Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

LCA (Life Cycle Assessment) adalah suatu metode dapat digunakan


untuk mengevaluasi dampak lingkungan yang dihasilkan oleh suatu produk.
LCA terdiri dari empat tahap, yaitu

Penentuan tujuan dan ruang lingkup


Analisis inventori
Analisis dampak
Interpretasi

LCA menitik beratkan pada faktor mengumpulkan informasi dan


menganalisis dampak lingkungan yang disebabkan oleh suatu produk. Metode
LCA membantu dalam mengetahui potensi limbah yang akan muncul serta
penggunaan energi dan bahan baku yang diperlukan selama proses produksi
produk.

Data yang dibutuhkan dalam melakukan LCA terdiri dari dampak


lingkungan, hasil samping, konsumsi energi dan bahan baku yang digunakan
pada setiap tahapan proses.LCA dapat diterapkan dalam pengembangan
strategis, pengembangan dan pemasaran produk. metodologi LCA telah
dikembangkan secara ekstensif selama dekade terakhir ini. Selain itu,
sejumlah standar yang terkait LCA (ISO 14.040-14.043) dan laporan tekhnis
telah diterbitkan dalam Organisasi Internasional untuk Standarisasi (ISO)
untuk merampingkan metodologi. LCA tidak akan memberikan
taksiran/penilaian terhadap resiko yang akan terjadi. Hal ini karena LCA tidak
mempertimbangkan eksposur, yang sangat penting untuk menilai resiko.

1
Meningkatnya kesadaran akan isu-isu lingkungan telah meningkatkan
perhatian difokuskan pada industri bahan-bahan. Saat ini, sektor industri
dituntut untuk lebih serius dalam memperhatikan dampak lingkungan akibat
aktivitasnya. LCA merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui
seberapa besar dampak lingkungan yang disebabkan pada tahap daur ulang,
mulai dari pada saat pengambilan material sampai dengan produk ini selesai
digunakan oleh konsumen hingga menghasilkan limbah.

Upaya untuk mencegah atau mengurangi timbulnya limbah dimulai sejak


pemilihan bahan, teknologi proses, penggunaan materi dan energi serta
pemanfaatan produk sampingan pada suatu system produksi. Minimalisasi
limbah dapat dilakukan dengan cara Reduce, Reuse, Recyle, dan Recovery.

Beberapa contoh bahan yang dapat menghasilkan manfaat seperti botol


kaca bekas, dan limbah jagung yang akan dibahas pada makalah ini. Dalam
banyak kasus, kedua bahan tersebut telah menjadi omongan yang umum dan
dinilai memberikan dampak negative apabila tidak dilakukan pengolahan
lanjutan. Citra yang positif akan timbul jika hasil bahan-bahan tersebut
digambakan menjadi barisan kemajuan salah satu tempat industri. Pemikiran
yang inovatif diperlukan selama mendalami proses LCA karena hasil akhir
dari proses LCA ini merupakan sebuah penilaian yang akan ditujukan pada
hasil tersebut.

B. TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH


a. Mahasiswa mengetahui pengertian LCA.
b. Mahasiswa mengetahui arti penting dari LCA.
c. Mahasiswa mengetahui apa itu LCA pada botol bekas, dan limbah
jagung.
d. Mahasiswa mengetahui penilaian terhadap LCA masing-masing
limbah.

BAB 2

2
LIFE CYCLE ASSESSMENT (LCA)

LCA adalah alat untuk menilai potensi dampak lingkungan dari system
produk atau jasa pada semua tahap dalam siklus hidup mereka dari ekstraksi
sumber daya , melalui produksi dan penggunaan produk menggunakan kembali.

Beberapa contoh dari LCA berikut ini, diantaranya adalah

Botol kemasan
Limbah jagung

Pada makalah ini, akan dibahas masalah dari awal hingga akhir proses
penggunaan kembali contoh LCA tersebut.

1. BOTOL KEMASAN
a. Botol PET
Peningkatan populasi masyarakat akan meningkatkan konsumsi
berbagai jenis makanan dan minuman yang akan diikuti dengan peningkatan
limbah bahan kemasan yang menyertainya. Produk minuman yang
dikonsumsi utama adalah air. Bahan kemasan minuman relative memiliki
umur yang pendek, dimana jumlah limbah kemasan produk minuman
sebanding dengan penjualan produk minuman tersebut. Kemasan produk
minuman yang digunakan terutama plastic (PET,PP, dan PE) dan gelas. Bahan
kemasan polyethylene terephtale (PET) adalah suatu resin polimer plastic
termoplastis dari kelompok polyester. PET banyak diproduksi dalam industri
kimia dan digunakan dalam serat sintesis, botol minuman dan wadah.
Kecenderungan peningkatan limbah kemasan PET berdampak negative
terhadap permasalahan lingkungan, dimana sebagian besar bahan kemasan
plastik tidak dapat didaur ulang oleh lingkungan, sehingga perlu dilakukan
suatu pengkajian mengenai jenis kemasan yang paling baik terhadap
lingkungan dengan menggunakan metoda Life Cycle Assessment (LCA).

3
LCA adalah suatu metoda yang dapat digunakan untuk mengevaluasi
dampak lingkungan yang disebabkan oleh suatu produk selama proses
produksi atau aktivitas selama siklus hidupnya dan aliran bahan yang terjadi
di dalam proses produksi produk tersebut. Penilitian LCA pada industry
minuman umumnya adalah pembandingan beberapa jenis bahan kemasan,
terutama penggunaan kemasan botol sekali pakai (disposable) dan isi ulang
(refillable), baik botol jenis gelas maupun plastic.
Untuk mengidentifikasikan siklus hidup kemasan botol PET pada produk
minuman mencakup analisis inventori dari sisi kebutuhan bahan baku,
kebutuhan energi pada proses produksi, dan menilai dampak pencemaran
lingkungan, pengelolaan limbah, dan analisis biaya.
Pada proses produksi kemasan botol PET, bahan baku yang digunakan
berupa resin PET dan pewarna. Tahapan proses produksinya meliputi proses
penyiapan, pengeringan, pelelehan, pencetakan, kristalisasi dan blowing. Proses
pengolahan botol PET dilakukan dengan cara mengumpulkan limbah kemasan
botol PET, kemudian dipisahkan dan tutup botol dan label, serta disortasi
berdasarkan warna botol.

Limbah kemasan botol PET yang telah disortasi diolah menjadi


serpihan PET melalui proses penggilingan, pencucian dan pengeringan.Serpihan
PET yang telah kering disortasi kembali dari kotoran.Serpihan PET yang telah
bersih kemudian dikemas dan dikirim ke industri pengolahan untuk diolah
menjadi baju, dan lain-lain. Pada proses produksi kemasan botol gelas, bahan
baku yang digunakan meliputi silica, soda abu,batu kapur, dan aluminium
oksida.
Tahapan proses produksi kemasan botol gelas, yaitu proses penyiapan,
peleburan,pembentukan dan printing.Pada proses produksi botol PET, limbah
yang banyak dihasilkan adalah limbah padat yang berupa preform dan botol
PET yang tidak memenuhi standar preform dan botol PET yang tidak
memenuhi standar tersebut akan dijual ke industry yang membutuhkan seperti

4
produksi ember dan tidak digunakan kembali sebagai bahan baku produksi
kemasan botol PET. Hal tersebut dikarenakan kurangnya kekuatan atau
kerapatan dari struktur polimer PET sehingga dapat menyebabkan terjadinya
migrasi atau pindahnya zat-zat monomer dari bahan plastic ke dalam
makanan.Pepindahan monomer terjadi karena dipengaruhi oleh suhu makanan,
waktu penyimpanan dan proses pengolahannya.
Pada proses produksi botol PET, juga dihasilkan debu akibat adanya
pergerakan kendaraan pengangkut bahan baku, alat transportasi, dan
penggunaan mesin produksi. System pengolahan terhadap limbah debu tersebut
dilakukan dengan menggunakan exhause fan, dengan cara kerja membuang
debu ke udara bebas. Pengolahan limbah debu di luar ruangan yang berasal dari
kegiatan lalu lintas dan barang dilakukan dengan cara penanaman pohonn
pelindung dan penghijauan dihalaman dan sekeliling pabrik.
Pada proses produksi botol PET, limbah yang banyak dihasilkan adalah
limbah padat yang berupa preform dan botol PET yang tidak memenuhi standar.
Preform dan botol PET yang tidak memenuhi standar tersebut akan dijual ke
industri yang membutuhkan, seperti produk rumah tangga dan tidak digunakan
kembali dalam sebagai bahan baku produksi kemasan botol PET. Hal tersebut
dikarenakan berkurangnya kekuatan atau kerapatan dari struktur polimer PET
sehingga dapat menyebabkan terjadinya migrasi atau pindahnya zat-zat
monomer dari bahan plastik ke dalam makanan.
Kegiatan daur-ulang limbah botol kemasan PET dimulai dari
pengumpulan, pemilahan tutup botol dan label serta disortasi berdasarkan
warna, kemudian botol diolah menjadi serpihan PET melalui tahapan proses
penggilingan, pencucian, dan pengeringan. Khusus untuk limbah kemasan PET
dilakukan pencucian dan pencacahan menjadi serpihan yang siap dijual.
Serpihan PET yang telah kering disortasi kembali dari kotoran kemudian
dikemas dan dikirim ke industri pengolahan plastik. Pengamatan di lapangan
menunjukkan bahwa, serpihan PET tidak kembali ke pabrik kemasan PET,

5
tetapi dikirim ke industri lain untuk diolah menjadi produk lain, atau
diekspor. Cemaran lingkungan yang terjadi selama siklus hidup kemasan PET
meliputi cemaran komponen fisk- kimia (limbah udara, debu, kebisingan,
limbah padat dan air limbah) dan komponen ekonomi.
A. Penilaian Daur Hidup Botol PET (Polyethylene Terephtalate)
Produk minuman teh yang pada awalnya dikemas dengan
menggunakan kemasan botol gelas, saat ini beralih menggunakan kemasan
botol PET. Bahan kemasan PET adalah suatu resin polimer plastic
termoplastis dari kelompok polyester.
Kecenderungan peningkatan limbah kemasan PET, berdampak negatif
pada permasalahan lingkungan , dimana sebagian besar bahan kemasan
plastic tidak dapat didaur ulang oleh lingkungan, sehingga perlu dilakukan
suatu pengkajian mengenai jenis kemasan yang paling baik terhadap
lingkungan dengan menggunakan metoda LIFE CYCLE ASSESMENT
(LCA).
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengidentifikasi siklus
hidup kemasan botol PET pada produk minuman mencakup analisis inventori
dar sisi kebutuhan bahan baku, kebutuhan energi pada produksi , menilai
dampak pencemaran lingkungan,pengelolaan limbah, dan analisis biaya.
Hasil penelitian dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan kajian
LCA seperti berikut ini :
1) Tujuan dan Ruang Lingkup
Batasan atau ruang lingkup kajian meliputi proses produksi kemasan
botol PET,pengguna (industry minuman), dan pengolahan limbah kemasan
botol PET,dampak lingkungan dan analisis biaya. Ulasan dalam penilitian ini,
telah membandingkan dengan kategori damapak potensial pemanasan global
(GWP),potensial pencemaran udara, potensial eutrofikasi, penggunaan
energy, daur ulang limbah PET dan analisis biaya.
2) Analisis inventori
Siklus hidup kemasan botol PET, diawali dengan proses produksi
kemasan botol PET yang telah diproduksi digunakan untuk mengemas

6
produk minuman. Produk tersebut akan disalurkan kekonsumen melalui
distributor.
2.1. Pabrik Kemasan BotoL PET
Secara ringkas , kegiatan pabrik kemasan PET dalam memproduksi
botol PET menggunakan bahan baku resin PET. Pengolahan dan
pembentukan botol kemasan PET dalam bentuk sementara (preform) untuk
dikirimkan ke pengguna atau pabrik minuman.
2.2. Pabrik Minuman
Kegiatan pabrik pengguna kemasan PET adalah mengubah botol PET
bentuk sementara(preform)menjadi bentuk botol kemasan PET, pengisian
produk minuman (filling), pelabelan, pengemasan, dan distribusi dan
transportasiproduk kemasan PET kekonsumen. Selanjutnya produk
minman tersebut dikonsumsi dan limbah kemasan botol PET dibuang atau
dikumpulkan untuk di daur ulang.
2.3. Daur Ulang PET
Kegiatan daur ulang limbah botol kemasan PET dimulai dari
pengumpulan , pemilahan tutup botol dan label serta sortasi berdasarkan
warna, kemudian botol diolah menjadi serpihan PET melalui tahapan
proses penggilingan , pencucian , dan pengeringan.
3) Evalusi Dampak Lingkungan
Cemaran lingkungan yang terjadi selama siklus hidup kemasan PET
meliputi cemaran komponen fisik dan komponen ekonomi.
3.1. Komponen Fisik Kimia
Pada proses produksi kemasan botol PET, limbah yang dihasilkan
dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu limbah padat gas, debu, dan
kebisingan. Pada proses produksi botol PET ,dihasilkan debu akibat adanya
pergerakan kendaraan pengangkut bahan baku, alat transporrtasi, dan
penggunaan proses produksi. Cemaran udara yang dihasilan pada proses
produksi kemasan botol PET berasal dari emisi Resin produksi. Untuk
mengurangi pencemaran , system pengolahan debu yang dilakukan
perusahaan adalah menggunakan exhause fan.

7
Mesin atau peralatan yang digunakan pada proses produksi kemasan
botol PET menghasilkan kebisingan. Peningkatan limbah kebisingan dapat
terjadi akibat meningkatnya kapasitas produksi dan menurunnya kondisi
mesin. Upaya pengelolaan kebisigan yang dilakukan dengan cara perbaikan
dan perawatan mesin produksi.
Limbah padat yang dihasilkan pada proses produksi kemasan botol
PET berupa botol dan preform yang tidak memenuhi standar. Limbah padat
tersebut tidak mendapatkan penanganan khusus melainkan dijual pada
industry olahan plastic.
Limbah cair yang dihasilkan pada proses produksi kemasan botol PET
dihasilkan dari kegiatan MCK, sehingga tidak berbahaya bagi lingkungan.
3.2. Komponen sosial dan ekonomi
Siklus hidup kemasn botol PET lebih banyak melibatkan pekerja
dibandingkan dengan kemasan botol gelas, hal tersebut menyebabkan
semakin meningkatnya kesejahteraan masyarakat akibat adanya proses
daur ulang kemasan botol PET.
4) Biaya Produksi
Pada siklus hidup kemasan membutuhkan biaya, baik untuk membeli
bahan baku maupun energy yang digunakan untuk mendukung proses
produksi dan transportasi. Pada proses penanganan limbah kemasan, biaya
yang dibutuhkan untuk menangani limbah botol PET jauh lebih besar
dibandingkan botol gelas , hal ini dikarenakan banyaknya tahapan yang
dibutuhkan untuk menangani limbah botol PET. Tetapi harga jual kemasan
botol PET jauh lebih tinggi dibandingkan kemasan botol kaca,
dikarenakan kualitas limbah kemasan botol PET lebih baik dibandingkan
botol gelas.

2. LIMBAH JAGUNG
Biomassa jagung adalah seluruh bagian tanaman jagung yang tidak
dipakai atau diambil sebagai makanan pokok, seperti batang, daun, kelobot,
dan tongkol (Anggraeny et al., 2006). Total berangkasan dari satu tanaman

8
jagung bernilai 90% dari berat keseluruhan satu tanaman jagung, tabel
proporsi LTJ disajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 1 Proporsi Limbah
. Proporsi (%BK)
limbah tanaman
jagung Limbah
Jagung
Batang 50
Daun 20
Tongkol 20
Kulit (klobot) 10
Limbah tanaman jagung merupakan limbah lignoselulosik . Lignoselulosa
terdiri dari tiga komponen utama, yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin.
Selain itu, terdapat pula beberapa komponen minor yang dapat ditemukan
pada lignoselulosa, seperti abu, protein, dan pektin. Kadar ketiga komponen
minor pada lignoselulosa tersebut berbeda-beda sesuai dengan sumber
lignoselulosanya.
Limbah batang dan daun jagung kering memiliki potensi energi sebesar
66.35 GJ dengan konversi nilai kalori 4,370 kkal/kg. Energi tongkol jagung
dapat dihitung dengan menggunakan nilai Residue to Product Ratio (RPR)
tongkol jagung yaitu 0.27 (pada kadar air 7.53%) dan nilai kalori 4,451
kkal/kg, sehingga potensi energi tongkol jagung adalah 55.75 GJ . Diketahui
bahwa limbah tanaman jagung mengandung 15% lignin, 45% selulosa, dan
35% hemiselulosa, serta dapat menghasilkan 0.24 liter bioetanol tiap kg
biomassa jagung.

PRODUKSI HASIL LIMBAH JAGUNG


A. PEMBUATAN BIOETANOL (C2H5OH)
Bioetanol merupakan etanol atau kependekan dari etil alkohol (C2H5OH) atau
sering juga disebut dengan grain alcohol. Etanol berbentuk cairan tidak berwarna dan
mempunyai bau khas. Etanol dapat diproduksi menggunakan berbagai macam jenis

9
bahan baku hasil pertanian yang diklasifikasikan menjadi tiga yaitu gula sederhana,
pati, dan selulosa.
Etanol dapat diperoleh dari hasil proses fermentasi gula dengan menggunakan
bantuan mikroorganisme. Dalam industri, etanol digunakan sebagai bahan baku
industri turunan alkohol, campuran untuk miras, bahan dasar industri farmasi, dan
campuran bahan bakar untuk kendaraan. Etanol terbagi dalam tiga grade berdasarkan
kadar alkohol, yaitu grade industri (90-94%), grade netral untuk minuman keras atau
bahan baku farmasi (96-99.5%) dan grade bahan bakar (diatas 99.5%) .
Bioetanol memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan bensin,
diantaranya adalah:
1. Menekan terjadinya pencemaran udara karena bilangan oktan tinggi, serta
membentuk oxygenated atau ikatan karbon-hidrogen-oksigen yang mengurangi
pencemaran udara terutama emisi karbon monoksida.

2. Peningkatan bilangan oktan membuat bahan bakar semakin stabil pada proses
pembakaran untuk memperoleh daya yang lebih stabil.

3. Meningkatkan efisiensi pembakaran dan mengurangi emisi gas rumah kaca karena
mengandung 35% oksigen.

4. Mudah terurai dan aman terhadap lingkungan.

5. Nilai oktan tinggi, sehingga dapat menggantikan fungsi bahan aditif seperti Metil
Tertiary Butyl Ether (MTBE) dan Tetra Ethyl Lead (TEL) pada bensin.
1. Proses Produksi
Terdapat tiga prinsip metode pembuatan alkohol sederhana, yaitu hidrasi
alkana yang diperoleh dari proses cracking pada pembuatan minyak tanah, hidrolisis
bahan ligoselulosa, bioetanol yang diproduksi dari 100 gram glukosa adalah 51,4
gram dan CO2 yang dihasilkan sebanyak 48,8 gram. Hasil secara nyata akan kurang
dari 100% karena glukosa yang difermentasi oleh mikroorganisme juga digunakan
untuk bertahan hidup.

10
Pemurnian bioetanol dapat dilakukan melalui tahapan distilasi yang dapat
meningkatakan kadar etanol menjadi 95%). Proses distilasi dilakukan dengan
menggunakan evaporator dan distilator. Tahapan dalam penggunaan evaporator dan
distilator adalah sebagai berikut :
1. Larutan dimasukkan ke dalam evaporator, kemudian dipanaskan hingga
mencapai suhu 900C lalu uap etanol dialirkan ke distilator kemudian
didingingkan. Perbedaan temperatur penguapan air (1000C) dan etanol
(780C) menyebabkan pemisahan antara air dan bioetanol.
2. Temperatur distilator dijaga pada suhu 790C.
3. Jika kadar etanol kurang dari 95%, maka perlu dilakukan reflux, yaitu dengan
memasukkan kembali etanol < 95% ke dalam tabung distilator.
2. Limbah Bioetanol
Pabrik bioetanol menghasilkan limbah berupa padat, cair, dan gas. Limbah
cair industri bioetanol disebut vinasse atau stilage. Dampak negatif yang ditimbulkan
terhadap lingkungan apabila dilakukan pembuangan vinasse langsung ke sungai
diantaranya adalah terjadi perubahan warna dan bau pada perairan umum, tingkat
keasaman air akan menurun yang mengakibatkan biota perairan mati, dan kandungan
oksigen dalam air menurun, sehingga menyebabkan biota perairan mati. Sebenarnya
limbah cair pada pabrik etanol tidak mengandung B3 (Bahan Berbahaya dan
Beracun), namun permasalahan utama terletak pada kandungan BOD dan COD yang
tinggi
Saat ini rekomendasi yang dapat dilakukan dalam menangani limbah padat
yang dihasilkan adalah dengan memanfaatkan limbah sebagai penimbun atau pengisi
tanah dan dibakar secara terkendali atau diolah sebagai pakan ternak, kompos,
maupun biogas. Sedangkan untuk limbah cair dapat digunakan sebagai minuman
pakan ternak maupun bahan pencampur dalam pakan ternak.
C. PENILAIAN DAUR HIDUP LIMBAH JAGUNG/ BIOETANOL (LIFE
CYCLE ASSESSMENT, LCA)

11
LCA adalah analisis sistem yang digunakan dalam mengevaluasi dampak
lingkungan dari siklus hidup suatu produk secara keseluruhan, proses atau kegiatan
mulai dari penyediaan bahan baku hingga pengelolaan hasil samping. LCA menitik
beratkan pada faktor mengumpulkan informasi dan menganalisis dampak lingkungan
yang disebabkan oleh suatu produk. Pendekatan ini bertujuan menghindari kesalahan
dari isu lingkungan yang beredar (UNEP, 1996; ISO 14040, 1997). Berdasarkan ISO
14040, LCA terdiri dari empat tahap, yaitu penentuan tujuan dan ruang lingkup,
analisis persediaan, analisis dampak, dan interpretasi hasil.
Penjelasan tahapan LCA yang harus dilakukan menurut Jensen et al., 1997
adalah sebagai berikut :
1. Menentukan tujuan dan ruang lingkup
Tahap pertama adalah menentukan parameter-parameter yang berhubungan
dengan analisis yang akan dilakukan, terdiri dari :
a. Target, menentukan tujuan yang akan dicapai.

b. Batasan, mempertimbangkan alternatif dari komponen dan proses yang akan


digunakan.

c. Unit fungsi.

d. Kualitas standar dari data yang akan digunakan untuk analisis.

2. Analisis inventori
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data yang dibutuhkan untuk analisis,
meliputi bahan baku, energi, hasil samping, dan pencemaran. Menurut Clift et al.
(2000) analisis inventori meliputi pengumpulan dan penghitungan data masukan dan
keluaran bahan dan energi dalam batasan sistem yang ditentukan. Aliran masukan
dan emisi disebut dengan beban atau intervensi lingkungan.
3. Analisis dampak
Analisis dampak bertujuan mengetahui dampak yang mungkin terjadi selama
siklus hidup suatu produk. Perkiraan dampak dimaksudkan sebagai penilaian secara

12
cermat dan mendalam terhadap kualitas lingkungan, yang ditunjukkan dengan
besarnya dampak dan tingkat kepentingannya.
Pada analisis dampak, besar dampak merupakan selisih antara kualitas
lingkungan tanpa adanya proyek dengan kondisi kualitas lingkungan akibat adanya
proyek. Metode untuk memperkirakan besar dampak adalah metode formal dan non-
formal. Metode analisis dampak yang biasa digunakan, yaitu:
a. Model matematik, metode formal untuk memprakirakan besarnya dampak terhadap
komponen lingkungan akibat kegiatan proyek, menggunakan rumus matematik,
sehingga besarnya dampak dapat ditentukan secara kuantitatif dan perilaku dampak
dapat ditelusuri. Pendekatan ini digunakan dalam rangka prakiraan dampak terhadap
parameter kualitas udara, air, debu, dan kebisingan.

b. Baku mutu lingkungan, metode non-formal untuk memprakirakan dampak penting


yang ditempuh, melalui perbandingan antara hasil pengukuran atau pengamatan di
lapangan dengan baku mutu lingkungan yang berlaku. Pendekatan ini untuk
memprakiraan dampak terhadap parameter kualitas udara, air, debu, dan kebisingan.

c. Analogi, metode non-formal berdasarkan analogi atau membandingkan kondisi


lingkungan yang timbul dan permasalahannya sebagai akibat dari kegiatan sejenis
ditempat berbeda. Pendekatan ini digunakan dalam memprakirakan dampak untuk
parameter biota air.

d. Penilaian para ahli, metode non-formal yang dapat digunakan apabila terjadi
kesulitan dalam mengumpulkan data di lapangan. Prakiraan dampak yang dihasilkan
dari metode ini sangat bergantung pada pengetahuan dan pengalaman penilainya.
Tahapan dalam melakukan analisis dampak yaitu, metode matriks, metode
bagan alir dampak penting, dan evaluasi dampak penting. Metode matriks untuk
mengetahui tahapan kegiatan yang dapat menimbulkan dampak terhadap komponen
lingkungan. Metode bagan alir dampak penting untuk mengetahui dampak yang
terjadi. Evaluasi dampak penting untuk menentukan dampak penting yang muncul
dan penyebabnya, serta untuk mengetahui pertimbangan dampak positif dan dampak

13
negatif. Interpretasi hasil, mengembangkan suatu analisis agar lebih akurat untuk
menilai kelayakan lingkungan dari kegiatan proyek.
Menurut Baumann dan Tillman (2002), dalam menganalisis suatu dampak ada
tiga elemen yaitu klasifikasi dan karakterisasi, normalisasi dan evaluasi atau
pembobotan. Klasifikasi, dikelompokan berdasarkan dampak lingkungan yang dapat
terjadi. Karakterisasi, mendata dampak yang dapat terjadi secara keseluruhan.
Normalisasi, penghitungan terhadap dampak yang terjadi, sehingga dapat diketahui
apakah nilai dampak tersebut masih dapat diterima oleh lingkungan atau tidak.
Salah satu hal penting dalam Life Cycle Assessment (LCA) adalah penggunaan
energi. Penggunaan energi digambarkan dalam Net Energy Ratio (NER) dan Net
Energy Gain (NEG) (Papong et al., 2008).
Eout
NER= Ein

NEG=Eout-Ein
Eout adalah energi dari produk bioetanol yang dihasilkan, sedangkan Ein adalah total
energi utama yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 liter etanol. NEG merupakan
indikator untuk mengidentifikasi apakah produk bioetanol yang dihasilkan menambah
atau mengurangi ketersediaan energi.
BAB III
KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan dari kedua contoh LCA diatas , dapat disimpulkan
bahwa sebuah industri harus menerapkan sistem LCA(Life Cycle Asessment). Hal ini
dilakukan agar limbah dari bahan yang digunakan tidak memberikan dampak buruk
terhadap lingkungan. Tidak hanya itu, pengkajian tentang LCA sangat penting
dilakukan agar memberikan pembelajaran untuk generasi muda selanjutnya agar
mengerti tentang pentingnya menjaga lingkungan hidup.

14
Pengkajian LCA dapat dilakukan mulai dari awal proses produksi hingga
produk menghasilkan limbah. Limbah tersebut diolah untuk menghasilkan suatu hasil
samping seperti Bioetanol (pada limbah jagung) dan botol kemasan yang siap pakai
(hasil daur ulang botol bekas). Hasil samping akan diberikan penilaian terhadap LCA
seperti adanya tujuan dan ruang lingkup, analisis inventori, analisis dampak dan biaya
produksi. Hal ini dimaksudkan agar saat proses, industri tidak sembarangan dalam
melakukan pengolahan.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Nurlita, I. (2010). PENILAIAN DAUR HIDUP(LIFE CYCLE ASSESSMENT)


BIOETANOL BERBAHAN BAKU LIMBAH TANAMAN JAGUNG. Bogor:
Fakultas Teknologi Pertanian Bogor.

15
Wulandari, N. (2008). LIFE CYCLE ASSESSMENT (LCA)KEMASAN BOTOL PET
(POLYETHYLENA TEREPHTALATE)DAN BOTOL GELAS. Bogor: Fakultas
Teknologi Pertanian Bogor.

16

Anda mungkin juga menyukai