Anda di halaman 1dari 148

KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. M DENGAN DIAGNOSA MEDIS


CLOSE FRAKTUR INTERTROCHANTER DEXTRA POST OP
BIPOLAR HEMIARTHROPLASTY HARI VI DI RUANG G1
RUMKITAL Dr. RAMELAN
SURABAYA

Oleh:
CANDI AGUS PRATAMA
NIM. 142.0015

PROGRAM STUDI D-III KERAWATAN


STIKES HANG TUAH SURABAYA
2017
KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. M DENGAN DIAGNOSA MEDIS


CLOSE FRAKTUR INTERTROCHANTER DEXTRA POST OP
BIPOLAR HEMIARTHROPLASTY HARI VI DI RUANG G1
Dr.RAMELAN SURABAYA

Karya Tulis Ilmiah Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Keperawatan

Oleh:
CANDI AGUS PRATAMA
NIM:142.0015

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


STIKES HANG TUAH SURABAYA
2017

i
SURAT PERNYATAAN

Saya bertanda tangan dibawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa

karya tulis ini saya susun tanpa melakukan plagiat sesuai dengan peraturan yang

berlaku di Stikes Hang Tuah Surabaya.

Jika kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan plagiat saya akan

bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Stikes

Hang Tuah Surabaya.

Surabaya, 14 Mei 2017

Candi Agus Pratama


NIM. 142.0015

ii
HALAMAN PERSETUJUAN

Setelah kami periksa dan amati, selaku pembimbing mahasiswa :

Nama : CANDI AGUS PRATAMA

NIM : 142.0015

Program Studi : D-III Keperawatan

Judul : Asuhan Keperawatan Pada Tn. M Dengan Diagnosa

Medis Close Fraktur Intertrochanter Dextra Post Op

Bipolar Hemiarthroplasty Hari VI Di Ruang G-1

Rumkital Dr. Ramelan Surabaya

Serta perbaikan-perbaikan sepenuhnya, maka kami menganggap dan dapat

menyetujui bahwa karya tulis ini diajukan dalam sidang guna memenuhi sebagian

persyaratan untuk memperoleh gelar :

AHLI MADYA KEPERAWATAN (AMK)

Pembimbing I

Dhian Satya R,S.Kep., Ns.,M. Kep.


NIP. 03008

Ditetapkan di : STIKES Hang Tuah Surabaya

Tanggal : 14 Mei 2017

iii
HALAMAN PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah dari :

Nama : Candi Agus Pratama


NIM : 142.0015
Program Studi : D-III Keperawatan.
Judul : Asuhan Keperawatan Pada Tn. M Dengan Diagnosa
Medis Close Fraktur Intertrochanter Dextra Post Op
Bipolar Hemiarthroplasty Hari VI Di Ruang G-1
Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.

Telah dipertahankan dihadapan dewan Sidang Karya Tulis Ilmiah di Sekolah


Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Surabaya, pada :

Hari, Tanggal : Rabu, 14 Mei 2017.


Bertempat di : STIKES Hang Tuah Surabaya.

Dan dinyatakan Lulus dan dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh GELAR AHLI MADYA KEPERAWATAN pada prodi D-III
Keperawatan Stikes Hang Tuah Surabaya.

Penguji I : Dhian Satya R., S.kep.,Ns.,M. Kep.


NIP. 03008 ........................................

Penguji II : Ami Ardianti.,S.Kep.,Ns


NIP. 197901242006042001 ........................................

Mengetahui,
STIKES Hang Tuah Surabaya
Ka Prodi D-III Keperawatan

Dya Sustrami, S.Kep., Ns., M.Kes


Nip. 03.008

Diterapkan di : STIKES Hang Tuah Surabaya.


Tanggal : 14 Mei 2017

iv
Motto & Persembahan

“Kesuksesan hanya dapat diraih dengan segala upaya dan usaha yang disertai
dengan do’a, karena sesungguhnya nasib seorang manusia tidak akan berubah
dengan sendirinya tanpa berusaha.....”

“Kalau orang lain bisa, kenapa tidak dengan saya?”

“Berangkat dengan penuh keyakinan

Berjalan penuh dengan keikhlasan

Istiqomah dalam menghadapi cobaan”

Kupersembahkan karya saya yang sederhana ini kepada :

1. Ayah (alm) dan Ibuku tercinta yang telah membesarkan dan membimbingku
serta kasih sayang baik materi maupun moral hingga tidak pernah lelah
memberiku semangat yang luar biasa untuk menjadikanku petarung yang
siap bertempur disegala medan.
2. Adik – adikku ( Sinta, Baim, Amel ) yang selalu menjadi permata hidupku
sehingga menjadi alasan mengapa saya berjuang dan bertahan sampai saat
ini.

v
3. Calon makmumku, Lutfiawati Sanjaya, terimakasih karena mau sama – sama
berjuang untuk tiga tahun yang panjang ini.
4. Keluarga besar letting 117 BATS serta senior – seniorku dan adik – adikku
MESS TEMPUR PROGSUS yang senantiasa tidak pernah putus asa
memberiku semangat serta dorongan motivasi yang sangat luar biasa
sehingga sedikit demi sedikit saya bisa belajar menengok luasnya jendela
dunia.
5. Teman – teman seperjuangan “ Mahasiswa Prodi – D3 Keperawatan STIKES
HANG TUAH SURABAYA angkatan 20” yang memberiku arti jiwa
kebersamaan.

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya pada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini

sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Karya tulis ini disusun sebagai salah

satu syarat dalam menyelesaikan program pendidikan Ahli Madya Keperawatan.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan dan kelancaran karya tulis ini

bukan hanya karena kemampuan penulis tetapi banyak ditentukan oleh bantuan

dari berbagai pihak, yang telah dengan ikhlas membantu penulis demi

terselesainya penulisan. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis

menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Laksamana Pertama TNI dr. IDG Nalendra DI, Sp.B., Sp.BTKV (K)

selaku Kepala Rumkital Dr. Ramelan Surabaya yang telah memberikan

ijin dan lahan praktik untuk penyusunan karya tulis dan selama kami

berada di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Surabaya.

2. Ibu Wiwiek Liestyaningrum,S.Kep,.M.Kep, selaku Ketua Stikes Hang

Tuah Surabaya yang telah memberikan kesempatan pada kami untuk

praktik di Rumkital Dr. Ramelan Surabaya dan menyelesaikan pendidikan

di Stikes Hang Tuah Surabaya.

3. Puket 1, Puket 2, dan Puket 3 yang juga selalu memberikan dorongan

penuh dengan wawasan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya

manusia.

4. Ibu Dya Sustrami, S.Kep., Ns., M.Kes selaku Kepala Program studi D-III

Keperawatan yang selalu memberikan dorongan penuh dengan wawasan

dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

vii
5. Ibu Dhian Satya R., M.Kep., Ns sebagai pembimbing I dan sekaligus

penguji yang dengan tulus ikhlas bersedia meluangkan waktu, tenaga dan

pikiran untuk membimbing dan menguji hasil dari penyusunan karya tulis

ilmiah ini.

6. Ibu Amy A., S.Kep., Ns selaku Pembimbing II dan penguji yang dengan

tulus ikhlas bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta perhatian

dalam memberikan dorongan, bimbingan dan arahan dalam penyusunan

karya tulis ilmiah ini khususnya pengambilan data di ruangan G1.

7. Bapak dan ibu Dosen Stikes Hang Tuah Surabaya, yang telah memberikan

bekal bagi penulis melalui materi-materi kuliah yang penuh nilai dan

makna dalam penyempurnaan penulisan karya tulis ilmiah ini, juga kepada

seluruh tenaga administrasi yang tulus ikhlas melayani keperluan

penulisan selama menjalani studi dan penulisannya.

8. Perpustakaan Stikes Hang Tuah Surabaya, yang telah menyediakan

sumber pustaka dalam penyusunan dan penyelesaian karya tulis ilmiah ini.

9. Kedua orang tua tercinta dan saudara-saudaraku yang tak henti-hentinya

memberikan bantuan baik materi, motivasi dan juga do‟a restu kepada

penulis.

10. Pasien Tn. M dan keluaraga pasien Tn. M yang telah berkenan menjadi

pasien kelolaan, pengumpulan data dan juga pemberian tindakan

keperawatan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.

11. Sahabat-sabahat tersayang dalam naungan Stikes Hang Tuah Surabaya

yang telah memberikan dorongan semangat sehingga karya tulis ilmiah ini

viii
dapat terselesaikan, dan saya hanya dapat mengucapkan semoga hubungan

persahabatan tetap terjalin.

12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih

atas bantuannya. Penulis hanya bisa berdo‟a semoga Allah SWT

membalas amal baik semua pihak yang telah membantu dalam proses

penyelesaian karya tulis ilmiah ini.

Selanjutnya, penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih banyak

kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu saran dan kritik

yang konstruktif senantiasa penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap, semoga

karya tulis ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang membaca

terutama bagi Civitas Stikes Hang Tuah Surabaya.

Surabaya, 14 Mei 2017

Penulis

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


SURAT PERNYATAAN ............................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................. v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xv

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah ................................................................................. 4
1.3 Tujuan................................................................................................... 4
1.3.1 Tujuan umum ........................................................................................ 4
1.3.2 Tujuan khusus ....................................................................................... 4
1.4 Manfaat ................................................................................................. 5
1.5 Metode penelitian ................................................................................. 6
1.6 Sistematika penulisan ........................................................................... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Anatomi Fisiologi ................................................................................. 9
2.1.1 Anatomi ................................................................................................ 9
2.1.2 Fisiologi ................................................................................................ 11
2.2 Konsep fraktur ..................................................................................... 12
2.2.1 Pengertian fraktur intertrochanter ........................................................ 12
2.2.2 Definisi ................................................................................................ 13
2.2.3 Etiologi ................................................................................................. 13
2.2.4 Klasifikasi fraktur intertrachonter ........................................................ 15
2.2.5 Patofisiologi ........................................................................................ 17
2.2.6 Manifestasi klinis ................................................................................. 18
2.2.7 Komplikasi .......................................................................................... 18
2.2.8 Proses penyembuhan tulang ................................................................. 19
2.2.9 Pemeriksaan penunjang ........................................................................ 19
2.2.9 Penatalaksanaan ................................................................................... 20
2.3 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan .................................................... 21
2.3.1 Pengkajian ............................................................................................ 21
2.3.2 Diagnosa ............................................................................................... 25
2.3.3 Intervensi Keperawatan ........................................................................ 26
2.3.4 Pelaksanaan .......................................................................................... 37
2.3.5 Evaluasi ................................................................................................ 37
2.4 Kerangka Masalah ................................................................................ 38

x
BAB 3 TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian ............................................................................................ 43
3.2 Analisa Data ......................................................................................... 55
3.3 Prioritas Masalah .................................................................................. 58
3.4 Rencana Keperawatan .......................................................................... 59
3.5 Tindakan Keperawatan dan Evaluasi ................................................... 64

BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian ............................................................................................ 99
4.2 Diagnosa Keperawatan ......................................................................... 105
4.3 Perencanaan .......................................................................................... 106
4.4 Pelaksanaan .......................................................................................... 108
4.5 Evaluasi ................................................................................................ 109

BAB 5 PENUTUP
5.1 Simpulan............................................................................................... 112
5.2 Saran ..................................................................................................... 114

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 116


LAMPIRAN .................................................................................................. 118

xi
DAFTAR GAMBAR

2.1 Os femur .................................................................................................... 10


2.2 Fraktur intertrochanter ............................................................................... 13
2.3 Kerangka masalah ...................................................................................... 40
3.1 Genogram ................................................................................................. 44

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kemampuan perawatan diri Tn. M ..................................................... 49

Tabel 3.2 Pemeriksan laboratorium Tn. M ......................................................... 53

Tabel 3.3 Terapi obat Tn. M ............................................................................... 54

Tabel 3.4 Analisa Data Tn. M ............................................................................. 55

Tabel 3.5 Prioritas Masalah Tn. M..................................................................... 58

Tabel 3.6 Rencana Keperawatan Tn. M .............................................................. 59

Tabel 3.7 Tindakan Keperawatan dan Evaluasi Tn. M ...................................... 65

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Standart Prosedur Operasional ..................................................... 114

xiv
DAFTAR SINGKATAN

BB : Berat Badan
BAK : Buang Air Kecil
BAB : Buang Air Besar
BUN : Blood Urea Nitrogen
BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
o
C : Derajat Celcius
cc : Centimeter Cubik
Cm : Centimeter
DO : Data objek
DS : Data subjek
DX : Diagnosa
Cl : Chloride
Cm : Centimeter
CRT : Capillary Refill Time
CT-scan : Computer Tomography scan
Creat : Creatinine
Fe : Ferum
Gluc : Glucosa
GCS : Glasgow Coma Scale
gr : Gram
HGB : Hemoglobin
HCC : Hepatocelluler carcinoma
HCT : Hematocrit
ICS : Intra Costa Space
IGD : Instalasi Gawat Darurat
IWL : Insensidle Water Loss
IV : Intra Vena

xv
Kg : Kilogram
KH : Kriteria Hasil
MCH : Mean corpuscular hemoglobin
MCHC : Mean corpuscular hemoglobin concentration
MCV : Mean Corpuscular Volume
MRS : Masuk Rumah Sakit
mmHg : Milimeter Merkuri Hydrargyrum
Mg : Miligram
N : Nadi
NAFLD : Non Alcoholic Fatty Livet Disease
ROM : Range Of Motion
RR : Respiration Rate
RBC : Red Blood Cel
R/ : Rasional
RSAL : Rumah Sakit Angkatan Laut
S : Suhu
S1 S2 : Suara 1 Suara 2
SGOT : Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase
SGPT : Serum Glutamic Pyruvic Transaminase
SMRS : Sebelum Masuk Rumah Sakit
Ny : Nyonya
TD : Tekanan Darah
TTV : Tanda Tanda Vital
Mnt : Menit
USG : Ultrasonography
WBC : White Blood Cel
WIB : Waktu Indonesia Barat
WOC : Web Of Caution

xvi
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Masalah muskuloskeltal dapat bersifat akut atau kronis dengan

kemungkinan efek yang luas. Efek yang paling jelas adalah nyeri (Kneale, 2011).

Fraktur adalah terputusnya kontiniutas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan

luasnya. Faraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari pada yang

dapat diabsorbsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya

meremuk, gerakan puntiran mendadak atau bahkan konstraksi otot ekstrem.

Meskipun tulang patah, jaringan disekitarnya juga akan terpengaruh

mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi

sendi, ruptur tendon, kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh

dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat

fragmen tulang (Bruner dalam Taqqiyah, 2013). Fraktur femur adalah hilangnya

kontiniutas tulang paha, kondisi fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur

femur terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan

saraf, dan pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh

trauma langsung pada paha (Helmi, 2014). Fraktur intertrochanter atau basal dan

pertrokanter terjadi diluar kapsul sendi pinggul (kneale, 2011). Masalah

keperawatan yang sering muncul pada fraktur intertrochanter adalah nyeri akut,

ketidakefektifan perfusi jaringan perifer, kerusakan integritas kulit, hambatan

mobilitas fisik, defisit perawatan diri, resiko jatuh, resiko infeksi, dan resiko syok.

1
2

Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (RIKESDAS) oleh badan

penelitian dan pengembangan Depkes RI tahun 2013 di Indonesia terdapat kasus

fraktur yang disebabkan oleh cidera yaitu jatuh (40,9%), dan kecelakaan sepeda

motor (40,6%), selanjutnya penyebab cedera karena terkena benda tajam/tumpul

(7,3%), transportasi darat lain (7,1%) dan kejatuhan (2,5%). Sedangkan untuk

penyebab yang belum disebutkan proporsinya sangat kecil. Kecelakaan lalu lintas

menurut WHO (World Health Organitation) juga menyebabkan kematian ± 1,25

juta orang setiap tahunnya, salah satu penyebab kematiannya adalah fraktur,

dimana sebagian besar korbannya adalah remaja atau dewasa muda. Penyakit

muskuluskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai dipusat-pusat

pelayanan kesehatan diseluruh dunia.WHO telah menetapkan dekade ini (2010-

2020) menjadi dekade tulang dan persendian. Berdasarkan data yang diperoleh

pada bulan Januari 2017 sampai April 2017 di ruang G1 Rumkital Dr. Ramelan

Surabaya didapatkan hasil bahwa pasien yang mengalami fraktur yaitu sebanyak

45 orang (15%) dari 285 pasien, dan yang mengalami fraktur femur sebanyak 5

orang (11%) dari 45 pasien fraktur.

Cedera yang terjadi dengan adanya tekanan saat jatuh merupakan sebagian

dari penyebab fraktur. Fraktur intertrochanter adalah hasil dari jatuh ataupun

kecelakaan lalu lintas maupun jatuh dari tempat yang tidak terlalu tinggi, seperti

terpeleset dikamar mandi ketika panggul dalam keadaan fleksi atau rotasi. Fraktur

intertrochanter sering terjadi pada orang tua diatas umur 60 tahun disertai tulang

yang mengalami osteoporosis selain itu berkurangnya jaringan dan ukuran tulang

secara keseluruhan yang akan menyebabkan kekakuan dan kekuatan menurun

sehingga mudah terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang.


3

Tahapan operasi pada pasien patah tulang ada tiga tahap anatara lain :

perawatan pre operatif merupakan perawatan yang dimulai sejak pasien diterima

masuk ke ruang rawat inap dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja

operasi untuk dilakukan tindakan pembedahan, perawatan intra operatif

merupakan perawatan dimulai sejak pasien di transfer kemeja bedah dan berakhir

bila pasien di transfer ke wilayah pemulihan, dan perawatan post adalah tahap

lanjutan dari perawatan pre dan intra operatif yang dimulai saat pasien diterima di

ruangan pemulihan atau pasca anastesi dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya.

Peran perawatpun sangat dibutuhkan demi mempercepat penyembuhan

fraktur pada pasien. Peran perawat dalam merawat pasien fraktur adalah promotif

yaitu dimana perawat akan memberikan penjelasan dan pemberian informasi

kepada pasien dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan kepada pasien

sehingga dapat terbina hubungan saling percaya antara perawat dan pasien dan

dapat mempercepat proses penyembuhan pasien, preventif yaitu peran perawat

dalam pencegahan penyakit fraktur sehingga tidak terjadi komplikasi pada pasien

seperti syok, kerusakan neurovaskuler, sindrom kompartemen dan infeksi. Untuk

mencegah terjadinya infeksi pada luka pasien yaitu dengan cara melakukan

perwatan luka pada pasien dan mengajarkan pada pasien bagaimana perawatan

luka yang benar sehingga bisa dilakukan saat pasien pulang. Kuratif yaitu suatu

tindakan kolaborasi dengan pemberian terapi sesuai instruksi dokter. Rehabilitasi

yaitu dengan mengajarkan kepada pasien tentang mobilisasi dini yang

bekerjasama dengan fisioterapi sehingga pasien dapat dapat melakukan peran

ibadah dan aktivitasnya seperti semula dan dapat melakukan perawatan diri

dengan mandiri.
4

1.2 Rumusan Masalah

Untuk mengetahui lebih lanjut dari perawatan close fraktur intertrochanter

dextra post op bipolar hemiarthroplasty hari VI maka penulis akan melakukan

kajian lebih lanjut dengan melakukan asuhan keperawatan dengan membuat

rumusan masalah “Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan

Diagnosa Medis Close Fraktur Intertrochanter Dextra Post Op Bipolar

Hemiarthroplasty Hari VI Di Ruang G1 Rumkital Dr. Ramelan Surabaya?”

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mampu menggambarkan asuhan keperawatan pada Tn. M

dengan diagnosa medis close fraktur intertrochanter dextra post op bipolar

hemiarthroplasty hari VI di ruang G1 Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengkaji Tn. M dengan diagnosa medis close fraktur intertrochanter

dextra post op bipolar hemiarthroplasty hari VI di ruang G1 Rumkital Dr.

Ramelan Surabaya.

2. Merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn. M dengan diagnosa medis

close fraktur intertrochanter dextra post op bipolar hemiarthroplasty hari

VI di ruang G1 Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.

3. Merencanakan asuhan keperawatan pada Tn. M dengan diagnosa medis

close fraktur intertrochanter dextra post op bipolar hemiarthroplasty hari

VI di ruang G1 Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.


5

4. Melaksanakan asuhan keperawatan pada Tn. M dengan diagnosa medis

close fraktur intertrochanter dextra post op bipolar hemiarthroplasty hari

VI di ruang G1 Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.

5. Mengevaluasi Tn. M dengan diagnosa medis close fraktur intertrochanter

dextra post op bipolar hemiarthroplasty hari VI di ruang G1 Rumkital Dr.

Ramelan Surabaya.

6. Mendokumentasikan asuhan keperawatan Tn. M dengan diagnosa medis

close fraktur intertrochanter dextra post op bipolar hemiarthroplasty hari

VI di ruang G1 Rumkital Dr. Ramelan Surabaya

1.4 Manfaat

Terkait dengan tujuan, maka tugas akhir ini diharapkan dapat memberikan

manfaat :

1.4.1 Akademisi

Hasil studi kasus ini merupakan sumbangan bagi ilmu pengetahuan

khususnya dalam hal asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis

close fraktur intertrochanter dextra post op bipolar hemiarthroplasty.

1.4.2 Dari segi praktisi , tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi :

1. Bagi pelayanan keperawatan di rumah sakit

Hasil studi kasus ini, dapat menjadi masukan bagi pelayanan di rumah

sakit agar dapat melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan close

fraktur intertrochanter dextra post op bipolar hemiarthroplasty dengan

baik.
6

2. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi peneliti

berikutnya, yang akan melakukan studi kasus pada asuhan keperawatan

pada pasien dengan close fraktur intertrochanter dextra post op bipolar

hemiarthroplasty.

3. Bagi profesi kesehatan

Sebagai tambahan ilmu bagi profesi keperawatan dan memberikan

pemahaman yang lebih baik tentang asuhan keperawatan pada pasien

dengan close fraktur intertrochanter dextra post op bipolar

hemiarthroplasty.

1.5 Metode penelitian.

1.5.1 Metode

Metode deskriptif yaitu metode yang sifatnya menggambarkan peristiwa

atau gejala yang terjadi pada waktu sekarang yang meliputi studi kepustakaan

yang mempelajari, mengumpulkan, membahas data dengan menggunakan

pendekatan proses keperawatan dengan langkah-langkah pengkajian,

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

1.5.2 Tenik pengumpulan data

1. Wawancara

Data yang diambil / diperolah melalui percakapan baik dengan pasien,

keluarga maupun dengan tim kesehatan lain.


7

2. Observasi

Data yang diambil melalui penelitian secara baik dengan pasien, reaksi,

respon pasien dan keluarga pasien sangat diterima kehadiran saya dengan

baik.

3. Pemeriksaan

Meliputi pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat menunjang

menegakkan diagnosa dan penanganan selanjutnya.

1.5.3 Sumber data

1. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari pasien.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari keluarga atau orang

terdekat dengan pasien catatan medik perawat, hasil-hasil pemeriksaan dan

catatan dari tim kesehatan yang lain.

3. Studi kepustakaan

Studi kepustakaan yaitu mempelajari buku sumber yang berhubungan

dengan judul karya tulis dan masalah yang dibahas.

1.6 Sistematika penulisan

Supaya lebih jelas dan lebih mudah dalam memahami dan mempelajari

studi kasus ini, secara keseluruhan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :

1.6.1 Bagian awal, memuat halaman judul, persetujuan komisi pembimbing,

pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi.

1.6.2 Bagian inti terdiri, dari lima bab, yang masing – masing bab terdiri dari

sub bab berikut ini :


8

BAB 1 : Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, tujuan,

manfaat penelitian, dan sistematika penulisan studi kasus.

BAB 2 : Tinjauan pustaka, berisi tentang konsep penyakit dari sudut

medis, dan asuhan keperawatan pasien dengan diagnose medis close

fraktur intertrochanter dextra post op bipolar hemiarthroplasty, serta

kerangka masalah.

BAB 3 : Tinjauan kasus berisi tentang diskripsi data hasil pengkajian,

diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

BAB 4 : Pembahasan berisi tentang perbandingan antara teori dengan

kenyataan yang ada di ruangan.

BAB 5 : Penutup, berisi tentang simpulan dan saran.

1.6.3 Bagian akhir, terdiri dari daftar pustaka dan lampiran.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab 2 ini akan diuraikan secara teoritis mengenai fraktur

intertrochanter dan mengenai asuhan keperawatan pada pasien fraktur

intertrochanter. Konsep penyakit akan diuraikan definisi, etiologi dan cara

penanganan secar amedis. Asuhan keperawatan akan diuraikan masalah-masalah

yang muncul pada fraktur intertrochanter dengan melakukan asuhan keperawatan

yang terdiri dari pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi.

2.1 Anatomi fisiologi

Menurut anatomi dan fisiologi Evelyn C. Pearce, ( 2013) :

2.1.1 Anatomi

Femur atau tulang paha adalah tulang terpanjang dari tubuh. Tulang itu

bersendi dengan asetabulum dalam formasi persendian panggul dan dari sini

menjulur medial ke lutut dan membuat sendi dengan tibia. Tulangnya berupa

tulang pipa dan mempunyai sebuah batang dan dua ujung.

Ujung atas memperlihatkan sebuah kepala yang menduduki dua pertiga

daerah itu; dipuncaknya ada lekukkan seperti bentuk kulit telur dengan permukaan

kasar, untuk kaitan ligamentus teres. Dibawah kepala ada leher yang panjang dan

gepeng. Pada dataran, ditempat leher menjadi batang, disebelah luar terdapat

trokanter major dan disebelah belakang dan tengah terdapat trokanter minor.

Pada dasar leher tulang ada dua garis yang menghubungkan trokanter

mayor dan trokanter minor yaitu garis intertrokanter didepan, dan krista

9
10

intertrokanter disebelah belakang yang terakhir ditandai sebuah tuberkel dari

tulang, yaitu tuberkel kuadratum dipertengahan panjangnya.

Batang femur berbentuk silinder halus dan bundar didepan dan disisinya;

melengkung kedepan dan dibelakangnya ada batas yang sangat jelas, disebut linea

aspera, tempat kaitan sejumlah otot, diantaranya aduktor paha.

Gambar 2.1

Os. Femur (Jordie,2015)

Ujung bawah adalah lebar dan memperlihatkan dua kondil, sebuah

lekukan interkonditer, sebuah permukaan poplitium, dan sebuah permukaan

patelaris. Kedua kondisinya sangat jelas menonjol; yang medial lebih rendah

daripada yang lateral. Kedua-duanya masuk dalam persendian sutur.

Lekuk interkonditer memisahkan kondil-kondil itu disebelah belakang.

Permukaan lekuk-lekuk ini memberi kaitan pada persilangan ligamen sendi lutut.

Disebelah depan kondil dipisahkan permukaan patelaris yang terbentang anterior

antara kedua kondil itu dan diatas permukaan ini terletak patela. Permukaan tibial

kodil-kondil femur ada dibawahnya dan duduk diatas permukaan kondil tibia.

Permukaan ini terbagi dalam dua daerah oleh lekukkan dalam, fosa interkonditer.
11

Permukaan itu terbentuk belah ketupat dan diatasnya berjalan pembuluh

popliteum. Femur mengadakan persendian dengan tiga tulang; tulang koksa,

tulang tibia, dan patela, tetapi tidak bersendi dengan fibula.

2.1.2 Fisiologi

Ekstrimitas bawah memberikan topangan untuk berdiri tegak dan berperan

dalam ambulasi. Cedera atau gangguan ekstrimitas bawah memiliki dampak yang

besar pada mobilitas, aktivitas hidu, dan perwatan diri sehingga memerlukan

adaptasi terhadap situasi yang baru atau sulit (Kneale,2011). Tulang sebagai organ

yang dinamis, dimana fungsi metabolisme dapat merupakan cadangan dan

pengatur kesimbangan berbagai mineral dalam tubuh seperti kalsium, fosfor,

magnesium, dan lain-lain. Semuanya itu dipengaruhi oleh hormon dan keadaan,

antara lain hormon paratiroid, kalsitonin, growth, tiroid, kadar vitamin D, kalsium

atau fosfor dalam darah, dan lain-lain. Diperkirakan aliran darah ke tulang

mencapai 200-400 ml/menit, yang berguna dalam membantu metabolisme tulang.

Berbagai kelainan akibat gangguan metabolisme tulang, seperti osteoklerosis,

osteoporosis, dan osteomalasia. Osteoklerosis merupakan kelainan tulang akibat

peningkatan kalsifikasi tulang karena hipoparatiroid. Osteoporosis terjadi karena

penurunan penulangan (osfikasi) akibat peningkatan resorpsi atau penurunan

pembentukan tulang, antara lain disebabkan karena imobilisasi lama atau akibat

kelebihan hormon glukokortikoid. Sedangkan, osteomalasia, adalah keadaan

dimana terjadi penurunan mineralisasi tulang (Lukman&Ningsih,2009).


12

2.2 Konsep fraktur

2.2.1 Pengertian Fraktur Intertrochanter

Fraktur adalah terputusnya kontiniutas tulang dan ditentukan sesuai jenis

dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar daripada

yang diabsorbsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya

meremuk, gaya puntir mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrim. Meskipun

tulang patah, jaringan disekitarnya juga akan terpengaruh mengakibatkan edema

jaringanlunak, pendarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendon,

kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami

cidera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau fragmen tulang(Burner

dalam Taqqiyah,2013). Fraktur adalah patahnya kontiniutas tulang yang terjadi

ketika tulang tidak mampu lagi menahan tekanan yang diberikan padanya (Donna

dalam Taqqiyah,2013)

Fraktur femur adalah hilangnya kontiniutas tulang paha, kondisi fraktur

femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertaiadanya

kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, dan pembuluh darah) dan

fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha

(Helmi, 2014).

Fraktur intertrokanter atau basal adalah fraktur yang terjadi diluar kapsul

sendi panggul atau ekstrakapsuler.Fraktur intertrokanter adalah fraktur yang

terjadi diantara trochanter major dan trochanter minor sepanjang linea

intertrochanterica, diluar kapsul sendi (Kneale, 2011).


13

Gambar 2.2

Fraktur intertrochanter (Kneale,2011)

2.2.3 Etiologi

PenyebabdarifrakturmenurutChairrudin dalam Nanda, (2016) ada beberapa

klasifikasi :

1. Klasifikasi etiologis

a. Fraktur traumatik.

b. Fraktur patologis terjadi pada tulang karena adanya kelainan atau penyakit

yang menyebabkan kelemahan pada tulang (infeksi, tumor, kelainan

bawaan) dan dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma ringan.

c. Fraktur stress tess yang kecil dan berulang-ulang pada daerah tulang yang

menopang berat badan. Fraktur stress jarang sekali ditemukan pada

anggota gerak atas.


14

2. Klasifikasi klinis

a. Fraktur tertutup (simple fraktur), bila tidak terdapat hubungan antar

fragmen tulang dengan dunia luar.

b. Fraktur terbuka (compoun fraktur), bila terdapat hubungan antara fragmen

tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan dikulit.

c. Fraktur dengan komplikasi, misalnya mal union, delayed union, non union,

infeksi tulang.

3. Klasifikasi radiologis

a. Lokalisasi : diafisial, metafisial, intra artikuler, fraktur dengan dislokasi

b. Konfigurasi : fraktur transfersal, fraktur oblik. Fraktur spiral, fraktur

segmental, fraktur komunitif (lebih dari deaf fragmen), fraktur baji

biasanya pada vertebra karena trauma, fraktur avulse, fraktur depresi,

fraktur pecah, fraktur epifisis.

c. Menurut ekstensi : fraktur total, fraktur tidak total, fraktur buckle atau

torus, fraktur garis rambut, fraktur green stick.

d. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya : tidak

bergeser, bergeser (bersampingan, angulasi, rotasi, distraksi, over riding,

impaksi)

Fraktur pinggul biasanya disebabkan oleh jatuh bertumpu pada femur

proksimal yang terganggu secara biomekanis (kneale, 2011). Fraktur

intertrokanter bersifat artikular dan sering terjadi pada orang tuadiatas 60 tahun.

Fraktur trokanter terjadi bila pasien jatuh dan mengalami trauma langsung pada

trokanter mayor atau mengalami trauma trauma yang bersifat memuntir.

Keretakan tulang terjadi antara trokanter mayor dan minor tempat fragmen
15

proksimal cenderung bergeser secara varus. Fraktur dapat bersifat kominutif

terutama pada korteks bagian postero medial (Muttaqin, 2008)

Insiden fraktur ini meningkat seiring pertambahan usia. Pada usia di

bawah 60 tahun, fraktur pinggullebih sering terjadi pada laki-laki umumnya

disebabkan oleh trauma industri. Pada usia diatas 60 tahun, fraktur pinggul

lebihsering terjadi pada wanita, dengan osteoporosis pasca-menoupose sebagai

faktor predisposisi. Faktor resiko utama ditemukan pada sebagian besar lansia

yang rentan : gender, riwayat jatuh, hidup sendiri atau dalam perwatan institusi,

berat badan dibawah normal, merokok, konsumsi alkohol yang berlebihan, tingkat

aktivitas menopang berat yang rendah, densitas tulang yang rendah dan defisiensi

vitamin D (Kneale, 2011).

2.2.4 Klasifikasi Fraktur Intertrochanter Femur

Klasifikasi fraktur pinggul menurut kneale (2011) yaitu :

1. Intra kapsular

Fraktur subkapital dan fraktur transervikal terjadi didalam kapsul sendi

pinggul.

2. Ekstrakapsular

Fraktur intertrochanter atau basal dan pertokanter terjadi diluar kapsul

sendi pinggul.

Klasifikasi fraktur femur menurut Rasjad (2009) Ada enam yaitu :

1. Fraktur collum femur

Dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya penderita jatuh

dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur

dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak


16

langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai

bawah, dibagi menjadi fraktur intrakapsuler (fraktur collum femur) dan

fraktur ekstrakapsuler (fraktur intertrochanter femur).

2. Fraktur subtrochanter femur

Ialah fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter

minor, dibagi dalam beberapa klasifikasi fielding dan maglianto, yaitu:

a. Tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor.

b. Tipe 2 : garis patah berada 1-2 inch dibawah dari batas atas trochanter.

c. Tipe 3 : garis patah berada 2-3 inch di distal dari batas atas trochanter.

3. Fraktur batang femur

Biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas,

terjatuh dari ketinggian, atau terpeleset.

4. Fraktur supracondyler

Fraktur supracondyler fragmen bagian distakl selalu terjadi dislokasi ke

posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot-otot

gastroenemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma

langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress

valgus atau varus dan disertai gaya rotasi.

5. Fraktur intercondyler

Biasanya fraktur intercondyler diikuti oleh fraktur supracondular sehingga

umumnya terbentuk T fraktur dan Y fraktur.

6. Fraktur condyler femur

Mekanisme traumanya bisa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi

disertai tekanan pada sumbu femur keatas.


17

2.2.5 Patofisiologi

Sendi pinggul umumnya sangat stabil, susunan sendi bola lesung

memungkinkan fleksi, ekstensi,abduksi,rotasi, dan sirkumduksi. Ketika terjadi

fraktur pinggul atau fraktur femur proksimal, fraktur tersebut merupakan cedera

penyebab ketunadayaan yang lazim mengganggu lansia (Kneale,2011). Tulang

bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan

tekanan (Appley dalam Taqqiyah,2013). Tapi apabila tekanan eksternal yang

datang lebih besar dari yang diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang

yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontiniutas tulang (Carpenitto

dalam Taqqiyah,2013). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah

serta saraf dalam korteks , marrow dan jaringan lunak yang membungkus tulang

rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma

dirongga medulla tulang. Jaringan tulang segera berdekatan kebagian tulang yang

patah. Jaringan yang nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang

ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah

putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang

nantinya (Black, J.M dalam Taqqiyah,2013)

Faktor yang mempengaruhi fraktur : (Taqqiyah&Jauhar,2013)

1. Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung

terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur
18

2. Faktor intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan

untuk timbulnya fraktur, seperti kapasitas absorbsi dari tekanan elastisitas,

kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.

2.2.6 Manifestasi Klinik

Gejala terjadi akibat perubahan morfologis dan lebih menggambarkan

beratnya kerusakan yang terjadi daripada etiologinya. Didapatkan gejala dan tanda

sebagai berikut (Appley, dalam Nanda 2016).

1. Tidak dapat menggunakan anggota gerak

2. Nyeri pembengkakkan

3. Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh

dari kamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat,

kecelakaan kerja, trauma olahraga.

4. Gangguan fungsi anggota gerak

5. Deformitas

6. Kelainan gerak

7. Krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain.

2.2.7 Komplikasi

Secara umum komplikasi fraktur menurut Taqiyyah Bararah dan

Mohammad Jauhar (2013) terdiri atas :

1. Umum

Komplikasi fraktur secara umum adalah shock, kerusakan organ,

kerusakan saraf, emboli lemak.


19

2. Dini

Komplikasi fraktur secara dini ditandai dengan cidera arteri, cidera kulit

dan jaringan, cidera partement syndrome.

3. Lanjut

Komplikasi fraktur pada tahapan lanjut adalah stiffnes atau kaku sendi,

degenerasi sendi, penyembuhan tulang terganggu, mal union, non union,

delayed union, cross union.

2.2.8 Proses penyembuhan tulang

Umumnya patah tulang sembuh melelui osifikasi endokondral. Ketika

tulang mengalami cidera, fragmen tulang tidak hanya ditambal dengan jaringan

parut, namun secara alamiah tulang akan mengalami regenerasi sendiri. Tahapan

penyembuhan tulang terdiri atas inflamasi, proliferasi sel, pembentukan kalus,

penulangan kalus (osifikasi), dan remodeling. Tahap inflamasi, berlangsung

beberapa hari dan akan hilang dengan berkurangnya pembengkakkan dan nyeri.

Saat tulang mengalami cidera, terjadi perdarahan dalam jaringan yang cidera dan

pembentukan hematoma ditempat tulang yang patah. Ujung fragmen tulang

mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cidera

kemudian akan diinfasi oleh makrofag 9sel darah putih besar), yang akan

membersihkan daerah tersebut. Pada saat itu terjadi inflamasi, pembengkakan dan

nyeri(Lukman&Ningsih,2009).

Tahap proliferasi sel kira-kira lima hari hematoma akan mengalami

organisasi, terbentuk benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk

jaringan untukrevaskularisasi, dan invasi fibroblas dan osteoblas. Fibroblas dan

osteoblas akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen


20

pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrosa dan tulang rawan

(osteoid).dar peristeum, tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan

tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal pada tempat patahan tulang,

tetapi gerakan yang berlebihan akan merusak struktur kalus. Tulang yang sedang

aktif tumbuh menunjukan potensial elektronegatif (Lukman&Ningsih,2009).

Tahap pembentukan kalus, pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran

tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sesudah terhubungkan.

Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrosa, tulang rawan, dan

tulang serat matur. Bentuk kalus dan volume dibutuhkan untuk menghubungkan

defek secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran

tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu agar fragmen tulang tergabung

dalam tulang rawan atau jaringan fibrosa. Secara klinis, fragmen tulang tidak bisa

lagi digerakkan (Lukman&Ningsih,2009).

Tahap penulangan kalus (osifikasi). Pembentukan kalus mulai mengalami

penulangan dalam dua sampai tiga minggu patah tulang, melalui proses

penulangan endokondral. Patah tulang panjang orang dewasa normal, penulangan

memerlukan waktu tiga sampai empat bulan. Mineral terus menerus ditimbun

sampai tulang benar-benar telah bersatu dan keras. Tahap menjadi tulang dewasa

(remodeling), tahap perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati

dan reorganisasi tulang baru kesusunan struktual sebelumnya. Remodeling

memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun bergantung pada

beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan kasus yang

melibatkanny, apakah tulang kompak dan kanselus, stress fungsional pada tulang.
21

Tulang kanselus mengalami penyembuhan dan remodeling lebih cepat daripada

tulang kortikal kompak, khususnya pada titik kontak langsung.

Selama pertumbuhan memanjang tulang, daerah metafisis mengalami

remodeling dan pada saat yang bersamaan epifisis menjauhi batang tulang secara

progresif. Proses remodeling tulong berlangsung sepanjang hidup, dimana pada

anak-anak dalam masa pertumbuhan terjadi keseimbangan yang positif,

sedangkan pada orang dewasa terjadi keseimbangan yang negatif. Remodeling

juga terjadi setelah penyembuhan fraktur (Lukman&Ningsih,2009).

2.2.9 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Appley. A. Graham dalam Nanda (2016) yaitu:

1. X-ray atau pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi fraktur, luasnya

fraktur, trauma, dan jenis fraktur.

2. Scan tulang : memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi

kerusakan jaringan lunak

3. Arteriogram : dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan

vaskuler.

4. Hitung darah lengkap : hemokonsentrasi mungkin meningkat atau

menurun pada perdarahan, peningkatan leukosit sebagai respon terhadap

perdangan.

5. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal

6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi

atau cidera hati.


22

2.2.9 Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan pada fraktur menurut Appley dalam Nanda

(2016)::

1. Reduksi

Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada

kesejajarannya dan anatomis. Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen

tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan

manipulasi dan traksi manual. Alat yang digunakan biasanya traksi, bidai

dan alat lainnya. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat,

dan paku.

2. Imobilisasi

Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksterna dan interna

mempertahankan fungsi status neurovaskuler selalu dipantau meliputi

peredaran darah, nyeri perabaan, gerakan, perkiraan waktu imobilisasiyang

dibutuhkan untukpenyatuan tulang yang mengalami fraktur adalah sekitar

3 bulan.

Prinsip penatalaksanaan fraktur intertrochanter menurut Dr. Lee (2016) :

1. Pengobatan untuf fraktur leher femur dapat berhasil dicapai melalui

hemiarthroplasti bipolar. Hemiarthroplasty adalah prosedur operasi yang

menggantikan satu setengah sendi pinggul dengan protestik, sementara

membiarkan yang lainnya utuh. Ada beberapa pilihan berbeda yang

tersedia untuk jenis perangkat yang digunakan, yang paling sering

biasanya menggunakan tipe bipolar, yang memiliki kepala femoral yang


23

berputar saat bergerak. Ini membantu mengurangi jumlah keausan pada

sambungan baru untuk hasil yang lebih tahan lama.

2.3 Asuhan keperawatan

Proses keperawatan adalah suatu system dalam merencanakan pelayanan

asuhan keperawatan yang mempunyai lima tahapan. Tahapan yaitu pengkajian,

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Proses pemecahan masalah yang

sistematik dalam memberikan pelayanan keperawatan serta dapat menghasilkan

rencana keperawatan yang menerangkan kebutuhan setiap klien seperti yang

tersebut diatas yaitu melalui empat tahapan keperawatan.

2.3.1 Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan

proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk

mengevaluasi dan mengindentifikasi status kesehatan pasien. Data yang

dikumpulkan dalam pengkajian ini meliputi bio-psiko-sosio-spiritual. Dalam

proses pengkajian ada 2 tahap yang perlu dilalui yaitu pengumpulan data dan

analisa data (Lukman&Ningsih,2009).

1. Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah langkah awal dalam berpikir kritis dan

pengambilan keputusan yang menghasilkan diagnosis keperawatan (Wilkinson,

2012).

a. Identitas pasien

Meliputi nama, usia, (pengkajian usia pasien dengan gangguan

muskuluskeletal paling penting karena berhubungan denga status anastesi dan

pemeriksaan diagnostik tambahan serta masa tulang mencapai puncaknya pada


24

usia 35 tahun setelah itu mengalami penurunan massa tulang menyeluruh secara

bertahap), jenis kelamin (berbagai perubahan metabolik meliputi penurunan

hormon estrogen sat menopause dan penurunan aktivitas berperan dalam

hilangnya massa tulang, wanita akan lebih banyak mengalami massa tulang

dibanding pria), agama, pendidikan, alamat, pekerjaan, asuransi kesehatan,

bahasayang dipakai, status perkawinan, suku bangsa, tanggal, dan jam masuk

rumah sakit, nomor register, diagnosa medis, dan golongan darah

(Lukman&Ningsih,2009).

1) Keluhan utama

Keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa

akut atau kronik tergantung dari lamanya serangan. Untuk memperoleh

pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeripasien digunakan: provoking incident

:apakah ada peristiwa yang menjadi faktor presipitasi nyeri, quality of pain :

seperti apa rasa nyeri yang dirasakan oleh pasien, apakah seperti terbakar,

berdenyut, atau menusuk. Region : apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi. Severity (scale) of pain :

seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien, bisa berdasarkan skala nyeri atau

menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.

Time : kapan gejala mulai timbul, seberapa sering gejala dirasakan, tiba-tiba atau

bertahap, seberapa lama gejala dirasakan (Lukman&Ningsih,2009).

2) Riwayat penyakit sekarang

Pada riwayat kesehatan sekarang mencakup masalah pasien mulai awitan

keluhan utama sampai pengkajian. Keluhan utama nyeri dapat dikaji dengan

metode PQRST. Pada pasien yang dirawat dirumah sakit, penting untuk
25

ditanyakan apa keluhan utama masih sama seperti saat masuk rumah sakit,

kemudian tindakan yang sudah dilakukan terhadapnya. Perawat perlu mengetahui

apakah pasien pernah mengalami trauma yang menimbulkan gangguan

muskuluskeletal, baik berupa kelainan maupun komplikasi lain yang dialami saat

ini. Pada pasien fraktur/ patah tulang dapat disebabkan oleh trauma/kecelakaan,

degeneratif dan patologis yang didahului dengan perdarahan, kerusakan jaringan

sekitar yang menyebabkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat/perubahan warna kulit

dan kesemutan (Lukman&Ningsih,2009)

3) Riwayat penyakit dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan

memberikan petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Pasien

yang memiliki riwayat infark miokard atau edema paru dalam 6 bulan terakhir,

stenosis aorta, atau faktor resiko multiple memiliki resiko terbesar. Perlu disadari

bahwa hanya dengan riwayat saja tidak cukup untuk menentukan resiko jantung,

karena sebagian besar pasien lansia yang mengalami gangguan sendi kurang

berolahraga sehingga menyebabkan angina (kneale,2011).

4) Riwayat penyakit keluarga

Menurut tinjauan pustaka kneale (2011) adanya penyakit keturunan seperti

diabetes dapat menyebabkan resiko infeksi yang selanjutnya dapat menyebabkan

kelambatan dalam pemulihan pasca bedah. Mengetahui riwayat alergi pasien

sehingga dapat mengetahui pengobatan dan diit yang tepat pada pasien

(Lukman&Ningsih,2009).
26

5) Fokus pengkajian

a) Pengukuran tanda-tanda vital meliputi suhu, nadi, tekanan darah, frekuensi

napas, tinggi badan dan berat badan sebelum masuk rumah sakit dan setelah

masuk rumah sakit. Keadaan umum pasien fraktur umumnya mengalami

kelemahan, kesadaran composmentis. Tanda-tanda vital : tekanan darah biasanya

terjadi hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri) atau

terjadi hipotensi bila kehilangan darah akibat perdarahan (Taqqiyah,2013).

b) Pernafasan (B1/breathing)

Pada pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cara inspeksi bentuk dada,

penggunaan otot bantu napas atau tidak, irama nafas reguler atau ireguler, ada

batuk atau tidak, ada sesak nafas atau tidak. Inspeksi pada pasien fraktur coloum

femurtidak didapatkan adanya batuk, peningkatan produksi sputum, penggunaan

otot bantu napas, sesak nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan. Kemampuan

aktivitas terbatas bila ada sesak. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronchi,

wheezing, tidak didapatkan (Doengoes,2014)

c) Sirkulasi (B2/blood)

Tekanan darah biasanya terjadi hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai

respon terhadap nyeri) atau terjadi hipotensi bila kehilangan darah akibat

perdarahan (Taqqiyah,2013).

d) Neurosensori (B3/brain)

Pada pasien fraktur femur kemungkinan besar tidak mengalami gangguan

pada sistem persyarafan. Namun, pembatasan gerak, baik dengan fiksasi internal,

eksternal, gips atau pembalutan melalui tekanan yang tinggi dapat menyebabkan
27

kerusakan sementara atau permanen pada syaraf dan pembuluh darah. Fraktur

adalah faktor resikoumum terjadinya sindrome kompartemen (Kneale,2011).

e) Eliminasi (B4/bladder)

Retensi urin sering terjadi sesudah pembedahan. Masalah tersebut

biasanya dapat diatasi dengan membantu pasien turun dari tempat tidur dan

menggunakan commade jika kondisi dan penanganan memungkinkan.

Kateterisasi urin hanya dapat digunakan pada kondisi serius karena prosedur ini

berkaitan dengan bakteremia (Kneale,2011).

f) Pencernaan (B5/bowel)

Pada fraktur femur diberikan diit NB (Nasi Biasa), tidak didapatkan

adanya kesulitan menelan, nafsu makan normal, mual dan muntah tidak ada, dan

tidak didapatkan adanya gangguan eliminasi alvi (Doengoes,2014).

g) Integumen (B6/Bone)

Hasil pemeriksaan yang didapat adalah adanya gangguan/keterbatasan

geraktungkai. Didapatkan ketidakmampuan menggerakan kaki dan penurunan

kekuatan otot ekstrimitas bawah dalam melakukan pergerakan (Muttaqin, 2011)

b. Analisa Data

Dari hasil pengkajian kemudian data tersebut dikelompokkan lalu

dianalisa sehingga dapat ditarik kesimpulan masalah yang timbul dan untuk

selanjutnya dapat dirumuskan diagnosa keperawatan.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut b/d agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang,

edema, cidera jaringan lunak, pemasangan traksi (Nanda,2016,

Wilkinson 2012)
28

b. Ketidakefektifan perfusi jaringan b/d penurunan suplai darah ke jaringan

(Nanda,2016, Wilkinson,2012).

c. Kerusakan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,

kawat, sekrup)(Nanda 2016,Wilkinson,2012).

d. Hambatan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuscular, nyeri,

terapi restriktif (imobilisasi) (Nanda,2016,Wilkinson,2012).

e. Resiko infeksi b/d pertahanan primer tidak adequat sekunder akibat

pemajanan, kulit yang rusak (Nanda,2016,Wilkinson,2012).

f. Resiko syok (Nanda,2016,Wilkinson,2012).

g. Defisit perawatan diri b/d nyeri, intoleran aktivitas, penurunan kekuatan

dan ketahanan (Wilkinson,2012).

h. Ansietas b/d kurang pengetahuan (Wilkinson,2012).

i. Gangguan citra tubuh b/d pembedahan, kehilangan fungsi kemampuan,

ketakutan respon orang lain terhadap penampilan (Wilkinson,2012).

j. Resiko jatuh b/d tidak terbiasa menggunakan alat bantu jalan, kelemahan

sekunder akibat imobilitas (Wilkinson,2012).

2.3.3 Intervensi Keperawatan

Perencanaan adalah tahap ketiga dari proses keperawatan dimana tujuan /

hasil ditentukan dar iintervesi yang di pilih, berfokus pada tindakan yang paling

tepat untuk mengatasi masalah/kebutuhan secara efektif.(Cynthia M. Taylor,

2010, Nanda 2016, Wilkinson 2012)

1. Diagnosa :Nyeri akut b/d agen injury fisik, spasme otot, gerakan fragmen

tulang, edema, cidera jaringan lunak, pemasangan traksi.


29

Tujuan :Setelah di lakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri

berkurang atau hilang.

Kriteriahasil :

a. Mampu mengontrol nyeri ( tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan

teknik non farmakalogi untuk mengurangi nyeri).

b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen

nyeri.

c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri).

d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.

Intervensi:

1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi.

Rasional :skala nyeri menunjukan kualitas nyeri yang dialami pasien.

2) Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan.

Rasional : reaksi non verbal menunjukan kualitas nyeri yang dialami oleh

pasien.

3) Observasi tanda-tanda vital

Rasional : untuk mengetahui status atau keadaan umum pasien

4) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,

pencahayaan, dan kebisingan.

Rasional : lingkungan yang tenang dapat meringankan nyeri yang dialami

oleh klien.

5) Ajarkan teknik manajemen nyeri non farmakologis relaksasi : nafas dalam,

distraksi : membaca.
30

Rasional : teknik manajemen nyeri non farmakologis dapat mengurangi

nyeri pasien.

6) Kolaborasikan dengan dokter pemberian obat analgetik.

Rasional : kolaborasi yang tepat dapat menghilangkan atau mengurangi

nyeri.

2. Diagnosa :Ketidakefektifan perfusi jaringan b/d penurunan suplai darah ke

jaringan.

Tujuan:Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama diharapkan

perfusi jaringan efektif.

Kriteriahasil:

a. Tekanan sistole dan diastole dalam rentang normal

b. Tidak ada ortotastik hipertensi

Intervensi :

1) Observasi tanda-tanda vital.

Rasional :Untuk meyakinkan perbandingan data yang akurat.

2) Berikan cairan atau darah sesuai program untuk pasien. Pantau pasien

untuk mengetahui adanya reaksi yang merugikan seperti kelebihan cairan

atau reaksi transfusi.

Rasional : reaksi tranfusi dapat terjadi selam pemberian darahdan

selanjutnya dapat mengganggu kondisi klien.

3) Pertahankan agar pasien tetap hangat, tetapi jangan terlalu panas.

Rasional : kondisi yang hangat membantu vasodilatasi yang meningkatkan

perfusi jaringan.
31

4) Turunkan tingkat nyeri pasien

Rasional : nyeri dapat mengakibatkan reaksi simpatis yang menyebabkan

vasokontriksi dan penurunan perfusi jaringan.

5) Ubah posisi pasien secara teratur.

Rasional : tindakan tersebut dapat mencegah penurunan resiko kerusakan

kulit dan perfusi jaringan.

3. Diagnosa:Kerusakan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi

(pen, kawat, sekrup)

Tujuan :Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan

kerusakan integritas kulit tidak terjadi.

Kriteriahasil :

a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan.

b. Tidak ada luka atau lesi pada kulit.

c. Perfusi jaringan baik.

d. Mampu melindungi kulit, mempertahankan kelembapan kulit, dan

perawatan alami.

Intervensi :

1) Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang longgar.

Rasional : meminimalisir kerusakan integritas kulit.

2) Mobilisasi pasien setiap 2 jam.

Rasional : mencegah terjadinya luka dekubitus.

3) Monitor kulit akan adanya kemerahan.

Rasional : mencegah terjadinya luka.

4) Oleskan lotion dan baby oil pada daerah lekukkan.


32

Rasional : Memberi kelembapan dan mencegah terjadinya luka dekubitus.

5) Observasi luka pasien

Rasional : mengetahui perkembangan luka pasien dan memberikan jenis

perawatan luka yang seperti apa.

4. Diagnosa :Hambatan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromusculer,

nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)

Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkanmobilisasi

pasien meningkat.

Kriteriahasil :

a. Pasien mampu melakukan mobilisasi pada anggota tubuh yang tidak sakit.

b. Pasien dapat mengenal cara melakukan mobilisasi.

c. Secara kooperatif mau melaksanakan teknik mobilisasi secara bertahap.

Intervensi :

1) Kaji kemampuan mobilisasi ekstrimitas atas dan bawah.

Rasional :membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan

kebutuhan individual.

2) Kaji kemampuan ekstrimitas bawah untuk menilai adanya defisit

neurologis pada kondisi motorik.

Rasional :kelemahan pada ekstrimitas bawah dikaji untuk mengetahui

adanya defisit neurologis.

3) Ajarkan untuk melakukan mobilisasi pada ekstrimitas yang sehat.

Rasional :mobilisasi yang optimal dapat menurunkan kontraktur sendi.

4) Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan pasien : botol air minum, camilan,

minyak kayu putih


33

Rasional :meningkatkan kemauan pasien untuk melakukan mobilisasi

sesuai batas toleransi untuk memenuhi ADLs.

5. Diagnosa :Resiko infeksi b/d pertahanan primer tidak adequat sekunder

akibat pemajanan, kulit yang rusak.

Tujuan :Setelah di lakukantindakankeperawatandiharapkanresiko infeksi

tidak terjadi.

Kriteriahasil :

a. Terbebas dari gejala dan tanda-tanda infeksi.

b. Memperlihatkan personal hygene yang adequat.

c. Hasil laboratorium dalam batas normal

d. Suhu dalam batas normal (36,5-37,5‟C)

Intervensi :

1) Kaji dan pantau luka operasi ; inspeksi luka, jahitan di area lateral paha

kanan adanya kemerahan, bengkak, atau adanya eksudat.

Rasional :mendeteksi secara dini gejala-gejalayang mungkin timbul akibat

adanya luka pasca operasi.

2) Lakukan perawatan luka secara steril setiap 3 hari sekali.

Rasional : perawatan luka mencegah terjadinyakomplikasipada luka dan

memfasilitasi proses penyembuhan luka.

3) Ajarkan pasien dan keluarga teknik mencuci tangan yang benar.

Rasional : meminimalkan penyebaran dan penularan agen infeksius.

4) Kolaborasi dengan tim laboratorium ; pantau hasil hitung darah lengkap.

Rasional : skrining kesehatan untuk mendeteksi resiko atau masalah

kesehatan dilihat dari hasil leukosit dan sel darah lainnya.


34

6. Diagnosa :Resiko syok

Tujuan :Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama jam diharapkan

resiko syok tidak terjadi

Kriteriahasil :

a. Nadi dalam batas normal

b. Tanda-tanda vital dalam batas normal

c. Natrium serum, kalium serum, klorida serum, magnesium serum, pH darah

serum dalam batas normal.

Intervensi :

1) Monitor tanda-tanda vital

Rasional :mengetahui status umum pasien

2) Monitor input dan output cairan pasien

Rasional : mengetahui keadequatan kebutuhan cairan pasien

3) Pantau nilai labor : HB, HT, AGD, dan elektrolit

Rasional : skrining keshatan untuk mengetahui resiko syok

4) Ajarkan keluarga tentang tanda dan gejala syok

Rasional : pengetahuan tentang syok dapat meminimalkan resiko syok.

5) Observasi jalan napas pasien

Rasional : kepatenan jalan nafas dapat mengurangi resiko syok.

7. Diagnosa : Defisit perawatan diri b/d nyeri, intoleran aktivitas, penurunan

kekuatan dan ketahanan.

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperwatan diharapkan pasien dapat

menunjukan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri.


35

Kriteria hasil :

a. Pasien dapat melakukan perwatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan

b. Mengidentifikasi personel yang dapat membantu

Intervensi :

1) Identifikasi kebiasaan defekasi setiap hari, pantau asupan minum setiap

pergantian shift dan tingkatkan aktivitas sesuai toleransi.

Rasional : meningkatkan latihan dan menolong mencegah konstipasi

2) Dekatkan alat dan sarana yang dibutuhkan pasien

Rasional : memudahkan pasien meningkatkan kemandiriannya

3) Beri tahu keluarga pasien : selalu mengawasi pasien, hindari apa yang

tidak dapat dilakukan pasien dan bantu jika perlu

Rasional : pasien dalam keadaan bergantung dengan orang lain. Hal ini

dilakukan untuk mencegah frustasi dan meningkatkan harga diri pasien.

4) Pertahankan dukungan pola pikir, ijinkan pasien melakukan tugas, beri

umpan balik positif untuk usahanya.

Rasional : pasien memerlukan empati, tetapi perwat perlu mengetahui

perwatan yang konsisten dalam menangani pasien sekaligus meningkatkan

harga diri, memandirikan pasien dan menganjurkan pasien untuk terus

mencoba.

8. Diagnosa : Ansietas b/d kurang pengetahuan.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kecemasan

pasien berkurang atau hilang


36

Kriteria hasil :

a. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang mempengaruhi

ansietasnya

b. Pasien kooperatif terhada tindakan

c. Wajah pasien tampak rileks.

Intervensi :

1) Kaji tanda ansietas verbal dan non verbal

Rasional : beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya

2) Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat

Rasional : mengurangi rangsangan eksternal yang tidak diperlukan.

3) Berikan pendidikan kesehatan mengenai perioperatif

Rasional : untuk kelancaran dan keselamatan pasien, untuk menghindari

pembatasan operasi karena kurang persiapan dan menghindari adanya

tuntutan dari pasien / keluarga di kemudian hari.

4) Kolaborasi dengan kontrol status pasien kedokter jantung, interna, dan

anastesi.

9. Diagnosa : Gangguan citra tubuh b/d pembedahan kehilangan fungsi

kemampuan, ketakutan respon orang lain terhadap penampilan

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperwatan diharapkan gangguan citra

tubuh berkurang.

Kriteria hasil :

a. Pasien menunjukan penerimaan penampilan.

b. Pasien mengungkapkan kenginan untuk menggunakan sumber yang

disarankan setelah dipulangkan dari rumah sakit.


37

c. Mengambil tanggung jawab untuk perawatan diri.

Intervensi :

1) Kaji dan dokumentasikan respon verbal dan non verbal

Rasional : dengarkan pasien dan keluarga secara aktif dan akui realitas

kekhawatiran terhadap perawatan , kemajuan, dan prognosis.

2) Bantu pasien dalam penerimaan perubahan citra tubuh sesuai kebutuhan

pasien

Rasional : mendiskusikan perubahan sementara terhadap perubahan citra

tubuh.

3) Ajarkan tentang cara merawat dan perawatan diri

Rasional : mempunyai pandangan diri dan mampu menerima tanggung

jawab, berpartisifasi aktif dalam merencanakan perwatan dan dalam

program terapeutik.

4) Rujuk pasien untuk mendapat terapi fisik untuk latihan kekuatan dan

fleksibilitas.

Rasional : membantu dalam berpindah tempat dan ambulasi, atau

penggunaan prostesis.

10. Diagnosa : Resiko jatuh b/d tidak terbiasa menggunakan alat bantu jalan ,

kelemahan sekunder akibat pembedahan dan imobilitas.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperwatan diharapkan resiko jatuh

akan menurun.

Kriteria hasil :

a. Menciptakan lingkungan yang aman (tetap menjaga pagar restrain,

memberikan fasilitas pispot disamping temapat tidur).


38

b. Pasien dan keluarga mampu mengetahui pencegahan jatuh.

c. Menghindari cidera fisik akibat jatuh.

Intervensi :

1) Pantau karakteristik lingkungan yang dapat meningkatkan potensi jatuh.

Rasional : perlu pengawasan yang ketat dimana pasien belum mampu

mobilisasi secara optimal yang kemungkinan besar terjadi cidera atau jatuh

2) Lakukan pengkajian resiko jatuh pasien dengan skore resiko jatuh.

Rasional : perlu mengetahui tingkat resiko jatuh pada setiap pasien yang

masuk runah sakit.

3) Beri tahu pasien dan keluarga mengenai keamanan

Rasional : pasien yang kurang mampu dalam mobilisasi memerlukan

bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

4) Lakukan rencana perujukan ke ahli fisioterapi untuk latihan fisik dan

latihan cara berjalan.

Rasional : perujukan ke ahli fisioterapi untuk latihan cara berjalan dan

latihan fisk untuk memperbaiki mobilitas, keseimbangan dan kekuatan

otot.

2.3.4 Pelaksanaan

Pelaksanaan rencana keperawatan kegiatan atau tindakan yang diberikan

kepada pasien sesuai dengan rencana keperawatan yang telah ditetapkan, tetapi

menutup kemungkinan akan menyimpang dari rencana yang ditetapkan

tergantung pada situasi dan kondisi pasien.


39

2.3.5 Evaluasi

Dilaksanakan suatu penilaian terhadap asuhan keperawatan yang telah

diberikan atau dilaksanakan dengan berpegang teguh pada tujuan yang ingin di

capai. Pada bagian ini ditentukan apakah perencanaan sudah tercapai atau belum,

dapat juga tercapai sebagian atau timbul masalah baru.


2.3 Web of Caution Pre & Post refraktur intertrochanter

Trauma pada femur

Kegagalan tulang menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar, dan menarik

Keretakan tulang antara trokanter mayor dan minor tempat fragmen prooksimal

Cidera, osteoporosis, usia diatas 60 tahun Dilakukan operasi orificium frakur intertrochanter

Close fraktur intertrochanter

Terputusnya kontinuitas tulang

Implant failure

Refraktur interchonchanter femur

Pre operasi

40
B1 B2 B3 B4 B5 B6

(BREATH) (BLOOD) (BRAIN) (BLADDER) (BOWEL) (BONE)

Aliran darah Kerusakan fragmen Pergeseran fragmen tulang

terganggu tulang

Perubahan Pergeseran fragmen Nyeri Cedera jaringan lunak

Sirkulasi, embolisme lemak tulang

Ketdaknyamanan Deformitas

Risiko sindrom Menekan syaraf

Kompartemen Kurangnya pengetahuan Keterbatasan mobilitas

Tindakan invasif fisik

Risiko disfungsi Nyeri

Neurovaskular
perifer

41
Pembedahan orificiumTirah baring Prosedur pemasangan gips

Close fraktur Ketidakmampuan perawatan atau traksi

diri

Kerusakan integritas Imobilisasi


kulit

Resiko Defisit perawatan Hambatan


jatuh diri mobilitas fisik

42
BAB 3

TINJAUAN KASUS

Gambaran tentang pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan Close

Fraktur Intertrochanter Dextra Post Op Bipolar Hemiarthroplasty Hari VI maka pada bab

ini disajikan suatu kasus yang dilaksanakan mulai tanggal 29 Mei 2017 sampai dengan 31

Mei 2017 dengan data pengkajian pada tanggal 29 Mei 2017 pukul 08.15 WIB. Anamnesa di

peroleh dari pasien, keluarga pasien dan file No.Register 00.54.xx sebagai berikut:

3.1 PENGKAJIAN

3.1.1 Identitas

Pasien adalah seorang laki-laki bernama Tn M, umur 74 tahun. Status perkawinan

sudah menikah, beragama islam, suku jawa, bangsa indonesia. Bahasa yang digunakan adalah

bahasa jawa dan bahasa indonesia. Pendidikan terakhir pasien SMP, pekerjaan purnawirawan

TNI AL, tempat tinggal di Sidoarjo, selama pasien dirumah sakit biaya pasien ditanggung

BPJS kesehatan.

3.1.2 Riwayat Kesehatan

1. Keluhan utama

Nyeri pada paha kanan

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pada hari sabtu, tanggal 13 mei 2017, pasien terjatuh dikamar mandi, kemudian oleh

keluarga dipindahkan ketempat tidur. Pada saat ditempat tidur pasien mengatakan nyeri pada

paha sebelah kanan dan kakinya sulit untuk digerakan. Pada hari senin, tanggal 15 mei 2017,

pukul 19.30 WIB pasien dibawa ke RSAL Dr. Ramelan Surabaya melalui IGD, pada saat di

IGD pasien di diagnosa close fraktur femur dextra dan didapatkan hasil pengkajian TD :

165/78 mmhg, nadi : 89x/menit, S : 35,6‟C, RR : 20x/menit, SPO2 : 99%, CRT : < 2 detik,

43
44

GCS : 15. Kemudian pasien dikonsulkan ke dr. Tanjung SpOT, dan dianjurkan oleh dokter

untuk MRS dan dipasang skin traksi seberat 3 kg serta mendapatkan terapi ketorolac 30 mg

(IV) dan ranitidine 50 mg (IV). Pada pukul 23.30 WIB pasien dipindahkan keruang G1. Pada

hari rabu, tanggal 24 mei 2017 pukul 08.30 WIB pasien dilakukan tindakan operasi Bipolar

Hemiarthroplasty. Pada saat pengkajian, hari senin tanggal 29 mei 2017 pukul 08.30 WIB

pasien mengatakan nyeri pada paha kanan, nyeri bila digerakkan, nyeri seperti ditusuk-tusuk

dengan skala 5 (1-10) dan didapatkan TD : 130/80 mmhg, nadi : 80x/menit, suhu : 36,2‟C,

RR :20x/menit, terpasang infus NaCl 3% 7 tpm, terpasang kateter urine, urin sebanyak 150

cc, terpasang tranfusi darah PRC, golongan darah AB, dan terdapat luka post operasi pada

paha kanan sepanjang 20 cm.

3. Riwayat penyakit dahulu

Pasien mengatakan pada tahun 2016 pernah dirawat di RSAL Dr. Ramelan Surabaya

karena penyakit malarianya kambuh. Pasien mempunyai riwayat penyakit DM dan jarang

melakukan kontrol. Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit HT dan Asma.

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengatakan anaknya yang ketiga juga mempunyai penyakit DM.

74
45

Gambar 3.1 Genogram keluarga Tn. M

Keterangan:

= Laki-laki

= Perempuan

= Hubungan keluarga

= Meninggal

= Pasien

= Tinggal serumah

5. Riwayat alergi

Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi obat dan makanan.

3.1.3 Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum

Pasien lemah, kesadaran pasien composmentis. Tanda-tanda vital observasi pasien

tekanan darah: 130/80 mmHg, nadi: 80x/mnt, suhu: 36,2°c, RR: 20 x/mnt, tinggi badan

pasien: 162 cm, BB sebelum masuk rumah sakit: 58 kg, BB setelah masuk rumah sakit: 58

kg, konjungtiva anemis, Hb 6,5 g/dl pada pemeriksaan lab tanggal 27 mei 2017.

Masalah keperawatan: Resiko syok

2. B1 Sistem pernafasan (breathing)

Pada pemeriksaan inspeksi didapatkan bentuk dada normo chest, pergerakan dada

simetris, tidak terdapat otot bantu nafas tambahan ,irama nafas pasien reguler, pasien tidak

batuk, tidak ada sputum. Pada pemeriksaan palpasi vocal fremitus teraba disemua lapang

paru. Pada pemeriksaan perkusi terdapat suara sonor. Pada pemeriksaan auskultasi tidak ada

suara nafas tambahan, suara nafas vesikuler.

Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan.


46

3. B2 Sistem kardiovaskuler (blood)

Pada pemeriksaan inspeksi tidak terdapat lesi ataupun benjolan, tidak terdapat

sianosis. Pada pemeriksaan palpasi, Ictus cordis teraba pada ICS ke 4-5 mid clavicula sinistra,

tidak terdapat nyeri dada, irama jantung reguler, CRT < detik , akral teraba hangat, kering,

dan merah. Pada Pemeriksaan auskultasi terdapat bunyi jantung S1 S2 tunggal, mur-mur (-),

gallop (-). Irama jantung regular.

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

4. B3 Sistem pengindraan dan persyarafan (brain)

Kesadaran pasien composmentis, GCS 4-5-6 (membuka mata dengan

spontan,orientasi pasien penuh, respon motorik pasien baik), tidak ada kejang. Refleks

fisiologi : bisep +/+, trisep +/+, patella +/+, Refleks patologis : babinski -/-, kaku kuduk -/-,

chaddock -/-, kernik -/, laseque -/-, bruzunki -/-, pada pemeriksaan Nervus cranial I pasien

mampu membedakan antara bau makanan dan obat, Nervus cranial II pasien dapat melihat

lapang pandang secara normal, Nervus cranial III pasien mampu membuka kelopak mata,

Nervus cranial IV pasien mampu menggerakkan bola mata, Nervus cranial V pasien mampu

mengunyah dengan baik, Nervus cranial VI pasien mampu menggerakkan bola mata ke arah

lateral, Nervus cranial VII otot wajah pasien simetris tidak ada masalah, Nervus cranial VIII

pasien dapat mendengar dengan baik, Nervus cranial IX pasien tidak ada kesulitan menelan,

Nervus cranial X pasien dapat menelan dengan baik, Nervus cranial XI bahu pasien simetris

tidak ada masalah, Nervus cranial XII pasien dapat membedakan rasa pahit dan manis.

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

5. B4 Sistem perkemihan (bladder)

Kebersihan bersih, tidak terdapat ekskresi. Pada pemeriksaan palpasi tidak terdapat

distensi urin pada kandung kemih, tidak ada nyeri tekan, eliminasi urin SMRS frekuensi 5-

6x/hari, eliminasi urin setelah MRS jumlahnya ±500 cc didalam urin bag, warna kuning
47

jernih, pada pemeriksaan perkusi terdapat suara redup. Pasien terpasang folley kateter urine.

Terpasang tanggal 24 mei 2017. Glan penis pasien tampak bersih.

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

6. B5 Sistem Pencernaan (bowel)

Pada pemeriksaan inspeksi didapatkan mukosa mulut lembab, pada pemeriksaan

auskultasi, bising usus ± 10x/menit, bentuk perut cembung tidak terdapat asites, pada

pemeriksaan palpasi tidak terdapat nyeri tekan abdomen, tidak mual dan tidak muntah.

Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

7. B6 sistem muskuloskeletal (bone)

Pada pemeriksaan inspeksi, pemeriksaan rambut berwarna putih, kulit kepala bersih,

kulit berwarna sawo matang, pada pemeriksaan palpasi turgor kulit elastis, kekuatan ROM

terbatas pada sendi peluru ekstrimitas bawah sebelah kanan, kekuatan otot pasien :

Keterangan : 1. Kontraksi otot dapat dilihat/ dipalpasi

5555 5555 2. Gerakan otot dengan bantuan topangan

1111 5555 3. Melawan gravitasi

4. Dapat melawan gravitasi

5. Normal

Masalah keperawatan: Hambatan mobilitas fisik.

8. Sistem Integumen

Pada pemeriksaan inspeksi kulit, adanya luka post operasi close fraktur

intertrochanter dextra yang terbalut bandage elastis di area paha kanan, dengan data subyektif

P : nyeri pada luka bekas operasi, Q : seperti ditusuk-tusuk, R : pada paha sebelah kanan, S :

5 (1-10), T : terus menerus.

Masalah Keperawatan: Nyeri akut, Resiko infeksi


48

9. Pemeriksaan thyroid

Tidak terdapat pembesaran kelenjar thyroid, pasien mempunyai riwayat DM

Hiperglikemi

Masalah keperawatan: Kelambatan pemulihan pasca bedah.

10. Sistem Reproduksi dan Genetalia

Pasien berjenis kelamin laki-laki, dan tidak ada gangguan.

Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan.

11. Sistem Penginderaan

Kepala : Pada pemeriksaan inspeksi kepala, kepala simetris,tidak ada benjolan atau

lesi, warna rambut putih, bersih dan panjang, pada pemeriksaan palpasi tidak ada nyeri tekan

pada kepala.

Mata : bentuk mata normal, konjungtiva anemis, sklera tidak tampak ikterus (+/+),

gerak mata normal, pupil isokor, refleks cahaya (+/+).Hidung : Bentuk hidung simetris,

septum berada di tengah, tidak terdapat polip dan tidak ada gangguan , tidak ada sekret atau

lendir.Telinga : Telinga simetris, telinga kotor, ada penumpukan serumen, tidak terdapat

gangguan pendengaran.Lidah: mukosa mulut pasien lembab, lidah tidak kotor berwarna

merah muda, uvula berada ditengah, tidak ada nyeri telan, berbicara normal dan baik.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperwatan.

3.1.4 Pola Fungsi Kesehatan

1. Persepsi Terhadap Kesehatan (Keyakinan terhadap kesehatan dan sakitnya)

Pasien selalu memperhatikan penyakit yang dideritanya dan apabila sakit pasien selalu

memeriksakan kesehatannya ke pelayanan kesehatan terdekat dan rutin minum obat agar

cepat sembuh dari penyakitnya.


49

2. Pola Aktivitas dan Latihan

a. Kemampuan Perawatan Diri

Tabel 3.1 Kemampuan perawatan diri Tn. M

Aktivitas SMRS MRS

Mandi 1 3 Skor:
Berpakaian/dandan 1 3
Toileting/eliminasi 1 3 1 : Mandiri
Mobilitas di tempat tidur 1 3
2 : Alat bantu
Berpindah 1 3
Berjalan 1 3 3 : Di bantu orang lain
Naik tangga 1
Berbelanja 1 dan alat
Memasak 1
4 : Tergantung/tidak
Pemeliharaan rumah 1 mampu

Alat bantu berupa : Pasien di bantu oleh keluarga dan anaknya.

Masalah keperawatan : Hambatan mobilitas fisik

b. Kebersihan Diri

Sebelum masuk rumah sakit pasien mandi 2x/hari, keramas sebanyak 2 hari/1x, ganti

pakaian sebanyak 2x/hari, menyikat gigi sebanyak 2x/hari, memotong kuku sebanyak 1

minggu/1x. Selama pasien masuk rumah sakit pasien mandi dengan cara di seka sebanyak

1x/hari, pasien belum keramas selama masuk rumah sakit, pasien ganti pakaian sebanyak

1x/hari, pasien menyikat gigi sebanyak 2x/hari, pasien belum memotong kuku selama masuk

rumah.

Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan.

c. Aktivitas

Sebelum sakit pasien sudah tidak bekerja. Waktu luangnya digunakan untuk

berkumpul dengan keluarganya terutama pada anak-anak pasien seperti bertukar pendapat,

menonton televisi dan bermain bersama cucu-cucunya. Selama sakit keadaan pasien lemas.
50

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.

d. Rekreasi

Pasien hanya menonton tv di rumah bersama keluarga.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

e. Berolahraga

Kegiatan olahraga pasien mengatakan jarang berolahraga pasien hanya berjalan-jalan.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

3. Pola Istirahat dan Tidur

Sebelum masuk rumah sakit pasien istirahat tidur dari jam 21.00-04.00, jam tidur

siang dari jam 14.00-15.00, jumlah jam tidur pasien sebelum masuk rumah sakit 8 jam,

selama masuk rumah sakit pasien tidur malam dari jam 21.00-05.00, jam tidur siang dari jam

13.00-14.00, jumlah jam tidur pasien selama masuk rumah sakit 9 jam, kualitas tidur pasien

baik, tidak ada masalah dalam istirahat tidur pasien, tidak ada penyebab masalah tidur pasien.

Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan.

4. Pola Nutrisi/ Metabolik

a. Pola Makan

Sebelum sakit pasien makan 3x/ hari terdiri dari nasi, lauk pauk, sayuran dan pasien

menghabiskan satu porsi yang disediakan. Di rumah sakit pasien makan 3x/ hari terdiri dari

nasi tim, lauk, sayuran dengan jenis dan pasien menghabiskan 1 porsi makan yang di sajikan,

diit TKTP dari rumah sakit, nafsu makan baik.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

b. Pola Minum

Sebelum sakit pasien minum 7-8 gelas/ hari dengan jumlah sekitar ± 1500 cc/ hari

jenis air putih. Di rumah sakit pasien minum 1-2 gelas / hari dengan jumlah ± 200 cc/ hari.

Jumlah urine ± 500 cc/8jam tertampung di urin bag folley kateter.


51

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

5. Pola Eliminasi

a. Buang Air Besar

Sebelum sakit pasien BAB dengan frekuensi 1x/ hari konsistensi lembek berwarna

kuning. Di rumah sakit klien BAB 1x/hari,konsistensi lembek, warna kuning.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

b. Buang Air Kecil

Sebelum sakit pasien BAK dengan frekuensi 5-6 x/ hari dalam jumlah ± 800 cc

berwarna kuning. Di rumah sakit pasien terpasang kateter, urin didalam urin bag berjumlah ±

1500cc/hari berwarna kuning jernih.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.

6. Pola Kognitif Perseptual

Ketika perawat mengajak bicara respon pasien sangat baik,pasien berbicara dalam

bahasa jawa dan bahasa Indonesia, GCS 4-5-6.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.

7. Pola Konsep diri :

Pasien adalah seorang laki-laki berusia 74 tahun yang merupakan purnawirawan TNI

AL. Didalam keluarga pasien berperan sebagai kepala keluarga, membimbing anak-anaknya

dan cucunya, pasien sudah tidak bekerja dan hanya beristirahat dirumah. Pasien mengatakan

ingin cepat sembuh dan pulang serta bisa melakukan aktivitasnya yang selama ini terhambat.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

8. Pola Seksual-Reproduktif

Pasien berjenis kelamin laki-laki. Pasien tidak mempunyai masalah dalam melakukan

hubungan seksual.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan


52

9. Pola Peran-Hubungan

Pasien sudah tidak bekerja. Sebelum sakit hubungan pasien dengan lingkungan sekitar

baik dan juga selama dirumah sakit, hubungan pasien dengan pasien lain dan perawat baik.

Pasien cepat berinteraksi dengan lingkungannya.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

10. Pola Nilai-Kepercayaan

Pasien beragama islam. Sebelum sakit pasien rajin beribadah. Di rumah sakit pasien

melakukan ibadah ditempat tidur dan tetap melaksanakan sholat meskipun dalam keadaan

berbaring.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.


53

Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

Tabel 3.2 Pemeriksaan laboratorium Tn. M

Tanggal 27 Mei 2017


Analisis data Hasil Unit Nilai normal
3
WBC 12,89 10^ /UL 4,0-10,0
Lymph# 1,60 10^3 /UL 0,1-1,5

Grand% 10,3 10^ /UL 2,0-7,0

Lymph% 12,4 % 20,0-40,0

Grand% 80,5 % 50,0-70,0


RBC 2,21 10^6 /UL 3,50-5,50

HGB 6,5 g/dL 11,0-16,0

HCT 19,3 % 37,0-54,0

MCV 87,3 fL 80,0-100,0

MCH 29,5 Pg 27,0-34,0

MCHC 33,8 g/dL 32,0-36,0

RDW-CV 14,4 % 11,0-16,0

RDW-SD 42,4 Fl 6,5-12,0

PLT 424 10^3 /UL 150-400

Tanggal 27 Mei 2017

Analisis data Hasil Unit Nilai normal


Gluc 126 mg/dl 76-110
Albumin 2,99 g/dl 3,50-5,00

Kalium 2,94 mmol/L 3,5-5

Natrium 119,10 mmo/L 135-145

Chlorida 84,4 mmo/L 95-108


54

2. Hasil pemeriksaan lainnya

Photo femur : fraktur pada femur dextra (15 mei 2017)

EKG : sinus tg x 1mm, axis normal, st change (-) (17 mei 2017)

3. Terapi

Tabel 3.3 Terapi obat Tn. M tanggal 29 Mei 2016

Nama obat Dosis Cara Fungsi Jam


masuk
Cefixime 2x100 Oral Antibiotik 10.00 & 22.00
mg

Paracetamol 3x500 Oral Antipiretik, Analgetik 07.30, 12.30 &


mg 17.30

Novorapid 3x8 unit Subcutan Menekan tingkat gula Sebelum makan


darah dalam tubuh
Tranfusi 1 Pack IV Menaikan kadar 09.30
PRC hemoglobin.
NaCl 3% 1 kolf IV Meningkatkan serum 500 CC/24 jam
elektrolit 7 tpm

Surabaya, 29 Mei 2016

Candi Agus Pratama

142.0015
55

3.2 ANALISA DATA (DIAGNOSA KEPERAWATAN)

Tabel 3.4 Analisa Data Tn. M

NO. DATA (SYMPTOM) PENYEBAB MASALAH


(ETIOLOGI) (PROBLEM)
1. DS: Insisi Nyeri akut
- Pasien mengatakan pembedahan
nyeri pada paha
kanan bekas operasi.
P : nyeri pada luka
bekas operasi.
Q : nyeri seperti
ditusuk-tusuk.
R : pada paha sebelah
kanan.
S : skala 5 (1-10)
T : terus menerus.

DO:
- Pasien tampak
menyeringai saat
dikaji.
- Pasien tampak
melindungi bagian
yang nyeri.
- TTV
TD : 130/80 mmhg
RR : 20X/menit
N : 80x/menit
S : 36,2‟C

2. DS:- Faktor resiko Resiko syok


DO: hipovolemi
- Umur pasien 74 th
- hasil lab tanggal 27
- Alb : 2,69 g/dl
- Natrium 125,7
mmol/L
- Kalium : 3,48
mmol/L
- Chlor : 92,6
mmol/L
- Hb : 6,5 g/dl
- Jumlah input minum
200 cc dan output di
urine bag 500 cc
- TTV :
TD : 130/80 mmhg
RR : 20X/menit
56

N : 80x/menit
S : 36,2‟C

3. Prosedur Kelambatan
DS: pembedahan pemulihan pasca
- Pasien mengatakan yang luas bedah
nyeri pada paha
kanan bekas operasi
dan tidak nyaman.
- Pasien mengatakan
seluruh aktivitasnya
dibantu oleh
keluarga.

DO :
- Pasien terlihat sulit
untuk bergerak
- Keadaan umum
pasien terlihat lemah.
- Pasien terlihat
membutuhkan
bantuan untuk
perawatan dirinya
- Pasien berusia 74
tahun.
- Hb : 6,5 g/dl
- Gluc : 126 g/dl
(27/05/2017)
- Gluc : 102 g/dl
(29/05/2017)

4. DS: - Luka pasca Risiko infeksi


operasi.
DO:
- Tampak ada luka
insisi pada bagian
ekstrimitas bawah
bagian paha,
memanjang dari
gluteus maximus
sampai samping
paha sepanjang 20
cm.
- Luka terbalut elastis
bandage, tampak
tidak ada rembesan
darah pada kassa
saat elastis bandage
dibuka
57

- Leukosit 12,89
10^3/uL.

5. DS : Pergeseran Hambatan
- Pasien mengatakan fragmen tulang mobilitas fisik.
tidak bisa
menggerakan
kakinya dengan
bebas, sekali bergeser
untuk merubah posisi
terasa sakit seluruh
bagian kaki kanannya
terutama pada paha.
- Pasien mengatakan
segala kebutuhan
aktivitasnya dibantu
oleh keluarganya

DO :
- Pasien terlihat sulit
untuk bergerak
- Keadaan umum
pasien terlihat lemah
- Aktivitas pasien :
eliminasi, makan dan
minum dibantu oleh
keluarganya.
- Kekuatan otot :

5555 5555
1111 5555
6. DS : Ketidakmampuan Resiko jatuh
- Pasien mengatakan pasien dalam
sulit bergerak dan mobilisasi.
aktivitasnya hanya
ditempat tidur.
DO :
- Pasien tampak lemah
- Semuah kebutuhan
pasien membutuhkan
bantuan.
- Morse fall scale
Hasil : 60
>51=pelaksanaan
intervensi
pencegahan jatuh
resiko tinggi.
58

3.3 PRIORITAS MASALAH

Tabel 3.5 Prioritas masalah Tn. M

No Masalah keperwatan Di temukan Teratasi Paraf

1. Resiko syok 29 Mei 2017 Candy

2. Nyeri akut 29 Mei 2017 Candy

3. Hambatan mobilitas fisik 29 Mei 2017 Candy

4. Resiko infeksi 29 Mei 2017 Candy

5. Resiko jatuh 29 Mei 2017 30 Mei 2017 Candy

6. Kelambatan pemulihan 29 Mei 2017 Candy


pasca bedah.
3.4 Rencana Kerawatan

Tabel 3.6 Rencana Keperawatan


No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Resiko syok b.d faktor Tujuan : setelah dilakukan 1. Observasi status sirkulasi TD, 1. Untuk mengetahui status
resiko hipovolemik asuhan keperawatan selama warna kulit, suhu kulit, denyut hemodinamik pasien.
3x24 jam diharapkan syok jantung, HR, dan ritme.
tidak terjadi.
KH: 2. Berikan cairan IV NaCl 3% 2. Untuk menaikan jumlah serum
1. Nadi dalam batas normal sesuai hasil kolaborasi. elektrolit
(60-100x/menit)
2. Frekuensi napas normal 3. Anjurkan keluarga untuk 3. Untuk mencegah terjadinya syok
(16-22x/menit) memberi minum pasien secara hipovolemik
3. Hasil lab dalam batas adequat yaitu 1500 cc/ hari atau
normal. 8 gelas sehari.
- Natrium dalam batas
normal (135-145 4. Ajarkan keluarga dan pasien 4. Untuk mencegah secara dini
mmol/L) mengenai tanda syok . kemungkinan terjadinya syok.
- Chlorida dalam batas
normal (95-108 mmol/L) 5. Monitor input dan output cairan 5. Mengetahui jumlah cairan yang
- Kalium dalam batas pasien masuk dan keluar.
normal (3,5-5 mmol/L)
6. Berikan tranfusi darah PRC 1 6. Untuk meningkatkan kadar Hb
kolf golongan darah AB sesuai dalam darah pasien sehingga
hasil kolaborasi dengan tim dapat meningkatkan perbaikan
medis. (lakukan pengukuran status keadaan umum pasien.
TTV sebelum dan selama proses
tranfusi)

59
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
2. Nyeri akut b.d insisi Setelah dilakukan asuhan 1. Membina hubungan saling 1. Untuk berinteraksi dengan pasien
pembedahan keperawatan selama 1x24 jam percaya
di harapkan nyeri berkurang
atau pasien mampu 2. Jelaskan kepada pasien tentang 2. Memberikan informasi kepada
beradaptasi dengan nyeri. penyebab nyerinya. keluarga terkait penyakit pasien
Kriteria Hasil :
1. Pasien melaporkan 3. Kaji keluhan nyeri pasien setiap 3. Nyeri merupakan respon subjektif
nyeri berkurang atau pergantian shift : paha kanan/kaki yang dapat dikaji dengan
dapat mengontrol kanan pasien dengan skala nyeri menggunakan skala nyeri.
nyeri 0-10
2. Pasien tidak gelisah.
3. Skala nyeri berkurang 4. Atur posisi pasien senyaman 4. Posisi yang nyaman akan
menjadi 2 (0-10) mungkin, dengan berbaring mendukung pasien lebih tenang
4. Pasien terlentang dengan kaki kanan dan nyaman dengan kondisinya.
mengungkapkan tetap imobilisasi.
perasaan nyaman.
5. Ajarkan teknik relaksasi nafas 5. Lingkungan yang tenang dapat
dalam dengan tarik nafas lewat menurunkan stimulus nyeri
hidung, hembuskan lewat mulut eksternal dan pembatasan
secara perlahan dan menjaga pengunjung akan membantu
lingkungan pasien agar tetap pasien agar dapat beristirahat.
tenang dan batasi pengunjung Teknik relaksasi nafas dalam
maksimal 2 orang. dapat membantu pasien dalam
mengurangi nyeri.

6. Berikan obat oral sesuai dengan 6. Analgetik dapat mengurangi nyeri


hasil kolaborasi dengan tim pasien
medis ; paracetamol 500 mg

60
3x1/hari pada pukul 07.30,
12.30, 17.30 WIB) dan tanyakan
nama pasien sebelum obat
diberikan.

3. Hambatan mobilitas fisik Tujuan: Setelah dilakukan 1. Kaji kemampuan ekstrimitas 1. Kelemahan pada ekstrimitas
b.d pergeseran fragmen tindakan keperawatan selama bawah untuk menilai adanya bawah dikaji untuk mengetahui
tulang. 2x24 jam diharapkan pasien defisit neurologis pada kondisi adanya defisit neurologi.
mampu mencapai mobilitas. motorik : sensasi kedua telapak
Kriteria hasil: kaki, kekuatan otot setiap
1. Pasien mampu pergantian shift.
mobilisasi pada
anggota tubuh yang 2. Ajarkan untuk melakukan 2. Mobilisasi yang optimal dapat
tidak sakit. mobilisasi pada ekstrimitas yang menurunkan resiko kontraktur
2. Pasien dapat mengenal sehat : setiap pergantian shift, sendi.
cara mobilisasi dan latihan ROM aktif pada sisi yang
secara kooperatif mau sehat 2 kali/hari setiap pagi dan
melaksanakan teknik sore.
mobilisasi secara
bertahap. 3. Dekatkan alat-alat yang 3. Meningkatkan kemauan pasien
dibutuhkan pasien : minyak kayu untuk melakukan mobilisasi
putih, botol air minum. sesuai batas toleransi untuk
memenuhi aktivitas sehari-hari.

4. Kolaborasikan dengan ahli 4. Mempermudah pasien melakukan


fisioterapi pemberian alat bantu latihan mobilisasi.
jalan : walker. ( jika hb >10g/dl)

61
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

4. Resiko infeksi b.d luka Tujuan: Setelah dilakukan 1. Monitor tanda-tanda vital 1. Mengidentifikasi kekurangan
post operasi. tindakan keperawatan selama nutrisi.
1x24 jam diharapkan infeksi 2. Kaji dan pantau luka operasi :
tidak terjadi. inspeksi luka jahitan di area 2. Mendeteksi secara dini gejala-
Kriteria hasil: lateral paha kanan adanya gejala inflamasi yang mungkin
1. Bebas dari tanda-tanda kemerahan, bengkak atau adanya timbul akibatadanya luka pasca
infeksi (rubor, kalor, eksudat. operasi
dolor, tumor,
fungsiolesa) 3. Lakukan perawatan luka secara 3. Perawatan luka mencegah
2. Memperlihatkan steril setiap 3 hari sekali. terjadinya komplikasi pada luka
personal hygene yang dan memfasilitasi proses
adequat. penyembuhan luka. Pergantian
3. Jumlah leukosit dalam balutan luka sebaiknya tidak
rentang normal. dilakukan setiap harikarena akan
(4,0-10,0 10^3/ul). mengurangi efektifitas/
4. Suhu dalam rentang menganggu proses regenerasi
normal. jaringan.
(36,5-37,5‟C)
4. Ajarkan pasien dan keluarga 4. Meminimalkan penyebaran dan
teknik cuci tangan yang benar. penularan agen infeksius.

5. Pantau hasil laboratorium : darah 5. Skrining kesehatan untuk


lengkap. mendeteksi resiko atau masalah
kesehatan dilihat dari leukosit
dan sel darah lainnya.

62
6. Berikan obat oral sesuai hasil 6. Kolaborasi yang tepat dapat
kolaborasi dengan tim medis lain mempercepat penyembuhan luka
cefixime 2x100 mg pada pukul dan menghilangkan resiko
10.00, 22.00 WIB. Dan tanyakan infeksi.
nama pasien sebelum
memberikan obat.

5. Resiko jatuh b.d Tujuan: Setelah dilakukan 1. Pantau karakteristik lingkungan 1. Penggunaan kancing kuning
ketidakmampuan pasien tindakan keperawatan selama yang dapat meningkatkan potensi menandakan bahwa pasien
dalam mobilisasi. 1x24 jam diharapkan resiko jatuh ; selalu perhatikan termasuk kategori resiko jatuh,
jatuh akan menurun. penggunaan kancing kuning di perlu pengawasan yang ketat
Kriteria hasil: perggelangan pasien. dimana pasien belum mampu
1. Menciptakan mobilisasi secara optimal yang
lingkungan yang aman kemungkinan besar terjadi cidera
(tetap menjaga pagar jatuh.
restrain, memberikan
fasilitas pispot 2. Jelaskan kepada keluarga faktor 2. Meminimalkan faktor-faktor
disamping tempat yang dapat meningkatkan resiko penyebab resiko jatuh.
tidur). jatuh, misalnya lantai yang licin
2. Pasien dan keluarga
mampu mengetahui 3. Lakukan pengkajian resiko jatuh 3. Perlu untuk mengetahui tingkat
pencegahan jatuh. pasien; dengan skor resiko jatuh resiko jatuh pada setiap pasien
3. Menghindari cidera geriatri. Hasil skor = 60 yang masuk rumah sakit.
fisik akibat jatuh.
4. Mampu mobilisasi 4. Beri tahu pasien dan keluarga 4. Pasien yang kurang mampu
secara bertahap tanpa mengenai keamanan : restrain untuk melakukan mobilisasi
resiko jatuh. tetap terpasang, dekatkan barang- memerlukan bantuan orang lain
barang yang dibutuhkan pasien, untuk memenuhi kebutuhan
lantai agar tetap kering sehari-harinya.
mengurangi resiko jatuh.

63
5. Hasil kolaborasi dengan tim 5. Perujukan ke ahli fisioterapi
medis; 3 hari setelah operasi untuk latihan cara berjalan dan
bipolar hemiarthroplasty, pasien latihan fisik lain untuk
dianjurkan latihan gerak sendi memperbaiki mobilitas,
setelah itu berjalan menggunakan keseimbangan dan kekuatan otot.
walker dan lakukan kolaborasi
dengan ahli fisioterapi untuk
latihan cara berjalan dan latihan
fisik, jika hb >10 g/dl

6. Kelambatan Tujuan : Setelah di lakukan 1. Monitor tekanan tanda-tanda 1. Mendeteksi tanda – tanda awal
pemulihan pasca asuhan keperawatan selama vital pasien. gangguan.
bedah b.d prosedur 3x24 jam diharapkan tidak
pembedahan yang terjadi kelambatan pemulihan 2. Bersihkan, pantau, dan 2. Perawatan luka yang baik dapat
luas. KH : tingkatkan penyembuhan pada mempercepat atau meningkatkan
1. Menunjukan adanya luka yang disatukan oleh jahitan. penyembuhan luka.
penyembuhan insisi
pembedahan: tepi luka 3. Anjurkan keluarga untuk 3. Meminimalkan penyebaran agen
menyatu dan tidak ada membatasi jumlah pengunjung. infeksius.
pus serta indurasi.
2. Mencapai kembali 4. Cegah komplikasi luka dan 4. Tidak ada komplikasi pada luka
tingkat energi tingkatkan penyembuhan luka. dapat mempercepat
prapembedahan yang penyembuhan luka.
ditandai dengan pasien
tampak mampu istirahat, 5. Berikan tranfusi darah PRC 1 5. Jumlah Hb dalam batas normal
dan tidak ada pernyataan pack sesuai hasil kolaborasi dapat memperbaiki keadaan
kelelahan. dengan tim medis lain, sampai umum pasien dan mempercepat
3. Hb dalam rentang hb > 10 g/dl. ( lakukan penyembuhan luka.
normal (11,0-16,0 g/dl) pengukuran TTV sebelum dan

64
4. Glukosa dalam rentang selama pemberian tranfusi.
normal (76-110 g/dl)
6. Berikan injeksi insulin 6. Kadar glukosa dalam darah yang
Novorapid sesuai hasil normal dapat mempercepat
kolaborasi dengan tim medis penyembuhan luka.
lain. 3x8 unit sebelum makan

65
3.5 Tindakan Keperawatan Dan Catatan Perkembangan

Tabel 3.7 Tindakan Keperawatan Dan Catatan Perkembangan


Masalah Waktu Tindakan keperawatan Nama Waktu Catatan Perkembangan Nama
Keperawa (tgl & jam) Perawat (tgl & jam) Perawa
tan t
29/05/2017 29/05/2017 Diagnosa : resiko syok
1,2,3,4,5,6 08.15 Membina hubungan saling percaya dengan S :keluarga pasien mengatakan
pasien dan keluarga pasien untuk mengerti tanda-tanda syok.
memperkenalkan identitas diri. candy 13.30 O : hasil lab pasien pada tanggal 27 candy
mei 2017
1,2,3,4,5,6 08.30 Melakukan observasi tanda-tanda vital ; - hasil lab tanggal 27
TD : 130/80 mmhg - Alb : 2,69 g/dl
N : 80x/menit - Natrium 125,7 mmol/L
S : 36,2‟c - Kalium : 3,48 mmol/L
RR : 20x/menit - Chlor : 92,6 mmol/L
- Hb : 6,5 g/dl
2 08.35 Mengkaji tingkat nyeri pasien ; - Input minum 200 cc, output
P : post operasi diurine bag 500 cc/ 8 jam.
Q : seperti ditusuk-tusuk TTV :
R : paha kanan TD : 130/80 mmhg
S : skala 5 (1-10) RR : 20x/menit
T : terus menerus N : 80x/menit
S : 36,5‟C
08.50 Mengajarkan pasien relaksasi : nafas
dalam, hasil : pasien mengikuti dengan A : masalah teratasi sebagian
menarik nafas melalui hidung lalu P : ulangi intervensi 1,3,4
mengeluarkan lewat mulut.

66
2 08.55 Memberikan lingkungan yang tenang dan Diagnosa :
posisi yang nyaman, hasil; pasien tampak 13.30 Nyeri akut candy
lebih nyaman dengan posisi semi fowler.
S:Pasien mengatakan masih nyeri
1 09.00 Menganjurkan keluarga untuk memberi candy pada paha sebeleh kanan.
minum sedikit tapi sering yaitu 8 gelas P : post operasi
sehari atau ±1500 cc/hari , hasil keluarga Q : seperti ditusuk-tusuk.
melaksanakannya. R : paha kanan
S : skala 5 (1-10)
4,6 09.15 Mengajarkan pasien dan keluarga teknik T : terus- menerus
cuci tangan yang benar, hasil; pasien dan O:
keluarga mampu melakukan teknik cuci - Pasien masih tampak meringis
tangan 6 langkah. menahan sakit
- Luka operasi terbalut elastis
1 09.20 Mengajarkan keluarga tanda dan gejala bandage
syok. Hasil : keluarga memahami dan - TTV:
dapat memperaktikkannya. TD : 130/80 mmhg
N : 85x/menit
2,4 09.25 Menganjurkan keluarga untuk membatasi RR: 18x/menit
jumlah pengunjung, hasil; keluarga paham S: 36,5‟C
tujuannya agar pasien dapat beristirahat A:Masalah belum teratasi
dan mengurangi agen infeksius. P: Intervensi dilanjutkan.

1,3,6 09.30 Memberikan transfusi darah PRC golongan


darah AB sesuai hasil kolaborasi dengan 13.30 Diagnosa : candy
tim medis lain. (sebelum memberikan Hambatan mobilitas fisik.
verifikasi dahulu data pasien, dan observasi
ttv pasien). Hasil observasi TTV pasien S:Pasien mengatakan seluruh
sebelum tranfusi : aktivitasnya dibantu oleh
TD : 130/80 mmhg keluarga dan perawat.

67
N : 80x/menit Pasien mengatakan kaki sebelah
S : 36,2‟c kanan sulit untuk digerakkan.
RR : 20x/menit O:Keadaan umum pasien lemah,
pasien bed rest.
4 10.00 Memberikan obat oral cefixime 100 mg ROM terbatas pada ekstrimitas
sesuai hasil kolaborasi dengan tim medis. bawah : kaki sebelah kanan.

1 10. 05 Mengganti cairan infus pasien NaCl 3% candy 5555 5555


1111 5555
6 10.15 Memberikan informasi kepada keluarga hal
apa saja yang dapat meningkatkan resiko A:Masalah belum teratasi
jatuh, misalnya lantai yang licin Hasil; P:Intervensi dilanjutkan.
keluarga memahami agar selalu
memperhatikan faktor penyebab resiko 13.30 Diagnosa : Resiko infeksi. candy
jatuh .
S:-
1,6 10.27 Mengukur TTV pasien setelah pemberian O:Terdapat luka post operasi
tranfusi PRC, hasil : pada paha kanan terbalut elastis
TD : 130/80 mmhg bandage.
N : 85x/menit TTV
RR: 18x/menit TD: 130/80 mmhg
S : 36,5 „C N: 85x/menit
RR: 18x/menit
3 10.30 Melatih ROM pasien bersama dengan ahli S: 36,5‟C
terapi, hasil; ekstrimitas atas bebas aktif, Hasil lab WBC : 12,89 g/dl
ekstrimitas bawah pada kaki sebelah kanan A:Masalah belum teratasi.
masih terbatas. P:Intervensi dilanjutkan.

1,2,3,4,5,6 11.30 Mengobservasi tanda-tanda vital pasien


TD : 130/80 mmhg

68
N : 85x/menit
RR: 18x/menit 13.30 Diagnosa : Resiko jatuh candy
S : 36,5 „C
S :Pasien dan keluarga mengatakan
2 11.45 Mengkaji tingkat nyeri pasien paham hal yang bisa
P ; post operasi menyebabkan jatuh, misalnya
Q ; seperti ditusuk-tusuk pagar restrain.
R ; paha kanan O:keluarga pasien memasang pagar
S ; skala 6 (1-10) bed pasien/restarin.
T ; terus menerus. Hasil perhitungan morse fall
scale : 60 ( pelaksanaan
6 11.55 Memberikan injeksi subcutan Novorapid 8 intervensi pencegahan jatuh
unit, sebelum makan, sesuai hasil resiko tinggi)
kolaborasi dengan tim medis. A: Masalah teratasi sebagian.
P: Ulangi intervensi 1,2,3,4.
2 12.15 Memberikan obat oral paracetamol 500
mg,sehabis makan sesuai dengan hasil 13.30 Diagnosa :Kelambatan pemulihan
kolaborasi dengan dokter. pasca bedah

1 12.30 Menganjurkan keluarga untuk memberi S:Klien mengatakan nyeri pada candy
minum pasien sedikit tapi sering sampai pada paha sebelah kanannya dan
1500 cc/ hari atau 8 gelas sehari. kaki kanannya sulit untuk
bergerak.
O:Klien terlihat sulit untuk
bergerak.
Keadaan umum klien terlihat
lemah
Hasil lab Hb: 6,5 g/dl
Gluc : 126
g/dl(27/05/17)

69
Gluc : 102 g/dl
(29/05/17)
A:Masalah belum teratasi
P:Intervensi dilanjutkan.

2 29/05/2017 Menanyakan keluhan pasien candy 29/05/17


14.00 , hasil : pasien mengatakan masih nyeri. 20.30 Diagnosa : resiko syok
P : post operasi. S :keluarga pasien mengatakan
Q : seperti ditusuk-tusuk mengerti tanda-tanda syok.
R : paha kanan O : hasil lab pasien pada tanggal 27
S : skala 5(1-10) mei 2017
T : terus menerus. - hasil lab tanggal 27 candy
- Alb : 2,69 g/dl
2 Menganjurkan pasien untuk menggunakan - Natrium 125,7 mmol/L
14.15 cara peralihan nyeri yang sudah diajarkan. - Kalium : 3,48 mmol/L
Hasil : pasien mengerti dan memperagakan - Chlor : 92,6 mmol/L
teknik nafas dalam. - Hb : 6,5 g/dl
- Jumlah input dan output cairan
5 Mengingatkan kembali keluarga agar dalam 8 jam :minum 200 cc :
14.30 selalu memasang pagar bed input, output 450 cc pada urine
pasien/restarin.hasil : pasien mengerti dan bag.
memasang kembali. TTV :
TD : 130/80 mmhg
,2 Menghitung kembali jumlah tetesan infus RR : 20x/menit
15.35 pasien NaCl 3%, hasill : 7 tpm N : 80x/menit
S : 36,5‟C candy
5 Menjelaskan kepada keluarga apa arti dari candi
15.40 gelang kuning, hasil : keluarga paham A : masalah teratasi sebagian
bahwa gelang kuning berarti pasien dengan P : ulangi intervensi 1,3,4

70
resiko jatuh. 20.30 Diagnosa : nyeri akut

2,4 Menganjurkan keluarga untuk membatasi S:Pasien mengatakan masih nyeri


16.10 jumlah pengunjung. Hasil, keluarga pada paha sebelah kanan.
mengerti tujuannya agar pasien dapat P : post operasi
beristirahat dan mengurang agen infeksi Q : seperti ditusuk-tusuk.
R : paha kanan
2,6 Memberikan bantal pada kaki kanan S : skala 5 (1-10)
16.15 pasien, hasil: pasien mengatakan posisi T : terus- menerus
yang sekarang lebih enak. O:
- Pasien masih tampak meringis
1,2,3,4,5,6 Mengobservasi tanda-tanda vital klien menahan sakit
17.00 TD : 120/80 mmhg - Luka operasi terbalut elastis
N : 80x/menit bandage
RR : 20x/menit - TTV:
S : 36,5 „C TD : 120/80 mmhg
N : 85x/menit
6 Memberikan injeksi subcutan Novorapid 8 RR: 20x/menit
18.15 unit sesuai hasil kolaborasi dengan tim S: 36,5‟C
medis.(5-10 menit sebelum makan) A:Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan.
2 Memberikan obat oral Paracetamol 500 mg
18.45 sesuai dengan hasil kolaborasi dengan tim 20.30 Diagnosa : candy
medis. Hambatan mobilitas fisik.

1 Menghitung output dan input cairan pasien. S:Pasien mengatakan seluruh


20.15 Hasil: minum 200 cc : input, output 450 cc aktivitasnya dibantu oleh
pada urine bag. keluarga dan perawat.
Pasien mengatakan kaki sebelah
kanan sulit untuk digerakkan.

71
O:Keadaan umum pasien lemah,
pasien bed rest.
ROM terbatas pada ekstrimitas
bawah : kaki sebelah kanan.
5555 5555
1111 5555
A:Masalah belum teratasi
P:Intervensi dilanjutkan

20.30 Diagnosa : Resiko infeksi. candi

S:-
O:Terdapat luka post operasi
pada paha kanan terbalut elastis
bandage.
TTV
TD: 120/80 mmhg
N: 85x/menit
RR: 20x/menit
S: 36,5‟C
Hasil lab WBC : 12,89 g/dl
A:Masalah belum teratasi.
P:Intervensi dilanjutkan.

20.30 Diagnosa : Resiko jatuh candy

S :Pasien dan keluarga mengatakan


paham hal yang bisa
menyebabkan jatuh, misalnya

72
pagar restrain.
Keluarga mengatakan paham
arti dari gelang kuning pada
ayahnya, yaitu resiko jatuh.
O:keluarga pasien memasang pagar
bed pasien/restarin.
Hasil perhitungan morse fall
scale : 60 ( pelaksanaan
intervensi pencegahan jatuh
resiko tinggi)
A: Masalah teratasi sebagian.
P: Ulangi intervensi 2,3,4.

20.30 Diagnosa :Kelambatan pemulihan candi


pasca bedah

S: Klien mengatakan nyeri pada


pada paha sebelah kanannya dan
kaki kirinya sulit untuk bergerak.
O:Klien terlihat sulit untuk
bergerak.
Keadaan umum klien terlihat
lemah
Hasil lab Hb: 6,5 g/dl
Gluc : 126 g/dl
(27/05/17)
Gluc : 102 g/dl
(29/05/17)
A:Masalah belum teratasi
P:Intervensi dilanjutkan.

73
29/05/2017 30/05/17
2 21.07 Memantau kondisi pasien candy 06.30 Diagnosa : resiko syok
P : post op S :keluarga pasien mengatakan
Q : seperti ditusuk-tusuk mengerti tanda-tanda syok.
R : paha kanan O : hasil lab pasien pada tanggal 29
S : skala 5 (1-10) mei 2017
T : hilang timbul - hasil lab tanggal 27
- Alb : 2,77 g/dl
2 21.08 Menganjurkan klien untuk relaksasi nafas - Natrium 115,7 mmol/L
dalam, hasil : pasien mampu - Kalium : 3,28 mmol/L
mempraktekkan teknik relaksasi nafas - Chlor : 92,6 mmol/L
dalam. - Hb : 6,5 g/dl
- Input 450 cc: minum,
4 22.00 Memberikan obat oral cefixime 100 mg output 700 cc pada urine
sesuai hasil kolaborasi dengan tim medis. bag./8 jam candy
TTV :
2,6 05.00 Memberikan posisi yang nyaman pada TD : 130/80 mmhg
pasien, memberikan sanggahan bantal pada RR : 20x/menit
kedua kaki pasien. N : 80x/menit
S : 36,7‟C
2 05.00 Memantau kondisi nyeri pasien A : masalah teratasi sebagian
P : post op P : ulangi intervensi 1,3,4
Q : seperti ditusuk tusuk
R : pada paha kanan 06.30 Diagnosa : nyeri akut candy
S : skala 4 (1-10)
T : terus menerus S:Pasien mengatakan nyeri pada
paha sebelah kanan sudah mulai
1,2,3,4,5,6 05.30 Mengobservasi tanda-tanda vital pasien. berkurang.
TD : 130/80 mmhg candy P : post operasi
N : 80x/menit Q : seperti ditusuk-tusuk.

74
RR : 20x/menit R : paha kanan
S : 36,7‟C S : skala 4 (1-10) candy
T : terus- menerus
6 05.45 Memberikan injeksi subcutan Novorapid 8 O:
unit berdasarkan hasil kolaborasi dengan - Pasien masih tampak meringis
tim medis. menahan sakit
- Luka operasi terbalut elastis
4 06.15 Memberikan obat oral cefixime 100 mg bandage
berdasarkan hasil kolaborasi dengan tim - TTV:
medis. TD : 130/80 mmhg
N : 80x/menit
RR: 20x/menit
1 06.20 Membuang cairan pada urine bag pasien S: 36,7‟C
sebanyak 700 cc/ 8 jam A:Masalah teratasi sebagian
P: ulangi intervensi 2,3,4,5

06.30 Diagnosa : candy


Hambatan mobilitas fisik.

S:Pasien mengatakan sudah bisa


menggerakan kakinya sedikit-
sedikit
Pasien mengatakan bisa
menjangkau air minum di
mejanya.
O:Keadaan umum pasien lemah,
pasien bed rest.
ROM terbatas pada ekstrimitas
bawah : kaki sebelah kanan.

75
5555 5555
1111 5555
A:Masalah teratasi sebagian.
\ P:ulangi intervensi 1,2,3,4..

06.30 Diagnosa : Resiko infeksi. Candy

S:-
O:Terdapat luka post operasi
pada paha kanan terbalut elastis
bandage.
TTV
TD: 120/80 mmhg
N: 85x/menit
RR: 20x/menit
S: 36,5‟C
Hasil lab WBC : 12,89 g/dl
A:Masalah belum teratasi.
P:Intervensi dilanjutkan.

06.30 Diagnosa: resiko jatuh Candy

S :Pasien dan keluarga mengatakan


paham hal yang bisa
menyebabkan jatuh, misalnya
pagar restrain.
Keluarga mengatakan paham
arti dari gelang kuning pada
ayahnya, yaitu resiko jatuh.
O:keluarga pasien memasang pagar

76
bed pasien/restarin.
Hasil perhitungan morse fall
scale : 60 ( pelaksanaan
intervensi pencegahan jatuh
resiko tinggi)
A: Masalah teratasi sebagian.
P: Ulangi intervensi 2,3,4.

06.30 Diagnosa :Kelambatan pemulihan candy


pasca bedah

S:Klien mengatakan nyeri pada


pada paha sebelah kanannya
sudah mulai berkurang..
O:Klien terlihat sulit untuk
bergerak.
Keadaan umum klien terlihat
lemah
Hasil lab Hb: 9,2 g/dl
Gluc : 126 g/dl(27/5/17)
Gluc : 102 g/dl (29/5/17)
A:Masalah teratasi sebagian
P:ulangi intervensi 2,4,5,6

30/05/2017 30/05/17
2 07.15 Mengkaji tingkat nyeri pasien ; 13.30 Diagnosa : resiko syok candy
P : post operasi S :keluarga pasien mengatakan
Q : seperti ditusuk-tusuk mengerti tanda-tanda syok.
R : paha kanan O : hasil lab pasien pada tanggal 29

77
S : skala 4 (1-10) mei 2017
T : terus menerus - Alb : 2,99 g/dl
- Natrium 119,1 mmol/L
2 07.30 Mengajarkan pasien teknik distraksi : - Kalium : 2,94mmol/L
membaca alqur‟an. Hasil : keluarga - Chlor : 84,40 mmol/L
mengerti tujuannya adalah untuk candy - Hb : 9,8 g/dl candy
mengalihkan nyeri pasien. - Input 200 cc: minum,
output 300 cc pada urine
2,6 07.45 Memberikan posisi yang nyaman pada bag./8 jam
pasien (posisi semi fowler). Hasil : pasien -
mengatakan lebih nyaman pada posisi ini. TTV :
TD : 130/80 mmhg
3,5 07.55 Menganjurkan keluarga untuk RR : 20x/menit
mendekatkan barang-barang pasien N : 80x/menit
misalnya alqur‟an dan botol air minum. S : 36,2‟C
Hasil: keluarga mendekatkan barang-
barang seperti alquran dan botol air minum A : masalah teratasi sebagian
P : ulangi intervensi 1,3,4
1,6 08.30 Memberikan tranfusi darah PRC golangan
darah AB. (sebelum diberikan verifikasi 13.30 Diagnosa : nyeri akut candy
dahulu data pasien dan observasi TTV
pasien) hasil TTV sebelum tranfusi : S:Pasien mengatakan nyeri pada
TD: 120/80 mmhg paha sebelah kanan sudah mulai
N: 85x/menit berkurang.
RR: 20x/menit P : post operasi
S: 36,5‟C Q : seperti ditusuk-tusuk.
R : paha kanan
4 09.00 Menjelaskan kepada keluarga klien tentang S : skala 4 (1-10)
latihan bladder training. Hasil : keluarga T : hilang timbul
dapat mempraktekkannya. O:

78
- Wajah pasien sudah mulai
4,6 10.00 Memberikan obat oral cefixime 100 mg tampak rileks
berdasarkan hasil kolaborasi dengan tim - Luka operasi terbalut elastis
medis. bandage
- TTV:
4 10.05 Mengevaluasi keluarga pasien tentang TD : 120/80 mmhg
latihan bladder training. Hasil : keluarga N : 80x/menit
pasien dapat melakukannya dengan benar. RR: 20x/menit
S: 36,5‟C
1,6 11.10 Mengobservasi TTV pasien setelah A:Masalah teratasi sebagian
pemberian tranfusi. Hasil : P: ulangi intervensi 2,3,4,5
10.30 TD : 120/80 mmhg
N : 80x/menit 13.30 Diagnosa : candy
RR : 20x/menit Hambatan mobilitas fisik.
S: 36,5 „C
S:Pasien mengatakan sekarang
sudah mampu mengambil barang
3,5 11.30 Melakukan latihan ROM didampingi oleh pribadinya diatas meja.
ahli fisioterapi. Hasil : oleh fisioterapi Pasien mengatakan kaki sebelah
pasien hanya diberikan latihan room pada kanan sudah bisa digerakkan.
ekstrimitas atas saja dengan alasan sampai O:Keadaan umum pasien lemah,
Hb pasien > 10 g/dl pasien bed rest.
ROM terbatas pada ekstrimitas
1,2,3,4,5,6 11.45 Mengobservasi tanda-tanda vital klien bawah : kaki sebelah kanan.
TD : 120/80 mmhg
N : 80x/menit 5555 5555
RR : 20x/menit 1111 5555
S: 36,5 „C A:Masalah teratasi sebagian.
P:ulangi intervensi 1,2,3,4.
6 12.15 Memberikan injeksi subcutan Novoravid 8

79
unit sesuai hasil kolaborasi dengan tim 13.30 Diagnosa : Resiko infeksi. candy
medis.
S:-
2 12.30 Memberikan obat oral paracetamol 500 mg O:Terdapat luka post operasi
sesuai hasil kolaborasi dengan tim medis. pada paha kanan terbalut elastis
bandage.
2 13.00 Memantau kondisi nyeri pasien TTV
P : post op TD: 120/80 mmhg
Q: seperti ditusuk-tusuk N: 80x/menit
R : paha kanan RR: 20x/menit
S : skala 4 (1-10) S: 36,5‟C
T : hilang timbul Hasil lab WBC : 12,89 g/dl
A:Masalah belum teratasi.
1 Membuang cairan pasien pada urine bag P:Intervensi dilanjutkan.
sebanyak 300 cc/ 8 jam
13.30 Diagnosa: resiko jatuh candy

S :Pasien dan keluarga mengatakan


paham hal yang bisa
menyebabkan jatuh, misalnya
pagar restrain.
Keluarga mengatakan paham
arti dari gelang kuning pada
ayahnya, yaitu resiko jatuh..
Keluarga pasien mengatakan candy
mengerti tujuan dari
mendekatkan barang-barang
pasien agar mengurangi resiko
jatuh
O:keluarga pasien memasang pagar

80
bed pasien/restarin.
Hasil perhitungan morse fall
scale : 60 ( pelaksanaan
intervensi pencegahan jatuh
resiko tinggi).
Keluarga pasien tampak
mendekatkan alat-alat yang
dibutuhkan oleh pasien seperti
botol air minum dan alqur‟an.
A: Masalah teratasi .
P: Intervensi dihentikan.

13.30 Diagnosa :Kelambatan pemulihan candy


pasca bedah

S: Klien mengatakan nyeri pada


pada paha sebelah kanannya
sudah mulai berkurang.
O:Klien terlihat sulit untuk
bergerak.
Keadaan umum klien terlihat
lemah
Hasil lab Hb: 9,8 g/dl (29/05/17)
Gluc : 126
g/dl(26/05/17)
Gluc : 102
g/dl(29/05/17)

A:Masalah teratasi sebagian


P:ulangi intervensi 3,4,5,6

81
30/05/2017 30/5/17
2 14.00 Menanyakan keluhan pasien candy 20.30 Diagnosa : resiko syok
, hasil : pasien mengatakan masih nyeri. S :keluarga pasien mengatakan
P : post operasi. mengerti tanda-tanda syok.
Q : seperti ditusuk-tusuk O : hasil lab pasien pada tanggal 27
R : paha kanan mei 2017
S : skala 4(1-10) hasil lab pasien pada tanggal 29
T : terus menerus. mei 2017
- Alb : 2,99 g/dl
2 14.15 Menganjurkan pasien untuk menggunakan - Natrium 119,1 mmol/L
cara peralihan nyeri yang sudah diajarkan. - Kalium : 2,94mmol/L candy
Hasil : pasien mengerti dan memperagakan - Chlor : 84,40 mmol/L
teknik nafas dalam dan membaca alqur‟an - Hb : 9,8 g/dl
- Input 450 cc: minum,
1 15.35 Memantau dan menghitung kembali output 700 cc pada urine
jumlah tetesan infus pasien NaCl 3%, hasil bag./8 jam
7 tpm TTV :
TD : 130/80 mmhg
2,4,6 16.10 Menganjurkan keluarga untuk membatasi RR : 20x/menit
jumlah pengunjung. Hasil, keluarga N : 80x/menit
mengerti tujuannya agar pasien dapat S : 36,2‟C
beristirahat dan mengurang agen infeksi
A : masalah teratasi sebagian
2,6 16.15 Memberikan bantal pada kaki kanan P : ulangi intervensi 1,3,4
pasien, hasil: pasien mengatakan posisi
yang sekarang lebih enak. 20.30 Diagnosa : nyeri akut candy

1,2,3,4,5,6 17.00 Mengobservasi tanda-tanda vital klien S:Pasien mengatakan nyeri pada
TD : 120/80 mmhg paha sebelah kanan sudah mulai
N : 80x/menit berkurang.

82
RR : 20x/menit P : post operasi
S : 36,5 „C Q : seperti ditusuk-tusuk. candy
R : paha kanan
6 18.15 Memberikan injeksi subcutan Novorapid 8 S : skala 4 (1-10)
unit sesuai hasil kolaborasi dengan tim T : hilang timbul
medis.(5-10 menit sebelum makan) O:
- Wajah pasien sudah mulai
2 18.45 Memberikan obat oral Paracetamol 500 mg tampak rileks
sesuai dengan hasil kolaborasi dengan tim - Luka operasi terbalut elastis
medis. bandage
- TTV:
TD : 120/80 mmhg
N : 80x/menit
RR: 20x/menit
S: 36,5‟C
A:Masalah teratasi sebagian
P: ulangi intervensi 2,3,4,5

20.30 Diagnosa : candy


Hambatan mobilitas fisik.

S:Pasien mengatakan sekarang


sudah mampu mengambil barang
pribadinya diatas meja, tetapi
masih terasa nyeri.
Pasien mengatakan kaki sebelah
kanan sudah bisa digerakkan.
O:Keadaan umum pasien lemah, candy
pasien bed rest.
ROM terbatas pada ekstrimitas

83
bawah : kaki sebelah kanan.
5555 5555
1111 5555
A:Masalah teratasi sebagian.
P:ulangi intervensi 1,2,3,4.

20.30 Diagnosa : Resiko infeksi. candy

S:-
O:Terdapat luka post operasi
pada paha kanan terbalut elastis
bandage.
TTV
TD: 120/80 mmhg
N: 80x/menit
RR: 20x/menit
S: 36,5‟C
Hasil lab WBC : 12,89 g/dl
A:Masalah belum teratasi.
P:Intervensi dilanjutkan.

20.30 Diagnosa :Kelambatan pemulihan candy


pasca bedah

S: Klien mengatakan nyeri pada


pada paha sebelah kanannya
sudah mulai bergerak dan sudah
dapat bergerak sediki-sedikit.
O:Klien terlihat mampu untuk
menggerakan kaki kanannya

84
tanpa ada respon nyeri.
Keadaan umum klien terlihat
sudah baik.
Hasil lab Hb: 9,8 g/dl
Gluc : 126
g/dl(27/05/17).
Gluc : 102
g/dl(29/05/17)
A:Masalah teratasi sebagian
P:ulangi intervensi 3,4,5,6

30/05/2017 31/05/17
1,2,3,4,5 21.15 Memantau kondisi pasien 13.45 06.30 Diagnosa : resiko syok candy
P : post op S :keluarga pasien mengatakan
Q : seperti ditusuk-tusuk mengerti tanda-tanda syok.
R : paha kanan O : hasil lab pasien pada tanggal 29
S : skala 4 (1-10) mei 2017
T : hilang timbul - Alb : 2,99 g/dl
- Natrium 119,1 mmol/L
2 21.30 Menganjurkan klien untuk relaksasi nafas - Kalium : 2,94mmol/L
dalam, hasil : pasien mampu - Chlor : 84,40 mmol/L
mempraktekkan teknik relaksasi nafas - Hb : 9,8 g/dl
dalam. TTV :
TD : 130/80 mmhg
4 22.00 Memberikan obat oral cefixime 100 mg RR : 20x/menit
sesuai hasil kolaborasi dengan tim medis. N : 80x/menit
S : 36,2‟C
2,3,6 05.00 Memberikan posisi yang nyaman pada
pasien, memberikan sanggahan bantal pada A : masalah teratasi sebagian

85
kedua kaki pasien. P : ulangi intervensi 1,3,4

2 05.00 Memantau kondisi nyeri pasien candy 06.30 Diagnosa : nyeri akut candy
P : post op
Q : seperti ditusuk tusuk S:Pasien mengatakan nyeri pada
R : pada paha kanan paha sebelah kanan sudah mulai
S : skala 4 (1-10) berkurang.
T : terus menerus P : post operasi
Q : seperti ditusuk-tusuk.
1,2,3,4,5 05.30 Mengobservasi tanda-tanda vital pasien. R : paha kanan
TD : 130/80 mmhg S : skala 4 (1-10)
N : 80x/menit T : terus- menerus
RR : 20x/menit O:
S : 36,7‟C - Wajah pasien tampak lebih rileks
- Luka operasi terbalut elastis
6 05.45 Memberikan injeksi subcutan Novorapid 8 bandage
unit berdasarkan hasil kolaborasi dengan - TTV:
tim medis. TD : 130/80 mmhg
N : 80x/menit
4 06.15 Memberikan obat oral cefixime 100 mg RR: 20x/menit
berdasarkan hasil kolaborasi dengan tim S: 36,7‟C
medis. A:Masalah teratasi sebagian
P: ulangi intervensi 2,3,4,5

06.30 Diagnosa : candy


Hambatan mobilitas fisik.

S:Pasien mengatakan seluruh


aktivitasnya dibantu oleh
keluarga dan perawat.

86
Pasien mengatakan kaki sebelah
kanan sulit untuk digerakkan.
O:Keadaan umum pasien lemah,
pasien bed rest.
ROM terbatas pada ekstrimitas
bawah : kaki sebelah kanan.
5555 5555
1111 5555
A:Masalah belum teratasi
P:Intervensi dilanjutkan.

06.30 Diagnosa : Resiko infeksi. candy

S:-
O:Terdapat luka post operasi
pada paha kanan terbalut elastis
bandage.
TTV
TD: 130/80 mmhg
N: 85x/menit
RR: 20x/menit
S: 36,7‟C
Hasil lab WBC : 12,89 g/dl
A:Masalah belum teratasi.
P:Intervensi dilanjutkan.
candy
06.30 Diagnosa :Kelambatan pemulihan
pasca bedah

S: Klien mengatakan nyeri pada

87
pada paha sebelah kanannya
sudah mulai berkurang .
O:Klien terlihat sulit untuk
bergerak.
Keadaan umum klien terlihat
lemah
Hasil lab Hb: 6,5g/dl
Gluc : 103 g/dl

A:Masalah belum teratasi


P:Intervensi dilanjutkan.

31/5/2017 31/5/17
2 07.15 Mengkaji tingkat nyeri pasien ; candy 13.30 Diagnosa : resiko syok candy
P : post operasi S :keluarga pasien mengatakan
Q : seperti ditusuk-tusuk mengerti tanda-tanda syok.
R : paha kanan O : hasil lab pasien pada tanggal 29
S : skala 5 (1-10) mei 2017
T : terus menerus - Alb : 2,99 g/dl
- Natrium 119,1 mmol/L
2 08.00 Mempraktekkan teknik distraksi : - Kalium : 2,94mmol/L
membaca alqur‟an. Hasil : keluarga candy - Chlor : 84,40 mmol/L
mengerti tujuannya adalah untuk - Hb : 9,8 g/dl
mengalihkan nyeri pasien. TTV :
TD : 130/80 mmhg
candy
2,6 08.30 Memberikan posisi yang nyaman pada RR : 20x/menit
pasien (posisi semi fowler). Hasil : pasien N : 80x/menit
mengatakan lebih nyaman pada posisi ini. S : 36,2‟C

1,6 10.00 Memberikan tranfusi darah PRC golangan A : masalah teratasi sebagian

88
darah AB ( sebelum memberikan tranfusi P : ulangi intervensi 1,3,4
terlebih dahulu lakukan pemeriksaan TTV)
Hasil : 13.30 Diagnosa : nyeri akut candy
TD : 130/80 mmhg
N : 80x/menit S:Pasien mengatakan nyeri pada
RR : 20x/menit paha sebelah kanan sudah
S : 36,7‟C berkurang.
P : post operasi
6,4 10.15 Memberikan obat oral cefixime 100 mg Q : seperti ditusuk-tusuk.
berdasarkan hasil kolaborasi dengan tim R : paha kanan
medis. S : skala 4 (1-10)
T : hilang timbul
6.4 10.45 Melakukan rawat luka pada paha kanan O:
pasien bekas operasi . hasil :luka tampak - Wajah pasien tampak lebih rileks
bagus, tidak ada pus, granulasi (+), - Luka operasi terbalut elastis
epitalisasi (+) bandage candy
- TTV:
1,6 11.20 Mengobservasi TTV pasien setelah TD : 130/80 mmhg
pemberian tranfusi darah. Hasil : candy N : 80x/menit
TD : 120/80 mmhg RR: 20x/menit
N : 80x/menit S: 36,7‟C
RR : 20x/menit A:Masalah teratasi sebagian
S: 36,5 „C P: ulangi intervensi 2,3,4,5
3,5,6
11.30 Melakukan latihan ROM didampingi oleh 14.00 Diagnosa : candy
ahli fisioterapi. Hasil : pasien dapat Hambatan mobilitas fisik.
menggerakan kaki kanannya, dan mampu
melawan ketika diberi tahanan. Selanjutnya S:Pasien mengatakan sudah mampu
oleh ahli terapi disarankan untuk menggerakan kakinya sedikit-
menggunakan alat bantu walker, karena hb sedikit.

89
pasien sudah mulai bagus. Pasien mengatakan sudah bisa
1,2,3,4,6 mengambil barangnya secara
11.45 Mengobservasi tanda-tanda vital klien mandiri
TD : 120/80 mmhg
N : 80x/menit O:Keadaan umum pasien sudah candy
RR : 20x/menit mulai stabil
S: 36,5 „C ROM terbatas pada ekstrimitas
4,6 bawah : kaki sebelah kanan.
12.15 Memberikan injeksi subcutan Novoravid 8 5555 5555
unit sesuai hasil kolaborasi dengan tim 2222 5555
medis. A:Masalah teratasi sebagian
1 P:ulangi intervensi 1,2, 4.
12.30 Memberikan obat oral paracetamol 500 mg
sesuai hasil kolaborasi dengan tim medis. 13.30 Diagnosa : Resiko infeksi. candy
S:-
Memantau kondisi nyeri pasien O:Terdapat luka post operasi
P : post op pada paha kanan sepanjang 20
Q: seperti ditusuk-tusuk cm . keadaan luka baik, tidak
R : paha kanan ada pus, granulasi (+),
S : skala 4 (1-10) epitelisasi (+)
T : hilang timbul S: 36,5‟C
A:Masalah teratasi sebagian
P:ulangi intervensi 2,3,5

13.30 Diagnosa :Kelambatan pemulihan candy


pasca bedah

S: Klien mengatakan nyeri pada


pada paha sebelah kanannya
sudah mulai berkurang dan kaki

90
kanannya sudah mulai bisa
digerakkan..
O:Klien tampak sudah mulai bisa
menggerakan kakinya
Keadaan umum klien terlihat
sudah mulai membaik
Hasil lab Hb: 9,8 g/dl (31/5/17)
Gluc : 126
g/dl(27/5/17)
Gluc : 102 g/dl
(29/5/17)
A:Masalah teratasi sebagian
P:ulangi intervensi 2,5,6

31/5/2017 31/5/17
2 14.00 Menanyakan keluhan pasien candy 21.00 Diagnosa : resiko syok candy
, hasil : pasien mengatakan masih nyeri. S :keluarga pasien mengatakan
P : post operasi. mengerti tanda-tanda syok.
Q : seperti ditusuk-tusuk O : hasil lab pasien pada tanggal 29
R : paha kanan mei 2017
S : skala 4(1-10) - Alb : 2,99 g/dl
T : terus menerus. - Natrium 119,1 mmol/L
- Kalium : 2,94mmol/L
2 14.15 Menganjurkan pasien untuk menggunakan - Chlor : 84,40 mmol/L
cara peralihan nyeri yang sudah diajarkan. - Hb : 9,8 g/dl
Hasil : pasien mengerti dan memperagakan TTV :
teknik nafas dalam dan membaca alqur‟an TD : 130/80 mmhg
candy RR : 20x/menit
N : 80x/menit
1 15.35 Mengawasi dan menghitung kembali S : 36,2‟C

91
jumlah tetesan infus pasien NaCl 3%, hasil A : masalah teratasi sebagian
: 7 tpm P : ulangi intervensi 1,3,4

2,4,6 16.10 Menganjurkan keluarga untuk membatasi 21.00 Diagnosa : nyeri akut candy
jumlah pengunjung. Hasil, keluarga
mengerti tujuannya agar pasien dapat S:Pasien mengatakan nyeri pada
beristirahat dan mengurang agen infeksi paha sebelah kanan sudah mulai
berkurang.
2 16.15 Memberikan bantal pada kaki kanan P : post operasi
pasien, hasil: pasien mengatakan posisi Q : seperti ditusuk-tusuk.
yang sekarang lebih enak. candy R : paha kanan
S : skala 4 (1-10)
1,2,3,4,6 17.00 Mengobservasi tanda-tanda vital klien T : hilang timbul
TD : 120/80 mmhg O:
N : 80x/menit - Wajah pasien sudah mulai
RR : 20x/menit tampak rileks
S : 36,5 „C - Luka operasi terbalut elastis
bandage
6 18.15 Memberikan injeksi subcutan Novorapid 8 - TTV:
unit sesuai hasil kolaborasi dengan tim TD : 120/80 mmhg candy
medis.(5-10 menit sebelum makan) N : 80x/menit
RR: 20x/menit
2 18.45 Memberikan obat oral Paracetamol 500 mg S: 36,5‟C
sesuai dengan hasil kolaborasi dengan tim A:Masalah teratasi sebagian
medis. P: ulangi intervensi 2,3,4,5

20.30 Diagnosa : candy


Hambatan mobilitas fisik.

S:Pasien mengatakan sekarang

92
sudah mampu mengambil barang
pribadinya diatas meja, tetapi
masih terasa nyeri.
Pasien mengatakan kaki sebelah
kanan sudah bisa digerakkan.
O:Keadaan umum pasien lemah,
pasien bed rest.
ROM terbatas pada ekstrimitas
bawah : kaki sebelah kanan.

5555 5555
2222 5555
A:Masalah teratasi sebagian.
P:ulangi intervensi 1,2,3,4.

20.30 Diagnosa : Resiko infeksi. candy

S:-
O:Terdapat luka post operasi
pada paha kanan terbalut elastis
bandage.
TTV
TD: 120/80 mmhg
N: 80x/menit
RR: 20x/menit
S: 36,5‟C
Hasil lab WBC : 12,89 g/dl
A:Masalah teratasi sebagian
P:ulangi intervensi 2,3,5 Candy

93
20.30 Diagnosa :Kelambatan pemulihan candy
pasca bedah

S: Klien mengatakan nyeri pada


pada paha sebelah kanannya
sudah mulai bergerak dan sudah
dapat bergerak sediki-sedikit.
O:Klien terlihat mampu untuk
menggerakan kaki kanannya
tanpa ada respon nyeri.
Keadaan umum klien terlihat
sudah baik.
Hasil lab Hb: 9,8 g/dl
Gluc : 126
g/dl(27/05/17).
Gluc : 102
g/dl(29/05/17)
A:Masalah teratasi sebagian
P:ulangi intervensi 3,4,5,6

31 /05/2017 Candy 1/05/17


2 21.15 Memantau kondisi nyeri pasien 06.30 Diagnosa : resiko syok Candy
P : post op S :keluarga pasien mengatakan
Q : seperti ditusuk-tusuk mengerti tanda-tanda syok.
R : paha kanan O : hasil lab pasien pada tanggal 29
S : skala 4 (1-10) mei 2017
T : hilang timbul - Alb : 2,69 g/dl

94
- Natrium 125,7 mmol/L
2 21.30 Menganjurkan klien untuk relaksasi nafas - Kalium : 3,48 mmol/L
dalam, hasil : pasien mampu - Chlor : 92,6 mmol/L
mempraktekkan teknik relaksasi nafas - Hb : 6,5 g/dl
dalam. - menghitung jumlah cairan
input (minum) 300 cc,
4 22.00 Memberikan obat oral cefixime 100 mg jumlah cairan di urine bag
sesuai hasil kolaborasi dengan tim medis. (output) 410 cc
TTV :
2,4,6 05.00 Memberikan posisi yang nyaman pada TD : 130/80 mmhg
pasien, memberikan sanggahan bantal pada RR : 20x/menit
kedua kaki pasien. N : 80x/menit
Candy S : 36,2‟C
2 05.00 Memantau kondisi nyeri pasien
P : post op A : masalah teratasi sebagian
Q : seperti ditusuk tusuk P : ulangi intervensi 1,3,4
R : pada paha kanan
S : skala 4 (1-10) 06.30 Diagnosa : nyeri akut Candy
T : terus menerus
S:Pasien mengatakan nyeri pada
1,2,3,4,6 05.30 Mengobservasi tanda-tanda vital pasien. paha sebelah kanan sudah mulai
TD : 130/80 mmhg berkurang.
N : 80x/menit P : post operasi
RR : 20x/menit Q : seperti ditusuk-tusuk.
S : 36,7‟C R : paha kanan
candy S : skala 4 (1-10)
6 05.45 Memberikan injeksi subcutan Novorapid 8 T : hilang timbul
unit berdasarkan hasil kolaborasi dengan O:
tim medis. - Wajah pasien sudah mulai
tampak rileks

95
2 06.15 Memberikan obat oral paracetamol 500mg - Luka operasi terbalut elastis
berdasarkan hasil kolaborasi dengan tim bandage
medis. - TTV:
TD : 120/80 mmhg
N : 80x/menit
1 06.20 Menganjurkan keluarga untuk memberi RR: 20x/menit
minum sedikit tapi sering yaitu 8 gelas S: 36,5‟C
sehari atau ± 1500 cc/hari, menghitung A:Masalah teratasi sebagian
jumlah cairan input (minum) 300 cc, P: ulangi intervensi 2,3,4,5
jumlah cairan di urine bag (output) 410 cc
06.30 Diagnosa : Candy
Hambatan mobilitas fisik.

S:Pasien mengatakan sekarang


sudah mampu mengambil barang
pribadinya diatas meja, tetapi
masih terasa nyeri.
Pasien mengatakan kaki sebelah
kanan sudah bisa digerakkan.
O:Keadaan umum pasien lemah,
pasien bed rest.
ROM terbatas pada ekstrimitas
bawah : kaki sebelah kanan.

5555 5555
2222 5555
A:Masalah teratasi sebagian.
P:ulangi intervensi 1,2,3,4.

96
06.30 Diagnosa : Resiko infeksi. Candy

S:-
O:Terdapat luka post operasi
pada paha kanan terbalut elastis
bandage.
TTV
TD: 130/80 mmhg
N: 80x/menit
RR: 20x/menit
S: 36,5‟C
Hasil lab WBC : 12,89 g/dl
A:Masalah teratasi sebagian
P:ulangi intervensi 2,3,5

06.30 Diagnosa :Kelambatan pemulihan Candy


pasca bedah

S: Klien mengatakan nyeri pada


pada paha sebelah kanannya
sudah mulai bergerak dan sudah
dapat bergerak sediki-sedikit.
O:Klien terlihat mampu untuk
menggerakan kaki kanannya
tanpa ada respon nyeri.
Keadaan umum klien terlihat
sudah baik.
Hasil lab Hb: 9,8 g/dl
Gluc : 126
g/dl(27/05/17).

97
Gluc : 102
g/dl(29/05/17)
A:Masalah teratasi sebagian
P:ulangi intervensi 3,4,5,6

98
BAB 4

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan tentang intepretasi dari hasil studi kasus.

Intepretasi hasil kajian dilakukan dengan membandingkan hasil analisis dan tinjauan

pustaka berdasarkan kasus dan kenyataan di lapangan. Dalam pembahasan ini penulis

akan menguraikan tentang kesenjangan yang terjadi antara tinjauan pustaka dan

tinjauan kasus dalam asuhan keperawatan pada pasien Close Fraktur Intertrochanter

Dextra Post Op Bipolar Hemiarthroplasty Hari VI Rumkital Dr. Ramelan Surabaya

yang meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

4.1 Pengkajian

Identitas Pasien meliputi nama, usia (pengkajian usia pasien dengan gangguan

muskuluskeletal penting karena berhubungan dengan status anastesi dan pemeriksaan

diagnostik tambahan serta masa tulang mencapai puncaknya pada usia 35 tahun

setelah itu mengalami penurunan masa tulang menyeluruh secara bertahap), jenis

kelamin : berbagai perubahan metabolik meliputi penurunan hormon estrogen saat

menopause dan penurunan aktivitas berperan dalam hilangnya masa tulang, wanita

akan lebih banyak kehilangan masa tulang dibanding pria (Lukman&Ningsih,2009).

Pada tinjauan kasus dilapangan didapatkan bahwa identitas pasien ada di gelang

tangan pasien yaitu meliputi nama, usia, nomor RM dan tanggal lahir. Pasien adalah

laki-laki berusia 74 tahun. pada tinjauan teori persentase terjadinya fraktur femur

lebih besar terjadi pada wanita, sedangkan pada tinjauan kasus pasien adalah seorang

laki-laki. Dari hasil pengamatan, dapat diasumsikan bahwa fraktur femur bisa terjadi

pada siapa saja tanpa ada perbedaan jenis kelamin dan tingkatan umur.

99
100

Berdasarkan pada tinjauan pustaka menurut kneale,(2011) keluhan yang

paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri. Pada tinjauan kasus keluhan utama yang

dirasakan pasien adalah nyeri pada paha kanannya. Tidak ada perbedaan antara teori

dan kasus. Temuan kasus ini sesuai dengan teori yaitu dengan keluhan awal gejala

yang dirasakan pasien adalah nyeri, ini merupakan tanda gejala awal yang dirasakan

oleh penderita yang mengalami fraktur. Dari hasil pengamatan, dapat diasumsikan

bahwa pada setiap kasus fraktur masalah yang muncul adalah nyeri. Sehingga peran

kita sebagai perawat harus terlebih dahulu mengatasi nyeri, baik dengan

menggunakan manajemen nyeri non farmakologi atau manajemen nyeri dengan

farmakologi.

Pada pasien fraktur atau patah tulang dapat disebabkan oleh trauma atau

kecelakaan , degeneratif dan patologis yang didahului dengan perdarahan, kerusakan

jaringan sekitar yang menyebabkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat atau perubahan

warna kulit dan kesemutan (Lukman&Ningsih,2009). Pada kasus ini pasien

mengatakan mengalami fraktur karena terjatuh saat berada dikamar mandi.

Berdasarkan hasil temuan, dapat diasumsikan bahwa fraktur intertrachonter dapat

terjadi karena terjatuh (trauma). Fraktur pada tulang karena terjatuh (trauma) dapat

dicegah dengan pengaturan posisi saat terjatuh, contohnya pada latihan militer saat

melakukan terjun, personil militer dianjurkan untuk tidak bertumpu penuh pada kedua

kakinya, melainkan langsung berguling kedepan atau kesamping untuk menghindari

terjadinya dislokasi atau fraktur pada tulang. Akan tetapi pada tinjauan kasus pasien

mengalami fraktur juga dipengaruhi oleh umur pasien (74 tahun) dan kondisi pulang

yang sudah mengalami osteoporosis.

Pada tinjauan teori pasien yang memiliki riwayat infark miokard atau edema

paru dalam 6 bulan terakhir, stenosis aorta, atau faktor resiko multiple memiliki resiko
101

jantung, tetapi tidak hanya dengan riwayat saja untuk menentukan resiko jantung,

karena sebagian besar pasien lansia yang mengalami gangguan sendi kurang

berolahraga sehingga menyebabkan angina (Kneale,2011). Pada tinjauan kasus

didapatkan pasien mengatakan pernah dirawat dirumah sakit pada tahun 2016 karena

penyakit malarianya kambuh serta memiliki riwayat penyakit DM dan jarang

melakukan kontrol. Penyakit DM merupakan salah satu penyebab dari penyakit

Hipertensi, begitu juga sebaliknya. Penyakit DM dapat mempengaruhi proses

penyembuhan pada fraktur tulang, sedangkan penyakit hipertensi berkontribusi besar

terhadap penyakit jantung.

Menurut tinjauan pustaka kneale (2011) adanya penyakit keturunan seperti

diabetes dapat menyebabkan resiko infeksi yang selanjutnya dapat menyebabkan

kelambatan dalam pemulihan pasca bedah. Diabetes merupakan salah faktor

predisposisi pada penyakit tulang. Pada tinjauan kasus di uraikan bahwa ada anggota

keluarga yang menderita penyakit seperti pasien, yaitu anak ketiganya menderita

diabetes. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pada pasien dengan

kasus fraktur yang mempunyai riwayat penyakit diabetes proses perawatannya harus

seimbang, karena pada proses penyembuhan fraktur dipengaruhi oleh penyakit

diabetes tersebut.

Keadaaan umum pasien lemah, kesadaran pasien composmentis. Tanda-tanda

vital observasi pasien tekanan darah: 130/80 mmHg, nadi: 80x/mnt, suhu: 36,2°c, RR:

20x/mnt, tinggi badan pasien: 162 cm, BB sebelum masuk rumah sakit: 58 kg, BB

setelah masuk rumah sakit: 58 kg. Menurut tinjauan pustaka Taqqiyah (2013)

mengatakan bahwa pada pemeriksaan fisik pada fraktur femur dapat terjadi hipertensi

akibat respon terhadap nyeri/ansietas, dan sebaliknya terjadi penurunan tekanan darah

bila terjadi perdarahan. Pada kasus ini pasien memiliki riwayat penyakit DM, dan
102

jarang melakukan kontrol. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemungkinan besar

pasien memiliki penyakit hipertensi dan tidak diketahui karena pasien jarang

melakukan kontrol di pelayanan-pelayanan kesehatan.

Pada pemeriksaan sistem pernapasan dapat dilakukan dengan cara inspeksi

bentuk dada, penggunaan otot bantu napas atau tidak, irama nafas reguler atau

ireguler, ada batuk atau tidak, ada sesak nafas atau tidak. Inspeksi pada pasien fraktur

coloum femur tidak didapatkan adanya batuk, peningkatan produksi sputum,

penggunaan otot bantu napas, sesak nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan.

Kemampuan aktivitas terbatas bila ada sesak. Auskultasi bunyi napas tambahan

seperti ronchi, wheezing, tidak didapatkan (Doengoes,2014). Pada tinjauan kasus

didapatkan pada pemeriksaan inspeksi didapatkan bentuk dada normo chest,

pergerakan dada simetris, tidak terdapat otot bantu nafas tambahan ,irama nafas

pasien reguler, pasien tidak batuk, tidak ada sputum. Pada pemeriksaan palpasi vocal

fremitus teraba disemua lapang paru. Pada pemeriksaan perkusi terdapat suara sonor.

Pada pemeriksaan auskultasi tidak ada suara nafas tambahan, suara nafas vesikuler.

Namun dampak dari fraktur yaitu nyeri dapat meningkatkan frekuensi dan kedalaman

pernafasan sebagai akibat dari stimulasi simpatik, terlebih apabila nyeri pada area

dada dapat menghambat pergerakan dada.

Pada sistem kardiovaskuler, pada tinjauan pustaka didapatkan tekanan darah

biasanya terjadi hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri)

atau terjadi hipotensi bila kehilangan darah akibat perdarahan (Taqqiyah,2013). Pada

tinjauan kasus didapatkan tekanan darah 130/80 mmhg, nadi 80x/menit. Namun perlu

diperhatikan pada pasien dengan riwayat diabetes yang jarang melakukan kontrol

kemungkinan besar memiliki penyakit hipertensi, pada tinjauan kasus didapatkan TD

dalam rentang normal sehingga dapat diasumsikan bahwa tidak terjadi kelainan pada
103

pasien tersebut, padahal tekanan darah tersebut sudah mengalami penurunan karena

dampak dari perdarahan.

Pada tinjauan kasus Tn. M sebagai berikut Pemeriksaan GCS 456 total 15, dan

tidak didapatkan gangguan pada penciuman, penglihatan, pendengaran, dan perasa.

Pada tinjauan pustaka dikatakan bahwa pada pasien fraktur femur kemungkinan besar

tidak mengalami gangguan pada sistem persyarafan. Namun, pembatasan gerak, baik

dengan fiksasi internal, eksternal, gips atau pembalutan melalui tekanan yang tinggi

dapat menyebabkan kerusakan sementara atau permanen pada syaraf dan pembuluh

darah.

Pada tinjauan kasus Kebersihan bersih, tidak terdapat ekskresi. Pada

pemeriksaan palpasi tidak terdapat distensi urin pada kandung kemih, tidak ada nyeri

tekan, eliminasi urin SMRS frekuensi 5-6x/hari, eliminasi urin setelah MRS

jumlahnya ±1000-1500 cc /24 jam didalam urin bag, warna kuning jernih, pada

pemeriksaan perkusi terdapat suara redup. Pasien terpasang folley kateter urine. Glan

penis pasien tampak bersih. Sedangkan pada tinjauan teori retensi urin sering terjadi

sesudah pembedahan. Masalah tersebut biasanya dapat diatasi dengan membantu

pasien turun dari tempat tidur dan menggunakan commade jika kondisi dan

penanganan memungkinkan. Kateterisasi urin hanya dapat digunakan pada kondisi

serius karena prosedur ini berkaitan dengan bakteremia (Kneale,2011). Pemasangan

kateter urin ini dapat diasumsikan sebagai imobilisasi pada tulang yang telah

dilakukan operasi, namun latihan gerak pada sendi yang tidak bermasalah tetap

dilakukan agar tidak terjadi atrofi pada otot-otot yang menempel pada tulang.

Imobilisasi pada tulang yang telah dilakukan operasi juga tidak boleh terlalu lama,

pada tinjauan kasus dokter menyarankan agar pasien melakukan latihan gerak sendi
104

yang berkolaborasi dengan ahli terapi untuk dilakukan latihan ROM pada hari ketiga

post op.

Pada sistem pencernaan di tinjauan teori pada fraktur femur diberikan diit NB

(Nasi Biasa), tidak didapatkan adanya kesulitan menelan, nafsu makan normal, mual

dan muntah tidak ada, dan tidak didapatkan adanya gangguan eliminasi alvi

(Doengoes,2014). Pada tinjauan kasus ditemukan tidak ada mual dan tidak ada

muntah, pasien mampu menghabiskan 1 porsi makan yang disajikan dan

mendapatkan diit TKTP dari rumah sakit. Namun perlu diperhatikan pada pasien yang

memiliki riwayat diabetes perlu diberikan insulin sebelum makan yang bertujuan

untuk menekan gula darah pada pasien. Tujuan dari tindakan tersebut adalah agar

proses penyembuhan pada luka insisi seuai waktu pada teori penyembuhan luka.

Pada pemeriksaan integumen di tinjauan kasus pemeriksaan rambut berwarna

putih, kulit kepala bersih, kulit berwarna sawo matang, pada pemeriksaan palpasi

turgor kulit elastis, kekuatan ROM terbatas pada sendi peluru ekstrimitas bawah

sebelah kanan, kekuatan otot pasien 1111. Menurut muttaqin (2011) Hasil

pemeriksaan yang didapat adalah adanya gangguan/keterbatasan gerak tungkai.

Didapatkan ketidakmampuan menggerakan kaki dan penurunan kekuatan otot

ekstrimitas bawah dalam melakukan pergerakan. Gangguan pada gerak tungkai ini

dapat diasumsikan sebagai respon terhadap imobilisasi dimana pada pasien yang tidak

kooperatif pada latihan ROM dapat menyebabkan penurunan pada kekuatan otot.

4.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada tinjauan pustaka ada sepuluh yaitu :

Nyeri akut b/d agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cidera

jaringan lunak, pemasangan traksi, Ketidakefektifan perfusi jaringan b/d penurunan

suplai darah ke jaringan, Kerusakan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan
105

traksi (pen, kawat, sekrup),Hambatan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka

neuromuscular, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi). Resiko infeksi b/d pertahanan

primer tidak adequat sekunder akibat pemajanan, kulit yang rusak. Resiko syok.

Defisit perawatan diri b/d nyeri, intoleran aktivitas, penurunan kekuatan dan

ketahanan. Ansietas b/d kurang pengetahuan .Gangguan citra tubuh b/d pembedahan,

kehilangan fungsi kemampuan, ketakutan respon orang lain terhadap penampilan.

Resiko jatuh b/d tidak terbiasa menggunakan alat bantu jalan, kelemahan sekunder

akibat imobilitas.

Terdapat enam diagnosa keperawatan yang muncul pada tinjauan kasus yaitu :

Nyeri akut b/d agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cidera

jaringan lunak, pemasangan traksi. Kelambatan pemulihan pasca bedah b/d prosedur

pembedahan yang luas. Hambatan mobilitas fisik b/d pergeseran fragmen tulang.

Resiko infeksi b/d luka post operasi. Resiko jatuh b/d ketidakmampuan pasien dalam

mobilisasi.Resiko syok b/d faktor resiko hipovolemik.

Sedangkan diagnosa keperwatan yang tidak muncul pada kasus nyata yaitu :

Ketidakefektifan perfusi jaringan b/d penurunan suplai darah ke jaringan. Kerusakan

integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup). Gangguan

citra tubuh b/d pembedahan, kehilangan fungsi kemampuan, ketakutan respon orang

lain terhadap penampilan. Defisit perawatan diri b/d nyeri, intoleran aktivitas,

penurunan kekuatan dan ketahanan. Ansietas b/d kurang pengetahuan .

Dalam hal ini, mengapa hanya diangkat lima masalah keperawatan dari

sepuluh masalah keperawatan yang muncul pada tinjauan pustaka dan mengangkat

satu masalah keperawatan diluar dari tinjauan pustaka karena keenam masalah

keperawatan tersebut lebih prioritas dibandingkan lima masalah keperawatan yang

lainnya dan sifatnya lebih kepada mengancam nyawa. Selain itu pada, pengkajian
106

masalah tersebut muncul, walaupun ada beberapa masalah keperawatan yang sifatnya

lebih mengancam nyawa pada tinjauan pustaka tetapi pada saat pengkajian tidak

ditemukan masalah keperawatan.

4.3 Perencanaan

Perencanaan merupakan suatu penyusunan tindakan keperawatan yang akan

dilakukan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan

(Nanda, 2012, Cynthia M. Taylor, 2010, Wilkinson, 2012, Wilkinson, 2016 ).Pada

perencanaan terdapat tujuan dan kriteria hasil diharapkan dapat sesuai dengan sasaran

yang diharapkan terhadap kondisi pasien.

Resiko syok b.d faktor resiko hipovolemik. setelah dilakukan asuhan

keperawatan selama 3x24 jam diharapkan syok tidak terjadi. Dengan kriteria hasil Nadi

dalam batas normal(60-100x/menit), Frekuensi napas normal (16-22x/menit), Hasil

lab dalam batas normal :Natrium dalam batas normal (135-145 mmol/L), Chlorida

dalam batas normal (95-108 mmol/L), Kalium dalam batas normal (3,5-5 mmol/L).

Nyeri akut b/d agen injury fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema,

cidera jaringan lunak, pemasangan traksi .Setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama 1x24 jam diharapkan nyeri berkurang atau pasien dapat mengontrol nyeri

dengan kriteria: mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu

menggunakan teknik non farmakalogi untuk mengurangi nyeri),melaporkan bahwa

nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri,mampu mengenali nyeri

(skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri),menyatakan rasa nyaman setelah nyeri

berkurang.

Kelambatan pemulihan pasca bedah b/d prosedur pembedahan yang luas.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi
107

kelambatan pemulihan pasca bedah dengan kriteria : menunjukan adanya

penyembuhan insisi pembedahan : tepi luka menyatu dan tidak ada pus serta indurasi,

mencapai kembalai tingkat energi pra pembedahan yang ditandai dengan

pasientampak mampu istirahat, dan tidak ada pernyataan kelelahan, Hb dalam rentang

normal (11-16 g/dl), glukosa dalam rentang normal (76-110 g/dl).

Hambatan mobilitas fisik b/d pergeseran fragmen tulang. Setelah dilakuksan

tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan pasien mampu mencapai

mobilitas. Dengan kriteria hasil:pasien mampu mobilisasi pada anggota tubuh yang

tidak sakit, pasien dapat mengenal cara mobilisasi dan secara kooperatif mau

melaksanakan teknik mobilisasi secara bertahap.

Resiko infeksi b/d luka post operasi. Setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama 1x24 jam diharapkan infeksi tidak terjadi dengan kriteria hasil : bebas dari

tanda-tanda infeksi (rubor, kalor, dolor, tumor, dan fungsiolesa), memperlihatkan

personal hygene yang adequat, jumlah leukosit dalam rentang normal (4-10 10^3/uL),

suhu dalam rentang normal (36,5-37,5‟C).

Resiko jatuh b/d ketidak mampuan pasien dalam mobilisasi. Setelah dilakukan

tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan resiko jatuh akan menurun dengan

kriteria hasil: lingkungan tetap aman, pasien dan keluarga mengetahuii pencegahan

pasien jatuh.
108

4.4 Pelaksanaan

Pelaksanaan adalah perwujudan atau realisasi dari perencanaan yang telah

disusun. Pelaksanaan pada tinjauan pustaka belum dapat di realisasikan karena hanya

membahas teori asuhan keperwatan. Sedangkan pada kasus nyata pelaksanaan telah

disusun dan di realisasikan pada klien dan ada pendokumentasian dan intervensi

keperawatan.

Resiko syok b/d faktor resiko hipovolemi. Penatalaksanaan yang dilakukan

pada pasien ini adalah dengan transfusi darah PRC golongan darah AB sampai

HB>10 dan pemberian cairan NaCl 3% per 24 jam 7 tetes permenit sesuai dengan

hasil kolaborasi dokter.

Nyeri akut b/d luka post operasi. Pelaksanaan yang dilakukan pada pasien ini

yaitu dengan memberikan obat (Paracetamol 500 mg 3x/hari yaitu pada pukul

07.30,12.30,17.30 WIB per oral) sesuai dengan hasil kolaborasi dokter.

Kelambatan pemulihan pasca bedah b/d prosedur pembedahan yang luas.

Pelaksanaan yang dilakukan pada pasien ini yaitu dengan memberikan obat

(Novorapid 3x8unit/hari yaitu pada 5-10 menit sebelum makan per subcutan) dan

memberikan tranfusi darah (PRC 1 pack/hari sampai dengan Hb 10 g/dl) sesuai

dengan hasil kolaborasi dengan dokter.

Hambatan mobilitas fisik b/d pergeseran fragmen tulang. Pelaksanaan yang

dilakukan pada pasien ini yaitu dengan latihan gerak sendi secara bertahap setiap

pergantian shift.

Resiko infeksi b/d luka post operasi. Pelaksanaan yang dilakukan pada pasien

ini yaitu dengan memberikan obat (Cefixime 100 mg 2x1/hari pada pukul 10.00,

22.00 WIB per oral).


109

Resiko jatuh b/d ketidakmampuan pasien dalam mobilisasi. Pelaksanaan pada

kasus ini dapat dilakukan dengan memantau lingkungan yang berpotensi

menyebabkan pasien jatuh, memberikan fasilitas pengaman tempat tidur/ pagar

pembatas, memberikan tanda gelang kuning pada pasien.

4.5 Evaluasi

Resiko syok berhubungan dengan faktor resiko hipovolemik. Kriteria hasil

pada perencanaan adalah Nadi dalam batas normal(60-100x/menit), Frekuensi napas

normal (16-22x/menit), Hasil lab dalam batas normal :Natrium dalam batas normal

(135-145 mmol/L), Chlorida dalam batas normal (95-108 mmol/L), Kalium dalam

batas normal (3,5-5 mmol/L). Sedangkan SOAP pada evaluasi keluarga pasien

mengatakan mengerti tanda-tanda syok. hasil lab pasien pada tanggal 29 mei 2017 :

Alb : 2,69 g/dl, Natrium 125,7 mmol/L, Kalium :3,48 mmol/L, Chlor : 92,6 mmol/L,

Hb : 6,5 g/dl, menghitung jumlah cairan input (minum) 300 cc, jumlah cairan di urine

bag (output) 410 cc, TD : 130/80 mmhg, RR : 20x/menit, N : 80x/menit, S : 36,2‟C.

Tidak ada kesenjangan antara kriteria hasil pada perencanaan dan soap pada evaluasi.

Masalah keperawatan resiko syok teratasi sebagian selama 3x24 jam.

Nyeri akut berhubungan dengan insisi pembedahan. Kriteria hasil pada

perencanaan adalah pasien tidak gelisah, skala nyeri berkurang menjadi 2 (1-10),

pasien melaporkan nyeri berkurang, pasien mengungkapkan perasaan nyaman.

Sedangkan SOAP pada evaluasi pasien tampak rileks, pasien melaporkan nyeri

berkurang, skala nyeri menjadi ringan 4(1-10). Tidak ada kesenjangan antara kriteria

hasil pada perencanaan dan soap pada evaluasi. Masalah keperawatan nyeri akut

teratasi sebagian dalam waktu 3x24 jam.

Kelambatan pemulihan pasca bedah berhubungan dengan prosedur

pembedahan yang luas. Kriteria hasil pada perencanaan adalah menunjukan adanya
110

penyembuhan pada luka insisi pembedahan: tepi luka menyatu dan tidak ada pus,

klien mampu beristirahat dan tidak ada pernyataan kelelahan, Hb dalam rentang

normal (11-16 g/dl), glukosa dalam rentang normal (76-110 g/dl). Sedangkan SOAP

pada evaluasi keadaan umum pasien sudah mulai membaik, Hb : 9,8 g/dl. Tidak ada

kesenjangan antara kriteria hasil pada perencanaan dan SOAP yang terdapat pada

evaluasi. Masalah keperawatan kelambatan pemulihan pasca bedah teratasi sebagian

dalam waktu 3x24 jam.

Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan pergeseran fragmen tulang.

Kriteria hasil pada perencanaan adalah pasien mampu mobilisasi dan kooperatif

melakukan teknik mobilisasi secara bertahap. Sedangkan SOAP pada evaluasi, pasien

mampu menggerakan fleksi ekstensi lutut dan lengan yang sehat, melakukan teknik

mobilisasi secara bertahap. Tidak ada kesenjangan antara kriteria hasil pada

perencanaan dan SOAP. Masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik teratasi

sebagian dalam waktu 2x24 jam.

Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi. Kriteria hasil pada

perencanaan adalah bebas dari tanda infeksi, jumlah lekosit dalam rentang normal(4-

10 10^3/uL), suhu dalam rentang normal (36,5-37,5‟C). sedangkan SOAP pada

evaluasi, luka post op pasien bebas dari tanda infeksi, suhu 36,5‟C. tidak ada

kesenjangan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus. Masalah keperawatan resiko

infeksi teratasi sebagian dalam waktu 3x24 jam

Resiko jatuh berhubungan dengan ketidak mampuan pasien dalam mobilisasi,

kriteria hasil menciptakan lingkungan yang aman dengan pagar restrain, pasien dan

keluarga mengetahui pencegahan jatuh dan menghindari cedera fisik akibat jatuh.

Sedangkan SOAP pada evaluasi adalah menjaga restrain agar tetap terpasang,

memberikan gelang kunin pada pasien. Tidak ada kesenjangan antara kriteria hasil
111

pada perencanaan dan SOAP yang terdapat pada evaluasi. Masalah keperwatan resiko

jatuh teratasi dalanm waktu 1x24 jam


BAB 5

PENUTUP

Berdasarkan hasil npengamatan dan melaksanakan asuhan keperwatan secara

langsung pada pasien dengan close fraktur intertrochanter dextra post op bipolar

hemiarthroplasty hari VI di Ruang Rumkital Dr. Ramelan Surabaya, maka dapat

ditarik kesimpulan sekaligus saran yang dapat meningkatkan mutu asuhan

keperwatan.

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil yang telah didapat tentang asuhan keperawatan pada pasien

dengan close fraktur intertrochanter dextra post op bipolar hemiarthroplasty hari VI,

maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut.

1. Pengkajian pada pasien dengan close fraktur intertrochanter dextra post op

bipolar hemiarthroplasty hari VI ditemukan adanya nyeri, kemampuan pasien

dalam perawatan diri kurang, adanya perubahan pada pola aktivitas pasien yang

semula dapat melakukan aktivitas sehari-hari tetapi saat ini pasien hanya

terbaring ditempat tidur.

2. Diagnosa yang muncul pada pasien close fraktur intertrochanter post bipolar

hemiarthroplasty ditemukan ada 10 diagnosa yaitu : Nyeri akut b/d agen injuri

fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cidera jaringan lunak,

pemasangan traksi, Ketidakefektifan perfusi jaringan b/d penurunan suplai

darah ke jaringan, Kerusakan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan

traksi (pen, kawat, sekrup),Hambatan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka

neuromuscular, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi). Resiko infeksi b/d

pertahanan primer tidak adequat sekunder akibat pemajanan, kulit yang rusak.

112
113

Resiko syok. Defisit perawatan diri b/d nyeri, intoleran aktivitas, penurunan

kekuatan dan ketahanan. Ansietas b/d kurang pengetahuan .Gangguan citra

tubuh b/d pembedahan, kehilangan fungsi kemampuan, ketakutan respon orang

lain terhadap penampilan. Resiko jatuh b/d tidak terbiasa menggunakan alat

bantu jalan, kelemahan sekunder akibat imobilitas

3. Intervensi yang diberikan pada pasien close fraktur intertrochanter dextra post

op bipolar hemiarthroplasty post op hari VI dengan penanganan nyerinya itu

dengan manajemen nyeri non farmakologi. Pada diagnosa resiko syok dengan

pemantau status hemodinamik pasien dan menjelaskan keluarga tentang tanda

dan gejala syok. Pada diagnosa kelambatan pemulihan pasca bedah dengan

melakukan perawatan luka secara steril dan memantau gula darah pasien. Pada

diagnosa hambatan mobilitas fisik dengan mengajarkan latihan gerak yang aktif

di area yang sehat. Pada diagnosa resiko infeksi dengan melakukan perawatan

luka secara steril setiap 3 hari sekali. Pada diagnosa resiko jatuh dilakukan

tindakan dengan tetap memantau keamanan lingkungan pasien.

4. Pelaksanaan yang diberikan pada pasien dengan close fraktur intertrochanter

dextra post op bipolar hemiarthroplasty pos op hari VI dilaksanakan sesuai

perencanaan dengan berdasarkan pengetahuan dan konsep teori. Pada diagnosa

keperawatan nyeri adalah dengan memberikan obat oral (paracetamol 500 mg)

sesuai dengan hasil kolaborasi dengan dokter. Pada diagnosa keperawatan

resiko syok diberikan tranfusi darah PRC 1 kolf sesuai dengan hasil kolaborasi

dengan dokter yaitu sampai Hb pasien meningkat menjadi >10 g/dl. Pada

diagnosa kelambatan pemulihan pasca bedah yaitu dengan memberikan tranfusi

darah PRC 1 kolf sesuai hasil kolaborasi dengan dokter yaitu sampai hb>10 g/dl

dan memberikan injeksi insulin Novorapid sebanyak 8 unit. Pada diagnosa


114

hambatan mobilitas adalah dengan melakukan latihan gerak pada sendi yang

tidak sakit. Pada diagnosa resiko infeksi dilakukan tindakan pemberian obat oral

(cefixime 100 g). Pada diagnosa resiko jatuh yaitu dengan tetap memantau

keamanan lingkungan pasien.

5. Evaluasi pada pasien close fraktur intertrochanter dextra post op bipolar

hemiarthroplasty hari VI adalah nyeri dapat terkontrol atau berkurang pada pada

hari ketiga, resiko syok dinyatakan dengan keluarga pasien mampu menjelaskan

tanda dan gejala syok dan bagaimana tindakan pencegahannya pada hari

pertama. Hambatan mobilitas fisik pasien mampu menggerakan fleksi ekstensi

lutut dengan lengan di area yang sehat, melakukan teknik mobilisasi dini pada

hari ketiga . resiko infeksi proses penyembuhan luka dapat teratasi sebagian

pada hari ketiga . resiko jatuh yaitu memberikan gelang kuning pada pasien dan

dapat teratasi dalam satu hari.

5.2 Saran

Bertolak dari kesimpulan diatas , maka dapat diberikan saran sebagai berikut:

1. Bagi pasien, pasien close fraktur femur dextra post op bipolar hemiarthroplasty

hari VI mengalamimasalah hambatan mobilitas fisik sehingga diharapkan

pasien dapat sering melatih rentang gerak sendiyang sudah diajarkan sehingga

dapat memulihkan kembali kondisi pasien agar pasien dapat melakukan

aktivitas seperti biasanya sebelum sakit. Pasien juga diharapkan untuk kontrol

tepat waktu dan minum obat sesuai yang dianjurkan.

2. Bagi perwat diharapkan perawat dapat sesering mungkin untuk melatih pasien

ROM aktif dan ROM pasif pada pasien. Seta, mengatasi nyeri dengan

mengajarkan dan melatih manajemen nyeri non farmakologi pada pasien

fraktur.
115

3. Bagi ruangan, diharapkan ruangan menyediakan kruk atau walker untuk

membantu pasen belajar ROM diruangan sehingga dapat mempercepat

kesembuhan pasien.

4. Bagi rumah sakit, diharapkan rumah sakit sering untuk mengadakan

penyukuhan tentang fraktur, management nyeri, ataupun rentang gerak sendi

sehingga dapat meningkatkan pengetahuan perawat dan pasien atau keluarga.


116

DAFTAR PUSTAKA

Dongoes, marylinn. 2014. Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk


perencanaan Dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : EGC.

Hidayat, Aziz, Musrufatul. 2008. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : EGC

Kneale, julia D. 2011. Keperawatan Ortopedik & TraumaEd 2. Jakarta :EGC

Lukman & Ningsih. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Muskuluskeletal. Jakarta : EGC

Sudoyo, Aru & Setiyohadi dkk (2006). Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Jakarta: FKUI.

Huda, Amin Nuratif & Hardhi (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Jilid 3. Jogjakarta: Mediaction Publishing.

Muttaqin, Arif & Kumala Sari (2011). Gangguan muskuloskeletal: Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin, Arif & Kumala Sari (2008). Gangguan muskuloskeletal: Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.

Mubarak, Iqbal & Nurul dkk (2015). Standar asuhan Keperawatan Dan Prosedur
Tetap Dalam Praktik Keperawatan : Konsep Dan Aplikasi Dalam Praktik
Klinik. Jakarta: Salemba Medika.

Heather, Herdman, (2012). Diagnosis Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi 2012-


2014. Jakarta: EGC

Taylor, Cynhia M (2010 ). Diagnosa Keperawatan dengan Rencana Asuhan Edisi 10.
Jakarta: EGC.

Wilkinson, M Judith dkk (2012). Buku Saku : Diagnosis Keperawatan Edisi 9.


Jakarta: EGC.

Wilkinson, M Judith dkk (2016). Buku Saku : Diagnosis Keperawatan Edisi 9.


Jakarta: EGC.

Helmi, Zairin Noor. 2012. Buku Saku Kedaruratan Di Bidang Bedah Ortopedi.
Jakarta : Salemba Medika.

Bararah, Taqqiyah. 2013. Panduan Lengkap Menjadi Perawat Profesional Jilid


2.Jakarta : Prestasi Pustaka.
117

Rumkital Dr. Ramelan surabaya (2010). Standart prosedur operasional. Surabaya :


RSAL Dr. Ramelan

Eorthopod.com/hip-replacement/ diakses tanggal 7 Juni 2017


118

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

MANAGEMENT NYERI

A. Pengertian
Cara meringankan atau mengurangi nyeri sampai tingkat kenyamanan yang dapat
diterima pasien
B. Tujuan
Untuk menjaga pasien dalam kondisi senyaman mungkin
C. Prosedur
1. Lakukan pengkajian skala, lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi dan kualitas
nyeri
2. Observasi reaksi nonverbal
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasien
4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
5. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan
interpersonal)
6. Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi seperti :
a. Kompres dingin
b. Massage kulit
c. Buli-buli panas
d. Relaksasi seperti lingkungan yang tenang, posisi yang nyaman dan nafas
dalam
e. Teknik distraksi yakni mengalihkan perhatian ke stimulus lain seperti
menonton televisi, membaca koran, mendengarkan musik
7. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
8. Evaluasi kefektifan kontrol nyeri
119

SPO (Standar Prosedur Operasional)

Range Of Motion (ROM)

A. Pengertian

ROM adalah latihan gerak sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan

pergerakkan otot, di mana pasien menggerakkan masing-masing persendiannya

sesuai gerakan normal baik secara aktif maupun pasif.

B. Tujuan

1. Meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas atau kekuatan otot

2. Mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan

3. Mencegah kontraktur dan kekakuan pada sendi

C. Indikasi

1. Stroke atau penurunan tingkat kesadaran

2. Kelemahan otot

3. Fase rehabilitasi fisik

4. Pasien dengan tirah baring lama

D. Kontraindikasi

1. Trombus/emboli pada pembuluh darah

2. Kelainan sendi atau tulang

3. Pasien fase imobilisasi karena kasus penyakit (jantung)

E. Perhatian Penting

1. Monitor keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital sebelum dan setelah

latihan

2. Tanggap terhadap respon ketidaknyamanan

3. Ulangi gerakan sebanyak 3 kali


120

F. Latihan Rentang Gerak

Pasien yang mengalami keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan

beberapa atau semua latihan gerak dengan mandiri. Keterbatasan ini dapat

diidentifikasi pada salah satu pasien yang ekstermitas mempunyai keterbatasan

gerakan atau pasien yang mengalami imobilisasi seluruhnya.

Latihan rentang gerak dapat (ROM) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Latihan rentang gerak aktif

Yaitu pasien mampu menggerakkan seluruh sendinya dengan rentang gerak

tanpa bantuan

2. Latihan rentang gerak pasif

Yaitu pasein tidak dapat menggerakkan dengan mandiri dan perawat

menggerakkan setiap sendi dengan rentang gerak.

Kontraktur dapat terjadi pada sendi yang tidak digerakkan secara periodik

dengan rentang gerak penuh.

Tahap pra interaksi

Cek catatan pasien : pasien yang mobilitasnya terbatas karena penyakit, diabilitas atau

trauma memerlukan latihan sendi untuk mengurangi bahaya imobilitas. Latihan

berikut dilakukan untuk memelihara dan mempertahankan kekuatan otot serta

memelihara dan memelihara mobilitas persendian.

Tahap orientasi

a. Memberikan salam dan tersenyum pada pasien


121

b. Memperkenalkan nama perawat (pada pertemuan pertama)

c. Menanyakan nama panggilan, kesukaan pasien/panggil pasien dengan namanya

d. Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan

e. Menjelaskan prosedur dan tujuan

f. Menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan

Tahap kerja

a. Memberi kesempatan pasien untuk bertanya

b. Tutup tirai atau pintu kamar pasien

c. Bantu pasien memposisikan tubuh senyaman mungkin

1. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Tangan

Cara :

a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

b) Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan siku menekuk

dengan lengan

c) Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan lain memegang

pergelangan tangan pasien

d) Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin


122

e) Catat perubahan yang terjadi

2. Fleksi dan Ekstensi Siku

Cara :

a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

b) Ataur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dengan telapak

tangan mengarah ke tubuhnya

c) Letakkan tangan diatas siku pasien dan pegang tangannya dengan tangan

lainnya

d) Tekuk siku pasien sehingga tangannya mendekat bahu

e) Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya

f) Catat perubahan yang terjadi

3. Pronasi dan Supinasi Lengan Bawah

Cara :

a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

b) Ataur posisi lengan bawah menjahui tubuh pasien dengan siku menekuk
123

c) Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan pasien dan pegang tangan

pasien dengan tangan lainnya

d) Putar lengan bawah pasien sehingga telapak tangan menjauhinya

e) Kembalikan ke posisi semula

4. Abduksi dan Adduksi

Cara :

a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

b) Atur posisi lengan pasien disamping badannya

c) Letakkan satu tangan perawatn di atas pasien dan pegang tangan pasien

dengan tangan lainnya

d) Gerakkan lengan pasien menjauh dari tubuhnya ke arah perawat

e) Kembalikan ke posisi semula

f) Catat perubahan yang terjadi

5. Fleksi dan Ekstensi jari-jari


124

Cara :

a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

b) Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan, sementara tangan lain

memegang kaki

c) Bengkokkan (tekuk) jari-jari bawah

d) Luruskan jari-jari kaki ke belakang

e) Kembalikan ke posisi semula

f) Catat perubahan yang terjadi

6. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Kaki

Cara :

a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

b) Letakkan satu tangan perawat pada telapak kaki pasien dan satu tangan yang

lain di atas pergelangan kaki. Jaga kaki lurus dan rileks

c) Tekuk pergelangan kaki, arahkan di atas siku pasien


125

d) Catat perubahan yang terjadi

7. Rotasi Pangkal Paha (sesuaikan kondisi/disisi yang sehat)

Cara :

a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

b) Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki dan satu tangan lain di

atas lutut

c) Putar kaki menjauhi perawat

d) Kembalikan ke posisi semula

e) Catat perubahan yang terjadi

Tahap terminasi

Evaluasi yang diharapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk mengatasi

gangguan mobilitas adalah sebagai berikut :

1. Peningkatan fungsi tubuh

2. Peningkatan kekuatan dan ketahanan

3. Peningkatan fleksibilitas sendi

Standard Prosedur Operasional


Penanganan Pasien Resiko Jatuh
126

Pengertian : penanganan pada pasien yang beresiko jatuh pada saat pasien

menjalani perawatan atau berada di lingkungan rumah sakit.

Tujuan : untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan atau cidera

pasien.

Prosedur : Di Ruang Inap

a. Lakukan observasi dan beri bantuan yang sesuai saat ambulasi,

perhatikan respon pasien.

b. Monitor kebutuhan pasien secara berkala : monitor kebutuhan

pasien dengan teratur seperti kebutuhan ke kamar mandi dengan

menawarkan apakah bersedia dibantu oleh perawat.

c. Edukasi perilaku pasien yang lebih aman : beri informasi kepada

pasien tentang aktivitas yang boleh dilakukan sendiri dan

membutuhkan pendamping perawat atau keluarga.

d. Tempatkan pasien dekat dengan ners station agar lebih mudah di

monitor aktivitasnya.

e. Jangan tinggalkan pasien sendiri di kamar atau di toilet, upayakan

semua aktivitas pasien didampingi baik oleh perawat maupun

dengan keluarga.

f. Pasang pengaman/standart pengaman tempat tidur, pengaman

tempat tidur untuk perawatan pasien yang beresiko jatuh dapat

berupa terali yang terpasang sisi kiri dan kanan sedangkan untuk
127

pasien anak-anak sengan menggunakan box bayi yang jarak teruji

pengaman 10cm.

g. Anjurkan pasien menggunakan bel bila membutuhkan bantuan

dengan memberikan penjelasan pada pasien dan keluarga tentang

tata cara penggunaan bel pasien jika pada saat tertentu

membutuhkan bantuan perawat.

h. Anjurkan pasien untuk menggunakan pegangan dinding, untuk

menghindari resiko jatuh saat mobilitas dari tempat tidur pasien ke

kamar mandi maupun ke tempat lain perlu dipasang pegangan

dinding agar dapat menopang saat pasien mengalami kondisi

kehhilangan keseimbangan.

i. Pasang pada gelang pasien dengan kancing warna kuning

j. Jaga lantai ruangan perawatan dan kamar mandi tidak licin

k. Lakukan identifikasi dengan menggunakan fomat resiko jatuh

l. Melakukan assesment awal resiko jatuh dengan menggunakan

skala jatuh :

1) Pediatri = skala humpty dumpty

2) Geriatri = sydny scoring

3) Dewasa = morse fall scale

m. Pasang pengaman tempat tidur dan pegangan dinding di kamar

mandi dan tempat tertentu

n. Tidak menggunakan lantai yang licin untuk kamar mandi

o. Gunakan toilet duduk dikamar mandi pasien

p. Gunakan tempat tidur yang tidak terlalu tinggi

q. Siapkan alat bantu untuk berjalan


128

Dokumentasikan :

Pada setiap adanya insiden pasien resiko jatuh baik di rawat inap maupun rawat jalan

harus dilaporkan kepada Tim KPRS Rumkital Dr. Ramelan oleh personel yang

melihat insiden tersebut.

Sumber : kumpulan SPO sasaran keselamatan pasien (SKP) tahun 2012, Rumkital Dr.

Ramelan Surabaya
129

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

TRANFUSI DARAH

Pengertian : Memberikan tranfusi sesuai instruksi atau program.

Tujuan : Memenuhi kebutuhan dasar atau mencegah terjadinya anemia.

Indikasi : pasien dengan kadar hemoglobin dibawah 7 gr/dl

Tahap pre interaksi :

1. Membaca program tindakan

2. Menyiapkan alat

a. Standar infus

b. Cairan steril sesuai instruksi

c. Tranfusi set steril

d. IV kateter sesuai ukuran

e. Perlak dan pengalas

f. Tourniquet

g. Instrumen steril (pinset, guntung, dan com)

h. Bengkok

i. Tempat sampah

j. Kassa steril

k. Sarung tangan

l. Plester

m. Darah atau plasma

n. Tensimeter dan termometer

o. Formulir observasi khusus dan alat tulis

3. Memasang sampiran
130

4. Mencuci tangan

5. Mendekatkan alat ke pasien

Tahap orientasi :

1. Memberi salam

2. Menanyakan adanya keluhan

3. Menjelaskan prosedur vtindakan ke pasien dan keluarga

4. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya

Tahap kerja :

1. Menggunakan sarung tangan

2. Mengukur tanda vital

3. Membebaskan lengan pasien dari baju

4. Meletakkan perlak dan pengalas dibawah lengan pasien

5. Menyiapkan larutan NaCl 0,9 %

6. Memasang infus NaCl 0,9 % menggunakan tranfusi set steril

7. Mengawasi tetesan tetap lancar

8. Memastikan tidak ada darah di selang infus

9. Hangatkan terlebih dahulu darah yang ada pada kantong darah dengan air

hangat pada suhu 37-39‟C, karena bila lebih dari 40‟C eritrosit akan rusak

10. Mengontrol kembali darah yang akan diberikan kepada pasien

a. Identitas pasien

b. Jenis dan golongan darah

c. Nomor kantong darah

d. Tanggal kadaluarsa

e. Hasil cross test dan jumlah darah

11. Mengganti cairan NaCl 0,9 % dengan darah setelah 15 menit


131

12. Mengatur tetesan darah.

13. Mengukur tanda vital tiap menit untuk 15 menit pertama, tiap 15 menit untuk

jam berikutnya, dan tiap jam sampai dengan tranfusi selesai.

Tahap terminasi

1. Memperhatikan respon pasien terhadap reaksi tranfusi

2. Mengevaluasi perasaan pasien

3. Melakukan kontrak waktu untuk kegiatan selanjutnya

4. Merapikan alat

5. Melepas sarung tangan

6. Mencuci tangan

Dokumentasi :

Mendokumentasikan setiap tindakan : waktu pemberian, jenis tranfusi, reaksi tranfusi

atau komplikasi.

Sumber : kumpulan SPO sasaran keselamatan pasien (SKP) tahun 2012, Rumkital Dr.

Ramelan Surabaya

Anda mungkin juga menyukai