Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan suatu penyakit

yang diakibatkan karena penimbunan kristal monosodium urat di dalam tubuh. Asam urat

merupakan hasil metabolisme akhir dari purin yaitu salah satu komponen asam nukleat

yang terdapat dalam inti sel tubuh. Peningkatan kadar asam urat dapat mengakibatkan

gangguan pada tubuh manusia seperti perasaan nyeri di daerah persendian dan sering

disertai timbulnya rasa nyeri yang teramat sangat bagi penderitanya. Penyebab

penumpukan kristal di daerah tersebut diakibatkan tingginya kadar asam urat dalam darah.

Bahan pangan yang tinggi kandungan purinnya dapat meningkatkan kadar urat dalam darah

antara 0,5 – 0,75 g/ml purin yang dikonsumsi. Konsumsi lemak atau minyak tinggi seperti

makanan yang digoreng, santan, margarin atau mentega dan buah-buahan yang

mengandung lemak tinggi seperti durian dan alpukat juga berpengaruh terhadap

pengeluaran asam urat (Krisnatuti, 2007).

Asam urat terjadi terutama pada laki-laki, mulai dari usia pubertas hingga mencapai

puncak usia 40-50 tahun, sedangkan pada perempuan, persentase asam urat mulai didapati

setelah memasuki masa menopause. Kejadian tingginya asam urat baik di negara maju

maupun negara berkembang semakin meningkat terutama pada pria usia 40-50 tahun.

Kadar asam urat pada pria meningkat sejalan dengan peningkatan usia seseorang

(Soekanto, 2012). Hal ini terjadi karena pria tidak memiliki hormon estrogen yang dapat

membantu pembuangan asam urat sedangkan pada Perempuan memiliki hormon estrogen

yang ikut membantu pembuangan asam urat lewat urine (Darmawan, 2008). Hasil
penelitian epidemiologi diketahui bahwa beberapa ras tertentu memiliki kecenderungan

terserang penyakit asam urat, selain itu hasil penelitian di Kalimantan Barat diketahui

bahwa usia 15-45 tahun yang diteliti sebanyak 85 orang, dimana pria mengalami penyakit

asam urat sebanyak 1,7% dan perempuan 0,05 % (Krisnatuti, 2006).

Seiring bertambahnya usia seseorang maka terjadi kecenderungan menurunnya

berbagai kapasitas fungsional baik pada tingkat seluler maupun pada tingkat organ yang

dapat mengakibatkan terjadinya degenerasi sejalan dengan proses menua. Proses menua ini

dapat berpengaruh pada perubahan fisiologis yang tidak hanya berpengaruh terhadap

penampilan fisik, namun juga terhadap fungsi dan tanggapannya pada kehidupan sehari-

hari. Setiap individu mengalami perubahan-perubahan tersebut secara berbeda, ada yang

laju penurunannya cepat dan dramatis, serta ada juga yang perubahannya lebih tidak

bermakna. Pada lanjut usia terjadi kemunduran sel-sel karena proses penuaan yang dapat

berakibat pada kelemahan organ, kemunduran fisik, timbulnya berbagai macam penyakit

seperti peningkatan kadar asam urat (hiperurisemia) (Sustrani, 2009).

Hiperurisemia bisa timbul akibat produksi asam urat yang berlebihan dan pembuangan

asam urat yang berkurang. Faktor yang menyebabkan hiperurisemia adalah produksi asam

urat di dalam tubuh meningkat terjadi karena tubuh memproduksi asam urat berlebihan

penyebabnya antara lain adanya gangguan metabolisme purin bawaan (penyakit

keturunan), berlebihan mengkonsumsi makanan berkadar purin tinggi, dan adanya penyakit

kanker atau pengobatan (kemoterapi) serta pembuangan asam urat sangat berkurang

keadaan ini timbul akibat dari minum obat (anti TBC, obat duretik/HCT, dan salisilat),

dalam keadaan kelaparan (Soekamto, 2012).

Asam urat sudah dikenal sejak 2.000 tahun laludan menjadi salah satu penyakit tertua

yang dikenal manusia. Berdasarkan data asam urat di dunia tercatat sebanyak 47.150 orang

di dunia menderita asam urat, kejadian tersebut terus meningkat pada tahun 2005, yakni
jumlah penderita asam urat terus bertambah dari tahun 2004 dan menyerang usia

pertengahan 40-59 tahun (WHO, 2010).

Peningkatan prevelensi penyakit asam urat baik di negara maju maupun berkembang

dan hanya sedikit dari penderita asam urat yang terkontrol dengan baik. Di Indonesia angka

kejadian asam urat mencapai 2%-13%, sedangkan di Jawa Timur sebesar 24,3% pada laki-

laki dan 11,7% pada perempuan. Dari studi pendahuluan data Dinas Kesehatan (Dinkes)

Jawa Timur menyebutkan, total penderita asam urat di Jatim pada 2011 sebanyak 285.724

pasien. Data ini diambil menurut Surveilans Terpadu Penyakit (STP) Puskesmas di Jatim.

Jumlah tersebut terhitung mulai bulan Januari hingga September dengan jummlah penderita

tertinggi pada bulan Mei sebanyak 46.626 pasien. Dari hasil studi pendahuluan yang

diperoleh dari Dinas Kesehatan Banyuwangi tahun 2010, penderita asam urat berjumlah

14.122 jiwa, sedangkan pada tahun 2011 berjumlah 4.626 jiwa ( DINKES Banyuwangi,

2011). Sedangkan dari hasil studi pendahuluan yang diperoleh dari puskesmas

Mojopanggung jumlah pwnderita asam urat tahun 2013 yakni 769 jiwa. Dan dari data

terbaru pada November 2013 sampai September 2014 tercatat sejumlah 48 orang yg

mengalami asam urat.

Kadar asam urat tubuh ditentukan oleh keseimbangan produksi dan ekskresi. Produksi

asam urat tergantung dari diet, serta proses internal tubuh berupa biosintesis, degradasi, dan

pembentukan cadangan (salvage) asam urat. Seseorang dengan indeks masa tubuh (IMT)

berlebih (overweight) berisiko tinggi mengalami hiperurisemi meskipun seseorang dengan

indeks masa tubuh (IMT) kurang dan indeks masa tubuh (IMT) normal juga dapat berisiko

mengalami hiperurisemia. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya peningkatan asam urat

di dalam tubuh seseorang. Pada tubuh seseorang sebenarnya sudah mempunyai asam urat

dalam kadar normal, apabila produksi asam urat di dalam tubuh seseorang itu meningkat

dan ekskresi asam urat melalui ginjal dalam bentuk urin menurun dapat berakibat terjadinya
hiperurisemia. Asam urat yang terakumulasi dalam jumlah besar di dalam darah akan

memicu pembentukan kristal berbentuk jarum. Kristal-kristal biasanya terkonsentrasi pada

sendi, terutama sendi perifer (jempol kaki atau tangan). Sendi-sendi tersebut akan menjadi

bengkak, kaku, kemerahan, terasa panas, dan nyeri sekali (Darmawan, 2008).

Rothenbacher et al. (2011) pada penelitiannya yang juga menganalisis hubungan IMT

dan frekuensi serangan gout, menyimpulkan bahwa obesitas adalah salah satu komorbid

yang umum pada pasien dengan serangan gout berulang. Lingkar pinggang, indikator

obesitas lainnya, yang telah terbukti lebih dekat kaitannya dengan hiperurisemia dan

resistensi insulin, belum pernah diteliti kaitannya dengan frekuensi serangan gout.

Asam urat terjadi sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat pada jaringan atau

supersaturasi asam urat didalam cairan ekstarseluler (Vitahealth, 2007). Terdapat dua

faktor risiko seseorang menderita athritis gout, yaitu faktor yang tidak dapat dimodifikasi

dan faktor yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia

dan jenis kelamin. Di lain pihak, faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah terkait dengan

pengetahuan, sikap dan perilaku penderita mengenai asam urat, kadar asam urat, dan

penyakit-penyakit penyerta lain seperti diabetes melitus (DM), hipertensi, dan dislipidemia

yang membuat individu tersebut memiliki risiko lebih besar untuk terserang penyakit gout

arthritis (Festy, 2009).

Pengelolaan asam urat sering sulit dilakukan karena berhubungan dengan kepatuhan

perubahan gaya hidup (Azari, 2014). Sikap dan perilaku memainkan peran penting karena

mempengaruhi respon seseorang sakit dan penyakit, persepsinya terhadap sakit,

pengetahuan tentang gejala dan penyebab penyakit, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

Tanpa adanya sikap dan perilaku, modifikasi pola hidup akan sulit tercapai. Salah satu

faktor yang dapat mempengaruhi kadar asam urat adalah aktivitas fisik. Aktivitas yang

dilakukan seseorang berkaitan dengan kadar asam urat yang terdapat dalam darah. Aktifitas
fisik seperti olahraga atau gerakan fisik akan menurunkan ekskresi asam urat dan

meningkatkan produksi asam laktat dalam tubuh. Semakin berat aktivitas fisik yang

dilakukan dan berlangsung jangka panjang maka semakin banyak asam laktat yang

diproduksi (Rodwell, 2003).

Kebiasaan makan-makanan yang mengandung purin dapat meningkatkan asam urat

dalam darah sehingga dapat menimbulkan gout arthritis. Terlalu banyak mengkonsumsi

makanan yang tinggi kandungan nukleotida purinnya seperti sarden, kangkung, jeroan, dan

bayam akan meningkatkan produksi asam urat. Sebaliknya, mengurangi konsumsi

makanan dengan kandungan nukleotida purin tinggi dan memperbanyak konsumsi

makanan dengan kandungan nukleotida purin rendah akan dapat mengurangi risiko

hiperurisemia atau gout arthritis. Salah satu upaya untuk mengurangi penumpukan protein

adalah terapi diet asam urat yang baik dan benar (Krisnatuti, 2006). Kejadian gout arthritis

dapat mengakibatkan kesulitan atau gangguan dalam bergerak maupun beraktifitas.

Pengobatan untuk penderita atritis gout saat ini sudah banyak dikembangkan baik

sintesis maupun herbal. Pada penggunaan obat herbal dapat dikategorikan tinggi

apabilamasyarakat tahu bahwa obat sintesis dapat menimbulkan efek lain. Jahe merah

(Zingiber officinale Rosce) merupakan rempah-rempah Indonesia yang sangat penting

dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam bidang kesehatan. Jahe merupakan tanaman

obat berupa tumbuhan rumput berbatang semu dan termasuk dalam suku temu-temuan

(Zingiberaceae). Jahe berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina. Jahe

merupakan salah satu rempah-rempah yang telah dikenal luas oleh masyarakat. Selain

sebagai penghasil flavor dalam berbagai produk pangan, jahe juga dikenal mempunyai

khasiat menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti masuk anigin, batuk dan diare.

Beberapa komponen bioaktif dalam ekastrak jahe antara lain gingerol, shogaol,

diarilheptanoid dan curcumin mempunyai aktivitas antioksidan yang melebihi tokoferol.


Tanaman jahe termasuk keluarga Zingiberaceae yaitu suatu tanaman rumputrumputan

tegak dengan ketinggian 30-75 cm, berdaun sempit memanjang menyerupai pita, dengan

panjang 15-23 cm, lebar lebih kurang dua koma lima senti meter, tersusun teratur dua baris

berseling, berwarna hijau bunganya kuning kehijauan dengan bibir bunga ungu gelap

berbintik-bintik putih kekuningan dan kepala sarinya berwarna ungu. Akarnya yang

bercabang-cabang dan berbau harum, berwarna kuning atau jingga dan berserat. Dalam

taksonomi tanaman, jahe termasuk dalam divisi Spermatophyta; subdivisi Angiospermae;

kelas Monocotyledonae; ordo Zingeberales; famili Zingeberaceae; genus Zingiber [J

Agromed Unila 2015; 2(4):530-535].

Khasiat rimpang jahe merah telah lama digunakan sebagai stimulan untuk

membangkitkan nafsu makan. Hal tersebut dikarenakan jahe merah dapat menstimulasi

aliran saliva dan cairan lambung, serta meningkatkan gerak peristaltik usus. Pada studi

invitro menunjukkan ekstrak air dari rebusan jahe dapat menghambat aktivitas siklo

oksigenase, sehingga dapat menghambat metabolisme asam arakidonat dan agragrasi

platelet. Selain itu, jahe kering dapat digunakan untuk pengobatan reumatoid arthritis

karena pada 75% pasien yang mengkonsumsi rimpang jahe sering terjadi penurunan rasa

sakit dan bengkak. Mekanisme jahe kering dapat digunakan sebagai anti inflamasi terkait

dengan kerjanya dalam menghambat dari biosintesis prostaglandin. Dari hasil penelitian

menunjukkan bahwa pemberian ekstrak jahe merah dapat menurukan kadar asam urat

dalam darah. Selain itu juga dapat menurunkan rasa nyeri oleh karena penghambatan pada

jalur siklo oksigenase. Jahe merah memiliki volatile oil dan non-volatile oil yang dapat

menurunkan kadar asam urat darah. Selain itu, jahe merah dapat meredakan nyeri oleh

karena penghambatan pada jalur siklo oksigenase sehingga prostaglandin dapat dihambat

[J Agromed Unila 2015; 2(4):530-535].


1.2 Rumusan Masalah

Adakah Pengaruh Kompres Jahe Merah Terhadap Asam Urat Pada Penderita Asam Urat Di

Puskesmas Mojopanggung Banyuwangi Tahun 2018 ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui Pengaruh Kompres Jahe Merah Terhadap Asam Urat Pada Penderita Asam Urat

Di Puskesmas Mojopanggung Banyuwangi Tahun 2018

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Teridentifikasinya kondisi sebelum pemberian kompres jahe merah pada penderita asam urat

di Puskesmas Mojopanggung Banyuwangi tahun 2018.

2. Teridentifikansinya kondisi pemberian kompres jahe merah pada penderita asam urat di

Puskesmas Mojopanggung Banyuwangi tahun 2018.

3. Teranalisisnya pengaruh kompres jahe merah terhadap asam urat pada penderita asam urat

di Puskesmas Mojopanggung Banyuwangi tahun 2018.

1.4 Manfaat Penetitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menurunkan angka kejadian asam urat di

Puskesmas Mojopanggung Banyuwangi Tahun 2018.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan dan merupakan wujud

aplikasi dari pengetahuan yang dimiliki peneliti yang didapat melalui perkuliahan dan studi

pendahuluan.

2. Bagi Profesi Keperawatan


Sebagai bahan asuhan dan kajian untuk penelitian berikutnya guna mencapai standar

keperawatan yang baik.

3. Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan dan informasi terutama untuk perawat

dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan memberikan alternatif dalam mengatasi

penyakit asam urat.

4. Bagi Masyarakat

Penelitian ini dapat dijadikan masukan untuk masyarakat terutama lansia agar mengetahui

kegunaan dan manfaat dari jahe.

5. Bagi Responden

Meningkatkan pengetahuan dan wawasan khususnya pada penderita asam urat agar mengetahui

penatalaksanaan lain yang dapat mengatasi penyakit asam urat selain dengan farmakologis.

Anda mungkin juga menyukai