Anda di halaman 1dari 16

Acetone-Buthanol-Ethanol (ABE) Fermentation

JAN 6
Posted by indonesiabiobutanol

Jenis Bakteri yang umum digunakan dalam produksi butanol melalui fermentasi ABE adalah
Clostridium sp. Hasil fermentasi ABE adalah tiga produk utama yang terdiri atas butanol,
etanol, dan aseton dengan perbandingan kandungan masing-masing produk adalah 6:3:1
beserta produk samping berupa CO2, asam asetat, H2, dan asam butirat. Fermentasi ABE
hanya menggunakan satu tahap proses dimana gula sederhana yang siap difermentasi
dimasukan dalam fermentor bersamaan dengan broth berupa glukosa dan diberi asupan
N2 lalu dibiarkan proses fermentasi berlangsung selama 22 jam pada suhu 35oC dan pH 4.55 di fed batch reactor. Dari fermentasi setiap 1 g glukosa diperoleh 0.303 g butanol, 0.155
g aseton, 0.0068 g etanol, 0.0086 g asam asetat, 0.0084 g asam butirat, 0.6954 g CO 2dan
H2.
Setelah fermentasi berlangsung selama 22 jam kandungan aseton, butanol, dan etanol
telah mencapai konsentrasi tertentu (5g/L) sehingga dapat mulai dilakukan proses gas
strippinguntuk menangkap uap aseton, butanol, dan etanol. Uap yang terbawa kemudian
masuk ke dalam kondenser untuk dikondensasi dan didinginkan hingga suhu 10 oC. Gas
H2 dan CO2 yang pada proses ini tidak mengalami kondensasi alirannya kembali
disirkulasikan. Apabila produksi gas CO2 dan H2 telah berlebih maka sebagian dilepaskan ke
udara terbuka untuk menjaga tekanan bioreaktor. Selanjutnya untuk memurnikan
kandungan butanol dalam produk dilakukan distilasi sebanyak dua tahap seperti yang
dapat dilihat dalam gambar. Penggunaan Fermentasi ABE secara komersial di dunia industri
bioteknologi telah berakhir semenjak 1980 karena dirasakan proses ini tidak mampu
bersaing dengan proses sintesis solven berbasispetroleum.
Reaksi pembentukan butanol dan produk sampingnya dalam fermentasi ABE adalah sebagai
berikut:

Posted in Fermentasi
Leave a comment

Metode Produksi Butanol Fermentasi-Hidrogenasi


JAN 6
Posted by indonesiabiobutanol

Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa pada prinsipnya metode ini memproduksi
butanol melalui dua tahap proses. Proses pertama adalah fermentasi pada fibrous bed
bioreactoruntuk pembentukan asam butirat dari glukosa atau umumnya proses ini
disebut acidogenesis. Asam butirat sendiri sebenarnya juga dihasilkan pada tahapan awal
fermentasi ABE olehClostridium acetobutylicum, namun selanjutnya mengalami pergantian
proses metabolik menghasilkan solven berupa butanol, aseton, dan etanol saat konsentrasi
asam butirat mencapai >2g/L dan pH <5. Pada proses tahap pertama untuk menghasilkan
asam butirat ini digunakan jenis strain yang berbeda dari fermentasi ABE.
Dengan umpan berupa gula sederhana, Clostridium tyrobutiricum mampu menghasilkan
asam butirat dalam jumlah yang relative besar (48% w/w) hingga konsentrasi 80g/L, dan
produktivitas >2 g/L.h pada suhu proses 37oC di dalam fermentor berisikan medium glukosa
dan xylose yang diberi asupan gas nitrogen. Agitasi pada fermentor sebesar 150 rpm
dengan pH 6.0 (dijaga menggunakan NH4OH atau 6 N HCL). Pada proses yang berlangsung
36-48 jam ini dihasilkan produk samping berupa gas hidrogen yang pada proses tahap
berikutnya akan dimanfaatkan sebagai umpan reaktor setelah melalui proses kompresi.
Produk samping lainya yang dihasilkan adalah gas karbon dioksisa dan asam asetat dalam
jumlah kecil. Namun prosesacidogenesis ini dapat terinhibisi oleh banyaknya produk asam
yang dihasilkan sehingga menurunkan yield dan konsentrasi produk sehingga diperlukan
penanganan lanjut.

Asam butirat yang telah dihasilkan dari proses sebelumnya akan diproses dengan
hidrogenasi katalitik. Hidrogen yang dihasilkan dalam fermentasi dipisahkan dari karbon
dioksida untuk menghidrogenasi asam butirat. Gas hydrogen make up diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan umpan yang tidak mampu disuplai dari proses sebelumnya.
Sementara itu asam butirat hasil fermentasi dipisahkan dan dimurnikan dari medium
fermentasi menggunakan proses ekstraksiamine. Proses fermentasi dan ekstraksi yang
berjalan secara simultan akan dapat dihasilkan asam butirat dengan konsentrasi dan
produktivitas yang lebih tinggi disebabkan dengan adanya proses ini akumulasi asam yang
dihasilkan dalam fermentor dapat segera dikontrol untuk sementara asam yang telah
terbentuk langsung menuju ekstraksi. Asam butirat kemudian di-stripping dengan
menggunakan air panas atau steam pada ekstraktor kedua untuk mengkonsentrasikan asam
butirat dan menjadi umpan kolom hidrogenasi. Asam karboksilat akan dapat terkonversi
secara katalitik menjadi alkohol dengan bantuan katalis oksida logam (Cu/ZnO dan Cu/Cr)
di bawah tekanan (200-300 atm) dan suhu tertentu (150-250 oC) selama 20 jam.
Proses hidrogenasi katalitik mampu mencapai selektivitas tinggi (>95%) dan konversi >70%
apada waktu reaksi yang relatif singkat (beberapa jam). Proses ini akan menghasilkan
produk samping berupa ester dan air. Produk butanol yang dihasilkan dapat dipisahkan dari
asam butirat yang tidak bereaksi, dan produk samping dengan menggunakan proses
distilasi. Yieldteoretis butanol dari asam butirat dalam proses ini mampu mencapai 83%
(w/w). Butanol dengan tekanan uap yang rendah dan kelarutan yang rendah dalam air
akan keluar dari bottomsedangkan ester butirat dan air akan keluar dari bagian puncak
dan kembali di-recycle seperti yang ditunjukan dalam gambar. Neraca massa berbasis
stoikiometri reaksi:
1.

Fermentasi asam butirat tanpa pembentukan asam asetat (jumlahnya sedikit)

2.

Hidrogenasi asam butirat menjadi butanol

Posted in Fermentasi
Leave a comment

Dual Immobilized Reactors with Continuous


Recovery (DIRCR)
JAN 6
Posted by indonesiabiobutanol

Proses ini merupakan teknologi produksi butanol yang telah diaplikasikan oleh BP dan
DuPont untuk memproduksi butanol dalam yield maksimal sehingga produk akhir
fermentasi hanya berupa butanol dengan perbandingan hasil terhadap bahan baku adalah
1:2,49 (w/w corn) dimana pada teknologi sebelumnya (frementasi ABE) hanya mampu
dihasilkan 1:12,52 bahan baku (w/w corn) . Proses fermentasi berjalan dalam dua tahap
dengan masing-masing tahapan merupakan fermentasi ekstraktif menggunakan fibrous bed
bioreactor (lihat gambar). Kolom jenis ini akan memudahkan transfer gas hasil fermentasi

keluar fermentor untuk diolah lebih lanjut. Sebagai output proses, teknologi fermentasi ini
juga memberikan nilai lebih dengan produksi gas hidrogen sehingga dalam produksi skala
besar, gas hidrogen yang dihasilkan akan bernilai jual. Produksi gas hidrogen terhadap
bahan baku adalah 1:28,18 (w/w corn).

Teknologi fibrous bed bioreactor

Fermentasi pertama berlangsung selama 1.67 jam dan dimaksudkan untuk mengkonversi
glukosa yang telah diperolah dari proses sakarifikasi menjadi asam butirat (acidogenesis).
Jenis bakteri yang digunakan dalam fermentor acidogenesis adalah Clostridium
tyrobutiricum. Jenis bakteri ini memiliki keunikan karena hanya akan mengkonversi
glukosa ke dalam tiga jenis asam namun tidak akan mengkonversi asam ke wujud solven di
dalam fermenter. Jenis bakteri ini juga memiliki selektivitas yang tinggi dimana glukosa
yang menjadi umpan akan terkonversi menjadi asam butirat dalam jumlah yang besar
dibandingkan dengan produk samping yang berupa asam asetat dan asam laktat. Pada
akhir proses juga akan dihasilkan produk samping berupa gas hidrogen, dan karbon
dioksida. Produk samping gas langsung dikeluarkan dari fermentor untuk selanjutnya
dipisahkan hidrogennya menggunakan membrane gas separator. Reaksi yang terjadi di
dalam fermentor acidogenesis secara sederhana dapat dinyatakan adalah sebagai berikut:

Fermentasi tahap kedua merupakan proses konversi asam butirat menjadi butanol
(sulvogenesis) oleh bakteri Clostridium acetobutylicum (lihat gambar 1.4) yang memakan
waktu antara 1.11 jam. Karena kondisi umpan yang diproses di fermentor kedua
seluruhnya berupa asam butirat maka perlu dilakukan penambahan broth dalam jumlah

lebih besar dibandingkan pada fermentor pertama, oleh karena itu pada proses DIRCRTM
ini ukuran fermentor pertama dan kedua memiliki perbandingan volume 1:5.

Posted in Fermentasi
Leave a comment

Perbandingan teknologi produksi bio-butanol


DEC 31
Posted by indonesiabiobutanol

No
.
1.

Proses Produksi
Butanol

Kelebihan

Kekurangan

Yield produksi
Kedua bioreaktor
Dual Immobilized
ReaCtor with
butanol mencapai
membutuhkan control
Continuous
49%
yang ketat untuk

Konversi
mencapai
Recovery(DIRCR )
mempertahankan kondisi
2,5 gallon
mikroorganisme
Kedua bioreaktor
butanol/gantang
jagung mendekati
membutuhkan asupan
konversi teoritis 2,8
media perkembangan dan
gallon/gantang
glukosa sebagai sumber
Kapasitas produksi
energi mikroorganisme
Proses fermentasi
dapat mencapai 30
g/l/h butanol
kontinyu cepat karena
dan dilution rate 3,5/h prosesacidogenesis hanya
Biaya produksi
membutuhkan waktu 1,67
dengan bahan baku
jam dan sulvogenesis 1,11
jagung hanya
jam.
$1,07/gallon butanol
Produk samping
hanya terbentuk saat
start-up, tidak
terbentuk lagi setelah
steady
Produk yang
menghambat
pertumbuhan
TM

mikroorganisme
langsung dipisahkan
dari reaktor
Bioreaktor utama tidak
membutuhkan suhu dan
tekanan yang tinggi

2.

FermentasiHidrogenasi

Yield butanol dari


glukosa yang lebih
besar 4.0 g/g vs 1..52.0 g/g fermentasi
ABE
Fermentasi asam
butirat memiliki
produktivitas yang
lebih tinggi (>2 g/Lh)
dibanding fermentasi
ABE (umumnya <0.5
g/Lh).
Konsentrasi butanol
yang lebih tinggi
hidrogenaasi
memproduksi butanol
pada konsentrasi lebih
tinggi sementara
fermentasi ABE
terbatas < 2% karena
adanya inhibisi oleh
Melibatkan lebih banyak
butanol sendiri.
Butanol merupakan
teknologi sehingga perlu
satu-satunya produk
biaya investasi dan
utama dalam proses
operasional yang tidak
sehingga lebih mudah
sedikit.

Membutuhkan energi
dipisahkan dan
dimurnikan dibanding yang besar pada kolom
produk hasil
hidrogenasi
fermentasi ABE.

Yield rendah, dari 1 g


glukosa hanya dihasilkan
0.3 g butanol.
CO yang dihasilkan
jumlahnya sangat besar
(0.6 g/g glukosa)
Waktu fermentasi
membutuhkan waktu yang
lama yaitu 22 jam.

Kelebihan

Kekurangan

3.
No
.
1.

ABEfermentation
Proses Produksi
Butanol

Yield produksi
Kedua bioreaktor
Dual Immobilized
ReaCtor with
butanol mencapai
membutuhkan control
Continuous
49%
yang ketat untuk

Konversi
mencapai
Recovery(DIRCR )
mempertahankan kondisi
2,5 gallon
mikroorganisme
Kedua bioreaktor
butanol/gantang
jagung mendekati
membutuhkan asupan
konversi teoritis 2,8
media perkembangan dan
gallon/gantang
glukosa sebagai sumber
Kapasitas produksi
energi mikroorganisme
Proses fermentasi
dapat mencapai 30
g/l/h butanol
kontinyu cepat karena
dan dilution rate 3,5/h prosesacidogenesis hanya
Biaya produksi
membutuhkan waktu 1,67
dengan bahan baku
jam dan sulvogenesis 1,11
jagung hanya
jam.
$1,07/gallon butanol
Produk samping
hanya terbentuk saat
start-up, tidak
terbentuk lagi setelah
steady
Produk yang
menghambat
pertumbuhan
mikroorganisme
langsung dipisahkan
dari reaktor
Bioreaktor utama tidak
TM

membutuhkan suhu dan


tekanan yang tinggi

2.

FermentasiHidrogenasi

3.

ABEfermentation

Yield butanol dari


glukosa yang lebih
besar 4.0 g/g vs 1..52.0 g/g fermentasi
ABE
Fermentasi asam
butirat memiliki
produktivitas yang
lebih tinggi (>2 g/Lh)
dibanding fermentasi
ABE (umumnya <0.5
g/Lh).
Konsentrasi butanol
yang lebih tinggi
hidrogenaasi
memproduksi butanol
pada konsentrasi lebih
tinggi sementara
fermentasi ABE
terbatas < 2% karena
adanya inhibisi oleh
Melibatkan lebih banyak
butanol sendiri.
Butanol merupakan
teknologi sehingga perlu
satu-satunya produk
biaya investasi dan
utama dalam proses
operasional yang tidak
sehingga lebih mudah
sedikit.
Membutuhkan energi
dipisahkan dan
dimurnikan dibanding yang besar pada kolom
produk hasil
hidrogenasi
fermentasi ABE.

Yield rendah, dari 1 g


glukosa hanya dihasilkan
0.3 g butanol.
CO yang dihasilkan
jumlahnya sangat besar
(0.6 g/g glukosa)
Waktu fermentasi
membutuhkan waktu yang
2

lama yaitu 22 jam.


Posted in Fermentasi
Leave a comment

Mikroorganisme yang Berperan dalam


Fermentasi ABE
DEC 31
Posted by indonesiabiobutanol

Beberapa spesies Clostridia, yaitu C. acetobutylicum, C. beijerinckii, dan C.


saccharoperbutylacetonicum memiliki jalur metabolism yang mirip. Bakteri tersebut dapat
mengkonversi berbagai jenis glukosa menjadi asam asetat, asam laktat, dan asam butirat
melalui proses asidogenesis. Lalu asam tersebut diubah menjadi aseton, butanol, dan etanol
(ABE), serta karbondioksida dan hidrogen. Namun tingkat toleransi pelarut ABE dalam

mikroorganisme tersebut masih di bawah 23 g/L.


C. tyrobutyricum dapat digunakan untuk mengubah glukosa menjadi asam butirat, sehingga
bila fermentasi dilanjutkan dengan bakteri di atas, selektivitas dan perolehan butanol secara

keseluruhan akan lebih besar.


C. cellulolyticum dan C. thermocellum menggunakan selulosa sebagai bahan baku

pembuatan butanol.
C. pasteurianum menggunakan gliserol sebagai bahan baku sintesis butanol.

Escherichia coli, Lactococcus lactis, Lactobacillus buchneri, Saccharomyces cerevisiae,


danBacillus subtilis direkayasa untuk menghasilkan butanol dengan dengan melakukan
modifikasi genetik. Usaha ini dilakukan untuk meningkatkan toleransi mikroorganisme
terhadap pelarut ABE.

Bio-Butanol

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Minyak bumi merupakan sumber energi yang paling ekonomis dan paling mudah untuk
dimanfaatkan. Minyak bumi pertama kali disedot dan dibor di Texas Amerika Serikat. Terus
berlanjut dengan eksplorasi besar-besaran di seluruh dunia. Kita tahu bahwa minyak bumi
adalah sumber daya yang tidak terbarukan, yang lama kelamaan akan habis. Hal ini dapat
menimbulkan pelemahan ketahanan energi dan ketahanan nasional, salah satunya di bumi
pertiwi kita ini yaitu Indonesia.
Untuk meningkatkan ketahanan energi dan ketahanan nasional ini kita harus mencari
energi alternatif (bahan bakar alternatif). Energi alternatif dari senyawa alkohol yang telah
dikembangkan di Indonesia adalah bioetanol. Bio-etanol merupakan senyawa alkohol yang
memiliki rumus molekul C2H5OH dan dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan
organik yang memiliki kandungan karbohidrat dengan menggunakan bakteri. Aplikasi bioetanol yang telah dilakukan adalah sebagai pengganti minyak tanah dan bahan campuran ke
dalam bensin (gasohol).
Biofuel dari senyawa alkohol lainnya yang telah dikembangkan adalah bio-butanol.
Bio-butanol adalah senyawa alkohol yang memiliki rumus molekul C4H9OH dan dihasilkan
dari proses fermentasi bahan-bahan organik yang memiliki kandungan karbohidrat dengan
menggunakan bakteri Clostridium acetobutylicum. Penelitian yang telah dilakukan ternyata
bio-butanol lebih menguntungkan daripada bio-etanol dalam pengaplikasiannya.
Oleh karena itu dalam karya tulis ini akan lebih difokuskan dalam proses dan
perbandingan bio-butanol dengan biofuel lainnya yang berbasis senyawa alkohol, yaitu bioetanol.

1.2 Rumusan Masalah


1.

Bagaimana proses pembuatan bio-butanol dari salah satu bahan organik yang

mengandung karbohidrat?
2.

Bagaimana perbandingan kualitas bio-butanol dengan bio-etanol dari sumber hasil

penelitian yang telah dilakukan?

1.3 Tujuan
1.

Mengetahui proses pembuatan bio-butanol dari salah satu bahan organik yang

mengandung karbohidrat.
2.

Mengetahui perbandingan kualitas bio-butanol dengan bio-etanol dari sumber hasil

penelitian yang telah dilakukan.


1.4 Manfaat
1.

Memberikan informasi dan sebagai bahan pertimbangan kepada pemerintah daerah

maupun pusat bahwa bio-butanol lebih menguntungkan daripada bio-etanol dalam


pengaplikasinnya sebagai bahan bakar alternatif (biofuel).
2.

Memberikan manfaat kepada penulis sendiri untuk terus mengembangkan kreativitas

dan inovasi yang terbarukan.


3.

Memberikan pengetahuan dan wawasan kepada para pembaca karya tulis ilmiah ini.

BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Biofuel
Biofuel adalah setiap bahan bakar baik padatan, cairan ataupun gas yang dihasilkan
dari bahan-bahan organik. Biofuel dapat dihasilkan secara langsung dari tanaman atau secara
tidak langsung dari limbah industri, komersial, domestik atau pertanian.
Biofuel menawarkan kemungkinan memproduksi energi tanpa meningkatkan kadar karbon di
atmosfer karena berbagai tanaman yang digunakan untuk memproduksi biofuel mengurangi
kadar karbonmonoksida di atmosfer, tidak seperti bahan bakar fosil yang mengembalikan
karbon yang tersimpan di bawah permukaan tanah selama jutaan tahun ke udara. Dengan
begitu biofuel lebih bersifat karbon netral dan sedikit meningkatkan konsetrasi gas-gas rumah
kaca di atmosfer. Penggunaan biofuel mengurangi pula ketergantungan pada minyak bumi
serta meningkatkan ketahanan energi (Wikipedia, 2014).
2.2 Bio-Alkohol
Alkohol yang diproduksi secara biologi, yang umum adalah etanol dan yang kurang
umum adalah propanol dan butanol, yang diproduksi dengan menggunakan mikroorganisme

dan enzim melalui fermentasi gula atau starch atau selulosa. Bio-butanol seringkali dianggap
sebagai pengganti langsung bensin, karena dapat digunakan langsung dalam mesin yang
berbahan bakar bensin.
Butanol terbentuk dari fermentasi ABE (aseton, butanol dan etanol) dan eksperimen
modifikasi dari proses tersebut memperlihatkan potensi yang menghasilkan energi yang
tinggi dengan butanol sebagai produk cair. Butanol dapat menghasilkan energi yang lebih
banyak dan dapat terbakar langsung dalam mesin bensin yang sudah ada (tanpa modifikasi
mesin) dan tidak menyebabkan korosi dan kurang dapat tercampur dengan air dibanding
etanol dan dapat didistribusikan melalui infrastruktur yang telah ada. Dupont dan BP (British
Petroleum) bekerja sama untuk menghasilkan butanol (Wikipedia, 2014).
Bahan bakar etanol merupakan biofuel yang paling umum di dunia, terutama bahan bakar
etanol di Brasil. Bahan bakar alkohol diproduksi dengan cara fermentasi gula yang dihasilkan
dari gandum, jagung, bit gula, tebu, molasses dan gula atau amilum yang dapat dibuat
minuman beralkohol (seperti kentang dan sisa buah dan lain-lainnya). Produksi etanol
menggunakan digesti enzim untuk menghasilkan gula dari amilum, fermentasi gula, distilasi
dan pengeringan. Proses ini membutuhkan banyak energi untuk pemanasan.
Etanol dapat digunakan dalam mesin bensin sebagai pengganti bensin. Etanol dapat dicampur
dengan bensin dengan persentase tertentu. Kebanyakan mesin bensin dapat beroperasi
menggunakan campuran etanol sampai 15% dengan bensin. Bensin dengan etanol memiliki
angka oktan yang lebih tinggi yang berarti mesin dapat terbakar lebih panas dan lebih efisien.
Bahan bakar etanol memiliki BTU yang lebih rendah yang berarti memerlukan lebih banyak
bahan bakar untuk melakukan perjalanan dengan jarak yang sama. Dalam mesin kompresi
tinggi dibutuhkan bahan bakar dengan sedikit etanol dan pembakaran lambat untuk mencegah
pra-ignisi yang merusak (knocking).
Etanol sangat korosif terhadap sistem pembakaran, selang dan gasket karet, aluminium dan
ruang pembakaran. Oleh karena itu penggunaan bahan bakar yang mengandung alkohol
illegal bila digunakan pesawat. Untuk campuran etanol konsentrasi tinggi atau 100%, mesin
perlu dimodifikasi.
Alkohol dapat bercampur dengan bensin dan air. Jadi bahan bakar etanol dapat tercampur
setelah proses pembersihan dengan menyerap kelembaban dari atmosfer. Air dalam bahan
bakar etanol dapat mengurangi efisiensi, menyebabkan mesin susah dihidupkan, gangguan
operasi dan mengoksidasi alumunium (Wikipedia, 2014).

BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Proses Produksi Bio-Butanol
Butanol dapat diperoleh dengan mmenggunakan beberapa teknologi kimia. Proses fermentasi
dengan menggunakan bakteri dari genus Clostridium memiliki kemampuan untuk
memproduksi butanol. Proses fermentasi terjadi pada kondisi anaerobik dan butanol sebagai
salah satu produknya yang dikenal bio-butanol.
Spesies bakteri yang paling banyak digunakan untuk fermentasi adalah Clostridium
acetobutylicum. Fermentasi dengan menggunakan bakteri ini dikenal dengan ABE (asetonbutanol-etanol) merupakan nama produk dari hasil proses ini. Tipe ratio kandungan
senyawanya adalah 3:6:1 (aseton:butanol:1). Konsentrasi akhir dari butanol sekitar 3%
(Kaminski et al, 2011).
Penelitian sekarang ini pada proses produksi bio-butanol fokus untuk menemukan
jenis substrat yang paling baik untuk proses fermentasi dan efisiensi penggunaan bakteri.
Salah satu potensinya dapat menggunakan semua bahan yang mengandung monosakarida,
polisakarida dan gliserol. Seperti, biomassa dari alga adalah salah satu contoh yang memiliki
sebuah substrat. Kultur alga tidak membutuhkan kerja yang intensif dan harga yang mahal.
Beberapa mikroalga mengandung persentase gula yang relatif tinggi dalam keadaan kering,
seperti Chlorella mengandung gula sekitar 30-40% yang memiliki kemampuan untuk
meningkatkan lebih besar lagi dalam produksi bio-butanol (Kaminskiet al, 2011).
Ada juga penelitian yang mencoba memodifikasi genetik bakteri Clostrodium
acetobutylicum dan Clostridium beijerinckii dalam meningkatkan resistensi bakteri pada
kadar dari butanol dalam fermentasi kaldu (Kaminski et al, 2011).

3.2 Perbandingan Kualitas Bio-Butanol dengan Bio-Etanol


3.2.1 Kriteria Bahan Bakar

Sumber: Kaminski et al (2011).


Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa butanol memiliki energi pembakaran yang
tinggi dan kalor uap yang rendah daripada etanol, yaitu 29,2 MJ/dm3 dan 0,43 MJ/Kg. Angka
oktan butanol mirip dengan bensin tapi lebih rendah daripada etanol, yaitu 96 dan 78.
3.2.2 Perbandingan Kandungan Energi
Fuel
Kandungan Energi (BTU/Gal)
Gasolin
114,800
Diesel
140,000
Metanol
55,600
Etanol
76,100
Butanol
110,000
Sumber: Fuels and Lubes International (2006).
Tabel di atas dapat kita lihat bahwa butanol memiliki kandungan energi yang tinggi
dibandingkan etanol, yaitu 110 BTU/Gal. Di mana etanol yang memiliki BTU yang lebih
rendah berarti memerlukan lebih banyak bahan bakar untuk melakukan perjalanan dengan
jarak yang sama, sedangkan dengan menggunakan butanol yang memiliki BTU yang tinggi
berarti memerlukan sedikit bahan bakar untuk melakukan perjanalan dengan jarak yang sama.
3.2.3 Destilasi
Sumber: British Petroleum (2007).
Dari grafik di atas dapat kita lihat bahwa proses distilasi yang dilakukan pada campuran
etanol-gasolin dan butanol-gasolin memiliki perbedaan. Di mana proses distilasi pada
campuran butanol-gasolin memiliki data yang stabil yang ditunjukan oleh garis yang
berwarna biru muda, sedangkan campuran etanol-gasolin memiliki data yang tidak stabil
(abnormal) yang ditunjukan oleh garis yang berwana pink (etanol 5%) dan hitam (etanol
10%).
3.2.4 Interaksi Alkohol dengan Air
Sumber: British Petroleum (2007).
Dari grafik di atas dapat kita lihat bahwa 1-butanol 10% memiliki interaksi yang sangat kecil
sekali dengan air yang ditujukan oleh garis yang berwarna biru daripada etanol yang

memiliki interaksi yang sangat besar sekali yang ditunjukan oleh garis yang berwarna pink
(etanol 5%) dan hijau muda (etanol 10%).
3.2.5 Analisa Korosi Selama Enam Minggu (Penambahan Air)
Sumber: British Petroleum (2007).
Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa campuran 1-butanol 10%-gasolin tidak
korosif dibandingkan campuran etanol 5%-gasolin memiliki sifat korosif .

BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1.

Proses produksi bio-butanol dapat diperoleh dari fermentasi bahan-bahan organik yang

mengandung gula, salah satu yang berpotensi adalah mikroalga kering yang memiliki
kandungan gula 30-40% dengan menggunakan bakteri Clostridium acetobutylicum yang
menghasilkan produk ABE (aseton, butanol, etanol) dengan perbandingan 3:6:1. Bahan yang
berpotensi di Indonesia yang memiliki kandungan gula adalah tebu, singkong, jagung, dan
lain-lain.
2.

Dari hasil data yang didapat dari beberapa sumber memperlihatkan bahwa bio-butanol

lebih berpotensi sebagai biofuel dibandingkan bio-etanol. Hal ini dikarenakan bio-butanol
memiliki energi pembakaran yang tinggi (29,2 MJ/dm3), kalor penguapan yang rendah (0,43
MJ/Kg), nilai oktan yang mirip dengan bensin (96 untuk RON dan 78 untuk MON),
kandungan energi yang tinggi (110 BTU/Gal), proses distilasi (pemanasan) yang stabil,
interaksi dengan air yang sangat kecil dan tidak korosif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
bio-butanol dapat lebih efisien dan efektif menggantikan bahan bakar bensin dari fosil secara
langsung maupun tidak langsung (campuran bio-butanol dengan bensin).
4.2 Saran
Sebaiknya produksi bio-butanol dapat dilakukan secara pabrikasi dengan
memodifikasi pabrik-pabrik bio-etanol yang sudah dikembangkan menjadi pabrik bio-butanol
yang penggunaannya lebih efisien dan efektif sebagai biofuel dalam mengatasi ketanahan
energi nasional.

DAFTAR PUSTAKA
BP (British Petroleum). 2007. 1-Butanol as a Gasoline Blending Bio-component. Diakses
pada tanggal 10 April 2015 melalui laman: www.bp.com.
Fuels and Lubes International. 2006. Quarter Three:19-22.
Kaminski, W., Tomczak, E dan A.Gorak. 2011. Biobutanol-Production and Purification
Methods. Ecological Chemistry and Engineerings. 18(1):31-37.
Wikipedia. 2014. Biofuel. Diakses pada tanggal 11 April 2015 melalui laman:
id.m.wikipedia.org/wiki/biofuel.

Anda mungkin juga menyukai