Anda di halaman 1dari 0

87

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Tinjauan Umum Objek Penelitian
4.1.1 Sejarah Perusahaan
Sekitar tahun 1880-an didirikan pabrik-pabrik gula oleh pemerintah
Belanda di daerah Jawa Barat. Sebagai bahan baku digunakan tanaman tebu.
Pabrik gula ini menghasilkan limbah berupa ampas tebu (bagasse) blotong, dan
tetes (molasses). Tidak seperti jenis limbah lainnya molase yang berupa cairan
yang sangat pekat tidak bisa langsung dibuang ke lingkungan tapi memerlukan
proses pengolahan. Molasses merupakan nira masak yang yang tidak dapat
dikristalkan. Kadar gula ivert yang terkandung dalam molasses sekitar 50 %. Gula
dengan kadar yang cukup tinggi tersebut dapat dimanfaatkan menjadi zat lain
yang bernilai ekonomis seperti alkohol.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka pada tahun 1883 sebuah perusahaan
swasta belanda yang bernama Ament Suiken Fsbriken, mendirikan Gist and
Spirtus Fabriken. Produk yang dihasilkan adalah arak dan alkohol. Produksi
alkohol dimulai pada saat PD I digunakan sebagai bahan bakar.
Pemerintah Indonesia mengambil alih perusahaan tersebut pada tahun
1957 dan mengubah menjadi perusahaan perkebunan Negara (PPN) XIV pabrik
spirtus dan Alkohol Palimanan dengan struktur organisasi yang menginduk pada
perusahaan perkebunan Negara XIV pabrik Gula Gempol Palimanan Cirebon.
88


Sebagai bukti adanya UU Nasionalisasi No. 86 tangal 31 Desember 1985
yang menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan Belanda asing yang ada di
Indonesia diambil alih oleh pemerintah RI maka pada tahun 1985 PSA Palianan
dinasionalisasikan dan diserahkan pada PPN Jawa Barat. Nama perusahaan
diubah menjadi perusahaan Negara Perkebunan (PNP) XIV Pabrik Spirtus dan
Arak Palimanan berdasarkan PP No. 2/ 1963. pada tahun 1981 statusnya dirubah
menjadi perseroan terbatas pabrik spirtus dan Alkohol Palimanan Kemudian
tahun 1989 perusahaan mempunyai pimpinan sendiri. Tetapi struktur organisasi
tersebut masih menginduk dan bertanggung jawab pada administratur. PPN XIV
Pabrik Gula Gempol.
Berdasarkan keputusan direksi PTP XIV No. XX- Surkep/UM
83004.414/83 Tanggal 4 April 1983 perihal pemisahan PTP XIV PG Gempol
yang merupakan satu unit produksi tersendiri dibawah pengawasan Direksi PTP
XIV Cirebon. Sebelum tahun 1989, PTP XIV dibawah naungan departemen
pertanian dan keuangan. Pada tahun 1989, manajemen perusahaan dikelola oleh
PT Rajawali Nusantara Indonesia Sebuah BUMN milik Departemen Keuangan
Republik Indonesia.

4.1.2 Lokasi dan Tata Letak Pabrik
4.1.2.1 Lokasi Pabrik
PSA Palimanan terletak di Jalan Raya Palimanan, Nomor 168, Desa
Klangenan, Kecamatan Palimanan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Lokasi
pabrik terletak di pinggir jalan Palimanan, menghadap selatan km 15 arah Barat
89


Cirebon. Bagian timur berbatasan dengan rumah penduduk Klangenan, barat
dibatasi Kali Parakan Wuning, dan utara berbatasan dengan sawah penduduk.
Posisi pabrik yang demikian memberikan beberapa keuntungan,
diantaranya:
1. Transportasi darat
Lokasi di pinggir jalan memudahkan pengangkutan bahan baku dan pemasaran
produk.
2. Transportasi laut
Hasil produksi arak dikirim ke Eropa, khususnya Belanda. Pengiriman
menggunakan transportasi laut, yaitu melalui pelabuhan Cirebon yang letaknya
cukup dekat dengan pabrik. Jika tidak memungkinkan maka dilakukan melalui
pelabuhan Tanjung Priok.
3. Tenaga kerja
Kebanyakan karyawan PSA Palimanan adalah penduduk sekitar pabrik,
sehingga perusahaan tidak perlu menyediakan fasilitas perumahan, kecuali
bagi karyawan staf.
4. Ketersediaan air
PSA Palimanan dibatasi Kali Parakan Wuning untuk memenuhi kebutuhan air
di pabrik.

4.1.2.2 Tata Letak Pabrik
Luas lahan yang ditempati PSA Palimanan 14.174 m
2
. Lahan untuk
perkantoran 1000 m
2
, bangunan pabrik 8647 m
2
,dan gedung 3427 m
2
.
90


Perkantoran terletak dibagian depan sedangkan ruang produksi dibagian belakang.
Area pabrik dibagi berdasarkan fungsinya, meliputi area penyimpanan bahan baku,
area laboratorium, area fermentasi, area destilasi, area penunjang (penyedia steam
dan pompa), area penyimpanan produk, area pengolahan dan pembuangan limbah,
area perkantoran dan tata usaha. Tata letak pabrik didasarkan pada pertimbangan-
pertimbangan sebagai berikut:
1. Keselamatan kerja
2. Keselamatan kerja sangat diperhatikan dalam menentukan tata letak pabrik.
Areal yang banyak memerlukan tenaga kerja diletakkan jauh dari areal
rawan.
3. Kemudahan proses
4. Proses yang berurutan diletakkan berdekatan, misalnya: areal fermentasi
bersebelahan dengan areal distilasi dan areal ketel berdekatan dengan
penimbunan bahan bakar.
5. Kemungkinan pengembangan proses
6. Tata letak peralatan proses memungkinkan pengembangan proses, misalnya:
di sekitar fermentor terdapat ruang untuk fermentor baru sebagai upaya untuk
meningkatkan kapasitas produksi.

4.1.3 Manajemen Perusahaan
PSA Pallimanan merupakan suatu unit usaha yang berada dibawah
naungan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) yang dipimpin oleh seorang
Manajer Umum. Manajer umum tersebut dibantu oleh bagian produksi dan bagian
Tata Usaha dan Keuangan (TUK).
91


4.1.3.1 Manajemen SDM
PSA Palimanan mempunyai struktur organisasi berbentuk garis dan staf.
Secara garis besar struktur organisasi di PSA Palimanan dapat dilihat pada skema
berikut :




Gambar 4. 1
Struktur Organisasi PT PG Rajawali Unit PSA Palimanan

A. Pimpinan atau Manajer Umum
Tugas pimpinan atau manajer umum adalah sebagai berikut :
1. Menjabarkan tugas operasional secara terperinci, sederhana dan mudah
dipahami bagi petugas dan bawahanya.
DIREKSI PT. PG.
RAJAWALI II
GM PSA
PALIMANAN
KABAG TUK KABAG
PRODUKSI
KASIE KEUANGAN &
AKUNTANSI
KASIE SDM KASIE
PABRIKASI
KASIE
INSTALASI
NERACA
AKUNTANSI
FINANSIAL
GUDANG
MATERIAL
PENGAJIAN
POLIKLINIK
SATPAM
LABORATORIUM
ST. FERMENTASI
ST. DESTILASI
UPLC POOL
KENDARAAN
LISTRIK
WORKSHOP
BANGUNAN
92


2. Merencanakan target produksi yang akan dicapai dengan berorientasi pada
penekanan biaya dan laba sesuai dengan garis kebijakan direksi.
3. mengkoordinasi dua bagian perusahaan yaitu TUK dan bagian produksi.
B. Bagian Tata Usaha dan Keuangan
Bagian TUK dipimpin oleh seorang kepala TUK yang bertanggungjawab
atas segala kegiatan TUK. Kepala TUK bertugas untuk melakukan pengawasan
kas dan pengadministrasiannya secara tertib serta menyusun laporan keuangan.
Kepala TUK dibantu oleh seksi keuangan dan administrasi (seksi pembukuan),
seksi SDM dan umum.
1. Seksi Pembukuan, meliputi:
a. Rancangan Anggaran dan Pendapatan
b. Neraca dan Laporan Manajemen
c. Kontrol Pembukuan
d. Administrasi Keuangan dan Administrasi Hasil
e. Pemasaran dan Kurir
f. Gudang, meliputi gudang material, produksi, barang bekas, administrasi
barang gudang dan hasil produksi, pelayanan hasil produksi dan produk
samping
2. Seksi Umum dan Personalia, meliputi:
a. Pengupahan
b. Pemburuhan
c. Humas
d. Kesehatan
93


e. Olahraga
C. Bagian Produksi
Bagian produksi dipimpin oleh seorang kepala produksi yang bertugas
untuk :
1. Melaksanakan kebijaksanaan produksi yang digariskan oleh direksi dalam
rangka menjamin kelancaran produksi sehingga memenuhi persyaratan baik
kualitas maupun kuantitas dengan biaya yang ekonomis dan efisien.
2. Mengumpulkan seluruh data dan informasi dari kegiatan operasional untuk
memperoleh penilaian yang wajar atas hasil produksi dan prestasi yang
dicapai untuk bahan pertimbangan pimpinan.
Kepala bagian produksi akan dibantu oleh bagian pabrikasi (processing
staf), bagian instalasi (Engineering Staf) dan bagian bengkel (Workshop Staf).
a. Bagian pabrikasi yang bertugas untuk menangani :
Unit laboratorium, meliputi : analisa bahan baku produksi, analisa air,
analisa etanol dan pembiakan mikroba yang digunakan.
Unit fermentasi, meliputi : pengenceran, pembibitan dan fermentasi
alkohol.
Unit destilasi, meliputi : distilasi alkohol
Unit limbah, meliputi : penanganan limbah
b. Bagian instalasi yang bertugas untuk menangani :
Unit listrik, meliputi : listrik PLN dan pompa listrik.
Unit ketelan, meliputi : penyediaan air, pemurnian air, penyediaan steam
(Uap) dan pemeliharaan ketel/boiler.
94


Unit bangunan, meliputi : pembangunan keperluan pabrik, pemeliharaan
pabrik dan rumah dinas.
c. Bagian perbengkelan yang betugas untuk menangani :
Unit bengkel, meliputi : mesin bubut, mesin las listrik dan karbit,
pemeliharaan kendaraan pabrik, angkutan keperluan pabrik dan keperluan
kendaraan.
D. Ketenagakerjaan
Sumber Daya Manusia (SDM) di PSA Palimanan 95% berasal dari
lingkungan setempat. Jumlah tenaga kerja saat ini adalah 137 orang, dengan
rincian sebagai berikut :
Pagawai staf : 7 orang
Pegawai tetap : 89 orang
Pegawai musiman : 17 orang
Pegawai harian : 24 orang
Tenaga kerja di PSA Palimanan berdasarkan stasus kepegawaiannya
dikelompokan menjadi 4 kelompok, yaitu :
1. Pegawai Staf
Pegawai staf adalah pegawai yang terikat perjanjian kerja secara
perorangan dan sifatnya adalah tetap.
2. Pegawai Non Staf
Pegawai non staf adalah pegawai yang terikat perjanjian secara kolektif
dan statusnya hamper sama dengan karyawan staf.
3. Pegawai Musiman
95


Pegawai musiman adalah pegawai yang bekerja apabila pabrik beroperasi.
Apabila pabrik tidak beroperasi maka pegawai musiman tidak bekerja.
4. Pegawai Borongan
Pegawai borongan adalah pegawai yang bekerja apabila pabrik
membutuhkan tenagan untuk kegiatan tertentu, misalnya pada saat pembersihan
instalasi pabrik. Berdasarkan jam kerja, kepegawaian di PSA Palimanan dapat
dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu
a. Karyawan Shift
Karyawan shift terdiri dari karyawan bagian pabrikasi dan instalasi yang terbagi
menjadi tiga regu waktu kerja, yaitu :
Shift pagi : Pukul 06.00 14.00 WIB Shift siang : Pukul 14.00 22.00 WIB Shift
malam : Pukul 22.00 06.00 WIB Pertukaran shift dilakukan tiap tiga hari, dan
mendapat satu hari libur setelah sembilan hari kerja. Apabila pabrik berhenti
beroperasi, karyawan bekerja selama tujuh jam sehari mulai pukul 07.00 15.00
WIB dengan istirahat selama 60 menit.
b. Karyawan Non Shift
Karyawan non shift terdiri dari karyawan staf TUK. Jam kerja karyawan ini
adalah : Senin sampai jumat : Pukul 06.30 16.00 WIB Sabtu : Pukul 06.30
12.00 WIB
c. Keamanan
Satpam atau petugas keamanan dibagi dalam tiga regu waktu kerja. Masing-
masing regu beranggotakan empat orang yang dipimpin oleh seorang kepala regu.
Setelah satu regu dinas malam mendapat libur satu hari. Jam kerja satpam adalah :
96


Shift pagi : Pukul 06.00 14.00 WIB Shift siang : Pukul 14.00 22.00 WIB Shift
malam : Pukul 22.00 06.00 WIB
E. Jaminan Sosial Dan Kesejahteraan Pegawai
Seluruh karyawan tetap mendapatkan jaminan sosial berupa pensiunan dan
Asuransi Tenaga Kerja (ASTEK). Fasilitas yang diberikan yaitu :
1. Perumahan bagi karyawan staf
2. Pengobatan dan perawatan di poliklinik
3. Pakaian dinas pada awal tahun
4. Tanggungan biaya listrik dan air bagi karyawan tetap
5. Pendidikan:
a. Pengkursusan beberapa karyawan untuk menambah pengetahuan dan
keahlian
b. Pemberian bea siswa bagi anak-anak karyawan yang berprestasi
c. Pemyediaan Taman Kanak-kanak bagi anak-anak karyawan
d. Fasilitas antar jemput bagi anak karyawan yang sekolah di Cirebon
6. Uang cuti dan tunjangan hari raya
7. Sarana olah raga, berupa lapangan bulu tangkis dan tenis meja

4.1.3.2 Manajemen Keuangan
Manajemen perusahaan dikelola oleh PT. Rajawali Nusantara Indonesia.
Pembiayaan proses produksi PSA Palimanan diperoleh dari pemerintah melalui
direksi. Permintaan Modal Kerja (PMK) diajukan sekali setahun untuk periode
berikutnya. Perusahaan menyusun RKAP yang terdiri dari:
97


1. Rencana Anggaran Harian
Rencana anggaran harian menyangkut seluruh biaya untuk menjalankan proses
produksi dalam masa produksi satu tahun, baik segi teknis maupun nonteknis.
2. Rencana Investasi
Pabrik selalu berusaha meningkatkan kapasitas produksi dan efisiensi. Untuk itu,
perlu pendanaan yang terencana sebelum memulai proyek.

4.1.3.3 Manajemen Pemasaran
Produksi alkohol, spiritus, dan arak di PSA Palimanan diawasi oleh Dirjen
Bea dan Cukai. Pengawasan menyangkut kualitas alkohol, spiritus, dan arak. PSA
Palimanan berkewajiban memberikan informasi kepada konsumen dan diteruskan
ke kantor direksi. Sistem yang digunakan untuk pemasaran produk yaitu:
1. Sistem konsinyasi
Pada sistem konsinyasi distributor datang ke kantor administrasi hasil untuk
mendapatkan surat penjualan konsinyasi, selanjutnya disampaikan ke direksi.
Surat pengantar dari direksi diteruskan ke PSA Palimanan, kemudian distributor
menyelesaikan masalah pajak kepada Bea dan Cukai. Setelah itu dilakukan
penyerahan barang.
2. Sistem tunai
Sistem tunai mirip dengan sistem konsinyasi. Perbedaannya adalah, pada sistem
tunai distributor telah menyelesaikan pembayaran dan disahkan oleh bank yang
ditunjuk.

98


3. Sistem kredit
Pada sistem kredit, pembayaran dilakukan 2 bulan setelah barang diterima.
Produk dapat dibeli oleh konsumen tanpa distributor dengan melakukan
pembayaran di bank yang ditunjuk setelah mendapat surat tanda penjualan dari
kantor administrasi hasil.

4.1.3.4 Manajemen Operasi
4.1.3.4.1 Bahan Baku dan Hasil Produksi
1. Bahan Baku
Sebagian besar industri fermentasi memanfaatkan hasil pertanian seperti
jagung, ketela pohon, kentang ataupun limbah dari industri pertanian seperti
limbah pabrik gula yang berupa molases. Adapun kriteria pemilihan bahan baku
utama untuk proses fermentasi adalah sebagai berikut:
a. Tingginya kandungan karbohidrat, baik karbohidrat yang dapat difermentasi
secara langsung maupun yang harus dikonversi terlebih dahulu menjadi
monosakarida melalui proses yang sederhana.
b. Ketersediaan bahan baku sepanjang waktu
c. Kemudahan penyimpanan
d. Perolehan yang tinggi per hektar tanaman untuk bahan baku dari hasil
perkebunan
e. Ekonomis
Alkohol dapat dihasilkan dari berbagai bahan-bahan hasil pertanian, tetapi
secara umum dapat digolongkan menjadi 3 macam sumber karbohidrat yaitu:
99


1. Bahan yang mengandung gula yang rasanya manis, seperti gula tebu, gula bit,
nira sergum, sari buah-buahan, molasse, dan lain-lain. Penyiapan bahan
bakunya sederhana, namun bahan baku jenis ini harganya cukup mahal.
2. Bahan-bahan yang mengandung pati (polisakarida), seperti: jagung, biji
gandum, tapioca, pati, sagu, ubi, dan lain-lain. Proses pretreatment bahan
baku cukup sulit karena mencakup proses pelarutan dan proses pemutusan
rantai sakarida menjadi gula monosakarida yang dapat difermentasi.
3. Bahan yang mengandung selulosa, seperti: kayu, ampas tebu, batang jagung,
limbah pulp dan kertas. Biaya penyiapan bahan baku jenis ini cukup mahal.
Pada umumnya, selulosa terikat oleh lignin yang tidak dapat dilepaskan
dengan perlakuan asam, basa, panas, maupun enzimatis, sehingga sebelum
difermentasi harus dihidrolisis terlebih dahulu. Oleh karena itulah, bahan
baku jenis ini tidak komersial dijadikan bahan baku pembuatan alkohol.
Tabel 4. 1
Perolehan Alkohol per Hektar Tanaman Hasil Perkebunan

Parameter Satuan Pisang Tetes
Tebu
Gula
Tebu
Hasil Pertanian Ton/ha 15-20 2,4-4 56
Karbohidrat yang Dapat
Difermentasikan
% Berat 18-20 50 13-14
Perolehan Alkohol L/Ton 93-104 258-291 67-76

Pemilihan bahan baku utama sangatlah penting, karena sekitar 55 75%
dari harga penjualan alkohol merupakan biaya untuk pengadaan bahan baku.
Berdasarkan tabel 4.1 di atas, dengan melihat perolehan alkohol yang dapat
dihasilkan, maka tetes tebu merupakan bahan baku yang sangat potensial untuk
dijadikan bahan baku utama dalam proses fermentasi alkohol.
100


A. Bahan Baku Utama
a. Tetes Tebu (molasse)
Bahan baku utama yang digunakan untuk memproduksi alkohol, spirtus
dan arak di PSA Palimanan adalah tetes tebu (molasse) karena harganya relatif
murah, mudah didapat dan tersedia dalam jumlah yang cukup besar. Bentuk fisik
dari molasse berupa cairan kental yang berwarna coklat tua dengan kandungan
gula sekitar 50 % - 55 % yang terdiri dari 70 % Sukrosa dan 30 % gula invert
yang mempunyai pH 5,5 6,5.
Molasse yang digunakan sebagai bahan baku alkohol, spirtus dan arak di
PSA Palimanan berasal dari pabrik gula yang tergabung dalam perusahaan gula
PT PG Rajawali II. Pabrikpabrik gula yang tergabung dalam perusahaan gula PT
PG Rajawali II tersebut adalah PG. Karangsuwung, PG. Sindanglaut, PG. Subang,
PG. Tersanabaru dan PG. Jatitujuh. Jumlah molasse dari seluruh perusahaan gula
PT PG Rajawali II yang dapat ditampung dan diolah oleh PSA Palimanan adalah
sekitar + 30 %. Molasse tersebut merupakan hasil samping dari proses kristalisasi
dan sentrifugasi. Jadi, molasse ini merupakan gula yang didapat setelah
sakarosanya tidak dapat dikristalisasi lagi dari sari gula tebu.
a. Ragi
Ragi merupakan mikroorganisme yang sering digunakan untuk proses
fermentasi alkohol. Ragi yang dipilih untuk proses fermentasi harus mempunyai
syarat- syarat sebagai berikut :
1. Cepat berkembang biak.
101


2. Laju pertumbuhan dan fermentasi tinggi, hal ini yang memungkinkan
penggunaan peralatan fermentasi berukuran kecil.
3. Tahan terhadap etanol dan glukosa, sehingga memungkinkan konversi dari
umpan berkonsentrasi tinggi menjadi produk berkonsentrasi tinggi.
4. Tahan terhadap perubahan temperatur fermentasi tinggi, hal ini
menyederhanakan sistem pendingin fermentor.
5. Mempunyai sifat stabil untuk berbagai kondisi(pH, temperatur, aerasi)
6. Cepat beradaptasi terhadap media yang difermentasi.
7. Ph fermentasi optimum rendah, sehingga menghambat kompetisi
pertumbuhan mikroorganisme lain.
8. Tahan terhadap tekanan fisik dan kimia, misalnya sel ragi tahan terhadap
perlakuan sentrifugasi.
Mikroba yang digunakan dalam proses fermentasi alkohol di PSA
Palimanan mula-mula menggunakan ragi dari jenis Saccharomyces Cerevisiae
dan pada saat ini ragi yang digunakan adalah Saccharomyces Elipsoides. Ragi
Saccharomyces Elipsoides tesebut mempunyai waktu fermentasi lebih cepat dari
kedua jenis mikroba yang lainnya yaitu sekitar 20 25 jam, Saccharomyces
Cerevisiae waktu fermentasi sekitar 30 35 jam dan Saccharomyces Ovarum
waktu fermentasi sekitar 25 30 jam. Untuk menjaga proses fermentasi tetap
berlangsung pada saat pH di fermentor turun maka biasanya pada saat pembibitan
ditambahkan Saccharomyces Cerevisiae yang bisa bertahan pada pH pada saat
fermentasi berlangsung di fermentor. Perbandingan jumlah Saccharomyces
Elipsoides dan Saccharomyces Cerevisiae adalah 1:1. Sehingga proses fermentasi
102


dapat berlangsung dengan baik, hal ini ditandai dengan terus menurunnya
0
brix
pada fermentor.
B. Bahan Penolong
a. Urea, NPK dan MgSO
4

Urea, NPK dan MgSO
4
berfungi sebagai nutrisi bagi ragi pada proses
fermentasi maupun pada saat pembibitan. Urea sebagai sumber nitrogen untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan sel, NPK sebagai sumber fosfat untuk
kofaktor enzim, dan MgSO
4
sebagai pembentuk dinding sel dan konfaktor enzim.
Kebutuhan urea berkisar 80 kg/hari, NPK 50 kg/hari, dan MgSO
4
sebanyak 5
kg/hari. Pemberian nutrisi untuk setiap pembibitan mempunyai takaran berbeda
tergantung volume pengenceran dan tempat pembibitan atau fermentor.
b. Agrorama
Agrorama merupakan salah satu nutrisi yang di tambahkan pada proses
pembibitan atau dalam fermentor. Penambahan agrorama ini dimulai pada saat
bibit masuk ke botol hingga proses fermentasi berlangsung. Kandungan Mg dan
beberapa nutrisi lain sehingga dapat mengurangi jumlah NPK, urea dan NPK
yang harus di tambahkan. Berikut di bawah ini adalah tabel nutrisi di PSA
Palimanan:
Tabel 4. 2
Komposisi Nutrisi pada Unit Fermentasi

Tempat Volume (liter) Agrorama (liter) NPK (kg) ZA (kg)
Botol 20 200 0,15 0,10 0,20
Jotang 200 1.000 0,40 0,50 0,50
Jotang 1.000 3.000 0,40 0,50 1,00
Gistbak 3.000 18.000 1,00 5,00 5,00
Gistbak 14.000 18.000 0,50 2,00 2,00
Fermentor 18.000 80.000 - 7,00 7,00

103


c. Asam Sulfat
Penambahan asam sulfat dilakukan pada proses fermentasi. Zat ini
diperlukan untuk mengkondisikan pH 4 5,5 (kondisi asam) agar sesuai dengan
lingkungan pertumbuhan Saccharomyces Elipsoides dan dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme lainnya yang tidak dapat bertahan pada kondisi
tersebut. Selain itu, juga untuk mempercepat penguraian sukrosa menjadi glukosa.
Hal itu dikarenakan sukrosa akan lebih cepat terhidrolisa menjadi glukosa dan
fruktosa dalam keadaan asam. Kebutuhan asam sulfat mencapai sekitar 80
kg/hari.
d. Beras dan Ketan
Beras dan ketan digunakan sebagai media pembibitan pada proses
pembuatan arak. Kebutuhan beras dan ketan untuk setiap kali pemasakan masing-
masing 75 kg.
e. Air
Air digunakan sebagai pengencer molasse. Selain itu juga digunakan
sebagai pembuatan steam dan sebagai pendingin. Air diambil dari saluran irigasi
yang berada di sekitar pabrik.
C. Bahan Tambahan
a. Minyak Tanah dan Metanol
Minyak tanah dan methanol digunakan sebagai bahan pencampur dalam
pembuatan spiritus. Kedua bahan tersebut dicampur dengan alkohol teknis melalui
proses pembuatan yang sangat sederhana, yaitu mencampurkannya dengan komposisi
tertentu dalam tangki pencampur kemudian diaduk selama 1 jam.

104


b. Methylen Blue
Methylen blue digunakan hanya untuk memberikan warna biru pada
produk spirtus yang akan dipasarkan agar dapat dibedakan antara alkohol untuk
dikonsumsi dengan spiritus untuk bahan bakar. Methylen blue dicampurkan
dengan alkohol teknis setelah ditambahkan minyak tanah dan methanol dalam
jumlah sedikit.

2. Hasil Produksi
A. Produk Utama
PSA Palimanan menghasilkan tiga jenis produk utama yaitu alkohol ,
spiritus dan arak. Dari ketiga produk tersebut produk yang paling banyak yang
dihasilkan adalah alkohol.
a. Alkohol
PSA Palimanan menghasilkan dua jenis alkohol dengan konsentrasi yang
berbeda-beda yaitu alkohol prima (kadar 95,2 95,6 % v/v alkohol) dan alkohol
teknis (kadar 92 94 % v/v alkohol). Untuk menjaga mutu alkohol yang
dihasilkan, PSA Palimanan melakukan beberapa analisis dalam jangka waktu
tertentu, misalnya: uji kadar alkohol tiap 2 jam sekali, uji barbet tiap 4 jam sekali,
uji minyak fusel tiap 4 jam sekali, dan uji keasaman tiap 4 jam sekali. Standar
mutu alkohol di Indonesia dapat dilihat pada tabel 4.3. Berdasarkan SII (Standar
Industri Indonesia), alkohol yang dihasilkan PSA Palimanan termasuk alkohol
yang berkualitas alkohol prima Hasil uji mutu alkohol PSA Palimanan dapat
dilihat pada tabel 4.4.
105


Tabel 4. 3
Standar Mutu Alkohol di Indonesia

Spesifikasi Satuan Alkohol Prima I Alkohol Prima
Kadar Etanol % V/V 95,8 95,1
Uji Barbet Menit Min 20 Min 8
Minyak Fusel mg/liter Maks 4 Maks 15
Keasaman mg/liter (as.
Asetat)
Maks 15 Maks 30
Sisa Penguapan 105 oC mg/liter Maks 50 Maks 50
Metanol % V/V 0,1 0,1
Aldehid mg/liter Maks 4 Maks 150
Logam Berat mg/liter Nol Nol

Tabel 4. 4
Hasil Uji Alkohol Prima Produksi PSA Palimanan

Spesifikasi Satuan Nilai
Kadar Etanol % V/V 96,1
Uji Barbet mg/liter 8
Keasaman mg/liter (as. Asetat) 4,85
Aldehid mg/liter Nol
Logam Berat mg/liter Nol
Metanol mg/liter 0,34
Sisa Penguapan mg/liter 13,5

b. Spirtus
Spirtus dibuat dengan cara mencampurkan alkohol teknis dengan
methanol, minyak tanah, dan methylen blue. Produk spirtus di PSA Palimanan
menurut Standar Industri Indonesia termasuk produk untuk bahan bakar dengan
kualitas nomor satu. Spesifikasi Spirtus PSA Palimanan dapat dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4. 5
Spesifikasi Spiritus PSA Palimanan

Spesifikasi Satuan Nilai
Kadar alkohol, 25
o
C % v/v 94
Sisa Penguapan mg/liter 58
Warna - Biru
Pengenceran dengan air 1:1 - Keruh

c. Arak
PSA Palimanan memproduksi arak dengan kadar alkohol 65 - 70%. Jumlah
arak yang diproduksi terbatas sesuai dengan permintaan pasar dari pihak Belanda
106


sebagai negara yang membeli arak dari PSA Palimanan. Produksi arak yang
dihasilkan sebanyak 2000 3000 liter/hari. Arak yang dihasilkan disimpan dalam
tangki penyimpanan yang terbuat dari kayu jati sampai batas waktu pengiriman
yang telah diminta. Hal ini bertujuaan agar arak yang disimpan aromanya tidak
hilang tetapi menjadi lebih harum dan berbau khas. Pengiriman dilakukan setiap
satu bulan sekali sebanyak 46.000 liter.

B. Produk Samping
a. Vinnase
Vinasse merupakan limbah cair yang dihasilkan dari ruw column setelah
etanol dipisahkan secara distilasi dari cairan fermentasi. Vinasse berwarna coklat,
mempunyai bau yang sangat tidak enak, dan kandungan BOD dan COD yang
cukup tinggi.
b. Minyak Fusel
Minyak fusel dihasilkan dari kolom pembersih. Komposisi minyak fusel
berbeda-beda, tetapi pada umumnya terdiri dari 80% amil alkohol, 15% butil
alkohol, dan 5% senyawa-senyawa lain. Alkohol ini terbentuk melalui
dekomposisi asam-asam amino oleh ragi. Banyaknya minyak fusel yang
dihasilkan tergantung dari berbagai factor, seperti: jenis ragi, kandungan nitrogen
dalam medium, dan suhu.
c. CO
2

Gas yang dihasilkan dari proses fermentasi mengandung gas CO
2
.
Pemisah gas CO
2
dari gas-gas lain memerlukan biaya yang cukup besar, sehingga
107


dibuang langsung ke udara mengingat kandungan gas CO
2
yang dihasilkan sangat
kecil dan tidak berbahaya.

4.1.3.4.2 Sistem Proses Pembuatan Etanol
Secara umum proses pembuatan alkohol di PSA Palimanan yaitu bahan
baku yang mengandung gula 55% dirubah menjadi alkohol dengan bantuan
mikroorganisme yeast melalui proses fermentasi, selanjutnya alkohol
dipisahkan dari larutan/campuran lalinya melalui proses distilasi.
Secara garis besar, prose pembuatan alkohol di PSA Palimanan seperti
pada gambar berikut ini :


Gambar 4. 2
Garis Besar Pembuatan Alkohol PSA Palimanan


108


Proses pembuatan etanol di PSA Palimanan terdiri atas :
1. Perlakuan awal tetes
2. Pembibitan ragi
3. Fermentasi
4. Distilasi

A. Perlakuan Awal
Sebelum digunakan, molasse yang didatangkan dari pabrik gula tidak
langsung diproduksi, namun disimpan terlebih dahulu. Molasse tersebut disimpan
dalam tangki penyimpanan. Sebelum diproses molasse mengalami beberapa
perlakuan awal seperti yang akan dijelaskan pada pembahasan berikut.
1. Pengujian Tetes
Molasse atau tetes tebu yang digunakan PSA Palimanan berasal dari lima
perusahaan gula, PG Tersanabaru, PG Subang, PG Jatitujuh, PG Sindang Laut,
dan PG Karangsuwung. Sebelum digunakan, molasse yang didatangkan dari
pabrik-pabrik tersebut dianalisis terlebih dahulu di laboratorium. Analisis standar
molasse yang dilakukan PSA Palimanan meliputi uji derajat brix dan uji kadar
gula total (Total Sugar As Invert).
2. Penyimpanan Tetes
Molasse yang datang dari berbagai pabrik gula relasi PSA Palimanan
disimpan terlebih dahulu di tangki penyimpanan. Terdapat dua tangki
penyimpanan di PSA Palimanan yang masing-masing tangki memiliki kapasitas
2500 ton dan 2852 ton molasse. Selain kedua tangki tersebut, PSA Palimanan
juga memiliki tangki harian yang berfungsi menampung tetes atau molasse
109


sebelum diproses. Tangki harian memiliki kapasitas 29 ton. Proses pemindahan
molasse dari truk tangki menuju tangki penyimpanan melalui penampungan
sementara (dengan analisis laboratorium terlebih dahulu). Secara skematis proses
penyimpanan molasse seperti pada gambar 4.3 berikut :

Gambar 4. 3
Proses Penyimpanan Molasse


Molasse yang disimpan di tangki penyimpanan tidak banyak mendapatkan
perlakuan khusus. Hal ini dikarenakan kadar gula yang terkandung dalam molasse
sangat tinggi sehingga molasse tidak mudah rusak sehingga dalam tangki
penyimpanan dapat bertahan 1-3 tahun. Perlakuan yang dilakukan hanya
pengaturan suhu sekitar 40
0
C.
3. Pengenceran Tetes
Molasse yang akan digunakan pada setiap proses produksi rata-rata
sebanyak 180.000 216.000 liter. Sebelum proses dilakukan molasse harus
diencerkan terlebih dahulu. Proses fermentasi menggunakan mikroorganisme
yaitu yeast atau khamir Saccharomyces cereviseae dan Saccharomyces
ellipsoideus yang tidak mampu bertahan hidup dalam molasse yang masih kental.
110


Selain itu juga tujuan pengenceran adalah untuk mengurangi kekentalan tetes
sehingga dalam proses pemindahan dapat dilakukan dengan mudah. Pada proses
fermentasi hanya gula sederhana yang dapat dikonversi oleh yeast Saccharomyces
cereviseae dan Saccharomyces ellipsoideus, sehingga dengan proses pengenceran
gula-gula kompleks akan terurai menjadi gula-gula sederhana. Reaksi hidrolisa
disakarida menjadi monosakarida (gula sederhana) sebagai berikut :


Pengenceran dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pengenceran pertama
hingga kadar 45
0
Brix dan pengenceran kedua yaitu pengenceran tetes hasil
pengenceran pertama sebelum masuk kedalam proses fermentasi. Pengenceran
pertama, molasse dengan kadar awal (dari pabrik gula) sekitar 80-90
0
Brix (TSAI
50%) ditimbang sebanyak 600 liter dan dicampur dengan air dengan jumlah
yang sama sehingga didapat kadar kekentalan akhir kira-kira 45
0
Brix.
Pengenceran kedua dilakukan sampai didapat kadar akhir molasse antara 16 23
0
Brix (TSAI 10 - 15%).
Pada waktu pengenceran molasse ditambahkan H
2
SO
4
untuk menjaga pH
pada 4 - 5,5 sehingga saccharosa yang ada dalam molasse terinversi menjadi
glukosa. Selain itu fungsi penambahan H
2
SO
4
adalah untuk menjaga dominan
pertumbuhan yeast, sehingga mikroba selain yeast akan mati.

B. Proses Pembibitan
Proses pembibitan bertujuan memperbanyak jumlah sel ragi sebelum
digunakan dalam proses fermentasi. Mikroba yang digunakan Saccharomyces
C
12
H
22
O
6
+ H
2
O 2C
6
H
12
O
6
(Sukrosa) (Air) (Glukosa)
111


cereviceae dan Saccharomyces ellipsoideous mikroba ini dicampurkan dengan
tujuan ragi tersebut saling melengkapi agar tetap produktif jika kondisi operasi
tidak memungkinkan untuk salah satu ragi. Proses pembibitan dilakukan secara
bertahap. Dimulai pada botol 200 liter, dilanjutkan ke jotang (tangki pembibitan)
dengan kapasitas 3.000 liter dan gistbak dengan kapasitas 18.000 liter dengan
waktu inkubasi masing-masing 18 jam. Waktu inkubasi ini dimaksudkan agar
mikroba beradaptasi dan berkembang biak.
2. Pembibitan di Skala Laboratorium
Pembibitan di skala laboratorium dilakukan di Erlenmeyer 1 liter, proses
pembibitan berlangsung selama +18 jam dengan kondisi aerob. Proses pembibitan
ini dibantu dengan aerator sebagai agitator dengan system buble column. Untuk
proses pembibitan digunakan larutan gula D2. Gula D2 merupakan sisa gula yang
tidak terevaporasikan pada proses kristalisasi pertama sehingaa kualitasnya
rendah. Jumlah gula D2 yang digunakan untuk pembibitan adalah sebesar 150
gr/liter dengan derajat brix campuran sebesar 13
0
Bx. Pada pembibitan dilakukan
penambahan urea dan NPK. Urea yang digunakan sebagai pemasok Nitrogen
yang berguna untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan sel mikroba. NPK
digunakan sebagai penyedia posfat yang berfungsi sebagai kofaktor enzim.
Jumlah urea dan NPK yang ditambahkan masing-masing sebanyak 3 cc/liter.
Kondisi oprasi pada proses pembibitan pH sekitar 4,5-5,5 dan suhu sekitar 32-34
0
C, dimana kondisi ini merupakan kondisi yang optimum untuk pertumbuhan
mikroba.
112


Hasil inkubasi dari Erlenmeyer diambil 800 ml kemudian diencerkan pada
volume 5 liter, sisanya ditambahkan larutan gula D2 hingga volume 1 liter untuk
pembibitan selanjutnya. Untuk pembibitan 20 liter diperoleh dari pembibitan 5
liter yang diencerkan hingga 20 liter. Kondisi pembibitan pada kedua
pengenceran dibuat sama dengan 1 liter dan perbandingan nutrisi yang digunakan
sebanding dengan faktor pengenceran yang dilakukan. Derajat Brix akhir yang
diharapkan dari pembibitan di laboratorium sebesar 0,5 1
o
Brix.
3. Pembibitan Skala Besar
a. Pembibitan Dalam Botol
Bibit yang berasal dari laboratorium kemudian diinkubasi dalam skala
yang lebih besar yaitu botol dengan kapasitas 200 liter. Pembibitan setelah skala
laboratorium sudah menggunakan molasse sebagai pengencernya. Penambahan
molasse pada botol dilakukan hingga total padatan awal pada botol 16
0
Brix.
Karena hasil pembibitan dari laboratorium sebanyak 20 liter 1
0
Brix, maka perlu
ditambahkan molasse sebanyak 180 liter supaya botol terisi penuh. Untuk
mendapat nilai 16
0
Brix pada botol maka molasse yang ditambahkan dapat
ditentukan
0
Brix nya dengan perhitungan berikut :




Nutrisi yang ditambahkan pada botol antara lain urea sebanyak 500 gr dan
NPK sebanyak 250 gr. Inkubasi dilakukan selama 18 jam dan
0
Brix akhir yang
diharapkan sebesar 6
0
Brix.
(20 L x 1
0
Bx) + (180 L x X
0
Bx) = 200 L x 16
0
Bx
20 L
0
Bx + 180 L.X
0
B = 3200 L.
0
Bx
X
0
Bx = 17,66
0
Bx 18
113


b. Pembibitan Dalam Jotang
Sebanyak 200 liter hasil pembibitan di dalam botol dilakukan pengenceran
lagi di jotang secara bertahap yaitu 800 liter, 1200 liter, 2000 liter, dan 3000 liter.
Molasse dialirkan ke Jotang melalui pipa dengan memanfaatkan prinsip bejana
berhubungan. Brix awal yang diinginkan pada Jotang adalah sebesar 16
0
Bx
sehingga brix molasses yang ditambahkan adalah sebesar 17
0
Bx. Pembibitan di
Jotang dilakukan selama +18 jam dan brix akhir yang diinginkan sebesar 6
0
Bx.
Dengan persamaan yang sama dengan penentuan
0
Brix pada pengenceran di
botol, besar derajat brix yang harus ditambahkan adalah 17
0
Bx. Nutrisi yang
ditambahkan dalam proses pengenceran di botol yaitu urea 2 Kg, dan NPK
sebanyak 1 Kg.
c. Pembibitan Dalam Gistbak
Gistbak merupakan tempat pembibitan akhir sebelum memasuki proses
fermentasi. Di ruang pembibitan terdapat 4 buah Gistbak yang memiliki volume
sebesar 18.000 liter. Dalam pembibitan di Gistbak, pengisian dilakukan secara
bertahap mulai dari 3.000 liter hingga 18.000 liter. Tahap selanjutnya dilakukan
pada gistbak 2 sebanyak 4.000 liter serta diinkubasi sekitar 4 6 jam dengan
penambahan nutrisi dan temperatur dijaga pada 30
0
C dan untuk Gistbak
selanjutnya dengan cara yang sama dilakukan.
Waktu yang dibutukan untuk pembibitan di Gistbak +18 jam dalam
kondisi pH 4,5 5 dan suhu 32 34
0
C. Brix akhir dari pembibitan di Gistbak
sebesar 6
0
Bx. Pada Gistbak penambahan nutrisi juga dilakukan, yaitu 7 kg urea, 7
kg NPK dan 1,5 liter pupuk majemuk cair atau agrorama.
114


C. Proses Fermentasi
Proses fermentasi bertujuan untuk mengkonversi glukosa yang terdapat
pada molasse (tetes tebu) menjadi alkohol (etanol). Proses fermentasi tetes
dilakukan oleh ragi Saccharomyces cereviceae dan Saccharomyces ellipsoideous
di fermentor dengan kapasitas 60.000 - 80.000 L.
Setelah dari gistbak, hasil pembibitan (beslag) dialirkan ke fermentor.
Proses fermentasi dilakukan secara batch sehingga perawatan dapat dilakukan
lebih mudah, baik dalam pengontrolan maupum penanganan pasca fermentasi
seperti pencucian dan pengurasan. PSA Palimanan memiliki 12 buah fermentor
dengan kapasitas 60.000 L sebanyak 1 buah, 75.000 L sebanyak 6 buah dan
80.000 L sebanyak 5 buah (satu diantaranya sebagai tandon penampungan hasil
fermentasi sebelum dimasak atau didistilasi). Dari semua fermentor yang ada di
PSA Palimanan hanya 9 yang digunakan, hal ini dikarenakan PSA Palimanan
belum mengoptimalkan kapasitas produksi alkohol.
Pada proses fermentasi molasse dalam fermentaor diharapkan mempunyai
0
Bx sekitar 21
0
Bx. Berikut ini adalah hasil perhitungan derajat Brix molasse yang
akan ditambahkan kedalam fermentor :
Tabel 4. 6
Komposisi Penambahan Molase Pada Gistbak
kapasitas (liter)
Molases dari Gistbak Molases yang ditambahkan
Jumlah (L) Brix (Bx) Jumlah (L) Brix (Bx)
60.000 18.000 6Bx 42.000 25
75.000 18.000 6Bx 57.000 23
80.000 18.000 6Bx 62.000 23

Proses fermentasi berlangsung selama 30 - 34 jam dan 8 jam waktu
tunggu. Kondisi operasi dalam fermentor dibuat anaerob, diharapkan semua
115


glukosa yang ada dalam molasse dapat maksimal dirombak oleh yeast menjadi
alkohol dan dampak lain adalah adanya gas CO
2
.
Proses fermentasi dilakukan pada suhu 30 - 34
0
C dengan pH 4,5-5,5.
Untuk menjaga suhu tetap stabil maka didalam alat fermentor dibuat alat
pendingin berupa koil (pipa besi berbentuk spiral yang dialiri air pendingin
didalamnya) yang mengelilingi dinding bagian dalam tangki fermentor. Selain itu
juga dilakukan pendinginan diluar fermentor dengan cara mengalirkan air pada
badan fermentor.
Untuk menjaga kualitas beslag yang dihasilkan maka setiap 2 jam
dilakukan uji
0
Bx dan kadar alkohol. Jika terjadi perbedaan antara
0
Bx beslag
dengan
0
Bx yang diharapkan maka akan dilakukan pemeriksaan kesalahan
ataupun kerusakan yang mengakibatkan perbedaan tersebut.
Setelah proses fermentasi selesai maka beslag ditarik kedalam tandon
penampungan. Indikasi selesainya proses fermentasi dapat dilihat dari kadar
0
Bx
beslag yang sudah stabil, tidak mengalami penurunan lagi seperti halnya proses
fermentasi masih berlangsung. Didalam tandon penampungan, beslag didiamkan
beberapa waktu sebelum dimasak dengan tujuan untuk mengendapkan lumpur
yang masih terdapat dalam beslag.

D. Proses Distilasi Hasil Fermentasi
Proses distilasi digunakan untuk memisahkan alkohol dari senyawa lain.
Proses ini digunakan apabila senyawa-senyawa dalam campuran tersebut
mempunyai perbedaan titik didih yang cukup besar. Pada produksi alkohol,
digunakan proses distilasi untuk memisahkan etanol dalam beslag dan
116


memekatkan etanol dengan cara memisahkan etanol dari air. Titik didih air 100
0C sedangkan etanol 78
0
C. Etanol dan air merupakan campuran azeotrop pada
konsentrasi 89% mol etanol atau 95,7% berat etanol, sehingga untuk memperoleh
alkohol diatas konsentrasi 95,7% tidak dapat menggunakan distilasi biasa. Proses
distilasi yang dilakukan merupakan sistem distilasi bertingkat berkesinambungan.
Destilator yang digunakan terdiri dari kolom-kolom seperti Ruw Column,
Voorloop Column, Uitput Column, Rectifisier Column, Versteking Column,
Voorwarmer, Kuler Column dan Final Column.
1. Perlakuan Awal
Beslag yang ada dalam tandon penampungan sudah mengandung alkohol
sekitar 8 - 8,5%, dengan temperatur 34
0
C. Beslag tersebut ditarik dari tandon
penampungan dengan menggunakan pompa dan dialirkan ke Voorwarmer. Pada
Voorwarmer dilakukan pemanasan awal sampai suhu sekitar 58 60
0
C, panas
yang digunakan berasal dari uap alkohol (etanol) dari Rectifisier column.
Kemudian beslag dialirkan melalui Recouperator Column untuk melakukan
pemanasan kedua. Temperatur Recouperator Column mencapai 96 98
0
C. Pada
kondisi tersebut, sebagian alkohol sudah akan mulai menguap dengan kandungan
alkohol masih sekitar 8%. Panas yang digunakan pada Recouperator Column
berasal dari panas vinasse buangan dari Ruw column. Kemudian beslag dari
Recouperator Column dipompakan ke ruw column.
2. Ruw column (Kolom Kasar)
Ruw column merupakan kolom pemisah awal yang terdiri dari 21 plate,
dimana tiap plate terdapat bubble tray yang berfungsi untuk menangkap uap yang
117


berasal dari plate di bawahnya. Beslag yang dipompakan menuju Ruw column
dimasukkan melalui plate nomor 20 dari bawah. Steam dialirkan melalui kolom
bagian dasar dan pada kolom ini suhu campuran antara beslag dan Steam dengan
temperatur 98 100
0
C. Pada suhu sekitar 98 100
0
C, alkohol akan menguap
dan terpisah dari air. Etanol lebih volatil akan keluar sebagai produk atas menjadi
umpan bagi voorlup column, sebelumnya dialirkan melewati verdamper yang
bertujuan untuk melakukan pemanasan terhadap Rectifisier column. Kadar
alkohol yang dihasilkan dari Ruw Column sekitar 35 40% dengan suhu sekitar
98
0
C. Sisa buangan dari Ruw Column adalah berupa vinasse masih mengandung
alkohol dengan kadar yang sangat kecil yaitu maksimal 0,2% dan temperatur
antara 78 80
0
C.
3. Voorloop Column (Kolom Pendahuluan)
Pada Voorloop Column uap alkohol yang masuk disiram dengan air panas
yang berasal dari Uitput Column. Temperatur air panas yang digunakan sekitar 60
70
0
C. Didalam Voorloop Column gas-gas aldehid dipisahkan dari akohol. Titik
didih aldehid yang lebih rendah daripada alkohol (sekitar 21
0
C) akan menguap
keatas sedangkan sebagian alkohol turun bersama air panas. Uap dari
penyemprotan tersebut masih mengandung alkohol yang cukup tinggi.
Selanjutnya alkohol tersebut dipisahkan dari aldehid pada kuler. Alkohol yang
dihasilkan dari pemisahan merupakan alkohol afwikend yaitu alkohol dengan
kadar 94%. Sedangkan uap aldehid dilepaskan ke udara bebas.
Temperatur uap alkohol setelah keluar dari Voorloop Column menurun
hingga 85
0
C dengan kadar alkohol sekitar 30%. Penurunan tersebut dikarenakan
118


adanya penambahan air saat di Voorloop Column. Produk bawah dari Voorloop
Column selanjutnya menjadi umpan pada Uitput Column.
4. Uitput Column (Kolom Penyemprot/Kolom Pelepas)
Pada Uitput Column cairan alkohol hasil dari kolom pendahuluan
(Voorloop Column) disemprot dengan uap (steam) hingga suhu bawah mencapai
98 - 100
0
C. Penambahan uap tersebut menyebabkan sebagian besar alkohol dan
sebagian kecil air menguap. Bahan yang akan turun ke dalam Uitput Column ini
sebagian besar air dan sedikit alkohol yang tercampur dalam air. Hasil keluaran
dari bagian atas uitput kolom adalah uap alkohol yang diperkirakan mengandung
sekitar 70% alkohol dengan suhu 80
0
C. Sedangkan air yang keluar dari bagian
bawah nantinya akan ditampung dalam tangki penampung air panas yang
mengandung sekitar 0,1% alkohol. Sebagian dari air tersebut akan diturunkan
suhunya, dengan cara dicampur dengan air dingin. Hasil pencampuran digunakan
sebagai air penyemprot pada kolom pendahuluan (Voorloop Column) dan
sebagian lagi dibuang.
5. Versteking Column (Kolom Pemekat)
Pada kolom pemakat, alkohol dari Uitput Column dipekatkan hingga
mencapai 90 - 92%. Pada bagian bawah kolom pemekat steam disemprotkan
sehingga suhu pada kolom tersebut menjadi lebih rendah yaitu antara 84 - 89
0
C.
Pada kolom pemekat komponen yang menguap akan lebih spesifik yaitu berupa
alkohol. Hal itu terjadi karena berat jenis alkohol lebih ringan dari berat jenis air.
Air yang mengebun akan mengikat sebagian uap alkohol yang ada di ruangan
tersebut sehingga air keluaran dari kolom pemekat tidak dibuang namun di refluks
119


(diproses kembali) ke Uitput Column untuk mendapatkan penguapan alkohol
yang optimal. Proses pada versteking Column selain mendapat masukan dari hasil
penguapan Uitput Column juga mendapat refluks dari Rectificier Column.
Pemanasan dengan suhu 84 - 89
0
C menyebabkan sebagian uap yang mengandung
minyak fussel mengalir di tengah kolom. Uap tersebut kemudian diproses lebih
lanjut di kolom pemisah minyak (olie column).
6. Rectifisier Column (Kolom Pembersih)
Uap hasil keluaran dari Versteking Column selanjutnya dibersihkan dari
zat pengotor alkohol. Zat pengotor tersebut diantaranya adalah gas aldehid. Suhu
proses pada Rectificier Column sekitar 84
0
C. Besarnya suhu diperhitungkan
sedemikian rupa agar penguapan alkohol tidak terlalu banyak karena uap yang
masuk kedalam kolom pembersih ini mengandung alkohol yang cukup tinggi.
Sumber panas pada kolom ini berasal dari uap alkohol hasil keluaran dari Ruw
column. Uap hasil keluaran dari Rectifisier Column mempunyai kadar alkohol
sebesar 96 96,5% dengan temperatur 80
0
C. Alkohol yang masih memiliki
kadar rendah di refluks ke Versteking Column.
7. Voorwarmer (Pemindah Panas)
Pada Voorwarmer ini, terjadi perpindahan panas antara uap alkohol dari
rectifisier dengan cairan beslag. Fungsi utama pemindah panas adalah untuk
menurunkan suhu alkohol yang berasal dari Rectifisier Column. Panas dari uap
etanol digunakan untuk memanaskan beslag yang berasl dari tandon
penampungan. Suhu cairan alkohol yang keluar dari pemindah panas ini sekitar
120


78-80
0
C dengan kadar alkohol sekitar 96%. Cairan alkohol tersebut kemudian
dialirkan ke kuler sehingga dapat mengembun.
8. Kuler Column (Kuler K)
Kuler Column merupakan kolom yang berfungsi sebagai pendingin
alkohol hingga suhu 70-75
0
C dengan menggunakan air pendingin. Dari Kuler K
sebagian alkohol sudah mengembun dan menjadi cair. Alkohol cair dialirkan ke
final kolom dengan kadar 96,2%. Sedangkan alkohol yang belum cair dialirkan ke
kondensor.
9. Kondensor
Kondensor merupakan bagian yang terkait dengan kuler. Kondesor
berfungsi sebagai pengembun uap yang keluar dari kuler. Uap yang dihasilkan
berupa alkohol dengan kadar lebih rendah dari alkohol prima yang tergolong pada
alkohol teknis, sedangkan yang tidak teruapkan berupa gas-gas aldehid. Kadar
alkohol yang dihasilkan dari kondensor memiliki kadar sebesar 94% dan akan
ditampung pada tangki penampungan alkohol afwykend.
10. Final Column (Kolom Akhir)
Pada Final Column ini terjadi pemisahan gas aldehid yang masih terdapat
pada alkohol dengan menggunakan uap bersuhu 74 78
0
C. Pemanasan pada
kolom akhir dilakukan pada suhu yang relatif rendah agar alkohol tetap dalam
bentuk cairan sedangkan aldehid akan menguap. Cairan alkohol hasil keluaran
dari kolom akhir dialirkan menuju kuler prima sebelum nantinya dimasukkan ke
dalam tangki penampungan alkohol. Kadar cairan alkohol yang dihasilkan dari
kolom akhir sekitar 96% dengan suhu 30 34 0C. Sedangkan alkohol yang masih
121


berupa uap akan dilanjutkan ke kuler sehingga dihasilkan kadar alkohol sebesar
94% untuk kemudian diembunkan dan hasilnya berupa alkolhol afwikend.
11. Olie Column (Kolom Pemisah Minyak)
Olie Column mempunyai fungsi untuk memisahkan minyak fusel yang
terdapat dalam alkohol. Adanya minyak fusel dalam alkohol dalam jumlah
banyak akan mempengaruhi kualitas alkohol yang dihasilkan. Semakin banyak
kandungan minyak fusel dalam alkohol maka semakin rendah kualitas alkohol
yang dihasilkan. Minyak fusel mempunyai titik didih yang jauh lebih tinggi dari
titik didih alkohol yaitu 128 - 130
0
C. Oleh karena itu, alkohol akan menguap
lebih dulu jika dilakukan pemanasan. Kondisi operasi dalam Olie Column
berlangsung sekitar 98 100
0
C. Dalam operasionalnya, Olie Column ini jarang
digunakan karena kapasitas minyak fusel yang terdapat dalam alkohol sangat
kecil sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap kualitas alkohol. Alkohol yang
dihasilkan dari pemisahan pada Olie Column berupa alkohol afwikend.

4.2.3.4 Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu bertujuan untuk mencapai kualitas dan kuantitas produk
yang diinginkan sehingga bentuk penyimpangan yang terjadi dapat diketahui dan
dikendalikan. Pengawasan mutu untuk produk-produk yang dihasilkan PSA
Palimanan dilakukan setiap hari atau setiap kali produksi pada waktu tertentu.
Pelaksanaan pengawan mutu dilakukan di laboratorium milik perusahaan dan
setiap hasilnya disesuaikan dengan Standar Industri Indonesia. Pengawasan mutu
di PSA Palimanan meliputi : pengawasan bahan baku, pengawasan proses, dan
pengawasan produk akhir.
122


A. Pengawasan Bahan Baku
Molasse atau tetes tebu merupakan bahan baku utama yang digunakan
PSA Palimanan dalam melaksanakan proses produksi bioetanol. Molasse
merupakan salah satu faktor yang penting dalam penentuan kualitas produk akhir
sehingga pengawasan bahan baku sangat penting untuk dilakukan. Analisa standar
yang dilakukan meliputi analisa berat jenis, analisa padatan terlarut (
0
Brix),
analisa polarisasi dengan metode pengenceran, analisa sakarosa, dan analisa kadar
gula total. Karena keterbatasan alat dan bahan untuk analisa maka tidak semua
analisa standar dapat dilakukan.

B. Pengawasan Proses
Pengawasan terhadap proses dilakukan pada dua unit utama, yaitu unit
fermentasi dan unit distilasi. Pengawasan mutu dilakukan dalam waktu-waktu
tertentu selama proses berlangsung. Pengawasan yang dilakukan adalah :
1. Pengawasan Unit Fermentasi
Pengawasan fermentasi dilakukan untuk menjaga kondisi proses
fermentasi oleh mikroorganisme. Parameter kondisi fermentasi antara lain total
padatan terlarut (
0
Brix), pH, suhu, dan komposisi nutrisi. Hal lain yang penting
juga adalah kadar etanol yang dihasilkan. Penambahan molases hasil pembibitan
sebelumnya harus memiliki kekentalan yang sudah ditentukan. Pengukuran juga
harus dilakukan diakhir proses fermentasi, karena untuk mengetahui masa
berakhirnya proses. Hal ini ditandai dengan menurunnya penilaian brix biasanya
mencapai 6
0
Brix. Setelah proses fermentasi selesai, hasilnya berupa beslag dan
ditentukan kadar etanolnya. Etanol yang dihasilkan selama proses fermentasi
123


berpengaruh terhadap efisiensi fermentasi dan pemisahan etanol di distilasi.
Analisis brix sebagai kadar gula dengan menggunakan alat brix hydrometer,
analisas pH dan suhu dilakukan setiap 1 jam sekali pada proses induk peragian,
dan tiap 2 jam sekali pada proses fermentasi. Analisa sisa gula tidak teragi dan
kadar alkohol dalam beslag dalam fermentor dilakukan tiap 4 jam sekali.
2. Pengawasan Unit Distilasi
Pengawasan di unit distilasi dilakukan agar pemisahan etanol dapat terjadi
semaksimal mungkin serta mengurangi produk etanol yang terbuang. Pangawasan
pada unit distilasi antara lain dengan menjaga kontinuitas tarikan beslag dari
ruang fermentasi dan pengaturan suhu uap panas pada kolom distilasi. Suhu setiap
kolom telah ditentukan berdasarkan fungsi kolom tersebut dalam pemisahan
etanol. Pengaturanya berupa menjaga aliran steam agar tetap stabil. Selama proses
distilasi, pengukuran kadar etanol dilakukan terhadap setiap produk atas dan
produk bawah masing-masing kolom. Oleh karena itu, apabila terjadi penurunan
kadar alkohol dapat diketahui lebih awal. Pada unit distilasi kadar alkohol dalam
vinasse diperiksa setiap 2 jam sekali dan pemeriksaan kadar alkohol hasil distilasi
dilakukan setiap satu jam sekali.
3. Pengawasan Produk Akhir
Salah satu produk akhir yang dihasilkan PSA Palimanan berupa etanol
yang diperoleh dari proses distilasi. Produk tersebut dianalisis terlebih dahulu
untuk mengetahui kualitas etanol yang dihasilkan. Perusahaan mengelompokan
produk tersebut kedalam dua kelas, yaitu alkohol prima dengan kadar 96,5% dan
alkohol teknis 94%. Hasil analisis juga diberikan kepada pemesan untuk
124


menentukan kualitas produk. Beberapa uji yang dilakukan untuk menentukan
kualitas adalah analisis kadar etanol, uji keasaman, uji barbet, uji fussel oil, dan
uji methanol.

4.2 Deskripsi Variabel yang diteliti
Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah Biaya Pemeliharaan
Peralatan Produksi (Variabel Bebas) dan Produktivitas Produksi Alkohol
(Variabel Terikat) Pada PT PG Rajawali II Unit PSA Palimanan. Berikut adalah
pendeskripsian untuk masing-masing variabel tersebut:

4.2.1 Gambaran Biaya Pemeliharaan Peralatan Produksi Pada PT PG
Rajawali II Unit PSA Palimanan.

Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan oleh PT PG Rajawali II Unit PSA
Palimanan adalah pemeliharaan pencegahan (preventif) dan pemeliharaan
perbaikan (breakdown). Yang dimaksud dengan pemeliharaan pencegahan
(preventive) adalah kegiatan pemeliharaan terhadap alat produksi dalam rangka
menjaga kondisi alat produksi tersebut agar tidak terjadi kemacetan atau
kerusakan yang lebih parah. Ini berarti ada atau tidak adanya kerusakan, kegiatan
pemeliharaan tetap dilaksanakan. Sedangkan pemeliharaan perbaikan
(breakdown) adalah kegiatan perbaikan jika terjadi kerusakan alat produksi.
Adapun kebijakan pemeliharaan pada PT PG Rajawali II Unit PSA
Palimanan adalah sebagai berikut :

125


1. Preventif Maintenance
Dalam pelaksanaan preventif maintenance dibagi kedalam dua bagian,
yaitu:
a. Routine Maintenance
Kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan rutin oleh
perusahaan setiap hari:
Pada bagian penerimaan tetes kegiatan routine maintenance yaitu
pemeliharaan harian pada pompa meliputi pemebersihan dan
pelumasan, dan pengecekan kebocoran pada sistem perpipaan.
Pada bagian pengolahan tetes kegiatan routine maintenance yaitu
pemeliharaan harian pada pompa meliputi pemebersihan dan
pelumasan, pembersihan timbangan tetes atau molase dan
pengecekan kebocoran pada peti tetes dan sisitem perpipaan.
Pada bagian pembibitan kegiatan routine maintenance yaitu
pemeliharaan harian peti tetes, koil, botol, jotang, gisbak berupa
pengecekan kebocoran.
Pada bagian fermentasi kegiatan routine maintenance yaitu
pengecekan harian dan pembersihan dinding luar dan dalam pada
fermentor, dan pengecekan kebocoran pada koil.
Pada bagian destilasi kegiatan routine maintenance yaitu
pengawasan kebocoran, pencucian rekroprature setiap 15 menit
termasuk pergantian packing.
126


Pada bagian UPLC kegiatan routine maintenance yaitu
pengawasan talang vinase, pengawasan bak tampung, pengawasan
digester anaerob (termasuk reaktor), pengawasan perpipaan,
pengawasan pompa vinase berikut perpipaan.
Pada bagian instalasi kegiatan routine maintenance yaitu
pengawasan harian perpompaan air pendingin , dan pengawasan
kebocoran.
Pada bagian boiler kegiatan routine maintenance yaitu
pembersihan pipa uap, pipa pompa, dan pengurasan pipa.
b. Periodic Maintenance
Kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara berkala
setiap satu bulan sekali, enam bulan sekali, satu tahun sekali, lima
tahun sekali dsb, diantaranya:
Pada bagian penerimaan tetes kegiatan periodic maintenance yaitu
pengecatan, mengganti bearing (pengecekan), mengganti impeler,
mengecek kondisi dinamo. Hal tersebut dilakukan setiap satu tahun
sekali.
Pada bagian pengolahan tetes kegiatan periodic maintenance yaitu
pembersihan, service dan perbaikan (terra) peralatan yang ada pada
bagian pengolahan tetes seperti pompa, mixer, peti tetes, perpipaan
dan timbangan molase yang dilakukan setiap satu tahun sekali.
Pada bagian pembibitan kegiatan periodic maintenance yaitu
pegecatan yang dilakukan satu tahun sekali.
127


Pada bagian fermentasi kegiatan periodic maintenance yaitu
pengecatan setiap satu tahun sekali, dan mengganti koil dan
fermentor setiap 10-12 tahun
Pada bagian destilasi kegiatan periodic maintenance yaitu
mengganti koolaker (bearing) pompa dinamo, pencucian ruw
colom, dan mengganti packing. Hal tersebut dilakukan setiap
bulan. Selain itu setiap tahun dilakukan pergantian vulp.
Pada bagian UPLC kegiatan periodic maintenance yaitu setiap
tahun dilakukan pengurasan bak tampung vinase, pergantian talang
vinase dan pipa vinase.
Pada bagian instalasi kegiatan periodic maintenance yaitu setiap
tahun dilakukan pergantian pipa sebanyak 20%, pergantian box,
fiting TL, dan balas.
Pada bagian boiler kegiatan periodic maintenance yaitu setiap
tahun dilakukan pergantian pipa api, pergantian rangka dan rooster
bakar sebanyak 50%, pergantian bata api sebanyak 30%,
pergantian pasir kuarsa, dan pergantian mangan packing. Selain itu
dilakukan pergantian resin setiap lima tahun sekali.
2. Breakdown Maintenance
Kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan setelah terjadinya
suatu kerusakan atau gangguan pada fasilitas peralatan sehingga tidak berfungsi
dengan baik, antara lain:
128


Melakukan perbaikan pada peralatan produksi yang mengalami
gangguan pada saat mesin tersebut sedang beroperasi atau berhenti
beroperasi.
Mengganti sparepart yang rusak dan aus.
Menyarankan kepada pihak manajemen untuk mengganti peralatan
produksi yang mengalami gangguan, hal tersebut terjadi apabila biaya
perbaikan lebih besar daripada harga peralatan produksi yang baru.
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya gangguan pada peralatan
produksi:
Pengaruh umur mesin.
Pengaruh korosi, sehingga untuk mencegahnya digunakan
tembaga/stenless steel pada pipa bahan distilasi (beslak), kolom-
kolom fraksionasi, dan talang vinase.
Faktor alam, seperti kejadian angin ribut pada tahun 1996.
Tidak melakukan pemeliharaan sesuai standar.
Tenaga kerja yang melakukan kegiatan pemeliharaan peralatan produksi
pada PT PG Rajawali II Unit PSA Palimanan adalah karyawan masing-masing
bagian produksi. Sebab sebelumnya pernah dibuat bagian khusus pemeliharaan
tapi tidak berjalan dengan baik karena terjadi penumpukan kegiatan pemeliharaan,
sehingga untuk mengatasi hal tersebut PT PG Rajawali II Unit PSA Palimanan
membuat pelatihan tentang pemeliharaan peralatan produksi untuk semua
karyawan produksi. Dengan pelatihan tersebut semua karyawan bagian produksi
129


memiliki kemampuan dan pengetahuan mengenai pemeliharaan. Sehingga
diharapkan kegiatan pemeliharaan dapat berjalan secara efisien dan efektif.
Maksud dan tujuan pemeliharaan pada PT PG Rajawali II Unit PSA
Palimanan:
1. Menjaga kebersihan dan kondisi agar tetap dalam keadaan baik
sampai tercapai umur ekonomis dan umur teknis dari mesin tersebut.
2. Menjaga kelancaraan produksi, sehingga tidak menggangu proses
produksi dan menghindari kecelakaan terhadap para pekerja.
3. Menjaga kualitas dan kuantitas produk. Apabila terjadi kerusakan
misalkan kebocoran maka kegiatan produksi tidak sesuai dengan
prosedur sehingga kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan akan
berkurang.
4. Untuk mencapai tingkat biaya pemeliharaan yang rendah, dengan
melaksanakan kegiatan pemeliharaan secara efisien dan efektif.
Langkah-langkah kebijakan biaya pemeliharaan:
1. Pembuatan angka dasar (hari produksi dan kebutuhan tetes) oleh
bagian produksi.
2. Pemeliharaan disesuaikan dengan umur ekonomis peralatan produksi.
3. Pengajuan biaya pemeliharaan dari bagian produksi.
4. Pembuatan RKP tahunan.
5. Persetujuan RKP tahunan oleh GM sebelum proses produksi


130


I. Analisis Biaya Pemeliharaan Ideal Tahun 2008
Biaya pemeliharaan yang direncanakan oleh PT PG Rajawali II Unit PSA
Palimanan pada Rencana Kerja Anggaran Produksi (RKAP) tahun 2008 adalah
sebagai berikut:
1. Biaya material rutin yang dianggarkan sebesar Rp. 260.322.000
2. SPK/Biaya pemeliharaan non rutin yang dianggarkan Rp. 7.000.000
3. Biaya Upah Borongan yang dianggarkan Rp. 4.000.000 (+)
Rp. 271.322.000
Sehingga total biaya pemeliharaan yang direncanakan pada RKAP tahun
2008 adalah sebesar Rp. 271.322.000.
PT PG Rajawali II Unit PSA Palimanan menganggarkan biaya
pelaksanaan preventif maintenance sebesar Rp. 750.000 untuk satu kali perawatan
mesin dan biaya breakdown maintenance sebesar Rp. 4.500.000 per satu kali
perawatan mesin. Berdasarkan catatan yang dimiliki perusahaan mengenai jumlah
kerusakan mesin setiap bulannya pada tahun 2008, adalah sebagai berikut:
Tabel 4. 7
Data Kerusakan dan Gangguan Peralatan Produksi
Tahun 2008

Bulan
Kerusakan
Gangguan
Jumlah
Gangguan
Penanganan
Bahan
Fregmentasi Destilasi Boiler/Ketel UPLC
Januari 0 0 1 0 0 1
Febuari 0 1 1 0 0 2
Maret 0 0 1 0 0 1
April 0 0 3 0 0 3
Mei 0 1 1 0 0 2
Juni 0 0 2 0 1 3
Juli 0 0 1 1 1 3

131


Tabel 4. 8
Data Kerusakan dan Gangguan Peralatan Produksi
Tahun 2008

Bulan
Kerusakan
Gangguan
Jumlah
Gangguan
Penanganan
Bahan
Fregmentasi Destilasi Boiler/Ketel UPLC
Agustus 0 0 2 0 1 3
September 0 0 1 0 0 1
Oktober 0 0 1 0 0 1
November 0 0 2 0 1 3
Desember 0 0 1 0 1 2
Jumlah
Gangguan
0 2 17 1 5 25
Sumber: Bagian Produksi PT PG Rajawali II Unit PSA Paliamanan


Gambar 4. 4
Data Kerusakan dan Gangguan Mesin
Tahun 2008

Berdasarkan data-data tersebut diatas, penyusun akan menentukan
kebijakan biaya preventif maintenance dan biaya breakdown maintenance.
1. Kebijakan Biaya Preventif Maintenance
132


Untuk menghitung kebijakan preventif maintenance diperlukan data-data
mengenai kerusakan mesin setiap bulan selama 12 bulan pada tahun 2008. Dari
data jumlah mesin-mesin yang rusak selama tahun 2008 dapat kita hitung
besarnya kemungkinan kerusakan atau mengetahui probabilitas dengan cara,
jumlah kerusakan setiap bulan dibagi dengan jumlah kerusakan mesin selama satu
tahun kemudian dikalikan dengan 100%. Untuk lebih jelasnya adalah sebagai
berikut:
Januari : 1 : 16 100% = 4%
Probabilitasnya = 0,04
Komulatifnya = 0,04
Febuari : 2 : 25 100% = 8%
Probabilitasnya = 0,08
Komulatifnya = 0,12
Maret : 1 : 25 100% = 4%
Probabilitasnya = 0,04
Komulatifnya = 0,16
April : 3 : 25 100% = 12%
Probabilitasnya = 0,12
Komulatifnya = 0,28
Mei : 2 : 25 100% = 8%
Probabilitasnya = 0,08
Komulatifnya = 0,36

133


Juni : 3 : 25 100% = 12%
Probabilitasnya = 0,12
Komulatifnya = 0,48
Juli : 3 : 25 100% = 12%
Probabilitasnya = 0,12
Komulatifnya = 0,60
Agustus : 3 : 25 100% = 12%
Probabilitasnya = 0,12
Komulatifnya = 0,72
September : 1 : 25 100% = 4%
Probabilitasnya = 0,04
Komulatifnya = 0,76
Oktober : 1 : 16 100% = 4%
Probabilitasnya = 0,04
Komulatifnya = 0,80
November : 3 : 25 100% = 12%
Probabilitasnya = 0,12
Komulatifnya = 0,80
Desember : 2 : 25 100% = 8%
Probabilitasnya = 0,08
Komulatifnya = 1,00


134



Tabel 4. 9
Probabilitas Kerusakan Mesin Tahun 2008

Bulan Pemeliharaan Probabilitas Kerusakan Komulatifnya
1 0,04 0,04
2 0,08 0,12
3 0,04 0,16
4 0,12 0,28
5 0,08 0,36
6 0,12 0,48
7 0,12 0,60
8 0,12 0,72
9 0,04 0,76
10 0,04 0,80
11 0,12 0,80
12 0,08 1,00
Sumber: Hasil Pengolahan

Dengan menggunakan data tersebut, maka kita dapat mencoba beberapa
kali program Preventif Maintenance yang harus dilakukan oleh PT PG Rajawali II
Unit PSA Palimanan.
Persamaan untuk perhitungan jumlah kerusakan yang diperkirakan adalah
sebagai berikut:

Dimana:
Bn = Jumlah kerusakan yang diperkirakan dalam n bulan
N = Jumlah mesin dalam kelompok
Pn = Kemungkinan munculnya kerusakan
I = 1, 2, 3,... n (bulan)
Jumlah kerusakan yang diperkirakan, bila preventif maintenance
dilakukan setiap satu bulan sekali adalah sebagai berikut:
135


B
1
= N P
1

25 0,04 = 1
Rata rata kemungkinan kerusakan mesin selama bulan ke-1 adalah :
1 : 1 = 1 mesin dan peralatan
B
2
= N ( P
1
+ P
2
) + B
2
P
1


= ( 25 0,12 ) + ( 1 0,04 )
= 3 + 0,04 = 3,04
Rata rata kemungkinan kerusakan mesin selama bulan ke-2 adalah :
3,04 : 2 = 1, 52
B
3
= N ( P
1
+ P
2
+ P
3
) + B
2
P
1
+ B
1
P
2
= ( 25 0,16 ) + (3,04 0,04 ) + ( 1 0,08)
= 4 + 0,1216 + 0,08 = 4,2016
Rata rata kemungkinan kerusakan mesin selama bulan ke-3 adalah :
4,2016 : 3 = 1,4005
B
4
= N ( P
1
+ P
2
+ P
3
+ P
4
) + B
3
P
1
+ B
2
P
2
+ B
1
P
2

= ( 25 0,28 ) + ( 4,2016 0,04 ) + ( 3,04 0,08 ) + ( 1 0,08 )
= 7 + 0,168064 + 0,2432 + 0,08 = 7,4913
Rata rata kemungkinan kerusakan mesin selama bulan ke-4 adalah :
7,4913 : 4 = 1,8728
B
5
= N ( P
1
+ P
2
+ P
3
+ P
4
+ P
5
) + B
4
P
1
+ B
3
P
2
+ B
2
P
3
+ B
1
P
4

= ( 25 0,36 ) + (7,4913 0,04 ) + ( 4,2016 0,08 ) + ( 3,04 0,04 ) + ( 1
0,12)
= 9 + 0,299652 + 0,336128 + 0,1216 + 0,12 = 9,8774
136


Rata rata kemungkinan kerusakan mesin selama bulan ke-5 adalah :
9,8774 : 5 = 1,9755
B
6
= N ( P
1
+ P
2
+ P
3
+ P
4
+ P
5
+ P
6
) + B
5
P
1
+ B
4
P
2
+ B
3
P
3
+ B
2
P
4
+ B
1
P
5

= ( 25 0,48 ) + ( 9,8774 0,04 ) + ( 7,4913 0,08) + ( 4,2016 0,04 ) +
( 3,04 0,12 ) + ( 1 0,08)
= 12 + 0,395096 + 0,599304 + 0,168064 + 0,3648 + 0,08
= 13,6073
Rata rata kemungkinan kerusakan mesin selama bulan ke-6 adalah :
13,6073: 6 = 2,2679
B
7
= N ( P
1
+ P
2
+ P
3
+ P
4
+ P
5
+ P
6
+ P
7
) + B
6
P
1
+ B
5
P
2
+ B
4
P
3
+ B
3
P
4
+ B
2

P
5
+ B
1
P
6

= ( 25 0,60 ) + ( 13,6073 0,04 ) + ( 9,8774 0,08) + ( 7,4913 0,04 )
+ ( 4,2016 0,12 ) + ( 3,04 0,08) + ( 1 0,12)
= 15 + 0,544292 + 0,790192 + 0,299652 + 0,504192 + 0,2432 + 0,12
= 17,5015
Rata rata kemungkinan kerusakan mesin selama bulan ke-7 adalah :
17,5015 : 7 = 2,5002
B
8
= N ( P
1
+ P
2
+ P
3
+ P
4
+ P
5
+ P
6
+ P
7
+ P
8
) + B
7
P
1
+ B
6
P
2
+ B
5
P
3
+ B
4
P
4
+ B
3
P
5
+ B
2
P
6
+ B
1
P
7

= ( 25 0,72 ) + ( 17,5015 0,04 ) + ( 13,6073 0,08) + ( 9,8774
0,04) + ( 7,4913 0,12 ) + ( 4,2016 0,08) + ( 3,04 0,12) + ( 1
0,12)
137


= 18 + 0,70006 + 1,088584 + 0,395096 + 0,898956 + 0,336128 + 0,3648
+ 0,12
= 21,9036
Rata rata kemungkinan kerusakan mesin selama bulan ke-8 adalah :
21,9036 : 8 = 2,7379
B
9
= N ( P
1
+ P
2
+ P
3
+ P
4
+ P
5
+ P
6
+ P
7
+ P
8
+ P
9
) + B
8
P
1
+ B
7
P
2
+ B
6
P
3
+
B
5
P
4
+ B
4
P
5
+ B
3
P
6
+ B
2
P
7
+ B
1
P
8

= ( 25 0,76 ) + ( 21,9036 0,04 ) + ( 17,5015 0,08) + ( 13,6073
0,04 ) + ( 9,8774 0,12 ) + ( 7,4913 0,08) + ( 4,2016 0,12) + ( 3,04
0,12) + ( 1 0,12)
= 19 + 0,876144 + 1,40012 + 0,544292 + 1,185288 + 0,599304 +
0,504192+ 0,3648 + 0,12
= 24,5941
Rata rata kemungkinan kerusakan mesin selama bulan ke-9 adalah :
24,5941 : 9 = 2,7327
B
10
= N ( P
1
+ P
2
+ P
3
+ P
4
+ P
5
+ P
6
+ P
7
+ P
8
+ P
9
+ P
10
) + B
9
P
1
+ B
8
P
2
+ B
7

P
3
+ B
6
P
4
+ B
5
P
5
+ B
4
P
6
+ B
3
P
7
+ B
2
P
8
+ B
1
P
9

= ( 25 0,80 ) + ( 24,5941 0,04 ) + ( 21,9036 0,08) + ( 17,5015
0,04 ) + ( 13,6073 0,12 ) + ( 9,8774 0,08) + ( 7,4913 0,12) + (
4,2016 0,12) + ( 3,04 0,12) + ( 1 0,04)
= 20 + 0,983764 + 1,752288 + 0,70006 + 1,632876 + 0,790192 +
0,898956 + 0,504192 + 0,3648 + 0,04
= 27,6671
138




Rata rata kemungkinan kerusakan mesin selama bulan ke-10 adalah :
27,6671 : 10 = 2,7667
B
11
= N ( P
1
+ P
2
+ P
3
+ P
4
+ P
5
+ P
6
+ P
7
+ P
8
+ P
9
+ P
10
+ P
11
) + B
10
P
1
+ B
9
P
2
+ B
8
P
3
+ B
7
P
4
+ B
6
P
5
+ B
5
P
6
+ B
4
P
7
+ B
3
P
8
+ B
2
P
9
+ B
1
P
10

= ( 25 0,92 ) + ( 27,6671 0,04 ) + ( 24,5941 0,08) + ( 21,9036
0,04 ) + ( 17,5015 0,12 ) + ( 13,6073 0,08) + ( 9,8774 0,12) + (
7,4913 0,12) + ( 4,2016 0,12) + ( 3,04 0,04) + ( 1 0,04)
= 23 + 1,106684 + 1,967528 + 0,876144 + 2,10018 + 1,088584 +
1,185288 + 0,898956 + 0,504192 + 0,1216 + 0,04
= 32,8891
Rata rata kemungkinan kerusakan mesin selama bulan ke-11 adalah :
32,8891 : 11 = 2,9899
B
12
= N ( P
1
+ P
2
+ P
3
+ P
4
+ P
5
+ P
6
+ P
7
+ P
8
+ P
9
+ P
10
+ P
11
+ P
12
) + B
11
P
1
+
B
10
P
2
+ B
9
P
3
+ B
8
P
4
+ B
7
P
5
+ B
6
P
6
+ B
5
P
7
+ B
4
P
8
+ B
3
P
9
+ B
2
P
10
+ B
1

P
11

= ( 25 1 ) + ( 32,8891 0,04 ) + ( 27,6671 0,08) + ( 24,5941 0,04 )
+ ( 21,9036 0,12 ) + ( 17,5015 0,08) + ( 13,6073 0,12) + ( 9,8774
0,12) + ( 7,4913 0,12) + ( 4,2016 0,04) + ( 3,04 0,04) + ( 1
0,08)
= 25 + 1,315564 + 2,213368 + 0,983764 + 2,628432 + 1,40012 +
1,632876 + 1,185288 + 0,898956 + 0,168064 + 0,1216 + 0,08
139


= 37,6280

Rata rata kemungkinan kerusakan mesin selama bulan ke-12 adalah :
37,6280 : 12 = 3,1357
Setelah kita mengetahui rata-rata kemungkinan kerusakan mesin perbulan,
maka kita dapat menghitung ongkos perbaikannya dengan cara rata-rata
kemungkinan kerusakan mesin dikalikan dengan besar biaya breakdown
maintenance. Untuk lebih jelas kita lihat perhitungan sebagai berikut:
Ongkos perbaikan bulan ke-1 = 1 Rp.4.500.00 = Rp. 4.500.000
Ongkos perbaikan bulan ke-2 = 1,52 Rp.4.500.00 = Rp. 6.840.000
Ongkos perbaikan bulan ke-3 = 1,4005 Rp.4.500.00 = Rp. 6.302.250
Ongkos perbaikan bulan ke-4 = 1,8728 Rp.4.500.00 = Rp. 8.427.600
Ongkos perbaikan bulan ke-5 = 1,9755 Rp.4.500.00 = Rp. 8.889.750
Ongkos perbaikan bulan ke-6 = 2,2679 Rp.4.500.00 = Rp. 10.205.550
Ongkos perbaikan bulan ke-7 = 2,5002 Rp.4.500.00 = Rp. 11.250.900
Ongkos perbaikan bulan ke-8 = 2,7379 Rp.4.500.00 = Rp. 12.320.550
Ongkos perbaikan bulan ke-9 = 2,7327 Rp.4.500.00 = Rp. 12.297.150
Ongkos perbaikan bulan ke-10 = 2,7667 Rp.4.500.00 = Rp. 12.450.150
Ongkos perbaikan bulan ke-11 = 2,9899 Rp.4.500.00 = Rp. 13.454.550
Ongkos perbaikan bulan ke-12 = 3,1357 Rp.4.500.00 = Rp. 14.110.650
Untuk melihat perhitungan biaya-biaya maintenance untuk 12 bulan
periode maintenance yang berbeda dapat dilihat pada tabel 4.10 , sebagai berikut:

140




Tabel 4. 10
Perhitungan Biaya Pemeliharaan Untuk 12 Periode Maintenance Yang
Berbeda
Preventif
Maintenance
Setiap m
Bulan
Jumlah
Kerusakan
Yang
Diperkiraka
n Dalam m
Bulan
Jumlah
Rata-Rata
Kerusakan
Per-Bulan
(B:A)
Biaya
Breakdown
Maintenance
Yang
Diperkirakan
Per-Bulan
( C Rp.
4.500.000)
Biaya Preventif
MaintenanceYang
Diperkirakan Per-
Bulan
( 1/m Rp. 750.000 25)
Biaya Sub
Kebijakan
Pemeliharaan
Bulanan Total
Biaya Yang
Diperlukan
( D + E )
1 1
1 Rp 4.500.000
Rp 18.750.000
Rp 23.250.000
2 3,04
1,52 Rp 6.840.000
Rp 9.375.000
Rp 16.215.000
3 4,2016
1,4005 Rp 6.302.250
Rp 6.250.000
Rp 12.552.250
4 7,4913
1,8728 Rp 8.427.600
Rp 4.687.500
Rp 13.115.100
5 9,8774
1,9755 Rp 8.889.750
Rp 3.750.000
Rp 12.639.750
6 13,6073
2,2679 Rp 10.205.550
Rp 3.125.000
Rp 13.330.550
7 17,5015
2,5002 Rp 11.250.900
Rp 2.678.571
Rp 13.929.471
8 21,9036
2,7379 Rp 12.320.550
Rp 2.343.750
Rp 14.664.300
9 24,5941
2,7327 Rp 12.297.150
Rp 2.083.333
Rp 14.380.483
10 27,6671
2,7667 Rp 12.450.150
Rp 1.875.000
Rp 14.325.150
11 32,8891
2,9899 Rp 13.454.550
Rp 1.704.545
Rp 15.159.095
12 37,628
3,1357 Rp 14.110.650
Rp 1.562.500
Rp 15.673.150

Dari data F pada tabel 4.10 Tentang biaya sub kebijakan pemeliharaan
bulanan total biaya yang diperlukan dapat dilihat pada gambar 4. adalah sebagai
berikut :






141



Gambar 4. 5
Biaya Sub Kebijaksanaan Pemeliharaan Bulanan Total Yang Diperkirakan

Berdasarkan grafik diatas menunjukan bahwa , sub kebijakan preventif
maintenanance secara total setiap bulannya relatif akan menurun, walaupun
jumlah rata-rata kerusakan per bulan meningkat. Selain dilihat dari grafik diatas,
juga dapat dilihat bahwa total biaya maintenance yang paling rendah adalah pada
bulan mei atau bulan ke-3 (tiga) sebesar Rp 12.552.250, ini menunjukan total
biaya yang paling minimum dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Dari data
dan perhitungan tersebut maka perusahaan dapat melakukan preventif
maintenance setiap 3 (tiga) bulan sekali, karena total biaya yang dikeluarkan
relatif lebih kecil atau lebih murah, yaitu sebesar Rp 12.552.250.

2. Kebijakan Breakdown Maintenance
Sedangkan apabila perusahaan menggunakan kebijakan breakdown
maintenance, maka kita harus menentukan biaya bulanan yang diakibatkan oleh
kebijaksanaan yang diambil. Dalam menentukan total biaya breakdown
maintenance bulanan (TCr) dapat ditentukan dengan cara yang sederhana melalui
pembagian biaya reparasi semua mesin dengan jumlah bulan yang diperkirakan
kerusakan-kerusakan (Te).


Dimana:
TCr = Total Biaya Breakdown
N = Jumlah mesin dalam kelompok

142


C = Biaya perbaikan tiap mesin
Te = Rata-rata ekspektasi waktu antara dua peristiwa



TCr = Rp. 16.642.012
Dari kedua perhitungan tadi penulis mencoba untuk membandingkan
kebijakan preventif maintenance dengan kebijakan breakdown maintenance
dilihat dari biaya yang harus dikeluarkan perusahaan.
Apabila dilihat dari segi biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan,
maka dengan melaksanakan preventif maintenance yang mempunyai frekuensi
tiga bulan sekali, perusahaan akan mengeluarkan biaya sebesar Rp 12.552.250
atau Rp. 150.627.000 pertahun. Sedangkan apabila perusahaan mengambil
kebijakan breakdown maintenance, diasumsikan apabila tingkat kerusakan dari
139 mesin dan alat penunjang proses produksi lainnya berdasarkan data terdapat
25 kerusakan mesin, maka total biaya breakdown maintenance yang harus
dikeluarkan adalah ( Rp. 16.642.012 12 ) = Rp. 199.704.144 pertahun. Dari
hasil perhitungan tersebut, maka perusahaan lebih baik mengambil kebijakan
preventif maintenance, karena perbedaan biaya yang dikeluarkan cukup besar.
Perbedaan antara biaya yang dikeluarkan adalah sebesar :
( Rp. 199.704.144 - Rp. 150.627.000) = Rp.49.077.144.

143




II. Realisasi Biaya Pemeliharaan PT PG Rajawali II Unit PSA Palimanan
Pada PT PG Rajawali II Unit PSA Palimanan biaya didefinisikan sebagai
pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang untuk mencapai
tujuan tertentu. Sedangkan biaya pemeliharaan peralatan produksi adalah
pengorbanan sumber ekonomi yang dinyatakan dalam satuan uang (rupiah) yang
bertujuan untuk pemeliharaan peralatan yang berkaitan langsung dengan proses
produksi. Biaya pemeliharaan PT PG Rajawali II Unit PSA Palimanan yang
berkaitan langsung dengan proses produksi adalah biaya pemeliharaan stasiun
ketel, biaya pemeliharaan stasiun fermentasi, dan biaya pemeliharaan stasiun
destilasi. Total realisasi biaya pemeliharaan peralatan produksi tahun 2008 pada
PT PG Rajawali II Unit PSA Palimanan dapat dilihat pada tabel 4. Dibawah ini:
Tabel 4. 11
Realisasi Biaya Pemeliharaan Peralatan Produksi
Pada PT PG Rajawali Unit PSA Palimanan
Tahun 2008

NO Bulan
Total Biaya Pemeliharaan
Peralatan Produksi (Dalam
Puluhan Juta Rupiah)
1 Januari 0,12536467
2 Februari 0,106032529
3 Maret 0,177012599
4 April 0,145180357
5 Mei 0,132196327
6 Juni 0,052226176
7 Juli 0,127992819
8 Agustus 0,137079802
9 September 0,118167971
10 Oktober 0,106061285
144


11 November 0,120988188
12 Desember 0,12221655
Sumber: TUK PT PG Rajawali II Unit PSA Palimanan
Dari tabel 4.10 di atas terlihat bahwa biaya pemeliharaan alat produksi
yang dikeluarkan oleh PT PG Rajawali II Unit PSA Palimanan cenderung
berfluktuasi. Hal ini disebabkan karena biaya yang dikeluarkan tergantung pada
kondisi dari alat-alat produksi tersebut. Rata-rata biaya pemeliharaan alat-alat
produksi per bulan yang dikeluarkan perusahaan adalah sebesar 0,122543273 atau
sebesar Rp. 12.254.327,3.
Untuk melihat lebih jelas fluktuasi biaya pemeliharaan alat-alat produksi
dapat digambarkan pada gambar 4.6 berikut ini :

Gambar 4. 6
Fluktuasi Biaya Pemeliharaan Alat-Alat Produksi

Dari tabel dan gambar 4.6 di atas menunjukkan terjadinya fluktuasi biaya
pemeliharaan alat-alat produksi selama 12 bulan. Biaya pemeliharaan alat-alat
produksi tertinggi dicapai pada bulan maret yaitu sebesar Rp. 17.701.259,9. Biaya
145


pemeliharaan bulan maret relatif lebih besar sebab pada bulan maret dilakukan
kegiatan periodic maintenance yaitu perbaikan senderan saluran air proses PS
pada stasiun ketel, pembersihan kerak pada stasiun destilasi dan biaya tenaga
kerja. Sedangkan biaya pemeliharaan alat-alat produksi terendah terjadi pada
bulan juni yaitu sebesar Rp. 5.222.617,6, sebab pada bulan juni hanya dilakukan
kegiatan routine maintenance seperti kegiatan pengecekan, pembersihan dan
pelumasan.

4.2.2 Gambaran Produktivitas Alkohol Pada PT PG Rajawali II Unit PSA
Palimanan
Produktivitas adalah perbandingan antara output (barang & jasa) dibagi
dengan input (sumber daya) (Render dan heizer, 2005:17). Produktivitas secara
tidak langsung menyatakan kemajuan dari perubahan tersebut. Produktivitas dapat
dikatakan meningkat apabila sumber daya yang digunakan tidak naik dan produk
yang dihasilkan naik. Oleh karena itu perusahaan yang baik adalah apabila
perusahaan tersebut dapat memanajemen sumber daya yang digunakan agar dapat
meningkatkan produktivitasnya. Dengan adanya peningkatan dari produktivitas
maka perusahaan akan mendapatkan profit yang signifikan.
Berikut ini adalah data Produktivitas Alkohol pada PT PG Rajawali II
Unit PSA Palimanan Januari-Desember 2008 dilihat dari output yang dihasilkan
dibagi dengan Input yang terpakai.
Tabel 4. 12
Penggunaan Bahan Baku Untuk Produk Alkohol Pada PT PG Rajawali II
Unit PSA Palimanan Tahun 2008
No Bulan
Total Bahan
Baku/Input
(liter)
Total
Produksi/Output
(Liter)
Produktivitas
(100%)
Perbandingan
input : output
146


1 Januari 1.340.089,40 222.350 16,59 6 : 1
2 Februari 2.256.818,20 336.000 14,89 6,7 : 1
3 Maret 383.831,50 95.400 24,85 4 : 1
Tabel 4. 13
Penggunaan Bahan Baku Untuk Produk Alkohol Pada PT PG Rajawali II
Unit PSA Palimanan Tahun 2008
No Bulan
Total Bahan
Baku/Input
(liter)
Total
Produksi/Output
(Liter)
Produktivitas
(100%)
Perbandingan
input : output
4 April 1.742.815,10 323.500 18,56 5,4 : 1
5 Mei 1.193.032,10 243.200 20,39 4,9 : 1
6 Juni 2.631.569,20 391.900 14,89 6,7 : 1
7 Juli 1.976.088,40 380.350 19,25 5,2 : 1
8 Agustus 2.597.416,90 466.800 17,97 5,6 : 1
9 September 1.838.072,60 323.550 17,60 5,7 : 1
10 Oktober 450.691,80 33.050 7,33 13,6 : 1
11 November 2.055.866,80 352.800 17,16 5,8 : 1
12 Desember 2.765.159,80 469.750 16,99 5,9 : 1
Sumber: Modifikasi sumber data perusahaan



Gambar 4. 7
Diagram Produktivitas Alkohol PT PG Rajawali II Unit PSA Palimanan

Produksi alkohol ideal dicapai ketika 150 liter tetes/molase menghasilkan
25 liter alkohol ( 6 : 1). Berdasarkan tabel 4.11 dapat diketahui produksi alkohol
pada bulan februari, juni , dan oktober tidak mencapai produksi ideal alkohol.
147


Berdasarkan Tabel 4.11 dan Gambar 4.7 dapat dilihat produktivitas alkohol pada
PT PG Rajawali II Unit PSA Palimanan pada tahun 2008 cenderung berfluktuasi.
Hal tersebut salah satunya disebabkan kondisi peralatan produksi saat produksi
berlangsung. Tingkat produktivitas tertinggi dicapai pada bulan Maret 2008
sebesar 24,85% dan produktivitas terendah terjadi pada bulan Oktober 2008
sebesar 7,33%. Sedangkan rata-rata produktivitas alkohol per bulan adalah
17,21%.

4.3 Pengujian Hipotesis Penelitian
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunkan
uji korelasi pearson untuk menguji hubungan yang berupa pengaruh dari dua
variabel penelitian ini yaitu pengaruh Biaya Pemeliharaan Peralatan Produksi (X)
terhadap Produktivitas Produksi Alkohol (Y). Uji statistik Korelasi Pearson dan
Regresi Linier Sederhana akan digunakan untuk menguji hipotesis yang telah
ditetapkan tersebut.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah Terdapat pengaruh
antara Biaya Pemeliharaan Peralatan Produksi dengan Produktivitas Produksi
Alkohol pada PT PG Rajawali II Unit PSA Palimanan.
Jika hipotesis tersebut diubah kedalam bentuk kalimat adalah sebagai
berikut :
Ho : = 0 : Tidak terdapat pengaruh antara Biaya Pemeliharaan Peralatan
Produksi dengan Produktivitas Produksi Alkohol pada PT PG
Rajawali II Unit PSA Palimanan.
Ha : 0 : Terdapat pengaruh antara Biaya Pemeliharaan Peralatan Produksi
dengan Produktivitas Produksi Alkohol pada PT PG Rajawali II
Unit PSA Palimanan.
148



4.3.1 Analisis Korelasi
Pada penelitian ini uji korelasi dilakukan dengan menggunakan uji
korelasi Pearson Product Moment dengan menggunakan proses komputerisasi
aplikasi software SPSS 15.0 for windows. Berdasarkan uji korelasi yang
dilakukan, didapat harga koefisien korelasi pearson antara variabel X dengan
variabel Y sebesar 0,657 seperti terlihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4. 14
Output SPSS 15.00 Hasil Uji Korelasi Variabel X dan Y
Correlations

Biaya Pemeliharaan Produktivitas Alkohol
Biaya Pemeliharaan Pearson
Correlation
1 ,657(*)
Sig. (2-tailed) ,020
N
12 12
Produktivitas Alkohol Pearson
Correlation
,657(*) 1
Sig. (2-tailed) ,020
N 12 12
* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).


Berdasarkan Tabel 4.12 diketahui bahwa harga koefisien 0,657 terletak
diantara 0,60 0,799 sesuai dengan derajat hubungan antara variabel X (Biaya
Pemeliharaan Peralatan Produksi) dengan variabel Y (Produktivitas Produksi
Alkohol) pada batas-batas nilai r pada Tabel 3.2 yang menunjukan bahwa terdapat
pengaruh antara Biaya Pemeliharaan Peralatan Produksi (X) terhadap
Produktivitas Produksi Alkohol (Y) termasuk kedalam kategori kuat. Hal ini juga
menunjukan bahwa biaya pemeliharaan peralatan produksi mempunyai pengaruh
yang kuat dalam menentukan besar kecilnya produktivitas produksi alkohol,
namun terdapat variabel lain yang dapat mempengaruhi perusahaan dalam
mencapai efisiensi produksi. Sedangkan untuk arah hubungan adalah positif
149


karena nilai korelasi positif, semakin tinggi nilai biaya pemeliharaan peralatan
produksi maka semakin meningkat nilai produktivitas produksi alkohol.

4.3.2 Analisis Regresi Sederhana
Pada penelitian ini analisis regresi sederhana dilakukan dengan
menggunakan proses komputerisasi aplikasi software SPSS 15.0 for windows.
Secara rinci hasil penelitian ini menghasilkan analisis regresi yang bisa dilihat
pada Tabel 4.23 berikut ini:
Tabel 4. 15
Output SPSS 15.00 Regresi Linier Sederhana

Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta B Std. Error
1 (Constant)
,059 ,042 1,403 ,191
Biayapemeliharaan
,922 ,335 ,657 2,754 ,020
a Dependent Variable: Produktivitasalkohol


Berdasarkan pengolahan data secara regresi linear sederhana, diperoleh
persamaaan Y = a + bX adalah Y = 0,059 + 0.922X. Konstanta sebesar 0,059
menyatakan bahwa jika tidak ada kenaikan nilai dari variabel biaya pemeliharaan
peralatan produksi (X) maka nilai produktivitas produksi alkohol (Y) akan
bertambah sebesar 0,059. Koefisien regresi sebesar 0.922 menyatakan bahwa
setiap peningkatan satu skor atau nilai pada biaya pemeliharaan peralatan
produksi akan memberikan peningkatan Produktivitas sebesar sebesar 0,922.

150


4.3.3 Koefisien Determinasi
Untuk mengetahui besarnya kontribusi dari biaya pemeliharaan peralatan
produksi (X) terhadap naik turunnya produktivitas produksi alkohol (Y) dihitung
dengan suatu koefisien yang disebut koefisien determinasi atau coefficient of
determination (KD).
KD = r
2
x100%
= (0, 0,6568038)
2
x 100%
=43,14%

Berdasarkan pengolahan data di atas menunjukkan bahwa, besarnya
pengaruh biaya pemeliharaan peralatan produksi (X) terhadap produktivitas
produksi alkohol sebesar 43,14%, sedangkan sisanya sebesar 56,86% dipengaruhi
oleh faktor-faktor lain .
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh t
hitung
= 2,754. Dikarenakan t
hitung

> t
tabel
, yakni 2,754 > 1,812 maka dapat disimpulkan H
0
ditolak, artinya biaya
pemeliharaan peralatan produksi berpengaruh terhadap produktivitas produksi
alkohol.

4.4 Pembahasan
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa biaya pemeliharaan
peralatan produksi mempunyai hubungan yang signifikan dengan produktivitas
produksi alkohol dengan nilai korelasi sebesar 0.657 yang artinya menunjukkan
tingkat korelasi yang kuat. Berdasarkan persamaan regresi di atas menunjukkan
bahwa dengan meningkatnya nilai biaya pemeliharaan peralatan produksi akan
151


meningkatkan produktivitas produksi alkohol pada PT PG Rajawali II Unit PSA
Palimanan.
Biaya pemeliharaan merupakan salah satu cara untuk mengukur intensitas
kegiatan pemeliharaan. Sebab semakin intensif perusahaan melakukan kegiatan
pemeliharaan maka biaya yang dikeluarkan akan semakin besar, seperti yang
diungkapkan oleh Suryadi Prawirosentono (2000:320) Dalam hal ini makin
intensif kegiatan pemeliharaan dilakukan berarti biayanya makin besar. Demikian
pula makin besar skala produksi makin besar tenaga perawatan mesin, karena
banyak pula tahap kegiatan produksi yang perlu dimonitor. Jadi, biaya
pemeliharaan berbanding lurus dengan frekuensi pemeliharaan dan skala usaha.
Pemeliharaan yang digunakan oleh PT PG Rajawali II Unit PSA Palimanan
merupakan salah satu metode untuk meningkatkan produktivitas produksi. Hal
tersebut dilakukan karena kurangnya kesadaran dalam pelaksanaan pemeliharaan
yang dibutuhkan dalam proses produksi sehingga menyebabkan penurunan
produktivitas sesuai yang dikatakan oleh David J Sumanth (1984: 361),
Maintenance management, rebuilding old machinery, and energy-conservation
technology are three approaches to productivity improvement concerned with
what a company already has in terms of plants and equipment rather than new
technologies. (Manajemen pemeliharaan, membangun kembali mesin tua, dan
teknologi konservasi energi merupakan tiga pendekatan untuk meningkatkan
produktivitas sesuai dengan peralatan dan perlengkapan yang telah dimiliki
perusahaan dari pada teknologi baru). Dijelaskan lebih detail oleh M.S Sehrawat
.J.S. Narang (2001:7.5), Maintenance is responsible for the smooth and efficient
152


working of an industry and helps in improving the productivity. It also helps in
keeping the machines in a state of maximum efficiency with economy.
(Pemeliharaan adalah faktor kunci bagi kelancaran dan efisiensi produksi serta
membantu meningkatkan produktivitas perusahaan. Hal tersebut juga membantu
perusahaan untuk menjaga kestabilan keuangan perusahaan).
Biaya pemeliharaan merupakan salah satu cara yang digunakan untuk
menilai tingkat kepedulian perusahaan terhadap pemeliharaan. Dari hasil
penelitian dapat diketahui bahwa realisasi biaya pemeliharaan peralatan produksi
tahun 2008 sebesar Rp.147.051.927,1 lebih rendah dibandingkan perhitungan
biaya pemeliharaan peralatan produksi ideal tahun 2008 sebesar Rp. 150.627.000.
, selain itu realisasi biaya pemeliharaan peralatan produksi tahun 2008 sebesar
Rp.147.051.927,1 lebih rendah dibandingkan dengan rencana kegiatan anggaran
produksi (RKAP) sebesar Rp. 271.322.000. Hal tersebut disebabkan pada
pertengahan tahun 2008 PT PG Rajawali II Unit PSA Palimanan menetapkan
kebijakan untuk mengurangi pengeluaran sehingga keuntungan tahun 2008 dapat
lebih tinggi dibandingkan tahun 2007. Tentunya kebijakan tersebut
mempengaruhi kebijakan pemeliharaan yang dilakukan oleh PT PG Rajawali II
Unit PSA Palimanan seperti kebijakan persediaan suku cadang yang sebelumnya
suku cadang selalu tersedia di perusahaan, pada tahun 2008 kebijakan perusahaan
diubah menjadi suku cadang dibeli ketika terjadi kerusakan dan hanya suku
cadang tertentu yang disediakan perusahaan. kebijakan mengenai suku cadang
tersebut digunakan untuk menghemat biaya suku cadang, tapi memiliki pengaruh
negatif yaitu proses perbaikan mengalami keterlambatan sehingga proses produksi
153


pun akan terganggu dan secara otomatis produktivitaspun akan menurun. Selain
perubahan kebijakan mengenai suku cadang, terjadi pula perubahan kebijakan
mengenai periodic maintenance.
Pada tahun 2008 terdapat kegiatan periodic maintenance yang tidak
dilakukan seperti kegiatan pengecetan pada bagian penerimaan tetes, pembibitan
dan fermentasi, pada bagian UPLC tidak dilakukan pergantian talang vinase dan
pipa vinase, dan pada bagian instalasi tidak dilakukan pergantian pipa sebanyak
20% dan pergantian box. Hal tersebut memang mengurangi biaya pemeliharaan
tetapi meningkatkan kemungkinan terjadinya kerusakan sebab periodic
maintenance ini bertujuan agar mesin siap digunakan kapan saja dibutuhkan
sehingga waktu yang dibutuhkan dalam proses produksi dan kualitas hasil
produksi menjadi efisien. Dengan tidak digunakannya pelaksanaan pemeliharaan
yang baik dapat menyebabkan waktu menunggu untuk produksi menjadi tidak
efisien dan adanya penambahan waktu produksi karena terdapat waktu tunggu
yang banyak. Hal ini terbukti dengan sering terjadinya kerusakan akibat
kebocoran yang sebenarnya dapat dicegah melalui kegiatan periodic maintenance.
Melalui kebijakan biaya pemeliharaan peralatan produksi yang baru pada
PT PG Rajawali II Unit PSA Palimanan yang dirasakan tidak perlu,
mengakibatkan penurunan produktivitas alkohol. Berdasarkan hasil penelitian
didapat hasil uji korelasi sebesar 0.657 memiliki arti bahwa biaya pemeliharaan
peralatan produksi memiliki pengaruh yang kuat terhadap produktivitas produksi
alkohol . Koefisien determinasi diperoleh 43,14%, yang artinya 43,14% dari total
produktivitas alkohol pada PT PG Rajawali II Unit PSA Palimanan dipengaruhi
154


oleh biaya pemeliharaan peralatan produksi dan sisanya sebesar 56,86%
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang lainnya.
Hasil uji hipotesis pada penelitian ini sejalan dengan teori Suryadi
Prawirosentono (2000:320) Dalam hal ini makin intensif kegiatan pemeliharaan
dilakukan berarti biayanya makin besar. Demikian pula makin besar skala
produksi makin besar tenaga perawatan mesin, karena banyak pula tahap kegiatan
produksi yang perlu dimonitor. Jadi, biaya pemeliharaan berbanding lurus dengan
frekuensi pemeliharaan dan skala usaha. Dari teori tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa biaya pemeliharaan merupakan salah satu cara yang digunakan
untuk menilai tingkat kepedulian perusahaan terhadap pemeliharaan.
Sedangkan pemeliharaan dapat mempengaruhi produktivitas perusahaan,
hal tersebut sesuai dengan teori David J Sumanth (1984: 361), Maintenance
management, rebuilding old machinery, and energy-conservation technology are
three approaches to productivity improvement concerned with what a company
already has in terms of plants and equipment rather than new technologies.
(Manajemen pemeliharaan, membangun kembali mesin tua, dan teknologi
konservasi energi merupakan tiga pendekatan untuk meningkatkan produktivitas
sesuai dengan peralatan dan perlengkapan yang telah dimiliki perusahaan dari
pada teknologi baru). Dijelaskan lebih detail oleh M.S Sehrawat .J.S. Narang
(2001:7.5), Maintenance is responsible for the smooth and efficient working of
an industry and helps in improving the productivity. It also helps in keeping the
machines in a state of maximum efficiency with economy. (Pemeliharaan adalah
faktor kunci bagi kelancaran dan efisiensi produksi serta membantu meningkatkan
155


produktivitas perusahaan. Hal tersebut juga membantu perusahaan untuk menjaga
kestabilan keuangan perusahaan).

Anda mungkin juga menyukai