Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu unsur penting dalam pembangunan
bangsa. Oleh karena itu, semua pihak harus berperan serta sehingga
Indonesia Sehat dapat terwujud. Hal ini sesuai dengan makna kesehatan
pada Undang-undang RI No 36 tahun 2009 yang menyebutkan bahwa
kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial
dan ekonomis.
Upaya mencapai Indonesia Sehat dimulai dari pelayanan kesehatan, baik
ketersediaan tenaga kesehatan yang handal, sarana kesehatan, obat-obatan
serta alat kesehatan yang berkualitas dan terjamin. Sesuai dengan
pengertiannya, Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan
berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit dan pemulihan kesehatan
oleh pemerintah dan/atau kesehatan (Undang-undang RI No 36 tahun 2009).
Sedangkan Tenaga Kesehatan yang dimaksud adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk
jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan
(Undang-undang RI No 36 tahun 2009).
Untuk menjamin ketersediaan dan pemerataan obat-obatan dan alat
kesehatan yang berkualitas dan terjamin kepada masyarakat diperlukan
suatu proses penyaluran obat yang merata ke seluruh daerah sehingga
setiap masyarakat dapat memperoleh obat yang dibutuhkan. Dalam hal ini
dibutuhkan Undang-Undang yang mengatur Cara Distribusi Obat yang
Baik.Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia No.HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis
Cara Distribusi Obat yang Baik.
Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) adalah cara distribusi/penyaluran
obat dan atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur
distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya.

1
Pedagang Besar Farmasi (PBF) mempunyai peranan penting dalam
menjamin ketersediaan dan pemerataan obat kepada masyarakat, hal ini
tidak terlepas dari tersediannya tenaga kefarmasian yang handal dan
profesional.
Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan berbentuk badan
hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat
dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
PBF Cabang adalah cabang PBF yang telah memiliki pengakuan untuk
melakukan pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat, dan atau bahan obat
dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.Salah
satunya ialah PBF PT. Indofarma Global Medika (IGM) cabang Medan.
Praktik Belajar Lapangan adalah suatu proses pembelajaran pada unit
kerja secara nyata, sehingga peserta didik mendapat gambaran dan
pengalaman kerja secara langsung dan menyeluruh sebagai calon tenaga
penunjang pada pelayanan kesehatan. Peserta didik Poltekkes Kemenkes
Medan Jurusan Farmasi diharapkan mengetahui berbagai kegiatan terpadu
meliputi bidang produksi, distribusi, pelayanan dan pengawasan sediaan
farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya termasuk penataan
administrasinya.
Praktik Belajar Lapangan ini dilaksanakan diberbagai institusi diantaranya
adalah di PBF Indofarma Global Medika (IGM) cabang Medan. Diharapkan
dengan adanya Praktik Belajar Lapangan (PBL) ini dapat meningkatkan
potensi serta mempersiapkan diri untuk mampu berkompetisi dan lebih siap
serta matang berperan sebagai tenaga kefarmasian dengan menerapkan
kode etik kefarmasian.

B. Tujuan dan Manfaat Praktek Kerja Lapangan


B.1. Tujuan Praktek Kerja Lapangan
Adapun tujuan dilaksanakannya Praktek Kerja Lapangan
(PKL) antara lain yaitu :
- Untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan
pendidikan Diploma III di Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan.

2
- Memberikan kesempatan bagi mahasiswa/i untuk menyesuaikan
diri pada suasana lingkungan kerja yang sebenarnya.
- Menumbuhkembangkan dan memantapkan sikap etis,
profesionalisme, dan nasionalisme yang diperlukan mahasiwa/i
utuk memasuki lapangan kerja.
- Mengetahui dan melihat secara langsung peran tenaga
kefarmasian di IGM Medan.

B.2. Manfaat Praktek Kerja Lapangan (PKL)


Adapun manfaat dilaksanakannya Praktek Kerja Lapangan antara
lain yaitu :
- Terpenuhinya persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan
Diploma III di Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan.
- Mahasiwa/i menjadi lebih terampil dan memiliki kemampuan
dalam melaksanakan kegiatan kefarmasian khususnya dalam
pendistribusian.
- Dapat menambah dan mengembangkan wawasan dan ilmu
pengetahuan tentang dunia kefarmasian terutama dalam bidang
kegiatan kefarmasian di pedagang besar farmasi.
- Memperluas pola pikir mahasiswa dalam dunia kerja.
- Mengetahui dan memahami suasana kerja yang sebenarnya
sebelum memasuki langsung ke lapangan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.1 Definisi PBF, PBF Cabang dan CDOB

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34


Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi dan menurut
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia
Nomor Hk.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 Tentang Pedoman Teknis Cara
Distribusi Obat yang Baik yang dimaksud dengan :

3
1. Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan berbentuk badan
hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran
obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. PBF Cabang adalah cabang PBF yang telah memiliki pengakuan untuk
melakukan pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan
obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3. Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) adalah cara distribusi/penyaluran
obat dan/atau bahan obat yang bertujuan untuk memastikan mutu
sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan
penggunaannya. Dengan 9 aspek, yaitu :
a. Manajemen mutu
b. Organisasi, manajemen dan personalia
c. Bangunan dan peralatan
d. Operasional
e. Inspeksi diri
f. Keluhan obat dan/atau bahan obat kembalian, diduga palsu dan
penarikan kembali
g. Transportasi
h. Fasilitas distribusi berdasarkan kontrak
i. Dokumentasi
j. Anex I Bahan Obat
k. Anex II Produk rantai dingin
l. Anex III Narkotika dan Psikotropika

A,2 Perizinan PBF

Pedagang Besar Farmasi sebagai salah satu sarana distribusi obat dan
bahan obat dalam pelaksanaan kegiatannya harus memiliki izin sesuai
dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun
2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi.

4
B.1. Persyaratan Permohonan Izin Pedagang Besar Farmasi
Setiap pendirian PBF wajib memiliki izin dari dirjen dan dapat
mendirikan PBF cabang. PBF cabang wajib memperoleh pengakuan
dari Ka. Dinkes Provinsi diwilayah PBF cabang berada.
Menurut Permenkes RI No.34 tahun 2014 Untuk memperoleh izin
PBF, pemohon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi


b. Memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP)
c. Memiliki secara tetap apoteker warga negara indonesia sebagai
penanggung jawab
d. Komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah
terlibat baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran
peraturan perundang-undangan di bidang farmasi dalam kurun
waktu 2 (dua) tahun terakhir
e. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat
melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat
serta dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi
PBF
f. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan
perlengkapan yang dapat menjamin mutu serta keamanan obat
yang disimpan
g. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain
sesuai CDOB

B.2. Penerbitan Izin Pedagang Besar Farmasi


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
34 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi,
untuk memperoleh izin PBF, berkas permohonan yang sudah lengkap
dan ditandatangani oleh direktur/ketua dan apoteker calon
penanggung jawab disertai dengan kelengkapan administratif sebagai
berikut :
a. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas direktur/ketua
b. Susunan direksi/pengurus

5
c. Pernyataan komisaris/dewan pengawas dan direksi / pengurus
tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang -
undangan di bidang farmasi dalam kurun waktu 2 (dua) tahun
terakhir
d. Akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan
e. Surat Tanda Daftar Perusahaan
f. Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan
g. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak
h. Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang
i. Peta lokasi dan denah bangunan
j. Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker
penanggung jawab
k. Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab.

Alur penerbitan izin PBF :


1. Untuk memperoleh izin PBF, pemohon harus mengajukan
permohonan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada
Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai
POM dengan menggunakan contoh formulir 1 terlampir
2. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya
tembusan permohonan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
melakukan verifikasi kelengkapan administrative.
3. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya
tembusan permohonan, Kepala Balai POM melakukan audit
pemenuhan persyaratan CDOB
4. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan
memenuhi kelengkapan administratif, Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi mengeluarkan rekomendasi pemenuhan kelengkapan
administratif kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada
Kepala Balai POM dan pemohon dengan menggunakan formulir 2
terlampir
5. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan
memenuhi persyaratan CDOB, Kepala Balai POM mengeluarkan
rekomendasi hasil analisis pemenuhan persyaratan CDOB kepada
Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi dan pemohon dengan mengunakan
contoh formulir 3 terlampir
6. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima
rekomendasi sebagaimana dimaksud pada point (4) dan point (5)
serta persyaratan lainnya yang ditetapkan, Direktur Jenderal

6
menerbitkan izin PBF dengan menggunakan contoh formulir 4
terlampir
7. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada point (4),
(5),dan (6) tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon dapat
membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada
Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala
Balai POM dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan
menggunakan contoh formulir 5 terlampir
8. Paling lama 12 (dua belas) hari kerja sejak diterimanya surat
pernyataan sebagaimana dimaksud pada point (7), Direktur
Jenderal menerbitkan izin PBF dengan tembusan kepada Kepala
Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan Kepala Balai POM.

B.3. Perubahan Izin Pedagang Besar Farmasi

Perubahan izin harus dilakukan apabila terjadi :


a. Perubahan fisik
Pedagang Besar Farmasi yang melakukan perubahan fisik baik
bangunan kantor ataupun gudang, perpindahan lokasi, wajib
melakukan perubahan izin Pedagang Besar Farmasi kepada
Direktur Jenderal setelah mendapat rekomendasi dari Dinas
Kesehatan.
b. Perubahan non fisik
Setiap perubahan alamat kantor/gudang di lokasi yang sama,
perubahan penanggung jawab, NPWP atau nama perusahaan
wajib melakukan perubahan izin Pedangan Besar Farmasi kepada
Direktur Jenderal setelah mendapat rekomendasi dari Dinas
Kesehatan.
c. Perubahan terhadap akte pendirian Pedagang Besar Farmasi
Perubahan terhadap akte pendirian perseroan terbatas/koperasi
karena perubahan struktur komisaris, direksi, pemegang saham,
ketua maupun pengurus harus dilaporkan kepada Direktur Jenderal
dengan tembusan kepada Kepala Badan dan Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi setempat.

7
B.4. Masa Berlaku Izin Pedagang Besar Farmasi

a. Izin Pedagang Besar Farmasi berlaku 5 (lima) tahun dan dapat


diperpanjang selama memenuhi persyaratan
b. Pengakuan Pedagang Besar Farmasi Cabang berlaku mengikuti
jangka waktu izin Pedagang Besar Farmasi.
B.5. Ketentuan Tidak Berlakunya Izin PBF

Menurut PERMENKES RI No. 1148/Menkes/PMK/VI/2011 izin


PBF dinyatakan tidak berlaku, apabila :
a. Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang
b. Dikenai sanksi berupa penghentian sementara kegiatan
c. Izin PBF dicabut.

B.6. Kewajiban PBF Dalam Penyelenggaraan

a. PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri


farmasi dan/atau sesama PBF.
b. PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan bahan obat dari
industri farmasi, sesama PBF dan/atau melalui importasi.
c. Pengadaan bahan obat melalui importasi dilaksanakan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
d. PBF Cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dan/atau
bahan obat dari PBF pusat.
e. PBF Cabang hanya dapat mengadakan, menyimpan dan
menyalurkan obat dan/atau bahan obat yang memenuhi
persyaratan mutu yang ditetapkan.
f. Setiap PBF dan PBF Cabang harus memiliki apoteker penanggung
jawab yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan
pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan
obat.
g. Apoteker penanggung jawab harus memiliki izin sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.

8
h. Apoteker penanggung jawab dilarang merangkap jabatan sebagai
direksi/pengurus PBF atau PBF Cabang.
i. Setiap pergantian apoteker penanggung jawab, direksi/pengurus
PBF atau PBF Cabang wajib melaporkan kepada Direktur Jenderal
atau Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya dalam
jangka waktu 6 (enam) hari kerja.
j. PBF dan PBF Cabang harus melaksanakan pengadaan,
penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat sesuai
dengan CDOB.
k. Penerapan CDOB sebagaimana dilakukan sesuai pedoman teknis
CDOB yang ditetapkan oleh Kepala Badan.
l. PBF dan PBF Cabang yang telah menerapkan CDOB diberikan
sertifikat CDOB oleh Kepala Badan.
m. Setiap PBF atau PBF Cabang wajib melaksanakan dokumentasi
pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran di tempat usahanya
dengan mengikuti pedoman CDOB.
n. Dokumen dapat dilakukan secara elektronik.
o. Dokumentasi setiap saat harus dapat diperiksa oleh petugas yang
berwenang.
p. Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menjual obat atau bahan
obat secara eceran.
q. Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menerima dan/atau melayani
resep dokter.
r. PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF
atau PBF Cabang lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan. Fasilitas pelayanan
kefarmasian meliputi:
- Apotek
- Instalasi farmasi rumah sakit
- Puskesmas
- Klinik
- Toko obat
s. PBF Cabang tidak dapat menyalurkan obat keras kepada toko obat.

9
t. Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, PBF dan PBF Cabang
dapat menyalurkan obat dan bahan obat kepada instansi
pemerintah yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
u. PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat dan/atau bahan obat di
wilayah provinsi sesuai surat pengakuannya.
v. PBF dan PBF Cabang hanya melaksanakan penyaluran obat
berupa obat keras berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani
apoteker pengelola apotek atau apoteker penanggung jawab yang
mempunyai SIKA/SIPA.
w. PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan bahan obat
kepada industri farmasi, PBF dan PBF Cabang lain, apotek,
instalasi farmasi rumah sakit dan lembaga ilmu pengetahuan.
x. Penyaluran berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani
Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker Penanggung Jawab.
y. Dikecualikan dari ketentuan surat pesanan untuk lembaga ilmu
pengetahuan ditandatangani oleh pimpinan lembaga.
z. Setiap PBF dan PBF Cabang yang melakukan pengadaan,
penyimpanan, dan penyaluran narkotika wajib memiliki izin khusus
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
a. Setiap PBF atau PBF Cabang yang melakukan pengubahan
kemasan bahan obat dari kemasan atau pengemasan kembali
bahan obat dari kemasan aslinya wajib melakukan pengujian
laboratorium.
b. Dalam hal dilakukan pengubahan kemasan atau pengemasan
kembali bahan obat PBF atau PBF Cabang wajib memiliki ruang
pengemasan ulang sesuai persyaratan CDOB. Selain
menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat
dan/atau bahan obat, PBF mempunyai fungsi sebagai tempat
pendidikan.

B.7. Pelaporan

10
1. Setiap PBF dan cabangnya wajib menyampaikan laporan kegiatan
setiap 3 (tiga) bulan sekali meliputi kegiatan penerimaan dan
penyaluran obat dan/atau bahan obat kepada Direktur Jenderal
dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi dan Kepala Balai POM
2. Selain laporan triwulanan kegiatan penerimaan dan penyaluran
sebagaimana dimaksud pada point (a) Direktur Jenderal setiap
waktu dapat meminta laporan kegiatan penerimaan dan penyaluran
obat dan/atau bahan
3. Setiap PBF dan PBF Cabang yang menyalurkan narkotika dan
psikotropika wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran
narkotika dan psikotropika sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan
4. Laporan dapat dilakukan secara elektronik dengan menggunakan
teknologi informasi dan komunikasi .

C. Organisasi, Manajemen Dan Personalia

Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik


serta distribusi obat dan/atau bahan obat yang benar sangat bergantung
pada personil yang menjalankannya. Harus ada personil yang cukup dan
kompeten untuk melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung jawab
fasilitas distribusi. Tanggung jawab masing-masing personil harus dipahami
dengan jelas dan dicatat. Semua personil harus memahami prinsip CDOB
dan harus menerima pelatihan dasar maupun pelatihan lanjutan yang sesuai
dengan tanggung jawabnya.

C.1. Organisasi dan Manajemen

a. Harus ada struktur organisasi untuk tiap bagian yang dilengkapi


dengan bagan organisasi yang jelas. Tanggung jawab, wewenang dan
hubungan antar semua personil harus ditetapkan dengan jelas.
b. Tugas dan tanggung jawab harus didefinisikan secara jelas dan
dipahami oleh personil yang bersangkutan serta dijabarkan dalam
uraian tugas. Kegiatan tertentu yang memerlukan perhatian khusus,
misalnya pengawasan kinerja, dilakukan sesuai dengan ketentuan dan

11
peraturan. Personil yang terlibat di rantai distribusi harus diberi
penjelasan dan pelatihan yang memadai mengenai tugas dan
tanggungjawabnya.
c. Personil yang bertanggungjawab dalam kegiatan manajerial dan
teknis harus memiliki kewenangan dan sumber daya yang diperlukan
untuk menyusun, mempertahankan, mengidentifikasi dan memperbaiki
penyimpangan sistem mutu.
d. Tiap personil tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk
menghindari risiko terhadap mutu obat dan/atau bahan obat.
e. Harus tersedia aturan untuk memastikan bahwa manajemen dan
personil tidak mempunyai konflik kepentingan dalam aspek
komersial,politik, keuangan dan tekanan lain yang dapat berpengaruh
terhadap mutu pelayanan atau integritas obat dan/atau bahan obat.
f. Harus tersedia prosedur keselamatan yang berkaitan dengan semua
aspek yang sesuai, misal keamanan personil dan sarana, perlindungan
lingkungan dan integritas obat dan/atau bahan obat.

C.2. Penanggung Jawab


a) Manajemen puncak di fasilitas distribusi harus menunjuk seorang
penanggung jawab. Penanggung jawab harus memenuhi
tanggungjawabnya, bertugas purna waktu dan memenuhi persyaratan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jika penanggung
jawab fasilitas distribusi tidak dapat melaksanakan tugasnya dalam
waktu yang ditentukan, maka harus dilakukan pendelegasian tugas
kepada tenaga teknis kefarmasian. Tenaga kefarmasian yang
mendapat pendelegasian wajib melaporkan kegiatan yang dilakukan
kepada penanggung jawab.
b) Penanggung jawab mempunyai uraian tugas yang harus memuat
kewenangan dalam hal pengambilan keputusan sesuai dengan
tanggung jawabnya. Manajemen fasilitas distribusi harus memberikan
kewenangan, sumber daya dan tanggung jawab yang diperlukan
kepada penanggung jawab untuk menjalankan tugasnya.
c) Penanggung jawab harus seorang Apoteker yang memenuhi
kualifikasi dan kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan. Di
samping itu, telah memiliki pengetahuan dan mengikuti pelatihan

12
CDOB yang memuat aspek keamanan, identifikasi obat dan/atau
bahan obat, deteksi dan pencegahan masuknya obat dan/atau bahan
obat palsu kedalam rantai distribusi.
d) Penanggung jawab dalam pelaksanaan tugasnya harus memastikan
bahwa fasilitas distribusi telah menerapkan CDOB dan memenuhi
pelayanan publik.
e) Penanggung jawab memiliki tanggung jawab antara lain:
a. Menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem
manajemen mutu
b. Fokus pada pengelolaan kegiatan yang menjadi kewenangannya
serta menjaga akurasi dan mutu dokumentasi
c. Menyusun dan/atau menyetujui program pelatihan dasar dan
pelatihan lanjutan mengenai CDOB untuk semua personil yang terkait
dalam kegiatan distribusi
d. Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan
penarikan obat dan/atau bahan obat
e. Memastikan bahwa keluhan pelanggan ditangani dengan efektif
f. Melakukan kualifikasi dan persetujuan terhadap pemasok dan
pelanggan
g. Meluluskan obat dan/atau bahan obat kembalian untuk dikembalikan
ke dalam stok obat dan/atau bahan obat yang memenuhi syarat jual
h. Turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak
dan penerima kontrak yang menjelaskan mengenai tanggungjawab
masing-masing pihak yang berkaitan dengan distribusi dan/atau
transportasi obat dan/atau bahan obat
i. Memastikan inspeksi diri dilakukan secara berkala sesuai program
dan tersedia tindakan perbaikan yang diperlukan
j. Mendelegasikan tugasnya kepada apoteker/tenaga teknis
kefarmasian yang telah mendapatkan persetujuan dari instansi
berwenang ketika sedang tidak berada di tempat dalam jangka waktu
tertentu dan menyimpan dokumen yang terkait dengan setiap
pendelegasian yang dilakukan
k. Turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk
mengkarantina atau memusnahkan obat dan/atau bahan obat
kembalian, rusak, hasil penarikan kembali atau diduga palsu
l. Memastikan pemenuhan persyaratan lain yang diwajibkan untuk
obat dan/atau bahan obat tertentu sesuai peraturan perundang-
undangan.

13
C.3. Personil Lainnya

Harus dipastikan tersedianya personil yang kompeten dalam


jumlah yang memadai di tiap kegiatan yang dilakukan di rantai
distribusi, untuk memastikan bahwa mutu obat dan/atau bahan obat
tetap terjaga.

D. Bangunan Dan Peralatan

Fasilitas distribusi harus memiliki bangunan dan peralatan untuk


menjamin perlindungan dan distribusi obat dan/atau bahan obat.
a. Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa
kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai
keamanan yang memadai dan kapasitas yang cukup untuk
memungkinkan penyimpanan dan penanganan obat yang baik,dan area
penyimpanan dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai untuk
memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan secara akurat dan aman.
b. Jika bangunan (termasuk sarana penunjang) bukan milik sendiri, maka
harus tersedia kontrak tertulis dan pengelolaan bangunan tersebut harus
menjadi tanggung jawab dari fasilitas distribusi.
c. Harus ada area terpisah dan terkunci antara obat dan/atau bahan obat
yang menunggu keputusan lebih lanjut mengenai statusnya, meliputi
obat dan/atau bahan obat yang diduga palsu, yang dikembalikan, yang
ditolak, yang akan dimusnahkan, yang ditarik,dan yang kadaluwarsa dari
obat dan/atau bahan obat yang dapat disalurkan.
d. Jika diperlukan area penyimpanan dengan kondisi khusus, harus
dilakukan pengendalian yang memadai untuk menjaga agar semua
bagian terkait dengan area penyimpanan berada dalam parameter suhu,
kelembaban dan pencahayaan yang dipersyaratkan.
e. Harus tersedia kondisi penyimpanan khusus untuk obat dan/atau bahan
obat yang membutuhkan penanganan dan kewenangan khusus sesuai
dengan peraturan perundang-undangan (misalnya narkotika).
f. Harus tersedia area khusus untuk penyimpanan obat dan/atau bahan
obat yang mengandung bahan radioaktif dan bahan berbahaya lain yang
dapat menimbulkan risiko kebakaran atau ledakan (misalnya gas

14
bertekanan, mudah terbakar, cairan dan padatan mudah menyala)
sesuai persyaratan keselamatan dan keamanan.
g. Area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman harus terpisah,
terlindung dari kondisi cuaca, dan harus didesain dengan baik serta
dilengkapi dengan peralatan yang memadai.
h. Akses masuk ke area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman hanya
diberikan kepada personil yang berwenang. Langkah pencegahan dapat
berupa sistem alarm dan kontrol akses yang memadai.
i. Harus tersedia prosedur tertulis yang mengatur personil termasuk
personil kontrak yang memiliki akses terhadap obat dan/atau bahan obat
di area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman, untuk meminimalkan
kemungkinan obat dan/atau bahan obat diberikan kepada pihak yang
tidak berhak.
j. Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih dan bebas dari
sampah dan debu. Harus tersedia prosedur tertulis, program
pembersihan dan dokumentasi pelaksanaan pembersihan. Peralatan
pembersih yang dipakai harus sesuai agar tidak menjadi sumber
kontaminasi terhadap obat dan/atau bahan obat.
k. Bangunan dan fasilitas harus dirancang dan dilengkapi, sehingga
memberikan perlindungan terhadap masuknya serangga, hewan
pengerat atau hewan lain. Program pencegahan dan pengendalian hama
harus tersedia.
l. Ruang istirahat, toilet dan kantin untuk personil harus terpisah dari area
penyimpanan.

D.1. Suhu Dan Pengendalian Lingkungan


Harus tersedia prosedur tertulis dan peralatan yang sesuai untuk
mengendalikan lingkungan selama penyimpanan obat dan/atau bahan
obat. Faktor lingkungan yang harus dipertimbangkan, antara lain suhu,
kelembaban, dan kebersihan bangunan.
Area penyimpanan harus dipetakan pada kondisi suhu yang
mewakili. Sebelum digunakan, harus dilakukan pemetaan awal sesuai
dengan prosedur tertulis. Pemetaan harus diulang sesuai dengan hasil
kajian risiko atau jika dilakukan modifikasi yang signifikan terhadap

15
fasilitas atau peralatan pengendali suhu. Peralatan pemantauan suhu
harus ditempatkan sesuai dengan hasil pemetaan.

D.2. Peralatan
a. Semua peralatan untuk penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau
bahan obat harus didesain, diletakkan dan dipelihara sesuai dengan
standar yang ditetapkan. Harus tersedia program perawatan untuk
peralatan vital, seperti termometer, genset, dan chiller.
b. Peralatan yang digunakan untuk mengendalikan atau memonitor
lingkungan penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus
dikalibrasi,serta kebenaran dan kesesuaian tujuan penggunaan
diverifikasi secara berkala dengan metodologi yang tepat. Kalibrasi
peralatan harus mampu tertelusur.
c. Kegiatan perbaikan, pemeliharaan, dan kalibrasi peralatan harus
dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak mempengaruhi mutu obat
dan/atau bahan obat.
d. Dokumentasi yang memadai untuk kegiatan perbaikan,
pemeliharaan dan kalibrasi peralatan utama harus dibuat dan
disimpan. Peralatan tersebut misalnya tempat penyimpanan suhu
dingin, termohigrometer, atau alat lain pencatat suhu dan kelembaban,
unit pengendali udara dan peralatan lain yang digunakan pada rantai
distribusi.

D.3. Sistem Komputer

a. Sebelum sistem komputerisasi digunakan, harus diuji secara


menyeluruh dan dipastikan kemampuannya memberikan hasil yang
diinginkan.
b. Harus dibuat dan selalu dimutakhirkan deskripsi tertulis yang rinci
dari sistem (termasuk diagram jika diperlukan). Deskripsi tersebut
harus menjelaskan prinsip, tujuan, tindakan pengamanan dan ruang
lingkup sistem, serta fitur utama cara penggunaan komputer dan
interaksinya dengan sistem lain.

16
c. Data hanya boleh dimasukkan atau diubah ke dalam sistem
komputer oleh personil yang berwenang.
d. Data harus diamankan secara elektronik atau fisik untuk
mengantisipasi kerusakan yang disengaja atau tidak disengaja.
Kemudahan dalam mengakses (aksesibilitas), masa simpan dan
ketepatan data tersimpan harus diperiksa.
e. Data harus dilindungi dengan membuat back up data secara
berkala dan teratur. Back up data harus disimpan di lokasi terpisah dan
aman selama tidak kurang dari 3 tahun atau sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
f. Harus tersedia prosedur tertulis untuk penanganan kegagalan atau
kerusakan sistem komputerisasi termasuk sistem untuk restorasi data.
j. Jika digunakan transaksi elektronik antara fasilitas distribusi pusat
dengan cabang untuk tahap pengadaan, harus tersedia prosedur
tertulis dan sistem yang memadai untuk memastikan kemampuan
telusur dan kepastian mutu obat dan/atau bahan obat. Tiap transaksi
elektronik tersebut harus dilakukan berdasarkan persetujuan
penanggung jawab fasilitas distribusi.

D.4. Kualifikasi Dan Validasi

a. Fasilitas distribusi harus menetapkan kualifikasi dan/atau validasi


yang diperlukan untuk pengendalian kegiatan distribusi. Ruang lingkup
dan metode validasi harus ditetapkan berdasarkan pendekatan analisis
risiko. Kegiatan validasi harus direncanakan dan didokumentasikan.
Perencanaan harus memuat kriteria yang dipersyaratkan.
b. Sebelum pelaksanaan dan jika ada perubahan yang signifikan atau
upgrade, sistem harus divalidasi, untuk memastikan kebenaran
instalasi dan operasional.
c. Laporan validasi harus memuat hasil validasi dan semua
penyimpangan yang terjadi serta tindakan perbaikan dan pencegahan
(CAPA) yang perlu dilakukan. Laporan dan bukti pelaksanaan validasi
harus dibuat dan disetujui oleh personel yang berwenang.

17
d. Jika peralatan memerlukan perbaikan atau perawatan yang
mengakibatkan perubahan secara signifikan, harus dilakukan
kualifikasi ulang dengan menggunakan pendekatan analis risiko.

E. Operasional

Semua tindakan yang dilakukan oleh fasilitas distribusi harus dapat


memastikan bahwa identitas obat dan/atau bahan obat tidak hilang dan
distribusinya ditangani sesuai dengan spesifikasi yang tercantum pada
kemasan. Fasilitas distribusi harus menggunakan semua perangkat dan cara
yang tersedia untuk memastikan bahwa sumber obat dan/atau bahan obat
yang diterima berasal dari industri farmasi dan/atau fasilitas distribusi lain
yang mempunyai izin sesuai peraturan perundang-undangan untuk
meminimalkan risiko obat dan/atau bahan obat palsu memasuki rantai
distribusi resmi.

E.1. Kualifikasi Pemasok

a. Fasilitas distribusi harus memperoleh pasokan obat dan/atau bahan


obat dari pemasok yang mempunyai izin sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
b. Jika obat dan/atau bahan obat diperoleh dari fasilitas distribusi lain,
maka fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa pemasok tersebut
mempunyai izin serta menerapkan prinsip dan Pedoman CDOB.
c. Jika obat dan/atau bahan obat diperoleh dari industri farmasi, maka
fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa pemasok tersebut
mempunyai izin serta menerapkan prinsip dan Pedoman CPOB.
d. Jika bahan obat diperoleh dari industri non-farmasi yang
memproduksi bahan obat dengan standar mutu farmasi, maka
fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa pemasok tersebut
mempunyai izin serta menerapkan prinsip CPOB.

18
e. Pengadaan obat dan/atau bahan obat harus dikendalikan dengan
prosedur tertulis dan rantai pasokan harus diidentifikasi serta
didokumentasikan.
f. Harus dilakukan kualifikasi yang tepat sebelum pengadaan
dilaksanakan. Pemilihan pemasok, termasuk kualifikasi dan
persetujuan penunjukannya, merupakan hal operasional yang
penting. Pemilihan pemasok harus dikendalikan dengan prosedur
tertulis dan hasilnya didokumentasikan serta diperiksa ulang secara
berkala.
g. Harus tersedia prosedur tertulis yang mengatur kegiatan
administrative dan teknis terkait wewenang pengadaan dan
pendistribusian, guna memastikan bahwa obat hanya diperoleh dari
pemasok yang memiliki izin dan didistribusikan oleh fasilitas
distribusi resmi.
h. Sebelum memulai kerjasama dengan pemasok baru, fasilitas
distribusi harus melakukan pengkajian guna memastikan calon
pemasok tersebut sesuai, kompeten dan dapat dipercaya untuk
memasok obat dan/atau bahan obat. Dalam hal ini, pendekatan
berbasis risiko harus dilakukan dengan mempertimbangkan:
a) reputasi atau tingkat keandalan serta keabsahan operasionalnya
b) obat dan/atau bahan obat tertentu yang rawan terhadap
pemalsuan
c) penawaran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar yang
biasanya hanya tersedia dalam jumlah terbatas
d) harga yang tidak wajar

E.2. Kualifikasi Pelanggan

a. Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa obat dan/atau bahan


obat hanya disalurkan kepada pihak yang berhak atau berwenang
untuk menyerahkan obat ke masyarakat. Bukti kualifikasi pelanggan
harus didokumentasikan dengan baik.

19
b. Pemeriksaan dan pemeriksaan ulang secara berkala dapat
mencakup tetapi tidak terbatas pada permintaan salinan surat izin
pelanggan.
c. Fasilitas distribusi harus memantau tiap transaksi yang dilakukan
dan melakukan penyelidikan jika ditemukan penyimpangan pola
transaksi obat dan/atau bahan obat yang berisiko terhadap
penyalahgunaan, serta untuk memastikan kewajiban pelayanan
distribusi obat dan/atau bahan obat kepada masyarakat terpenuhi.

E.3. Penerimaan

a. Proses penerimaan bertujuan untuk memastikan bahwa kiriman


obat dan/atau bahan obat yang diterima benar, berasal dari pemasok
yang disetujui, tidak rusak atau tidak mengalami perubahan selama
transportasi.
b. Obat dan/atau bahan obat tidak boleh diterima jika kedaluwarsa,
atau mendekati tanggal kedaluwarsa sehingga kemungkinan besar
obat dan/atau bahan obat telah kedaluwarsa sebelum digunakan oleh
konsumen.
c. Obat dan/atau bahan obat yang memerlukan penyimpanan atau
tindakan pengamanan khusus, harus segera dipindahkan ke tempat
penyimpanan yang sesuai setelah dilakukan pemeriksaan.
d. Nomor bets dan tanggal kedaluwarsa obat dan/atau bahan obat
harus dicatat pada saat penerimaan, untuk mempermudah
penelusuran.
e. Jika ditemukan obat dan/atau bahan obat diduga palsu, bets
tersebut harus segera dipisahkan dan dilaporkan ke instansi
berwenang, dan ke pemegang izin edar.
f. Pengiriman obat dan/atau bahan obat yang diterima dari sarana
transportasi harus diperiksa sebagai bentuk verifikasi terhadap
keutuhan kontainer /sistem penutup, fisik dan fitur kemasan serta label
kemasan.

E.4. Penyimpanan

20
a. Penyimpanan dan penanganan obat dan/atau bahan obat harus mematuhi
peraturan perundang-undangan.
b. Kondisi penyimpanan untuk obat dan/atau bahan obat harus sesuai
dengan rekomendasi dari industri farmasi atau non-farmasi yang
memproduksi bahan obat standar mutu farmasi.
c. Volume pemesanan obat dan/atau bahan obat harus memperhitungkan
kapasitas sarana penyimpanan.
d. Obat dan/atau bahan obat harus disimpan terpisah dari produk selain obat
dan/atau bahan obat dan terlindung dari dampak yang tidak diinginkan
akibat paparan cahaya matahari, suhu, kelembaban atau faktor eksternal
lain. Perhatian khusus harus diberikan untuk obat dan/atau bahan obat
yang membutuhkan kondisi penyimpanan khusus.
e. Kontainer obat dan/atau bahan obat yang diterima harus dibersihkan
sebelum disimpan.
f. Kegiatan yang terkait dengan penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus
memastikan terpenuhinya kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan dan
memungkinkan penyimpanan secara teratur sesuai kategorinya : obat
dan/atau bahan obat dalam status karantina, diluluskan, ditolak,
dikembalikan, ditarik atau diduga palsu.
g. Harus diambil langkah-langkah untuk memastikan rotasi stock sesuai
dengan tanggal kedaluwarsa obat dan/atau bahan obat mengikuti kaidah
First Expired First Out (FEFO).
h. Obat dan/atau bahan obat harus ditangani dan disimpan sedemikian rupa
untuk mencegah tumpahan, kerusakan, kontaminasi dan campur-baur.
Obat dan/atau bahan obat tidak boleh langsung diletakkan di lantai.
i. Obat dan/atau bahan obat yang kadaluwarsa harus segera ditarik,dipisahkan
secara fisik dan diblokir secara elektronik. Penarikan secara fisik untuk
obat dan/atau bahan obat kadaluwarsa harus dilakukan secara berkala.
j. Untuk menjaga akurasi persediaan stok, harus dilakukan stock opname
secara berkala berdasarkan pendekatan risiko.
k. Perbedaan stok harus diselidiki sesuai dengan prosedur tertulis yang
ditentukan untuk memeriksa ada tidaknya campur-baur, kesalahan keluar-
masuk, pencurian, penyalahgunaan obat dan/atau bahan obat.

21
Dokumentasi yang berkaitan dengan penyelidikan harus disimpan untuk
jangka waktu yang telah ditentukan.

E.5. Pemisahan Obat Dan/Atau Bahan Obat

a. Jika diperlukan, obat dan/atau bahan obat yang mempunyai


persyaratan khusus harus disimpan di tempat terpisah dengan label
yang jelas dan akses masuk dibatasi hanya untuk personil yang
berwenang. Sistem komputerisasi yang digunakan dalam pemisahan
secara elektronik harus dapat memberikan tingkat keamanan yang
setara dan harus tervalidasi.
b. Harus tersedia tempat khusus dengan label yang jelas, aman dan
terkunci untuk penyimpanan obat dan/atau bahan obat yang ditolak,
kadaluwarsa, penarikan kembali, produk kembalian dan obat diduga
palsu.
c. Obat dan/atau bahan obat yang ditolak dan dikembalikan ke fasilitas
distribusi harus diberi label yang jelas dan ditangani sesuai dengan
prosedur tertulis.

E.6. Pemusnahan Obat Dan/Atau Bahan Obat

a. Pemusnahan dilaksanakan terhadap obat dan/atau bahan obat yang


tidak memenuhi syarat untuk didistribusikan.
b. Obat dan/atau bahan obat yang akan dimusnahkan harus
diidentifikasi secara tepat, diberi label yang jelas, disimpan secara
terpisah dan terkunci serta ditangani sesuai dengan prosedur tertulis.
Prosedur tertulis tersebut harus memperhatikan dampak terhadap
kesehatan, pencegahan pencemaran lingkungan dan
kebocoran/penyimpangan obat dan/atau bahan obat kepada pihak
yang tidak berwenang.
c. Proses pemusnahan obat dan/atau bahan obat termasuk
pelaporannya harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

22
d. Dokumentasi terkait pemusnahan obat dan/atau bahan obat
termasuk laporannya harus disimpan sesuai ketentuan.

E.7. Pengambilan
Proses pengambilan obat dan/atau bahan obat harus dilakukan

dengan tepat sesuai dengan dokumen yang tersedia untuk

memastikan obat dan/atau bahan obat yang diambil benar. Obat

dan/atau bahan obat yang diambil harus memiliki masa simpan yang

cukup sebelum kadaluwarsa dan berdasarkan FEFO. Nomor bets obat

dan/atau bahan obat harus dicatat. Pengecualian dapat diizinkan jika

ada kontrol yang memadai untuk mencegah pendistribusian obat

dan/atau bahan obat kadaluwarsa.


E.8. Pengemasan
Obat dan/atau bahan obat harus dikemas sedemikian rupa

sehingga kerusakan, kontaminasi dan pencurian dapat dihindari.

Kemasan harus memadai untuk mempertahankan kondisi

penyimpanan obat dan/atau bahan obat selama transportasi. Kontainer

obat dan/atau bahan obat yang akan dikirimkan harus disegel.

E.9. Pengiriman

a. Pengiriman obat dan/atau bahan obat harus ditujukan kepada


pelanggan yang mempunyai izin sesuai dengan peraturan perundang
-undangan.
b. Untuk penyaluran obat dan/atau bahan obat ke orang / pihak yang
berwenang atau berhak untuk keperluan khusus, seperti penelitian,
special access dan uji klinik, harus dilengkapi dengan dokumen yang
mencakup tanggal, nama obat dan/atau bahan obat, bentuk sediaan,
nomor bets, jumlah, nama dan alamat pemasok, nama dan alamat
pemesan / penerima. Proses pengiriman dan kondisi penyimpanan

23
harus sesuai dengan persyaratan obat dan/atau bahan obat dari
industri farmasi. Dokumentasi harus disimpan dan mampu tertelusur.
c. Prosedur tertulis untuk pengiriman obat dan/atau bahan obat harus
tersedia. Prosedur tersebut harus mempertimbangkan sifat obat
dan/atau bahan obat serta tindakan pencegahan khusus.
d. Dokumen untuk pengiriman obat dan/atau bahan obat harus
disiapkan dan harus mencakup sekurang-kurangnya informasi berikut :
- Tanggal pengiriman
- Nama lengkap, alamat (tanpa akronim), nomor telepon dan status
dari penerima (misalnya Apotek, rumah sakit atau klinik)
- Deskripsi obat dan/atau bahan obat, misalnya nama, bentuk
sediaan dan kekuatan (jika perlu)
- Nomor bets dan tanggal kadaluwarsa
- Kuantitas obat dan/atau bahan obat, yaitu jumlah kontainer dan
kuantitas per kontainer (jika perlu)
- Nomor dokumen untuk identifikasi order pengiriman
- Transportasi yang digunakan mencakup nama dan alamat
perusahaan ekspedisi serta tanda tangan dan nama jelas personil
ekspedisi yang menerima (jika menggunakan jasa ekspedisi) dan
kondisi penyimpanan

F. Produk Rantai Dingin


Untuk Produk Rantai Dingin, terdapat persyaratan khusus yang harus
dipenuhi sebagai standar selain yang dipersyaratkan dalam CDOB, antara
lain meliputi aturan yang berkaitan dengan masalah suhu pada saat
penerimaan, penyimpanan dan pengiriman.

F.1. Personil Dan Pelatihan

a. Pelatihan dilakukan secara sistematik dan berkala bagi seluruh


personil yang terlibat dalam penanganan produk rantai dingin,
mencakup hal-hal sebagai berikut:

i. Peraturan perundang-undangan

ii. CDOB

24
iii. Prosedur tertulis

iv. Monitoring suhu dan dokumentasinya

v. Respon terhadap kedaruratan dan masalah keselamatan

b. Harus dipastikan bahwa setiap personil memahami tanggung jawab


khususnya. Pelatihan juga dilakukan terhadap pengemudi yang
bertanggung jawab dalam transportasi produk rantai dingin.

F.2. BANGUNAN DAN FASILITAS

F.2.1 Bangunan

a. Lokasi penyimpanan dipilih dan dibangun untuk


meminimalkan risiko yang diakibatkan banjir, dan/atau
kondisi cuaca ekstrim dan bahaya alamiah lainnya.
b. Bangunan tempat penyimpanan dibangun menggunakan
bahan yang kuat dan mudah dibersihkan.
c. Akses kendaraan ke gedung penyimpanan harus
disediakan untuk mengakomodasi kendaraan besar,
termasuk kendaraan untuk keadaan darurat.
d. Lokasi dijaga dari penumpukan debu, sampah dan
kotoran serta terhindar dari serangga.
e. Kapasitas netto bangunan tempat penyimpanan harus
cukup memadai agar dapat menampung tingkat
persediaan puncak, pada kondisi penyimpanan sesuai
persyaratan, dan dengan cara yang memungkinkan
kegiatan pengelolaan stok dapat dilaksanakan dengan
benar dan efisien.
f. Area yang memadai harus disediakan untuk menerima
dan mengemas produk rantai dingin yang akan dikirimkan
pada kondisi suhu yang terjaga. Area ini hendaknya dekat
dengan area penyimpanan yang suhunya terjaga.

25
g. Area karantina harus disediakan untuk pemisahan
produk kembalian, rusak dan penarikan kembali
menunggu tindak lanjut.
h. Bangunan yang digunakan untuk menyimpan produk
rantai dingin harus dipastikan memiliki keamanan yang
memadai untuk mencegah akses pihak yang tidak
berwenang.
i. Harus tersedia alat pemadam kebakaran dan hendaknya
dilengkapi dengan alat deteksi kebakaran pada seluruh
area penyimpanan produk rantai dingin dan alat tersebut
dipelihara secara berkala sesuai rekomendasi dari
pembuat.

F.2.2. Fasilitas

i. Produk rantai dingin harus dipastikan disimpan dalam


ruangan dengan suhu terjaga, cold room / chiller ( 20C- 80C).
Freezer room / freezer (-250C -150 C), dengan persyaratan
sebagai berikut :

a) Ruangan dengan suhu terjaga, cold room dan freezer


room

b) Mampu menjaga suhu yang dipersyaratkan

c) Dilengkapi dengan sistem auto-defrost yang tidak


mempengaruhi suhu selama siklus defrost

d) Dilengkapi dengan sistem pemantauan suhu secara


terus menerus dengan menggunakan sensor yang
ditempatkan pada lokasi yang mewakili perbedaan suhu
ekstrim.

e) Dilengkapi dengan alarm untuk menunjukkan terjadinya


penyimpangan suhu.

f) Dilengkapi dengan pintu yang dapat dikunci

26
g) Jika perlu, untuk memasuki area tertentu dilengkapi
dengan sistem kontrol akses

h) Dilengkapi dengan generator otomatis atau generator


manual yang dijaga oleh personil khusus selama 24 jam

i) Dilengkapi dengan indikator sebagai tanda personil


sedang didalam cold room / freezer room atau cara lain
yang dapat menjamin keselamatan personil.

ii. Chiller dan Freezer


a) Dirancang untuk tujuan penyimpanan produk rantai
dingin (tidak boleh menggunakan kulkas/freezer rumah
tangga)
b) Mampu menjaga suhu yang dipersyaratkan.
c) Perlu menggunakan termometer terkalibrasi minimal
satu buah tiap chiller/freezer (dengan
mempertimbangkan ukuran/jumlah pintu) dan secara
rutin dikalibrasi minimal satu kali dalam setahun.
d) Hendaknya mampu merekam secara terus-menerus
dan dengan sensor yang terletak pada satu titik atau
beberapa titik yang paling akurat mewakili profil suhu
selama operasi normal
e) Dilengkapi dengan alarm yang menunjukkan terjadinya
penyimpangan suhu
f) Dilengkapi pintu / penutup yang dapat dikunci
g) Setiap chiller atau freezer harus mempunyai stop
kontak tersendiri
h) Dilengkapi dengan generator otomatis atau generator
manual yang dijaga oleh personil khusus selama 24
jam

27
F.2.3. Operasional

a. Penerimaan Produk Rantai Dingin

i. Pada saat penerimaan, penerima harus

melakukan pemeriksaan terhadap :

a) Nama produk rantai dingin yang diterima

b) Jumlah produk rantai dingin yang diterima

c) Kondisi fisik produk rantai dingin

d) Nomor bets

e) Tanggal kedaluwarsa

f) Kondisi alat pemantauan suhu

g) Kondisi Vaccine Vial Monitor (VVM)

ii. Jika pada saat penerimaan vaksin diketahui kondisi alat


pemantauan suhu menunjukkan penyimpangan suhu
dan/atau kondisi indicator mendekati batas layak pakai
(misalnya VVM pada posisi C atau D), maka dilakukan
tindakan sebagai berikut:
a) Produk rantai dingin tetap disimpan pada tempat
yang sesuai dan suhu yang dipersyaratkan dengan
menggunakan label khusus
b) Segera melaporkan penyimpangan tersebut kepada
pengirim produk rantai dingin untuk dilakukan proses
penyelidikan dengan membuat berita acara.
c) Jumlah produk yang diterima harus sama dengan
jumlah yang tertera pada faktur atau surat pengantar
barang.

28
d) Penerima harus segera memasukkan produk rantai
dingin ke dalam tempat penyimpanan sesuai dengan
suhu yang dipersyaratkan
e) Setelah produk rantai dingin diterima, penerima harus
segera menandatangani faktur atau surat pengantar
barang atau dokumen lain, yang menyatakan produk
rantai dingin diterima dalam kondisi baik dan utuh.
f) Penerima harus segera memberikan kepada
pengantar barang bukti penerimaan barang yang sudah
di tandatangani, diberi identitas penerima dan di
stempel.
b. Penyimpanan
a. Fasilitas penyimpanan harus memiliki :
i. Chiller atau cold room (suhu 2 - 8C), untuk
menyimpan vaksin dan serum dengan suhu
penyimpanan 2 - 8C, biasanya digunakan untuk
penyimpaan vaksin campak, BCG, DPT, TT,
DT,Hepatitis B, DPT-HB.
ii. Freezer atau freezer room (suhu -15 s/d 25C)
untuk menyimpan vaksin OPV.
b. Penyimpanan vaksin dalam chiller dan freezer tidak
terlalu padat sehingga sirkulasi udara dapat dijaga,
jarak antara kotak vaksin sekitar 1-2 cm.
c. Harus berjarak minimal 15cm antara chiller / freezer
dengan dinding bangunan.
d. Suhu minimal dimonitor 3 (tiga) kali sehari setiap pagi,
siang dan sore serta harus didokumentasikan
e. Pelarut BCG dan pelarut campak serta penetes polio
dapat disimpan pada suhu kamar dan tidak
diperbolehkan terpapar sinar matahari langsung.
f. Penanganan vaksin jika sumber listrik padam :
i. Hidupkan generator.
ii. Jika generator tidak berfungsi dengan baik, maka
dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

29
- Jangan membuka pintu chiller/freezer/cold
room/freezerroom.
- Periksa termometer, pastikan bahwa suhu
masih di antara+2Cs/d +8C untuk chiller/cold
room atau -15C untuk freezer/freezer room.
- Jika suhu chiller /cold room mendekati 8C,
masukkan coolpack (2C s/d 8C) secukupnya.
- Jika suhu freezer / freezer room mendekati
-15C, masukkan cold pack (-20C ) atau dry
ice secukupnya.
g. Jika keadaan ini berlangsung lebih dari 1 hari, maka
vaksin harus dievakuasi ke tempat penyimpanan yang
sesuai dengan persyaratan.
c. Pengiriman

a. Tiap pengeluaran produk harus mematuhi kaidah


sebagai berikut :
i. FEFO (First Expire First Out), produk yang tanggal
kedaluwarsanya lebih pendek harus lebih dahulu
dikeluarkan
ii. FIFO (First In - First Out), produk yang lebih dulu
diterima agar lebih dulu didistribusikan
iii. Untuk vaksin yang memiliki indikator, misalnya
vaksin dengan VVM (Vaksin Vial Monitor) dan
kondisi indicator sudah mengarah atau mendekati ke
batas layak pakai (atau posisi VVM menunjukkan
warna lebih gelap), maka vaksin tersebut harus
dikeluarkan terlebih dahulu walaupun tanggal
kedaluwarsanya masih panjang.
b. Setiap pengeluaran produk harus dicatat pada form
catatan betspengiriman yang isinya meliputi tujuan
pengiriman, jenis barang,jumlah, nomor bets dan
tanggal kedaluwarsanya

30
c. Dalam faktur/surat pengantar barang harus
mencantumkan tujuan pengiriman, jenis barang,
jumlah, nomor bets dan tanggal kadaluwarsanya.
d. Untuk pengiriman vaksin harus menggunakan
kontainer yang sudah tervalidasi atau vaccine carrier
yang memenuhi standar pengiriman vaksin.
d. Pemeliharaan
Hindarkan pembekuan vaksin antara lain vaksin DPT,
TT, DT, Hepatitis B, DTP-HB dan serum dengan cara
menempatkan vaksin yang peka terhadap pembekuan
jauh dari evaporator berdasarkan hasil validasi.
a. Pemeliharaan chiller/cold room/freezer
Pemeliharaan chiller/cold room/freezer terdiri dari :

i. Pemeliharaan Harian

a) Suhu chiller/cold room/freezer harus dimonitor


dan dicatat minimal setiap 3 (tiga) kali sehari, pagi,
siang dan sore dan harus dievaluasi serta
didokumentasikan. Jika terjadi penyimpangan maka
harus ditindak lanjuti dan dicatat
b) Hindarkan sering membuka dan menutup
chiller/coldroom/freezer
c) Jika suhu sudah stabil antara 2 - 8C pada
chiller/coldroom atau -15 s/d - 25C pada freezer,
posisi termostat jangan diubah dan jika mungkin
disegel.
ii. Pemeliharaan Mingguan

a) Pastikan tidak ada bunga es pada chiller/cold


room/ freezer
b) Bersihkan bagian luar chiller/cold room/freezer
untuk menghindari karat
c) Periksa sambungan listrik pada stop kontak,
upayakan pastikan tidak longgar

31
d) Semua kegiatan tersebut di atas harus dicatat
dan didokumentasikan.

iii. Pemeliharaan Bulanan

a) Bersihkan bagian dalam chiller/cold


room/freezer.
b) Periksa kerapatan karet pintu.
c) Periksa engsel pintu, jika perlu beri pelumas.
d) Bersihkan karet pintu.
e) Semua kegiatan tersebut harus dicatat dan
didokumentasikan
b. Sistem Defrost untuk Freezer
Tahap pelaksanaan pencairan bunga es (defrost)
untuk freezer sebagai berikut:
i. Dilakukan jika ketebalan bunga es sudah mencapai
0,5 cm.
ii. Pindahkan vaksin ke dalam cold box/freezer lain
sesuai dengan peruntukannya.
iii. Cabut stop kontak freezer (jangan mematikan
freezer dengan memutar termostat).
iv. Selama pencairan bunga es, pintu freezer harus
tetap terbuka.
v. Biarkan posisi tersebut sampai bunga es mencair
semuanya. Pencairan dapat dipercepat dengan
menyiramkan air hangat kedalam freezer. Jangan
menggunakan pisau atau benda tajam lainnya untuk
mencongkel bunga es.
vi. Setelah cair kemudian bersihkan embun / air yang
menempel pada dinding bagian dalam freezer.

32
vii. Jalankan kembali freezer hingga suhunya kembali
stabil sebelum vaksin dipindahkan.

F.2.4. Kualifikasi, Kalibrasi Dan Validasi

a. Chiller/cold room/freezer dikualifikasi pada awal


penggunaan atau dalam hal terjadi perubahan kondisi
sesuai dengan spesifikasinya
b. Termometer dikalibrasi sekurang-kurangnya satu kali dalam
satu tahun terhadap standard yang tersertifikasi.
c. Validasi proses pengiriman perlu dilakukan untuk
memastikan suhu pengiriman tidak menyimpang dari yang
dipersyaratkan.
d. Semua kegiatan tersebut harus terdokumentasi.

G. Narkotika Dan Psikotropika

G.1. Penanggung Jawab


Penanggung jawab merupakan seorang apoteker sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

G.2. Bangunan Dan Peralatan

a. Persyaratan bangunan dan peralatan yang


digunakan untuk mengelola narkotika wajib memenuhi
ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Gudang atau lemari penyimpanan psikotropika
harus aman dan terkunci.
c. Kunci lemari atau gudang penyimpanan
psikotropika dikuasai oleh penanggung jawab fasilitas
distribusi atau personil lain yang dikuasakan sesuai
dengan uraian pekerjaan.

33
d. Kapasitas lemari atau gudang khusus penyimpanan
narkotika atau psikotropika harus sesuai dengan yang
dipersyaratkan.
e. Gudang khusus penyimpanan psikotropika tidak
boleh dimasuki orang lain tanpa izin penanggung jawab
fasilitas distribusi.
G.3. Operasional
a. Kualifikasi Pemasok
i. Pemasok yang menyalurkan narkotika wajib memiliki

ijin khusus sebagai fasilitas distribusi atau industri farmasi

yang memproduksi narkotika.


ii. Izin khusus menyalurkan atau memproduksi narkotika

diterbitkan oleh Menteri Kesehatan.


b. Kualifikasi Pelanggan
i. Fasilitas distribusi harus memastikan penyaluran

narkotika ke fasilitas distribusi lain yang memiliki ijin

khusus penyalur narkotika, instalasi sediaan farmasi,

apotek dan rumah sakit yang memiliki kewenangan

menyalurkan atau menyerahkan narkotika sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.
ii. Fasilitas distribusi harus memastikan penyaluran

psikotropika ke fasilitas distribusi lain, instalasi sediaan

farmasi, apotek dan rumah sakit yang memiliki

kewenangan menyerahkan psikotropika sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.
a) Pengadaan
1) Perencanaan kebutuhan tahunan harus dibuat

dalam pengadaan narkotika atau psikotropika


2) Pengadaan narkotika atau psikotropika harus

berdasarkan surat pesanan dengan format khusus

sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


3) Surat Pesanan wajib :

34
- Asli dan dibuat paling sedikit dalam rangkap 2

(dua) serta tidak dibenarkan dalam bentuk faksimili

dan fotokopi
- Ditandatangani oleh penanggung jawab fasilitas

distribusi dan dilengkapi dengan nama jelas dan

nomor SIPA/SIKA.
- Mencantumkan nama dan alamat lengkap, nomor

telepon / faksimili,nomor izin dan stempel fasilitas

distribusi.
- Mencantumkan nama industri farmasi atau fasilitas

distribusi pemasok beserta alamat lengkap


- Mencantumkan nama narkotika atau psikotropika,

jenis dan kekuatan sediaan, isi kemasan dan jumlah

dalam bentuk angka dan huruf


- Diberi nomor urut dan tanggal dengan penulisan

yang jelas;
- Dibuat terpisah dari surat pesanan obat lain
b) Penerimaan

1) Pada saat penerimaan harus dilakukan


pemeriksaan terhadap:
- kebenaran nama, jenis, nomor bets, tanggal
kadaluwarsa, jumlah da nkemasan harus sesuai
dengan surat pengantar / pengiriman barang dan/atau
faktur penjualan
- kondisi kontainer pengiriman dan/atau kemasan
termasuk segel, label dan/atau penandaan dalam
kondisi baik
- kebenaran nama, jenis, jumlah dan kemasan dalam
surat pengantar/pengiriman barang dan/atau faktur
penjualan harus sesuai dengan arsip surat pesanan.
2) Setelah dilakukan pemeriksaan dan dinyatakan
telah sesuai, penanggung jawab fasilitas distribusi

35
harus menandatangani surat pengantar/pengiriman
barang dan/atau faktur penjualan dan dibubuhi stempel
fasilitas distribusi.
3) Jika setelah dilakukan pemeriksaan terdapat :
- item obat yang tidak sesuai dengan surat
pesanan atau
- kondisi kemasan tidak baik,
Maka obat tersebut harus dikembalikan dengan
disertai bukti retur dan surat pesanan asli, dan segera
meminta bukti terima pengembalian dari pemasok.
4) Jika terdapat ketidaksesuaian nomor bets, tanggal
kadaluwarsa dan jumlah antara fisik dengan dokumen
pengadaan harus dibuat dokumentasi untuk
mengklarifikasi ketidaksesuaian dimaksud ke pihak
pemasok.
c) Penyimpanan

1) Penyimpanan narkotika wajib memenuhi ketentuan


peraturanperundang-undangan.
2) Psikotropika harus disimpan dalam lemari atau
gudang terkunci sertatidak boleh digunakan
menyimpan barang selain psikotropika untukmenjamin
keamanan.

d) Pemusnahan
1) Pemusnahan dilakukan oleh penanggung
jawab fasilitas distribusi dan disaksikan oleh
petugas Badan POM, serta dibuat berita acara
pemusnahan yang ditandatangani oleh
penanggung jawab fasilitas distribusi dan saksi.
2) Pelaksanaan pemusnahan dilaporkan ke
Badan POM dengan tembusan disampaikan ke

36
Balai Besar/Balai POM dan Dinas Kesehatan
Provinsisetempat dengan melampirkan berita
acara pemusnahan.
3) Laporan pemusnahan sekurang-kurangnya
memuat :
- Nama narkotika atau psikotropika, jenis dan
kekuatan sediaan, isi kemasan, jumlah, nomor
bets dan tanggal kedaluwarsa
- Tanggal, waktu dan tempat pelaksanaan
pemusnahan
- Cara dan alasan pemusnahan
- Nama penanggung jawab fasilitas distribusi
- Nama saksi-saksi.
e) Penyaluran
1) Dalam penyaluran harus memperhatikan tahap
-tahap penerimaan pesanan, pengemasan dan
pengiriman.
2) Penerimaan pesanan
Pada saat penerimaan pesanan, penanggung
jawab fasilitas distribusi wajib memeriksa hal-hal
sebagai berikut :
a. Surat pesanan menggunakan format khusus
yang telah ditentukan dan terpisah dari produk lain
b. Keaslian surat pesanan, tidak dalam bentuk
faksimili, fotokopi maupun email
c.Memeriksa kebenaran surat pesanan, meliputi:
- Nama dan alamat penanggung jawab sarana
pemesan
- Nama narkotika atau psikotropika, jenis dan
kekuatan sediaan, isi kemasan dan jumlah dalam
bentuk angka dan huruf
- Nomor surat pesanan
- Nama, alamat dan izin sarana pemesan
- Keabsahan surat pesanan meliputi:

37
1. Tanda tangan dan nama jelas penanggung
jawab
2. Nomor Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA)
penanggung jawab.
d. Stempel fasilitas distribusi atau sarana pelayanan
kefarmasian, meliputi :
- Penanggung jawab fasilitas distribusi harus
memperhatikan kewajaran jumlah dan frekuensi
pesanan.
- Pesanan yang ditolak atau yang tidak dapat
dilayani harus segera diberitahukan kepada
pemesan dengan menerbitkan Surat Penolakan
Pesanan paling lama 7 (tujuh) hari kerja.
- Surat pesanan narkotika atau psikotropika yang
dapat dilayani,disahkan oleh penanggung jawab
fasilitas distribusi dengan membubuhkan tanda
tangan atau paraf atau sistem lain yang dapat
dipertanggungjawabkan.
e. Pengemasan
- Pengemasan untuk tujuan pengiriman narkotika
atau psikotropika harus dilaksanakan setelah
menerima surat pesanan.
- Setiap pengeluaran narkotika atau psikotropika
untuk dilakukan pengemasan harus dicatat
dalam kartu stok dan disahkan dengan paraf
Kepala Gudang.
- Sebelum dilakukan pengemasan narkotika atau
psikotropika yang akan dikirim harus dilakukan
pemeriksaan terhadap:
i. Kebenaran nama narkotika atau psikotropika,
jenis dan kekuatan sediaan, isi kemasan dan
jumlah.
ii. Nomor bets, tanggal kedaluwarsa dan nama
industri farmasi.

38
iii. Kondisi kemasan termasuk penandaan dan
segel dari narkotikaatau psikotropika
iv. Kelengkapan dan keabsahan dokumen serta
kebenaran tujuan pengiriman.
f. Pengiriman
- Setiap pengiriman narkotika atau
psikotropika harus disertai dan dilengkapi
dengan dokumen pengiriman narkotika atau
psikotropika yang sah, antara lain surat jalan
dan/atau surat pengantar/pengiriman barang
dan/atau faktur penjualan yang dikeluarkan
oleh fasilitas distribusi yang ditandatangani
oleh kepala gudang dan penanggungjawab
fasilitas distribusi.
- Dokumen pengiriman harus terpisah dari
dokumen lain.
- Fasilitas distribusi wajib bertanggung jawab
terhadap pengiriman narkotika atau
psikotropika sampai diterima di tempat
pemesan oleh penanggung jawab sarana
atau penanggung jawab produksi, dibuktikan
dengan telah ditandatanganinya surat
pengantar/pengiriman barang (nama, nomor
SIK/SIPA, tanda tangan penanggung jawab,
tanggal penerimaan, dan stempel sarana)
- Pengiriman narkotika atau psikotropika wajib
sesuai dengan alamat yang tercantum pada
surat pesanan dan faktur penjualan atau
surat pengantar/pengiriman barang
- Setiap narkotika atau psikotropika yang
mengalami kerusakan dalam pengiriman
harus dicatat dalam bentuk berita acara dan
dilaporkan segera kepada penanggung
jawab fasilitas distribusi pengirim.

39
Selanjutnya hal tersebut dilaporkan kepada
Badan POM RI dengan tembusan Balai
Besar/Balai POM setempat.
- Setiap kehilangan narkotika atau
psikotropika selama pengiriman wajib dicatat
dalam bentuk berita acara dan dilaporkan
segera kepada penanggung jawab fasilitas
distribusi. Selanjutnya hal tersebut segera
dilaporkan kepada Badan POM RI dengan
tembusan Balai Besar/Balai POM setempat
dilengkapi dengan bukti lapor kepolisian.
f) Ekspor dan Impor
1) Setiap pengadaan narkotika atau psikotropika melalui
impor harus memenuhi peraturan perundang-undangan.
2) Setiap pengadaan narkotika dan psikotropika impor
harus dilengkapidengan surat pesanan dan estimasi
kebutuhan tahunan dari industry farmasi pengguna.
3) Setiap kegiatan ekspor narkotika atau psikotropika,
harus memenuhi peraturan perundang-undangan.

G.4. Narkotika Dan Psikotropika Kembalian


Ketentuan tentang narkotika dan psikotropika kembalian
mengacu pada Bab VI, dengan ketentuan tambahan sebagai
berikut :
a. Narkotika atau psikotropika kembalian harus
disimpan terpisah dari obat dan/atau bahan obat
kembalian lain, terkunci dan aman untuk mencegah
pendistribusian kembali.
b. Penanganan produk kembalian dan tindak
lanjutnya harus didokumentasikan. Untuk produk
kembalian yang akan dimusnahkan harus dilaporkan ke
Badan POM RI.

G.5. Dokumentasi
a. Pencatatan mutasi narkotika atau psikotropika wajib
dilakukan dengan tertib dan akurat.

40
b. Melakukan stock opname secara berkala sekurang-
kurangnya 1 (satu) bulan sekali.
c. Melakukan investigasi adanya selisih stok dengan fisik
saat stock opname dan mendokumentasikan hasil investigasi
dalam bentuk berita acara hasil investigasi selisih stok serta
melaporkan ke Badan POM RI dengan tembusan Balai
Besar/Balai POM setempat.
d. Dokumen pengadaan meliputi arsip surat pesanan, faktur
penjualan dan/atau surat pengantar/pengiriman barang / dari
industri farmasi atau fasilitas distribusi lain, bukti retur
dan/atau nota kredit, wajib diarsipkan menjadi satu
berdasarkan nomor urut atau tanggal penerimaan barang dan
terpisah dari dokumen lain.
e. Dokumen penyaluran meliputi surat pesanan, faktur
penjualan dan/atau surat penyerahan/pengiriman barang,
bukti retur dan/atau nota kredit , wajib diarsipkan menjadi satu
berdasarkan nomor urut atau tanggal penyaluran barang dan
terpisah dari dokumen produk lain.
f. Surat pesanan yang tidak dapat dilayani tetap diarsipkan
dengan diberi tanda pembatalan yang jelas.
g. Dokumen berita acara pemusnahan, berita acara
kerusakan, berita acara kehilangan dan berita acara hasil
investigasi selisih stok, wajib didokumentasikan, dipisahkan
dari dokumen obat dan/atau bahan obat lain dan disusun
berdasarkan urutan tanggal berita acara.
h. Arsip kartu stok manual wajib disimpan secara terpisah
dari kartu stok produk lain dan disusun berdasarkan tanggal
sehingga mudah ditampilkan dan dapat ditelusuri pada saat
diperlukan.
i. Fasilitas distribusi wajib menyampaikan laporan bulanan
penyaluran narkotika dan atau psikotropika sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
j. Fasilitas distribusi yang melakukan importasi narkotika
dan/atau psikotropika wajib menyampaikan laporan realisasi
impor sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

41
k. Fasilitas distribusi yang melakukan eksportasi narkotika
dan/atau psikotropika wajib menyampaikan laporan realisasi
ekspor sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB III
TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
A. Sejarah PBF PT. Indofarma Global Medika
Pada tahun 1918, cikal bakal PT. Indofarma dimulai dari sebuah fasilitas
produksi (pabrik) kecil untuk menghasilkan beberapa jenis salep dan kasa
pembalut, lingkungan Rumah Sakit Pusat Pemerintah Belanda di Jakarta.
Pada tahun 1931 mulai memproduksi obat berupa tablet dan injeksi, dan
kemudian dikenal sebagai Pabrik Obat Manggarai.
Pada tahun 1942, Pemerintah Jepang mengambil alih Pabrik Obat
Manggarai dan selanjutnya dikelola oleh Takeda Jepang. Kemudian tahun
1950, Pemerintah Indonesia mengambil alih Pabrik Obat Manggarai untuk
kemudian dikelola oleh Departemen Kesehatan.
Status pabrik ditetapkan sebagai pusat produksi farmasi Departemen
Kesehatan RI yang bertugas memproduksi Obat Esensial pada tahun 1979.
Pada tahun 1981, status pabrik ditingkatkan menjadi Perusahaan Umum
Indonesia Farma atau disingkat Perum Indofarma yang direalisasikan pada
tanggal 1 April 1988 dengan mulai dibangunnya pabrik baru yang modern
seluas 20 hektar sesuai dengan konsep daan persyaratan CPOB yang
berlokasi di Desa Gandasari, Cibitung, Bekasi dengan bantuan alat dan
teknologi dari Italia.

42
Pada tanggal 2 Januari 1996 Perum Indonesia Farma diubah menjadi
Perseroan Terbatas Indofarma (PT. Indofarma) melalui PP No.34 Tanggal 20
September 1995. Perubahan status ini bertujuan untuk mengantisipasi
perubahan dan meningkatkan daya saing. Tahun 1999 dibangun Extraction
Plant dan selesai awal tahun 2000, serta pendirian anak perusahaan yang
disebut PT. Indofarma Global Medika (IGM) bertugas sebagi distributor dan
pemasaran produk farmasi termasuk alat kesehatan dengan 34 cabang di
seluruh Indonesia. Dan sampai sekarang tahun 2015 PT. Indofarma Global
Medika (IGM) telah mempunyai 34 cabang di seluruh Indonesia.

B. Visi, Misi dan NIlai-Nilai PT. Indofarma Global Medika (IGM)


B.1. Visi
Menjadi pilihan utama pelanggan.
B.2. Misi
1. Memperkuat dan memperluas jaringan
2. Menyediakan layanan yang inovatif.
3. Meningkatkan produktivitas secara efisien dan efektif.
B.3. Nilai-nilai
I = Integrity
C = Collaboration
F = Fast
A = Accountability
I = Innovation
R = Responsibility
Meaning : Senang dan ikhlas melayani pelanggan.
Tag Line : Cepat dan terpercaya

C. Struktur Organisasi PBF PT. Indofarma Global Medika (IGM) Cabang


Medan

43
Gambar 1.1
Struktur Organisasi PBF PT.
Indofarma Global Medika (IGM) Cabang Medan

KEPALA CABANG
ASMAN
APOTEKER

PENANGGUNG
JAWAB PBF

LOGISTIK PENJUALAN PENJUALAN


REGULER INSTITUSI
SUPERVISOR ADMINISRASI

PELAKSANA
GUDANG
AKUNTANSI &
KEUANGAN

PELAKSANA SALESMEN
INKASSO

KOLEKTOR PENGANTAR
BARANG
FAKTURIS

D. Tugas dan Tanggung Jawab


1. Tugas dan tanggung jawab kepala cabang (Branch Manager)
Memimpin, memutuskan kebijaksanaan pelaksanaan, membina,
merencanakan, mengkoordinasi dan mengawasi pelaksanaan tugas
sehingga tercapai dengan maksimal. Dalam hal ini Kepala Cabang
perusahaan dituntut untuk mampu meningkatkan penjualan dengan
menekan biaya opersional.

44
2.Tugas dan tanggung jawab supervisor
Bertugas mengkoordinir semua bawahannya serta bertanggung jawab
terhadap pencapaian target penjualan. Bertanggungjawab bila ada
masalah yang timbul dari pelanggan mengenai keluhan, maupun dari
bawahannya.

E. Kegiatan Operasional PT. Indofarma Global Medika (IGM)


E.1. Pengadaan
Pengadaan obat di IGM Medan berasal dari IGM Pusat.

E.2. Penyimpanan
1. Penyimpanan obat di Gudang PT. IGM (Indofarma Global Medika) dibedakan

berdasarkan suhu (temperature), sebagai berikut :


a. Obat dengan persyaratan penyimpanan suhu maksimum 30C
seperti amoxicillin tab, akan disimpan di gudang utama dan area
retail dimana penempatan produk berada di atas pallet dan tidak
bersentuhan dengan dinding gudang.
b. Obat dengan persyaratan penyimpanan suhu 15-25C seperti
syrup (Laktulosa Syrup 60 ml, Ulsicral Oral Suspensi 500 mg, dsb)
dan injeksi (Citicoline inj, Intradol inj 50 ml, Piracetam inj, dsb) akan
disimpan di lokasi/ruangan injeksi dan sirup, dimana suhu ruangan
ini akan dikondisikan dibawah 25C dengan menggunakan alat
bantu AC (Air Conditioner).
c. Obat dengan persyaratan penyimpanan suhu 2-8C seperti serum,
vaksin Hepatitis B, dsb akan disimpan pada alat pendingin (chiller).
2. Penyimpanan berdasarkan persyaratan perundang-undangan :
Obat dengan golongan psikotropika disimpan pada lemari terkunci
dimana kuncinya dipegang oleh Apoteker Penanggung Jawab.

E.3. Mekanisme Pendistribusian PT. Indofarma Global Medika


a. Pengeluaran barang PT. Indofarma Global Medika dari gudang
yaitu dengan menggunakan metode FEFO (First Expired First Out)
artinya barang yang terlebih dahulu expired maka barang
tersebutlah yang terlebih dahulu didistribusikan kepada pelanggan.
b. Tata cara pendistribusian obat PT. Indofarma Global Medika ke unit

pelayanan kesehatan dilakukan dengan cara sebagai berikut :


- Salesman menerima order dari Apotik, Rumah Sakit, Toko Obat,

Instalasi Pemerintahan.
- Salesman menyampaikan order ke bagian fakturis melalui M-

Force kemudian bagian fakturis mencetak dan memprint sales

45
order (SO) atau picking list berdasarkan data dibuat oleh sales

melalui M-Force (Mobile Force) sebagai dasar bagi petugas

gudang untuk mengambil stok dari rak. Dalam SO memuat : nama

obat, quantity, price unit, discount, total netto, location, batch,

expired, dan naama pemesan (customer name).


c. SO masuk ke gudang
d. Petugas gudang menyiapkan pesanan tersebut berdasarkan

SO,maka kepala gudang memosting SO tersebut.


e. Setelah pihak gudang selesai menyediakan pesanan, bagian

fakturis akan mencetak faktur


f. Faktur yang telah diverifikasi oleh Apoteker Penanggung Jawab dan

akan menandatangani faktur dan mengembalikan faktur ke fakturis

untuk menyerahkan ke gudang


g. Pengantar barang mengambil faktur dan menandatangani lembar

serah terima, pengantar barang akan menyesuaikan faktur dengan

barang yang akan diterima


h. Jika sudah sesuai barang akan diantar oleh pengantar barang
i. Pengantar barang akan mengantarkan barang ke out let. Out let

akan menerima barang dengan membubuhkan paraf dan stempel

out let.
j. Pengantar barang membawa faktur asli yang telah ditandatangani

out let
k. Pengantar barang menyerahkan faktur dan SPB ke petugas

gudang
l. Petugas gudang menyerahkan faktur ke fakturis/Apoteker.

BAB IV

46
PEMBAHASAN
A. Produk
Produk utama yang didistribusikan oleh PT. Indofarma Global Medika
adalah obat generik dengan nama dagang dan obat lisensi, baik dalam
sediaan non steril (tablet, kapsul, salep, sirup, maupun sirup kering) dan
sediaan steril (injeksi, tets mata, dan salep mata), antara lain : ciprobiotic
infuse vial @100 ml, dermasolon cream, ikadryl dmp sirup, dll.

B. Mekanisme Kerja PBF Indofarma Global Medika


B.1. Penerimaan
1. Obat dikirim dari PBF pusat dengan melampirkan packing slip
2. Kendaraan atau ekspedisi obat sampai digudang obat. Kendaraan
parkir ke area penerimaan obat yang terlindung dari pengaruh
suhu langsung.
3. Barang dibongkar dan disesuaikan dengan dokumen
pengiriman/packing slip atara lain nama produk, sediaan, jumlah
dan batch.
4. Setelah sesuai maka obat akan disimpan.

B.2. Penyimpanan
Ditempatkan berdasarkan sediaan, suhu yang dipersyaratkan dan
perundang-undangan seperti obat psikotropika harus pada
tempat/lemari khusus dan kunci hars dikuasai oleh APJ/ atau orang
yang didelegasikan oleh Apoteker, penyimpanan seluruh obat tidak
menyentuh lantai langsung sehingga diletakkan diatas pallet guna
untuk menjaga kualitas dan mutu obat.

B.3. Pendistribusian
1. Salesman menerima order/surat pesanan dari Apotik, Rumah Sakit,
Toko Obat, Instalasi Pemerintahan.
2. Salesman menyampaikan order/ surat pesanan ke bagian fakturis
melalui M-Force kemudian bagian fakturis mencetak dan memprint
sales order (SO) atau picking list berdasarkan data dibuat oleh
sales melalui M-Force (Mobile Force) sebagai dasar bagi petugas
gudang untuk mengambil stok dari rak. Dalam SO memuat : nama
obat, quantity, price unit, discount, total netto, location, batch,
expired, dan naama pemesan (customer name).
3. SO masuk ke gudang
4. Petugas gudang menyiapkan pesanan tersebut berdasarkan SO

47
5. Pengantar barang mengambil faktur dan menandatangani lembar
serah terima, pengantar barang akan menyesuaikan faktur dengan
barang yang akan diterima
6. Jika sudah sesuai barang akan diantar oleg pengantar barang
7. Pengantar barang akan mengantarkan barang ke out let. Out let
akan menerima barang dengan membubuhkan paraf dan stempel
out let.
8. Pengantar barang membawa faktur asli yang telah ditandatangani
out let
9. Pengantar barang menyerahkan faktur dan SPB ke petugas gudang
10. Petugas gudang menyerahkan faktur ke fakturis/Apoteker

Flow Chart distribusi obat dari PT.IGM ke Fasilitas Pelayanan


Salesman Pegawai MO
Surat pesanan kefarmasian :

Petugas Gudang
Gudang
Mobile Force PT.IGM
Fasilitas Mencetak dan PT.IGM , Obat
Pelayanan mengeprint Sales disediakan
Kefarmasian : Petugas Order(SO)/picking
Pengantar Barang list.
berdasarkan SO
Apotek,Instalasi
Farmasi
C. Pelaksanaan CDOB yang dipelajari di PBF Indofarma Global Medika
RumahSakit,
Puskesmas,
Klinik, atau toko Cabang Medan
Apoteker Penanggung
C.1. Manajemen Mutu
obat serta PBF
dan PBF Adanya suatujawab PBF
kebijakan dan dukungan dari manajemen yang
cabang lain
Obat semua
dituangkan dalam suatu SOP/Protap dalam menjalankan di serah terima
kegiatan yang dapat menjamin obat tetap yangkepada petugas
bermutu dan pengantar
produk
48
berkhasiat sampai pada penggunaan tidak terbatas pada pengadaan,
penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian tetapi mnyangkut atas
adanya ketidaksesuaian komplin harus dapat ditangaani secara baik.
Untuk PBF IGM Medan telah melakanakan manajemen mutu berupa
semua kegiatan mempunyai SOP/Protap.

C.2. Organisasi, Manajemen dan Personalia

1) IGM memiliki struktur organisasi untuk tiap bagian yang dilengkapi


dengan bagan organisasi yang jelas.
2) Penanggung jawab di IGM adalah seorang Apoteker yang
memenuhi kualifikasi dan kompetensi sesuai peraturan
perundang-undangan.
3) Memiliki Master List Schedul Training
4) Protap Hygiene Personil

C.3. Bangunan dan Peralatan

1) Lokasi dan layout sesuai dengan izin


2) Kapasitas gudang memadai, gedung sesuai dengan komoditas
3) Terdapat pemisahan antara barang yang layak jual dengan tidak
layak jual
4) Terdapat area terpisah untuk penerimaan, penyimpanan dan
pengiriman.

C.3.1. Suhu dan Pengendalian Lingkungan

1) Area penyimpanan di IGM dipetakan pada kondisi yang


mewakili.
2) Pegawai tidak melakukan pencatatan suhu setiap
harinya, yaitu pengecekan setiap 3 x sehari, yang sesuai
SOP Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik.
3) Pengecekan suhu tiga kali sehari

C.4. Operasional
C.4.1. Penerimaan

49
1. Di IGM proses penerimaan bertujuan untuk memastikan
bahwa kiriman obat yang diterima benar, berasal dari
pemasok yang disetujui, tidak rusak atau tidak mengalami
perubahan selama transportasi.
2. Obat yang memerlukan penyimpanan atau tindakan
pengamanan khusus, dipindahkan ke tempat
penyimpanan yang sesuai setelah dilakukan pemeriksaan.
3. Di IGM nomor bets dan tanggal kadaluwarsa obat dicatat
pada saat penerimaan, untuk mempermudah penelusuran.

C.4.2. Penyimpanan

Ditempatkan berdasarkan sediaan, suhu yang

dipersyaratkan dan perundang-undangan seperti obat

psikotropika harus pada tempat/lemari khusus dan kunci

harus dikuasai oleh APJ/ atau orang yang didelegasikan oleh

Apoteker, penyimpanan seluruh obat tidak menyentuh lantai

langsung sehingga diletakkan diatas pallet guna untuk

menjaga kualitas dan mutu obat.

C.4.3. Pelanggan (out let) yang dilayani oleh IGM

1. PBF Pusat yang memiliki izin pusat


2. Instalasi Pemerintah
3. Apotik
4. Instalasi Farmasi RS
5. Puskesmas
6. Klinik
7. Toko Obat
Toko obat hanya dapat disalurkan dengan logo dengan
obat bebas dan obat bebas terbatas. Semua dapat dilayani

50
berdasarkan srat pesanan yang ditandatangani oleh Apoteker/
Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki SIKA/SIPA/SITTK.

C.4.4. Pengambilan

Proses pengambilan obat di IGM sudah dilakukan dengan

benar berdasarkan FEFO dan dilakukan pencatatan dikartu

stok meliputi nama barang, nomor bets, exp.date, jumlah

barang dan keterangan.

C.4.5. Pengemasan dan Pengiriman

Obat dikemas sedemikian rupa sehingga terhindar dari

kerusakan, kontaminasi, dan pencurian ketika dalam proses

pengiriman kepada pelanggan. Pengiriman menggunakan

kurir/pengantar dan pihak 3/ ekspedidi.

D. Psikotropika
Disimpan dilemari khusus, ditandatangani langsung oleh Apoteker pada
saat pengambilan dan pemberian ke pengantar/kurir.

E. Harga
Kebijakan di PBF Indofarma Global Medika ditentukan oleh PBF Pusat.

F. Tempat Penyimpanan Barang


Penyimpanan barang di PBF Indofarma Global Medika dapat disimpan
menurut dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1. Disimpan berdasarkan persyaratan suhu dari pabrik obat dan setiap
ruangan akan dilengkapi dengan alat pengukur suhu atau temperature
dan dicatat sebanyak 3 kali sehari (pagi, siang, sore).
2. Disimpan berdasarkan persyaratan perundang-undangan, seperti obat
psikotropika akan disimpan pada tempat terkunci dan kuncinya
dipegang oleh Apoteker Penanggung Jawab.
3. Penyimpanan produk yang menunggu tindakan selanjutnya (produk
karantina) seperti penyimpanan produk ED/produk penarikan, produk

51
yang diduga palsu akan disimpan pada tempat yang terkunci.

G. Pendistribusian
1. Pendistribusian obat ke unit pelayanan kesehatan berdasarkan prinsip
FEFO
2. Pedagang Besar Farmasi PT. Indofarma Global Medika Cabang Medan
mendistribusikan obat ke sesama PBF, sarana farmasi pemerintah,
rumah sakit swasta, apotek, dan toko obat berdasarkan surat pesanan
yang ditandatangani oleh Apoteker Penanggung Jawab atau
Penanggung Jawab Tenaga Teknis Kefarmasian untuk toko obat.
Pendistribusian ke toko obat hanya sebatas obat bebas dan obat bebas
terbatas.

H. Pelaporan
1. Pedagang Besar Farmasi PT. Indofarma Global Medika Cabang Medan
melaporkan kegiatan usahanya setiap triwulan untuk obat golongan
keras, bebas terbatas, dan bebas.
2. Pedagang Besar Farmasi PT. Indofarma Global Medika Cabang Medan
melakukan pelaporan setiap bulan untuk obat golongan
psikotropika/perkursor/yang mengandung perkusor dan obat-obat
tertentu.

I. Arus Dokumentasi
1. Pengeluaran barang PT. Indofarma Global Medika dari gudang yaitu

dengan metode FEFO (First Expired First Out) artinya barang yang

terlebih dahulu expired maka barang tersebutlah yang terlebih dahulu

didistribusikan kepada pelanggan.


2. Tata cara pendistribusian obat PT. Indofarma Global Medika ke unit
pelayanan kesehatan dengan cara sebagai berikut :
a. Salesman menerima order dari Apotik, Rumah Sakit, Toko Obat,
Instalasi Pemerintahan.
b. Salesman menyampaikan order/ surat pesanan ke bagian fakturis
melalui M-Force kemudian bagian fakturis mencetak dan memprint
sales order (SO) atau picking list berdasarkan data dibuat oleh sales
melalui M-Force (Mobile Force) sebagai dasar bagi petugas gudang
untuk mengambil stok dari rak. Dalam SO memuat : nama obat,
quantity, price unit, discount, total netto, location, batch, expired, dan
naama pemesan (customer name).
c. SO masuk ke gudang
d. Petugas gudang menyiapkan pesanan tersebut berdasarkan SO
e. Pengantar barang mengambil faktur dan menandatangani lembar
serah terima, pengantar barang akan menyesuaikan faktur dengan
barang yang akan diterima
f. Jika sudah sesuai barang akan diantar oleh pengantar barang

52
g. Pengantar barang akan mengantarkan barang ke out let. Out let akan
menerima barang dengan membubuhkan paraf dan stempel out let.
h. Pengantar barang membawa faktur asli yang telah ditandatangani
out let
i. Pengantar barang menyerahkan faktur dan SPB ke petugas gudang
j. Petugas gudang menyerahkan faktur ke fakturis/Apoteker

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. PT. Indofarma Global Medika mempunyai jaringan distribusi sendiri


dengan 34 cabang di seluruh Indonesia, salah satunya adalah PT.IGM
Medan, Sumatera Utara

2. Bila dilihat dari struktur organisasi, logistik tidak bertanggung jawab


langsung kepada Apoteker dan Apoteker hanya mengkoordinasikan saja.

3. PT.Indofarma Global Medika menerima obat yang dikirim oleh PBF pusat
dengan melampirkan packing list dan disesuaikan dengan dokumen
pengiriman/packing slip (nama produk, sediaan, jumlah dan no.batch).

4. Produk utama yang didistribusikan PT.Indofarma Global Medika adalah


obat generik dengan nama dagang dan obat lisensi baik dalam sediaan
non steril dan sediaan steril.

5. Obat di PT.Indofarma Global Medika belum seluruhnya diletakkan di atas


pallet tetapi obat sudah disimpan sesuai dengan suhu yang ditetapkan
dalam perundang-undangan.

53
6. PT.Indofarma Global Medika tidak menyalurkan obat Narkotika,akan
tetapi menyalurkan obat psikotropika yang disimpan dalam lemari khusus,
dan kunci dipegang oleh Apoteker.

7. Dalam Pengambilan Obat, harus sesuai dengan SO,lalu dicatat nama


obat, quantity, no. Batch, expired date, nama pemesan pada kartu stok
barang.

8. Penyimpanan barang pada gudang berdasarkan persyaratan suhu dari


pabrik obat dan berdasarkan FEFO.

B. Saran

1. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34


Tahun 2014 Nomor 1148/MENKES/PMK/VI/2011 tentang Pedagang Besar
Farmasi, Logistik bertanggung jawab kepada APJ sebaiknya di
PT.Indofarma Global Medika melakukan sesuai Permenkes tersebut.
2. Bangunan dan peralatan gudang hendaknya dibuat checklist pemeriksaan
secara rutin untuk AC dan chiller.

3. Perbekalan farmasi yang disimpan di gudang hendaknya diberi penandaan


yang jelas di setiap lokasi penyimpanan produk di gudang utama.

4. Guna mempertahankan mutu produk, sebaiknya produk disimpan pada


tempat yang sesuai dengan ketentuan Cara Distribusi Obat yang Baik
(CDOB) seperti Parasetamol sirup,Ulsicral Oral Suspensi 500mg, dan
Ibuprofen Syrup seharusnya disimpan di ruang sirup.

5. Sebaiknya Obat di PT.Indofarma Global Medika seluruhnya diletakkan di


atas pallet demi menjaga stabilitas mutu produk sediaan farmasi.

54
DAFTAR PUSTAKA

Republik Indonesia. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan No.1148/


MENKES/PER/IV/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi .Jakarta :
Menteri Kesehatan.

Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan No. 34 Tahun 2014


Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan No.1148/
MENKES/PER/IV/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta :
Menteri Kesehatan.

Republik Indonesia. 2012. Peraturan Kepala Bada Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor Hk.03.1.34.11.12.7542 Tentang Pedoman
Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik. Jakarta: Badan POM.

55
Republik Indonesia.2009. Undang-Undang Nomor 36 Tentang Kesehatan.Jakarta:
Menteri Kesehatan.

56

Anda mungkin juga menyukai