perusahaan.

Keenam tata nilai perusahaan Pertamina dikenal dengan 6C, sebagai

berikut:

1. Clean (bersih)

Dikelola secara profesional, menghindari benturan kepentingan,

tidak menoleransi suap, menjunjung tinggi kepercayaan dan integritas.

Berpedoman pada asas-asas tata kelola korporasi yang baik.

2. Competitive (kompetitif)

Mampu berkompetisi dalam skala regional maupun internasional,

mendorong pertumbuhan melalui investasi, membangun budaya sadar

biaya dan menghargai kinerja.

3. Confident (percaya diri)

Berperan dalam pembangunan ekonomi nasional, menjadi pelopor

dalam reformasi BUMN, dan membangun kebanggaan bangsa.

4. Customer Focus (fokus pada pelanggan)

Berorientasi pada kepentingan pelanggan dan berkomitmen untuk

memberikan pelayanan yang terbaik kepada pelanggan.


5. Commercial (komersial)

Menciptakan nilai tambah dengan orientasi komersial, mengambil

keputusan berdasarkan prinsip-prinsip bisnis yang sehat.

6. Capable (berkemampuan)

Dikelola oleh pemimpin dan pekerja profesional dan memiliki

talenta dan penguasaan teknis tinggi, berkomitmen dalam membangun

kemampuan riset dan pengembangan.

4.11 Lokasi Perusahaan

PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV beralamat di Jalan MT

Haryono Nomor 77, Lomanis, Cilacap, Jawa Tengah, Indonesia 53221.

Kilang RU IV dibangun dengan luas area sekitar 526,71 Ha. Total luas

masing-masing kilang minyak dan sarana pendukung dijabarkan sebagai

berikut:

1. Area Kilang Minyak dan Kantor : 203,19 ha

2. Area Terminal dan Pelabuhan : 50,97 ha

3. Area Pipa Track dan Jalur Jalan : 12,77 ha

4. Area Perumahan dan Sarananya : 100,80 ha

5. Area Rumah sakit dan Lingkungannya : 10,27 ha

6. Area Lapangan Terbang : 70 ha

7. Area Paraxylene : 9 ha

8. Sarana Olah Raga / Rekreasi : 69,71 ha


Total luas area kawasan PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap

431 ha.

4.12 Proses Produksi PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap

Proses pengolahan minyak bumi terbagi menjadi dua, yaitu:

1) Minyak bumi yang berasal dari Middle East masuk ke Fuel Oil

Complex I dan diolah sehingga menghasilkan produk-produk seperti:

LPG, Premium, Naphtha, Kerosene, Avtur, Solar (ADO/IDO), LSWR,

dan M-bakar (IFO). Residu dari FOC I dijadikan bahan baku di Lube

Oil Complex (LOC) I, II, dan III. Residu ini diolah sehingga

menghasilkan produk-produk seperti: Base Oil, Parafinic Oil,

Minarex, Asphalt, Slax Wax, Solar, dan IFO.

2) Minyak bumi yang berupa campuran dari minyak bumi domestik dan

minyak bumi impor atau yang lebih dikenal dengan minyak cocktail

kemudian diolah di Fuel Oil Complex II dan menghasilkan produk-

produk yang sama dengan FOC I. Kemudian, Naphtha dari FOC II

disalurkan ke kilang Paraxylene untuk kemudian diolah menjadi

produk-produk seperti: LPG, Raffinate, Paraxylene, Benzene, Toluene,

dan Heavy Aromate.


4.13 Potensi Bahaya dan Risiko pada Proses Kerja

Secara umum, bahaya atau hazard yang terdapat pada proses

produksi PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV di tiap unitnya hampir

sama. Hazard tersebut antara lain:

Bahaya Lokasi

A. Hazard Fisik
1. Bising Semua area kilang

2. Electric Semua area kilang, control

room dan perkantoran

3. Radiasi Pengion FOC II, KPC, Area 70

4. Debu Semua area kilang

B. Hazard Kimia
1. Ammonia LOC I, LOC II, LOC III

2. H2S SRU, LOC II, LOC III

3. Benzene,Toluene,Xylene KPC, SRU, FOC I, FOC II

(BTX) FOC I, FOC II, LOC I

4. Methyl, Ethyl, Keton (MEK)

C. Hazard Biologi
1. Vektor Semua area kilang

2. Binatang (Serangga, Ular, dll)

D. Hazard Mekanik
1. Terjepit Semua area kilang

2. Terjatuh
3. Terpeleset

Hazard-hazard di atas tentunya akan menimbulkan risiko terhadap

keselamatan dan kesehatan semua pekerja. Risiko yang mungkin timbul

antara lain seperti Penyakit Akibat Kerja (PAK), kecelakaan kerja, risiko

kehilangan aset dan citra perusahaan, bahkan kematian.

4.14 Pengendalian yang Telah Dilakukan Perusahaan

Pengendalian yang telah dilakukan di PT Pertamina Refinery Unit

IV Cilacap antara lain adalah:

1. Engineering control, antara lain meliputi:

• Isolasi

• Ventilasi

• Barrier

2. Administrative control, antara lain meliputi:

• Badge

• Shift kerja

• Rotasi kerja

• SOP

• TKO

• TKI

3.APD, meliputi:

• Pakaian kerja (coverall)


Terbuat dari bahan tahan api yang mempunyai pori-pori yang

memungkinkan lewatnya prespirasi dan tidak menimbulkan arus listrik

statis

• Helm keselamatan (safety helmet)

• Sepatu keselamatan (safety shoes)

• Sarung tangan (gloves)

• Welding mask

• Welding screen

• Face shield

• Pelindung telinga (ear muff dan ear plug)

• Masker

4.15 Health, Safety, Environment (HSE)

Merupakan fungsi yang bertugas menjaga keselamatan dan

kesehatan karyawan dalam bidang Health, Safety and Environmental (HSE).

Bidang HSE bertanggung jawab langsung kepada General Manager PT.

Pertamina (Persero) RU IV Cilacap. Hal ini menunjukkan komitmen PT

Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap dalam melindungi

keselamatan dan kesehatan karyawan. Tugas pokok dari HSE adalah

menciptakan kondisi lingkungan kerja yang sehat dan aman dari bahaya

kecelakaan, kebakaran, pencemaran lingkungan, keadaan darurat dan

penyakit akibat kerja serta merencanakan dan menyusun garis kebijakan


program Sistem Manajemen Lingkungan (SML) ISO 14001, Proper, Sistem

Manajemen Keselamatan Proses (Sistem MKP) dan Manajemen Risiko

serta pengolahan AMDAL, untuk mendukung kehandalan operasi kilang

dan tercapainya visi dan misi perusahaan. Tugas-tugas lainnya dari HSE

antara lain:

1) Sebagai advisor body dalam usaha pencegahan kecelakaan kerja,

kebakaran/peledakan, dan pencemaran lingkungan

2) Melaksanakan penanggulangan kecelakaan kerja, kebakaran/peledakan,

dan pencemaran lingkungan

3) Melakukan pembinaan aspek HSE kepada pekerja maupun mitra kerja

(pihak III) untuk meningkatkan safety awareness melalui pelatihan,

safety talk, operation talk, dan sebagainya

4) Kesiapsiagaan sarana dan prasarana serta personil untuk menunjang

pelaksanaan, pencegahan, dan penanggulangan kecelakaan kerja,

kebakaran/peledakan, dan pencemaran lingkungan.

Fungsi HSE dibagi menjadi empat section yang masing-masing

dipimpin oleh seorang Section Head. Keempat section tersebut yaitu:

1) Fire and Insurance Section

Fungsi section ini adalah mengkoordinasikan, mengawasi,

mengevaluasi, serta memimpin kegiatan pencegahan dan

penanggulangan risiko serta tertib administrasi secara efektif dan


efisien sesuai standar kualitas yang ditetapkan untuk mendukung

keamanan dan kehandalan operasi kilang. Tugas dan fungsi Fire and

Insurance adalah:

a. Mencegah dan menanggulangi kebakaran/peledakan sekitar daerah

operasi PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap

b. Meningkatkan kehandalan sarana untuk penanggulangan kebakaran

c. Meningkatkan kesiapsiagaan sarana untuk penanggulangan

kebakaran

d. Menyelidiki (fire investigation) setiap kasus terjadinya kebakaran

e. Melaksanakan risk survey dan kegiatan pemantauan terhadap

rekomendasi asuransi

f. Melakukan fire inspection secara rutin dan berkala terhadap

sumber bahaya yang berpotensi terhadap risiko kebakaran.

Sarana-sarana yang dimiliki fire and insurance section meliputi :

a. Peralatan

•Foam tender

•Frush tender

•Foam trailer monitor

• Pemadam King System

•Fire jeep

•Dry power truck

•Fire truck
b. Media pemadam

• Dry powder

• Foam yang terdiri dari Al2SO4 dan NaHCO

• FM 200

2. Occupational Health Section

Occupational Health Section berfungsi untuk mencegah timbulnya

cedera dan penyakit akibat kerja melalui usaha-usaha mengantisipasi,

rekognisi, evaluasi, dan pengendalian bahaya di lingkungan kerja serta

menciptakan kondisi tempat dan lingkungan kerja yang sehat, aman,

nyaman, dan memberikan keuntungan kepada perusahaan dan pekerja

guna meningkatkan derajat kesehatan/moral pekerja dan produktivitas

pekerja. Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh unit ini

meliputi:

1) Monitoring hazard rutin, seperti:

• Hazard Fisik yang terdiri dari: kebisingan, radiasi pengion,

penerangan, dan cuaca kerja

• Hazard Kimia yang terdiri dari: Benzen, Toluen, Xilen (BTX),

Ammonia, Metil Etil Keton (MEK), Furfural, H2S, debu/partikel,

Asbes, Silika, Monitoring Pelaksanaan Pest Control, dan

Monitoring Pelaksanaan Pemeriksaan Air Minum Secara Kimiawi


• Hazard Biologi yang terdiri dari: Pemeriksaan Biological

Monitoring, Monitoring Pelaksanaan Pemeriksaan Air Minum

Secara Bakteriologis, dan Monitoring

• Pelaksanaan Rodent Control

2) Monitoring Hazard Non Rutin, seperti:

• Hazard Fisik yang terdiri dari: radiasi pengion, bising, dan radiasi

panas pada confined space

• Hazard Kimia yang terdiri dari: BTX, n-Hexane, H2S, CO, O2, dan

HC

• Hazard Biologi yang terdiri dari: Biological Monitoring dan

Pemberantasan Insekta

3) Inspeksi Lingkungan Kerja, seperti:

• Insidentil yang terdiri dari: accident report dan Penyakit Akibat

Kerja (PAK)

• Higiene Industri yang terdiri dari: On Site Peralatan OH (SCBA,

ELSA, APD, Emergency Shower)

4) Awareness OH-HSE, seperti:

• Safety and Health Talk/Tool Box Meeting

• Presentasi Aspek OH

• Induction Aspek HSE

5) Layanan, seperti:

• Pengisian Obat P3K


• Kegiatan P3K dan Rescue

• Air Breathing Apparatus

• Air Line Compressor

6) Pemberian rekomendasi, seperti:

• Bekerja di ruang terbatas (Confined Space)

• Program khusus seperti review STK, HIRAC, audit higiene dan

sanitasi makanan, dan housekeeping

7) Pemeliharaan Peralatan, seperti: inventarisasi alat ukur peralatan OH

dan inventarisasi APD

8) Pengiriman TLD Badge Radiasi, seperti: analisis TLD ke BATAN

9) Pelaksanaan CIP, seperti: GKM, SS, dan Sharing Knowledge

10) Lainnya, seperti: Safety Joint Inspection (SJI), PEKA, Review

MSDS, dan mendampingi SWAT.

3. Environmental Section

Fungsi bagian ini adalah untuk mengkoordinasikan, mengawasi,

dan memimpin kegiatan operasional, meliputi pemantauan/pengelolaan

lingkungan, Bahan Beracun dan Berbahaya (B3), kegiatan house

keeping dan pertamanan/penghijauan untuk menunjang tercapainya

lingkungan kerja yang bersih, aman, nyaman, serta meminimalisasi

dampak lingkungan akibat operasional kilang guna mematuhi

ketentuan/standar yang telah diterapkan pemerintah. PT Pertamina

(Persero) Refinery Unit IV Cilacap merupakan salah satu pelopor


“Green Factory” di Indonesia, hal ini ditunjukkan dengan diperolehnya

sertifikasi ISO 14001 yang mengedepankan Sistem Manajemen

Lingkungan. Upaya yang dilakukan adalah dengan menyediakan sarana

lindungan

lingkungan antara lain:

a. Sour water stripper

Merupakan sarana untuk memindahkan gas-gas beracun dari air

bekas proses sebelum dibuang ke laut.

b. Corrugated Plate Interceptor

Merupakan sarana untuk mengurangi dan memisahkan minyak

yang terbawa dalam air buangan

c. Holding Basin dan Waste Water Treatment (WWT)

Merupakan sarana mengembalikan atau memperbaiki kualitas air

buangan, terutama mengembalikan kandungan oksigen dan

menghilangkan kandungan minyak untuk mengurangi kadar

minyak dalam air buangan

d. Stack/cerobong asap yang tinggi untuk mengurangi pencemaran

udara sekitar

e. Silencer yaitu sarana untuk mengurangi kemungkinan pencemaran

air buangan

f. Groyne yaitu sarana pelindung pantai dari kikisan gelombang laut.


4. Safety Section

Fungsi bagian ini adalah merencanakan, mengatur, menganalisis,

dan mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan kecelakaan guna

tercapainya kondisi kerja yang aman untuk meminimalisasi kerugian

perusahaan. Adapun tugas dan fungsi Safety Section adalah:

a. Mencegah dan menanggulangi kecelakaan

b. Meningkatkan kehandalan sarana dan prasarana untuk pencegahan

dan penanggulangan kecelakaan kerja

c. Meningkatkan kesiapsiagaan personil dalam menghadapi setiap

potensi terjadinya kebakaran

d. Menyelidiki (accident investigation) setiap terjadinya kasus

kecelakaan

e. Melaksanakan pengawasan terhadap cara kerja aman melalui izin

kerja, gas test, dan sebagainya

f. Menyediakan dan mendistribusikan alat-alat pelindung diri (APD)

g. Melaksanakan pembinaan aspek HSE, safety talk, Tools box

meeting, safety meeting, dan sebagainya

h. Menerapkan Process Management Safety (PSM) atau Manajemen

Keselamatan Proses (MKP).

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Safety Section, yaitu:

a. Melaksanakan inspeksi aspek keselamatan kerja di seluruh area

kilang baik aspek terhadap keselamatan manusia maupun peralatan


b. Mengembangkan program keselamatan kerja melalui program yang

terkait dengan kegiatan proses

c. Melaksanakan penyuluhan, safety talk, safety meeting, baik

terhadap pekerja maupun kontraktor

d. Menyediakan sarana keselamatan kerja

e. Melaksanakan pelatihan aspek K3 bagi seluruh pekerja

f. Melengkapi sarana promosi K3 seperti safety campaign, safety

sign, tanda tanda peringatan, tanda-tanda larangan, dan lain-lain.

Selain itu, terdapat pula Unit Pemenuhan Regulasi dan Kesisteman dan

Safety Officer. Unit pemenuhan regulasi dan kesisteman bertugas

merencanakan, mengatur, menganalisis, dan mengkoordinasikan

pelaksanaan kegiatan pencegahan kecelakaan disesuaikan dengan

standar yang berlaku. Adapun standar yang berlaku mengacu pada

Sistem Manajemen Terpadu (SMT) Pertamina yang terintegrasi dengan

standar internasional.Standar tersebut meliputi Sistem Manajemen

Lingkungan (ISO 14001), Standar Mutu (ISO 9001) dan Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (OHSAS 18001:2007).

Sedangkan Safety officer bertugas melakukan inspeksi langsung

pekerjaan di lapangan, memberikan peringatan kepada pekerja yang

tidak mematuhi standar K3, melakukan monitoring bahaya secara

periodik, serta memberikan pengarahan kepada setiap pekerjaan di

lapangan. Safety Inspector berjumlah lima orang, bertanggung jawab


sesuai area kerjanya. Setiap satu orang safety officer dibantu oleh

seorang safety man.


BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Mengidentifikasi Bahaya Kritis Keadaan Darurat

Keadaan Darurat adalah suatu kondisi tidak normal mengacu

pada Identifikasi Bahaya yang telah dilakukan yang dapat mengancam

keselamatan operasi kilang, asset perusahaan, jiwa manusia dan

lingkungan sekitarnya dimana perlu dilakukan pengerahan seluruh sumber

daya dan manajemen yang ada di RU IV Cilacap.

Prosedur Penilaian Bahaya ERP di perusahaan ini sudah di atur dalam

Pedoman Penanggulangan Keadaan Darurat Terpadu dengan Nomor A-

016/E14000/2017-S9 revisi ke 2, berlaku terhitung mulai tanggal 27 Juli

2017. :

1. Identifikasi dan Pengendalian Sumber Bahaya Kritis

Prosedur awal dalam melaksanakan kegiatan penanggulangan

dan pengendalian bahaya di perusahaan adalah dengan melakukan

identifikasi dan pengendalian risiko bahaya yang berasal dari sumber

bahaya. Pelaksanaan program ini dimaksudkan untuk mengetahui dan

menganalisa area kerja mana saja yang berpotensi menimbulkan

keadaan darurat, di Pertamina RU IV Cilacap terdapat potensi bahaya

Major yang berdampak sangat besar yaitu


a. Kebakaran Besar

Kebakaran besar merupakan suatu potensi bahaya yang

tidak dapat ditanggulangi oleh Pekerja terkait, dalam keadaan

darurat pada lokasi 87C-202A Xylene Coloum dibutuhkan suatu

pengendalian yang terpadu agar menghindari kerugian yang

sangat signifikan, sesuai dengan referensi di RU IV yaitu

01/GFD/PX/87C-202A/2017 dan 01/PEP/87C-202A/2017,

bahaya Kebakaran Besar ini dikategorikan sebagai tahap Alarm.

Kebakaran besar ini ditanggulangi oleh Organisasi Keadaan

Darurat (OKD) dalam perusahaan.

b. Kebakaran Besar

Kebakaran besar merupakan suatu potensi bahaya yang tidak

dapat ditanggulangi oleh pekerja terkait, dalam keadaan darurat

pada lokasi 38T-102 dibutuhkan suatu pengendalian yang terpadu

agar menghindari kerugian yang besar, sesuai referensi di RU IV

Cilacap 02/GFD/38T-102/2017 bahaya besar ini dikategorikan

sebagai tahap Alarm. Kebakaran besar ini ditanggulangi oleh

Organisasi Keadaan Darurat.


c. Ledakan Besar

Ledakan besar merupakan potensi bahaya seketika yang dapat

menyebabkan kerugian besar yaitu Korban manusia dan Asset

Perusahaan, dalam keadaan darurat yang berpotensi terjadi ledakan

besar yaitu di 47T-501B LPG Spherical tank dibutuhkan suatu

pengendalian dan penanggulangan yang terpadu sesuai referensi di

RU IV Cilacap 03/PEP/47T-501B/2017 bahaya besar ini

dikategorikan sebagai tahap Alarm. Ledakan besar ini

ditanggulangi oleh Organisasi Keadaan Darurat (OKD).

d. Bocoran Gas Besar

Bocoran Gas besar merupakan potensi bahaya yang signifikan

terutama pada manusia gas berbahaya dapat mematikan, selain itu

Kebocoran gas yang luas dapat masuk ke dalam dapur kilang dan

menyebabkan kebakaran besar di 47V-2 Propane Vessel dibutuhkan

penanggulangan yang terpadu sesuai referensi di RU IV Cilacap

04/PEP/42V-2/2017, bahaya major ini dikategorikan dalam tahap

Alarm. Bocoran gas besar ini ditanggulangi oleh Organisasi

Keadaan Darurat (OKD).

e. Tumpahan Minyak Skala Besar

Tumpahan minyak skala besar adalah suatu potensi bahaya major

dapat menyebabkan kebakaran dan mencemari lingkungan disekitar

kilang pada lokasi 38T-101/102/103 kolaps dibutuhkan


penanggulangan yang terpadu sesuai referensi di RU IV Cilacap

05/PEP/38T-101-102-103/2017, bahaya major ini dikategorikan

dalam tahap Alarm. Tumpahan minyak berskala besar in

ditanggulangi oleh Organisasi Keadaan Darurat (OKD).

f. Bencana Alam Tsunami

Bencana Alam Tsunami merupakan penyebab tidak langsung yang

tidak terprediksi sehingga termasuk yang berpotensi besar berlokasi

di Area 70 dibutuhkan penanggulangan yang terpadu sesuai

referensi di RU IV Cilacap 06/PEP/BATS/2017, bahaya major ini

dikategorikan dalam tahap Alarm. Bencana alam tsunami

ditanggulangi oleh HSE Marine OM.

Pembahasan: Kebakaran Besar adalah suatu kerugian yang

besar bagi perusahaan. Sesuai dengan KEPMENAKER No. 186

Tahun 1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat

Kerja, disebutkan bahwa setiap perusahaan wajib mencegah,

mengurangi, dan memadamkan kebakaran, dan pelatihan

pemadaman kebakaran ditempat kerja yang meliputi:

1. Pengendalian setiap bentuk energi;

2. Penyediaan sarana deteksi, alarm, pemadam kebakaran dan

sarana evakuasi;

3. Pengendalian penyebaran asap, panas dan gas;


4. Pembentukan unit penanggulangan kebakaran di tempat kerja;

5. Penyelenggaraan latihan dan gladi penanggulangan kebakaran

secara berkala.

6. Memiliki buku rencana penanggulangan keadaan darurat

kebakaran, bagi tempat kerja yang mempekerjakan lebih dari

50 (lima puluh) orang tenaga kerja dan atau tempat kerja yang

berpotensi bahaya kebakaran sedang dan berat.

Untuk kesesuaian di PT. PERTAMINA RU IV Cilacap dengan

Standar sudah terlaksana semua, mulai dari regu pemadaman sampai

dengan pelatihan pemadaman kebakaran. Pertamina RU IV juga

sudah melaksanakan isolasi energi berbahaya seperti Gas H2S. Hal

ini dijelaskan dalam Pedoman Penanggulangan Keadaan Darurat

Terpadu dengan Nomor A-016/E14000/2017-S9 revisi ke 2.

Rekomendasi, Buku rencana penanggulangan keadaan darurat

kebakaran atau disebut Pedoman Penanggulangam Keadaan Darurat

di PT. PERTAMINA RU IV Cilacap di evaluasi setiap 1 tahun satu

kali dan wajib disosialisasikan pada seluruh pekerja karena seluruh

pekerja wajib mengerti dan memahami prosedur keadaan darurat.

(Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 186 Tahun 1999, Pasal 2


Tabel 5.1 Tabel Kesesuaian Program Identifikasi Bahaya Keadaan Darurat dengan Dasar Hukum

No. Dasar Hukum Sesuai/ Kondisi Aktual

Tidak Sesuai
OHSAS 18001:2007 PT. PERTAMINA RU IV Cilacap

1. Tentang Sistem Manajemen sudah melakukan Identifikasi Bahaya


Keselamatan dan Kesehatan Sesuai Kritis melalui metode HIRADC dan
Kerja, Pada Chapter 4.3 telah melakukan pengendalian seperti
yaitu Perencanaan Gas Test, Sistem Proteksi Kebakaran,
Identifikasi Bahaya, dan Pelatihan Pemadaman Kebakaran
Karakteristik Bahaya, dan
Pengendalian
PP RI No. 50 Tahun 2012

tentang Penerapan Sistem PT. PERTAMINA RU IV Cilacap


Manajemen K3. sudah melakukan Identifikasi Bahaya
Dalam menyusun prosedur Sesuai Kritis melalui metode HIRADC dan
atau kebijakan K3, telah melakukan pengendalian seperti
2. pengusaha paling sedikit Gas Test, Sistem Proteksi Kebakaran,
harus mengidentifikasi dan Pelatihan Pemadaman Kebakaran
bahaya ditempat kerja dan
pengendaliannya.

KEPMENAKER RI Nomor 1. Perusahaan sudah mencegah,


KEP.186/MEN/1999 mengurangi dan memadamkan
Tentang kebakaran di tempat kerja.
Unit Penanggulangan 2. Perusahaan sudah mengendalikan
3. Kebakaran di Tempat Kerja, setiap bentuk energi.
dijelaskan bahwa kewajiban 3. Perusahaan sudah menyediakan
mencegah, mengurangi dan sarana deteksi/alarm/pemadam
memadamkan kebakaran di kebakaran/sarana evakuasi.
tempat kerja yang meliputi 4. Perusahaan sudah mengendalikan
pengendalian setiap bentuk penyebaran asap/panas/gas.
energi, penyediaan sarana Sesuai 5. Perusahaan sudah membentuk
deteksi/alarm/pemadam unit penanggulangan kebakaran di
kebakaran/sarana evakuasi, tempat kerja.
pengendalian penyebaran 6. Perusahaan sudah
asap/panas/gas, menyelenggarakan latihan/gladi
pembentukan penanggulangan kebakaran secara
unit penanggulangan berkala.
kebakaran 7. Perusahaan sudah memiliki buku
di tempat kerja, rencana penanggulangan keadaan
penyelenggaraan darurat kebakaran.
latihan/gladi
penanggulangan kebakaran
secara berkala, dan memiliki
buku rencana
penanggulangan
keadaan darurat kebakaran.
Gambar 5.1 Kebakaran Besar 32T-102

(Sumber: PT. Pertamina RU IV Cilacap, 1995)

Gambar 5.2 Ledakan Besar, Seluruh Area Menjadi Kolam Api

(Sumber: PT. Pertamina RU IV Cilacap, 1995)


5.2 Keefektifan Sosialisasi Penanggulangan Keadaan Darurat

Keadaan Darurat adalah suatu kondisi tidak normal mengacu pada

Identifikasi Bahaya yang telah dilakukan yang dapat mengancam

keselamatan operasi kilang, asset perusahaan, jiwa manusia dan lingkungan

sekitarnya dimana perlu dilakukan pengerahan seluruh sumber daya dan

manajemen yang ada di RU IV Cilacap.

Prosedur Keadaan Darurat beserta sosialisasi di perusahaan ini sudah di atur

dalam Pedoman Penanggulangan Keadaan Darurat Terpadu dengan Nomor

A-016/E14000/2017-S9 revisi ke 2, berlaku terhitung mulai tanggal 27 Juli

2017. Sosialiasi Pedoman Penanggulangan Keadaan darurat dilakukan

melalui Distribusi buku pedoman dan Penyampaian melalui lisan ataupun

tulisan, sosialisasi melalui tulisan yaitu dengan memaparkan Pedoman

Penanggulangan Keadaan darurat pada halaman utama WEB Resmi

Pertamina RU IV Cilacap

Gambar 5.3 Sosialisasi PPKD melalui Web resmi PT. Pertamina RU IV Cilacap
Setelah dilakukan Survey pada Departemen HSE melalui kuisioner dapat

disimpulkan bahwa:

Soal no 1-5 mengenai BAB I Umun

Soal no 6-10 mengenai BAB II Ketentuan Pelaporan Keadaan Darurat

Soal no 11-15 mengenai BAB V Tugas dan Tanggung Jawab Tahap Alarm

Soal no 16-20 mengenai: - BAB IX Penyelamatan Jiwa Manusia dan Barang

- BAB X Evakuasi dan Dokumentasi

Diketahui:

Jumlah Pekerja HSE: 50 Orang

Jumlah Soal : 20 Soal

Target : 80% mengerti

Ditanya:

Persentase pemahaman pekerja terhadap Keadaan Darurat ?

Jawab:

Tabel 5.2 Tabel survey pemahaman pekerja mengenai PPKD RU IV Cilacap

No. Nomor Soal Jumlah Benar Persentase

1. 1 x 100% = 100%
50

2 2 x 100% = 100%
50

3 3 x 100% = 100%
50

4 4 x 100%= 86%
43
5 5 40 x 100%= 80%

6 6 36 x 100%= 72%

7 7 50 x 100% = 100%

8 8 46 x 100% = 92%

9 9 50 x 100% = 100%

10 10 34 x 100% = 68%

11 11 41 x 100% = 82%

12 12 41 x 100% = 82%

13 13 50 x 100% = 100%

14 14 43 x 100% = 86%

15 15 50 x 100% = 100%

16 16 47 x 100% = 94%

17 17 49 x 100% = 98%

18 18 50 x 100% = 100%

19 19 50 x 100% = 100%

20 20 50 x 100% = 100%

TOTAL = 82,70%

Jadi, tingkat pemahaman pekerja di Departemen HSE tentang Pedoman

Penanggulangan Keadaan Darurat mencapai 82,70%


Dapat disimpulkan bahwa mayoritas pada Departemen HSE PT. PERTAMINA

RU IV Cilacap mengatahui mengenai Pedoman Penanggulangan Keadaan

Darurat. Hanya 18% yang belum begitu memahami Pedoman Penanggulangan

Keadaan Darurat di PT. PERTAMINA RU IV Cilacap, maka perlu di lakukan

sosialisasi setiap revisi PPKD oleh Fungsi HSE RU IV (KEPMENAKER RI No

186/MEN/1999, Pasal 8)

Selain itu yang perlu di sosialisasikan adalah pekerja dari departemen lain, karena

potensi bahaya yang kritis berada di unit operasi dan jangkauan menuju Master

Area.

Rekomendasi, Masyarakat yang tinggal di sekitar kilang RU IV Cilacap

perlu di sosialisasikan terkait CSR dalam keadaan darurat, hal ini dijelaskan

dalam Undang – Undang No. 24 Tahun 2007, pasal 26 ayat 1 bagian C yaitu:

“Setiap orang/ Masyarakat / Pekerja berhak mendapatkan Informasi secara

tertulis dan/atau Lisan tentang Kebijakan Penanggulangan Bencana”


Tabel 5.3 Tabel Kesesuaian Sosialisasi Keadaan darurat dengan Dasar Hukum

No. Dasar Hukum Sesuai/ Aktual


Tidak
Sesuai
NFPA 1600 tentang 1. PT. PERTAMINA RU IV
1 “Emergency Management” Cilacap melakukan revisi
Chapter 7 yaitu: Pedoman Penanggulangan
Pendidikan umum. Sebuah Keadaan Darurat No. A-
program pendidikan publik 016/E-14000/2017-S9 Revisi
untuk mengkomunikasikan Tidak Ke-2, dan
berikut: Sesuai mensosialisasikan PPKD
1. Dampak Potensial tersebut baru terhadap
dari bahaya Pekerja Internal.
2. Informasi
Kesiapsiagaan
(Preparedness)
Undang – Undang No 24 1. PT. PERTAMINA RU IV
2. Tahun 2007 tentang Cilacap melakukan revisi
Penanggulangan Bencana, Pedoman Penanggulangan
Pasal 26 Ayat 1 Bagian C Keadaan Darurat No. A-
yaitu: 016/E-14000/2017-S9 Revisi
“Setiap Tidak Ke-2, dan
Orang/Masyarakat/Pekerja Sesuai mensosialisasikan PPKD
berhak mendapatkan tersebut baru terhadap
Informasi secara tertulis Pekerja Internal.
dan/atau Lisan tentang
Kebijakan Penanggulangan
Bencana”
KEPMENAKER RI No. 1. PT. PERTAMINA RU IV
3. 186/MEN/1999 tentang Cilacap melakukan revisi
Unit Penanggulangan Pedoman Penanggulangan
Kebakaran Di Tempat Keadaan Darurat No. A-
Kerja” Pasal 8 ayat 1 bagian Sesuai 016/E-14000/2017-S9 Revisi
C yaitu: Ke-2, dan
“Memberikan Penyuluhan mensosialisasikan PPKD
tentang Prosedur tersebut baru terhadap
Penanggulangan Kebakaran Pekerja Internal.
di Tempat Kerja”
5.3 Implementasi Penanggulangan Keadaan Darurat

Dalam menyusun rencana dan pelaksanaan kegiatan

Penanggulangan Kondisi Darurat perlu pelatihan yang bertujuan untuk

melatih personil agar berkompeten dalam Penanggulangan Keadaan Darurat

seperti Kebakaran, maka diperlukan suatu kegiatan yang disebut Fire Drill

& General Fire Drill. Pelaksanaan Fire Drill (Minor) maupun General Fire

Drill (Mayor) berdasarkan scenario kebakaran yang sudah dibuat yang

mencakup kemampuan Fire Equipment, proses penanggulangan dan

proteksi peralatan kilang untuk kemampuan para personil PT. Pertamina RU

IV Cilacap dalam menghadapi keadaan darurat (Emergency) sehingga setiap

kejadian yang berhubungan langsung dengan Emergency dapat segera

ditanggulangi sesuai prosedur Emergency yang sudah di bakukan.

5.3.1 FIRE DRILL

Fire Drill adalah pelaksanaan latihan simulasi pemadaman

dengan skala kecil sesuai dengan skenario yang telah di buat dalam

Pre Fire Planning. Skala Kecil mencakup jumlah personil dan dampak

kerugian yang sedikit sehingga proses penanggulangan dikoordinir

oleh Section Head /Sr. Supervisor. Fire Drill di PT. Pertamina RU IV

Cilacap dilakukan 12 kali dalam setahun, dengan lokasi yang berbeda

beda dan skala minor, seperti Fire Drill di Flare 148 RFCC. Dalam

pelaksanaan Fire Drill harus mengetahui terlebih dahulu Bahaya yang

terdapat pada lokasi kejadian dan menentukan Strategy


Penanggulangan. Dan parameter untuk evaluasi bahaya menggunakan

Software ARCHIE ( Automated Resource for Chemical Hazard

Evaluation) versi I

Gambar 5.4 Perhitungan dengan Software Archie

(Sumber: PT. Pertamina RU IV Cilacap, 2015)

A. Plot Plan With Hydrant Location

Gambar 5.5 Plot Plan Hydrant Location

(Sumber: PT. Pertamina RU IV Cilacap, 2015)


B. Fire Fighting Plan and Radiation Zone

Gambar 5.6 Fire Fighting and Radiation Zone

(Sumber: PT. Pertamina RU IV Cilacap, 2015)

Didalam Fire Drill harus melibatkan pekerja setempat agar pekerja mampu

menanggulangi jika ada kebakaran kecil pada saat operasi. Posisi Fire Truck

mempengaruhi waktu pemadaman serta keberhasilan pemadaman, perlu

dipertimbangkan jarak Fire Truck terhadap lokasi kebakaran dari segi

panjang hose, Jarak aman Pemadaman, dan Water Supply maka dari itu pada

saat Fire Drill kondisi jalan untuk akses Fire Truck harus di tutup.
C. Dokumentasi Fire Drill (Minor)

Gambar 5.7 Fire Truck Tiba Di Lokasi

(Sumber: PT. Pertamina RU IV Cilacap, 2015)

Gambar 5.8 Fire Brigade Menyiapkan Selang

(Sumber: PT. Pertamina RU IV Cilacap, 2015)


Gambar 5.9 Fire Brigade Melakukan Pemadaman

(Sumber: PT. Pertamina RU IV Cilacap, 2015)

Gambar 5.10 Komunikasi dengan Fire Station

(Sumber: PT. Pertamina RU IV Cilacap, 2015)


5.3.2 GENERAL FIRE DRILL

General Fire Drill adalah pelakanaan latihan simulasi

pemadaman dengan skala besar sesuai scenario yang telah di buat oleh

seluruh bagian yang terlibat yang di koordinir oleh Fungsi HSE. General

Fire Drill dilakukan 1 kali dalam setahun yang melibatkan seluruh

departemen dalam melaksanakan General Fire Drill ini dengan Skala

Major seperti Kebakaran Pada Main Colomn 101C-521 Unit 101 RFCC.

Secara umum tujuan dari General Emergency Fire Drill adalah untuk

meningkatkan kesiap-siagaan, koordinasi antar fungsi dan menentukan

langkah-langkah / tindakan yang tepat dan efektif dalam penanggulangan

keadaan darurat, serta untuk mengetahui tingkat kehandalan sarana dan

prasarana penanggulangan kebakaran / keadaan darurat.

Dalam General Fire Drill harus mengatahui potensi bahaya skala besar

dan membuat Scenario yang kompleks agar semua departemen

melakukan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan Pedoman

Penanggulangan Darurat. Parameter yang digunakan dalam perkiraan

bahaya yang timbul pada saat General Fire Drill menggunakan Software

ARCHIE ( Automated Resource for Chemical Hazard Evaluation) versi I.


Gambar 5.11 Perhitungan menggunakan ARCHIE

(Sumber: PT. Pertamina RU IV Cilacap, 2015)

Dari parameter tersebut di atas, dengan menggunakan Software yang ada,

yaitu ARCHIE ( Automated Resource for Chemical Hazard Evaluation)

versi I, dapat diperkirakan bahaya yang mungkin timbul, yaitu:

 Flame jet length : 32 feet (9.7 meter )

 Safe separation distance : 64 feet (19.5 meter )


A. PLOT PLAN WITH HYDRANT LOCATION

Gambar 5.12 Menuju Lokasi

(Sumber: PT. Pertamina RU IV Cilacap, 2015)

B. Dokumentasi General Fire Drill

Gambar 5.13 Tim Fire Tiba di Lokasi

(Sumber: PT. PERTAMINA RU IV Cilacap, 2015)


Gambar 5.14 Rescue Korban

(Sumber: PT. PERTAMINA RU IV Cilacap, 2015)

Gambar 5.15 Pemadaman Api

(Sumber: PT. PERTAMINA RU IV Cilacap,2015)


Gambar 5.16 Kondisi Sudah Aman

(Sumber: PT. PERTAMINA RU IV Cilacap)

Evaluasi Fire Drill di sewer 148 dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Komunikasi pada saat pelaksanaan fire dril sudah berjalan dengan


baik tetapi perlu ditingkatkan sehingga penanggulangan berjalan
lebih cepat..

Pembahasan:
1. Menurut OHSAS 18001 – 2007 tentang Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

4.4.3.1 Komunikasi: Sesuai dengan bahaya – bahaya K3 DAN

Sistem Manajemen K3, organisasi harus membuat, menerapkan,

dan memelihara prosedur untuk:

a. Komunikasi Internal antar berbagai Tingkatan dan Fungsi

dalam organisasi
b. Komunikasi dengan kontrator dan tamu lainnya ke tempat

kerja

c. Menerima,mendokumentasikan, dan merespon komunikasi

yang relevan dari pihak – pihak eksternal terkait

Jadi komunikasi harus lebih ditingkatkan baik Komunikasi

Internal atau Komunikasi Eksternal

Evaluasi General Fire Drill Main Colomn 101C-521 Unit 101 RFCC :

1. Skenario Pre Fire Planning Secara umum berjalan dengan baik tetapi

perlu dilakukan perbaikan dalam langkah-langkah penanggulangan

agar lebih sempurna.

2. Kehadiran tim off duty tidak tepat waktu, mayoritas tempat

tinggal diluar komplek.

3. Koordinasi antar bagian kurang lancar oleh karena itu komunikasi

emergency harus dilakukan dengan rutin

Pembahasan:

1. Menurut Standar NFPA 1600 tentang Standard

Emergency Management

Chapter 8.2.1 yaitu Latihan harus menyediakan metodologi

standar untuk berlatih prosedur dan berinteraksi dengan instansi

(Internal dan Eksternal) dalam peraturan terkontrol.


Chapter 8.2.2 yaitu Latihan harus dirancang untuk menilai

kematangan rencana program, prosedur, dan strategi

2. Menurut Peraturan Menteri PU No.20 Tahun 2009 tentang

Pedoman Teknis Manajemen Proteksi Kebakaran di

Perkotaan

Respon Time ± 15 Menit.

Tetapi karena PT. Pertamina RU IV adalah Kilang Minyak, tentu

resiko bahaya lebih besar maka,

Menurut KP.420 Tahun 2011 tentang Standar Teknis PKP-

PK dan Di Pakai di Area Bandara maka,

Respon Time ±3 Menit setelah dilaporkan nya terjadi

Kebakaran

3. Menurut OHSAS 18001 – 2007 tentang Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

4.4.3.1 Komunikasi: Sesuai dengan bahaya – bahaya K3 DAN

Sistem Manajemen K3, organisasi harus membuat, menerapkan,

dan memelihara prosedur untuk:

a. Komunikasi Internal antar berbagai Tingkatan dan Fungsi

dalam organisasi

b. Komunikasi dengan kontrator dan tamu lainnya ke tempat

kerja

c. Menerima,mendokumentasikan, dan merespon komunikasi

yang relevan dari pihak – pihak eksternal terkait


General Fire Drill adalah pelakanaan latihan simulasi pemadaman

dengan skala besar sesuai scenario yang telah di buat oleh seluruh bagian yang

terlibat yang di koordinir oleh Fungsi HSE. Menurut KEPMENAKER No. 186

Tahun 1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja Pasal 2,

yaitu:

1. Pengurus atau Pengusaha wajib mencegah, mengurangi, dan memadamkan

kebakaran, dan latihan penanggulangan kebakaran ditempat kerja.

2. Kewajiban mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran ditempat

kerja, sebagaimana dimaksud pada ayat 1 yaitu:

a. Pengendalian setiap bentuk Energi

b. Penyediaan sarana deteksi, alarm, pemadam kebakaran, dan sarana

evakuasi

c. Pengendalian penyebaran Asap, Panas, dan Gas.

d. Pembentukan Unit Pemadaman Kebakaran di Tempat Kerja

e. Penyelenggaraan Latihan atau Gladi penanggulangan kebakaran secara

berkala.

f. Memiliki buku rencana penanggulangan keadaan darurat kebakaran,

bagi tempat kerja yang memperkerjakan lebih dari lima puluh (50)

orang tenaga kerja, dan atau tempat kerja yang berpotensi bahaya

kebakaran sedang dan berat.

Rekomendasi, Pelaksanaa Fire Drill dilaksanakan minimal 1 bulan 1 kali atau 12

kali dalam 1 tahun dan diikuti oleh pekerja terkait. Dan General Fire Drill

dilakukan 1 kali dalam setahun. Sosialisasi Pedoman penanggulangan keadaan


darurat dilakukan dengan menyeluruh kepada pekerja dan masyarakat sekitar

kilang supaya dalam menghadapi keadaan darurat mereka mengetahui apa yang

harus mereka lakukan dan tanggung jawab masing – masing. (KEPMENAKER

No. 186 Tahun 1999 Pasal 2&8 dan NFPA 1600 Emergency Response Plan,

Chapter 8 “Excercise and Test”

Tabel 5.4 Kesesuaian Implementasi ERP dan Dasar Hukum PT. Pertamina RU IV

No Dasar Hukum Sesua Aktual

. i/
Tidak
Sesua
i
KEPMENAKER No. 186 Tahun
1999 tentang Unit Penanggulangan
1. Kebakaran di Tempat Kerja Pasal 1. PT. Pertamina
2, yaitu: RU IV cilacap sudah memiliki
1. Pengurus prosedur untuk mencegah,
atau Pengusaha wajib mengurangi, dan memadamkan
mencegah, mengurangi, dan kebakaran dan sudah melakukan
memadamkan kebakaran, dan latihan yaitu Fire Drill setiap 1
latihan penanngulangan bulan 1 kali dan General Fire
kebakaran ditempat kerja. Drill setiap 1 tahun 1 kali
2. Memiliki 2. PT. Pertamina
buku rencana
penanggulangan keadaan Sesua RU IV cilacap sudah memiliki
darurat kebakaran, bagi Buku rencana penanggulangan
keadaan darurat yaitu Pedoman
tempat kerja yang i
Penanggulangan Keadaan
memperkerjakan lebih dari Darurat No. A-016/E-
lima puluh (50) orang 14000/2017-S9 Revisi Ke-2
tenaga kerja, dan atau
tempat kerja yang
berpotensi bahaya
kebakaran sedang dan berat.
2. NFPA 1600 tentang Emergency 1. PT.

Management Chapter 8 “Excersise PERTAMINA RU IV sudah


and Test” yaitu: melakukan Pelatihan yaitu Fire
1. Perusahaa Drill dan General Fire Drill yang
n harus mengevaluasi dilakukan sesuai skenario dari
rencana program, prosedur, Fungsi HSE
pelatihan dan kemampuan
meng improve terus 2. PT.PERTAMIA
menerus melalui latihan N RU IV sudah melakukan
berkala evaluasi Fire Drill dan General
2. Latihan Sesua Drill melalui Obvervasi dari
harus dievaluasi Observer dan hasil evaluasi
programplan, prosedur, i langsung diberikan setelah
tujuan nya untuk melakukan Drill
mengetahui apakah latihan
ini sesuai atau tidak. 3. PT.
3. Frekuensi PERTAMINA RU IV
latihan dilakukan untuk melaksanakan Fire Drill setiap 1
mempertehankan bulan sekali dan General Fire
kemampuan personil Drill setiap 1 tahun 1 kali

(Sumber: PT. Pertamina RU IV Cilacap, 2017)


BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

6.1.1 Mengidentifikasi Bahaya Kritis penyebab Keadaan Darurat

Keadaan Darurat adalah suatu kondisi tidak normal mengacu

pada Identifikasi Bahaya yang telah dilakukan yang dapat mengancam

keselamatan operasi kilang, asset perusahaan, jiwa manusia dan

lingkungan sekitarnya dimana perlu dilakukan pengerahan seluruh sumber

daya dan manajemen yang ada di RU IV Cilacap.

Prosedur Penilaian Bahaya ERP di perusahaan ini sudah di atur dalam

Pedoman Penanggulangan Keadaan Darurat Terpadu dengan Nomor A-

016/E14000/2017-S9 revisi ke 2, berlaku terhitung mulai tanggal 27 Juli

2017. :

2. Identifikasi dan Pengendalian Sumber Bahaya Kritis:

a) Kebakaran Besar lokasi 87C-202A Xylene Coloum

b) Kebakaran Besar pada lokasi 38T-102

c) Ledakan Besar

d) Kebocoran Gas Besar

e) Tumpahan Minyak Skala Besar

f) Bencana Alam Tsunami


6.1.2 Keefektifan Sosialisasi Penanggulangan Keadaan Darurat

Dengan melakukan Survey Kuisioner, Tingkat pemahaman

pekerja di Departemen HSE tentang Pedoman Penanggulangan

Keadaan Darurat mencapai 82,70%

Dapat disimpulkan bahwa mayoritas pada Departemen HSE

PT. PERTAMINA RU IV Cilacap mengatahui mengenai Pedoman

Penanggulangan Keadaan Darurat. Hanya 18% yang belum begitu

memahami Pedoman Penanggulangan Keadaan Darurat di PT.

PERTAMINA RU IV Cilacap.

6.1.3 Implementasi Penanggulangan Keadaan Darurat

a) Fire Drill

Fire Drill adalah pelaksanaan latihan simulasi

pemadaman dengan skala kecil sesuai dengan skenario yang

telah di buat dalam Pre Fire Planning. Skala Kecil mencakup

jumlah personil dan dampak kerugian yang sedikit sehingga

proses penanggulangan dikoordinir oleh Section Head /Sr.

Supervisor. Fire Drill dilakukan 12 kali dalam satu tahun.

b) General Fire Drill

General Fire Drill adalah pelakanaan latihan simulasi

pemadaman dengan skala besar sesuai scenario yang telah di

buat oleh seluruh bagian yang terlibat yang di koordinir oleh


Fungsi HSE. General Fire Drill dilakukan 1 kali dalam

setahun yang melibatkan seluruh departemen dalam

melaksanakan General Fire Drill ini dengan Skala Major.

6.2 Saran

6.2.1 Mengidentifikasi Bahaya Kritis Penyebab Keadaan Darurat

Buku rencana penanggulangan keadaan darurat kebakaran atau

disebut Pedoman Penanggulangam Keadaan Darurat di PT.

PERTAMINA RU IV Cilacap di evaluasi setiap 1 tahun satu kali

dan wajib disosialisasikan pada seluruh pekerja karena seluruh

pekerja terkait Bahaya Kritis di Tempat Kerja, pekerja wajib

mengerti dan memahami prosedur keadaan darurat.

(Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 186 Tahun 1999, Pasal 2)

6.2.2 Keefektifan Sosialisasi Penanggulangan Keadaan Darurat

1. Masyarakat yang tinggal di sekitar kilang RU IV Cilacap perlu

di sosialisasikan terkait CSR dalam keadaan darurat, hal ini

dijelaskan dalam Undang – Undang No. 24 Tahun 2007, pasal

26 ayat 1 bagian C yaitu:


“Setiap orang/ Masyarakat / Pekerja berhak mendapatkan

Informasi secara tertulis dan/atau Lisan tentang Kebijakan

Penanggulangan Bencana”

3. Berdasarkan hasil survey kuisioner 18% pekerja yang tidak

memahami penanggulangan keadaan darurat di Departemen

HSE adalah bagian Administrasi, direkomendasikan untuk

disosialisasikan mengenai Penanggulangan Keadaan Darurat.

(KEPMENAKER RI No. 186/MEN/1999 tentang Unit

Penanggulangan Kebakaran Di Tempat Kerja” Pasal 8 ayat 1

bagian C yaitu:

“Memberikan Penyuluhan tentang Prosedur Penanggulangan

Kebakaran di Tempat Kerja”)

(Undang – Undang No 24 Tahun 2007 tentang

Penanggulangan Bencana, Pasal 26 Ayat 1 Bagian C yaitu:

“Setiap Orang/Masyarakat/Pekerjaberhakmendapatkan

Informasi secara tertulis dan/atau Lisan tentang Kebijakan

Penanggulangan Bencana”)

6.2.3 Implementasi Emergency Response Plan

1. Skenario Pre Fire Planning Secara umum berjalan dengan

baik tetapi perlu dilakukan perbaikan dalam langkah-langkah

penanggulangan agar lebih sempurna. (Standar NFPA 1600

tentang Standard Emergency Management Chapter 8.2.1

yaitu Latihan harus menyediakan metodologi standar untuk


berlatih prosedur dan berinteraksi dengan instansi (Internal

dan Eksternal) dalam peraturan terkontrol.)

2. Kehadiran tim off duty tidak tepat waktu, mayoritas tempat

tinggal diluar komplek. (Menurut KP.420 Tahun 2011

tentang Standar Teknis PKP-PK dan Di Pakai di Area

Bandara maka, Respon Time ±3 Menit setelah dilaporkan nya

terjadi Kebakaran)

3. Koordinasi antar bagian kurang lancar oleh karena itu

komunikasi emergency harus dilakukan dengan rutin

(Menurut OHSAS 18001 – 2007 tentang Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

4.4.3.1 Komunikasi: Sesuai dengan bahaya – bahaya K3

DAN Sistem Manajemen K3, organisasi harus membuat,

menerapkan, dan memelihara prosedur untuk:

a. Komunikasi Internal antar berbagai Tingkatan dan Fungsi

dalam organisasi

b. Komunikasi dengan kontrator dan tamu lainnya ke tempat

kerja

c. Menerima,mendokumentasikan, dan merespon komunikasi

yang relevan dari pihak – pihak eksternal terkait.


DAFTAR PUSTAKA

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 2008. Peraturan Kepala

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Nomor 10 Tentang

Pedoman Komando Tanggap Darurat Bencana. Jakarta: Badan Nasional

Penanggulangan Bencana (BNPB).

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 2008. Peraturan Kepala

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Nomor 4 Tentang

Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana. Jakarta: Badan

Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Federal Emergency Management Agency (FEMA). 1993. Federal Emergency

Management Agency (FEMA) 141: Emergency Management Guide for

Business and Industry. United States of America: Federal Emergency

Management Agency (FEMA).

Federal Emergency Management Agency (FEMA). 2007. Mutual Aid Agreements

for Public Assistance and Fire Management Assistance. United States of

America: Federal Emergency Management Agency (FEMA).

KEPMENAKER RI No. 186/MEN/1999

National Fire Protection Association (NFPA). 2003. Tentative Interim Amendment

National Fire Protection Association (NFPA) 1561: Standard on

Emergency Services Incident Management System. United States of

America: National Fire Protection Association (NFPA).

National Fire Protection Association (NFPA). 2009. National Fire Protection


Association (NFPA) 1600: Standard on Disaster/Emergency Management
and Business Continuity Programs. United States of America: National

Fire Protection Association (NFPA).

Pribadi, Amiroel. 2010. Emergency Planning Untuk Industry. Jakarta : D’ Agni

Pribadi, Amiroel. 2009. Kompetensi Komandan Penanggulangan Emergency.

Indramayu: Akamigas Balongan

Ramli, Soehatman. 2017. Manajemen Kesemalatan Proses. Jakarta: Yayasan

Pengembang Keselamatan Prosafe Institute

Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24

Tentang Penanggulangan Bencana. Jakarta: Sekretariat Negara.

Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana


LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

I. Keterangan Perorangan
1. Nama Lengkap : Gilang Mahesa Kameswara

2. Tempat, Tanggal Lahir : Serang, 30 September 1996

3. Jenis Kelamin : Pria

4. Agama : Islam

5. Kewarganegaraan : Indonesia

6. Status Perkawinan : Belum Kawin

7. Alamat Rumah

Perumahan : BBS 3 Blok F2 No.4

Kelurahan / Desa : Ciwedus

Kecamatan : Cilegon

Kabupaten / Kota : Cilegon

Provinsi : Banten

Negara : Indonesia

Kode Pos : 42418


8. Nomor Handphone : +6285956620727 / +6281911089000
9. E-mail : gilangmahesak@gmail.com

II. Pendidikan
1. Pendidikan

Tingkat Nama Jurusan Ijazah Tempat Nama

NO. Pendidikan Tahun Kepala

Sekolah
/Direktur

1. SD Negeri 1 - 2009 Cilegon, Hj. Astuti

Banten

2. SMP Negeri 2 - 2012 Cilegon, Hj.

Banten Munawaroh

3. SMA Negeri 1 IPS 2015 Cilegon, H. Lili

Banten

D-3 /
4. Akademi Minyak dan Fire and - Indramayu, Drs. H.

Gas Safety Jawa Barat Nahdudin


Balongan Islami, M.Si.
2. Kursus / Pelatihan

No. Nama / Kursus Tanda Tempat Keterangan

Lulus
Tahun

1. Character and 2015 Indramayu, Sertifikat

Personality Building Jawa Barat

2. First Aid 2015 Indramayu, -

Jawa Barat

3. Real English 2016 Indramayu, Sertifikat

Jawa Barat

4. Strategi Peningkatan

Performa K3 Universitas Sertifikat


Organisasi di Era
Indonesia,
Masyarakat Ekonomi 2016
ASEAN ditinjau dari Depok
Aspek Manusia

5. Safety Process 2016 Indramyu, Jawa Sertifikat

International Barat

6. Basic Training Fire 2017 Indramayu, Sertifikat

Rescue Jawa Barat


7. English For Job 2017 Indramayu, Sertifikat

Interview Jawa Barat

III. Pengalaman

1. Kunjungan
No. Lokasi Tujuan Tahun
Kunjungan

1. Pantai Karangsong Membahas


Hutan Mangrove menjaga 2015
lingkungan
Indramayu

2. Rumah Sakit Borromeus Membahas 2016

Bandung Hygiene Industri

3. Rumah Sakit Membahas 2016

Mawardi Manajemen

Solo Limbah

4. PT. Indofood Membahas 2016

Proses Industri

&

Proses Safety

Management
IV. Keterangan Keluarga

1. Bapak dan Ibu Kandung


No. Nama Tanggal Lahir / Pekerjaan
Umur

1. Endang Slamet 08 April 1968 / Swasta


49

2. Almh. Widya Utami 27 Januari 1972 -

Anda mungkin juga menyukai