Anda di halaman 1dari 63

TUGAS

GANGGUAN PADA KELENJAR TIROID

NAMA : PAOLA LINGGA SULI

NIM : S20036

PRODI : S1 KEPERAWATAN

YAYASAN PENDIDIKAN KASIH BUNDA KALA’LEMBANG

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN LAKIPADADA

TANA TORAJA

TAHUN 2021/2022
SOAL

Sebutkan dan jelaskan masing-masing dari penyakit di bawah ini etiologi,manifestasi klinik,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan prognosis dari penyakit di bawah ini:

a. Penyakit Diabetes Mellitus


b. Penyakit Addison
c. Penyakit Cushing
d. Penyakit Gigantisme
e. Penyakit Hipertiroid
f. Penyakit Hipotiroid
g. Penyakit Hipopituitary
h. Penyakit Syndrome Ovarium Politistik
i. Puber Dini
j. Prolatinoma
JAWABAN

1. Diabetes Melitus
a. Definisi Diabetes Melitus
Diabetes mellitus merupakan penyakit gangguan metabolism kronis yang di tandai
dengan peningkatan glukosa darah (hiperglikemi) disebabkan karena ketidakseimbangan
antar suplai dan kebutuhan insulin. Insulin dalam tubuh dibutuhkan untuk memfasilitasi
masuknya glukosa dalam sel agar dapat digunakan untuk metabolism dan pertumbuhan
sel. Berkurang atau tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan
menimbulkan peningkatan gula darah, sedangkan sel menjadi kekurangan glukosa yang
sangat dibutuhkan dalam kelangsungan dan fungsi sel.

b. Etilogi
Diabetes disebabkan oleh pancreas yang tidak memproduksi cukup insulin, atau sel-sel
tubuh tidak merespons dengan baik terhadap insulin yang diproduksi. Terdapat tiga jenis
utama diabetes mellitus:
• Diabetes tipe I disebabkan karena pankreas gagal untuk memproduksi insulin yang
cukup karena kehilangan sel beta. Jenis ini sebelumnya disebut sebagai "diabetes
mellitus tergantung insulin" (IDDM) atau "diabetes remaja". Hilangnya sel beta
disebabkan oleh respons autoimun. Penyebab respons autoimun ini tidak diketahui.
• Diabetes melitus tipe 2 dimulai dengan resistensi insulin, suatu kondisi yang mana sel-
sel gagal merespons insulin dengan baik. Seiring perkembangan penyakit, kekurangan
insulin juga dapat terjadi. Bentuk ini sebelumnya disebut sebagai "diabetes mellitus non-
dependen insulin" (NIDDM) atau "diabetes onset dewasa". Penyebab paling umum yaitu
kombinasi dari berat badan berlebihan dan kurang olahraga.
• Diabetes gestasional adalah bentuk utama ketiga, dan terjadi ketika wanita hamil
sebelumnya tanpa riwayat diabetes, lalu mengalami kadar gula darah tinggi saat hamil.
Diabetes melitus tipe 1 harus dikelola dengan suntikan insulin. Pencegahan dan
pengobatan diabetes tipe 2 melibatkan menjaga pola makan yang sehat, olahraga fisik
secara teratur, berat badan normal, dan menghindari Penggunaan tembakau. Diabetes
tipe 2 dapat diobati dengan Antidiabetik oral seperti sensitizer insulin dengan atau tanpa
insulin. Kontrol tekanan darah dan menjaga perawatan kaki dan mata secaraa baik
merupakan langkah penting bagi penderita penyakit ini. Insulin dan beberapa obat oral
dapat menyebabkan gula darah rendah. Operasi penurunan berat badan pada orang-orang
yang mengalami obesitas kadang-kadang merupakan upaya yang efektif pada mereka
yang menderita diabetes tipe 2. Diabetes gestasional biasanya sembuh setelah kelahiran
bayi.
Hingga 2019, diperkirakan 463 juta orang menderita diabetes di seluruh dunia (8,8% dari
populasi orang dewasa), dengan diabetes tipe 2 merupakan sekitar 90% dari kasus.
Tingkat kejadian serupa pada wanita dan pria. Diabetes setidaknya menggandakan risiko
kematian dini seseorang. Pada 2019, diabetes mengakibatkan sekitar 4,2 juta kematian.
Pada tahun 2013, Indonesia memiliki sekitar 8,5 juta penderita diabetes yang merupakan
jumlah keempat terbanyak di Asia dan nomor tujuh di dunia. Dan pada tahun 2020,
diperkirakan Indonesia akan memiliki 12 juta penderita diabetes, karena yang mulai
terkena diabetes semakin muda.

c. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala khas dari diabetes mellitus yaitu :
1. Polidipsi (sering minum)
2. Polifagia (sering makan/lapar)
3. Poliuri (sering kencing)
Tanda dan gejala lain
1. Cepat lelah
2. Penurunan berat badan yang signifikan
3. Terdapat luka yang sukar sembuh
4. Gangguan penglihatan (retinopati)
5. Baal pada kulit (neuropati)

Gejala-gejalanya dapat berkembang sangat cepat (beberapa minggu atau bulan saja)
pada diabetes type 1, sementara pada diabetes type 2 biasanya berkembang jauh lebih
lambat dan mungkin tanpa gejala sama sekali atau tidak jelas.

d. Kedaruratan diabetes
Penderita (biasanya diabetes type 1) dapat juga mengalami diabetic ketoacidosis, sebuah
masalah metabolisme yang dicirikan dengan mual, muntah, dan nyeri abdomen, bau
aseton pada pernapasan, bernapas dalam yang dikenal sebagai Kussmaul breathing, dan
pada kasus yang berat berkurangnya tingkat kesadaran. Jarang, tetapi berat juga adalah
kemungkinan adanya Nonketotic hyperosmolar coma, yang lebih umum terjadi pada
diabetes type 2 dan hal ini terutama disebabkan adanya dehidrasi.

e. Klasifikasi
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan bentuk diabetes melitus
berdasarkan perawatan dan simtoma:
1. Diabetes tipe 1, yang meliputi simtoma ketoasidosis hingga rusaknya sel beta di
dalam pankreas yang disebabkan atau menyebabkan autoimunitas, dan bersifat
idiopatik. Diabetes melitus dengan patogenesis jelas, seperti fibrosis sistik atau
defisiensi mitokondria, tidak termasuk pada penggolongan ini.
2. Diabetes tipe 2, yang diakibatkan oleh defisiensi sekresi insulin, sering kali disertai
dengan sindrom resistansi insulin
3. Diabetes gestasional, yang meliputi gestational impaired glucose tolerance, GIGT
dan gestational diabetes mellitus, GDM.

Diabetes tipe spesifik lain yang meliputi defek genetik fungsi sel beta pankreas,
defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, pengaruh
obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang, dan sindrom genetik lain
yang berhubungan dengan diabetes mellitus .

Klasifikasi Malnutrion-related diabetes mellitus, MRDM, tidak lagi digunakan oleh


karena, walaupun malagizi dapat memengaruhi ekspresi beberapa tipe diabetes,
hingga saat ini belum ditemukan bukti bahwa malagizi atau defisiensi protein dapat
menyebabkan diabetes. Subtipe MRDM; Protein-deficient pancreatic diabetes
mellitus, PDPDM, PDPD, PDDM, masih dianggap sebagai bentuk malagizi yang
diinduksi oleh diabetes melitus dan memerlukan penelitian lebih lanjut. Sedangkan
subtipe lain, Fibrocalculous pancreatic diabetes, FCPD, diklasifikasikan sebagai
penyakit pankreas eksokrin pada lintasan fibrocalculous pancreatopathy yang
menginduksi diabetes melitus.

Klasifikasi Impaired Glucose Tolerance, IGT, kini didefinisikan sebagai tahap dari
cacat regulasi glukosa, sebagaimana dapat diamati pada seluruh tipe kelainan
hiperglisemis. Namun tidak lagi dianggap sebagai diabetes.

Klasifikasi Impaired Fasting Glycaemia, IFG, diperkenalkan sebagai simtoma rasio


gula darah puasa yang lebih tinggi dari batas atas rentang normalnya, tetapi masih di
bawah rasio yang ditetapkan sebagai dasar diagnosis diabetes.

Diabetes melitus tipe 1

Diabetes melitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa Inggris: childhood-onset


diabetes, juvenile diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) adalah
diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat
hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. IDDM
dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa. Sampai saat ini IDDM tidak
dapat dicegah dan tidak dapat disembuhkan, bahkan dengan diet maupun olahraga.
Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik
saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh
terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada
tahap awal. Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah
kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi
autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh. Saat ini, diabetes
tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang
teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah.
Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah
penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa
menyebabkan koma bahkan bisa mengakibatkan kematian. Penekanan juga diberikan
pada penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga.[24] Terlepas dari pemberian injeksi
pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian insulin melalui pump, yang
memungkinkan untuk pemberian masukan insulin 24 jam sehari pada tingkat dosis
yang telah ditentukan, juga dimungkinkan pemberian dosis (a bolus) dari insulin
yang dibutuhkan pada saat makan. Serta dimungkinkan juga untuk pemberian
masukan insulin melalui "inhaled powder".

Perawatan diabetes tipe 1 harus berlanjut terus. Perawatan tidak akan memengaruhi
aktivitas-aktivitas normal apabila kesadaran yang cukup, perawatan yang tepat, dan
kedisiplinan dalam pemeriksaan dan pengobatan dijalankan. Tingkat Glukosa rata-
rata untuk pasien diabetes tipe 1 harus sedekat mungkin ke angka normal (80–120
mg/dl, 4-6 mmol/l).[butuh rujukan] Beberapa dokter menyarankan sampai ke 140–
150 mg/dl (7-7.5 mmol/l) untuk mereka yang bermasalah dengan angka yang lebih
rendah, seperti "frequent hypoglycemic events".[butuh rujukan] Angka di atas 200
mg/dl (10 mmol/l) sering kali diikuti dengan rasa tidak nyaman dan buang air kecil
yang terlalu sering sehingga menyebabkan dehidrasi.[butuh rujukan] Angka di atas
300 mg/dl (15 mmol/l) biasanya membutuhkan perawatan secepatnya dan dapat
mengarah ke ketoasidosis.[butuh rujukan] Tingkat glukosa darah yang rendah, yang
disebut hipoglisemia, dapat menyebabkan kehilangan kesadaran. Pada orang yang
sudah sepuh, biasanya gula darah sewaktunya dijaga di bawah 200 mg/dl saja dan
tidak lebih rendah, karena dikhawatirkan dapat terjadinya 'hipo' atau gula darah di
bawah 100 mg/dl, karena misalnya telat makan, makan lebih sedikit dari biasanya
atau terlalu senang dengan aktivitas berlebih dari biasanya.Saat ini mulai banyak
dilakukan pemberian insulin kepada penderita diabetes type 2 yang secara terus
menerus gula darah sewaktunya selalu di atas 200 mg/dl, walaupun telah diberikan
berbagai kombinasi obat oral. Insulin yang diberikan adalah yang bersifat 'long
acting' atau 24 jam sekali dan tetap minum obat oral dengan dosis yang lebih rendah
tiap kali makan besar.

Diabetes melitus tipe 2

Diabetes melitus tipe 2 (bahasa Inggris: adult-onset diabetes, obesity-related


diabetes, non-insulin-dependent diabetes mellitus, NIDDM) merupakan tipe diabetes
melitus yang terjadi bukan disebabkan oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah,
melainkan merupakan kelainan metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada
banyak gen,termasuk yang mengekspresikan disfungsi sel β, gangguan sekresi
hormon insulin, resistansi sel terhadap insulin yang disebabkan oleh disfungsi
GLUT10 dengan kofaktor hormon resistin yang menyebabkan sel jaringan, terutama
pada hati menjadi kurang peka terhadap insulin serta RBP4 yang menekan
penyerapan glukosa oleh otot lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati.
Mutasi gen tersebut sering terjadi pada kromosom 19 yang merupakan kromosom
terpadat yang ditemukan pada manusia. Pada NIDDM ditemukan ekspresi SGLT1
yang tinggi,rasio RBP4 dan hormon resistin yang tinggi, peningkatan laju
metabolisme glikogenolisis dan glukoneogenesis pada hati,penurunan laju reaksi
oksidasi dan peningkatan laju reaksi esterifikasi pada hati.NIDDM juga dapat
disebabkan oleh dislipidemia,[33] lipodistrofi,[29] dan sindrom resistansi insulin.
Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas terhadap
insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam
darah.Hiperglisemia dapat diatasi dengan obat anti diabetes yang dapat
meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi produksi glukosa dari
hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang, dan
terapi dengan insulin kadang dibutuhkan.Ada beberapa teori yang menyebutkan
penyebab pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral
diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin, dalam
kaitan dengan pengeluaran dari adipokines itu merusak toleransi glukosa.Obesitas
ditemukan di kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan diagnosis dengan jenis
2 kencing manis.[butuh rujukan] Faktor lain meliputi mengeram dan sejarah
keluarga, walaupun di dekade yang terakhir telah terus meningkat mulai untuk
memengaruhi anak remaja dan anak-anak. Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa ada
gejala sebelum hasil diagnosis. Diabetes tipe 2 biasanya, awalnya, diobati dengan
cara perubahan aktivitas fisik (olahraga),[diet (umumnya pengurangan asupan
karbohidrat), dan lewat pengurangan berat badan. Ini dapat memugar kembali
kepekaan hormon insulin, bahkan ketika kerugian berat/beban adalah rendah hati,,
sebagai contoh, di sekitar 5 kg (10 sampai 15 lb), paling terutama ketika itu ada di
deposito abdominal yang gemuk. Langkah yang berikutnya, jika perlu,, perawatan
dengan lisan antidiabetic drugs. [Sebagai/Ketika/Sebab] produksi hormon insulin
adalah pengobatan pada awalnya tak terhalang, lisan (sering yang digunakan di
kombinasi) kaleng tetap digunakan untuk meningkatkan produksi hormon insulin
(e.g., sulfonylureas) dan mengatur pelepasan/release yang tidak sesuai tentang
glukosa oleh hati (dan menipis pembalasan hormon insulin sampai taraf tertentu
(e.g., metformin), dan pada hakikatnya menipis pembalasan hormon insulin (e.g.,
thiazolidinediones). Jika ini gagal, ilmu pengobatan hormon insulin akan jadilah
diperlukan untuk memelihara normal atau dekat tingkatan glukosa yang normal.
Suatu cara hidup yang tertib tentang cek glukosa darah direkomendasikan dalam
banyak kasus, paling terutama sekali dan perlu ketika mengambil kebanyakan
pengobatan.

Sebuah zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang disebut sitagliptin, baru-baru ini
diperkenankan untuk digunakan sebagai pengobatan diabetes melitus tipe 2. Seperti
zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang lain, sitagliptin akan membuka peluang
bagi perkembangan sel tumor maupun kanker.

Sebuah fenotipe sangat khas ditunjukkan oleh NIDDM pada manusia adalah
defisiensi metabolisme oksidatif di dalam mitokondria pada otot lurik.Sebaliknya,
hormon tri-iodotironina menginduksi biogenesis di dalam mitokondria dan
meningkatkan sintesis ATP sintase pada kompleks V, meningkatkan aktivitas
sitokrom c oksidase pada kompleks IV, menurunkan spesi oksigen reaktif,
menurunkan stres oksidatif, sedang hormon melatonin akan meningkatkan produksi
ATP di dalam mitokondria serta meningkatkan aktivitas respiratory chain, terutama
pada kompleks I, III dan IV. Bersama dengan insulin, ketiga hormon ini membentuk
siklus yang mengatur fosforilasi oksidatif mitokondria di dalam otot lurik. Di sisi
lain, metalotionein yang menghambat aktivitas GSK-3beta akan mengurangi risiko
defisiensi otot jantung pada penderita diabetes.Simtoma yang terjadi pada NIDDM
dapat berkurang dengan dramatis, diikuti dengan pengurangan berat tubuh, setelah
dilakukan bedah bypass usus. Hal ini diketahui sebagai akibat dari peningkatan
sekresi hormon inkretin, namun para ahli belum dapat menentukan apakah metode
ini dapat memberikan kesembuhan bagi NIDDM dengan perubahan homeostasis
glukosa.Pada terapi tradisional, flavonoid yang mengandung senyawa hesperidin dan
naringin, diketahui menyebabkan:

 peningkatan mRNA glukokinase,


 peningkatan ekspresi GLUT4 pada hati dan jaringan
 peningkatan pencerap gamma proliferator peroksisom
 peningkatan rasio plasma hormon insulin, protein C dan leptin
 penurunan ekspresi GLUT2 pada hati
 penurunan rasio plasma asam lemak dan kadar trigliserida pada hati
 penurunan rasio plasma dan kadar kolesterol dalam hati, antara lain dengan
menekan 3-hydroxy-3-methylglutaryl-coenzyme reductase, asil-KoA,
kolesterol asiltransferase
 penurunan oksidasi asam lemak di dalam hati dan aktivitas karnitina
palmitoil, antara lain dengan mengurangi sintesis glukosa-6 fosfatase
dehidrogenase dan fosfatidat fosfohidrolase
 Meningkatkan laju lintasan glikosis dan menurunkan laju lintasan
glukoneogenesis

sedang naringin sendiri, menurunkan transkripsi mRNA fosfoenolpiruvat


karboksikinase dan glukosa-6 fosfatase di dalam hati. Hesperidin merupakan
senyawa organik yang banyak ditemukan pada buah jenis jeruk, sedang
naringin banyak ditemukan pada buah jenis anggur. Diabetes melitus tipe 2
dapat dicegah atau diperlambat munculnya dengan mengembangkan Pola
Hidup Sehat:

• Pola makan sehat dengan memperbanyak konsumsi sayur dan buah

• Olahraga 3 kali dalam seminggu, masing-masing setidaknya 20 menit

• Jaga berat badan ideal

• Menghindari rokok

• Mengurangi asupan alcohol

Pria dengan berat badan normal risikonya 70 persen lebih rendah daripada
yang obes, sedangkan wanita dengan berat badan normal risikonya 78 persen
lebih rendah daripada yang obes. Lakukanlah selalu Tes Gula Darah, karena
seseorang yang terdiagnosis mulai Prediabetes, tetapi segera melakukan
Perubahan Gaya Hidupnya, maka ia akan terhindar dari Diabetes melitus tipe
2 atau setidaknya memperlambat munculnya Dibetes melitus tipe 2.
Diabetes melitus tipe 3

Diabetes melitus gestasional (bahasa Inggris: gestational diabetes, insulin-


resistant type 1 diabetes, double diabetes, type 2 diabetes which has
progressed to require injected insulin, latent autoimmune diabetes of adults,
type 1.5" diabetes, type 3 diabetes, LADA) atau diabetes melitus yang terjadi
hanya selama kehamilan dan pulih setelah melahirkan, dengan keterlibatan
interleukin-6 dan protein reaktif C pada lintasan patogenesisnya.GDM
mungkin dapat merusak kesehatan janin atau ibu, dan sekitar 20–50% dari
wanita penderita GDM bertahan hidup.Diabetes melitus pada kehamilan
terjadi di sekitar 2–5% dari semua kehamilan. GDM bersifat temporer dan
dapat meningkat maupun menghilang setelah melahirkan. GDM dapat
disembuhkan, namun memerlukan pengawasan medis yang cermat selama
masa kehamilan. Meskipun GDM bersifat sementara, bila tidak ditangani
dengan baik dapat membahayakan kesehatan janin maupun sang ibu. Risiko
yang dapat dialami oleh bayi meliputi makrosomia (berat bayi yang
tinggi/diatas normal), penyakit jantung bawaan dan kelainan sistem saraf
pusat, dan cacat otot rangka. Peningkatan hormon insulin janin dapat
menghambat produksi surfaktan janin dan mengakibatkan sindrom gangguan
pernapasan. Hyperbilirubinemia dapat terjadi akibat kerusakan sel darah
merah. Pada kasus yang parah, kematian sebelum kelahiran dapat terjadi,
paling umum terjadi sebagai akibat dari perfusi plasenta yang buruk karena
kerusakan vaskular. Induksi kehamilan dapat diindikasikan dengan
menurunnya fungsi plasenta. Operasi sesar dapat akan dilakukan bila ada
tanda bahwa janin dalam bahaya atau peningkatan risiko luka yang
berhubungan dengan makrosomia, seperti distosia bahu.

f. Patofisiologi

Kemungkinan induksi diabetes tipe 2 dari berbagai macam kelainan hormonal, seperti
hormon sekresi kelenjar adrenal, hipofisis dan tiroid merupakan studi pengamatan yang
sedang laik daun saat ini. Sebagai contoh, timbulnya IGT dan diabetes melitus sering
disebut terkait oleh akromegali dan hiperkortisolisme atau sindrom Cushing.
Hipersekresi hormon GH pada akromegali dan sindrom Cushing sering berakibat pada
resistansi insulin, baik pada hati dan organ lain, dengan simtoma hiperinsulinemia dan
hiperglisemia, yang berdampak pada penyakit kardiovaskular dan berakibat kematian.
GH memang memiliki peran penting dalam metabolisme glukosa dengan menstimulasi
glukogenesis dan lipolisis, dan meningkatkan kadar glukosa darah dan asam lemak.
Sebaliknya, insulin-like growth factor 1 (IGF-I) meningkatkan kepekaan terhadap
insulin, terutama pada otot lurik. Walaupun demikian, pada akromegali, peningkatan
rasio IGF-I tidak dapat menurunkan resistansi insulin, oleh karena berlebihnya GH.
Terapi dengan somatostatin dapat meredam kelebihan GH pada sebagian banyak orang,
tetapi karena juga menghambat sekresi insulin dari pankreas, terapi ini akan memicu
komplikasi pada toleransi glukosa. Sedangkan hipersekresi hormon kortisol pada
hiperkortisolisme yang menjadi penyebab obesitas viseral, resistansi insulin, dan
dislipidemia, mengarah pada hiperglisemia dan turunnya toleransi glukosa, terjadinya
resistansi insulin, stimulasi glukoneogenesis dan glikogenolisis. Saat bersinergis dengan
kofaktor hipertensi, hiperkoagulasi, dapat meningkatkan risiko kardiovaskular.
Hipersekresi hormon juga terjadi pada kelenjar tiroid berupa tri-iodotironina dengan
hipertiroidisme yang menyebabkan abnormalnya toleransi glukosa. Pada penderita tumor
neuroendokrin, terjadi perubahan toleransi glukosa yang disebabkan oleh hiposekresi
insulin, seperti yang terjadi pada pasien bedah pankreas, feokromositoma, glukagonoma
dan somatostatinoma. Hipersekresi hormon ditengarai juga menginduksi diabetes tipe
lain, yaitu tipe 1. Sinergi hormon berbentuk sitokina, interferon-gamma dan TNF-α,
dijumpai membawa sinyal apoptosis bagi sel beta, baik in vitro maupun in vivo.
Apoptosis sel beta juga terjadi akibat mekanisme Fas-FasL,dan/atau hipersekresi
molekul sitotoksik, seperti granzim dan perforin; selain hiperaktivitas sel T CD8- dan
CD4-.

g. Komplikasi

Komplikasi jangka lama termasuk penyakit kardiovaskular (risiko ganda), kegagalan


kronis ginjal (penyebab utama dialisis), kerusakan retina yang dapat menyebabkan
kebutaan, serta kerusakan saraf dan pembuluh darah yang dapat menyebabkan impotensi
dan gangren dengan risiko amputasi. Komplikasi yang lebih serius lebih umum terjadi,
bila kontrol kadar gula darah buruk. Komplikasi berarti beberapa organ dan fungsi tubuh
terganggu sekaligus. Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(Balitbangkes) Kemkes RI, penderita diabetes dapat mengalami komplikasi sebagai
berikut: 50.9 persen mengalami penurunan fungsi seksual, 30.6 persen refleks tubuhnya
terganggu, 29.3 persen retinanya terganggu (retinopati diabetik), 16.3 persen mengalami
katarak awal (lebih cepat terjadi dari umur seharusnya). 50 persen penderita diabetes
akan meninggal, karena penyakit kardiovaskuler.Ketoasidosis diabetikum pada penderita
diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan cepat ke
dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam
darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa
insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan
menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan
darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa
haus dan sering kencing, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak).
Pernapasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki
keasaman darah. Bau napas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan,
ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya
beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I
bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau
mengalami stres akibat infeksi, kecelakaan atau penyakit yang serius. Penderita diabetes
tipe II bisa tidak menunjukkan gejala selama beberapa tahun. Jika kekurangan insulin
semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering kencing dan haus. Jarang
terjadi ketoasidosis.[butuh rujukan] Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih
dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka
penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental,
pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-
ketotik.
Retinopati diabetes

Retinopati diabetes adalah terganggunya retina mata, karena kaku dan rapuhnya
pembuluh darah retina, karena adanya diabetes. Akibatnya pembuluh darah dapat pecah
atau sebaliknya menjadi tersumbat dan membentuk pembuluh darah baru. Retinopati
diabetes biasanya tanpa gejala apapun, oleh karenanya penderita diabetes seharusnya
memeriksakan matanya sedikitnya sekali setahun. Jika melihat seolah-olah ada benda
terbang melayang-layang atau pandangan kabur atau malah hilang sama sekali (1 mata),
segeralah berobat, karena dipastikan terjadi robek atau bahkan lepasnya sebagian/seluruh
retina. Klinik mata dan rumah sakit mata memiliki alat Photo Fundus (funduscopy) yang
dapat mengetahui adanya gangguan pada retina dan bila ditemukan gangguan yang
signifikan, maka akan diadakan laser terhadap retina tersebut selama kurang lebih 20
menit. Biaya funduscopy relatif murah, tetapi biaya laser agak tinggi. Delapan persen
dari penderita diabetes jenis apapun akan mengalami risiko kebutaan pada masa tuanya.

h. Diagnosis

Penyaringan penyakit diabetes jika salah satu faktor risiko diabetes di bawah ini
terpenuhi, maka harus dilakukan Penyaringan penyakit dibetes dengan melakukan Tes
Gula Darah Puasa dan Tes Gula Darah 2 jam setelah makan. Mengingat melakukan 2
Tes di atas di Laboratorium Klinik biayanya sama besar dengan Tes Toleransi Glukosa,
maka sebaiknya langsung saja melakukan Tes Toleransi Glukosa.

Faktor risiko diabetes:

• Kelompok usia dewasa tua (45 tahun ke atas).

• Kegemukan {BB (kg) > 120% BB idaman atau IMT > 27 (kg/m2)} IMT atau
Indeks Masa Tubuh = Berat Badan (Kg) dibagi Tinggi Badan (meter) dibagi lagi dengan
Tinggi Badan (cm), misalnya Berat Badan 86 kg dan Tinggi Badan 1,75meter, maka
IMT = 86/1,75/1,75 = 28 > 27, berarti memiliki faktor risiko diabetes.

• Tekanan darah tinggi (> 140/90 mmHg).

• Riwayat keluarga DM, ayah atau ibu atau saudara kandung ada yang terkena
penyakit diabetes.

• Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram.

• Riwayat DM pada kehamilan.

• Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau Trigliserida > 250 mg/dl.

• Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (glukosa darah puasa
terganggu).
Banyak orang berpendapat, bahwa orang kurus tidak dapat terkena diabetes, hal ini tidak
benar, terutama orang kurus dengan perut buncit yang disebut obesitas sentral. Menurut
Public Health England 2014, seseorang dengan perut buncit apakah kurus apakah gemuk
dengan lingkar pinggang melebihi 80 centimeter bagi wanita dan melebihi 90 centimeter
bagi pria memiliki tingkat risiko 7 kali lebih besar terkena diabetes daripada yang tidak
buncit. Buncit berarti kelebihan asupan makanan dan mengundang terjadinya diabetes.

i. Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum

Penderita post debridement ulkus diabetes mellitus biasanya timbul nyeri akibat
pembedahan skala nyeri (0-10), luka kemungkinan rembes pada balutan. Tanda-
tanda vital pasien (peningkatan suhu,takikardi), kelemahan akibat sisa reaksi obat
anestesi.

2. Sistem Pernapasan

Ada gangguan dalam pola napas pasien, biasanya pada pasien post pembedahan pada
pernapasannya sedikit terganggu akibat pengaruh obat anesthesia yang diberikan di
ruang bedah dan pasien di posisikan semi fowler untuk mengurangi atau
menghilangkan sesak napas

3. Sistem Kardiovaskular

Denyut jantung, pemeriksaan meliputi inspeksi,palpasi,perkusi dan auskultasi pada


permukaan jantung, tekanan darah dan nadi meningkat.

4. Sistem pencernaan

Pada penderita post pembedahan biasanya ada rasa mual akibat sisa bius, setelahnya
normal dan dilakukan pengkajian tentang nafsu makan,bising usus, dan berat badan.

5. Sistem musculoskeletal

Pada penderita ulkusdiabetik biasanya ada masalah pada sistem ini karena pada
bagian kaki biasanya jika sudah mencapai stadium 3-4 dapat menyerang sampai otot.
Dan adanya penurunan aktifitas pada bagian kaki yang terkena ulkus karena nyeri
pembedahan.

6. Sistem Integumen

Tugor kulit biasanya normal atau menurun akibat input dan output yang tidak
seimbang. Pada luka post debriment kulit di kelupas untuk membuka jaringan mati
yang tersembunyi di bawah kulit tersebut.
j. Pemeriksaan Penunjang

Untuk penegakkan diagnosIS DM tipe II yaitu dengan pemeriksaan glukosa darah dan
pemeriksaan glukosa pe oral (TTGO). Sedangkan untuk membedakan DM tipe II dan
DM tipe I dengan pemeriksaan C-peptide. Berikut adalah pemeriksaan penunjang untuk
diabetes

1. Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah

a. Kadar gula darah sewaktu

Pemeriksaan kadar gula darah sewaktu di lakukan pada pasien dengan gejala
klasik seperti polyuria,polidipsi, dan polifagia. Gula darah seaktu diartikan
kapanpun tanpa memandang kapan terkahir kali makan. Dengan pemeriksaan
gula darah sewaktu dapat menegakan diagnosisDM tipe II. Apabila kadar glukosa
darah sewaktu > 200 mg/dl maka penderita tersebut sudah dapat disebut DM.

Kadar glukosa darah DM Belum pasti DM


sewaktu
Plasma vena >200 100-200
Darah kapiler >200 80-100

b. Kadar glukosa darah puasa (mg/dl)

Pada pemeriksaan glukosa darah puasa, penderita di puasakan 8-12 jam sebelum
tes dengan menghentikan semua obat yang digunakan, bila ada obat yang harus
digunakan perlu ditulis dalam formulir. Interpretasi pemeriksaan GDP sebagai
berikut: kadar glukosa plasma puasa <110 mg/dl dinyatakan normal, > 126 mg/dl
adalah diabetes mellitus, sedangkan antara 110-126 mg/dl disebut glukosa darah
puasa terganggu (GDPT). Pemeriksaan gula darah puasa lebih efektif
dibandingkan dengan pemeriksaan tes toleransi glukosa.

Kadar glukosa darah DM Belum pasti DM


puasa
Plasma vena >120 110-120
Darah kapiler >110 90-110

c. Glukosa 2 jam Post Prandial (GD2PP)

Tes dilakukan bila ada kecurigaan DM. Pasien makan makanan yang
mengandung 100 gr karbohidrat sebelum puasa dan menghentikan merokok serta
berolahraga. Glukosa 2 jam post prandial menunjukkan bila kadar glukosa darah
>200 mg/dl, sedangkan nilai normalnya <140 mg/dl. Toleransi Glukosa
Terganggu (TGT) apa bila kadar glukosa > 140 mg/dl tetapi <200mg/dl.

d. Glukosa jam ke-2 pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)


Pemeriksaan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dilakukan apabila pada
pemeriksaan glukosa sewaktu kadar gula darah berkisar 400-200 mg/dl untuk
memastikan diabetes atu tidak. Sesuai kesepakatan WHO tahun 2006 , tata cara
tes TTGO dengan cara melarutkan 75 gram glukosa pada dewasa, dan 1,25 mg
pada anak-anak kemudain dilarutkan dalam air 250-300 ml dan dihabiskan dalam
waktu 5 menit. TTGO dilakuan minimal pasien telah berpuasa minimal 8 jam.
Penilaian adalah sebagai berikut:

1. Toleransi glukosa apabila <140 mg/dl.


2. Toleransi glukosa terganggu (TGT) apa bila kadar glukosa >140 mg/dl.
3. Toleransi glukosa >200 mg/dl disebut diabetes mellitus.

2. Pemeriksaan HBA1c

HBA1c merupaka reaksi antara glukosa dengan hemoglobin, yang tersimpan dan
bertahan dalam sel darah merah selama 120 hari sesuai dengan umur eritrosit. Kadar
HBA1c bergantung dengan kadar glukosa dalam darah, sehingga HBA1c
menggambarkan rata-rata kadar gula darah selama 3 bulan. Semetara pemeriksaan
gula darah hanya mencerminkan saat di periksa dan tidak mengambarkan
pengendalian jangka panjang. Pemeriksaan gula darah diperlukan untuk pengelolaan
diabetes terutama untuk mengatasi komplikasi akibat perubahan kadar glukosa yang
berubah mendadak

 HBA1c <6,5% Kontrol glikemik baik


 HBA1c 6,5-8% Kontrol glikemik sedang
 HBA1c >8% Kontrol glikemik buruk

k. Prognosis

Prognosis dari DM bergantung pada pola hidup yang dilakukan oleh pasien dalam
mengontrol kadar gulanya. Pasien dengan control glikemik ketat (HBA1c <7%), tanpa
disertai riwayat gangguan kardiovaskular, dan juga tidak ada gangguan mikrivaskular
dan makrovaskular akan mempunyai harapan hidup lebih lama. Namun jika pasien
memiliki riwayat penyakit kardiovaskular dan telah menderita penyakit diabetes lama
(>15 tahun) akan mempunyai harapan hidup lebih singkat, walaupun telah melakukan
kontrol glikemik ketak sekalipun.

2. Penyakit Addison

a. Definisi

Penyakit Addison, juga dikenal sebagai insufisiensi adrenal primer dan


hipokortisolisme, adalah jangka panjang yang langka gangguan endokrin ditandai
dengan produksi hormon steroid kortisol dan aldosteron yang tidak memadai oleh dua
lapisan luar sel kelenjar adrenal (korteks adrenal). Gejala umumnya datang perlahan dan
mungkin termasuk sakit perut dan kelainan gastrointestinal, kelemahan, dan penurunan
berat badan. Kulit menjadi gelap di daerah tertentu mungkin juga terjadi. Dalam keadaan
tertentu, sebuah krisis adrenal dapat terjadi dengan tekanan darah rendah, muntah, nyeri
punggung bawah, dan hilang kesadaran. Perubahan mood juga bisa terjadi. Gejala onset
yang cepat menunjukkan kegagalan adrenal akut yang merupakan kondisi serius dan
muncul. Krisis adrenal dapat dipicu oleh stres, seperti cedera, pembedahan, atau infeksi.

Penyakit Addison muncul dari masalah pada kelenjar adrenal yang menyebabkan
kurangnya hormon steroid kortisol dan mungkin aldosteron diproduksi, paling sering
karena kerusakan oleh sistem kekebalan tubuh sendiri dalam dunia maju dan
tuberkulosis dalam dunia berkembang. Penyebab lainnya termasuk obat-obatan tertentu,
sepsis, dan perdarahan ke kedua kelenjar adrenal. Sekunder ketidakcukupan adrenal
disebabkan oleh tidak cukupnya hormon adrenokortikotropik (ACTH) (diproduksi oleh
kelenjar di bawah otak) atau hormon pelepas kortikotropin (CRH) (diproduksi oleh
hipotalamus). Terlepas dari perbedaan ini, krisis adrenal dapat terjadi dalam segala
bentuk kekurangan adrenal. Penyakit Addison umumnya didiagnosis oleh tes darah, tes
urine, dan pencitraan medis. Penyakit Addison dapat dijelaskan terkait dengan kandidias
mukokutan kronis, diabetes mellitus, anemia pernisiosa, hipogonadisme, hepatitis kronis
dan aktif, malabsorpsi, kelainan imunoglobin, alopesia, vitiligo, miksedema spontan,
Penyakit Grave, dan tiroiditis limfositik kronis. Perawatan melibatkan penggantian
hormon yang tidak ada. Ini melibatkan pengambilan sintetis kortikosteroid seperti
hidrokortison dan fludrokortison. Obat-obat ini biasanya diminum. Diperlukan terapi
penggantian steroid seumur hidup dan berkelanjutan, dengan perawatan lanjutan yang
teratur dan pemantauan untuk masalah kesehatan lainnya. Diet tinggi garam mungkin
juga berguna pada beberapa orang. Jika gejala memburuk, suntikan kortikosteroid
dianjurkan dan orang harus membawa dosis bersama mereka. Seringkali, dalam jumlah
besar cairan infus dengan gula dekstrosa juga dibutuhkan. Tanpa pengobatan, krisis
adrenal bisa mengakibatkan kematian.

Penyakit Addison mempengaruhi sekitar 0,9 hingga 1,4 per 10.000 orang di negara
maju. Ini paling sering terjadi pada wanita paruh baya. Insufisiensi adrenal sekunder
lebih umum terjadi. Hasil jangka panjang dengan pengobatan biasanya menguntungkan.
Ini dinamai Thomas Addison, lulusan dari Fakultas Kedokteran Universitas Edinburgh,
yang pertama kali menggambarkan kondisi tersebut pada tahun 1855. Kata sifat
"addisonian" digunakan untuk menggambarkan ciri-ciri kondisi, serta orang dengan
penyakit Addison.

b. Etiologi

Penyebab insufisiensi adrenal dapat dikategorikan berdasarkan mekanisme yang


menyebabkan kelenjar adrenal memproduksi kortisol yang tidak mencukupi. Ini bisa
terjadi karena kerusakan atau kerusakan korteks adrenal. Kekurangan ini termasuk
hormon glukokortikoid dan mineralokortikoid juga. Ini adalah disgenesis adrenal
(kelenjar belum terbentuk secara memadai selama perkembangan), steroidogenesis yang
terganggu (ada kelenjar tetapi secara biokimia tidak dapat menghasilkan kortisol), atau
kerusakan adrenal (proses penyakit yang menyebabkan kerusakan kelenjar).
- Kehancuran adrenal

Adrenalitis autoimun adalah penyebab paling umum penyakit Addison di


dunia industri. Autoimun penghancuran korteks adrenal disebabkan oleh reaksi
kekebalan terhadap enzim 21-hidroksilase (fenomena yang pertama kali
dijelaskan pada tahun 1992). Ini mungkin terisolasi atau dalam konteks
sindrom polendokrin autoimun (APS tipe 1 atau 2), di mana organ penghasil
hormon lainnya, seperti tiroid dan pankreas, mungkin juga terpengaruh.
Kehancuran adrenal juga merupakan ciri dari adrenoleukodystrophy, dan saat
kelenjar adrenal terlibat metastasis (penyemaian kanker sel dari tempat lain di
tubuh, khususnya paru-paru), pendarahan (mis., dalam Sindrom Waterhouse –
Friderichsen atau sindrom antifosfolipid), tertentu infeksi (tuberkulosis,
histoplasmosis, coccidioidomycosis), atau pengendapan protein abnormal di
amiloidosis.

- Disgenesis adrenal

Semua penyebab dalam kategori ini bersifat genetik, dan umumnya


sangat jarang. Ini termasuk mutasi ke SF1 faktor transkripsi, hipoplasia adrenal
kongenital disebabkan oleh DAX-1 mutasi gen dan mutasi ke Reseptor ACTH
gen (atau gen terkait, seperti di Triple-A atau sindrom Allgrove). DAX-1
mutasi dapat mengelompok dalam sindrom dengan gliserol kinase defisiensi
dengan sejumlah gejala lain saat DAX-1 dihapus bersama dengan sejumlah
gen lain.

- Steroidogenesis yang tergangu

Untuk membentuk kortisol, dibutuhkan kelenjar adrenal kolesterol, yang


kemudian diubah secara biokimia menjadi hormon steroid. Gangguan dalam
pengiriman kolesterol termasuk Sindrom Smith – Lemli – Opitz dan
abetalipoproteinemia. Dari masalah sintesis, hiperplasia adrenal kongenital
adalah yang paling umum (dalam berbagai bentuk: 21-hidroksilase, 17α-
hidroksilase, 11β-hidroksilase dan 3β-hidroksisteroid dehidrogenase), lipoid
CAH karena kekurangan Bintang dan DNA mitokondria mutasi. Beberapa obat
mengganggu enzim sintesis steroid (misalnya, ketokonazol), sementara yang
lain mempercepat pemecahan normal hormon oleh hati (misalnya., rifampisin,
fenitoin).

c. Manifestasi Klinis
Gejala penyakit Addison umumnya berkembang secara bertahap. Gejala mungkin
termasuk kelelahan, kelemahan otot, penurunan berat badan, mual, muntah, kehilangan
selera makan, pusing saat berdiri, mudah tersinggung, depresi, dan diare. Beberapa orang
pernah mengidam untuk makanan asin karena hilangnya natrium melalui urin.
Hiperpigmentasi kulit dapat terlihat, terutama ketika orang tersebut tinggal di daerah
yang cerah, serta penggelapan lipatan palmar, situs gesekan, bekas luka baru-baru ini,
perbatasan merah terang dari bibir, dan kulit genital. Perubahan kulit ini tidak ditemukan
pada hipoadrenalisme sekunder dan tersier.

Perubahan Kulit:

• Hiperpigmentasi kulit

• Vitiligo

Perubahan Gastrointestinal

• Mual dan muntah

• Penurunan berat badan

• sakit perut

• Kurang umum tetapi masih terjadi: malnutrisi dan pengecilan otot

Gangguan Perilaku

• Kegelisahan

• Depresi

• Sifat lekas marah

• Konsentrasi yang Buruk

Perubahan pada Wanita

• Kehilangan atau ketidakteraturan siklus menstruasi

• Rambut rontok

• penurunan dorongan seksual

Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda klinis ini mungkin terlihat:


• Tekanan darah rendah dengan atau tanpa hipotensi ortostatik (tekanan darah yang
menurun saat berdiri)

• Gelap (hiperpigmentasi) dari kulit, termasuk area yang tidak terpapar sinar
matahari. Situs karakteristik dari penggelapan adalah lipatan kulit (misalnya tangan),
puting susu, dan bagian dalam pipi (mukosa bukal); juga, bekas luka lama bisa menjadi
gelap. Ini terjadi karena hormon perangsang melanosit (MSH) dan ACTH berbagi
molekul prekursor yang sama, pro-opiomelanocortin (POMC). Setelah produksi di
hipofisis anterior kelenjar, POMC akan dibelah menjadi gamma-MSH, ACTH, dan beta-
lipotropin. Subunit ACTH mengalami pembelahan lebih lanjut untuk menghasilkan
alpha-MSH, MSH terpenting untuk pigmentasi kulit. Dalam bentuk sekunder dan tersier
dari ketidakcukupan adrenal, penggelapan kulit tidak terjadi, karena ACTH tidak
diproduksi secara berlebihan.

Penyakit Addison dikaitkan dengan perkembangan penyakit autoimun lainnya, seperti


diabetes tipe I., tiroid penyakit (Tiroiditis Hashimoto), Penyakit celiac, atau vitiligo.
Penyakit Addison mungkin satu-satunya manifestasi penyakit celiac yang tidak
terdiagnosis. Kedua penyakit memiliki faktor risiko genetik yang sama (HLA-DQ2 dan
HLA-DQ8 haplotipe).

Adanya Addison selain mukokutan kandidiasis, hipoparatiroidisme, atau keduanya,


disebut sindrom polendokrin autoimun tipe 1. Kehadiran Addison selain penyakit tiroid
autoimun, diabetes tipe 1, atau keduanya, disebut sindrom polendokrin autoimun tipe 2.

Krisis adrenal

Sebuah "krisis adrenal" atau "krisis addisonian" adalah kumpulan gejala yang
menunjukkan ketidakcukupan adrenal yang parah. Ini mungkin akibat dari penyakit
Addison yang tidak terdiagnosis sebelumnya, proses penyakit yang tiba-tiba
memengaruhi fungsi adrenal (seperti perdarahan adrenal), atau masalah yang muncul
bersamaan (misalnya, infeksi, trauma) pada seseorang yang diketahui mengidap
penyakit Addison. Ini adalah keadaan darurat medis dan situasi yang berpotensi
mengancam nyawa yang membutuhkan perawatan darurat segera.

Gejala karakteristiknya adalah:

• Nyeri yang tiba-tiba menembus di kaki, punggung bawah, atau perut

• Berat muntah dan diare, yang menghasilkan dehidrasi

• Tekanan darah rendah

• Syncope (kehilangan kesadaran dan kemampuan untuk berdiri)

• Hipoglikemia (penurunan kadar glukosa darah)


• Kebingungan, psikosis, ucapan cadel

• Berat kelesuan

• Hiponatremia (tingkat natrium rendah dalam darah)

• Hiperkalemia (peningkatan kadar kalium dalam darah)

• Hiperkalsemia (peningkatan kadar kalsium dalam darah)

• Kejang

• Demam

d. Patofisioloigi

Penyebab terjadinya hipofungsi adrenokortikal mencakup operasi pengangkatan kedua


kelenjar adrenal atau infeksi pada kedua kelenjar tersebut. Tuberculosis (TB) dan
histoplasmosis merupakan infeksi yang sering ditemukan dan menyebabkan kerusakan
pada kedua kelenjar adrenal. Meskipun kerusakan adrenal akibat proses autoimun telah
menggantikan tuberculosis sebagai penyebab penyakit Addison, namun peningkatan
insidens tuberculosis yang terjadi akhir-akhir ini harus mempertimbangkan pencantuman
penyakit infeksi ini kedalam daftar diagnosis. Sekresi ACTH yang tidak adekuat dari
kelenjar hipofisis juga akan menimbulkan insufisiensi adrenal akibat penurunan
stimulasi korteks adrenal.

Gejala insufisiensi adrenokortikal dapat pula terjadi akibat penghentian mendadak terapi
hormone adrenokortikal yang akan menekan respon normal tubuh terhadap keadaan
stress dan menganggu mekanisme umpan balik normal. Terapi dengan pemberian
kortikosteroid setiap hari selama 2-4 minggu dapat menekan fungsi korteks adrenal. Oleh
sebab itu kemungkinan Addison harus diantisipasi pada pasien yang mendapat
pengobatankortikosteroid

e. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium darah

a. Penurunan konsentrasi glukosa dan natrium (hipoglikemia dan hiponatrium)


b. Peningkatan konsentrasi kalium serum (Hiperkalalemia)
c. Penigkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)
d. Penurunan kadar kortisol serum
e. Kadar kortisol plasma rendah
f. ADH meningkat
g. Analisa gas darah;asidosis metabolic
h. Sel darah merah (eritrosit): anemia numokronik,Ht meningkat (karena
hemokonsentrasi) jumlah limfosit mungkin rendah, eosinophil meningkat
2. Pemeriksaan radiografiabdominal menunjukan adanya klasifikasi di adrenal
3. CT scan

Detektor klasifikasi adrenal dan pembesaran yang sensitive hubungannya dengan


insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur, penyakit infiltrasi malignan dan non
malignan dan hemoragik adrenal

4. Gambaran EKG

Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik abnormal
sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolik

5. Tes stimulating ACTH

Kortisol darah dan urin di ukur sebelum dan suatu bentuk sintetik dari ACTH
diberikan dengan suntikan.Pada tes ACTH yang disebut pendek-cepat. Pengukuran
kortisol dalam darah di ulang 30-60 menit setelah suatu suntikan ACTH adalah suatu
kenaikan tingkatan-tingkatan kortisol dalam darah dan urin.

6. Tes Stimulating CRH

Ketika respon pada tes pendek ACTH adalah abnormal, suatu tes stimulasi CRH
“panjang” diperlukan untuk menentukan penyebab dari ketidskcukupan adrenal.
Pada tes ini, CRH sintetik di suntikan secara intravena dan kortisol darah di ukur
sebelum dan 30,60,90 dan 120 menit setelah suntikan. Paien-pasien dengan
ketidakcukupan adrenal sekunder mempunyai respon kekurangan kortisol namun
tidak hadir/penundaan respon-respon ACTH. Ketidakhadiran respon ACTH
menunjukan pada pituitary sebagai penyebab; suatu penundaan respon ACTH
menunjukan pada hypothalamus sebagai penyebab.

f. Penatalaksanaan Medis

1. Terapi dengan pemberian kortikostiroid setiap hari selama 2-4 minggu dosis 12,5-50
mg/hr
2. Hidrkortison (solu-cortef) disuntikan secara IV
3. Prednison (7,5 mg/hr) dalam dosis terbagi diberikan untuk terapi pengganti kortisol
4. Pemberian infus dextrose 5% dalam larutan saline
5. Fludrukortison : 0,05-0,1 mg/hr di berikan per oral

g. Komplikasi

1. Syok, (akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam)


2. Kolaps sirkulasi
3. Dehidrasi
4. Hiperkalemiae
5. Sepsis
6. Ca. Paru
7. Diabetes mellitus

h. Prognosis

Hasil biasanya baik jika dirawat. Sebagian besar dapat berharap untuk menjalani
kehidupan yang relatif normal. Seseorang dengan penyakit ini harus memperhatikan
gejala "krisis Addison" saat tubuh tegang, seperti dalam olahraga yang keras atau
sedang sakit, yang terakhir sering membutuhkan perawatan darurat dengan suntikan
intravena untuk mengatasi krisis tersebut.

Individu dengan penyakit Addison memiliki lebih dari dua kali lipat tingkat
kematian. Selanjutnya, individu dengan penyakit Addison dan diabetes mellitus
memiliki peningkatan kematian hampir 4 kali lipat dibandingkan dengan individu
dengan hanya diabetes. Rasio risiko penyebab kematian pada laki-laki dan
perempuan masing-masing adalah 2,19 dan 2,86.

Kematian dari individu dengan penyakit Addison sering terjadi karena penyakit
kardiovaskular, penyakit menular, dan tumor ganas di antara kemungkinan lainnya.

3. Cushing Sindrome

a. Definisi

Sindrome Cushing adalah gangguan yang terjadi ketika tubuh mengalami peningkatan
hormone kortisol. Sindrom cushing terjadi karena tubuh kelebihan hormone kortisol
dalam tingkat yang tinggi pada waktu yang lama. Penyebab paling umum dari syndrome
cushing, yang sering disebut dengan hypercortisolism, adalah pengguanaan obat
kortikosteroid oral. Kondisi ini juga dapat terjadi ketika tubuh memproduksi terlalu
banyak hormone kortisol.

b. Etiologi

Sindrom cushing disebabkan karena tubuh terlalu banyak memproduksi hormone


kortisol. Kelenjar adrenal dalam tubuh dapat menghasilkan sejumlah hormone,termasuk
kortisol. Fungsi hormone kortisol adalah membantu mengatur tekanan darah dan
menjaga fungsi sistem kardiovaskuler secara normal. Namun, ketika tingkat kortisol
dalam tubuh terlalu tinggi, seseorang dapat mengembangkan syndrome cushing. Kondisi
ini dapat disebabkan karena tumbuhnya tumor pada kelenjar hipofisis yang menganggu
produksi hormone kortisol. Sindrom cushing juga dapat berkembang jika seseorang
mengambil obat kortikosteroid dalam dosis tinggi selama jangka waktu yang lama. Obat-
obatan tersebut seperti prednisone, yang memiliki efek yang sama seperti halnya kortisol
di produksi oleh tubuh.
c. Manifestasi Klinis

Kebanyakan orang dengan cushing syndrome akan memiliki:

 Tubuh obesitas atas (di atas pinggang) dan lengan tipis dan kaki
 Bulat,merah,wajah penuh (moon face)
 Tingkat pertumbuhan yang lambat pada anak-anak

Perubahan kulit yang sering terlihat:

 Jerawat atau infeksi kulit


 Purple tanda (1/2 inci atau lebih lebar) yang disebut striae pada kulit,perut,paha,
dan payudara
 Kulit tipis dengan mudah memar

Otot dan tulang perubahan meliouti:

 Sakit punggung, yang terjadi dengan kegiatan rutin


 Nyeri tulang
 Koleksi lemak di antara bahu (punuk kerbau)
 Rib dan tulang belakang patah (yang disebabkan oleh penipisan tulang)
 Otot yang lemah

Tanda dan gejala lain yaitu :

 Kelelahan
 Kelemahan otot
 Depresi,kecemasan dan mudah tersinggung
 Kehilangan control emosional
 Kognitif kesulitan
 Tekanan baru atau memburuknya darah tinggi
 Intoleransi glukosa yang dapat menyebabkan diabetes
 Skit kepala
 Tulang keropos, yang menyebabkan patah tulang dari waktu ke waktu

d. Patofisiologi

Hipotalamus ada di otak dan kelenjar pituitari berada tepat di bawahnya. Nukleus
paraventrikular (PVN) hipotalamus melepaskan hormon pelepas kortikotropin (CRH),
yang merangsang kelenjar hipofisis untuk melepaskan adrenokortikotropin ( ACTH ).
ACTH berjalan melalui darah ke kelenjar adrenal, di mana ia merangsang pelepasan
kortisol . Kortisol disekresikan oleh korteks kelenjar adrenal dari daerah yang disebut
zona fasciculata sebagai respons terhadap ACTH. Peningkatan kadar kortisol
memberikan umpan balik negatif pada CRH di hipotalamus, yang menurunkan jumlah
ACTH yang dilepaskan dari kelenjar hipofisis anterior. Sebenarnya, sindrom Cushing
mengacu pada kelebihan kortisol dari etiologi apa pun (karena sindrom berarti
sekelompok gejala). Salah satu penyebab sindrom Cushing adalah adenoma yang
mensekresi kortisol di korteks kelenjar adrenal (hiperkortisolisme/hiperkortisme primer).
Adenoma menyebabkan kadar kortisol dalam darah menjadi sangat tinggi, dan umpan
balik negatif pada hipofisis dari kadar kortisol yang tinggi menyebabkan kadar ACTH
menjadi sangat rendah.

Penyakit Cushing hanya mengacu pada hiperkortisolisme sekunder akibat kelebihan


produksi ACTH dari adenoma hipofisis kortikotrof (hiperkortisolisme/hiperkortisme
sekunder) atau karena kelebihan produksi hipotalamus CRH ( hormon pelepas
kortikotropin ) (hiperkortisolisme/hiperkortisme tersier). Hal ini menyebabkan kadar
ACTH darah meningkat bersamaan dengan kortisol dari kelenjar adrenal. Tingkat ACTH
tetap tinggi karena tumor tidak responsif terhadap umpan balik negatif dari tingkat
kortisol yang tinggi. Ketika sindrom Cushing disebabkan oleh ACTH ekstra , ini dikenal
sebagai sindrom Cushing ektopik.Ini mungkin terlihat pada sindrom paraneoplastik.

Ketika sindrom Cushing dicurigai, baik tes supresi deksametason (pemberian


deksametason dan penentuan kadar kortisol dan ACTH yang sering), atau pengukuran
urin 24 jam untuk kortisol menawarkan tingkat deteksi yang sama. Deksametason adalah
glukokortikoid dan mensimulasikan efek kortisol, termasuk umpan balik negatif pada
kelenjar pituitari. Ketika deksametason diberikan dan sampel darah diuji, kadar kortisol
>50 nmol/l (1,81 g/dl) akan menjadi indikasi sindrom Cushing karena ada sumber
kortisol atau ACTH ektopik (seperti adenoma adrenal) yang tidak dihambat oleh
deksametason tersebut. Pendekatan baru, yang baru-baru ini disetujui oleh FDA AS,
adalah mengambil sampel kortisol dalam air liurlebih dari 24 jam, yang mungkin sama
sensitifnya, karena tingkat kortisol saliva larut malam tinggi pada pasien cushingoid.
Tingkat hormon hipofisis lainnya mungkin perlu dipastikan. Melakukan pemeriksaan
fisik untuk menentukan defek lapang pandang mungkin diperlukan jika dicurigai adanya
lesi hipofisis, yang dapat menekan kiasma optikum, menyebabkan hemianopia
bitemporal tipikal.

Ketika salah satu dari tes ini positif, pemindaian CT kelenjar adrenal dan MRI kelenjar
pituitari dilakukan untuk mendeteksi adanya adenoma adrenal atau hipofisis atau
insidentaloma (penemuan lesi yang tidak berbahaya secara kebetulan). Skintigrafi
kelenjar adrenal dengan pemindaian iodokolesterol kadang-kadang diperlukan. Kadang-
kadang, penentuan kadar ACTH di berbagai vena dalam tubuh dengan kateterisasi vena,
bekerja ke arah hipofisis ( sinus petrosus ).pengambilan sampel) diperlukan. Dalam
banyak kasus, tumor yang menyebabkan penyakit Cushing berukuran kurang dari 2 mm
dan sulit dideteksi menggunakan pencitraan MRI atau CT. Dalam satu penelitian
terhadap 261 pasien dengan penyakit Cushing hipofisis yang dikonfirmasi, hanya 48%
lesi hipofisis yang diidentifikasi menggunakan MRI sebelum operasi.

Kadar CRH plasma tidak adekuat saat diagnosis (dengan kemungkinan pengecualian
tumor yang mensekresi CRH) karena dilusi perifer dan berikatan dengan CRHBP.

e. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menegakan diagnosis dan menetukan penyebab cushing syndrome , di perlukan
pemeriksaan penunjang yang tepat serta sarana untuk melaksanakan serangkaian
pemeriksaan laboratorium. Langkah pertama pemeriksaan di tujukan untuk menguji
apakah diagnosis syndrome cushingsudah benar. Ada tiga macam pemeriksaan yang
dapat digunakan.

1. Pemeriksaan kadar kortisol plasma

Dalam keadaan normal kadar kortisol plasma sesuai dengan irama sirkadian atau
periode diurnal, yaitu pada pagi hari kadar kortisol plasma mencapai 5-25 Ug/dl
(140-160 mmol/I) dan pada malam hari akan menurun menjadi kurang dari 50%.
Bila pada malam hari kadarnya tidak menurun atau tetap berarti irama sirkadian
sudah tidak ada. Dengan demikian sindrom cushing sudah dapat di tegakkan. Namun
pemeriksaan ini tidak dapat digunakan pada anak berusia kurang dari 3 tahun sebab
irama sirkadian belum dapat ditentukan pada usia kurang dari 3 tahun.

2. Pemeriksaan kadar kortisol bebas atau 17-hidrosikortikosteroid dalam urine 24 jam

Pada sindrom cushing kadar kortisol bebas dan 17-hidrosikortikosteroid dalam urine
meningkat 24 jam.

3. Tes supresi adrenal (tes supresi deksametason dosis tunggal)

Deksametason 0,2 mg/𝑚2 diberikan per oral pada pukul 23.00 kemudian pada pukul
08.00 esok harinya kadar kortisol plasma di periksa. Bila kadar kortisol plasma <5
Ug/dl maka telah terjadi penekanan terhadap sekresi kortisol plasma dan
kesimpulannya normal. Pada sindrom cushing kadar kortisol plasma >5Ug/dl

Langkah kedua dari pemeriksaan ini adalah menelusuri kemungkinan penyebabnya.


Banyak macam pemeriksaan yang dapat digunakan, di bawah ini merupakan salah
satu rangkaian pemeriksaan yang bisa di pakai

1. Pemeriksaan supresi deksametason dosis tinggi

Pemeriksaan ini ditujukan untuk membedakan sindrom cushing yang disebabkan


oleh kelainan hipofisis atau non-hipofisis. Deksametason oral diberikan dengan
dosis 20 mg/kg setiap 6 jam selama 2 hari berturut-turut. Kemudian diperiksa
kadar kortisol plasma, kadar kortisol bebas dan kadar 17-hidrosikortikosteroid
menurun sampai di bawah 50% maka telah terjadi penekanan dan berarti terdapat
kelainan pada hipofisis.

2. Pemeriksaan kadar ACTH plasma

Pemeriksaan ini menggunakan alat yang dikenal sebagai imunoradiametric assay


(IRMA). Pemeriksaan ini ditujukan untuk membedakan syndrome cushing yang
tergantung ACTH dengan yang tidak tergantung ACTH. Bila kadar ACTH
plasma <5 pg/ml maka penyebabnya adalah tipe tidak tergantung ACTH. Bila
kadar ACTH plasma >10 pg/ml maka penyebabnya adalah tipe tergantung
ACTH.

Tes supresi deksametason Immunoradiometric assay Kemungkinan penyebab


Penekanan (-) <5 pg/ml Kelainan adrenokortikal

Penekanan (-) >10 pg/ml Sindrom ACTH ektopik

Penekanan (+) >10 pg/ml Kelainan hipofisis

Pemeriksaan yang ketiga adalah untuk menentukan lokasi penyebab primer. Pada
kelainan hipofisis, pemeriksaan lanjutan menggunakan Magnetic Resonance Imaging
(MRI) dan CT-scan kepala. Bila adenoma hipofisis masih dicurigai tetapi belum
ditemukan pada pemeriksaan, maka perlu dilakukan evaluasi secara periodic. Pada
sindrom ACTH ektopik dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa CT scan thoraks dan
abdomen untuk menemukan lokasi tumor nonedokrin yang menyebabkan peningkatan
kadar ACTH plasma. Sedangkan pada kelainan adrenokortikal dilakukan pemeriksaan
penunjang berupa CT scan adrenal.

f. Prognosis

Tanpa terapi yang tepat, prognosis cushing disease biasanya fatal. Peningkatan produksi
glukokortikoid pada cushing disease dapat menyebabkan beragam komplikasi, seperti
penyakit kardiovaskular. Komplikasi cushing disease umumnya tidak berbeda dengan
sindrom cushing, yaitu sindrom metabolik.

4. Gigantisme

a. Definisi

Gigantisme adalah berlebihnya produksi hormon pertumbuhan pada anak-anak


yang memberi dampak kepada ukuran tinggi dan berat badannya. Selama masa
pertumbuhan, anak-anak yang terkena gigantisme dapat memiliki ukuran tinggi
dan berat badan yang terlihat di atas rata-rata. Namun, kondisi ini sering
dianggap wajar sehingga gigantisme tidak mudah dikenali. Gigantisme berbeda
dengan kondisi akromegali pada orang dewasa karena produksi hormon
pertumbuhan yang berlebih terjadi ketika lempeng epifisis menutup.

b. Manifestasi Klinis

Gigantisme dapat dikenali pada fisik anak secara langsung, yaitu:

 Ukuran badan anak yang lebih tinggi dari anak lain seumurannya.
 Beberapa bagian tubuh anak dapat memiliki perbedaan proporsi dengan
bagian tubuh lain pada dirinya sendiri, seperti pertumbuhan tangan dan
kaki yang disertai penebalan pada jari-jari.
 Gejala lainnya adalah rahang dan dahi yang menonjol, dan hidung datar.
 Pengidap gigantisme juga bisa mengalami pembesaran pada kepala, lidah,
atau bibirnya.

Gejala yang dialami tergantung pada seberapa besar ukuran tumor pada
kelenjar hipofisis karena dapat menekan syaraf otak. Pengidap dapat
mengalami sakit kepala, kelelahan, mual sebagai akibat tumor, gangguan
penglihatan, kehilangan pendengaran, periode menstruasi yang tidak
normal, serta keterlambatan masa pubertas pada anak.

Gejala ini akan muncul sebelum akhir pubertas atau sebelum lempeng
pertumbuhan (ephiphyseal growth plates) menutup. Selain gejala di atas,
gigantisme dapat ditandai dengan beberapa gejala lain, seperti:

• Sering mengalami sakit kepala

• Mengalami masa pubertas terlambat

• Mengalami gangguan tidur

• Mengeluarkan air susu ibu (ASI) sebelum waktunya

• Memiliki siklus menstruasi yang tidak teratur

• Sering berkeringat atau hiperhidrosis

• Mengalami gangguan penglihatan

• Sering kelelahan

• Terdapat celah di antara gigi

c. Etiologi

Penyebab gigantisme yang paling sering ditemui adalah tumor pada kelenjar
hipofisis atau tumor kelenjar pituitari yang terletak pada bagian bawah otak.
Kelenjar ini berperan pada perkembangan seksual, pengendalian suhu tubuh,
produksi urine serta metabolisme pertumbuhan pada wajah, tangan, dan kaki.
Dengan tumbuhnya tumor pada kelenjar hipofisis, menyebabkan kelenjar ini
memproduksi hormon pertumbuhan secara berlebihan. Penyebab gigantisme
lainnya adalah:
• Carney complex, yaitu tumbuhnya tumor jinak pada kelenjar endokrin,
jaringan ikat serta munculnya bintik-bintik yang lebih gelap pada kulit. Kondisi
ini merupakan penyakit yang diturunkan.

• Multiple endocrine neoplasia type 1 yang juga dikenal sebagai MEN 1,


yaitu tumbuhnya tumor pada kelenjar hipofisis, kelenjar paratiroid, dan pankreas.
Penyakit ini merupakan kelainan yang diturunkan.

• Neurofibromatosis, yaitu tumbuhnya tumor pada sistem saraf dan


merupakan kelainan turunan.

• Sindrom McCune-Albright, yaitu pertumbuhan tidak wajar pada jaringan


tulang, kelainan kelenjar, dan munculnya bercak cokelat muda pada kulit.

d. Patofisiologi

Patofisiologi gigantisme dan akromegali terkait ketidakseimbangan sekresi dan


inhibisi hormon pertumbuhan atau growth hormone (GH), sehingga kadar GH
berlebih. Manifestasi klinis ekses GH akan berbeda pada anak-anak dan dewasa,
tergantung apakah fusi lempeng epifisis telah terjadi atau belum.

Hormon pertumbuhan atau growth hormone (GH) merupakan protein asam


amino panjang 191 dengan dua ikatan disulfida, yang disekresi oleh sel
somatotrof di hipofisis anterior yang berdenyut 4‒11 kali dalam sehari. Karena
bersifat pulsatil, pengukuran sekresi GH secara acak tidak bermanfaat. GH
merangsang sintesis insulin-like growth factor-1 (IGF-1) di liver.

IGF-1 merupakan protein 70 asam amino yang mirip dengan insulin. Selain itu,
mekanisme pensinyalan pasca reseptor yang melibatkan tirosin kinase dan insulin
receptor substrate-1 (IRS-1) juga serupa untuk IGF-1 dan insulin. IGF-1 beredar
dengan terikat pada IGF-1 binding protein. IGF-1 memberikan mekanisme
umpan balik negatif melalui growth hormone-releasing hormone (GHRH) dan
somatostatin.

Mekanisme keseimbangan sekresi GH bergantung pada GHRH dan somatostatin.


GHRH merangsang pelepasan GH dari hipofisis. Sedangkan somatostatin yang
disekresikan dari hipotalamus memberikan aksi penghambatan pada sekresi GH.
Neuron yang mengandung GHRH terutama berada di nukleus arkuata dan
nukleus ventromedial. GHRH dan somatostatin akan mengatur sekresi satu sama
lain agar tercapai keseimbangan secara parakrin.

e. Pemeriksaan Penunjang

Untuk mendiagnosa gigantisme, pertama-tama dokter akan melakukan tanya


jawab seputar keluhan dan riwayat kesehatan anak dan keluarganya. Setelah itu,
dokter akan melakukan pemeriksaan fisik, salah satunya dengan pengukuran
antropometri.
Antropometri dilakukan mengukur dimensi tubuh yang terdiri dari tinggi, berat
badan, indeks massa tubuh (BMI), lingkar tubuh (pinggang, pinggul, dan anggota
tubuh lainnya), dan ketebalan lemak bawah kulit. Hasil pengukuran ini akan
dibandingkan dengan kurva pertumbuhan.
Untuk memastikan diagnosis, dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang
dengan beberapa metode berikut:
 Tes darah untuk mengukur kadar hormon di dalam tubuh, termasuk
growth hormon
 Pemindaian dengan MRI dan CT scan, untuk menemukan keberadaan
tumor hipofisis dan mendiagnosis penyebab kelebihan kadar GH

f. Komplikasi Gigantisme

Salah satu komplikasi yang dapat dialami oleh penderita gigantisme adalah
kambuhnya tumor hipofisis yang menyebabkan gigantisme, meskipun tumor ini
sudah dioperasi atau diobati.

Selain itu, prosedur operasi dan radioterapi yang dilakukan untuk mengatasi
gigantisme juga dapat menimbulkan sejumlah komplikasi, seperti:

• Hipogonadisme

• Hipotiroidisme

• Insufisiensi adrenal (kekurangan hormon adrenal)

• Diabetes insipidus

g. Prognosis

Prognosis gigantisme dan akromegali tergantung pada tahap perjalanan penyakit


ketika terdiagnosa, dan respons kadar hormon terhadap terapi bedah atau
nonbedah. Komplikasi yang ditemukan biasanya adalah gangguan pada
kardiovaskular, serebrovaskuler, metabolik dan endokrin, serta saluran
pernapasan.

Morbiditas dan mortalitas gigantisme belum diketahui karena jumlah kasus yang
sedikit. Pada akromegali kondisi berat yang tertunda diagnosisnya, morbiditas
dan mortalitas pasien tinggi karena gangguan pada kardiovaskuler,
serebrovaskuler, saluran pernapasan, metabolisme kalsium dan tulang,
neuromuskular, dan keganasan.

5. Hipertiroid
a. Definisi

Penyakit hipertiroidisme atau hipertiroid adalah penyakit akibat kadar hormon


tiroid terlalu tinggi di dalam tubuh. Kondisi kelebihan hormon tiroid ini dapat
menimbulkan gejala jantung berdebar, tangan gemetar, dan berat badan turun
drastis.

Kelenjar tiroid terletak di bagian depan leher dan berperan sebagai penghasil
hormon tiroid. Hormon ini berfungsi untuk mengendalikan proses metabolisme,
seperti mengubah makanan menjadi energi, mengatur suhu tubuh, dan mengatur
denyut jantung. Kerja dari kelenjar tiroid juga dipengaruhi oleh kelenjar di otak
yang dinamakan kelenjar pituitari atau kelenjar hipofisis.

Kelenjar hipofisis akan menghasilkan hormon yang dinamakan TSH dalam


mengatur kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid. Ketika kadar hormon
tiroid dalam tubuh terlalu tinggi, maka proses metabolisme akan berlangsung
semakin cepat dan memicu berbagai gejala. Penanganan perlu segera dilakukan
untuk mencegah memburuknya gejala hyperthyroidism atau hipertiroid yang
muncul.

b. Manifestasi Klinis

Gejala yang ditimbulkan oleh hipertiroidisme terjadi akibat metabolisme tubuh


berlangsung lebih cepat. Gejala ini dapat dirasakan secara perlahan maupun
mendadak. Gejala yang muncul antara lain:

• Jantung berdebar

• Tremor atau gemetar di bagian tangan

• Mudah merasa gerah dan berkeringat (hiperhidrosis)

• Gelisah

• Mudah marah

• Berat badan turun drastis

• Sulit tidur

• Konsentrasi menurun

• Diare

• Penglihatan kabur
• Rambut rontok

• Gangguan menstruasi pada wanita

Selain gejala yang dapat dirasakan oleh penderita, ada beberapa tanda-tanda fisik
yang dapat ditemukan pada penderita hipertiroidisme. Tanda tersebut meliputi:

• Pembesaran kelenjar tiroid atau penyakit gondok

• Bola mata terlihat sangat menonjol

• Muncul ruam kulit atau biduran

• Telapak tangan kemerahan

• Tekanan darah meningkat

Selain itu, terdapat jenis hipertirodisme yang tidak menimbulkan gejala.


Gangguan ini disebut hipertiroid subklinis. Kondisi ini ditandai dengan
meningkatnya TSH tanpa disertai dengan hormon tiroid. Setengah penderitanya
akan kembali normal tanpa pengobatan khusus.

c. Etiologi

Gangguan yang dapat menyebabkan hipertiroid bermacam-macam, mulai dari


penyakit autoimun hingga efek samping obat. Berikut ini adalah berbagai
penyebab penyakit dan kondisi yang bisa menyebabkan hipertiroidisme:

• Penyakit Graves akibat autoimun atau kekebalan tubuh sendiri yang


menyerang sel normal

• Peradangan kelenjar tiroid atau tiroiditis

• Benjolan, seperti toxic nodular tiroid, atau tumor jinak di kelenjar tiroid
atau kelenjar pituitari (hipofisis)

• Kanker tiroid

• Tumor di testis atau ovarium

• Konsumsi obat dengan kandungan iodium tinggi, misalnya amiodarone

• Penggunaan cairan kontras dengan kandungan iodium dalam tes


pemindaian
• Terlalu banyak konsumsi makanan yang mengandung iodium tinggi
seperti makanan laut, produk susu, dan telur

Selain beberapa penyebab di atas, ada faktor-faktor lain yang dapat


meningkatkan risiko seseorang terkena hipertiroidisme. Faktor risiko tersebut
meliputi:

• Berjenis kelamin wanita

• Memiliki anggota keluarga yang menderita penyakit Graves

• Menderita penyakit kronis, seperti diabetes tipe 1, anemia, atau gangguan


kelenjar adrenal

d. Patofisiologi

Patofisiologi hipertiroid dapat melalui berbagai mekanisme, tergantung penyakit


dasarnya. Hipertiroid bisa terjadi melalui mekanisme autoimun yang
menghasilkan autoantibodi terhadap thyroid stimulating hormone receptor
(TSHR-Ab). Autoantibodi ini akan menstimulasi sintesis dan sekresi hormon
tiroid secara berlebihan. Mekanisme ini terjadi pada Grave’s disease.
Autoantibodi juga akan bereaksi dengan thyroid derived thyroglobin di mata dan
menyebabkan reaksi inflamasi dan penumpukan cairan sehingga terjadi
eksoftalmus.

Hipertiroid juga bisa terjadi melalui mediasi thyroid stimulating hormone (TSH)
yang berlebihan misalnya pada TSH-secreting pituitary adenoma atau melalui
human chorionic gonadotropin pada kasus penyakit trofoblastik dan germ cell
tumors. TSH yang berlebihan ini akan menstimulasi sintesis dan sekresi hormon
tiroid secara berlebihan.

Mekanisme lain adalah autonomously hyperfunctioning nodules di kelenjar


tiroid. Nodul kelenjar tiroid secara otonom akan mensintesis hormon tiroid tanpa
dipengaruhi oleh feedback TSH. Mekanisme ini ditemui pada kasus toksik
adenoma dan toksik multinodular goitre.

e. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada hipertiroid adalah pemeriksaan


kadar hormon tiroid, deteksi autoantibodi, dan scintigraphy. Pemeriksaan awal
yang dilakukan adalah pemeriksaan kadar thyroid stimulating hormone (TSH),
free thyroxine (fT4) dengan free triiodothyronine (fT3).

f. Prognosis
Prognosis hipertiroid dipengaruhi oleh etiologi dan komplikasi yang menyertai.

6. Hipotiroid

a. Definisi

Hipotiroid adalah gangguan endokrin yang ditandai dengan defisiensi hormon


tiroid. Manifestasi klinis hipotiroid dapat bervariasi mulai dari kasus
asimptomatik hingga kasus yang mengancam nyawa. Keluhan utama penderita
hipotiroid adalah mudah lelah, lemas, intoleransi terhadap cuaca dingin (cold
intolerance), peningkatan berat badan, konstipasi, perubahan suara, dan kulit
kering.

Berdasarkan onset, hipotiroid dapat dibedakan menjadi hipotiroid kongenital atau


didapat (acquired), sedangkan berdasarkan lokasi terjadinya gangguan, hipotiroid
dapat dibedakan menjadi hipotiroid primer, sekunder, dan tersier. Pada hipotiroid
primer, kelenjar tiroid tidak mampu memproduksi hormon tiroid dalam jumlah
yang cukup, sedangkan pada hipotiroid sekunder, kelenjar tiroid normal namun
produksi hormon tiroid berkurang akibat rendahnya sekresi thyroid stimulating
hormone (TSH atau tirotropin) oleh kelenjar pituitari. Hipotiroid tersier terjadi
akibat kurangnya sekresi thyrotropin releasing hormone (TRH) oleh hipotalamus.

b. Manifestasi Klinis

Spektrum gambaran klinik hipotiroidisme sangat lebar, mulai dari keluhan

cepat lelah atau mudah lupa sampai gangguan kesadaran berat (koma

miksedema). Namun akhir-akhir ini sangat jarang ditemukan kasus-kasus

dengan koma miksedema.

Kekurangan hormon tiroid mengakibatkan perlambatan proses metabolik di

dalam tubuh manusia. Pengaruh hipotiroidisme padaberbagai sistem organ.

Organ / Sistem Organ Keluhan / Gejala / Kelainan


Kardiovaskuler Bradikardia
Gangguan kontraktilitas
Penurunan Curah jantung
Kardiomegali (paling banyak disebabkan oleh efusi
perikard)
Respirasi Sesak dengan aktivitas
Gangguan respon ventilasi terhadap hiperkapnia dan
hipoksia
Hipoventilasi
Sleep apnea
Efusi Pleura
Gastrointestinal Anoreksia
Penurunan peristaltik usus  konstipasi kronik,
impaksi feses dan ileus
Ginjal (air dan Penurunan laju filtrasi ginjal
elektrolit) Penurunan kemampuan ekskresi kelebihan cairan 
intoksikasi cairan dan hiponatremia
Hematologi Anemia, disebabkan:
Gangguan sintesis hemoglobin karena defisiensi
tiroksin
Defisiensi besi karena hilangnya besi pada menoragia
dan gangguan absorbsi besi
Defisiensi asam folat karena gangguan absorbsi asam
folat
Anemia pernisiosa
Neuromuskular Kelemahan otot proksimal
Berkurangnya refleks
Gerakan otot melambat
Kesemutan
Psikiatri Depresi
Gangguan memori
Gangguan kepribadian
Endokrin Gangguan pembentukan estrogen  gangguan
ekskresi FSH dan LH, siklus anovulatoar, infertilitas,
menoragia

c. Etiologi

Hipotiroid dapat diklasifikasikan menjadi hipotiroidisme primer, sekunder serta


tersier. Hipotiroid primer disebabkan oleh tiroid gagal dalam memproduksi
hormon tiroid, sedangkan hipotiroid sekunder diakibatkan oleh defisiensi hormon
TSH yang dihasilkan oleh hipofisis. Hipotiroid tersier disebabkan oleh defisiensi
TRH yang dihasilkan oleh hipotalamus. Penyebab terbanyak hipotiroid adalah
akibat kegagalan produksi hormon tiroid oleh tiroid (hipotiroid primer).
Primer Turoiditis Hashimoto
Terapi Iodium radioaktif untuk penyakit Graves
Tiroidektomi pada penyakit graves, nodul tiroid, atau
kanker tiroid
Asupan iodida yang berlebihan (pemakaian
radiokontras)
Tiroiditis sub akut
Defisiensi iodium
Kelainan bawaan sintesis hormon tiroid
Obat-obatan (litium, interferon alfa, amiodaron)
Sekunder Hipopituitari akibat adenoma hipofisis, terapi ablatif
terhadap hipofisis, serta kerusakan hipofisis
Tersier Defisiensi hipotalamus

d. Patofisiologi

Patofisiologi hipotiroid berkaitan dengan penurunan produksi hormon tiroid


akibat kelainan lokal pada kelenjar tiroid sendiri maupun akibat kelainan
hipotalamus atau kelenjar pituitari. Berkurangnya produksi hormon tiroid
menyebabkan penurunan laju metabolisme dan terjadinya gejala-gejala hipotiroid

Aksis Hipotalamus Pituitari Tiroid

Pada kondisi normal, hipotalamus mensekresi thyrotropin releasing hormone


(TRH) yang kemudian menstimulasi kelenjar pituitari untuk memproduksi
thyroid stimulating hormone (TSH). TSH akan menstimulasi kelenjar tiroid untuk
mensekresi tiroksin (T4) dan juga sedikit triiodotironin (T3). Normalnya kelenjar
tiroid menghasilkan 100-125 nmol T4 setiap harinya. Waktu paruh T4 adalah 7-
10 hari. T4 merupakan suatu prohormon yang akan dikonversi menjadi T3
(bentuk aktif dari hormon tiroid) di jaringan perifer oleh 5’-deiodination. Kadar
T3 dan T4 akan memberikan umpan balik negatif terhadap produksi TRH dan
TSH. Gangguan struktur dan fungsi organ-organ yang terlibat dalam aksis ini
dapat menyebabkan hipotiroid.

e. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis hipotiroid dapat ditegakkan melalui pemeriksaan kadar thyroid


stimulating hormone (TSH) dan free tiroksin (FT4) dalam darah. Selain itu,
pemeriksaan lain seperti pengukuran titer antibodi antitiroid peroksidase (anti-
TPO) dan thyrotropin releasing hormone (TRH) juga dapat dilakukan bila perlu.

f. Prognosis

Prognosis hipotiroid tergantung pada adekuat atau tidaknya terapi yang di terima
oleh pasien. Komplikasi yang muncul akibat kondisi hipotiroid yang tidak
ditangani dengan baik dapat memperburuk prognosis.

7. Hipopituitary

a. Definisi

Hipopituitarisme adalah penurunan ( hipo ) sekresi satu atau lebih dari delapan hormon
yang biasanya diproduksi oleh kelenjar pituitari di dasar otak. Jika ada penurunan
sekresi satu hormon hipofisis spesifik, kondisi ini dikenal sebagai hipopituitarisme
selektif. Jika ada penurunan sekresi sebagian besar atau semua hormon hipofisis, istilah
panhypopituitarism. Tanda dan gejala hipopituitarisme bervariasi, tergantung pada
hormon mana yang disekresikan dan pada penyebab kelainan yang mendasarinya.
Diagnosis hipopituitarisme dibuat dengan tes darah , tetapi seringkali pemindaian
spesifik dan penyelidikan lain diperlukan untuk menemukan penyebab yang
mendasarinya, seperti tumor hipofisis, dan pengobatan yang ideal. Sebagian besar
hormon yang dikendalikan oleh sekresi hipofisis dapat diganti dengan tablet atau
suntikan. Hipopituitarisme adalah penyakit langka , tetapi mungkin kurang terdiagnosis
secara signifikan pada orang dengan cedera otak traumatis sebelumnya. Deskripsi
pertama dari kondisi ini dibuat pada tahun 1914 oleh dokter Jerman Dr Morris
Simmonds.

b. Manifestasi klinis
Hormon-hormon hipofisis memiliki tindakan yang berbeda dalam tubuh, dan gejala
hipopituitarisme karena itu tergantung pada hormon mana yang kekurangan. Gejalanya
mungkin tidak kentara dan seringkali pada awalnya dikaitkan dengan penyebab lain.
Dalam kebanyakan kasus, tiga atau lebih hormon kekurangan. Masalah yang paling
umum adalah kekurangan hormon perangsang folikel (FSH) dan/atau hormon luteinizing
(LH) yang menyebabkan kelainan hormon seks . Kekurangan hormon pertumbuhan lebih
sering terjadi pada orang dengan tumor yang mendasari dibandingkan dengan penyebab
lain.
Terkadang, ada gejala tambahan yang muncul dari penyebab yang mendasarinya;
misalnya, jika hipopituitarisme disebabkan oleh tumor penghasil hormon pertumbuhan,
mungkin ada gejala akromegali (pembesaran tangan dan kaki, fitur wajah kasar), dan jika
tumor meluas ke saraf optik atau kiasma optik , mungkin ada menjadi cacat bidang
visual . Sakit kepala juga dapat menyertai tumor hipofisis, serta apoplexy hipofisis (infark
atau perdarahan tumor hipofisis) dan hipofisitis limfositik ( inflamasi autoimun hipofisis).
Apoplexy, selain sakit kepala mendadak dan kehilangan penglihatan yang memburuk
dengan cepat, juga dapat dikaitkan dengan penglihatan ganda yang diakibatkan oleh
kompresi saraf di sinus kavernosus yang berdekatan yang mengontrol otot- otot mata.
Kegagalan hipofisis mengakibatkan banyak perubahan pada kulit, rambut, dan kuku
sebagai akibat dari tidak adanya aksi hormon hipofisis di tempat-tempat tersebut.

c. Etiologi

Jenis Penyebab

Tumor Sebagian besar kasus hipopituitarisme


disebabkan oleh adenoma hipofisis yang
menekan jaringan normal di kelenjar, dan
jarang tumor otak lain di luar kelenjar —
craniopharyngioma , meningioma , chordoma ,
ependymoma , glioma atau metastasis dari
kanker di tempat lain di tubuh.

Infeksi, Hipofisis juga dapat dipengaruhi oleh infeksi


peradangan dan otak ( abses otak , meningitis , ensefalitis ) atau
infiltrasi kelenjar itu sendiri, atau mungkin disusupi oleh
sel-selabnormal
(neurosarkoidosis ,histiositosis ) atau zat besi
yang berlebihan (hemokromatosis). Sindrom
sella kosong adalah hilangnya jaringan
hipofisis yang tidak dapat dijelaskan, mungkin
karena tekanan dari luar. Hipofisitis autoimun
atau limfositik terjadi ketika sistem kekebalan
tubuh secara langsung menyerang hipofisis.

Pembuluh darah Saat kehamilan datang , kelenjar pituitari


wanita hamil rentan terhadap tekanan darah
rendah , seperti yang mungkin terjadi akibat
perdarahan ; kerusakan hipofisis akibat
pendarahan setelah melahirkan disebut sindrom
Sheehan . Apoplexy hipofisis adalah
perdarahan atau infark (kehilangan suplai
darah) dari hipofisis. Bentuk lain dari stroke
semakin dikenal sebagai penyebab
hipopituitarisme.

Radiasi Hipopituitarisme yang diinduksi radiasi


terutama mempengaruhi hormon pertumbuhan
dan hormon gonad. Sebaliknya, kekurangan
hormon adrenokortikotropik (ACTH) dan
hormon perangsang tiroid (TSH) adalah yang
paling jarang terjadi pada orang dengan
hipopituitarisme akibat radiasi. Perubahan
sekresi prolaktin biasanya ringan, dan
defisiensi vasopresin tampaknya sangat jarang
terjadi sebagai akibat radiasi.

fisik lainnya Penyebab fisik eksternal untuk


hipopituitarisme termasuk cedera otak
traumatis , perdarahan subarachnoid , bedah
saraf dan radiasi pengion (misalnya terapi
radiasi untuk tumor otak sebelumnya). Gigitan
ular berbisa Russell juga diketahui
menyebabkan hipopituitarisme pada sekitar
29% kasus.

Bawaan Hipofisis kongenital (hadir saat lahir) mungkin


akibat komplikasi sekitar persalinan, atau
mungkin hasil dari perkembangan yang tidak
memadai ( hipoplasia ) kelenjar, kadang-
kadang dalam konteks kelainan genetik
tertentu. Mutasi dapat menyebabkan
perkembangan kelenjar yang tidak mencukupi
atau penurunan fungsi. Bentuk defisiensi
hormon hipofisis gabungan ("CPHD")
meliputi:
Jenis OMIM Gen

CPHD1 613038 POU1F1

CPHD2 262600 PROP1

CPHD3 600577 LHX3

CPHD4 602146 LHX4


CPHD5 182230 HESX1
(Displasia
Septo -
optik )
Sindrom kallmann hanya menyebabkan
defisiensi gonadotropin. Sindrom Bardet-Biedl
dan sindrom Prader-Willi telah dikaitkan
dengan defisiensi hormon hipofisis.

d. Patofisiologi
Kelenjar pituitari terletak di dasar otak, dan berhubungan erat dengan hipotalamus . Ini
terdiri dari dua lobus: hipofisis posterior, yang terdiri dari jaringan saraf yang bercabang
dari hipotalamus, dan hipofisis anterior, yang terdiri dari epitel penghasil hormon .
Hipofisis posterior mengeluarkan hormon antidiuretik , yang mengatur osmolaritas darah,
dan oksitosin , yang menyebabkan kontraksi rahim saat melahirkan dan berpartisipasi
dalam menyusui .

Hipofisis berkembang pada minggu ketiga embriogenesis dari interaksi antara bagian
diensefalon otak dan rongga hidung. Sel- sel otak mensekresi FGF-8 , Wnt5a dan BMP-4 ,
dan rongga mulut BMP-2 . Bersama-sama, sinyal seluler ini merangsang sekelompok sel
dari rongga mulut untuk membentuk kantong Rathke , yang menjadi independen dari
rongga hidung dan berkembang menjadi hipofisis anterior; proses ini mencakup
penekanan produksi protein yang disebut landak Sonic oleh sel-sel kantong Rathke. Sel
kemudian berdiferensiasilebih jauh ke dalam berbagai sel penghasil hormon di hipofisis.
Ini membutuhkan faktor transkripsi tertentu yang menginduksi ekspresi gen tertentu.
Beberapa faktor transkripsi ini telah ditemukan kekurangan dalam beberapa bentuk
defisiensi hormon hipofisis gabungan (CPHD) yang jarang terjadi pada masa kanak-
kanak. Ini adalah HESX1 , PROP1 , POU1F1 , LHX3 , LHX4 , TBX19 , SOX2 dan
SOX3 . Setiap faktor transkripsi bertindak dalam kelompok sel tertentu. Oleh karena itu,
berbagai mutasi genetik dikaitkan dengan defisiensi hormon tertentu. Misalnya,
POU1F1(juga dikenal sebagai Pit-1) mutasi menyebabkan defisiensi spesifik pada
hormon pertumbuhan, prolaktin dan TSH. Selain hipofisis, beberapa faktor transkripsi
juga diperlukan untuk perkembangan organ lain; beberapa mutasi ini karena itu juga
terkait dengan cacat lahir tertentu.
 Sumbu organ ujung hipotalamus-hipofisis
 Tiroid adrenal gonad Pertumbuhan susu
 Pelepasan hormone TRH CRH GnRH GHRH Dopamin (penghambat)
 Sel hipofisis Tirotropi Kortikotrop Gonadotropin somatotrop laktotrop
 Hormon hipofisis TSH ACTH LH dan FSH GH prolaktin
 organ akhir Tiroid adrenal Testis atau ovarium Hati Kelenjar susu
 Produk Tiroksin Kortisol Testosteron , estradiol IGF-1Susu (tidak ada umpan
balik)
Sebagian besar hormon di hipofisis anterior masing-masing bagian dari sumbu yang
diatur oleh hipotalamus . Hipotalamus mengeluarkan sejumlah hormon pelepas ,
seringkali menurut ritme sirkadian , ke dalam pembuluh darah yang mensuplai hipofisis
anterior ; sebagian besar adalah stimulator ( hormon pelepas tirotropin, hormon pelepas
kortikotropin , hormon pelepas gonadotropin dan hormon pelepas hormon pertumbuhan ) ,
selain dopamin , yang menekan produksi prolaktin. Menanggapi kecepatan pelepasan
hormon, hipofisis anterior menghasilkan hormonnya (TSH, ACTH, LH, FSH, GH) yang
pada gilirannya merangsang kelenjar hormon efektor dalam tubuh, sedangkan prolaktin
(PRL) bekerja langsung pada kelenjar payudara . Begitu kelenjar efektor menghasilkan
hormon yang cukup (tiroksin, kortisol, estradiol atau testosteron dan IGF-1), baik
hipotalamus maupun sel-sel hipofisis merasakan kelimpahannya dan mengurangi sekresi
hormon perangsangnya. Hormon-hormon hipofisis posterior diproduksi di hipotalamus
dan dibawa oleh ujung saraf ke lobus posterior; sistem umpan balik mereka karena itu
terletak di hipotalamus, tetapi kerusakan pada ujung saraf masih akan menyebabkan
kekurangan pelepasan hormon. Kecuali kerusakan hipofisis disebabkan oleh tumor yang
memproduksi hormon tertentu secara berlebihan, kekurangan hormon hipofisislah yang
menyebabkan gejala yang dijelaskan di atas, dan kelebihan hormon tertentu akan
menunjukkan adanya tumor. Pengecualian untuk aturan ini adalah prolaktin: jika tumor
menekan tangkai hipofisis , penurunan suplai darah berarti bahwa sel-sel laktotrop , yang
memproduksi prolaktin, tidak menerima dopamin dan karenanya memproduksi prolaktin
berlebih. Oleh karena itu, peningkatan ringan prolaktin dikaitkan dengan kompresi
tangkai. Namun, kadar prolaktin yang sangat tinggi lebih mengarah ke prolaktinoma
(tumor yang mensekresi prolaktin).

e. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis hipopituitarisme dibuat pada tes darah . Dua jenis tes darah digunakan untuk
mengkonfirmasi adanya kekurangan hormon: tingkat basal, di mana sampel darah
diambil - biasanya di pagi hari - tanpa bentuk stimulasi apa pun, dan tes dinamis, di mana
tes darah dilakukan setelah injeksi. zat perangsang. Pengukuran ACTH dan hormon
pertumbuhan biasanya memerlukan pengujian dinamis, sedangkan hormon lainnya
(LH/FSH, prolaktin, TSH) biasanya dapat diuji dengan kadar basal. Tidak ada tes
langsung yang memadai untuk kadar ADH, tetapi defisiensi ADH dapat dipastikan secara
tidak langsung; kadar oksitosin tidak diukur secara rutin. Umumnya, temuan kombinasi
hormon hipofisis rendah bersama dengan hormon rendah dari kelenjar efektor merupakan
indikasi hipopituitarisme. Kadang-kadang, hormon hipofisis mungkin normal tetapi
hormon kelenjar efektor menurun; dalam kasus ini, hipofisis tidak merespon dengan tepat
terhadap perubahan hormon efektor, dan kombinasi temuan masih menunjukkan
hipopituitarisme.

 Tes dasar

Tingkat LH/FSH dapat ditekan oleh tingkat prolaktin yang meningkat, dan oleh karena
itu tidak dapat diinterpretasikan kecuali prolaktin rendah atau normal. Pada pria,
kombinasi LH dan FSH rendah dalam kombinasi dengan testosteron rendah menegaskan
defisiensi LH/FSH; testosteron tinggi akan menunjukkan sumber di tempat lain di tubuh
(seperti tumor yang mensekresi testosteron). Pada wanita, diagnosis defisiensi LH/FSH
tergantung pada apakah wanita tersebut telah mengalami menopause . Sebelum
menopause, periode menstruasi yang tidak normal bersama dengan kadar estradiol dan
LH/FSH yang rendah mengkonfirmasi adanya masalah hipofisis; setelah menopause
(ketika kadar LH/FSH normalnya meningkat dan ovarium menghasilkan lebih sedikit
estradiol), LH/FSH yang rendah secara tidak tepat saja sudah cukup. Tes stimulasi
dengan GnRH dimungkinkan, tetapi penggunaannya tidak dianjurkan. Untuk TSH,
pengukuran basal biasanya cukup, serta pengukuran tiroksin untuk memastikan bahwa
hipofisis tidak hanya menekan produksi TSH sebagai respons terhadap hipertiroidisme
(kelenjar tiroid yang terlalu aktif). Tes stimulasi dengan thyrotropin-releasing hormone
(TRH) tidak dianggap berguna. Prolaktin dapat diukur dengan tingkat basal, dan
diperlukan untuk interpretasi hasil LH dan FSH selain konfirmasi hipopituitarisme atau
diagnosis tumor yang mensekresi prolaktin.

 Tes stimulasi
Kekurangan hormon pertumbuhan hampir pasti jika semua tes hipofisis lainnya juga
abnormal, dan tingkat faktor pertumbuhan seperti insulin 1 (IGF-1) menurun. Jika hal ini
tidak terjadi, tingkat IGF-1 adalah prediksi yang buruk dari adanya defisiensi GH;
pengujian stimulasi dengan tes toleransi insulin kemudian diperlukan. Ini dilakukan
dengan pemberian insulin untuk menurunkan gula darah ke tingkat di bawah 2,2 mmol/l .
Setelah ini terjadi, kadar hormon pertumbuhan diukur. Jika mereka rendah meskipun efek
stimulasi dari gula darah rendah, defisiensi hormon pertumbuhan dikonfirmasi. Tes ini
bukannya tanpa risiko, terutama pada mereka yang rentan terhadap kejang atau diketahui
memiliki :penyakit jantung , dan menyebabkan gejala hipoglikemia yang tidak
menyenangkan.Tes alternatif (seperti tes stimulasi hormon pelepas hormon pertumbuhan )
kurang bermanfaat, meskipun tes stimulasi dengan arginin dapat digunakan untuk
diagnosis, terutama dalam situasi di mana tes toleransi insulin dianggap terlalu berbahaya.
Jika defisiensi GH dicurigai, dan semua hormon hipofisis lainnya normal, dua tes
stimulasi yang berbeda diperlukan untuk konfirmasi. Jika kadar kortisol pagi hari lebih
dari 500 nmol/l , defisiensi ACTH tidak mungkin terjadi, sedangkan tingkat kurang dari
100 merupakan indikasi. Level antara 100-500 membutuhkan tes stimulasi. Ini juga
dilakukan dengan tes toleransi insulin. Tingkat kortisol di atas 500 setelah mencapai gula
darah rendah mengesampingkan kekurangan ACTH, sementara tingkat yang lebih rendah
mengkonfirmasi diagnosis. Tes stimulasi serupa menggunakan corticotropin-releasing
hormone (CRH) tidak cukup sensitif untuk tujuan penyelidikan. Jika tes toleransi insulin
memberikan hasil yang abnormal, tes lebih lanjut yang mengukur respons kelenjar
adrenal terhadap ACTH sintetis ( tes stimulasi ACTH ) dapat dilakukan untuk
memastikan diagnosis.Tes stimulasi dengan metyrapone merupakan alternatif. Beberapa
menyarankan bahwa tes stimulasi ACTH cukup sebagai investigasi lini pertama, dan tes
toleransi insulin hanya diperlukan jika tes ACTH samar-samar. Tes toleransi insulin tidak
dianjurkan pada anak-anak. Tidak ada tes untuk defisiensi ACTH yang sempurna, dan tes
lebih lanjut setelah jangka waktu tertentu mungkin diperlukan jika hasil awal tidak
meyakinkan. Gejala diabetes insipidus harus meminta tes kekurangan cairan formal
untuk menilai respons tubuh terhadap dehidrasi, yang biasanya menyebabkan konsentrasi
urin dan peningkatan osmolaritas darah. Jika parameter ini tidak berubah, desmopresin
(analog ADH) diberikan. Jika urin kemudian menjadi pekat dan osmolaritas darah turun,
ada kekurangan ADH karena kurangnya fungsi hipofisis ("diabetes insipidus kranial").
Sebaliknya, tidak ada perubahan jika ginjal tidak responsif terhadap ADH karena masalah
yang berbeda ("diabetes insipidus nefrogenik").

 Investigasi lebih lanjut


Jika salah satu dari tes ini menunjukkan kekurangan hormon yang diproduksi oleh
hipofisis, pemindaian magnetic resonance imaging (MRI) hipofisis adalah langkah
pertama dalam mengidentifikasi penyebab yang mendasarinya. MRI dapat menunjukkan
berbagai tumor dan dapat membantu dalam menggambarkan penyebab lain. Tumor yang
lebih kecil dari 1 cm disebut sebagai mikroadenoma , dan lesi yang lebih besar disebut
makroadenoma . Computed tomography dengan radiokontras dapat digunakan jika MRI
tidak tersedia. Pengujian lapang pandang formal dengan perimetri direkomendasikan,
karena ini akan menunjukkan bukti kompresi saraf optik oleh tumor. Tes lain yang dapat
membantu dalam diagnosis hipopituitarisme, terutama jika tidak ada tumor yang
ditemukan pada pemindaian MRI, adalah feritin (meningkat pada hemokromatosis),
kadar angiotensin converting enzyme (ACE) (sering meningkat pada sarkoidosis), dan
human chorionic gonadotropin ( seringkali meningkat pada sarkoidosis). meningkat pada
tumor asal sel germinal ). Jika penyebab genetik dicurigai, pengujian genetik dapat
dilakukan.

f. Komplikasi
Belum diketahui secara jelas komplikasi yang dapat muncul akibat hipopituitarisme.
Namun, beberapa penyakit berikut diduga dapat muncul pada penderita hipopituitarisme:

 Gangguan penglihatan
 Penyakit infeksi
 Penyakit jantung
 Koma miksedema

g. Prognosis
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa hipopituitarisme dikaitkan dengan
peningkatan risiko penyakit kardiovaskular dan beberapa juga peningkatan risiko
kematian sekitar 50% hingga 150% populasi normal. Sulit untuk menentukan defisiensi
hormon mana yang bertanggung jawab atas risiko ini, karena hampir semua pasien yang
diteliti mengalami defisiensi hormon pertumbuhan. Studi juga tidak menjawab
pertanyaan apakah hipopituitarisme itu sendiri menyebabkan peningkatan kematian, atau
apakah beberapa risiko dikaitkan dengan perawatan, beberapa di antaranya (seperti
suplementasi hormon seks) memiliki efek samping yang diakui. efek pada risiko
kardiovaskular.

8. Sindrom Ovarium Polikistik

a. Definisi

Sindrom ovarium polikistik , atau PCOS , adalah gangguan endokrin paling umum
pada wanita usia reproduksi. Sindrom ini dinamai kista karakteristik yang mungkin
terbentuk pada ovarium , meskipun penting untuk dicatat bahwa ini adalah tanda dan
bukan penyebab gangguan. Wanita dengan PCOS mungkin mengalami periode
menstruasi yang tidak teratur , periode berat , rambut berlebih , jerawat , nyeri
panggul, kesulitan hamil , dan bercak kulit tebal, lebih gelap, seperti beludru.
Karakteristik utama dari sindrom ini meliputi: hiperandrogenisme , anovulasi ,
resistensi insulin , dan gangguan neuroendokrin. Sebuah tinjauan dari bukti
internasional menemukan bahwa prevalensi PCOS bisa setinggi 26% di antara
beberapa populasi, meskipun kisaran antara 4% dan 18% dilaporkan untuk populasi
umum. Meskipun prevalensinya tinggi, penyebab pasti PCOS masih belum pasti dan
tidak ada obat yang diketahui.

b. Manifestasi klinis

Tanda dan gejala PCOS termasuk periode tidak teratur atau tidak ada menstruasi ,
periode berat , kelebihan rambut tubuh dan wajah , jerawat , nyeri panggul,
kesulitan hamil , dan bercak tebal, lebih gelap, kulit seperti beludru. Gangguan
metabolisme, endokrin dan reproduksi ini tidak didefinisikan secara universal,
tetapi gejala yang paling umum adalah menstruasi yang tidak teratur atau tidak
teratur, kista ovarium, ovarium yang membesar, androgen berlebih, penambahan
berat badan dan hirsutisme. Kondisi terkait termasuk diabetes tipe 2 , obesitas ,
apnea tidur obstruktif , penyakit jantung, gangguan mood , dan kanker
endometrium. Penyakit ini berkaitan dengan jumlah folikel per ovarium setiap
bulan yang tumbuh dari kisaran rata-rata 6 hingga 8 menjadi dua kali lipat, tiga
kali lipat atau lebih. Penting untuk membedakan antara PCOS (sindrom) dan
wanita dengan PCO (polycystic ovarium): untuk memiliki PCOS, seorang wanita
harus memiliki setidaknya dua dari tiga gejala ini (PCO, anovulasi/oligoovulasi
dan hiperandrogenisme). Ini berarti bahwa seorang wanita dapat memiliki PCOS
(menunjukkan anovulasi dan hiperandrogenisme) tanpa PCO. Pada saat yang
sama, memiliki ovarium polikistik tidak berhubungan dengan keberadaan PCOS.
Tanda dan gejala umum PCOS meliputi:

 Gangguan menstruasi : PCOS sebagian besar menghasilkan oligomenore


(kurang dari sembilan periode menstruasi dalam setahun) atau amenore
(tidak ada periode menstruasi selama tiga bulan atau lebih berturut-turut),
tetapi jenis gangguan menstruasi lainnya juga dapat terjadi. Infertilitas :
Ini umumnya hasil langsung dari anovulasi kronis (kurangnya ovulasi).
 Tingkat hormon maskulin yang tinggi : Dikenal sebagai
hiperandrogenisme, tanda yang paling umum adalah jerawat dan
hirsutisme (pola pertumbuhan rambut pria, seperti di dagu atau dada),
tetapi dapat menyebabkan hipermenore (periode menstruasi yang berat
dan berkepanjangan), androgenic alopecia ( peningkatan penipisan rambut
atau kerontokan rambut difus), atau gejala lainnya.Sekitar tiga perempat
wanita dengan PCOS (menurut kriteria diagnostik NIH/NICHD 1990)
memiliki bukti hiperandrogenemia .
Sindrom metabolik : Ini muncul sebagai kecenderungan obesitas sentral
dan gejala lain yang terkait dengan resistensi insulin , termasuk tingkat
energi yang rendah dan mengidam makanan. Serum insulin , resistensi
insulin, dan kadar homosistein lebih tinggi pada wanita dengan PCOS.
Ovarium Polikistik: Ovarium mungkin membesar dan terdiri dari folikel
yang mengelilingi telur. Akibatnya, ovarium mungkin gagal berfungsi
secara teratur.
Wanita dengan PCOS cenderung memiliki obesitas sentral, tetapi
penelitian bertentangan mengenai apakah lemak perut visceral dan
subkutan meningkat, tidak berubah, atau menurun pada wanita dengan
PCOS relatif terhadap wanita normal reproduktif dengan indeks massa
tubuh yang sama. Bagaimanapun, androgen, seperti testosteron ,
androstanolone (dihydrotestosterone), dan nandrolone decanoate telah
ditemukan untuk meningkatkan deposisi lemak visceral pada hewan betina
dan betina.
Meskipun 80% PCOS muncul pada wanita dengan obesitas, 20% wanita
yang didiagnosis dengan penyakit ini adalah wanita yang tidak gemuk atau
"ramping". Namun, wanita gemuk yang menderita PCOS memiliki risiko
lebih tinggi dari hasil yang merugikan seperti, hipertensi , resistensi
insulin , sindrom metabolik , dan hiperplasia endometrium .
Meskipun kebanyakan wanita dengan PCOS kelebihan berat badan atau
obesitas, penting untuk mengetahui bahwa wanita yang tidak kelebihan
berat badan juga dapat didiagnosis dengan PCOS. Hingga 30% wanita
yang didiagnosis dengan PCOS mempertahankan berat badan normal
sebelum dan setelah diagnosis. Wanita "ramping" masih menghadapi
berbagai gejala PCOS dengan tantangan tambahan untuk mengatasi dan
mengenali gejala mereka dengan benar. Wanita kurus sering tidak
terdiagnosis selama bertahun-tahun, dan biasanya didiagnosis setelah
berjuang untuk hamil. [35]Wanita kurus cenderung memiliki insiden
diagnosis diabetes dan penyakit kardiovaskular yang tidak terjawab.
Wanita-wanita ini juga memiliki peningkatan risiko mengembangkan
resistensi insulin meskipun tidak kelebihan berat badan. Wanita kurus
sering dianggap kurang serius dengan diagnosis PCOS mereka, dan juga
menghadapi tantangan dalam menemukan pilihan pengobatan yang tepat.
Ini karena sebagian besar pilihan pengobatan terbatas pada pendekatan
penurunan berat badan dan diet sehat Kondisi terkait. Banyak orang tidak
mendapat kesan bahwa tanda peringatan pertama biasanya adalah
perubahan penampilan. Namun ada juga manifestasi masalah kesehatan
mental, seperti kecemasan, depresi, dan gangguan makan.

Diagnosis PCOS menunjukkan peningkatan risiko berikut ini:


 Hiperplasia endometrium dan kanker endometrium (kanker lapisan rahim)
mungkin terjadi, karena penumpukan lapisan rahim yang berlebihan, dan
juga kurangnya progesteron yang mengakibatkan stimulasi sel-sel rahim
oleh estrogen yang berkepanjangan. Tidak jelas apakah risiko ini secara
langsung disebabkan oleh sindrom atau dari obesitas terkait,
hiperinsulinemia , dan hiperandrogenisme.
 Resistensi insulin / diabetes tipe II . Sebuah tinjauan yang diterbitkan pada
tahun 2010 menyimpulkan bahwa wanita dengan PCOS memiliki
prevalensi resistensi insulin dan diabetes tipe II yang meningkat, bahkan
ketika mengontrol indeks massa tubuh (BMI). PCOS juga membuat
wanita berisiko lebih tinggi terkena diabetes.
 Tekanan darah tinggi , khususnya jika obesitas atau selama kehamilan
 Depresi dan kecemasan
 Dislipidemia – gangguan metabolisme lipid – kolesterol dan trigliserida.
Wanita dengan PCOS menunjukkan penurunan pembuangan sisa-sisa
yang memicu aterosklerosis , tampaknya tidak tergantung pada resistensi
insulin/diabetes tipe II.
Penyakit kardiovaskular, dengan meta-analisis memperkirakan risiko 2 kali lipat
penyakit arteri untuk wanita dengan PCOS relatif terhadap wanita tanpa PCOS,
independen dari BMI.
 Stroke
 Penambahan berat badan
 Keguguran
 Sleep apnea , terutama jika ada obesitas
 Penyakit hati berlemak non-alkohol , terutama jika ada obesitas
 Acanthosis nigricans (bercak kulit gelap di bawah lengan, di daerah
selangkangan, di belakang leher)

Tiroiditis autoimun

Beberapa penelitian melaporkan insiden PCOS yang lebih tinggi di antara pria
transgender (sebelum menggunakan testosteron ), meskipun tidak semua tidak
menemukan hubungan yang sama. Orang-orang dengan PCOS secara umum juga
dilaporkan lebih cenderung melihat diri mereka sebagai "tidak terdiferensiasi
secara seksual" atau "androgini" dan "lebih kecil kemungkinannya untuk
mengidentifikasi diri dengan skema gender perempuan.Risiko kanker ovarium
dan kanker payudara secara keseluruhan tidak meningkat secara signifikan.

c. Etiologi
PCOS disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan lingkungan. Faktor risiko
termasuk obesitas , kurangnya latihan fisik, dan riwayat keluarga seseorang
dengan kondisi tersebut. Pria transgender juga mungkin mengalami tingkat PCOS
yang lebih tinggi dari yang diperkirakan. Diagnosis didasarkan pada dua dari tiga
temuan berikut: anovulasi , kadar androgen tinggi, dan kista ovarium. Kista dapat
dideteksi dengan USG . Kondisi lain yang menghasilkan gejala serupa termasuk
hiperplasia adrenal , hipotiroidisme, dan kadar prolaktin dalam darah tinggi.
PCOS adalah gangguan heterogen dengan penyebab yang tidak pasti. Ada
beberapa bukti bahwa itu adalah penyakit genetik . Bukti tersebut termasuk
pengelompokan kasus familial, kesesuaian yang lebih besar pada monozigot
dibandingkan dengan kembar dizigotik dan heritabilitas fitur endokrin dan
metabolik PCOS. Ada beberapa bukti bahwa paparan tingkat androgen yang lebih
tinggi dari biasanya dan hormon anti-Müllerian (AMH) dalam rahim
meningkatkan risiko mengembangkan PCOS di kemudian hari.
 Genetika
Komponen genetik tampaknya diwariskan secara autosomal dominan dengan
penetrasi genetik tinggi tetapi ekspresivitas variabel pada wanita; ini berarti
bahwa setiap anak memiliki peluang 50% untuk mewarisi varian genetik
predisposisi dari orang tua, dan, jika anak perempuan menerima varian tersebut,
anak perempuan tersebut akan memiliki penyakit sampai batas tertentu. Varian
genetik dapat diwarisi dari ayah atau ibu, dan dapat diturunkan ke kedua anak
laki-laki (yang mungkin pembawa asimtomatik atau mungkin memiliki gejala
seperti awal kebotakan dan/atau rambut berlebihan) dan anak perempuan, yang
akan menunjukkan tanda-tanda PCOS. Fenotipe tampaknya memanifestasikan
dirinya setidaknya sebagian melalui peningkatan kadar androgen yang
disekresikan oleh sel teka folikel ovarium dari wanita dengan alel. Gen pasti yang
terpengaruh belum diidentifikasi. Dalam kasus yang jarang terjadi, mutasi gen
tunggal dapat menimbulkan fenotipe sindrom. Pemahaman saat ini tentang
patogenesis sindrom menunjukkan, bagaimanapun, bahwa itu adalah gangguan
multigenik yang kompleks. Karena kelangkaan studi skrining skala besar,
prevalensi kelainan endometrium pada PCOS masih belum diketahui, meskipun
wanita dengan kondisi tersebut mungkin berisiko tinggi mengalami hiperplasia
dan karsinoma endometrium serta disfungsi menstruasi dan infertilitas. Tingkat
keparahan gejala PCOS tampaknya sangat ditentukan oleh faktor-faktor seperti
obesitas. COS memiliki beberapa aspek gangguan metabolisme , karena gejalanya
sebagian reversibel. Meski dianggap sebagai masalah ginekologi , PCOS terdiri
dari 28 gejala klinis.

Meskipun namanya menunjukkan bahwa ovarium merupakan pusat patologi


penyakit, kista adalah gejala dan bukan penyebab penyakit. Beberapa gejala
PCOS akan bertahan meskipun kedua indung telur diangkat; penyakit dapat
muncul bahkan jika kista tidak ada. Sejak deskripsi pertama oleh Stein dan
Leventhal pada tahun 1935, kriteria diagnosis, gejala, dan faktor penyebab
menjadi bahan perdebatan. Ginekolog sering melihatnya sebagai masalah
ginekologi, dengan ovarium menjadi organ utama yang terpengaruh. Namun,
wawasan terbaru menunjukkan gangguan multisistem, dengan masalah utama
terletak pada regulasi hormonal di hipotalamus, dengan melibatkan banyak organ.
Istilah PCOS digunakan karena fakta bahwa ada spektrum gejala yang luas.
Adalah umum untuk memiliki ovarium polikistik tanpa PCOS; sekitar 20%
wanita Eropa memiliki ovarium polikistik, tetapi sebagian besar wanita tersebut
tidak memiliki PCOS.

 Lingkungan
PCOS mungkin terkait dengan atau diperburuk oleh paparan selama periode
prenatal , faktor epigenetik , dampak lingkungan (terutama pengganggu endokrin
industri,seperti bisphenol A dan obat-obatan tertentu) dan meningkatnya tingkat
obesitas. Seiring dengan PCOS tampaknya diwariskan sebagai sifat genetik
kompleks yang ditandai dengan kelebihan androgen dan disfungsi ovulasi.
Pengganggu endokrin didefinisikan sebagai bahan kimia yang dapat mengganggu
sistem endokrin dengan meniru hormon seperti estrogen ; "mereka sangat tertarik
pada kesehatan reproduksi, termasuk PCOS dan gejala terkaitnya". Namun,
penelitian tambahan diperlukan untuk menilai peran yang mungkin dimainkan
oleh pengganggu endokrin dalam mengganggu kesehatan reproduksi di kalangan
wanita dan mungkin memicu atau memperburuk PCOS dan gejala terkaitnya.

d. Patofisiologi
Ovarium polikistik berkembang ketika ovarium dirangsang untuk memproduksi
hormon androgenik dalam jumlah berlebihan, khususnya testosteron, oleh salah
satu atau kombinasi berikut (hampir pasti dikombinasikan dengan kerentanan
genetik), pelepasan berlebihan luteinizing hormone (LH) oleh kelenjar hipofisis
anterior melalui kadar insulin yang tinggi dalam darah ( hiperinsulinemia ) pada
wanita yang ovariumnya peka terhadap rangsangan ini. Sindrom ini memperoleh
nama yang paling banyak digunakan karena tanda umum pada pemeriksaan
ultrasonografi dari beberapa (poli) kista ovarium . "Kista" ini sebenarnya adalah
folikel yang belum matang, bukan kista. Folikel telah berkembang dari folikel
primordial, tetapi perkembangannya telah berhenti ("ditangkap") pada tahap antral
awal karena fungsi ovarium yang terganggu. Folikel mungkin berorientasi
sepanjang perifer ovarium, muncul sebagai 'untaian mutiara' pada pemeriksaan
ultrasonografi. Wanita dengan PCOS mengalami peningkatan frekuensi denyut
GnRH hipotalamus, yang pada gilirannya menghasilkan peningkatan rasio
LH/FSH.

Mayoritas wanita dengan PCOS memiliki resistensi insulin dan/atau mengalami


obesitas. Peningkatan kadar insulin mereka berkontribusi atau menyebabkan
kelainan yang terlihat pada sumbu hipotalamus-hipofisis-ovarium yang mengarah
ke PCOS. Hiperinsulinemia meningkatkan frekuensi nadi GnRH ; LH atas
dominasi FSH; peningkatan produksi androgen ovarium; penurunan pematangan
folikel; dan penurunan pengikatan SHBG . Lebih lanjut, insulin yang berlebihan,
yang bekerja melalui reseptor serumpunnya dengan adanya pensinyalan
komponen cAMP, meningkatkan aktivitas 17α-hidroksilase melalui PI3K ,
aktivitas 17α-hidroksilase yang bertanggung jawab untuk mensintesis prekursor
androgen. Efek gabungan dari hiperinsulinemiaberkontribusi pada peningkatan
risiko PCOS. Resistensi insulin adalah temuan umum di antara wanita dengan
berat badan normal serta wanita yang kelebihan berat badan. Jaringan adiposa
memiliki aromatase , suatu enzim yang mengubah androstenedion menjadi estron
dan testosteron menjadi estradiol . Kelebihan jaringan adiposa pada wanita gemuk
menciptakan paradoks karena kelebihan androgen (yang bertanggung jawab atas
hirsutisme dan virilisasi) dan estrogen (yang menghambat FSH melalui umpan
balik negatif). PCOS mungkin berhubungan dengan inflamasi kronis, dengan
beberapa peneliti yang menghubungkan mediator inflamasi dengan anovulasi dan
gejala PCOS lainnya. Demikian pula, tampaknya ada hubungan antara PCOS dan
peningkatan tingkat stres oksidatif .

Sebelumnya telah dikemukakan bahwa produksi androgen yang berlebihan pada


PCOS dapat disebabkan oleh penurunan kadar serum IGFBP-1, yang pada
gilirannya meningkatkan kadar IGF-I bebas , yang merangsang produksi androgen
ovarium, tetapi data terbaru menyimpulkan mekanisme ini sebagai tidak
sepertinya. PCOS juga telah dikaitkan dengan sub-genotipe FMR1 tertentu.
Penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan FMR1 heterozigot-normal/rendah
memiliki gejala seperti polikistik dari aktivitas folikel yang berlebihan dan fungsi
ovarium yang hiperaktif.

e. Komplikasi
PCOS yang tidak ditangani dapat membuat penderitanya berisiko mengalami
komplikasi berikut ini:
 Gangguan tidur
 Gangguan makan
 Gangguan kecemasan dan depresi
 Kemandulan
 Keguguran atau kelahiran bayi prematur
 Hipertensi saat hamil
 Diabetes dan diabetes gestasional
 Hepatitis
 Sindrom metabolik
 Kanker endometrium

f. Pemeriksaan penunjang
Tidak semua orang dengan PCOS memiliki ovarium polikistik (PCO), juga tidak
semua orang dengan kista ovarium memiliki PCOS; meskipun USG panggul
adalah alat diagnostik utama, itu bukan satu-satunya. Diagnosis langsung
menggunakan kriteria Rotterdam, bahkan ketika sindrom dikaitkan dengan
berbagai gejala.
 Perbedaan diagnosa
Penyebab lain dari menstruasi tidak teratur atau tidak ada dan hirsutisme, seperti
hipotiroidisme , hiperplasia adrenal kongenital (defisiensi 21-hidroksilase),
sindrom Cushing , hiperprolaktinemia , neoplasma yang mensekresi androgen,
dan gangguan hipofisis atau adrenal lainnya, harus diselidiki. [21] [23] [86]

 Penilaian dan pengujian


 Penilaian standar
Anamnesis, khusus untuk pola menstruasi, obesitas, hirsutisme dan
jerawat. Aturan prediksi klinis menemukan bahwa keempat pertanyaan ini
dapat mendiagnosis PCOS dengan sensitivitas 77,1% (95% confidence
interval [CI] 62,7%-88,0%) dan spesifisitas 93,8% (95% CI 82,8%-98,7%).
 Ultrasonografi ginekologi , khusus mencari folikel ovarium kecil. Ini
diyakini sebagai akibat dari fungsi ovarium yang terganggu dengan
ovulasi yang gagal, yang tercermin dari jarangnya atau tidak adanya
menstruasi yang merupakan ciri khas dari kondisi tersebut. Dalam siklus
menstruasi normal , satu sel telur dilepaskan dari folikel dominan – pada
dasarnya, kista yang pecah untuk melepaskan sel telur. Setelah ovulasi,
sisa folikel berubah menjadi , yang menyusut dan menghilang setelah kira-
kira 12-14 hari. Pada PCOS, ada yang disebut "penahanan folikel"; yaitu,
beberapa folikel berkembang menjadi ukuran 5-7 mm, tetapi tidak lebih
jauh. Tidak ada folikel tunggal yang mencapai ukuran praovulasi (16 mm
atau lebih). Menurut kriteria Rotterdam, yang banyak digunakan untuk
diagnosis, corpus luteum yang memproduksi progesterone 12 atau lebih
folikel kecil harus terlihat di ovarium pada pemeriksaan ultrasonografi.
Penelitian yang lebih baru menunjukkan bahwa harus ada setidaknya 25
folikel dalam ovarium untuk menetapkannya sebagai memiliki morfologi
ovarium polikistik (PCOM) pada wanita berusia 18-35 tahun. Folikel
mungkin berorientasi di pinggiran, memberikan tampilan 'untaian mutiara'.
Jika mesin ultrasonografi transvaginal resolusi tinggi tidak tersedia,
volume ovarium minimal 10 ml dianggap sebagai definisi yang dapat
diterima untuk memiliki morfologi ovarium polikistik daripada jumlah
folikel.
 Pemeriksaan laparoskopi dapat mengungkapkan permukaan luar ovarium
yang menebal, halus, putih mutiara. (Ini biasanya merupakan temuan
kebetulan jika laparoskopi dilakukan karena alasan lain, karena
pemeriksaan ovarium tidak rutin dengan cara ini untuk memastikan
diagnosis PCOS).
 Tingkat serum (darah) androgen (hormon yang terkait dengan
perkembangan pria), termasuk androstenedion dan testosteron dapat
meningkat. Kadar sulfat dehydroepiandrosterone di atas 700-800 g/dL
sangat menunjukkan disfungsi adrenal karena DHEA-S dibuat secara
eksklusif oleh kelenjar adrenal. Tingkat testosteron bebas dianggap
sebagai ukuran terbaik, dengan ~60% pasien PCOS menunjukkan tingkat
supranormal. Indeks androgen bebas (FAI) dari rasio testosteron terhadap
globulin pengikat hormon seks (SHBG) tinggi dan dimaksudkan untuk
menjadi prediktor testosteron bebas, tetapi merupakan parameter yang
buruk untuk ini dan tidak lebih baik dari testosteron saja sebagai penanda
PCOS, mungkin karena FAI berkorelasi dengan tingkat obesitas.
Beberapa tes darah lainnya bersifat sugestif tetapi tidak diagnostik. Rasio LH
( Luteinizing hormone ) terhadap FSH ( Follicle-stimulating hormone ), bila
diukur dalam satuan internasional , meningkat pada wanita dengan PCOS. Batas
umum untuk menunjukkan rasio LH/FSH tinggi yang abnormal adalah 2:1 atau
3:1 seperti yang diuji pada Hari ke-3 dari siklus menstruasi. Polanya tidak terlalu
sensitif; rasio 2:1 atau lebih tinggi ditemukan pada kurang dari 50% wanita
dengan PCOS dalam satu penelitian. Sering ada kadar globulin pengikat hormon
seks yang rendah, khususnya di antara wanita gemuk atau kelebihan berat badan.
Hormon anti-Mullerian (AMH) meningkat pada PCOS, dan dapat menjadi bagian
dari kriteria diagnostiknya.
 Tes toleransi glukosa
Tes toleransi glukosa oral 2 jam (GTT) pada wanita dengan faktor risiko (obesitas,
riwayat keluarga, riwayat diabetes gestasional) dapat mengindikasikan gangguan
toleransi glukosa (resistensi insulin) pada 15-33% wanita dengan PCOS. Frank
diabetes dapat dilihat pada 65-68% wanita dengan kondisi ini. Resistensi insulin
dapat diamati baik pada berat badan normal dan orang yang kelebihan berat badan,
meskipun lebih sering terjadi pada orang yang terakhir (dan pada mereka yang
cocok dengan kriteria NIH yang lebih ketat untuk diagnosis); 50-80% orang
dengan PCOS mungkin memiliki resistensi insulin pada tingkat tertentu.
Tingkat insulin puasa atau GTT dengan kadar insulin (juga disebut IGTT).
Peningkatan kadar insulin telah membantu untuk memprediksi respons terhadap
pengobatan dan mungkin mengindikasikan wanita yang membutuhkan dosis
metformin yang lebih tinggi atau penggunaan obat kedua untuk menurunkan
kadar insulin secara signifikan. Gula darah tinggidan nilai insulin tidak
memprediksi siapa yang merespon obat penurun insulin, diet rendah glikemik,
dan olahraga. Banyak wanita dengan kadar normal dapat mengambil manfaat dari
terapi kombinasi. Sebuah respon hipoglikemik di mana tingkat insulin dua jam
lebih tinggi dan gula darah lebih rendah dari puasa konsisten dengan resistensi
insulin. Derivasi matematis yang dikenal sebagai HOMAI, dihitung dari nilai
puasa dalam konsentrasi glukosa dan insulin, memungkinkan pengukuran
sensitivitas insulin secara langsung dan cukup akurat (tingkat glukosa x tingkat
insulin/22,5). Tes toleransi glukosa (GTT) alih-alih glukosa puasa dapat
meningkatkan diagnosis gangguan toleransi glukosa dan diabetes nyata di antara
wanita dengan PCOS menurut uji coba terkontrol prospektif. Sementara kadar
glukosa puasa mungkin tetap dalam batas normal, tes glukosa oral
mengungkapkan bahwa hingga 38% wanita tanpa gejala dengan PCOS
(dibandingkan 8,5% pada populasi umum) sebenarnya mengalami gangguan
toleransi glukosa, 7,5% dari mereka dengan diabetes jujur menurut untuk
pedoman ADA.

g. Prognosis
Prognosis PCOS (Polycystic Ovarian Syndrome) sangat dipengaruhi oleh
komplikasi karena banyaknya kemungkinan komplikasi jangka panjang yang
dapat terjadi pada penyakit ini.

9. Puber Dini

a. Definisi
Dalam kedokteran , pubertas dini adalah pubertas yang terjadi pada usia dini yang
tidak biasa. Dalam kebanyakan kasus, prosesnya normal dalam setiap aspek
kecuali usia dini yang luar biasa dan hanya mewakili variasi perkembangan
normal . Pada sebagian kecil anak dengan pubertas dini, perkembangan awal
dipicu oleh penyakit seperti tumor atau cedera otak. Bahkan ketika tidak ada
penyakit, pubertas dini yang tidak biasa dapat memiliki efek buruk pada perilaku
sosial dan perkembangan psikologis , dapat mengurangi tinggi badan orang
dewasa.potensial, dan dapat menggeser beberapa risiko kesehatan seumur hidup.
Pubertas prekoks sentral dapat diobati dengan menekan hormon hipofisis yang
menginduksi produksi steroid seks . Kondisi sebaliknya adalah pubertas tertunda.
Istilah ini digunakan dengan beberapa arti yang sedikit berbeda yang biasanya
terlihat dari konteksnya. Dalam arti luas, dan sering disederhanakan sebagai
pubertas dini , "pubertas sebelum waktunya" kadang-kadang mengacu pada efek
hormon seks fisik , karena sebab apa pun, yang terjadi lebih awal dari usia
biasanya, terutama ketika dianggap sebagai masalah medis. Definisi yang lebih
ketat dari "prekoksitas" dapat merujuk hanya pada pubertas sentral yang dimulai
sebelum usia yang ditentukan secara statistik berdasarkan persentil dalam
populasi (misalnya, 2,5 standar deviasi di bawah rata-rata populasi), berdasarkan
rekomendasi ahli tentang usia di mana ada lebih dari kemungkinan yang dapat
diabaikan untuk menemukan penyebab abnormal, atau berdasarkan pendapat
tentang usia di mana pubertas dini mungkin memiliki efek yang merugikan.
Definisi umum untuk tujuan medis adalah onset sebelum 8 tahun pada anak
perempuan atau 9 tahun pada anak laki-laki.
b. Manifestasi klinis
Gejala atau tanda pubertas dini sama dengan gejala pubertas pada umumnya,
tetapi gejala-gejala ini terjadi jauh lebih awal. Anak perempuan dikatakan
mengalami pubertas dini ketika pubertasnya terjadi sebelum usia 8 tahun.
Pubertas dini tersebut ditandai dengan pertumbuhan payudara dan menstruasi
pertama yang lebih awal. Sementara pada anak laki-laki, pubertas dini terjadi
sebelum anak berusia 9 tahun, dengan gejala berupa perubahan suara menjadi
lebih berat, pertumbuhan kumis, serta pembesaran testis dan penis.

Gejala lain yang dapat menyertai pubertas dini pada anak laki-laki dan perempuan
adalah:

 Kemunculan jerawat di wajah


 Pertumbuhan tinggi badan menjadi lebih pesat
 Bau badan berubah seperti bau orang dewasa

c. Etiologi
Pertumbuhan awal rambut kemaluan , payudara , atau alat kelamin dapat terjadi
akibat maturasi dini alami atau dari beberapa kondisi lain.
 Pusat
Jika penyebabnya dapat ditelusuri ke hipotalamus atau hipofisis , penyebabnya
dianggap sentral. Nama lain untuk jenis ini adalah pubertas dini yang lengkap
atau benar.

 Penyebab pubertas dini sentral dapat meliputi:

hamartoma hipotalamus menghasilkan pulsatile gonadotropin-releasing hormone


(GnRH)
 Histiositosis sel Langerhans
 Sindrom McCune–Albright
Pubertas prekoks sentral juga dapat disebabkan oleh tumor otak , infeksi (paling
sering meningitis tuberkulosis , terutama di negara berkembang), trauma,
hidrosefalus , dan sindrom Angelman. Pubertas dini dikaitkan dengan kemajuan
usia tulang, yang mengarah pada penyatuan awal epifisis, sehingga
mengakibatkan penurunan tinggi akhir dan perawakan pendek. Onkositoma
adrenokortikal jarang terjadi pada sebagian besar tumor jinak dan tidak berfungsi.
Hanya ada tiga kasus onkositoma adrenokortikal yang berfungsi yang telah
dilaporkan hingga tahun 2013. Anak-anak dengan onkositoma adrenokortikal
akan datang dengan "pubarke prematur, klitoromegali, dan peningkatan serum
dehydroepiandrosterone sulfate dan testosteron" yang merupakan beberapa
presentasi yang terkait dengan pubertas dini. Pubertas dini pada anak perempuan
dimulai sebelum usia 8 tahun. Ibu termuda yang tercatat adalah Lina Medina ,
yang melahirkan pada usia 5 tahun, 7 bulan dan 17 hari atau 6 tahun 5 bulan
sebagaimana disebutkan dalam laporan lain. Pubertas dini dini (CPP) dilaporkan
pada beberapa pasien dengan kista arachnoid suprasellar (SAC), dan SCFE ( slip
capital femoral epiphysis ) terjadi pada pasien dengan CPP karena pertumbuhan
yang cepat dan perubahan sekresi hormon pertumbuhan.

Jika tidak ada penyebab yang dapat diidentifikasi, itu dianggap idiopatik atau
konstitusional.

 Periferal
Perkembangan seksual sekunder yang diinduksi oleh steroid seks dari sumber
abnormal lainnya disebut sebagai pubertas dini perifer atau pseudopubertas
sebelum waktunya. Ini biasanya muncul sebagai bentuk penyakit yang parah pada
anak-anak. Gejala biasanya sebagai gejala sisa dari hiperplasia adrenal (karena
defisiensi 21-hidroksilase atau defisiensi 11-beta hidroksilase , yang pertama lebih
umum), yang meliputi tetapi tidak terbatas pada hipertensi, hipotensi, kelainan
elektrolit, genitalia ambigu pada wanita, tanda-tanda virilisasi pada wanita. Tes
darah biasanya akan mengungkapkan androgen tingkat tinggi dengan tingkat
kortisol rendah. Penyebabnya bisa meliputi:
 Sumber endogen
 Tumor gonad (seperti arrhenoblastoma )
 Tumor adrenal
 Tumor sel germinal
 Hiperplasia adrenal kongenital
 Sindrom McCune–Albright
 Pubertas dini terbatas laki-laki familial (testotoksikosis)
 Hormon eksogen
 Hormon eksogen lingkungan
 Sebagai pengobatan untuk kondisi lain
 Isoseksual dan heteroseksual
Umumnya, pasien dengan pubertas dini mengembangkan karakteristik seksual
sekunder yang sesuai secara fenotip . Ini disebut prekoksitas isoseksual. Dalam
beberapa kasus, seorang pasien dapat mengembangkan karakteristik lawan jenis.
Misalnya, seorang pria dapat mengembangkan payudara dan karakteristik feminin
lainnya, sementara seorang wanita dapat mengembangkan suara yang lebih dalam
dan rambut wajah. Ini disebut prekoksitas heteroseksual atau kontraseksual . Ini
sangat jarang dibandingkan dengan prekoksitas isoseksual dan biasanya
merupakan hasil dari keadaan yang tidak biasa. Sebagai contoh, anak-anak
dengan kondisi genetik yang sangat langka yang disebut sindrom kelebihan
aromatase – di mana terdapat tingkat sirkulasi estrogen yang sangat tinggi –
biasanya mengalami pubertas dini. Pria dan wanita hiper-feminisasi oleh sindrom
ini. Kasus "berlawanan" adalah hiper-maskulinisasi pasien pria dan wanita dengan
hiperplasia adrenal kongenital (CAH) karena defisiensi 21-hidroksilase , di mana
terdapat kelebihan androgen. Jadi, pada sindrom kelebihan aromatase, pubertas
dini adalah isoseksual pada wanita dan heteroseksual pada pria, sedangkan pada
CAH isoseksual pada pria dan heteroseksual pada wanita.

Efek pubertas dini

 Riset
Meskipun penyebab pubertas dini masih belum jelas, anak perempuan yang
memiliki pola makan tinggi lemak dan tidak aktif secara fisik atau mengalami
obesitas lebih mungkin untuk matang secara fisik lebih awal. "Gadis obesitas,
yang didefinisikan sebagai kelebihan berat badan setidaknya 10 kilogram (22 pon),
memiliki peluang 80 persen untuk mengembangkan payudara sebelum ulang
tahun kesembilan mereka dan mulai menstruasi sebelum usia 12 tahun – rata-rata
barat untuk menstruasi adalah sekitar 12,7 tahun." Selain kebiasaan diet dan
olahraga, paparan bahan kimia yang meniru estrogen (dikenal sebagai
xenoestrogen ) adalah kemungkinan penyebab pubertas dini lainnya pada anak
perempuan. Bisphenol A , suatu xenoestrogenditemukan dalam plastik keras ,
telah terbukti mempengaruhi perkembangan seksual."Faktor selain obesitas,
mungkin faktor genetik dan/atau lingkungan, diperlukan untuk menjelaskan
prevalensi pubertas dini yang lebih tinggi pada gadis kulit hitam versus kulit
putih." Sementara semakin banyak anak perempuan yang memasuki masa
pubertas di usia yang lebih muda, penelitian baru menunjukkan bahwa beberapa
anak laki-laki sebenarnya mulai terlambat ( pubertas tertunda ). "Meningkatnya
tingkat anak-anak obesitas dan kelebihan berat badan di Amerika Serikat mungkin
berkontribusi pada timbulnya pubertas kemudian pada anak laki-laki, kata para
peneliti di University of Michigan Health System."

Tingginya kadar beta-hCG dalam serum dan cairan serebrospinal yang diamati
pada anak laki-laki berusia 9 tahun menunjukkan tumor kelenjar pineal. Tumor
tersebut disebut chorionic gonadotropin mensekresi tumor pineal . Radioterapi
dan kemoterapi mengurangi tingkat tumor dan beta-hCG menjadi normal.
Dalam sebuah penelitian yang menggunakan melatonin neonatal pada tikus,
hasilnya menunjukkan bahwa melatonin yang meningkat dapat bertanggung
jawab atas beberapa kasus pubertas dini.
Kasus familial idiopathic central precocious pubertas (ICPP) telah dilaporkan,
membuat para peneliti percaya bahwa ada modulator genetik spesifik dari ICPP.
Mutasi pada gen seperti LIN28, dan LEP dan LEPR, yang mengkode leptin dan
reseptor leptin, telah dikaitkan dengan pubertas dini. Hubungan antara LIN28 dan
waktu pubertas divalidasi secara eksperimental in vivo, ketika ditemukan bahwa
tikus dengan ekspresi berlebihan ektopik dari LIN28 menunjukkan periode
pertumbuhan pra-pubertas yang diperpanjang dan penundaan yang signifikan
dalam onset pubertas.

Mutasi pada kisspeptin (KISS1) dan reseptornya, KISS1R (juga dikenal sebagai
GPR54), yang terlibat dalam sekresi GnRH dan onset pubertas, juga dianggap
sebagai penyebab ICPP. Namun, ini masih merupakan area kontroversial.
penelitian, dan beberapa peneliti tidak menemukan hubungan mutasi pada gen
LIN28 dan KISS1/KISS1R menjadi penyebab umum yang mendasari ICPP.

Gen MKRN3, yang merupakan gen yang dicetak secara maternal, pertama kali
dikloning oleh Jong et al. pada tahun 1999. MKRN3 awalnya bernama Zinc finger
protein 127. Ini terletak pada kromosom manusia 15 di lengan panjang di wilayah
kritis sindrom Prader- Willi2, dan sejak itu telah diidentifikasi sebagai penyebab
perkembangan seksual prematur atau CPP. Identifikasi mutasi pada MKRN3 yang
mengarah ke kasus sporadis CPP telah menjadi kontribusi yang signifikan untuk
lebih memahami mekanisme pubertas. MKRN3 tampaknya bertindak sebagai
"rem" pada akses hipotalamus-hipofisis pusat. Dengan demikian, hilangnya fungsi
mutasi protein memungkinkan aktivasi awal jalur GnRH dan menyebabkan CPP
fenotipik. Pasien dengan mutasi MKRN3 semuanya menunjukkan tanda-tanda
klasik CCP termasuk perkembangan awal payudara dan testis, peningkatan
penuaan tulang dan peningkatan kadar hormon GnRH dan LH.

d. Patofisiologi
Secara sederhana, gambaran perjalanan kasus pubertas prekoks (pubertas dini)
diawali produksi berlebihan GnRH yang menyebabkan kelenjar pituitary
meningkatkan produksi luteinizing hormone (LH) dan follicle stimulating
hormone, peningkatan jumlah hormone LH menstimulasi produksi hormone seks
steroid oleh sel leydig pada testis atau sel granum pada ovarium. Peningkatan
kadar androgen atau aesterogen menyebabkan fisik berubah dan mengalami
perkembangan dini meliputi pembesaran penis dan tumbuhnya rambut pubis pada
anak laki-laki dan pembesaran payudara pada anak perempuan, serta mendorong
pertumbuhan badan. Peningkatan kadar FSH mengakibatkan pengaktifan kelenjar
gonad dan akhirnya membantu pematangan folikel pada ovarium dan
spermatogenesis pada testis.
e. Komplikasi
Studi menunjukkan bahwa perkembangan payudara pada anak perempuan dan
munculnya rambut kemaluan pada anak perempuan dan laki-laki dimulai lebih
awal daripada generasi sebelumnya. Akibatnya, "pubertas dini" pada anak-anak
berusia 9 dan 10 tahun tidak lagi dianggap abnormal, terutama pada anak
perempuan. Meskipun tidak dianggap abnormal, hal itu dapat mengganggu orang
tua dan dapat membahayakan anak-anak yang matang secara fisik pada saat
mereka belum matang secara mental. Tidak ada usia yang dapat diandalkan untuk
memisahkan proses normal dari proses abnormal pada anak-anak, tetapi ambang
usia berikut untuk evaluasi dianggap meminimalkan risiko kehilangan masalah
medis yang signifikan:
 Perkembangan payudara pada anak laki-laki sebelum munculnya rambut
kemaluan atau pembesaran testis
 Rambut kemaluan atau pembesaran alat kelamin ( gonadarche ) pada anak
laki-laki dengan onset sebelum 9,5 tahun
 Rambut kemaluan ( pubarche ) sebelum 8 atau perkembangan payudara
( thelarche ) pada anak perempuan dengan onset sebelum 7 tahun
 Menstruasi ( menarche ) pada anak perempuan sebelum 10 tahun
Evaluasi medis terkadang diperlukan untuk mengenali beberapa anak dengan
kondisi serius dari sebagian besar yang telah memasuki masa pubertas lebih awal
tetapi secara medis masih normal. Perkembangan seksual dini memerlukan
evaluasi karena dapat menginduksi pematangan tulang dini dan mengurangi tinggi
dewasa akhirnya menunjukkan adanya tumor atau masalah serius lainnya
menyebabkan anak, terutama perempuan, menjadi objek minat seksual orang
dewasa.
f. Anak yang mengalami pubertas dini akan memiliki tinggi badan dan perawakan
yang berbeda dari teman-teman seusianya. Hal ini dapat menyebabkan anak
menjadi tidak percaya diri dan merasa canggung.
Ada beberapa dampak negatif yang dapat terjadi pada anak di kemudian hari bila
pubertas dini tidak diobati, di antaranya:
 Gangguan emosional dan sosial
Perubahan bentuk tubuh yang dialami oleh seorang anak dapat
membuatnya malu dan stres karena merasa dirinya berbeda dari teman-
teman sebayanya. Kondisi ini juga dapat meningkatkan risiko anak
mengalami depresi.
 Postur tubuh yang pendek
Anak yang mengalami pubertas dini akan tumbuh lebih cepat sehingga
terlihat lebih tinggi dari anak-anak sebayanya. Namun, hal ini
menyebabkan tulangnya menjadi cepat matang dan berhenti bertumbuh
sebelum waktunya. Akibatnya, tubuh anak akan menjadi lebih pendek
daripada rata-rata ketika ia dewasa nanti
g. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, yang pertama kali di periksa adalah tanda vital, termasuk
tinggi badan, berat badan dan perkembangan seksual. Pemeriksaan fisik yang lain
adalah sebagai berikut:
a. Keadaan umum:
 Anoreksia-cacheksia,bradikardia,hipotensi dan hipotermi
 Tumor hipofise perubahan pada funduskopi, gangguan lapang pandang
dan tanda-tanda saraf kranial
 Sindroma polikistik ovarium-jerawat, akantosis, dan obesitas
 Inflammatory bowel disease fisura, skin tags, adanya darah pada
pemeriksaan rektal
 Gonadal dysgenesis (sindroma turner), weddbeck neck lambatnya
perkembangan payudara
b. Keadaan payudara
 Galactorrhea-palpasi payudara
 Terlambatnya pubertas diikuti oleh rambut kemaluan yang jarang
 Gonadal dysgenesis (sindroma turner) tidak berkembangnya payudara
dengan normalnya pertumbuhan rambut kemaluan
c. Keadaan rambut kemaluan dan genitalia eksternal
 Hiperandroganisme distribusi rambut kemaluan dan adanya rambut di
wajah
 Sindroma insentisifitas androgen tidak ada atau jarangnya rambut
ketiak dan kemaluan dengan perkembangan payudara
 Terlambatnya pubertas tidak di sertai dengan perkembangan payudara
 Tumor adrenal atau ovarium clitoromegali, virilisasi
 Massa pelvis kehamilan, masa ovarium, dan genital anomaly
d. Keadaan vagina
 Imperforasi hymen mengembung atau edema pada vagina eksternal
 Agenesis (Sindroma Rokitansky Hauser) menyempitnya vagina tanpa
uterus dan rambut kemaluan normal
 Sindroma insesitifitas androgen menyempitnya vagina tanpa uterus
dan tidak adanya rambut kemaluan
e. Uterus
Bila uterus membesar, kehamilan bisa diperhitungkan
f. Serviks
Periksa lubang vagina, ekstrogen bereaksi dengan membrane mukosa vagina
dan sekresi mucus. Adanya mucus adalah tanda bahwa tidak ada estradiol
yang sedang di produksi.

h. Pemeriksaan penunjang
Pertimbangkan untuk melakukan tes laboratorium:CBC,eritrocyte sedimentation
rate (ESR), thyroid stimulating hormone (TSH),boneage,FSH dan LH fungsi
hati,BUN,kreatinin,urinalisis(UA),urine,HCG,karyotyping,dehydropiandrosterone
sulfat (DHEAS), androstenedione,testosterone,adrena suppression test untuk 17-
hydroxyprogesterone, ahli yang lebih memilih MRI dari pada radiograf untuk
melihat sella apa bila mencari CNS apa bila penyebab amenore. Pelvic
ultrasound,MRI,dan kemungkinan radiograf untuk melihat sella turcica. Yang
terakhir ini dapat mendeteksi lesi hipofise di dasar kelenjar hipofise dan dapat
menganggu sella itu sendiri.

i. Prognosis
Pubertas dini dianggap menempatkan anak perempuan pada risiko pelecehan
seksual yang lebih tinggi ; namun, hubungan kausal masih belum meyakinkan.
Pubertas dini juga menempatkan anak perempuan pada risiko yang lebih tinggi
untuk diejek atau diintimidasi, gangguan kesehatan mental, dan perawakan
pendek saat dewasa. Anak perempuan berusia 8 tahun mulai mengalami
menstruasi , mengembangkan payudara dan menumbuhkan rambut kemaluan dan
ketiak; "tonggak biologis" ini biasanya hanya terjadi pada usia 13 tahun atau lebih
di masa lalu. Gadis Afrika-Amerika sangat rentan terhadap pubertas dini.

Meskipun anak laki-laki menghadapi lebih sedikit masalah dari pubertas dini
dibandingkan anak perempuan, pubertas dini tidak selalu positif bagi anak laki-
laki. Pematangan seksual dini pada anak laki-laki dapat disertai dengan
peningkatan agresivitas akibat lonjakan hormon pubertas. Karena mereka tampak
lebih tua dari rekan-rekan mereka, anak laki-laki puber mungkin menghadapi
tekanan sosial yang meningkat untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma
orang dewasa; masyarakat mungkin memandang mereka sebagai lebih maju
secara emosional, meskipun perkembangan kognitif dan sosial mereka mungkin
tertinggal dari perkembangan fisik mereka. Penelitian telah menunjukkan bahwa
anak laki-laki dewasa awal lebih mungkin untuk aktif secara seksual dan lebih
mungkin untuk berpartisipasi dalam perilaku berisiko.

10. Prolatinoma

a. Definisi
Prolaktinoma adalah tumor jinak(adenoma) darikelenjar pituitary yang
menghasilkan hormone yang di sebut prolaktin. Ini adalah jenis paling umum dari
tumor hipofisis yang berfungsi. Gejala prolaktinoma adalah karena terlalu banyak
prolaktin dalam darah (hiperprolaktinemia), atau yang disebabkan oleh tekanan
tumor pada jaringan di sekitarnya. Berdasarkan ukurannya, prolaktinoma dapat
diklasifikasikan sebagai mikroprolaktinoma (diameter <10 mm) atau
makroprolaktinoma (diameter>10 mm). Prolaktin munculpayudarauntuk
memproduksi susu dan memiliki banyak fungsi lain seperti pengaturan suasana
hati. Oleh karena itu kadar prolaktin biasanya lebih tinggi selama kehamilan dan
setelah melahirkan. Setelah melahirkan, kadar prolaktin ibu turun menjadi normal
beberapa minggu setelahmenyusuidihentikan. setiap kali susu dikeluarkan, kadar
prolaktin meningkat; proses ini dapat berputar untuk mempertahankan produksi
susu. Pada pria, prolaktin bertanggung jawab atasperiode refrakterseksual
setelahorgasmedan kadar yang berlebihan dapat menyebabkandisfungsi ereksi.

b. Manifestasi Klinis
Gejala akibat prolaktinoma secara luas dibagi menjadi gejala yang disebabkan
oleh peningkatan kadar prolaktin atau efek massa. Mereka yang disebabkan oleh
peningkatan kadar prolaktin adalah:

 Amenore(hilangnya periode ovulasi)


 Galaktorea(Produksi susu; lebih jarang pada pria)
 Hilangnya rambut ketiak dan video
 Hipogonadisme(Pengurangan fungsi gonad.)
 Ginekomastia(peningkatan ukuran payudara pria) [4]
 Disfungsi ereksi(pada pria)
Yang disebabkan oleh efek massa adalah:
 Sakit kepala
 Perubahan Penglihatan-defisit penglihatan penglihatan, penglihatan kabur,
penurunan ketajaman
 Kelumpuhan saraf kranial-terutama dengan tumor invasif atau dengan
apoplexy hipofisis
 Kejang, Hidrosefalus, Exophthalmos unilateral adalah gejala yang jarang
terjadi
 Apoplexy hipofisis adalah keadaan darurat medis karena perdarahan
spontan ke dalam tumor hipofisis dan muncul dengan sakit kepala parah,
perubahan penglihatan, dan panhypopituitarism.

c. Etiologi
Penyebab tumor hipofisis masih belum diketahui. Telah ditunjukkan bahwa stres
dapat secara signifikan meningkatkan kadar prolaktin, yang seharusnya
menjadikan stres sebagai diagnostik, meskipun biasanya tidak dianggap demikian.
sebagian besar tumor hipofisis bersifat sporadis - tidak diturunkan secara genetik
dari keturunannya. Sebagian besar kadar prolaktin yang cukup tinggi (sampai
5000 mIU/L) bukan karena mikroprolaktinoma tetapi penyebab lain. Efek dari
beberapa obat resep adalah yang paling umum. Penyebab lainnya adalah tumor
hipofisis lainnya dan kehamilan normal dan menyusui. Ini dibahas lebih lanjut di
bawah hiper prolaktinemia. Bahan kimia xenoestrogenik Bisphenol-
Atelahterbukti menyebabkanhiperprolaktinemiadan pertumbuhan sel-sel hipofisis
penghasil prolaktin. Paparan Bisphenol-A yang meningkat dan bertahan lama
sejak masa kanak-kanak, dapat berkontribusi pada pertumbuhan Prolaktinoma.

d. Patofisiologi
Patofisiologi prolaktinoma berawal dari neoplasia sel laktotrof hipofisis yang
mengakibatkan hipersekresi hormon prolaktin. Seperti pada neoplasma lainnya,
tumorigenesis melibatkan aktivitas proto-onkogen, tumor suppressor gene,
hormon, growth factor, serta berbagai reseptor yang menyebabkan disrupsi siklus
sel normal.

Mutasi Sel Somatik


Prolaktinoma berasal dari proliferasi monoklonal sel laktotrof yang mengalami
mutasi somatik. Pituitary tumor transforming gene (PTTG) merupakan salah satu
proto-onkogen yang berperan dalam proses patogenesis adenoma hipofisis
termasuk prolaktinoma. PTTG menyebabkan transformasi aktivitas seluler,
stimulasi pertumbuhan fibroblast growth factor 4 (FGF4) dan produksi vascular
endothelial growth factor (VEGF). Sehingga, terjadi peningkatan proliferasi sel,
angiogenesis, dan pembentukan tumor pada hipofisis. Peningkatan ekspresi PTTG
berkorelasi dengan tumor yang lebih invasif.

e. Komplikasi
Prolaktinoma yang tidak segera diobati bisa menyebabkan komplikasi. Ini
termasuk:

 Pengeroposan tulang (osteoporosis): Terlalu banyak prolaktin bisa


mengurangi produksi hormon estrogen dan testosteron. Ini mengakibatkan
penurunan kepadatan tulang dan peningkatan risiko osteoporosis.
 Komplikasi kehamilan: Selama kehamilan normal, produksi estrogen
meningkat. Jika seseorang hamil dan memiliki prolaktinoma yang besar,
maka kadar estrogen yang tinggi ini bisa menyebabkan pertumbuhan
tumor serta tanda dan gejala yang terkait, seperti sakit kepala dan
perubahan penglihatan.
 Kehilangan penglihatan: Jika tidak diobati, prolaktinoma bisa tumbuh
cukup besar untuk menekan saraf optik penderitanya. Hal ini bisa
menyebabkan hilangnya penglihatan tepi.
 Rendahnya kadar hormon hipofisis lainnya: Dengan prolaktinoma yang
lebih besar, tekanan pada kelenjar hipofisis normal bisa menyebabkan
penurunan kadar hormon lain yang dikendalikan oleh hipofisis, termasuk
hormon tiroid dan kortisol (hormon respons stres).

f. Pemeriksaan Penunjang

Seorang dokter akan menguji kadar prolaktin darah pada wanita dengan sekresi
susu yang tidak dapat dijelaskan (galaktorea) ataumenstruasitidak teratur
atauinfertilitas, dan pada pria dengan gangguan fungsi seksual dan, dalam kasus
yang jarang terjadi, sekresi susu. Jika prolaktin tinggi, dokter akan menguji
fungsitiroiddan menanyakan terlebih dahulu tentang kondisi dan obat lain yang
diketahui meningkatkan sekresi prolaktin. Dokter juga akan meminta pencitraan
resonansi jenis (MRI), yang merupakan tes paling sensitif untuk mendeteksi
tumor hipofisis dan menentukan ukuran.Pemindaian MRIdapat diulang secara
berkala untuk menilai perkembangan tumor dan efek terapi.Computed
Tomography(CT scan) juga memberikan gambaran hipofisis, tetapi kurang
sensitif dibandingkan MRI. Selain menilai ukuran tumor hipofisis, dokter juga
mencari kerusakan jaringan di sekitarnya dan melakukan tes untuk menilai apakah
produksi hormon hipofisis lainnya normal. Tergantung pada ukuran tumor, dokter
mungkin meminta pemeriksaan mata dengan pengukuran bidang visual.
g. Prognosis
Orang dengan mikroprolaktinoma umumnya memiliki prognosis yang sangat baik.
Dalam 95% kasus, tumor tidak akan menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan
setelah periode 4 hingga 6 tahun. Makroprolaktinoma sering membutuhkan
perawatan yang lebih agresif jika tidak, mereka dapat terus tumbuh. Tidak ada
cara untuk memprediksi tingkat pertumbuhan secara andal, karena berbeda untuk
setiap individu. Pemantauan rutin oleh spesialis untuk mendeteksi perubahan
besar pada tumor lebih disarankan.

 resiko osteoporosis

Hiperprolaktinemiadapat menyebabkan penurunan produksiestrogenpada wanita


dan penurunan produksitestosteronpada pria. Meskipun produksi
estrogen/testosteron dapat pulih setelah pengobatan untuk hiperprolaktinemia,
bahkan satu atau dua tahun tanpa estrogen/testosteron dapat membahayakan
kekuatan tulang, dan pasien harus melindungi diri dari osteoporosis dengan
meningkatkan olahraga dan asupankalsiummelalui diet atau suplemen, dan
dengan menghindari merokok. Pasien mungkin ingin melakukan pengukuran
kepadatan tulang untuk menilai efek defisiensi estrogen/testosteron pada
kepadatan tulang. mungkin juga ingin mengobati terapi Mereka
testosteron/estrogen dengan dokter mereka.

 Kehamilan dan pengendalian kelahiran oral


Jika seorang wanita memiliki satu atau lebih prolaktinoma kecil, tidak ada alasan
dia tidak dapat hamil dan memiliki kehamilan normal setelah terapi medis yang
berhasil. Hipofisis membesar dan produksi prolaktin meningkat selama kehamilan
normal pada wanita tanpa gangguan hipofisis. Wanita dengan tumor yang
mensekresi prolaktin dapat mengalami hipofisis lebih lanjut dan harus dipantau
secara ketat selama kehamilan. Namun, kerusakan pada hipofisis atau saraf mata
terjadi pada kurang dari satu persen wanita hamil dengan prolaktinoma. Pada
wanita dengan tumor besar, risiko kerusakan pada hipofisis atau saraf mata lebih
besar, dan beberapa dokter menganggapnya setinggi 25%.Jika seorang wanita
telah menyelesaikan kehamilan yang sukses, kemungkinan dia menyelesaikan
pengalaman yang sukses lebih lanjut. Seorang wanita dengan prolaktinoma harus
direncanakan dengan rencana untuk hamil dengan dokternya, sehingga dapat
diharapkan dengan sebelum hamil. Evaluasi ini akan mencakup pemindaian
magnetic resonance imaging (MRI) untuk menilai ukuran tumor dan pemeriksaan
mata dengan pengukuran visual. Segera setelah pasien hamil, dokter biasanya
akan menyarankan agar dia berhenti minum bromokriptin atau cabergoline,
pengobatan umum untuk prolaktinoma. Kebanyakan ahli endokrin menemui
pasien setiap dua bulan selama kehamilan. Pasien harus segera dengan ahli
endokrinologi jika ia mengalami gejala — khususnya, sakit kepala, perubahan
visual, mual, muntah, haus atau buang air kecil yang berlebihan, atau kelesuan
yang ekstrem. Pada suatu waktu, kontrasepsi oral kontribusi pada perkembangan
prolaktinoma. Namun, ini tidak lagi dianggap benar. Pasien dengan prolaktinoma
yang diobati dengan bromokriptin atau cabergoline juga dapat menggunakan
kontrasepsi oral. Demikian juga penggantian estrogen pasca-menopause aman
pada pasien dengan prolaktinoma yang diobati dengan terapi medis atau
pembedahan.

Anda mungkin juga menyukai