Anda di halaman 1dari 12

GENNI PUTRIANTI (030.07.

097)
PENATALAKSANAAN PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 1
PADA ANAK DENGAN TERAPI POMPA INSULIN
Indira Dharmasamitha
Special Study Skill in Insulin Therapy, Fakultas Kedokteran UNUD

Pendahuluan
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik
akibat ganguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal,
saraf, dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis pada pemeriksaan dengan
mikroskop elektron. Banyak orang pada awalnya tidak tahu bahwa mereka menderita diabetes.
Di negara maju seperti Amerika misalnya, dari sekitar 16 juta penderita diabetes, 7 juta
diantaranya baru mengetahui bahwa diri mereka menderita diabetes setelah mengalami
komplikasi di berbagai organ tubuh. Laporan statistik dari International Diabetes Federation
(IDF) menyebutkan bahwa sekarang sudah ada sekitar 230 juta penderita diabetes. Angka ini
terus bertambah hingga 3 persen atau sekitar 7 juta orang setiap tahunnya. Dengan demikian,
jumlah penderita diabetes diperkirakan akan mencapai 350 juta pada tahun 2025 dan setengah
dari angka tersebut berada di Asia, terutama India, Cina, Pakistan, dan Indonesia. Diabetes telah
menjadi penyebab kematian terbesar keempat di dunia. Setiap tahun ada 3,2 juta kematian yang
disebabkan oleh diabetes. Di Amerika sekalipun, angka kematian akibat diabetes bisa mencapai
200.000 orang per tahun. Angka penderita diabetes yang didapatkan di Asia Tenggara adalah :
Singapura 10,4 persen (1992), Thailand 11,9 persen (1995), Malaysia 8 persen lebih (1997), dan
Indonesia (5,6 persen (1992). Kalau pada 1995 Indonesia berada di nomor tujuh sebagai negara
dengan jumlah diabetes terbanyak di dunia, diperkirakan tahun 2025 akan naik ke nomor lima
terbanyak. Pada saat ini, dilaporkan bahwa di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya,
sudah hampir 10 persen penduduknya mengidap diabetes.
1
Insiden diabetes melitus tipe 1 sangat bervariasi di tiap negara. Dari data-data epidemiologik
memperlihatkan bahwa puncak usia terjadinya DM pada anak adalah pada usia 5-7 tahun dan
pada saat menjelang remaja. Sedangkan, insiden penderita diabetes melitus tipe 1 pada anak
meningkat secara signifikan di negara Barat. Merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi para
orangtua dan dokter dalam pengobatan diabetes melitus tipe 1 pada anak yang berumur di bawah
12 tahun. Seiring perkembangan teknologi yang makin pesat dan meningkatnya permintaan
pasien diabetes melitus yang mendambakan pengobatan efektif dan aman tanpa terus-terusan
harus menginjeksikan insulin ke tubuh mereka, sebagai alternatif digunakanlah pompa insulin
yang kini menjadi favorit penderita pasien diabetes di Amerika, terutama diabetes melitus tipe 1.
Akibatnya, terjadi peningkatan yang signifikan terhadap pemakaian pompa insulin selama 1
dekade ini karena pasien DM tidak perlu menghabiskan waktu terlalu banyak untuk
menginjeksikan insulin ke tubuhnya terus menerus.

Tabel 1. Sepuluh Negara dengan Jumlah Penderita Diabetes Terbanyak (1995 dan 2025)*
1995 2025 (perkiraan)
Urutan Negara Jumlah (juta) Negara Jumlah (juta)
1 India 19.4 India 57.2
2 Cina 16.0 Cina 37.6
3 AS 13.9 AS 21,9
4 Rusia 8.9 Pakistan 14.5
5 Jepang 6.3 Indonesia 12.4
6 Brazil 4.9 Rusia 12.2
7 Indonesia 4.5 Meksiko 11.7
8 Pakistan 4.3 Brazil 11.6
9 Meksiko 3.8 Mesir 8.8
10 Ukraina 3.6 Jepang 8.5
Negara lain 49.7 103.6
Total 135.3 300
*dikutip dari IDF World Atlas 2005
Banyak studi yang mengkaji keefektifan dan keamanan penggunaan pompa insulin ini
dibandingan terapi insulin konvensional, yakni terapi insulin injeksi. Meta analisis yang menguji
penggunaan pompa insulin pada orang dewasa menunjukan kemajuan yang signifikan terhadap
kontrol glikemik dan penurunan insiden hipoglikemia. Diharapkan, penggunaan pompa insulin
dapat menurunkan angka insiden hipoglikemia pada pasien diabetes melitus, terutama pada anak-
anak. Studi 2002 Pickup dan Keen mengindikasikan lebih dari 130.000 pasien diabetes yang
berada di Amerika menggunakan pompa insulin. Namun, kini produsen memperkirakan sekitar
375.000 pasien di Amerika Serikat menggunakan pompa insulin
5



Patofisiologi Diabetes Melitus tipe 1
Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan terjadinya ketosis
apabila tidak diobati. Diabetes ini muncul ketika pankreas sebagai pabrik insulin tidak dapat atau
kurang mampu memproduksi insulin. Akibatnya, insulin tubuh kurang atau tidak ada sama
sekali. Glukosa menjadi menumpuk dalam peredaran darah karena tidak dapat diangkut ke dalam
sel. Biasanya, diabetes tipe ini sering terjadi pada anak dan remaja tetapi kadang-kadang juga
terjadi pada orang dewasa, khususnya yang non obesitas dan mereka yang berusia lanjut ketika
hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme
yang disebabkan karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma
meningkat dan sel-sel B pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena
itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis,
dan menurunkan hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah.
Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan yang menyerang orang
dengan sistem imun yang secara genetis merupakan predisposisi untuk terjadinya suatu respon
autoimun yang kuat yang menyerang antigen sel B pankreas. Faktor ekstrinsik yang diduga
mempengaruhi fungsi sel B meliputi kerusakan yang disebabkan oleh virus, seperti virus
penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau
oleh sitotoksin perusak dan antibodi yang dirilis oleh imunosit yang disensitisasi. Suatu
kerusakan genetis yang mendasari yang berhubungan dengan replikasi atau fungsi sel B
pankreas dapat menyebabkan predisposisi terjadinya kegagalan sel B setelah infeksi virus.
Lagipula, gen-gen HLA yang khusus diduga meningkatkan kerentanan terhadap virus
diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan gen-gen yang merespon sistem imun tertentu yang
menyebabkan terjadinya predisposisi pada pasien sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-
sel pulaunya (islets of Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan istilah autoregresi.
1,2
Dari semua penderita diabetes, 5-10 persennya adalah penderita diabetes tipe 1. Di Indonesia,
statistik mengenai diabetes tipe 1 belum ada, diperkirakan hanya sekitar 2-3 persen dari total
keseluruhan. Mungkin ini disebabkan karena sebagian tidak terdiagnosis atau tidak diketahui
sampai si pasien sudah mengalami komplikasi dan keburu meninggal. Biasanya gejalanya timbul
secara mendadak dan bisa berat sampai mengakibatkan koma apabila tidak segera ditolong
dengan suntikan insulin.

Manifestasi Klinis Diabetes Melitus tipe 1
Diagnosis DM awalnya dipikirkan dengan adanya gejala khas berupa polifagia (banyak makan),
poliuria (banyak kencing), polidipsi (cepat haus), lemas dan berat badan turun. Gejala lain yang
mungkin dikeluhkan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur, dan impotensi pada pria serta
pruritus vulva pada wanita.
Sedangkan pada diabetes melitus tipe 1, yang kebanyakan diderita oleh anak-anak ( diabetes
melitus juvenil) mempunyai gambaran lebih akut, lebih berat, tergantung insulin dengan kadar
glukosa darah yang labil. Penderita biasanya datang dengan ketoasidosis karena keterlambatan
diagnosis. DM tipe 1 pada anak di Indonesia relatif jarang dibandingkan dengan negara Barat
sehingga dokter maupun orangtua kurang memikirkan atau memperhatikan tentang kemungkinan
adanya penyakit ini. Mayoritas penyandang DM tipe 1 menunjukan gambaran klinik yang klasik
seperti poliuria, polidipsia, dan polifagia disertai penurunan berat badan. Glukosa darah puasa
biasanya diatas 200mg/dl dengan disertai ketonuria. Adanya penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan, poliuria nokturnal serta enuresis, seharusnya menimbulkan kecurigaan adanya
DM tipe 1 pada anak. Gejala-gejala lainnya dapat berupa muntah-muntah, nafas berbau aseton,
nyeri atau kekakuan abdomen dan gangguan kesadaran koma.
Perjalanan klinis DM tipe 1 terbagi atas:
1. Fase Inisial
Dimulai saat timbulnya gejala sampai dengan ditegakkan diagnosis. Fase ini sering
didahului oleh infeksi, goncangan emosi maupun trauma fisik.
2. Fase Penyembuhan
Fase setelah beberapa hari diberikan pengobatan. Keadaan akut penyakit ini telah teratasi
dan sudah terdapat sensitivitas jaringan terhadap insulin.
3. Fase Remisi (Honeymoon period)
Fase ini khas pada penyandang DM tipe 1. Pada saat ini, kebutuhan insulin menurun
sehingga dapat terjadi hipoglikemia bila insulin tidak disesuaikan. Bila dengan dosis
insulin 0.1 IU/kg BB masih menyebabkan hipoglikemia maka pemberian insulin harus
dihentikan. Pada fase ini perlu observasi dan pemeriksaan urin reduksi secara teratur
untuk memantau keadaan penyakitnya. Fase ini berlangsung selama beberapa minggu
sampai beberapa bulan. Diperlukan penyuluhan pada penyandang DM atau orangtua
bahwa fase ini bukan berarti penyembuhan penyakitnya.


4. Fase Intensifikasi
Fase ini timbul 16-18 bulan setelah diagnosis ditegakan. Pada fase ini terjadi kekurangan
insulin endogen.
3,4
Diagnosis Diabetes Melitus
Diagnosis dapat ditegakan jika didapat salah satu dari gejala di bawah ini :
1. Adanya gejala yang klasik seperti poliuria, polifagi, polidipsi, dan ketonuria, penurunan
berat badan yang cepat disertai dengan kadar glukosa darh plas >200mg/dl.
2. Pada individu asimtomatik, jika terdapat peningkatan kadar glukosa darah puasa dan
peningkatan kadar glukosa darah yang menetap selama dilakukan tes toleransi glukosa
oral (TTGO/OPGTT) yang dilakukan lebih dari 1 kali.
Cara pemeriksaan TTGO adalah :
1. Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa
2. Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak.
3. Pasien puasa semalam selama 10-12 jam.
4. Periksa glukosa darah
5. Berikan glukosa 75g yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam waktu 5
menit.
6. Periksa glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa
7. Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

WHO (1985) menganjurkan pemeriksaan standar seperti di atas, tetapi di Indonesia hanya
memakai pemeriksaan glukosa darah 2 jam saja. Sedangkan, TTGO pada anak seringkali tidak
dibutuhkan karena gejala klinis yang khas.

Tabel 2. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan
penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)
4
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
Plasma vena
Darah Kapiler
Kadar glukosa darah puasa
Plasma vena
Darah Kapiler

<110
<90

<110
<90

110-199
90-199

110-125
90-109

>200
>200

>126
>110

Penatalaksanaan Diabetes Melitus tipe 1
Dalam jangka pendek, penatalaksanaan DM bertujuan untuk menghilangkan/mengurangi
keluhan/gejala DM. Sedangkan untuk tujuan jangka panjangnya adalah mencegah komplikasi.
Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan kadar glukosa, lipid, dan insulin. Untuk
mempermudah tercapainya tujuan tersebut kegiatan dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan
pasien secara holistik dan mengajarkan kegiatan mandiri. Kriteria pengendalian DM dapat dilihat
pada tabel 3. Liat HO
Akan tetapi, perbedaan utama antara penatalaksanaan DM tipe 1 yang mayoritas diderita anak
dibanding DM tipe 2 adalah kebutuhan mutlak insulin. Terapi DM tipe 1 lebih tertuju pada
pemberian injeksi insulin.
Penatalaksanaan DM tipe 1 menurut Sperling dibagi dalam 3 fase yaitu :
1. Fase akut/ketoasidosis
koma dan dehidrasi dengan pemberian cairan, memperbaiki keseimbangan asam basa,
elektrolit dan pemakaian insulin.
2. Fase subakut/ transisi
Bertujuan mengobati faktor-faktor pencetus, misalnya infeksi, dll, stabilisasi penyakit
dengan insulin, menyusun pola diet, dan penyuluhan kepada penyandang DM/keluarga
mengenai pentignya pemantauan penyakitnya secara teratur dengan pemantauan glukosa
darah, urin, pemakaian insulin dan komplikasinya serta perencanaan diet dan latihan
jasmani.
3. Fase pemeliharaan
Pada fase ini tujuan utamanya ialah untuk mempertahankan status metabolik dalam
batas normal serta mencegah terjadinya komplikasi
Untuk itu WHO mengemukakan beberapa sasaran yang ingin dicapai dalam penatalaksanaan
penyandang DM tipe 1, diantaranya :
1. Bebas dari gejala penyakit
2. Dapat menikmati kehidupan sosial sepenuhmya
3. Dapat terhindar dari komplikasi penyakitnya
Pada anak, ada beberapa tujuan khusus dalam penatalaksanaannya, yaitu diusahakan supaya
anak-anak :
1. Dapat tumbuh dan berkembang secara optimal
2. Mengalami perkembangan emosional yang normal
3. Mampu mempertahankan kadar glukosuria atau kadar glukosa darah serendah mungkin
tanpa menimbulkan gejala hipoglikemia
4. Tidak absen dari sekolah akibat penyakit dan mampu berpartisipasi dalam kegiatan fisik
maupun sosial yang ada
5. Penyakitnya tidak dimanipulasi oleh penyandang DM, keluarga, maupun oleh lingkungan
6. Mampu memberikan tanggung jawab kepada penyandang DM untuk mengurus dirinya
sendiri sesuai dengan taraf usia dan intelegensinya
Keadaan ideal yang ingin dicapai ialah penyandang DM tipe 1 dalam keadaan asimtomatik,
aktif, sehat, seimbang, dan dapat berpartisipasi dalam semua kegiatan sosial yang
diinginkannya serta mampu menghilangkan rasa takut terhadap terjadinya komplikasi.
Sasaran-sasaran ini dapat dicapai oleh sebagian besar penyandang DM maupun keluarganya
jika mereka memahami penyakitnya dan prinsip-prinsip penatalaksanaan diabetes.
1-4
Untuk mencapai tujuan ini penatalaksanaan dibagi menjadi :
1. Pemberian insulin
2. Penatalaksanaan dietetik
3. Latihan jasmani
4. Edukasi
5. Home monitoring (pemantauan mandiri )

Pemberian Insulin
Diabetes tipe 1 mutlak membutuhkan insulin karena pankreas tidak dapat memproduksi hormon
insulin. Maka seumur hidupnya pasien harus mendapatkan terapi insulin untuk mengatasi
glukosa darah yang tinggi. Penghentian suntikan akan menimbulkan komplikasi akut dan bisa
fatal akibatnya.
Suntikan insulin untuk pengobatan diabetes dinamakan terapi insulin. Tujuan terapi ini terutama
untuk :
1. Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati normal.
2. Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes.
Keberhasilan terapi insulin juga tergantung terhadap gaya hidup seperti program diet dan
olahraga secara teratur.
Sebelum membahas mengenai cara kerja pompa insulin pada pengobatan diabetes melitus tipe 1,
akan dijelaskan mengenai cara kerja dan jenis insulin
Makanan terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak. Glukosa terutama bersumber dari
karbohidrat walaupun protein dan lemak juga bisa menaikan glukosa. Karbohidrat dipecah
menjadi glukosa dan masuk ke peredaran darah, dan glukosa darah dapat meningkat. Secara
terus menerus pankreas melepaskan insulin pada saat makan atau tidak. Setelah makan, glukosa
meningkat di dalam peredaran darah dan pengeluaran insulin oleh pankreas juga meningkat.
Tugas pokok insulin adalah mengatur pengangkutan atau masuknya glukosa dari darah ke dalam
sel sehingga glukosa darah bisa turun. Jadi, insulin berperan dalam mengatur kestabilan glukosa
di dalam darah. Insulin juga bekerja di hati. Setelah makan, kadar insulin meningkat dan
membantu penimbunan glukosa di hati. Pada saat tidak makan, insulin turun. Maka hati akan
memecah glikogen menjadi glukosa dan masuk ke darah sehingga glukosa darah dipertahankan
tetap dalam kadar yang normal.
1-4
Struktur kimia hormon insulin bisa rusak oleh proses pencernaan sehingga insulin tidak bisa
diberikan melalui tablet atau pil. Satu-satunya jalan pemberian insulin adalah melalui suntikan,
bisa suntikan di bawah kulit (subcutan/sc), suntikan ke dalam otot (intramuscular/im), atau
suntukan ke dalam pembuluh vena (intravena/iv). Ada pula yang dipakai secara terus menerus
dengan pompa (insulin pump/CSII) atau sistem tembak (tekan semprot) ke dalam kulit (insulin
medijector).
Enam tipe insulin berdasarkan mulain kerja, puncak, dan lama kerja insulin tersebut, yakni :
1. Insulin Keja Cepat (Short-acting Insulin)
2. Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)
3. Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)
4. Mixed Insulin
5. Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin)
6. Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin)

Tabel 4. Insulin yang Tersedia dan yang Akan Tersedia di Indonesia

Tipe Insulin Mulai Kerja Puncak Lama Kerja
Ultra Short Acting (Quick-Acting, Rapid
Acting) Insulin Analogues
Insulin Aspart (NovoRapid, Novolog)
Insulin Lispro (Humalog)
15-30 min 60-90 min 3-5 hr
Short-Acting (Soluble, Neutral)
Insulin Reguler, Actrapid, Humulin R
30-60 min 2-4 hr 6-8 hr
I ntermediate-Acting (I sophane)
Insulatard, Humulin N, NPH
1-2 hr 4-8 hr 16-24 hr
Long-Acting I nsulin (Zinc-based)
Monotard, Humulin Lente, Humulin Zn
1-3 hr 4-12 hr 16-24 hr
Very Long Acting I nsulin
Insulin Glargine (Lantus)
Insulin Detemir (Levemir)
2-4 hr 4-24hr
(nopeak)
24-36 hr
Mixed I nsulin (Short + Intermedidiate-Acting
Insulin)
Mixtard 30/70, NovoMix, Humulin 30/70
30 min 2-8 hr 24 hr

Terapi Pompa Insulin pada pasien Diabetes Melitus Tipe 1
Pompa insulin merupakan suatu alat yang tampak seperti pager yang digunakan untuk mengelola
masuknya insulin ke dalam tubuh pasien diabetes. Sebuah pompa insulin terdiri dari sebuah
tabung kecil (Syringe) yang berisikan insulin dan microcomputer yang membantu pasien untuk
menentukan berapa banyak insulin yang diperlukan. Insulin dipompakan melalui selang infus
yang terpasang dengan sebuah tube plastic ramping yang disebut cannula, yang dipasang pada
kulit subkutan perut pasien. Selang infus harus diganti secara teratur setiap minggunya. Di
Indonesia, alat ini masih jarang digunakan walaupun sudah ada distributornya. Akan tetapi di
negara lain seperti Amerika, penggunaan alat ini kini menjadi favorit pasien diabetes karena
keefektifan penggunaanya.
5
Indikasi penggunaan terapi insulin harus memenuhi kriteria di bawah ini :
- Menggunakan insulin lebih dari 3 kali sehari
- Kadar glukosa darah sering tidak teratur
- Lelah menggunakan terapi injeksi insulin
- Ingin mengurangi resiko hipoglikemi
- Ingin mengurangi resiko komplikasi yang berkelanjutan
- Ingin lebih bebas beraktifitas dan gaya hidup yang lebih fleksibel
Ketika seseorang memutuskan untuk menggunakan terapi pompa insulin, ada beberapa hal yang
harus diperhatikan yakni :
1. Mengecek kadar glukosa darah ( setidaknya 4 hari sekali, sebelum makan) untuk
mengetahui berapa dosis insulin yang diperlukan untuk mengontrol kadar glukosa darah
tubuh
2. Mulai memahami makanan yang anda makan. Apakah makanan tersebut membuat kadar
glukosa darah tinggi atau tidak.
3. Perhatikan secara teratur ( setiap setelah makan) pompa insulin untuk meminimalisir
kerusakan.
Menurut studi yang dilakukan National Institute of Health selama 10 tahun terhadap 1000
penderita diabetes melitus tipe 1, didapatkan bahwa penggunaan terapi insulin yang intensif,
seperti contohnya menggunakan pompa insulin, dapat mengurangi komplikasi diabetes secara
efektif. Studi ini menunjukan bahwa terapi insulin intensif :
- Mengurangi komplikasi kebutaan 76 %
- Mengurangi komplikasi amputasi 60 %
- Mengurangi resiko terkena penyakit ginjal 54 %
Sebelum adanya pompa insulin, satu cara yang bisa digunakan untuk memasukan insulin ke
dalam tubuh yakni dengan menyuntikan insulin secara terus menerus ke tubuh setiap harinya.
Pompa insulin bekerja seperti pankreas dan telah diprogram secara otomatis untuk memasukan
insulin ke dalam tubuh kapan pun diperlukan.
Terapi pompa insulin atau yang dikenal dengan sebutan Continuous Subcutaneous Insulin
Infusion (CSII) merupakan terapi yang paling menyerupai metode fisiologi tranfer insulin ke
dalam tubuh. Insulin yang dipergunakan dalam pompa insulin adalah insulin prandial (short
atau rapid acting insulin), sehingga dosis basal akan tertutupi oleh dosis prandial bolus yang
diberikan secara intensif selama 24 jam.
Menurut studi retrospektif yang dilakukan Nimri, penggunaan pompa insulin terbukti
menunjukan perbaikan kontrol glikemik terhadap anak yang menderita diabetes tipe 1. Kemajuan
ini diikuti dengan penurunan insiden hipoglikemia dan penambahan berat badan terhadap anak-
anak tersebut yakni 36.5 menjadi 11.1 kejadian per 100 pasien-tahun.


Keuntungan penggunaan pompa insulin yakni :
1. Terbebas dari penggunan multiple daily injection insulin
2. Penurunan kadar HbA1C yang terkontrol
3. Mengurangi frekuensi terkena hipoglikemia
4. Mengurangi variasi kadar glukosa darah
5. Meningkatkan fleksibilitas dan manajemen diabetes
Kekurangan Penggunaan pompa insulin yakni :
1. Ada resiko infeksi jika tidak mengganti insertion site pada cannula secara teratur
2. Pemeriksaan gula darah yang lebih sering
3. Memiliki resiko terkena hiperglikemi yang dapat mengakibatkan diabetic ketoacidosis
yang lebih besar jika tidak mempergunakan pompa dalam jangka waktu yang lama.
Di Indonesia sendiri, insiden diabetes melitus tipe 1 sangat jarang. Sehingga penggunaan pompa
insulin pun masih jarang digunakan. Walaupun alatnya sudah ada di Indonesia, akan tetapi
harganya relatif mahal. Inilah yang membuat para dokter jarang merekomendasikan terapi
pompa insulin kepada pasiennya yang menderita DM tipe 1 maupun tipe 2.

Anda mungkin juga menyukai