PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu unsur penting dalam pembangunan
bangsa. Oleh karena itu, semua pihak harus berperan serta sehingga
Indonesia Sehat dapat terwujud. Hal ini sesuai dengan makna kesehatan
pada Undang-undang RI No 36 tahun 2009 yang menyebutkan bahwa
kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial
dan ekonomis.
Upaya mencapai Indonesia Sehat dimulai dari pelayanan kesehatan, baik
ketersediaan tenaga kesehatan yang handal, sarana kesehatan, obat-obatan
serta alat kesehatan yang berkualitas dan terjamin. Sesuai dengan
pengertiannya, Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan
berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit dan pemulihan kesehatan
oleh pemerintah dan/atau kesehatan (Undang-undang RI No 36 tahun 2009).
Sedangkan Tenaga Kesehatan yang dimaksud adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk
jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan
(Undang-undang RI No 36 tahun 2009).
Untuk menjamin ketersediaan dan pemerataan obat-obatan dan alat
kesehatan yang berkualitas dan terjamin kepada masyarakat diperlukan
suatu proses penyaluran obat yang merata ke seluruh daerah sehingga
setiap masyarakat dapat memperoleh obat yang dibutuhkan. Dalam hal ini
dibutuhkan Undang-Undang yang mengatur Cara Distribusi Obat yang
Baik.Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia No.HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis
Cara Distribusi Obat yang Baik.
Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) adalah cara distribusi/penyaluran
obat dan atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur
distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya.
1
Pedagang Besar Farmasi (PBF) mempunyai peranan penting dalam
menjamin ketersediaan dan pemerataan obat kepada masyarakat, hal ini
tidak terlepas dari tersediannya tenaga kefarmasian yang handal dan
profesional.
Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan berbentuk badan
hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat
dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
PBF Cabang adalah cabang PBF yang telah memiliki pengakuan untuk
melakukan pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat, dan atau bahan obat
dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.Salah
satunya ialah PBF PT. Indofarma Global Medika (IGM) cabang Medan.
Praktik Belajar Lapangan adalah suatu proses pembelajaran pada unit
kerja secara nyata, sehingga peserta didik mendapat gambaran dan
pengalaman kerja secara langsung dan menyeluruh sebagai calon tenaga
penunjang pada pelayanan kesehatan. Peserta didik Poltekkes Kemenkes
Medan Jurusan Farmasi diharapkan mengetahui berbagai kegiatan terpadu
meliputi bidang produksi, distribusi, pelayanan dan pengawasan sediaan
farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya termasuk penataan
administrasinya.
Praktik Belajar Lapangan ini dilaksanakan diberbagai institusi diantaranya
adalah di PBF Indofarma Global Medika (IGM) cabang Medan. Diharapkan
dengan adanya Praktik Belajar Lapangan (PBL) ini dapat meningkatkan
potensi serta mempersiapkan diri untuk mampu berkompetisi dan lebih siap
serta matang berperan sebagai tenaga kefarmasian dengan menerapkan
kode etik kefarmasian.
2
- Memberikan kesempatan bagi mahasiswa/i untuk menyesuaikan
diri pada suasana lingkungan kerja yang sebenarnya.
- Menumbuhkembangkan dan memantapkan sikap etis,
profesionalisme, dan nasionalisme yang diperlukan mahasiwa/i
utuk memasuki lapangan kerja.
- Mengetahui dan melihat secara langsung peran tenaga
kefarmasian di IGM Medan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
1. Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan berbentuk badan
hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran
obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. PBF Cabang adalah cabang PBF yang telah memiliki pengakuan untuk
melakukan pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan
obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3. Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) adalah cara distribusi/penyaluran
obat dan/atau bahan obat yang bertujuan untuk memastikan mutu
sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan
penggunaannya. Dengan 9 aspek, yaitu :
a. Manajemen mutu
b. Organisasi, manajemen dan personalia
c. Bangunan dan peralatan
d. Operasional
e. Inspeksi diri
f. Keluhan obat dan/atau bahan obat kembalian, diduga palsu dan
penarikan kembali
g. Transportasi
h. Fasilitas distribusi berdasarkan kontrak
i. Dokumentasi
j. Anex I Bahan Obat
k. Anex II Produk rantai dingin
l. Anex III Narkotika dan Psikotropika
Pedagang Besar Farmasi sebagai salah satu sarana distribusi obat dan
bahan obat dalam pelaksanaan kegiatannya harus memiliki izin sesuai
dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun
2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi.
4
B.1. Persyaratan Permohonan Izin Pedagang Besar Farmasi
Setiap pendirian PBF wajib memiliki izin dari dirjen dan dapat
mendirikan PBF cabang. PBF cabang wajib memperoleh pengakuan
dari Ka. Dinkes Provinsi diwilayah PBF cabang berada.
Menurut Permenkes RI No.34 tahun 2014 Untuk memperoleh izin
PBF, pemohon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
5
c. Pernyataan komisaris/dewan pengawas dan direksi / pengurus
tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang -
undangan di bidang farmasi dalam kurun waktu 2 (dua) tahun
terakhir
d. Akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan
e. Surat Tanda Daftar Perusahaan
f. Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan
g. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak
h. Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang
i. Peta lokasi dan denah bangunan
j. Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker
penanggung jawab
k. Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab.
6
menerbitkan izin PBF dengan menggunakan contoh formulir 4
terlampir
7. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada point (4),
(5),dan (6) tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon dapat
membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada
Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala
Balai POM dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan
menggunakan contoh formulir 5 terlampir
8. Paling lama 12 (dua belas) hari kerja sejak diterimanya surat
pernyataan sebagaimana dimaksud pada point (7), Direktur
Jenderal menerbitkan izin PBF dengan tembusan kepada Kepala
Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan Kepala Balai POM.
7
B.4. Masa Berlaku Izin Pedagang Besar Farmasi
8
h. Apoteker penanggung jawab dilarang merangkap jabatan sebagai
direksi/pengurus PBF atau PBF Cabang.
i. Setiap pergantian apoteker penanggung jawab, direksi/pengurus
PBF atau PBF Cabang wajib melaporkan kepada Direktur Jenderal
atau Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya dalam
jangka waktu 6 (enam) hari kerja.
j. PBF dan PBF Cabang harus melaksanakan pengadaan,
penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat sesuai
dengan CDOB.
k. Penerapan CDOB sebagaimana dilakukan sesuai pedoman teknis
CDOB yang ditetapkan oleh Kepala Badan.
l. PBF dan PBF Cabang yang telah menerapkan CDOB diberikan
sertifikat CDOB oleh Kepala Badan.
m. Setiap PBF atau PBF Cabang wajib melaksanakan dokumentasi
pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran di tempat usahanya
dengan mengikuti pedoman CDOB.
n. Dokumen dapat dilakukan secara elektronik.
o. Dokumentasi setiap saat harus dapat diperiksa oleh petugas yang
berwenang.
p. Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menjual obat atau bahan
obat secara eceran.
q. Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menerima dan/atau melayani
resep dokter.
r. PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF
atau PBF Cabang lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan. Fasilitas pelayanan
kefarmasian meliputi:
- Apotek
- Instalasi farmasi rumah sakit
- Puskesmas
- Klinik
- Toko obat
s. PBF Cabang tidak dapat menyalurkan obat keras kepada toko obat.
9
t. Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, PBF dan PBF Cabang
dapat menyalurkan obat dan bahan obat kepada instansi
pemerintah yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
u. PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat dan/atau bahan obat di
wilayah provinsi sesuai surat pengakuannya.
v. PBF dan PBF Cabang hanya melaksanakan penyaluran obat
berupa obat keras berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani
apoteker pengelola apotek atau apoteker penanggung jawab yang
mempunyai SIKA/SIPA.
w. PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan bahan obat
kepada industri farmasi, PBF dan PBF Cabang lain, apotek,
instalasi farmasi rumah sakit dan lembaga ilmu pengetahuan.
x. Penyaluran berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani
Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker Penanggung Jawab.
y. Dikecualikan dari ketentuan surat pesanan untuk lembaga ilmu
pengetahuan ditandatangani oleh pimpinan lembaga.
z. Setiap PBF dan PBF Cabang yang melakukan pengadaan,
penyimpanan, dan penyaluran narkotika wajib memiliki izin khusus
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
a. Setiap PBF atau PBF Cabang yang melakukan pengubahan
kemasan bahan obat dari kemasan atau pengemasan kembali
bahan obat dari kemasan aslinya wajib melakukan pengujian
laboratorium.
b. Dalam hal dilakukan pengubahan kemasan atau pengemasan
kembali bahan obat PBF atau PBF Cabang wajib memiliki ruang
pengemasan ulang sesuai persyaratan CDOB. Selain
menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat
dan/atau bahan obat, PBF mempunyai fungsi sebagai tempat
pendidikan.
B.7. Pelaporan
10
1. Setiap PBF dan cabangnya wajib menyampaikan laporan kegiatan
setiap 3 (tiga) bulan sekali meliputi kegiatan penerimaan dan
penyaluran obat dan/atau bahan obat kepada Direktur Jenderal
dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi dan Kepala Balai POM
2. Selain laporan triwulanan kegiatan penerimaan dan penyaluran
sebagaimana dimaksud pada point (a) Direktur Jenderal setiap
waktu dapat meminta laporan kegiatan penerimaan dan penyaluran
obat dan/atau bahan
3. Setiap PBF dan PBF Cabang yang menyalurkan narkotika dan
psikotropika wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran
narkotika dan psikotropika sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan
4. Laporan dapat dilakukan secara elektronik dengan menggunakan
teknologi informasi dan komunikasi .
11
peraturan. Personil yang terlibat di rantai distribusi harus diberi
penjelasan dan pelatihan yang memadai mengenai tugas dan
tanggungjawabnya.
c. Personil yang bertanggungjawab dalam kegiatan manajerial dan
teknis harus memiliki kewenangan dan sumber daya yang diperlukan
untuk menyusun, mempertahankan, mengidentifikasi dan memperbaiki
penyimpangan sistem mutu.
d. Tiap personil tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk
menghindari risiko terhadap mutu obat dan/atau bahan obat.
e. Harus tersedia aturan untuk memastikan bahwa manajemen dan
personil tidak mempunyai konflik kepentingan dalam aspek
komersial,politik, keuangan dan tekanan lain yang dapat berpengaruh
terhadap mutu pelayanan atau integritas obat dan/atau bahan obat.
f. Harus tersedia prosedur keselamatan yang berkaitan dengan semua
aspek yang sesuai, misal keamanan personil dan sarana, perlindungan
lingkungan dan integritas obat dan/atau bahan obat.
12
CDOB yang memuat aspek keamanan, identifikasi obat dan/atau
bahan obat, deteksi dan pencegahan masuknya obat dan/atau bahan
obat palsu kedalam rantai distribusi.
d) Penanggung jawab dalam pelaksanaan tugasnya harus memastikan
bahwa fasilitas distribusi telah menerapkan CDOB dan memenuhi
pelayanan publik.
e) Penanggung jawab memiliki tanggung jawab antara lain:
a. Menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem
manajemen mutu
b. Fokus pada pengelolaan kegiatan yang menjadi kewenangannya
serta menjaga akurasi dan mutu dokumentasi
c. Menyusun dan/atau menyetujui program pelatihan dasar dan
pelatihan lanjutan mengenai CDOB untuk semua personil yang terkait
dalam kegiatan distribusi
d. Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan
penarikan obat dan/atau bahan obat
e. Memastikan bahwa keluhan pelanggan ditangani dengan efektif
f. Melakukan kualifikasi dan persetujuan terhadap pemasok dan
pelanggan
g. Meluluskan obat dan/atau bahan obat kembalian untuk dikembalikan
ke dalam stok obat dan/atau bahan obat yang memenuhi syarat jual
h. Turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak
dan penerima kontrak yang menjelaskan mengenai tanggungjawab
masing-masing pihak yang berkaitan dengan distribusi dan/atau
transportasi obat dan/atau bahan obat
i. Memastikan inspeksi diri dilakukan secara berkala sesuai program
dan tersedia tindakan perbaikan yang diperlukan
j. Mendelegasikan tugasnya kepada apoteker/tenaga teknis
kefarmasian yang telah mendapatkan persetujuan dari instansi
berwenang ketika sedang tidak berada di tempat dalam jangka waktu
tertentu dan menyimpan dokumen yang terkait dengan setiap
pendelegasian yang dilakukan
k. Turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk
mengkarantina atau memusnahkan obat dan/atau bahan obat
kembalian, rusak, hasil penarikan kembali atau diduga palsu
l. Memastikan pemenuhan persyaratan lain yang diwajibkan untuk
obat dan/atau bahan obat tertentu sesuai peraturan perundang-
undangan.
13
C.3. Personil Lainnya
14
bertekanan, mudah terbakar, cairan dan padatan mudah menyala)
sesuai persyaratan keselamatan dan keamanan.
g. Area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman harus terpisah,
terlindung dari kondisi cuaca, dan harus didesain dengan baik serta
dilengkapi dengan peralatan yang memadai.
h. Akses masuk ke area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman hanya
diberikan kepada personil yang berwenang. Langkah pencegahan dapat
berupa sistem alarm dan kontrol akses yang memadai.
i. Harus tersedia prosedur tertulis yang mengatur personil termasuk
personil kontrak yang memiliki akses terhadap obat dan/atau bahan obat
di area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman, untuk meminimalkan
kemungkinan obat dan/atau bahan obat diberikan kepada pihak yang
tidak berhak.
j. Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih dan bebas dari
sampah dan debu. Harus tersedia prosedur tertulis, program
pembersihan dan dokumentasi pelaksanaan pembersihan. Peralatan
pembersih yang dipakai harus sesuai agar tidak menjadi sumber
kontaminasi terhadap obat dan/atau bahan obat.
k. Bangunan dan fasilitas harus dirancang dan dilengkapi, sehingga
memberikan perlindungan terhadap masuknya serangga, hewan
pengerat atau hewan lain. Program pencegahan dan pengendalian hama
harus tersedia.
l. Ruang istirahat, toilet dan kantin untuk personil harus terpisah dari area
penyimpanan.
15
fasilitas atau peralatan pengendali suhu. Peralatan pemantauan suhu
harus ditempatkan sesuai dengan hasil pemetaan.
D.2. Peralatan
a. Semua peralatan untuk penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau
bahan obat harus didesain, diletakkan dan dipelihara sesuai dengan
standar yang ditetapkan. Harus tersedia program perawatan untuk
peralatan vital, seperti termometer, genset, dan chiller.
b. Peralatan yang digunakan untuk mengendalikan atau memonitor
lingkungan penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus
dikalibrasi,serta kebenaran dan kesesuaian tujuan penggunaan
diverifikasi secara berkala dengan metodologi yang tepat. Kalibrasi
peralatan harus mampu tertelusur.
c. Kegiatan perbaikan, pemeliharaan, dan kalibrasi peralatan harus
dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak mempengaruhi mutu obat
dan/atau bahan obat.
d. Dokumentasi yang memadai untuk kegiatan perbaikan,
pemeliharaan dan kalibrasi peralatan utama harus dibuat dan
disimpan. Peralatan tersebut misalnya tempat penyimpanan suhu
dingin, termohigrometer, atau alat lain pencatat suhu dan kelembaban,
unit pengendali udara dan peralatan lain yang digunakan pada rantai
distribusi.
16
c. Data hanya boleh dimasukkan atau diubah ke dalam sistem
komputer oleh personil yang berwenang.
d. Data harus diamankan secara elektronik atau fisik untuk
mengantisipasi kerusakan yang disengaja atau tidak disengaja.
Kemudahan dalam mengakses (aksesibilitas), masa simpan dan
ketepatan data tersimpan harus diperiksa.
e. Data harus dilindungi dengan membuat back up data secara
berkala dan teratur. Back up data harus disimpan di lokasi terpisah dan
aman selama tidak kurang dari 3 tahun atau sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
f. Harus tersedia prosedur tertulis untuk penanganan kegagalan atau
kerusakan sistem komputerisasi termasuk sistem untuk restorasi data.
j. Jika digunakan transaksi elektronik antara fasilitas distribusi pusat
dengan cabang untuk tahap pengadaan, harus tersedia prosedur
tertulis dan sistem yang memadai untuk memastikan kemampuan
telusur dan kepastian mutu obat dan/atau bahan obat. Tiap transaksi
elektronik tersebut harus dilakukan berdasarkan persetujuan
penanggung jawab fasilitas distribusi.
17
d. Jika peralatan memerlukan perbaikan atau perawatan yang
mengakibatkan perubahan secara signifikan, harus dilakukan
kualifikasi ulang dengan menggunakan pendekatan analis risiko.
E. Operasional
18
e. Pengadaan obat dan/atau bahan obat harus dikendalikan dengan
prosedur tertulis dan rantai pasokan harus diidentifikasi serta
didokumentasikan.
f. Harus dilakukan kualifikasi yang tepat sebelum pengadaan
dilaksanakan. Pemilihan pemasok, termasuk kualifikasi dan
persetujuan penunjukannya, merupakan hal operasional yang
penting. Pemilihan pemasok harus dikendalikan dengan prosedur
tertulis dan hasilnya didokumentasikan serta diperiksa ulang secara
berkala.
g. Harus tersedia prosedur tertulis yang mengatur kegiatan
administrative dan teknis terkait wewenang pengadaan dan
pendistribusian, guna memastikan bahwa obat hanya diperoleh dari
pemasok yang memiliki izin dan didistribusikan oleh fasilitas
distribusi resmi.
h. Sebelum memulai kerjasama dengan pemasok baru, fasilitas
distribusi harus melakukan pengkajian guna memastikan calon
pemasok tersebut sesuai, kompeten dan dapat dipercaya untuk
memasok obat dan/atau bahan obat. Dalam hal ini, pendekatan
berbasis risiko harus dilakukan dengan mempertimbangkan:
a) reputasi atau tingkat keandalan serta keabsahan operasionalnya
b) obat dan/atau bahan obat tertentu yang rawan terhadap
pemalsuan
c) penawaran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar yang
biasanya hanya tersedia dalam jumlah terbatas
d) harga yang tidak wajar
19
b. Pemeriksaan dan pemeriksaan ulang secara berkala dapat
mencakup tetapi tidak terbatas pada permintaan salinan surat izin
pelanggan.
c. Fasilitas distribusi harus memantau tiap transaksi yang dilakukan
dan melakukan penyelidikan jika ditemukan penyimpangan pola
transaksi obat dan/atau bahan obat yang berisiko terhadap
penyalahgunaan, serta untuk memastikan kewajiban pelayanan
distribusi obat dan/atau bahan obat kepada masyarakat terpenuhi.
E.3. Penerimaan
E.4. Penyimpanan
20
a. Penyimpanan dan penanganan obat dan/atau bahan obat harus mematuhi
peraturan perundang-undangan.
b. Kondisi penyimpanan untuk obat dan/atau bahan obat harus sesuai
dengan rekomendasi dari industri farmasi atau non-farmasi yang
memproduksi bahan obat standar mutu farmasi.
c. Volume pemesanan obat dan/atau bahan obat harus memperhitungkan
kapasitas sarana penyimpanan.
d. Obat dan/atau bahan obat harus disimpan terpisah dari produk selain obat
dan/atau bahan obat dan terlindung dari dampak yang tidak diinginkan
akibat paparan cahaya matahari, suhu, kelembaban atau faktor eksternal
lain. Perhatian khusus harus diberikan untuk obat dan/atau bahan obat
yang membutuhkan kondisi penyimpanan khusus.
e. Kontainer obat dan/atau bahan obat yang diterima harus dibersihkan
sebelum disimpan.
f. Kegiatan yang terkait dengan penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus
memastikan terpenuhinya kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan dan
memungkinkan penyimpanan secara teratur sesuai kategorinya : obat
dan/atau bahan obat dalam status karantina, diluluskan, ditolak,
dikembalikan, ditarik atau diduga palsu.
g. Harus diambil langkah-langkah untuk memastikan rotasi stock sesuai
dengan tanggal kedaluwarsa obat dan/atau bahan obat mengikuti kaidah
First Expired First Out (FEFO).
h. Obat dan/atau bahan obat harus ditangani dan disimpan sedemikian rupa
untuk mencegah tumpahan, kerusakan, kontaminasi dan campur-baur.
Obat dan/atau bahan obat tidak boleh langsung diletakkan di lantai.
i. Obat dan/atau bahan obat yang kadaluwarsa harus segera ditarik,dipisahkan
secara fisik dan diblokir secara elektronik. Penarikan secara fisik untuk
obat dan/atau bahan obat kadaluwarsa harus dilakukan secara berkala.
j. Untuk menjaga akurasi persediaan stok, harus dilakukan stock opname
secara berkala berdasarkan pendekatan risiko.
k. Perbedaan stok harus diselidiki sesuai dengan prosedur tertulis yang
ditentukan untuk memeriksa ada tidaknya campur-baur, kesalahan keluar-
masuk, pencurian, penyalahgunaan obat dan/atau bahan obat.
21
Dokumentasi yang berkaitan dengan penyelidikan harus disimpan untuk
jangka waktu yang telah ditentukan.
22
d. Dokumentasi terkait pemusnahan obat dan/atau bahan obat
termasuk laporannya harus disimpan sesuai ketentuan.
E.7. Pengambilan
Proses pengambilan obat dan/atau bahan obat harus dilakukan
dan/atau bahan obat yang diambil harus memiliki masa simpan yang
E.9. Pengiriman
23
harus sesuai dengan persyaratan obat dan/atau bahan obat dari
industri farmasi. Dokumentasi harus disimpan dan mampu tertelusur.
c. Prosedur tertulis untuk pengiriman obat dan/atau bahan obat harus
tersedia. Prosedur tersebut harus mempertimbangkan sifat obat
dan/atau bahan obat serta tindakan pencegahan khusus.
d. Dokumen untuk pengiriman obat dan/atau bahan obat harus
disiapkan dan harus mencakup sekurang-kurangnya informasi berikut :
- Tanggal pengiriman
- Nama lengkap, alamat (tanpa akronim), nomor telepon dan status
dari penerima (misalnya Apotek, rumah sakit atau klinik)
- Deskripsi obat dan/atau bahan obat, misalnya nama, bentuk
sediaan dan kekuatan (jika perlu)
- Nomor bets dan tanggal kadaluwarsa
- Kuantitas obat dan/atau bahan obat, yaitu jumlah kontainer dan
kuantitas per kontainer (jika perlu)
- Nomor dokumen untuk identifikasi order pengiriman
- Transportasi yang digunakan mencakup nama dan alamat
perusahaan ekspedisi serta tanda tangan dan nama jelas personil
ekspedisi yang menerima (jika menggunakan jasa ekspedisi) dan
kondisi penyimpanan
i. Peraturan perundang-undangan
ii. CDOB
24
iii. Prosedur tertulis
F.2.1 Bangunan
25
g. Area karantina harus disediakan untuk pemisahan
produk kembalian, rusak dan penarikan kembali
menunggu tindak lanjut.
h. Bangunan yang digunakan untuk menyimpan produk
rantai dingin harus dipastikan memiliki keamanan yang
memadai untuk mencegah akses pihak yang tidak
berwenang.
i. Harus tersedia alat pemadam kebakaran dan hendaknya
dilengkapi dengan alat deteksi kebakaran pada seluruh
area penyimpanan produk rantai dingin dan alat tersebut
dipelihara secara berkala sesuai rekomendasi dari
pembuat.
F.2.2. Fasilitas
26
g) Jika perlu, untuk memasuki area tertentu dilengkapi
dengan sistem kontrol akses
27
F.2.3. Operasional
d) Nomor bets
e) Tanggal kedaluwarsa
28
d) Penerima harus segera memasukkan produk rantai
dingin ke dalam tempat penyimpanan sesuai dengan
suhu yang dipersyaratkan
e) Setelah produk rantai dingin diterima, penerima harus
segera menandatangani faktur atau surat pengantar
barang atau dokumen lain, yang menyatakan produk
rantai dingin diterima dalam kondisi baik dan utuh.
f) Penerima harus segera memberikan kepada
pengantar barang bukti penerimaan barang yang sudah
di tandatangani, diberi identitas penerima dan di
stempel.
b. Penyimpanan
a. Fasilitas penyimpanan harus memiliki :
i. Chiller atau cold room (suhu 2 - 8C), untuk
menyimpan vaksin dan serum dengan suhu
penyimpanan 2 - 8C, biasanya digunakan untuk
penyimpaan vaksin campak, BCG, DPT, TT,
DT,Hepatitis B, DPT-HB.
ii. Freezer atau freezer room (suhu -15 s/d 25C)
untuk menyimpan vaksin OPV.
b. Penyimpanan vaksin dalam chiller dan freezer tidak
terlalu padat sehingga sirkulasi udara dapat dijaga,
jarak antara kotak vaksin sekitar 1-2 cm.
c. Harus berjarak minimal 15cm antara chiller / freezer
dengan dinding bangunan.
d. Suhu minimal dimonitor 3 (tiga) kali sehari setiap pagi,
siang dan sore serta harus didokumentasikan
e. Pelarut BCG dan pelarut campak serta penetes polio
dapat disimpan pada suhu kamar dan tidak
diperbolehkan terpapar sinar matahari langsung.
f. Penanganan vaksin jika sumber listrik padam :
i. Hidupkan generator.
ii. Jika generator tidak berfungsi dengan baik, maka
dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
29
- Jangan membuka pintu chiller/freezer/cold
room/freezerroom.
- Periksa termometer, pastikan bahwa suhu
masih di antara+2Cs/d +8C untuk chiller/cold
room atau -15C untuk freezer/freezer room.
- Jika suhu chiller /cold room mendekati 8C,
masukkan coolpack (2C s/d 8C) secukupnya.
- Jika suhu freezer / freezer room mendekati
-15C, masukkan cold pack (-20C ) atau dry
ice secukupnya.
g. Jika keadaan ini berlangsung lebih dari 1 hari, maka
vaksin harus dievakuasi ke tempat penyimpanan yang
sesuai dengan persyaratan.
c. Pengiriman
30
c. Dalam faktur/surat pengantar barang harus
mencantumkan tujuan pengiriman, jenis barang,
jumlah, nomor bets dan tanggal kadaluwarsanya.
d. Untuk pengiriman vaksin harus menggunakan
kontainer yang sudah tervalidasi atau vaccine carrier
yang memenuhi standar pengiriman vaksin.
d. Pemeliharaan
Hindarkan pembekuan vaksin antara lain vaksin DPT,
TT, DT, Hepatitis B, DTP-HB dan serum dengan cara
menempatkan vaksin yang peka terhadap pembekuan
jauh dari evaporator berdasarkan hasil validasi.
a. Pemeliharaan chiller/cold room/freezer
Pemeliharaan chiller/cold room/freezer terdiri dari :
i. Pemeliharaan Harian
31
d) Semua kegiatan tersebut di atas harus dicatat
dan didokumentasikan.
32
vii. Jalankan kembali freezer hingga suhunya kembali
stabil sebelum vaksin dipindahkan.
33
d. Kapasitas lemari atau gudang khusus penyimpanan
narkotika atau psikotropika harus sesuai dengan yang
dipersyaratkan.
e. Gudang khusus penyimpanan psikotropika tidak
boleh dimasuki orang lain tanpa izin penanggung jawab
fasilitas distribusi.
G.3. Operasional
a. Kualifikasi Pemasok
i. Pemasok yang menyalurkan narkotika wajib memiliki
peraturan perundang-undangan.
ii. Fasilitas distribusi harus memastikan penyaluran
peraturan perundang-undangan.
a) Pengadaan
1) Perencanaan kebutuhan tahunan harus dibuat
34
- Asli dan dibuat paling sedikit dalam rangkap 2
dan fotokopi
- Ditandatangani oleh penanggung jawab fasilitas
nomor SIPA/SIKA.
- Mencantumkan nama dan alamat lengkap, nomor
distribusi.
- Mencantumkan nama industri farmasi atau fasilitas
yang jelas;
- Dibuat terpisah dari surat pesanan obat lain
b) Penerimaan
35
harus menandatangani surat pengantar/pengiriman
barang dan/atau faktur penjualan dan dibubuhi stempel
fasilitas distribusi.
3) Jika setelah dilakukan pemeriksaan terdapat :
- item obat yang tidak sesuai dengan surat
pesanan atau
- kondisi kemasan tidak baik,
Maka obat tersebut harus dikembalikan dengan
disertai bukti retur dan surat pesanan asli, dan segera
meminta bukti terima pengembalian dari pemasok.
4) Jika terdapat ketidaksesuaian nomor bets, tanggal
kadaluwarsa dan jumlah antara fisik dengan dokumen
pengadaan harus dibuat dokumentasi untuk
mengklarifikasi ketidaksesuaian dimaksud ke pihak
pemasok.
c) Penyimpanan
d) Pemusnahan
1) Pemusnahan dilakukan oleh penanggung
jawab fasilitas distribusi dan disaksikan oleh
petugas Badan POM, serta dibuat berita acara
pemusnahan yang ditandatangani oleh
penanggung jawab fasilitas distribusi dan saksi.
2) Pelaksanaan pemusnahan dilaporkan ke
Badan POM dengan tembusan disampaikan ke
36
Balai Besar/Balai POM dan Dinas Kesehatan
Provinsisetempat dengan melampirkan berita
acara pemusnahan.
3) Laporan pemusnahan sekurang-kurangnya
memuat :
- Nama narkotika atau psikotropika, jenis dan
kekuatan sediaan, isi kemasan, jumlah, nomor
bets dan tanggal kedaluwarsa
- Tanggal, waktu dan tempat pelaksanaan
pemusnahan
- Cara dan alasan pemusnahan
- Nama penanggung jawab fasilitas distribusi
- Nama saksi-saksi.
e) Penyaluran
1) Dalam penyaluran harus memperhatikan tahap
-tahap penerimaan pesanan, pengemasan dan
pengiriman.
2) Penerimaan pesanan
Pada saat penerimaan pesanan, penanggung
jawab fasilitas distribusi wajib memeriksa hal-hal
sebagai berikut :
a. Surat pesanan menggunakan format khusus
yang telah ditentukan dan terpisah dari produk lain
b. Keaslian surat pesanan, tidak dalam bentuk
faksimili, fotokopi maupun email
c.Memeriksa kebenaran surat pesanan, meliputi:
- Nama dan alamat penanggung jawab sarana
pemesan
- Nama narkotika atau psikotropika, jenis dan
kekuatan sediaan, isi kemasan dan jumlah dalam
bentuk angka dan huruf
- Nomor surat pesanan
- Nama, alamat dan izin sarana pemesan
- Keabsahan surat pesanan meliputi:
37
1. Tanda tangan dan nama jelas penanggung
jawab
2. Nomor Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA)
penanggung jawab.
d. Stempel fasilitas distribusi atau sarana pelayanan
kefarmasian, meliputi :
- Penanggung jawab fasilitas distribusi harus
memperhatikan kewajaran jumlah dan frekuensi
pesanan.
- Pesanan yang ditolak atau yang tidak dapat
dilayani harus segera diberitahukan kepada
pemesan dengan menerbitkan Surat Penolakan
Pesanan paling lama 7 (tujuh) hari kerja.
- Surat pesanan narkotika atau psikotropika yang
dapat dilayani,disahkan oleh penanggung jawab
fasilitas distribusi dengan membubuhkan tanda
tangan atau paraf atau sistem lain yang dapat
dipertanggungjawabkan.
e. Pengemasan
- Pengemasan untuk tujuan pengiriman narkotika
atau psikotropika harus dilaksanakan setelah
menerima surat pesanan.
- Setiap pengeluaran narkotika atau psikotropika
untuk dilakukan pengemasan harus dicatat
dalam kartu stok dan disahkan dengan paraf
Kepala Gudang.
- Sebelum dilakukan pengemasan narkotika atau
psikotropika yang akan dikirim harus dilakukan
pemeriksaan terhadap:
i. Kebenaran nama narkotika atau psikotropika,
jenis dan kekuatan sediaan, isi kemasan dan
jumlah.
ii. Nomor bets, tanggal kedaluwarsa dan nama
industri farmasi.
38
iii. Kondisi kemasan termasuk penandaan dan
segel dari narkotikaatau psikotropika
iv. Kelengkapan dan keabsahan dokumen serta
kebenaran tujuan pengiriman.
f. Pengiriman
- Setiap pengiriman narkotika atau
psikotropika harus disertai dan dilengkapi
dengan dokumen pengiriman narkotika atau
psikotropika yang sah, antara lain surat jalan
dan/atau surat pengantar/pengiriman barang
dan/atau faktur penjualan yang dikeluarkan
oleh fasilitas distribusi yang ditandatangani
oleh kepala gudang dan penanggungjawab
fasilitas distribusi.
- Dokumen pengiriman harus terpisah dari
dokumen lain.
- Fasilitas distribusi wajib bertanggung jawab
terhadap pengiriman narkotika atau
psikotropika sampai diterima di tempat
pemesan oleh penanggung jawab sarana
atau penanggung jawab produksi, dibuktikan
dengan telah ditandatanganinya surat
pengantar/pengiriman barang (nama, nomor
SIK/SIPA, tanda tangan penanggung jawab,
tanggal penerimaan, dan stempel sarana)
- Pengiriman narkotika atau psikotropika wajib
sesuai dengan alamat yang tercantum pada
surat pesanan dan faktur penjualan atau
surat pengantar/pengiriman barang
- Setiap narkotika atau psikotropika yang
mengalami kerusakan dalam pengiriman
harus dicatat dalam bentuk berita acara dan
dilaporkan segera kepada penanggung
jawab fasilitas distribusi pengirim.
39
Selanjutnya hal tersebut dilaporkan kepada
Badan POM RI dengan tembusan Balai
Besar/Balai POM setempat.
- Setiap kehilangan narkotika atau
psikotropika selama pengiriman wajib dicatat
dalam bentuk berita acara dan dilaporkan
segera kepada penanggung jawab fasilitas
distribusi. Selanjutnya hal tersebut segera
dilaporkan kepada Badan POM RI dengan
tembusan Balai Besar/Balai POM setempat
dilengkapi dengan bukti lapor kepolisian.
f) Ekspor dan Impor
1) Setiap pengadaan narkotika atau psikotropika melalui
impor harus memenuhi peraturan perundang-undangan.
2) Setiap pengadaan narkotika dan psikotropika impor
harus dilengkapidengan surat pesanan dan estimasi
kebutuhan tahunan dari industry farmasi pengguna.
3) Setiap kegiatan ekspor narkotika atau psikotropika,
harus memenuhi peraturan perundang-undangan.
G.5. Dokumentasi
a. Pencatatan mutasi narkotika atau psikotropika wajib
dilakukan dengan tertib dan akurat.
40
b. Melakukan stock opname secara berkala sekurang-
kurangnya 1 (satu) bulan sekali.
c. Melakukan investigasi adanya selisih stok dengan fisik
saat stock opname dan mendokumentasikan hasil investigasi
dalam bentuk berita acara hasil investigasi selisih stok serta
melaporkan ke Badan POM RI dengan tembusan Balai
Besar/Balai POM setempat.
d. Dokumen pengadaan meliputi arsip surat pesanan, faktur
penjualan dan/atau surat pengantar/pengiriman barang / dari
industri farmasi atau fasilitas distribusi lain, bukti retur
dan/atau nota kredit, wajib diarsipkan menjadi satu
berdasarkan nomor urut atau tanggal penerimaan barang dan
terpisah dari dokumen lain.
e. Dokumen penyaluran meliputi surat pesanan, faktur
penjualan dan/atau surat penyerahan/pengiriman barang,
bukti retur dan/atau nota kredit , wajib diarsipkan menjadi satu
berdasarkan nomor urut atau tanggal penyaluran barang dan
terpisah dari dokumen produk lain.
f. Surat pesanan yang tidak dapat dilayani tetap diarsipkan
dengan diberi tanda pembatalan yang jelas.
g. Dokumen berita acara pemusnahan, berita acara
kerusakan, berita acara kehilangan dan berita acara hasil
investigasi selisih stok, wajib didokumentasikan, dipisahkan
dari dokumen obat dan/atau bahan obat lain dan disusun
berdasarkan urutan tanggal berita acara.
h. Arsip kartu stok manual wajib disimpan secara terpisah
dari kartu stok produk lain dan disusun berdasarkan tanggal
sehingga mudah ditampilkan dan dapat ditelusuri pada saat
diperlukan.
i. Fasilitas distribusi wajib menyampaikan laporan bulanan
penyaluran narkotika dan atau psikotropika sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
j. Fasilitas distribusi yang melakukan importasi narkotika
dan/atau psikotropika wajib menyampaikan laporan realisasi
impor sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
41
k. Fasilitas distribusi yang melakukan eksportasi narkotika
dan/atau psikotropika wajib menyampaikan laporan realisasi
ekspor sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB III
TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
A. Sejarah PBF PT. Indofarma Global Medika
Pada tahun 1918, cikal bakal PT. Indofarma dimulai dari sebuah fasilitas
produksi (pabrik) kecil untuk menghasilkan beberapa jenis salep dan kasa
pembalut, lingkungan Rumah Sakit Pusat Pemerintah Belanda di Jakarta.
Pada tahun 1931 mulai memproduksi obat berupa tablet dan injeksi, dan
kemudian dikenal sebagai Pabrik Obat Manggarai.
Pada tahun 1942, Pemerintah Jepang mengambil alih Pabrik Obat
Manggarai dan selanjutnya dikelola oleh Takeda Jepang. Kemudian tahun
1950, Pemerintah Indonesia mengambil alih Pabrik Obat Manggarai untuk
kemudian dikelola oleh Departemen Kesehatan.
Status pabrik ditetapkan sebagai pusat produksi farmasi Departemen
Kesehatan RI yang bertugas memproduksi Obat Esensial pada tahun 1979.
Pada tahun 1981, status pabrik ditingkatkan menjadi Perusahaan Umum
Indonesia Farma atau disingkat Perum Indofarma yang direalisasikan pada
tanggal 1 April 1988 dengan mulai dibangunnya pabrik baru yang modern
seluas 20 hektar sesuai dengan konsep daan persyaratan CPOB yang
berlokasi di Desa Gandasari, Cibitung, Bekasi dengan bantuan alat dan
teknologi dari Italia.
42
Pada tanggal 2 Januari 1996 Perum Indonesia Farma diubah menjadi
Perseroan Terbatas Indofarma (PT. Indofarma) melalui PP No.34 Tanggal 20
September 1995. Perubahan status ini bertujuan untuk mengantisipasi
perubahan dan meningkatkan daya saing. Tahun 1999 dibangun Extraction
Plant dan selesai awal tahun 2000, serta pendirian anak perusahaan yang
disebut PT. Indofarma Global Medika (IGM) bertugas sebagi distributor dan
pemasaran produk farmasi termasuk alat kesehatan dengan 34 cabang di
seluruh Indonesia. Dan sampai sekarang tahun 2015 PT. Indofarma Global
Medika (IGM) telah mempunyai 34 cabang di seluruh Indonesia.
43
Gambar 1.1
Struktur Organisasi PBF PT.
Indofarma Global Medika (IGM) Cabang Medan
KEPALA CABANG
ASMAN
APOTEKER
PENANGGUNG
JAWAB PBF
PELAKSANA
GUDANG
AKUNTANSI &
KEUANGAN
PELAKSANA SALESMEN
INKASSO
KOLEKTOR PENGANTAR
BARANG
FAKTURIS
44
2.Tugas dan tanggung jawab supervisor
Bertugas mengkoordinir semua bawahannya serta bertanggung jawab
terhadap pencapaian target penjualan. Bertanggungjawab bila ada
masalah yang timbul dari pelanggan mengenai keluhan, maupun dari
bawahannya.
E.2. Penyimpanan
1. Penyimpanan obat di Gudang PT. IGM (Indofarma Global Medika) dibedakan
Instalasi Pemerintahan.
- Salesman menyampaikan order ke bagian fakturis melalui M-
45
order (SO) atau picking list berdasarkan data dibuat oleh sales
out let.
j. Pengantar barang membawa faktur asli yang telah ditandatangani
out let
k. Pengantar barang menyerahkan faktur dan SPB ke petugas
gudang
l. Petugas gudang menyerahkan faktur ke fakturis/Apoteker.
BAB IV
46
PEMBAHASAN
A. Produk
Produk utama yang didistribusikan oleh PT. Indofarma Global Medika
adalah obat generik dengan nama dagang dan obat lisensi, baik dalam
sediaan non steril (tablet, kapsul, salep, sirup, maupun sirup kering) dan
sediaan steril (injeksi, tets mata, dan salep mata), antara lain : ciprobiotic
infuse vial @100 ml, dermasolon cream, ikadryl dmp sirup, dll.
B.2. Penyimpanan
Ditempatkan berdasarkan sediaan, suhu yang dipersyaratkan dan
perundang-undangan seperti obat psikotropika harus pada
tempat/lemari khusus dan kunci hars dikuasai oleh APJ/ atau orang
yang didelegasikan oleh Apoteker, penyimpanan seluruh obat tidak
menyentuh lantai langsung sehingga diletakkan diatas pallet guna
untuk menjaga kualitas dan mutu obat.
B.3. Pendistribusian
1. Salesman menerima order/surat pesanan dari Apotik, Rumah Sakit,
Toko Obat, Instalasi Pemerintahan.
2. Salesman menyampaikan order/ surat pesanan ke bagian fakturis
melalui M-Force kemudian bagian fakturis mencetak dan memprint
sales order (SO) atau picking list berdasarkan data dibuat oleh
sales melalui M-Force (Mobile Force) sebagai dasar bagi petugas
gudang untuk mengambil stok dari rak. Dalam SO memuat : nama
obat, quantity, price unit, discount, total netto, location, batch,
expired, dan naama pemesan (customer name).
3. SO masuk ke gudang
4. Petugas gudang menyiapkan pesanan tersebut berdasarkan SO
47
5. Pengantar barang mengambil faktur dan menandatangani lembar
serah terima, pengantar barang akan menyesuaikan faktur dengan
barang yang akan diterima
6. Jika sudah sesuai barang akan diantar oleg pengantar barang
7. Pengantar barang akan mengantarkan barang ke out let. Out let
akan menerima barang dengan membubuhkan paraf dan stempel
out let.
8. Pengantar barang membawa faktur asli yang telah ditandatangani
out let
9. Pengantar barang menyerahkan faktur dan SPB ke petugas gudang
10. Petugas gudang menyerahkan faktur ke fakturis/Apoteker
Petugas Gudang
Gudang
Mobile Force PT.IGM
Fasilitas Mencetak dan PT.IGM , Obat
Pelayanan mengeprint Sales disediakan
Kefarmasian : Petugas Order(SO)/picking
Pengantar Barang list.
berdasarkan SO
Apotek,Instalasi
Farmasi
C. Pelaksanaan CDOB yang dipelajari di PBF Indofarma Global Medika
RumahSakit,
Puskesmas,
Klinik, atau toko Cabang Medan
Apoteker Penanggung
C.1. Manajemen Mutu
obat serta PBF
dan PBF Adanya suatujawab PBF
kebijakan dan dukungan dari manajemen yang
cabang lain
Obat semua
dituangkan dalam suatu SOP/Protap dalam menjalankan di serah terima
kegiatan yang dapat menjamin obat tetap yangkepada petugas
bermutu dan pengantar
produk
48
berkhasiat sampai pada penggunaan tidak terbatas pada pengadaan,
penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian tetapi mnyangkut atas
adanya ketidaksesuaian komplin harus dapat ditangaani secara baik.
Untuk PBF IGM Medan telah melakanakan manajemen mutu berupa
semua kegiatan mempunyai SOP/Protap.
C.4. Operasional
C.4.1. Penerimaan
49
1. Di IGM proses penerimaan bertujuan untuk memastikan
bahwa kiriman obat yang diterima benar, berasal dari
pemasok yang disetujui, tidak rusak atau tidak mengalami
perubahan selama transportasi.
2. Obat yang memerlukan penyimpanan atau tindakan
pengamanan khusus, dipindahkan ke tempat
penyimpanan yang sesuai setelah dilakukan pemeriksaan.
3. Di IGM nomor bets dan tanggal kadaluwarsa obat dicatat
pada saat penerimaan, untuk mempermudah penelusuran.
C.4.2. Penyimpanan
50
berdasarkan srat pesanan yang ditandatangani oleh Apoteker/
Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki SIKA/SIPA/SITTK.
C.4.4. Pengambilan
D. Psikotropika
Disimpan dilemari khusus, ditandatangani langsung oleh Apoteker pada
saat pengambilan dan pemberian ke pengantar/kurir.
E. Harga
Kebijakan di PBF Indofarma Global Medika ditentukan oleh PBF Pusat.
51
yang diduga palsu akan disimpan pada tempat yang terkunci.
G. Pendistribusian
1. Pendistribusian obat ke unit pelayanan kesehatan berdasarkan prinsip
FEFO
2. Pedagang Besar Farmasi PT. Indofarma Global Medika Cabang Medan
mendistribusikan obat ke sesama PBF, sarana farmasi pemerintah,
rumah sakit swasta, apotek, dan toko obat berdasarkan surat pesanan
yang ditandatangani oleh Apoteker Penanggung Jawab atau
Penanggung Jawab Tenaga Teknis Kefarmasian untuk toko obat.
Pendistribusian ke toko obat hanya sebatas obat bebas dan obat bebas
terbatas.
H. Pelaporan
1. Pedagang Besar Farmasi PT. Indofarma Global Medika Cabang Medan
melaporkan kegiatan usahanya setiap triwulan untuk obat golongan
keras, bebas terbatas, dan bebas.
2. Pedagang Besar Farmasi PT. Indofarma Global Medika Cabang Medan
melakukan pelaporan setiap bulan untuk obat golongan
psikotropika/perkursor/yang mengandung perkusor dan obat-obat
tertentu.
I. Arus Dokumentasi
1. Pengeluaran barang PT. Indofarma Global Medika dari gudang yaitu
dengan metode FEFO (First Expired First Out) artinya barang yang
52
g. Pengantar barang akan mengantarkan barang ke out let. Out let akan
menerima barang dengan membubuhkan paraf dan stempel out let.
h. Pengantar barang membawa faktur asli yang telah ditandatangani
out let
i. Pengantar barang menyerahkan faktur dan SPB ke petugas gudang
j. Petugas gudang menyerahkan faktur ke fakturis/Apoteker
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
3. PT.Indofarma Global Medika menerima obat yang dikirim oleh PBF pusat
dengan melampirkan packing list dan disesuaikan dengan dokumen
pengiriman/packing slip (nama produk, sediaan, jumlah dan no.batch).
53
6. PT.Indofarma Global Medika tidak menyalurkan obat Narkotika,akan
tetapi menyalurkan obat psikotropika yang disimpan dalam lemari khusus,
dan kunci dipegang oleh Apoteker.
B. Saran
54
DAFTAR PUSTAKA
Republik Indonesia. 2012. Peraturan Kepala Bada Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor Hk.03.1.34.11.12.7542 Tentang Pedoman
Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik. Jakarta: Badan POM.
55
Republik Indonesia.2009. Undang-Undang Nomor 36 Tentang Kesehatan.Jakarta:
Menteri Kesehatan.
56