Oleh :
N211 16 850
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Di samping dua tipe utama diabetes melitus tersebut, pada klasifikasi tahun
1980 dan 1985 ini WHO juga menyebutkan 3 kelompok diabetes lain yaitu
Diabetes Tipe Lain, Toleransi Glukosa Terganggu atau Impaired Glucose
Tolerance (IGT) dan Diabetes Melitus Gestasional atau Gestational Diabetes
Melitus (GDM). Pada revisi klasifikasi tahun 1985 WHO juga mengintroduksikan
satu tipe diabetes yang disebut Diabetes Melitus terkait Malnutrisi atau
Malnutrition-related Diabetes Mellitus (MRDM).Klasifkasi ini akhirnya juga
dianggap kurang tepat dan membingungkan sebab banyak kasus NIDDM yang
ternyata juga memerlukan terapi insulin. Saat ini terdapat kecenderungan untuk
melakukan pengklasifikasian lebih berdasarkan etiologi penyakitnya.Klasifikasi
Diabetes Melitus berdasarkan etiologinya dapat dilihat pada tabel II.3 (1).
Tabel II.2. Klasifikasi Diabetes Mellitus Berdasarkan Etiologinya.
1. Diabetes Mellitus Tipe 1:
Destruksi sel umumnya menjurus ke arah defisiensi insulin absolut
A. Melalui proses imunologik (Otoimunologik)
B. Idiopatik
2. Diabetes Mellitus Tipe 2
Bervariasi, mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin
3. Cistic Fibrosis
Hemokromatosis
Pankreatopati fibro kalkulus
A. Endokrinopati:
1. Akromegali
2. Sindroma Cushing
3. Feokromositoma
4. Hipertiroidisme
B. Diabetes karena obat/zat kimia: Glukokortikoid, hormon tiroid, asam nikotinat,
pentamidin, vacor, tiazid, dilantin, interferon
C. Diabetes karena infeksi
D. Diabetes Imunologi (jarang)
Sidroma genetik lain: Sindroma Down, Klinefelter, Turner, Huntington,
Chorea, Prader Willi
II.1.3 Patofisiologi
II.1.3.1 DM Tipe I
Pada Diabetes Tipe I terdapat ketidakmampuan pankreas menghasilkan
insulin karena hancurnya sel-sel beta pulau langerhans. Dalam hal ini
menimbulkan hiperglikemia puasa dan hiperglikemia post prandial. Dengan
tingginya konsentrasi glukosa dalam darah, maka akan muncul glukosuria
(glukosa dalam darah) dan ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan (diuresis osmotic) sehingga pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia) (26).
II.1.3.2 DM Tipe II
Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor dan
meskipun kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa tidak dapat
masuk kedalam sel sehingga sel akan kekurangan glukosa. Mekanisme inilah
yang dikatakan sebagai resistensi insulin. Untuk mengatasi resistensi insulin dan
mencegah terbentuknya glukosa dalam darah yang berlebihan maka harus terdapat
peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Namun demikian jika sel-sel beta
tidak mampu mengimbanginya maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadilah
DM tipe II (1).
DM tipe 2 memiliki hubungan genetik lebih besar dari tipe 1 DM. Satu studi
populasi kembar yang berbasis di Finlandia telah menunjukkan rate konkordansi
pada kembar yang setinggi 40%. Efek lingkungan dapat menjadi faktor yang
menyebabkan tingkat konkordansi diabetes tibe 2 lebih tinggi daripada tipe 1 DM.
Studi genetika molekular pada diabetes tipe 2, menunjukkan bahwa mutasi pada
gen insulin mengakibatkan sintesis dan sekresi insulin yang abnormal, keadaan ini
disebut sebagai insulinopati. Sebagian besar pasien dengan insulinopati menderita
hiperinsulinemia, dan bereaksi normal terhadap administrasi insulin eksogen. Gen
reseptor insulin terletak pada kromosom yang mengkodekan protein yang
memiliki alfa dan subunit beta, termasuk domain transmembran dan domain
tirosinkinase. Mutasi mempengaruhi gen reseptor insulin telah diidentifikasi dan
asosiasi mutasi dengan diabetes tipe 2 dan resistensi insulin tipe A telah
dipastikan (6).
Obesitas dapat disebabkan oleh faktor genetika bahkan faktor lingkungan.
Namun, ini memiliki efek yang kuat pada pengembangan diabetes tipe 2. DM
seperti yang ditemukan di negara-negara barat dan beberapa etnis seperti Pima
Indian. Evolusi obesitas sehingga menjadi diabetes tipe 2 adalah seperti berikut
(18) :
a. augmentasi dari massa jaringan adiposa, yang menyebabkan peningkatan
oksidasi lipid.
b. insulin resistensi pada awal obesitas, dinampakkan dari klem euglycemic,
sebagai resistent terhadap penyimpanan glukosa insulin mediated dan
oksidasi. Seterusnya memblokir fungsi siklus glikogen.
c. meskipun sekresi insulin dipertahankan, namun, glikogen yang tidak terpakai
mencegah penyimpanan glukosa yang lebih lanjut dan mengarah ke diabetes
tipe 2.
d. kelemahan sel beta yang menghasilkan insulin secara komplet. Dari proses-
proses ini, dapat dinyatakan bahwa obesitas lebih dari sekedar faktor risiko
saja, namun dapat memiliki efek kausal dalam pengembangan diabetes tipe 2.
II.1.4 Etiologi
Penyebab diabetes yang utama adalah kurangnya produksi insulin (DM tipe
I) atau kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (DM tipe II). Namun
jika dirunut lebih lanjut, ada beberapa faktor yang menyebabkan DM sebagai
berikut (6):
1. Genetik atau faktor keturunan
DM sering diturunkan atau diwariskan, bukan ditularkan.Anggota keluarga
penderita DM memiliki kemungkinan lebih besar terserang penyakit ini
dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM. Para ahli
kesehatan juga menyebutkan DM merupakan penyakit yang terpaut kromosom
seks atau kelamin. Biasanya kaum laki-laki menjadi penderita sesungguhnya,
sedangkan kaum perempuan sebagai pihak yang membawa gen untuk
diwariskan kepada anak-anaknya.
2. Sindrom ovarium polikistik (PCOS)
Menyebabkan peningkatan produksi androgen di ovarium dan resistensi insulin
serta merupakan salah satu kelainan endokrin tersering pada wanita, dan kira-
kira mengenai 6 persen dari semua wanita, selama masa reproduksinya.
3. Virus dan bakteri
Virus penyebab DM adalah rubella, mumps, dan human coxsackievirus B4.
Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta. Virus ini mengakibatkan
destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi
autoimunitas yang menyebabkan hilangnya autoimun dalam sel beta.
Sedangkan bakteri masih belum bisa dideteksi, tapi menurut ahli mengatakan
bahwa bakteri juga berperan penting menjadi penyebab timbulnya DM.
4. Bahan toksik atau beracun
Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah alloxan,
pyrineuron (rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis jamur)
a. Nutrisi
b. Kadar Kortikosteroid yang tinggi
c. Kehamilan diabetes gestational
d. Obat-obatan yang dapat merusak pankreas
e. Racun yang memengaruhi pembentukan atau efek dari insulin.
II.1.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan
morbiditas dan mortalitas DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2
target utama, yaitu (2) :
1. Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal
2. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes
American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan beberapa
parameter yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan penatalaksanaan
diabetes (Tabel II.3).
Tabel II.3. Target Penatalaksanaan Diabetes (2)
Parameter Kadar Ideal yang Diharapkan
Kadar Glukosa Darah Puasa 80120mg/dl
Kadar Glukosa Plasma Puasa 90130mg/dl
Kadar Glukosa Darah Saat Tidur 100140mg/dl
(Bedtime blood glucose)
Kadar Glukosa Plasma Saat Tidur 110150mg/dl
(Bedtime plasma glucose)
Kadar Insulin <7 %
Kadar HbA1c <7mg/dl
Kadar Kolesterol HDL >45mg/dl (pria)
Kadar Kolesterol HDL >55mg/dl (wanita)
Kadar Trigliserida <200mg/dl
Tekanan Darah <130/80mmHg
Mula Masa
Puncak
kerja kerja
Jenis Sediaan Insulin Nama sediaan
(jam)
(jam) (jam)
1. Humulin R (generik)
Actripad (paten)
3. glulisin (generik)
Apidra (paten)
1. Glarglin (generik)
Masa kerja panjang 2. Lantus (paten)
3. Insulin determir 4-6 14-20 24-36
(Long acting insulin)
(generik)
4. Levemir (Paten)
(Sumber : Petunjuk Praktis: Terapi Insulin Pada Pasien Diabetes Melitus, 2015)
(Sumber : Petunjuk Praktis: Terapi Insulin Pada Pasien Diabetes Mellitus, 2015)
II.2.1 Abeses
II.2.1.1 Definisi
Abses merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah mati) yang
terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi(biasanya
oleh bakteri atau parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya serpihan luka
peluru atau jarum suntik). Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan
untuk mencegah penyebaran atau perluasan infeksi kebagian tubuh yang lain.
Abses adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong berisi nanah
(siregar,2004)
Abses juga dapat dikatakan sebagai rongga abnormal yang berada di bagian
tubuh, ketidak normalan di bagian tubuh, disebabkan karena pengumpulan nanah
di tempat rongga itu akibat proses radang dan kemudian membentuk nanah.
Dinding rongga abses biasanya terdiri dari sel yang telah cidera, tetapi masih
hidup. Isi abses yang berupa nanah tersebut terdiri atas sel darah putih dan
jaringan yang nekrotik dan mencair. Abses biasanya disebabkan oleh kuman
patogen misalnya bisul.
II.2.2 Etiologi
Menurut siregar 2004 suatu infeksi bisa menyebabkan abses melaluli
beberapa cara:
1. Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka ynag berasal dari tusukan jaru yang
tidak seteril.
2. Bakteri menyebar dari suatu infeksi dibagian tubuh yang lain
3. bakteri yang dalam keadaan normal hidup didalam tubuh manusia dan tidak
menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.
Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika :
1. Terdapat kotoran atau benda asing didaerah tempat terjadinya infeksi.
2. Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang.
3. Terdapat gangguan sistem kekebalan.
II.2.3 Patofisiologi
Infeksi bakteri terjadi ketika terdapat inokulum bakteri yang jumlahnya
mencapai 100.000 organisme per ml eksudat, atau per gram jaringan, atau per
mm2 daerah permukaan. Itu kemudian ditunjang dengan lingkungan yang rentan
terhadap bakteri seperti air, elektrolit, karbohidrat, hasil pencernaan protein, dan
darah. Hilangnya resistensi pejamu terhadap infeksi (sawar fisik yang terganggu,
respon biokimiawi/humoral yang menurun, respon selular yang menurun).
STUDI KASUS
No HasilPengamatan
Data Klinik Nilai Rujukan
17/7 18/7 19/7 20/7 21/7 22/7 23/7 24/7 25/7
1 Tekanan darah 140/90 mmHg 170/100 140/90 140/90 120/80 120/80 120/80 130/80 130/80 120/90
2 Pernapasan 16-24x/mnt 23 24 24 24 24 25 24 22 22
5 Demam + + - + - - - - -
6 Batuk - - - - - - - - -
7 Sesak nafas - - - - - - - - -
8 Mual - - - + - - - - -
9 Lemah + + + + + + + + +
10 Nyeri ++ ++ + + + + - - -
11 BAB Biasa Biasa Biasa Biasa Biasa Biasa Biasa Biasa Biasa
Tidak Tidak
12 BAK Lancar Lancar Lancar Lancar Lancar Lancar Lancar
lancar lancar
Keterangan: (+) = Ada keluhan Cetak merah = diatas normal (-) = Tidak ada keluhan
25
III.4 Data Laboratorium
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium pasien, maka diperoleh data pada tabel III.2 :
Tabel III.2 Data Hasil Laboratorium
Tanggal Pemeriksaan
No Pemeriksaan Nilai Normal
18/7 19/7 20/7 21/7 22/7 23/7
1 WBC 4,0-10,0 x 103/ L 31,8 - - - - -
2 RBC 4,5-5,5 x 106/ L 4,88 - - - - -
3 HGB 14-18 g/Dl 13,6 - - - - -
4 HCT 40-50 % 38,0 - - - - -
5 MCV 80-96fl 79,8 - - - - -
6 MCH 27-31pg 281 - - - - -
7 MCHC 32-37 g/dL 35,2 - - - - -
8 PLT 150-400 x 103/ L 366 - - - - -
9 PDW 10-18 fl 12,3 - - - - -
10 MPV 6,1-8,9fl 9,8 - - - - -
11 NEUT 50-70 % 66 - - - - -
12 LYMPH 20-40 % 23 - - - - -
13 MONO 2-8 % - - - - - -
14 GDS 140 mg/dL 320 195 210 139 257 230
15 GDP 110 mg/dL 260 260 - - - -
16 Ureum darah 15-39 mg/dL 57 88,6 - - - -
17 Serum kreatinin 0,55-1,3 mg/dL - - - - - -
18 SGOT < 38 /L - - - - - -
19 SGPT < 41 /L - - - - - -
20 Albumin 3,4-5 g/dL - - - 2,27 - -
Keterangan : Cetak Merah = Hasil diatas Normal Cetak Biru = Hasil dibawah Normal
III.6 Profil Pengobatan
Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap pasien tersebut, maka dilakukan intervensi pengobatan, sepertipada tabel III.3 :
Tabel III.3. Data Profil Pengobatan Pasien
Rasionalitas
No. NamaObat Cara Lama
Indikasi Obat Dosis AturanPakai Penderita
Pemberian Pemberian
1 Ringer Laktat infus IR IR IR IR IR IR IR
2 NaCl R R R R R R R
R Cetapain infuse R R R R R R IR
4 Ranitidin Inj IR IR IR IR IR IR IR
5 Ceftriazone R R R R R R R
6 Metronidazole infuse R R R R R R R
7 Lantus R R IR IR R R IR
8 Novorapid R R IR IR R R IR
9 Vip Albumin Kapsul IR IR IR IR IR IR IR
10 Ketorolak Inj R R R R R R IR
11 Asam Mefenamat IR IR IR IR IR IR IR
12 Paracetamol Tablet IR IR IR IR IR IR IR
13 Amplodipin R R R R R R R
14 Valesco R R R R R R R
15 Dulcolax R R R R R R IR
Keterangan : Cetak merah : IR (Irrasional)
Cetak hitam : R (Rasional)
III.8 Asessment and Plan
Berdasarkan analisis rasional pengobatan pasien selama dirawat di rumah sakit, maka dilakukan assessment dan plan seperti
pada tabel III.5
Tabel III.5 Data Assesment dan Plan terhadap profil pengobatan pasien
Hipoalbumin Vip Albumin Tidak tepat obat Terapi albumin oral tidak boleh diberikan pada pasien dengan kadar
albumin di bawah 3 g/dL, harus diganti dengan albumin infuse.
Kadar albumin
Lanjutan Tabel III.5 Data Assesment and Plan terhadap profil pengobatan pasien
Ranitidin Tidaka ada indikasi Pemberian injeksi ranitdin tidak sarankan, karena tidak ada kondisi
pasien yang mengarah pada indikasi ranitidine inj.
Ketorolac Lama pemberian Pemakaian ketorolac hanya maksimal 5 hari. Sebaiknya setelah Kondisi pasien
cukup 5 hari diganti dengan analgetik lain
III.9 Konseling
INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LABUANG BAJI MAKASSAR
PELAYANAN FARMASI KLINIK, PIO DAN MUTU
FORM KONSELING OBAT
b. Indikasi
Infeksi saluran nafas bawah, ISK, infeksi tulang dan sendi, infeksi intra
abdomen, infeksi kulit, septikemia, bakteremia, dan profilaksis pra operasi.
c. Farmakologi
Ceftriaxon merupakan golongan sefalosporin. Ceftriaxon mempunyai
spektrum luas dan waktu paruh eliminasi 8 jam. Ceftriaxon efektif terhadap
mikroorganisme gram positif dan gram negatif. Ceftriaxon juga sangat stabil
terhadap enzim beta laktamase yang dihasilkan oleh bakteri. Ceftriaxon
didistribusikan secara luas pada jaringan dan cairan tubuh. Ceftriaxon
melewati lapisan meningen baik yang terkena inflamasi maupun non
inflamasi, umumnya dapat mencapai konsentrasi terapeutik dalam cairan
serebrospinalis.
d. Efek Samping
Peningkatan sementara SGOT/SGPT & BUN, gangguan GI, reaksi
hipersensitivitas, superinfeksi, leukopenia sementara, eosinofilia, neutropenia,
trombositosis.
e. Perhatian
Hipersensitivitas terhadap penisilin, hamil dan laktasi
f. Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap sefalosporin
g. Interaksi Obat
Ceftriaxone memiliki rantai samping N-methylthiotriazine dan mungkin
memiliki potensi untuk meningkatkan efek dari antikoagulan dan
menyebabkan reaksi seperti disulfiram dengan alkohol. Tidak seperti banyak
sefalosporin, probenesid tidak berpengaruh ekskresi ginjal dari ceftriaxone.
h. Dosis
Dewasa dan anak > 12 tahun dan berat badan >50 kg : 1 -2 g 1 kali/hari,
Maksimal 4 gram. Profilaksis infeksi sebelum operasi : 1 g dosis tunggal,
diberikan -1 jam sebelum operasi. Bayi dan anak < 12 tahun 50-75 mg/kg
BB/hari dalam 2 dosis terbagi dengan maksimal 4 g/hari. Meningitis 100
mg/kg BB/har dalam 2 dosis terbagi. Ceftriaxone diberikan sebagai Garam
natrium dengan injeksi intravena lambat setidaknya 2 sampai 4 menit, dengan
infus intravena intermiten paling sedikit 30 menit, atau dengan injeksi
intramuskular yang dalam. Jika lebih dari 1 g disuntikkan secara
intramuskular maka dosisnya harus dibagi antara lebih dari Satu situs dosis
dinyatakan dalam istilah yang setara Jumlah ceftriaxone; 1,19 g natrium
ceftriaxone adalah Setara dengan sekitar 1 g ceftriaxone. Dosis biasa orang
dewasa adalah 1 sampai 2 g sehari sebagai dosis tunggal atau dua terbagi
Dosis; Pada infeksi berat sampai 4 g setiap hari dapat diberikan. Dosis untuk
bayi dan anak-anak (di bawah 50 kg) adalah 20 Sampai 50 mg / kg sekali
sehari; Untuk infeksi berat sampai 80 mg / kg sehari dapat diberikan. Pada
neonatus, maksimal dosis tidak boleh melebihi 50 mg / kg perhari; Intravena
dosis pada neonatus harus diberikan lebih dari 60 menit. Dosis di atas 50 mg /
kg harus diberikan oleh Infus intravena saja. Dosis intramuskular dosis
tunggal 250 mg dianjurkan untuk pengobatan gonorhea yang tidak rumit.
Untuk profilaksis infeksi bedah, dosis tunggal 1 g dapat diberikan 0,5 sampai
2 jam sebelum operasi; dosis 2 g disarankan sebelum operasi kolorektal.
Untuk pencegahan kasus sekunder meningokokus meningitis, satu dosis
intramuskular 250 mg untuk dewasa dan 125 mg untuk anak-anak.
8. Metronidazol Drips (3, 16, 23, 22)
a. Komposisi
Setiap 100 ml mengandung Metronidazol 500 mg
b. Mekanisme Kerja
Berinteraksi dengn DNA menyebabkan perubahan struktur helik DNA
dan putusnya rantai sehingga sintesa protein dihambat dan kematian sel.
c. Indikasi
Pencegahan dan pengobatan karena infeksi bakteri anaerob, bacteroides,
strep anaerob dan infeksi protozoa.
d. Kontraindikasi
Gangguan fungsi hati, gangguan hematopoietik.
e. Perhatian
Penyakit dan gangguan SSP, monitor darah dan fungsi lambung selama
penggunaan jangka lama, hamil trisemester 2 dan 3 serta laktasi. Reaksi
seperti disulfiran terjadi bila diberikan bersama alkohol, gangguan fungsi hati
dan hepatik ensephalopaty. Bila pengobatan melebihi 10 hari, dianjurkan
untuk melakukan pemeriksaan klinis dan laboratoris
f. Efek samping
Demam, ruam kulit, urtikaria, syok anafilaksis, eritema multiformis,
mual, muntah, gangguan pengecapan,lidah kasar, gangguan saluran cerna, dan
angiodem. Kadang-kadangtimbul rasa lesu, mengantuk, pusing, ataksia, urin
berwarna gelap dan anafilaksis. Neuritis perifer pada penggunaan jangka
panjang, serangan epilepsi transien, leukopenia.
g. Dosis
Pencegahan infeksi selama pasca operasi abdominal (terutama
kolorectal) , ginekologi. Dewasa : 500 mg secara infus IV sebelum operasi
dilanjutkan dengan 500 mg per oral tiap 8 jam, untuk mulai diberikan segera ;
anak < 12 tahun 7,5 mg/kg BB (1,5 mL/kg BB) tiap 8 jam.
h. Interaksi obat
Bila diberikan dengan alkohol, metronidazol bisa memicu sebuah reaksi
seperti disulfiram pada beberapa pasien. Psikosis akut Atau kebingungan telah
dikaitkan dengan penggunaan dari metronidazol dan disulfiram secara
bersamaan. Metronidazol dilaporkan mengganggu metabolisme atau Ekskresi
beberapa obat termasuk warfarin, Fenitoin , litium, Ciclosporin, dan
fluorouracil, dengan konsekuensi potensial untuk peningkatan kejadian efek
yang merugikan. Ada beberapa bukti bahwa fenitoin mungkin mempercepat
metabolisme metronidazol. Konsentrasi plasma metronidazol diturunkan oleh
fenobarbital, Dengan konsekuensi pengurangan efektivitas dari metronidazol.
Simetidin dapat meningkatkan konsentrasi plasma metronidazol dan mungkin
meningkatkan resiko efek samping neurologis.
9. Ketorolac Ampul (3, 23, 22)
a. Komposisi
Setiap ml mengandung ketorolac tromethamine 30 mg
b. Farmakologi
Ketorolac tromethamine merupakan suatu analgesic non-narkotik. Obat
ini merupakan obat anti-inflamasi nonsteroid yang menunjukkan aktivitas
antipiretik yang lemah dan anti-inflamasi. Ketorolac tromethamine
menghambat sintesis prostaglandin dan dapat dianggap sebagai analgesic yang
bekerja perifer karena tidak mempunyai efek terhadap reseptor opiate.
c. Indikasi
Ketorolac diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap
nyeri akut sedang sampai berat setelah prosedur bedah. Durasi total ketorolac
tidak boleh lebih dari lima hari. Ketorolac secara parenteral dianjurkan
diberikan segera setelah operasi. harus diganti ke analgesic alternative
sesegera mungkin, asalkan terapi ketorolac tidak melebihi 5 hari. Ketorolac
tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai obat prabedah obsteri atau untuk
analgesia obsteri karena belum diadakan penelitian yang adekuat mengenai
hal ini dan karena diketahui mempunyai efek menghambat biosintesis
prostaglandin atau kontraksi rahim dan sirkulasi fetus.
d. Kontraindikasi
a. Pasien yang sebelumnya pernah mengalami alergi dengan obat ini, karena
ada kemungkinan sensitivitas silang
b. Pasien yang menunjukkan manifestasi alergi serius akibat pemberian
asetosal atau obat anti-inflamasi nonsteroid lain
c. Pasien yang menderita ulkus peptikum aktif
d. Penyakit serebrovaskular yang dicurigai maupun yang sudah pasti
e. Diathesis hemoragik termasuk gangguan koagulasi
f. Sindrom polip nasal lengkap atau parsial, angioedema atau bronkospasme
g. Hypovolemia akibat dehidrasi atau sebab lain
h. Gangguan ginjal derajat sedang sampai berat (kreatinin serum >160
mmol/L)
i. Riwayat asma
j. Sindroma stevens-johnson atau ruam visikobulosa
k. Pasien pasca operasi dengan risiko tinggi terjadi perdarahan atau
hemostasis inkomplit, pasien dengan antikoagulan termasuk heparin dosis
rendah (2.500-5.000 unit setiap 12 jam)
l. Terapi konkomitan dengan anti koagulan
m. Administrasi neuraksial
n. Profilaksis sebelum bedah mayor atau intra operasi
o. Selama kehamilan dan laktasi
p. Anak < 16 tahun
e. Perhatian
Riwayat perdarahan GI, gangguan pembekuan darah, gagal jantung,
hipertensi.
f. Interaksi obat
a. Pemberian ketorolac bersama dengan methotrexate harus hati-hati karena
beberapa obat yang menghambat sintesis prostaglandin dilaporkan
mengurangi bersihan metotrexatae, sehingga memungkinkan peningkatan
toksisitas methotrexate.
b. Penggunaan bersama NSAID dengan warfarin dihubungkan dengan
perdarahan berat yang kadang-kadang fatal. Mekanisme interaksi pastinya
belum diketahui, namun mungkin meliputi peningkatan perdarahan dari
ulserasi gastrointestinal yang diinduksi NSAID atau efek tambahan
antikoagulan oleh warfarin dan penghambatan fungsi trombosit oleh
NSAID
c. ACE inhibitor karena ketorolac dapat meningkatkan risiko gangguan
ginjal yang dihubungkan dengan penggunaan ACE inhibitor, terutama
pada pasien yang telah mengalami deplesi volume
d. Ketorolac mengurangi respon diuretic terhadap furosemide kira-kira 20%
pada orang sehat normovolemik
e. Penggunaan obat dengan aktivitas nefrotoksik harus dihindari bila sedang
memakai ketorolac misalnya antibiotic aminoglikosida
f. Pernah dilaporkan adanya kasus kejang sporadic selama penggunaan
ketorolac bersama dengan obat-obat anti-epilepsi
g. Pernah dilaporkan adanya halusinasi bila ketorolac diberikan pada pasien
yang sedang menggunakan obat psikoaktif
g. Efek samping
Diare, dyspepsia, nyeri gastrointestinal, nausea, sakit kepala, pusing,
mengantuk, berkeringat, konstipasi, gangguan fungsi hati, melena, tukak
peptik, perdarahan rectal, stomatitis, vomitus, kembung, depresi, mulut
kering, eforia, haus, parestesia, vertigo, asma, dispnea, pruritus, urtikaria,
vasodilatasi, pucat, edema, astenia, mialgia, nyeri injeksi, purpura, gangguan
penglihatan, poliuria, oliguria.
h. Dosis
Ketorolac ampul ditujukan untuk pemberian injeksi dalam 15 detik
dengan durasi terapi maksimal 2 hari. Untuk dewasa 10 mg, dilanjutkan 10-30
mg 4-6 jam kemudian dengan dosis total harian maksimal 90 mg. Ketorolak
digunakan secara intramuskular, intravena, atau oral sebagai garam
trometamol dalam pengelolaan jangka pendek nyeri postoperatif sedang
sampai parah. Namun, perlu dicatat bahwa karena kekhawatiran atas tingginya
kejadian efek samping yang dilaporkan dengan dosis dan durasi pemakaian
maksimal ketorolac terbatas. Durasi maksimum yang disarankan untuk terapi
parenteral adalah 2 hari di Inggris, dan pasien harus dipindahkan ke terapi oral
sesegera mungkin; penggunaan oral dibatasi sampai 7 hari. Di Amerika
Serikat dianjurkan durasi gabungan maksimum penggunaan ketorolac
parenteral dan oral tidak boleh melebihi 5 hari.
Ampul : dosis awal ketorolac yang dianjurkan adalah 10 mg diikuti
dengan 10-30 mg tiap 4 sampai 6 jam bila diperlukan dan harus diberikan
dosis efektif terendah. Dosis harian total tidak boleh lebih dari 90 mg untuk
orang dewasa dan 60 mg untuk orang lanjut usia, pasien gangguan ginjal dan
pasien yang berat badannya kurang dari 50 kg serta lamanya terapi tidak boleh
lebih dari 2 hari. Pada seluruh populasi, gunakan dosis efektif terendah dan
sesingkat mungkin. Untuk pasien yang diberi ketorolac ampul, dosis harian
total kombinasi tidak boleh lebih dari 90 mg (60 mg untuk pasien lanjut usia,
gangguan ginjal dan pasien yang berat badannya kurang dari 50 kg). Di
Amerika, anak dengan usia 2-16 tahun mungkin akan diberikan ketoroloac
dalam dosis tunggal intramuskular dengan dosis 1 mg/kg maksimal
ditingkatkan sampai 30 mg atau dosis tunggal intravena dengan dosis 0,5
mg/kg ditingkatkan sampai 15 mg.Di Inggris, ketorolac parental hanya
direkomendasikan pada anak 16 tahun atau lebih. Ketorolac oral tidak
direkomendasikan untuk anak-anak
10. Amlodipin Tablet (3, 23, 21)
a. Komposisi
Setiap tablet mengandung 5 mg amlodipin.
b. Indikasi
Amlodipin digunakan untuk pengobatan hipertensi, angina stabil kronik,
angina vasospastik (angina prinzmetal atau variant angina). Amlodipine dapat
diberikan sebagai terapi tunggal ataupun dikombinasikan dengan obat
antihipertensi dan antiangina lain.
c. Farmakologi
Amlodipin merupakan antagonis kalsium golongan dihidropiridin
(antagonis ion kalsium) yang menghambat influks (masuknya) ion kalsium
melalui membran ke dalam otot polos vaskular dan otot jantung sehingga
mempengaruhi kontraksi otot polos vaskular dan otot jantung. Amlodipin
menghambat influks ion kalsium secara selektif, di mana sebagian besar
mempunyai efek pada sel otot polos vaskular dibandingkan sel otot
jantung. Efek antihipertensi amlodipin adalah dengan bekerja langsung
sebagai vasodilator arteri perifer yang dapat menyebabkan penurunan
resistensi vaskular serta penurunan tekanan darah. Dosis satu kali sehari akan
menghasilkan penurunan tekanan darah yang berlangsung selama 24 jam.
Onset kerja amlodipin adalah perlahan-lahan, sehingga tidak menyebabkan
terjadinya hipotensi akut.Efek antiangina amlodipin adalah melalui dilatasi
arteriol perifer sehingga dapat menurunkan resistensi perifer total (afterload).
Karena amlodipin tidak mempengaruhi frekuensi denyut jantung,
pengurangan beban jantung akan menyebabkan penurunan kebutuhan oksigen
miokardial serta kebutuhan energi. Amlodipin menyebabkan dilatasi arteri dan
arteriol koroner baik pada keadaan oksigenisasi normal maupun keadaan
iskemia. Pada pasien angina, dosis amlodipin satu kali sehari dapat
meningkatkan waktu latihan, waktu timbulnya angina, waktu timbulnya
depresi segmen ST dan menurunkan frekuensi serangan angina serta
penggunaan tablet nitrogliserin. Amlodipin tidak menimbulkan perubahan
kadar lemak plasma dan dapat digunakan pada pasien asma, diabetes serta
gout.
d. Efek samping
Secara umum amlodipin dapat ditoleransi dengan baik, dengan derajat
efek samping yang timbul bervariasi dari ringan sampai sedang. Efek samping
yang sering timbul dalam uji klinik antara lain : edema, sakit kepala. Secara
umum : fatigue, nyeri, peningkatan atau penurunan berat badan.Pada keadaan
hamil dan menyusui : belum ada penelitian pemakaian amlodipin pada wanita
hamil, sehingga penggunaannya selama kehamilan hanya bila keuntungannya
lebih besar dibandingkan risikonya pada ibu dan janin. Belum diketahui
apakah amlodipin diekskresikan ke dalam air susu ibu. Karena keamanan
amlodipine pada bayi baru lahir belum jelas benar, maka sebaiknya amlodipin
tidak diberikan pada ibu menyusui. Efektivitas dan keamanan amlodipin pada
pasien anak belum jelas benar.
e. Perhatian
Gangguan fungsi hati dan ginjal, gagal jantung kongestif, hamil, laktasi,
hipotensi, lanjut usia, dan anak
f. Kontraindikasi
Amlodipin tidak boleh diberikan pada pasien yang hipersensitif terhadap
amlodipin dan golongan dihidropiridin lainnya atau salah satu komponen obat
ini. Syok kardiogenik, stenosis aorta berat, angina pectoris tidak stabil, infark
miokard akut, hipotensi berat, gangguan hati berat.
g. Interaksi Obat
Efek ditingkatkan oleh antihipertensi lain dan antidepresan trisiklik.
Nitrat, bloker, amiodaron, dan kuinidin. Penginduksi enzym ketika
diberikan bersamaan bamazepin, fenitoin dan rifampisin. Penghambat enzym
ketika diberikan bersamaan simetidin, erytromisin dan HIV protease inhibitor.
h. Dosis
Penggunaan dosis diberikan secara individual, bergantung pada toleransi
dan respon pasien. Dosis awal yang dianjurkan adalah 5 mg satu kali sehari,
dengan dosis maksimum 10 mg satu kali sehari untuk penggunaan
penanganan hpiertensi, angina stabil dan angina prinzmetal. Dosis yang
direkomendasikan untuk angina stabil kronik ataupun angina vasospastik
adalah 5-10 mg. Dosis awal yang lebih rendah diberikan untuk pasien yang
sudah lanjut usia dan yang mengalami gangguan hati yaitu 2,5 mg sekali
sehari sangat direkomendasikan.
11. Infus NaCl 0.9%
a. Komposisi
tiap 1000 mL mengandung 9 gram NaCl
b. Indikasi
Mengembalikan keseimbangan elektrolit pada dehidrasi.
c. Dosis dan Aturan Pakai
Infus IV 2,5 ml/kg/BB?jam atau 60 tetes/70 kgBB/menit atau disesuaikan
dengan kondisi penderita.
d. Efek Samping
Edema jaringan pada penggunaan volume besar (biasanya paru-paru),
penggunaan dalam jumlah besar menyebabkan alkumulasi natrium, infeksi
pada tempat penyuntikan.
e. Kontraindikasi
Asidosis, hipokalemia, hiponatremia, hipertonik uterus, retensi cairan.
f. Perhatian
Gagal jantung kongestif, gangguan fungsi ginjal, hipoproteinemia, udem
perifer, udem paru. Anak, usia lanjut, hipertensi dan toksemia pada
kehamilan.
12. Dulcolax (14)
a. Komposisi
Tiap suppositoria mengandung bisakodil 10 mg.
b. Indikasi
Sembelit, menghilangkan rasa nyeri pada buang air besar, seperti
hemoroid, sebelum dan sesudah operasi, persiapan sebelum barium enema,
persiapan usus besar untuk protosigmoidoskopi.
c. Dosis
Dewasa: sekali sehari 1 suppositoria atau sekali sehari 2 tablet, jika perlu
4 tablet. Untuk anak sekali sehari suppositoria anak atau sekali sehari 1 tablet,
diberikan pada malam hari sebelum tidur.
d. Kontra indikasi
Operasi perut akut
e. Kemasan
Tiap suppositoria dewasa mengandung 10 mg bisakodil, suppositoria
anak mengandung 5 mg biaskodil, dan tiap tablet mengandung 5 mg
bisakodil.
13. Cetapain infuse 1000 mg (Mims)
a. Komposisi
Setiang 10 mg/ml mengandung Paracetamol
b. Indikasi
Nyeri ringan hingga sedang ssdh op; demam, dimana rute pemberian IV
secara klinis dibenarkan krn adanya kebutuhan mendesak utk mengatasi rasa
nyeri atau hipertermia &/atau jika rute pemberian lainnya tdk mungkin atau
tdk efektif utk dilakukan.
c. Dosis
Dws & remaja dg BB >50 kg 1 g secara infus IV selama 15 mnt,
diberikan hingga 4 x/hr. Dosis maks: 4 g. Dws & remaja dg BB <50 kg,
anak >33 kg 15 mg/kg BB secara infus IV selama 15 mnt, diberikan hingga 4
x/hr. Dosis maks: 60 mg/kg BB. Minimal selang waktu (interval) antar
pemberian dosis: 4 jam.
d. Kontraindikasi
Hipersensitivitas. Insufisiensi hati berat, gagal hati atau peny hati aktif.
e. Perhatian
Insufisiensi hepatoseluler, insufisiensi ginjal berat (bersihan kreatinin <30
mL/mnt); alkoholisme kronik, malnutrisi (rendahnya cadangan glutation
hepatik), dehidrasi. Penggunaan bersama dg obat lain yg mgd parasetamol.
Hamil & laktasi.
f. Efek Samping
Mual, reaksi hipersensitivitas,, ruam kulit atau urtikaria, kurang enak
badan, hipotensi, trombositopenia, leukopenia, neutropenia, peningkatan
kadar transaminase hepatik.
g. Interaksi
Probenesid, salisilamid, preparat yg menginduksi enzim, antikoagulan oral.
14. Lantus (mims)
a. Komposisi
Insulin glargine
b. Indikasi
Pengobatan diabetes mellitus pada dewasa, remaja dan anak usia 2 tahun
keatas.
c. Dosis
Dosis bersifat individual. 1 x/hari, secara injeksi, diberikan padd waktu yang
sama tiap hari.
d. Kontraindikasi
Lantus tidak boleh digunakan pada pasien hipersensitif terhadap insulin
glargine atau eksipien.
e. Perhatian
Bukan untuk pengobatan diabetes karena ketoasidosis. Epidemi hiperaktif
atau hipoglikemik. Penyakit antarwaktu atau kondisi lain yang mengubah
kebutuhan insulin. Dapat mengganggu kemampuan mengemudi atau
mengoperasikan mesin akibat hipo- atau hiperglikemia. Kerusakan hati dan
ginjal. Ibu Hamil & laktasi, Anak, Lansia 65 tahun.
f. Efek samping
Hipoglikemia, gangguan visual temporer, lipodistrofi, reaksi atau alergi pd
tempat injeksi.
g. Interaksi
Peningkatan efek penurunan gula darah jika digunakan bersama
antidiabetik oral, ACE inhibitor, disopiramid, fibrat, fluoksetin, MAOI,
pentoksifilin, propoksifen, salisilat, antibiotik sulfonamid. Efek penurunan
gula darah akan berkurang jika digunakan bersama kortikosteroid, danazol,
diazoksid, diuretik, glukagon, isoniazid, estrogen & progestogen, derivat
fenotiazin, somatropin, simpatomimetik, hormon tiroid. bloker, klonidin,
garam litium atau alkohol dpt memperkuat atau memperlemah efek penurunan
gula darah. Pentamidin dpt menyebabkan hipoglikemia, kadang diikuti dg
hiperglikemia.
15. Valesco 80 mg
a. Komposis
Setiap tablet mengandung Valsartan 80 mg
b. Indikasi
Pengobatan hipertensi bisa digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan
agen antihipertensi lainnya. Pengobatan gagal jantung (NYHA kelas II-IV)
pada pasien yang tidak toleran terhadap inhibitor ACE.
c. Dosis
a. Hipertensi: Dosis yang Disarankan: 80 mg sekali sehari, terlepas dari ras,
usia atau jenis kelamin. Efek antihipertensi secara substansial ada dalam 2
minggu dan efek maksimal terlihat setelah 4 minggu. Pada pasien yang
tekanan darahnya tidak terkontrol dengan baik, dosis harian bisa
ditingkatkan menjadi 160 mg, atau diuretik dapat ditambahkan. Valsartan
juga dapat diberikan dengan agen antihipertensi lainnya.
b. Gagal Jantung : Dosis Awal yang Disarankan: 40 mg dua kali sehari.
c. Uptitrasi sampai 80 dan 160 mg dua kali sehari harus dilakukan dengan
dosis tertinggi, seperti yang ditoleransi oleh pasien. Pertimbangan harus
diberikan untuk mengurangi dosis diuretik bersamaan. Dosis harian
maksimum yang diberikan dalam uji klinis adalah 320 mg dalam dosis
terbagi. Penggunaan bersamaan dengan inhibitor ACE dan pemblokir
tidak dianjurkan.
d. Post-Myocardial Infarction: Terapi dapat dimulai sejak 12 jam setelah
infark miokard. Setelah dosis awal 20 mg dua kali sehari, terapi valsartan
harus dititrasi sampai 40, 80 dan 160 mg dua kali sehari selama beberapa
minggu ke depan. Dosis awal diberikan oleh tab 40 mg yang dapat dibagi.
Jika terjadi hipotensi simtomatik atau disfungsi ginjal, pertimbangan harus
diberikan pada pengurangan dosis. Valsartan dapat digunakan pada pasien
yang diobati dengan terapi infarksi post-miokard lainnya, misalnya
trombolitik, asam asetilsalisilat, -blocker atau statin. Anak-anak:
Keamanan dan kemanjuran valsartan belum terbentuk pada anak-anak.
e. Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap valsartan, kerusakan hati parah; sirosis;
obstruksi empedu. Penggunaan pada kehamilan: Karena mekanisme aksi
antagonis Ang II, risiko janin tidak dapat dikesampingkan. Dalam paparan in
utero terhadap inhibitor ACE yang diberikan kepada wanita hamil selama
trimester kedua dan ketiga telah dilaporkan menyebabkan luka dan kematian
pada janin yang sedang berkembang. Sedangkan untuk obat apa pun yang juga
bekerja langsung di RAAS, valsartan sebaiknya tidak digunakan selama
kehamilan. Jika kehamilan terdeteksi selama terapi, valsartan harus dihentikan
sesegera mungkin.
f. Perhatian
Pasien dengan stenosis arteri ginjal, gagal jantung, stenosis aorta atau
mitral, Na dan / atau deplesi berat. Renal dan ringan sampai sedang gangguan
hati. Laktasi.
g. Efek samping
Pusing, hipotensi, hiperkalemia, neutropenia, infeksi virus, nyeri
punggung, artralgia, kelelahan, sakit perut, diare, batuk, penglihatan kabur.
Peningkatan BUN dan serum kreatinin.
h. Interaksi
Dapat memusuhi efek hipotensi dan meningkatkan risiko kerusakan ginjal
dengan OAINS. Meningkatnya risiko hiperkalemia dengan diuretik K-hemat,
suplemen K atau pengganti garam yang mengandung K. Berpotensi Fatal:
Peningkatan risiko hipotensi, hiperkalemia dan perubahan fungsi ginjal
(termasuk gagal ginjal akut) bila digunakan dengan aliskiren pada pasien
dengan diabetes dan gangguan ginjal (GFR <60 mL / menit).
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini paseien bernama Ny. Hj Norma usia 61 tahun alamat jl.
Sulthan Abdullah I Makassar. Masuk rumah sakit pada tanggal 17 juli 2017
dengan keluhan kesakitan dileher akibat bisul dan merasa lemas, bisul yang
dialamai lebih dari 10 hari. Pasien memiliki riwayat jantung, hipertensi, DM
Tipe II. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didiagnosa DM Tipe II disertai
absess colli atau dibisul dileher.
Penanganan awal pasien saat masuk di UGD adalah infus ringer laktat
500 ml dengan dosis 16 tetes permenit. Ringer laktat digunakan untuk
mengatasi dehidrasi serta kehilangan dan ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit plasma. Pemberian RL merupakan cairan infuse yang biasa
digunakan pada pasien dewasa dan anak-anak sebagai sumber elektrolit dan
air untuk dehidrasi yang penting dalam pemeliharaan tekanan osmosis darah
dan jaringan. Ringer laktat mempunyai fungsi untuk mengendalikan
keseimbangab elektrolit pada waktu dehidrasi. Larutan ringer laktat adalah
larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler. Meskipun
demikian, pemberian ringer laktat dinilai tidak rasional mengingat kondisi
pasien yang mempunyai penyakit diabetes mellitus dikontraindikasikan untuk
pegunaan ringer laktat yang dapat meningkatkan resiko asidosis laktat pada
pasien serta tidak ada data laboratorium pasein, dalam hal ini data nalai
elektrolit pasien yang menunjung untuk pemberian infuse ringer laktat.
Sebaiknya pasien makan dengan teratur untuk menjaga keseimbangan cairan
elektrolitnya. (24)
Selain itu pasien juga diberikan insulin Novorapid. Novorapid berisi
insulin aspart yang merupakan insulin kerja cepat yang diberikan 3 kali sehari.
Penggunaan insulin untuk penangan diabetes mellitus yang dialami pasien.
Penggunaan insulin tidak rasional karena pada pasien diabetes mellitus tipe 2
dengan terapi insulin seharusnya dilakukan control kadar HbA1c, apabila
kadar HbA1c pasien < 8,5 9% disarankan menggunakan kombinasi terapi
oral (10). Dosis insulin novarapid yang diberikan tidak tepat dosis, seharusnya
dosis yang dibutuhkan pasien dihitung sesuai berat badan, pasien memiliki
berat badan 52 kg kebutuhan insulin yang perlukan 26 UI/hari sedangkan
dosis yang diberikan hanya 24 UI/hari, begitupun pemberian dosis insulin
lantus, pemeberian dosis insuli dengan berat badan 52 kg adalah 10,4 UI/hari
sedangkan pemeberian unit insulin perhari yang diberikan sebanyak 12
UI/hari, didapat dari beberapa berbagai referensi untuk menentukan
banyaknya insulin harian total (IHT) yang dipakai maka digunakan rumus 0,5
unit/BB yang dibagi dalam insulin prandial/aspart (60%xIHT) dan di bagi
dalam 3 dosis, dosis sarapan, dosis makan siang dan dosis makan malam.
Sedangkan untuk insulin basal/glargine (60%xIHT) dan diberikan pada
malam hari (12). Pada literatur lain dinyatakan bahwa kebutuhan insulin total
harian pada penderita Diabetes Melitus Tipe II dengan resistensi insulin
adalah 0,7-1,5 unit/kgBB. Perkiraan kebutuhan insulin basal sebaiknya
disesuaikan dengan hasil monitoring pemeriksaan glukosa darah yang tepat.
Kebutuhan basal berubah-ubah sepanjang hari, seringkali meningkat selama
jam-jam dini hari. Kebutuhan insulin basal juga dipengaruhi oleh adanya
insulin endogen, derajat resistensi insulin dan berat badan. Dosis insulin basal
sekitar 50% dari total insulin harian. Estimasi kebutuhan insulin premeal
menggunakan Aturan 500 yang memperkirakan jumlah gram karbohidrat
yang akan dicakup oleh 1 unit insulin kerja cepat. Rumusnya 500/insulin total
harian = jumlah gram karbohidrat yang dicakup. Persamaan ini bekerja sangat
baik pada pasien dengan diabetes tipe I dalam memperkirakan kebutuhan
insulin premeal-nya, sedangkan pada pasien diabetes dengan tipe II yang
resisten terhadap insulin, aturan ini mungkin dibawah perkiraan kebutuhan
insulinnya Dalam hal ini pasien tidak memeriksakan niai HbA1c, Sebaiknya
dilakukan pemeriksaan HbA1c terhadap pasien untuk menentukan
pemeriksaan terapi yang lebih tepat. (17)
Pada tanggal 19 juli 2017 Ny. Hj N di operasi karena absess dileher
telah membesar dan bernanah dokter mengambal tindakan operasi karena
konidis pasien yang terus menerus merasa kesakitan dan absess yang
dialaminya telah membesar dan bernanah, ditakutkan dapat menibulkan
infeksi dimana-mana. Pasien diberikan antibotik sebelum operasi dan sesudah
operasi. Pasien diberikan antibiotik ceftriaxone injeksi dan metronidazole
infuse. Cetriaxone merupakan golongan sefalosporin mempunyai spekturm
luas dan waktu paruh eliminasi 8 jam, cefetriaxone efektif terhadap
mikroorganisme gram positif fan gram negatif. Ceftriaxone juga stabil
terhadapp enzim beta laktamase yang dihasilkan oleh bakteri, metronidazol
adalaha antimikroba dengan aktivitas yang sangat baik terhadapp bakteri
anaeron dan protozoa. Metronidazol berinterkasi dengan DNA menyebabkan
perubahan srtuktur helik DNA dan putusnya rantai sehingga senitesa protein
dihambat dan menyebabkan kematian sel. (25).
Setelah pascaoperasi pasien diberikan ketorolac 30 mg/mL, ketorolak
diindikasi sebagai analgetik. Ketorolak merupakan AINS yang bekerja
melalui penghambatan enzim siklooksigenase dan secara langsung
menghambat biosintesis prostaglandin dan tromboksan dari asam arakhidonat
(26). Meskipun nyeri berangsur baik dan meredah setelah 6 hari pemberian
keterolac tidak rasional dalam hal lama pemberian, penggunaan keterolac
tidak dianjur lebih dari 5 hari mengingat efek samping dapat meningkatkan
sekresi asam lambung dan penyebabkan ulkus peptikum (25,27).
Untuk mengatasi efek samping dari penggunaan ketorolac diberikan
ranitidine injeksi, bertujuan agar sekresi asam lambung tidak berlebihan
ketika menggunaan ketorolac injeksi. Pada tanggal 17 juli 2017 ny Hj. N
diberikan ranitidine dimana tidak ada kondisi atau keluhan yang mengarah
pada indikasi ranitidine, sebaiknya penggunaan ranitidine disesuaikan dengan
indikasi atau kondisi pasien, pemberian ranitidine sebagai alternative untuk
mengatsi efek samping dari ketorolac bukanlah pilihan tepat, untuk mengatasi
ulkus akibta penggunaan obat NSAID seperti ketolorac, pilihan pertama
adalah obat golongan analog prostaglandin sepereti misoprostol. Dosis yang
biasa diberikan untuk penangan ulkus peptikum akibat NSAID adalah 200
mcg sampai 4 kali sehari jika dibutuhkan (29)
Pada tanggal 22 juli 2017 pasien juga mendapatkan obat Asam
mefenamat yang merupakan obat anti inflamasi nonsteroid, asama mefenamat
mempunyai khasiat sebagai anlagesik dapat digunakan untuk penangan nyeri
ringan hingga sedang, mekanisme kerja asam mefenamat dengan menghambat
kerja enzim sikloogsigenase, penggunaan asam mefenamat tidak rasional
karena terjadi duplikasi indikasi dengan ketorolac dengan golongan yang
sama-sama AINS pemberiannya juga pada hari yang sama selama 3 hari,
sebaiknya penggunaan obat diminimaliskan. (5, 26,28)
Ny. H. N juga diberikan paracetamol 500 mg 3 x 1 sehari, pada tanggal
17 juli 2017 penggunaan paracetamol sudah rasional untuk menurunkan suhu
badan pasien 38 C. Tetapi terjadi lagi duplikasi indikasi pada tanggal 17-19
juli 2017 dengan pemberian cetapain infuse 1000 mg yang komposisinya
paracetamol, dengan indikasi yang sama seharus pemberian obat
diminaliskan. Mekanisme paracetamol sebagai antipiretik dengan
menghambat biosintesis prostaglandin yang dibentuk sebagai reaksi terhadap
zat pirogen dari infeksi bakteri dihipotalamus (27,29)
Ny. Hj N memeliliki riwayat penyakit jantung, hipertensi sekaligus DM
Tipe II untuk itu, tekanan darah pasien harus dijaga agar tetap kurang dari
140/90 mmHg. Obat yang berikan pada tanggal 17 juli 2017 adalah
amlodipim 5 mg merupakan golongan CCB (calcium channel bloker) dan
valseco dengan komposisi valsartan 80 mg merupakan golongan ARB. Untuk
pasien yang memiliki riwayat penyakit hipertensi dan DM, lini pertama untuk
pengobatan adalah obat golongan angiotensin convertin enzyme inhibitor
(ACEi) seperti kaptopril atau obat golongan angiotensin reseptor bloker
(ARB) seperti valsartan. Apabila goal terapi belum didapatkan maka dapat
dikombinasikan dengan obat golongan thiazid atau CCB. Ketika telah
dikominasi dan belum mendapatkan goal terapi makan dapat ditambahkan
obat golongan bloker. Pada kebanyakan pasien membutuhkan 2 atau 3
kombinasi obat untuk menstabilkan tekanan darahnya. (12,16)
Hasil laboratorium nilai albumin 2,27 g/dL menandakan pasien
mengalami hipoalbumin dan diberikan VIP albumin tablet, pemeberian VIP
albumin tablet tidak rasiaonl, untuk nilai albumin dibawah 3 g/dL dianjurkan
untuk mengguanakan VIP albumin injeksi, dikarenakan penggunaan albumin
kapsul hanya sedikit diserap oleh tubuh, sehingga tidak terjadi peninggkatan
albumin atau penstabilan albumin. (5)
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah
Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar, dapat disimpulkan :
1. Dari DM tipe II dan Abses oleh Ny Hj N sudah rasional adalah penggunaan
antibiotik untuk absess Ceftriazone inj, metronidazole inj, amplodin, valseco,
Nacl 0,9%.
2. Dari penatalaksanaan pengobatan DM tipe II dan absess colli oleh Ny. Hj N
yang tidak rasional adalah ringer laktat infus, novorapid, lantus, ranitidin, vip
albumin, ketorolac, dulcolax, asam mefenamat, paracetamol, cetapain infuse.
V.2 Saran
1. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan elektrolit untuk memantau kebutuhan
cairan pasien.
2. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan HbA1C untuk menentukan penggunaan
insulin sebagai penanganan DM tipe II pasien, dan lakukan perhitungan dosis
insulin sesuai berat kg/BB pasien
3. Sebaiknya penggunaan vip albumin diganti dengan terapi parasintesis
(albumin infus) untuk penanganan hipoalbumin.
DAFTAR PUSTAKA
7. Clement S, Braithwaite SS, Magee MF, Ahmann A, Smith EP, Schafer RG, X.
IB., 2004, Management of diabetes and hyperglycemia in hospitals. Diabetes
Care
10. Dipiro, J., Barbara G.W.,Terry L. S., and Cecili V. D., 2015, Pharmacotherapy
Handbook Ninth Edition, McGraw-Hill, United State.
11. Doenges, Marilyn E. dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pedokumentasian Perawatan Pasien Edisi: 3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
12. Gilman, A.G. 2007. Dasar Farmakologi Terapi. Volume 2. Jakarta Penerjemah:
Cucu Aisyah. Penerbit EGC
13. Gray, H.Huon, Dawkins, D.Keith, Morgan, M.Johny, Simpson, A.Iain. 2002.
Lecture Note Kardiologi Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta
14. Guyton dan Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran Edisi 9. EGC: Jakarta.
15. Huda, Amin. & Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 1.
Jogjakarta: Penerbit Madiaction.
16. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. 2016. ISO Indonesia. PT. ISFI Penerbitan.
Jakarta.
17. Koda Kimble, M.A., et all, 2013, Applied Therapeutics the Clinical Use of
Drugs, 10th ed, Lippicont Williams & Wilkin, New York
18. Nur S, Fatah. 2014. Asuhan Keperawatan infeksi pada kuit akibat bakteri. Dalam
http://nurs_farah-fkp11.web.unair.ac.id/artikel_detail-93836-Umum- (diakses
pada tangggal 20 agustus 2017 pada pukul 14.20)
19. M.F. Al Homsi dan ML Lukic. 1993. The Merck Manual of Medical
Information 2nd ed. Chapter 165. Hal: 873-881.
20. Mycek, M.J., Harvey, R.A., dan Champe C.C. 2001, Farmakologi Ulasan
Bergambar. Lippincottts Illustrated Reviews: Farmacology. Penerjemah Azwar
Agoes. Edisi II. Jakarta. Widya Medika.
22. Price, Sylvia A, dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep- Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit Edisis 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
24. Sherwood, L. (2009). Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. (Edisi 6). Jakarta :
Penerbit EGC.
25. Sukandar, Elin Yulinah, Retnosari Andrajati, Joseph I Sigit, I Ketut Adnyana,
Adji Prayitno Setiadi da Kusnandar, 2009, ISO Farmakoterapi, PT. ISFI
Penerbitan, Jakarta.
27. Tim Editor. 2016. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi PT. Bhuana Ilmu
Populer, Jakarta
29. www.mims.com